Anda di halaman 1dari 84

SKRIPSI

HUBUNGAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK MELALUI INJEKSI


BOLUS DENGAN TERJADINYA EKSTRAVASASI INFUS
PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN DI RSUD HAJI
PROVISI SULAWESI SELATAN
MAKASSAR

Oleh:

SRI MULIASNI ISAR


17.01.066

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PRODI S1 KEPERAWATAN
MAKASSAR
2019

i
HALAMAN JUDUL

HUBUNGAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK MELALUI INJEKSI


BOLUS DENGAN TERJADINYA EKSTRAVASASI INFUS
PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN DI RSUD HAJI
PROVISI SULAWESI SELATAN
MAKASSAR

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Serjana Keperawatan


(S.Kep) pada program studi S1 Keperawatan STIKES Panakkukang
Makassar

Oleh:

SRI MULIASNI ISAR


17.01.066

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PRODI S1 KEPERAWATAN
MAKASSAR
2019

ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Sri Muliasni Isar

Nomor Induk Mahasiswa : 17.01.066

Program Studi : Alih Kenjang S1 Keperawatan

Dengan ini menyatakan nahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri

dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pemikiran

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau

keseluruhan skripsi ini merupakan hasil karya orang lain, maka saya bersedia

mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berupa gelar

kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.

Demikian, pernyataan ini saya baut dalam keadaan sadar dan tanpa ada

paksaan sama sekali.

Makassar, 2019

Yang membuat pernyataan.

Sri Muliasni isar

Nim : 17.01.066

iv
ABSTRAK
(ISAR MULIASNI SRI 17.01.066) “Hubungan Pemberian Antibiotik Melalui Injeksi Bolus
Dengan Terjadinya Ekstrvasasi Infus Pada Anak Usia 6-12 Tahun Di Rsud Haji Provinsi
Sulawesi Selatan”.
(dibimbing oleh Mikawati dan Suryani).
Pendahuluan : Ekstravasasi terjadi akibat cairan dan obat-obatan yang bersifat vesikan tidak tepat
masuk ke dalam jalur vena tapi masuk kedalam jaringan sekitar vena yang menyebabkan edema.
Infiltrasi doksorubin kedalam jaringan subkutan menyebabkan ulkus yang terisi jaringan nekrotik,
sering bersamaan dengan respon inflamasi dan hilangnya jaringan kulit serta kerusakan ireversibel
dari jaringan tendon dan saraf.
Tujuan : penelitian ini untuk mengetahui hubungan pemberian antibotik melalui injeksi bolus
pada anak usia 6-12 tahun.
Desain Penelitian : Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey analitik dengan
menggunakan pendekatan Cross sectional study. Proses dilaksanakan pada tanggal 21 Januari -15
Februari 2019 di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan, dengan teknik pengambilan sampel
menggunakan puposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, jumlah sampel 36
responden.
Hasil : Penelitian menunjukkan 22 orang anak (55.6%) yang mendapatkan terapi pemberian
antibiotik sesuai, dan 22 anak (55.6%) yang tidak terjadi ekstrvasasi infus. Sedangkan dari 14
orang anak mendapatkan terapi pemberian antibiotik tidak sesuai terdapat 14 orang anak (25.0%)
yang terjadi ekstravasasi infus. Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai ρ 0.000 yang berarti nilai ρ
lebih kecil dari nilai α = 0,05 sehingga Ha yang diterima berarti ada hubungan pemberian
antibiotik melalui injeksi bolus dengan terjadinya ekstravasasi infus pada anak usia 6-12 tahun di
RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan.
Kesimpulan : Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada hubungan pemberian antibiotik
melalui injeksi bolus dengan terjadinya ekstravasasi infus pada anak usia 6-12 tahun di RSUD
Haji Provinsi Sulawesi Selatan.
Saran : Diharapkan kepada setiap tenaga kesehatan, khususnya perawat untuk menetahui varabel-
variabel lain yang dapat mempengaruhi kejadian ekstravasasi infus.

Kata Kunci : Antibiotik, injeksi bolus, ekstravasasi


Kepustakaan : 7 Buku (2008-2017) dan 5 Jurnal (2012-2014)

v
vi
PERSEMBAHAN

Skripsi ini

Kupersembahkan unutk bapak dan ibu tercinta yang senantiasa memberikan

dukungan, kasih sayang dan doanya.

1. Terima kasih kepada kedua orang tua saya ayahanda Muh Ismail dan

ibunda Saheriah serta semua keluarga yang telah memberikan dukungan

dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Terima kasih juga sebesar besarnya terutama pada ibu Mikawati Rasyid,

S.Kp., M.Kes selaku Pembimbing I dan Ibu Ns. Suryani, S.Kep., M.Kep

selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya

membimbing dan mengarahkan sehingga skripsi ini dapat diselsaikan tepat

pada waktunya.

