Anda di halaman 1dari 4

DADU 22 – THAT’S WHAT FRIENDS ARE FOR (2)

“Denger-denger pak Evan ga disuruh ganti rugi ya?” Ujar ibu-ibu berkacamata tebal,
dengan lipstick merah yang tak kalah tebal juga. Batu bata saja minder melihatnya.
“Ah masa sih bu, tahu darimana?” Tukas ibu-ibu yang duduknya tak jauh dari situ.
“Saya kan sumber informasinya banyak, dan terpercaya”
“Kalo beritanya salah, jadi fitnah loh bu.”
“Nih buktinya, saya chat sama pak Paijo bagian keuangan, katanya kerugian yang
disebabkan oleh pak Evan itu ga diganti sama beliau.”
“Lah terus siapa yang ganti bu?
“Ya sekolahan lah.”
“Kok gitu ya bu, padahal saya pernah ga sengaja ngilangin spidol saja harus ganti, mana
ga cuma satu lagi gantinya”
Bapak-bapak yang rambutnya sudah sedikit memutih dan daritadi sibuk dengan
permainan solitaire di komputernya pun engga tahan buat engga ikutan ngomporin, “Saya denger
sih bukan pak Evan yang salah, katanya kelalaian guru Kimia setelah praktikum, gitu.”
“Ah masa pak?” Ujar ibu-ibu berlipstik merah merona.
“Tapi setelah saya cross-check ke semua guru kimia, katanya ga ada satupun yang pakai
ruangan itu di waktu itu.”
Bu Hera yang baru saja kembali dari kantin pun langsung nyamber, “Iya, kan pak Evan
itu sahabat karibnya pak Bonan, jadi ya sudah pasti tidak mungkin pak Evan mengganti
kerugiannya. Pasti dilindungin banget lah sama sahabatnya.”
“Eh ada bu Hera, iya kan bu, guru Kimia ga ada yang praktikum disitu beberapa hari
lalu?” Tukas bapak-bapak yang rambutnya memutih itu.
“Iya pak Gun, saya kan guru paling senior, kalau ada guru-guru yang mau praktikum
disitu kan pasti bilang ke saya, tapi selama beberapa hari ini, engga ada. Emang pak Evan bikin-
bikin aja itu.” Ujar bu Hera menanggapi bapak-bapak berambut putih bernama pak Gun itu.
“Bu Hera, tapi kalo pak Evan sahabat karibnya pak Bonan, berarti pak Bonan yang ganti
gitu?” Ujar ibu-ibu berjilbab panjang yang masih terlihat muda itu dengan polosnya.
“Ibu guru baru ya. Pak Bonan itukan direktur yayasan yang menyokong sekolahan kita.
Makanya pak Evan ga mungkin diperkarakan, kan sahabatnya sendiri, masa iya diperkarakan.
Tapi coba deh kita, duh-duh, langsung deh panjang urusannya.” Tukas Bu Hera mengompori.
“Iya, gara-gara pak Bonan itu kan sekolahan kita ketambahan banyak guru baru. Eh,
ternyata itu temen-temen segengnya dari jaman SMA,… Ya termasuk pak Evan itu.” Tukas ibu-
ibu berlipstik merah bata.
“Loh, bukannya waktu pak Evan masuk, dan lainnya itu berbarengan dengan rekrutmen
guru baru karena banyak guru yang sudah pensiun ya?” Celetuk ibu-ibu berambut panjang
sedikit curly di bagian ujung, hasil nyalon pekan lalu.
“Iya sih,… Tapi masa guru baru masuk langsung dijadiin kepala lab. Mana bisa kalau ga
ada backing dari yang diatas. Harusnya kan guru senior yang jadi kepala lab gitu. Lagian dari
dulu ga pernah ada kepala lab juga aman-aman aja, ga pernah ada kejadian kaya kemaren itu.”
Ujar Bu Hera masih saja mengompori, membuat suasana makin panas. Bentar lagi mateng
kayanya.
“Iya bener, temen segengnya yang lain juga langsung dijadiin wali kelas, dan dikasih
jabatan. Apasih nama gengnya? Kok saya jadi lupa” Tanya pak Gun sambil mikir keras.
“7 Serdadu.” Andra berdiri dengan tatapan lurus penuh amarah. Bisa-bisa dia menelan
seluruh guru yang ada disitu sekarang juga.
“Kalau tidak tahu informasi yang benar, tidak usah sok tahu. Lebih baik anda diam.”
Lanjut Fandra dengan nada yang sama dinginnya, entah sejak kapan mereka berdua ada di ruang
guru, padahal biasanya kalau istirahat siang gini kan mereka kumpul di ruangan Gayan.
Dan serius, Andra dan Fandra kalau lagi marah kan galak banget, ibu-ibu yang kalau di
jalan raya sein ke kanan belok ke kiri aja bisa minder.
Bu Hera terlihat gelagapan karena tertangkap basah, benar-benar basah kuyup.
“T-trus, informasi yang benernya apa dong pak?!” Pekik bu Hera yang sebenarnya
menyembunyikan kegusaran juga ketakutan dibalik suara bernada tingginya itu.
---
“Evan, lu untuk sementara ini jangan kemana-mana sendiri dah.” Tukas Fandra yang baru
