Anda di halaman 1dari 4

Pulang ke Rumah

Ervania meletakkan barang bawaannya ke lantai kamar, setelah itu dia menjatuhkan dirinya
ke tempat tidur.

"Capeknya ..." Secercah suara lolos begitu saja dari bibirnya yang penuh.

Tangan Ervania terulur mengambil remot AC kemudian menyalakannya untuk mengusir letih
dan panas yang dia rasakan dalam tubuhnya.

Tidak berapa lama kemudian, Ervania terlelap tidur dengan pakaian lengkap yang masih
melekat di sekujur tubuh sintalnya.

Awalnya tidak ada yang aneh dalam tidur Ervania, angin yang lolos dari luar berembus
lembut menerpa tirai yang menutupi jendela kamarnya yang terbuka.

Sampai kemudian ....

"Van?" panggil sebuah suara. "Kamu udah pulang, ya? Sama siapa?"

Tentu saja Ervania tidak menyahut panggilan orang itu karena dia benar-benar pulas tertidur,
seakan sudah berhari-hari ini dia bergadang untuk belajar.

Dua jam kemudian, Ervania terbangun dan merasakan tubuhnya sudah jauh lebih mendingan
daripada sebelumnya.

"Ma?" panggil Ervania setelah selesai mencuci muka dan berganti pakaian.

Tidak terdengar sahutan, membuat Ervania segera melangkah ke dapur untuk mencari
ibunya.

"Ma, masak apa?" tanya Ervania dengan suara lemas.

"Kamu udah pulang?" tanya mama sambil menoleh sekilas.

"Udah dari tadi," jawab Ervania sambil duduk di salah satu kursi. "Aku mampir ke rumah
salah satu temenku dulu, Ma. Setelah itu baru pulang ke rumah."

"Jetlag nggak?" tanya mama, tangannya otomatis terulur mengambil cangkir untuk
membuatkan teh hangat.

"Iya ..." angguk Ervania sambil meletakkan kepalanya di atas meja. "Baru ini tadi di kamar
aku bisa tidur dengan nyenyak."

Mama tidak menyahut dan lebih memilih fokus untuk menyelesaikan pekerjaannya
menyeduh teh untuk putrinya.

"Ini, kamu minum dulu biar agak segeran," kata mama meletakkan satu cangkir teh yang baru
saja dia seduh kemudian memandang Ervania. "Kamu tadi pulang sendiri?"
Ervania mengangkat kepalanya kemudian mengangguk.

"Sebenernya dianter sama Saghara tadi, tapi nggak jadi mampir karena udah ditelpon
papanya yang nitip beli obat." Dia menjelaskan sambil sesekali meniup tehnya yang masih
panas mengepul.

Mama sekilas menatap putrinya sambil mengernyitkan dahinya.

"Kenapa, Ma?" tanya Ervania karena melihat ekspresi wajah mamanya yang terlihat berbeda.

"Enggak ..." Mama menggeleng buru-buru. "Ya sudah kalau kamu pulang sendiri."

Ervania tidak begitu fokus mendengarkan ucapan mamanya, melainkan sibuk mengurusi air
tehnya yang tidak juga berubah hangat. Terkadang dia sangat jengkel dengan kebiasaan
mamanya yang suka menyeduh teh dengan air mendidih seperti ini.

"Gimana pengalaman kamu selama di Mesir?" tanya mama ingin tahu saat Ervania mulai
menghirup tehnya sedikit demi sedikit.

Yang ditanya tidak segera menjawab, melainkan masih meresapi teh khas buatan mamanya
dengan begitu nikmat.

"Asik banget, Ma!" sahutnya kemudian. "Aku sempet lihat-lihat piramida di sana, kebetulan
pas ada penggalian buat penelitian gitu ..."

"Pembongkaran apa, tuh?" tanya mama yang jadi penasaran.

"Makam kuno yang ditemuin baru-baru ini," jawab Ervania sambil memandang mamanya
dengan sangat antusias. "Sebenarnya itu kan tertutup ya Ma, tapi ada salah satu temen aku
yang bisa dapet akses buat ngintip. Yah, walaupun dari jarak jauh gitu ..."

Mama menggeleng-gelengkan kepala dengan tidak begitu senang saat mendengar bagian ini.

"Van, kalau memang aturannya nggak boleh lihat pembongkaran ya kamu sebaiknya jangan
melanggar." Mama menegur. "Itu namanya nekat."

Ervania meneguk tehnya dengan perlahan.

"Iya sih Ma, tapi kapan lagi kita bisa dapet pengalaman menantang kayak gini?" katanya
antusias.

"Iya, menantang maut." Mama menimpali. "Setahu mama nih Van, yang namanya makam itu
kan wingit, keramat. Apalagi makam kuno ala ala Mesir gitu. Pasti banyak yang enggak-
enggaknya."