3. Terima kasih kepada sahabat-sahabatku Ita Pusmita Sari, Wahyuningsih,

Rahmatul Ummah dan Mutmainna yang banyak memberikan saran dan

motivasi dalam penulisan skripsi ini.

vii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb…

Alhamdulillahi Robbil ‘alamin, Puji syukur senantiasa penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya yang Maha

Menciptakan, Menghidupkan dan Mematikan, yang Rahmat-Nya meliputi langit

dan bumi, dunia dan akhirat dan kepada-Nyalah semua akan kembali. Shalawat

semoga tercurah keharibaan Rasulullah SAW atas doa, teladan, perjuangan,

kesabaran yang telah diajarkan kepada kami sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Pemberian Antibiotik Melalui

Injeksi Bolus Dengan Terjadinya Ekstravasasi Infus Pada Anak Usia 6-12 Tahun

di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan”.

Penelitian ini menguraikan beberapa pokok bahasan yang disusun dengan

tujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan yang luas kepada pembaca

dan lebih mengerti mengenai Hubungan Pemberian Antibiotik Melalui Injeksi

Bolus Dengan Terjadinya Ekstravasasi Infus Pada Anak Usia 6-12 Tahun ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih sangat jauh dari kesempurnaan oleh

sebab itu dengan penuh kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan kritik dan

saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Dalam

penyusunan penelitian ini, penulis banyak menghadapi hambatan, namun berkat

dukungan Ayah dan Ibu saya (Muh Ismail dan Saheriah) yang selalu memberikan

motivasi untuk terus belajar dan segala pengorbanannya baik moril maupun

material, adapun bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga penelitian

ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dengan hati yang tulus, ikhlas,

viii
penulis mengucapkan terimah kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang

setinggi-tingginya.

Atas bimbingan dan bantuan yang telah diberikan selama pembuatan

penelitian ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak H. Samsumardin Makka, S.Kp., M.Kes., selaku Ketua Yayasan

Perawat Sulawesi Selatan.

2. Ibu Sitti Syamsiah, S.Kp., M.Kes., selaku Ketua STIKES Panakkukang

Makassar sekaligus menjadi tim penguji I yang telah memberikan izin

penelitian untuk keperluan skripsi serta memberi arahan dan saran bagi

penyusun agar dapat menjadi lebi baik.

3. Bapak Dr. Ns. Makkasau Plasay, S.Kep., M.Kes., M.EDM., CWCCA., selaku

Ketua Program Studi S1 Keperawatan dan sekaligus sebagai penguji II yang

telah memberikan bimbingan dan petunjuknya serta penyusunan.

4. Ibu Mikawati Rasyid, S.Kp., M.Kes., selaku pembimbing I sekaligus sebagai

dosen di STIKES Panakkukang Makassar yang telah memberikan bimbingan,

arahan dan petunjuknya pada saat penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan dengan baik.

5. Ns. Suryani, S.Kep., M.Kep., selaku pembimbing II sekaligus sebagai dosen

di STIKES Panakkukang Makassar yang telah memberikan arahan, nasehat

dan bimbingannya pasa saat penulisan skripsi sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

ix
6. Dosen di prodi S1 Keperawatan yang telah dengan sabar memberikan

pengarahan yang tiada henti-hentinya kepada penyusun sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat dan teman-teman seangkatan STIKES Panakkukang Makassar yang

senangtiasa bersama penulis, berjuang dalam mendapatkan yang terbaik

dikelas dan yang selalu bersama dikala suka dan duka menghadapi rintangan

dan tantangan dengan kekompakan yang tetap satu.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satuyang telah memberikan

bantuannya.

Dengan dukungan dan doa yang kalian berikan kepada penulis, akhirnya

Penelitian ini dapat terselesaikan. Semoga jasa-jasa yang pernah kalian

berikan kepada penulis mendapat pahala dari Allah SWT amin.

Akhir kata penulis berharap proposal ini dapat bermanfaat bagi pembaca,

khususnya bagi pembaca.

Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Makassar, Februari 2019

Penulis

x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................... iv

ABSTRAK .......................................................................................................... v

ABSTRACT ....................................................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... vii

KATA PENGANTAR .....................................................................................viii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................xiii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................3
C. Tujuan Penelitian............................................................................4
D. Manfaat Penelitian..........................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Antibiotik ............................................ 6


B. Tinjauan Umum Tentang Injeksi Bolus ..................................... 11
C. Tinjauan Umum Tentang Ekstravasasi infus .............................. 17
D. Tinjauan umum Tentang Anak Usia 6-12 Tahun ....................... 24
E. Tinjauan Pustaka Tentang Hubungan Pemberian Antibiotik