saja bergabung dengan 7 Serdadu di Warmindo dekat sekolahan.
“Maksudnya?” Tanya Evan tak mengerti.
“Lu lagi jadi buah bibir dimana-mana, mending lu kalo di sekolah ditemenin siapa gitu.”
Imbuh Andra yang masih kesal dengan kejadian tadi siang.
“Gapapa, buah kan selalu menyehatkan.” Ujar Evan tersenyum getir. Selama beberapa
hari ini dia sudah sering mendengar dirinya dicaci maki karena tidak bertanggung jawab, dan
sebagainya. Padahal sebenarnya memang bukan kesalahan dia.
“Tapi aku mau nanya serius nih, sebenernya kejadiannya tuh gimana sih Evan? Kok bisa
sampe labnya kebakar gitu, mana ada suara ledakan lagi kan katanya.” Gayan bertanya dengan
hati-hati.
“Jadi aku kan lagi bebersih lab karena ruangannya mau dipakai praktikum sama bu Hera.
Sebenarnya lab posisi udah bersih, tapi beliau bilang katanya minta dicekin reagen yang ada di
lab kan, karena beliau udah lama banget ga ngecheck disitu.” Ungkap Evan perlahan.
“Pasti abis itu kesialan terjadi.” Imbuh Chandra menahan tawa.
“Nah, bener. Jadi bu Hera minta aku untuk ngecheck beberapa cairan asam masih ada
atau engga, terus minta dipindah kalau misal wadahnya udah kotor, takut soalnya nanti kalo
ketetesan air atau lembab malah jadi gimana-gimana. Waktu itu aku lihat asam sulfat tempatnya
udah kotor gitukan, yaudah mau aku pindah nih ke botol lain. Engga tahu gimana ceritanya itu
pas aku tuang langsung kebakar dan boom!” Terang Evan dengan nada kesal.
“Gue bisa kebayang banget gimana kagetnya lu!” Seru Andra terbahak, Chandra juga.
“Jadi kebakarnya gara-gara apa?” Tanya Gayan polos, dia tidak menemukan humor
disitu.
“Kemungkinan besar di dalam botol itu ada air, atau ketetesan air, karena seingetku aku
udah ngeringin botol itu, tapi ya pasti karena air yang gat ahu datangnya dari mana.” Ungkap
Evan.
“Kok bisa gitu? Sampe meledak gitu?” Gayan masih penasaran.
“Asam sulfat reaktif terhadap air. Jadi kalo kena air bisa kebakar, bahkan meledak.
Makanya ga boleh nyimpen di tempat sembarangan, minimal harus tahan air lah, dan untungnya
sekolah elit ini duitnya banyak, jadi ada lemari khusus, wadahnya khusus juga, tapi ga tau dah
kemaren kenapa bisa begitu. Untungnya aku selalu menjalankan SOP ketika memasuki lab, jadi
engga kena luka atau gimana.” Evan menjelaskan, Gayan hanya ber-oo ria.
“Hanya karena air ya,… Bikin heboh sekampung.” Ujar Fandra dengan tawa yang
akhirnya pecah. Engga ngerti juga kenapa dia ngetawain hal itu.
“Kalo sama Evan apa aja bisa jadi kesialan dia.” Imbuh Chandra.
“Kapan Evan ga sial? Sial mulu dia mah.” Timpal Fandra terbahak.
“Iya dah, dapet giveaway aja ga jadi, karena ternyata namanya sama. Sumpah ngakak.
Padahal udah seneng, udah heboh, sampe dibikin story, ga taunya orang lain. Evan-Evan!” Seru
Andra terbahak-bahak, Gayan ikut tertawa.
“Sialan, aku ga se-sial itu ya! Buktinya diantara kalian aku doang yang udah nikah, punya
anak. Paling beruntung lah kisah cinta aku.” Evan mengelak dengan nada nge-gas, membuat
Gayan, Chandra, Andra, Fandra, bahkan Bonan terbahak.
“Istrimu sedang khilaf, Evan.” Ledek Bonan dengan nada datar yang terdengar
menyebalkan tapi sungguh lucu.
“Kalian ini, ada temennya yang kena musibah malah diketawain.” Denan membela Evan.
Kalo dipikir-pikir Denan emang paling ga kompak sih, dia ga kompak memojokkan satu orang.
“Ga gitu, kenyataan itu Den. Evan tuh paling ga hoki diantara kita. Kayanya pas
pembagian jatah hoki dia telat deh.” Ujar Andra meledek Evan.
“Iya, bangun kesiangan paling dia. Jadi ga dapet jatah!” Imbuh Fandra. Mereka semua
tertawa bersama, bahkan Evanpun ikut-ikutan tertawa –menertawakan kesialannya sendiri.
Begitulah persahabatan, bukan? Saling mencela maupun mengejek bukanlah suatau
perkara besar, bahkan seringkali bertengkar, beradu pendapat dan opini pada hal-hal sepele, tapi
sesungguhnya mereka saling menyayangi, mendukung, dan menyediakan diri satu sama lain –
sebagai sahabat.
“Itulah teman, selalu ada di saat suka dan duka.”
“That’s what friends are for!”

Anda mungkin juga menyukai