Ervania meneguk tehnya sampai habis, kemudian memandang ibunya dengan penuh rasa
ingin tahu.

"Enggak-enggak gimana, Ma?" tanya Ervania antusias. "Maksud mama ... nggak mungkin
kan kalau arwah di makam itu bakalan membuntuti aku sampai ke sini?"
Mama hanya diam dan tidak menjawab.

"Ayolah Ma, sana itu Mesir sementara aku di Indonesia. Jauhnya itu lho," komentar Ervania,
seketika matanya melek saat mendengar ucapannya sendiri. "Nggak mungkin kan kalau ...
Mesir ke Indonesia itu jauh lho Ma, ya masa ada 'sesuatu' yang kuat bayar ongkos buat
nyusul aku sampai sini?"

Mama menarik napas.

"Memangnya sesuatu yang nggak kelihatan itu butuh alat transportasi buat menampakkan
dirinya sama kamu?"

Ervania meneguk ludahnya sendiri, ucapan mamanya barusan itu sukses membuatnya
kepikiran yang tidak-tidak.

"Kalau kamu mau tahu, mama sudah merasa aneh sejak kamu ada di kamar tadi." Mama
menuturkan lambat-lambat. "Mama seperti denger suara rame-rame di sana, sebelum kamu
bilang kalau kamu cuma sendirian."

Ervania tiba-tiba merasakan merinding pada tengkuknya.

"Menurut kamu lucu nggak sih omongan mama aku itu?" tanya Ervania kepada Saghara
melalui sambungan telepon.

Malam itu kebetulan Ervania sedang menonton acara drama di ruang televisi.

"Jangan suka menganggap remeh ucapan orang tua sama kita, Van." Saghara menasehati dari
seberang sana.

"Ya nggak gitu juga sih," kilah Ervania sambil menyomot bolu keju lumer. "Tapi masa kamu
percaya kalau mungkin arwah atau apa pun itu bisa ngikutin aku sampai sini? Mau naik apa
dia? Jujur aku malah ragu kalau di Mesir ada gituan juga."

Saghara terdengar mengeluarkan tawa kecil dengan suara renyahnya.

"Setiap wilayah punya kisahnya sendiri," kata Saghara dengan nada bijak. "Kamu jangan
suka ngeremehin deh, Van."

Ervania membalas ucapan Saghara dengan helaan napasnya.

"Terus maksud kamu ... bakal ada mumi yang mampir ke rumah mama aku, gitu?" tanya
Ervania ragu-ragu.

Saghara tertawa lagi.

"Tuh kan, kamu jadi parno. Padahal aku nggak bilang kayak gitu lho," komentarnya. "Baru
kali ini aku denger ada hantu lintas negara."
"Nah kan, kamu bisa heran kalau sampai ada mumi nyasar di Indonesia." Ervania menukas.
"Ya udah Gha, aku tutup dulu telponnya. Aku mau nonton drama dulu," pamit Ervania
kepada sang pacar.

"Oke, sampai ketemu minggu depan di sekolah." Saghara menyahut.

Dan sambungan mereka pun terputus.

Beberapa hari kemudian berlalu sejak kepulangan Ervania dari program pertukaran pelajar di
negeri piramida itu dan kehidupannya tidak ada yang dirasa aneh.

Namun, ternyata itu hanya soal waktu saja.

"Halo, pacar?" sapa Saghara saat melihat Ervania muncul di halaman sekolah.

"Hai, kekasih?" sahut Ervania sambil berjalan menghampiri seorang cowok jangkung yang
sedari tadi menunggu kedatangannya.

Selanjutnya Ervania dan Saghara berjalan beriringan menuju kelas mereka di lantai dua.

Teman-teman sekelas tidak heran saat melihat keduanya muncul bersama karena siapapun
tahu bahwa mereka adalah sepasang kekasih.

Saat pelajaran di kelas sedang berlangsung, Ervania mendengar suara seperti desisan
bercampur desah yang tidak dia mengerti.

Awalnya, Ervania mengira bahwa itu suara angin yang menggesek dedaunan kering di pohon
samping kelasnya.

Bersambung –

Sinopsis

Sepulangnya Ervania pulang dari pertukaran pelajar di Mesir, dia sering mengalami hal-hal
aneh.
Saghara yang merupakan pacar Ervania bisa merasakan keanehan itu secara bertahap.
Awalnya, dia melihat jika ada sosok lain yang sering menemani Ervania dalam waktu-waktu
tertentu.
Sosok itu adalah pemuda gagah berkulit eksotis dan berambut rapi, tapi hanya Ervania sendiri
yang bisa mengerti apa yang dikatakan oleh sosok misterius itu.

Anda mungkin juga menyukai