Melalui Injeksi Bolus Dengan Terjadinya Ekstravasasi Infus...... 3

xi
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep ....................................................................... 33
B. Hipotesis ..................................................................................... 34
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ........................................................................ 35
B. Populasi, Sampel dan Sampling ................................................. 35
C. Varianel Penelitian dan Desain Operasional .............................. 38
D. Tempat Penelitian ....................................................................... 39
E. Waktu Penelitian......................................................................... 39
F. Instrument Penelitian .................................................................. 39
G. Prosedur Pengumpulan Data ...................................................... 40
H. Teknik dan Analisa Data ............................................................ 40
I. Etika Pnelitian............................................................................. 42

BAB V HASIL DAN PENELITIAN


A. Hasil Penelitian .......................................................................... 43
B. Pembahasan ............................................................................... 48
C. Implikasi Keperawatan .............................................................. 54
D. Keterbatasan Peneliti ................................................................. 54

BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 55
B. Saran .......................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tanda dan Gejala Ekstravasasi Berdasarkan Grade ............................21

Tabel 2.2 Perbedaan Ekstravasasi dengan Kondisi Lainnya ................................ 21

Tabel 4.1 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif .......................................... 44

Tabel 5.1 Distribusi Krakterstik Responden Berdasarkan Jenis kelamin dan umur

di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan Makassar............................ 45

Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Hari Pemberian

Antibotik, Jenis Antibiotik dan Jenis Cairan di RSUD Haji Provinsi

Sulawesi Selatan Makassar .................................................................. 46

Tabel 5.3 Distribusi Krakteristik Responden Berdasarkan Pemberian Antibiotik

Pada Anak Usia 6-12 Tahun di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan

Makassar .............................................................................................. 46

Tabel 5.4 Distribusi Karakteristik Terjadinya Ekstravasasi Infus Pada Anak Usia

6-12 Tahun di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan Makassar ........ 46

Tabel 5.5 Hubungan Pemberian Antibotik Melalui Injeksi Bolus Dengan

Terjadinya Ekstravasasi Infus Pada Anak Usia 6-12 Tahun di RSUD

Haji Provinsi Sulawesi Selatan Makassar ........................................... 47

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Pemberian Antibiotik Melalui Injeksi

Bolus Dengan Terjadinya Ekstrvasasi Infus Pada Anak Usia 6-12 Tahun .......... 33

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 Lembar Persetujuan (Informed Consent)

2. Lampiran 2 Data Demografi

3. Lampiran 3 Lembar Observasi Pemberian Antibiotik

4. Lampiran 4 Lembar Observasi Terjadinya Ekstravasasi Infus

5. Lampiran 5 Jadwal Penelitian

6. Lampiran 6 Lembar Konsultasi

7. Surat Izin Penelitian

8. Surat Selesai Penelitian

9. Dokumentasi Penelitian

xv
1

BAB I

PENDAHULAN

A. Latar belakang

Salah satu terapi lokal yang serig didapatkan dari terapi intravena

adalah ekstravasasi. Ciri ekstravasasi adalah rasa nyeri, bengkak, kaku, teraba

dingin aliran melambat atau terhenti dan balutan yang basah (Mubarakh,

2013).

Kejadian ekstravasasi melalui jalur intravena rata-rata 0,1% sampai

7% melalui jalur vena perifer. Angka kejadian melalui kateter vena sentral

0,3% sampai 4,7%. Kejadian ekstravasasi pada anak lebih besar daripada

dewasa, diperkirakan 4,65% anak mengalami ekstravasasi. Hal ini

dikarenakan jumlah garis ekstravsasi yang jaringannya tinggi pada anak

sebesar 11-56% (Gault, 2009 dalam Mirah, 2013).

Salah satu cara pemberian obat yang biasa digunakan dalam mengobati

penyakit adalah dengan injeksi. Injeksi saat ini telah menjadi prosedur

pengobatan yang paling umum ditemukan didunia, 16 milyar injeksi diberikan

setiap tahun (90% untuk terapi dan 10% untuk imunisasi). Namun injeksi yang

diberikan tersebut seringkali tidak diperlukan dan kerapkali tidak aman. Salah

satu jenis injeksi adalah injeksi intravena. Pemberian obat dengan injeksi

intravena memberikan reaksi tercepat yaitu kurang dari 18 detik karena obat

yang dimasukkan melalui salah satu pembuluh darah langsung bereaksi

menuju sel dan jaringan, sehingga efeknya lebih cepat dan kuat. Injeksi

intravena dapat menimbulkan masalah seperti ekstravasasi karena volume

1
2

cairan dalam sistem sirkulasi dan reaksi yang tak diinginkan lainnya karena

pemberian terlalu cepat obat konsetrasi tinggi kedalam plasma dan jaringan-

jaringan (Scot, 2003 dalam Nasif, 2013)

Injeksi bolus dikenal dengan intermitten langsung yakni larutan obat

dalam volume yang sedikit diberikan melalui alat akses pembuluh darah

perifer atau kanula. Injeksi bolus diberikan selama 3-10 menit tergantung pada

jenis obat. Adapun injeksi bolus dapat meningkatkan potensi efek samping

terutama jika obat diberikan terlalu cepat berpotensi menyebabkan kerusakan

pada vena misalnya ekstravasasi (Boyd, 2015)

Anak merupakan kelompok umur yang rentang mengalami komplikasi

selama pemasangan infus, 20-80% anak mengalami komplikasi dari

pemasangan infus dan 11-58% anak mempunyai risiko cedera ekstravasasi.

Ekstravasasi telah menyebabkan hilangnya 0,24% lapisan epidermis kulit

pada anak. Perawat hendaknya menghindari vena yang kecil, rapuh dan tidak

pada daerah pergelangan atau punggung tangan, menghindari sebelah sendi,

tendon, saraf dan area dekat siku serta menghindari penusukan kanul berulang

pada tempat yang sama (Mubarakh, 2013).

Berdasarkan wawancara Rosdiana (2009) yang dilakukan pada perawat

di ruang anak RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau, kepada 19 pasien anak di

ruangan Merak 1 di dapatkan hasil bahwa 6 dari 19 anak (31,6%) mengalami

ekstravasasi di mana 2 di antaranya berusia kurang dari 4 tahun mengalami

ekstravasasi setiap shift sedangkan 4 orang lainnya berusia 6-8 tahun (50%)

mengalami ekstravasasi setiap 1 kali sehari dan mengalami penusukan infus


3

sebanyak 2 kali tusukan pada setiap anak. Perawat ini mengakui ekstravasasi

ini timbul karena usia anak, vena kecil, posisi pemasangan infus yang dekat

dengan sendi. Dari hasil analisis yang dilakukan oleh Mirah (2013),

menunjukkan bahwa dari 118 pasien anak usia sekolah didapatkan 53,6%

yang mengalami ekstravasasi. Menurut penelitian Mubarak (2014), di RSUD

Dr. Sardjito Yogyakarta sebesar 12,7% anak usia sekolah yang mengalami

ekstravasasi. Sedangkan menurut penelitian Cicilia dkk (2015) bahwa dari 31

responden terdapat 15 anak dengan presentase 51, 5% terjadi ekstravasasi.

Berdasarkan data yang diperoleh di RSUD Haji Provinsi Sulawesi

Selatan dalam 3 bulan terakhir (Agustus-Oktober), terjadi ekstravasasi pada

pasien anak berusia 1-5 tahun sebanyak 98 anak, sedangkan anak yang usia 6-

12 tahun sebanyak 214 anak dan jumlah rata-rata anak yang mengalami

ekstravasasi perbulannya yaitu sebanyak 70 anak. Dari seluruh anak yang

dirawat, 85% anak yang mengalami ekstravasasi infus (Data RSUD Haji

Provinsi Sulawesi Selatan, 2018).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih

lanjut mengenai “Bagaimana Hubungan Pemberian Antibiotik Melalui

Injeksi Bolus Dengan Terjadinya Ekstravasasi Infus pada anak usia 6-12

Tahun”

B. Rumusan masalah

Terapi infus merupakan salah satu tindakan yang paling sering

diberikan pada pasien anak yang menjalani rawat inap sebagai jalur terapi
4

infus, pemberian obat, cairan dan pemberian produk darah atau sampling

darah.

Salah satu dampak pemberian antibiotik melalui injeksi bolus

diberikan terlalu cepat dapat berpotensi menyebabkan kerusakan vena perifer

seperti bengkak, kaku, rasa nyeri atau panas. Berdasarkan latar belakang

diatas, adapun rumusan masalah yang akan dikemukakan dalam penelitian

adalah sebagai berikut: “bagaimana hubungan pemberian antibiotik melalui

injekai bolus dengan terjandinya ekstravasasi infus pada anak usia 6-12 tahun

di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan?”

C. Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini terbagi dua yaitu:

1. Tujuan umum

Diketahuinya hubungan pemberian antibiotik melalui injeksi bolus dengan

terjadinya ekstravasasi infus pada anak usia 6-12 tahun di RSUD Haji

Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Tujuan khusus

a. Diketahuinya pemberian antibiotik melalui injeksi bolus pada anak

usia 6-12 tahun di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan.

b. Diketauinya terjadinya ekstravasasi infus pada anak usia 6-12 tahun di

RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan.

c. Diketahuinya hubungan pemberian antibiotik melalui injeksi bolus

dengan terjadinya ekstravasasi infus pada anak usia 6-12 tahun di

RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan.


5

D. Manfaat penelitian

Penulisan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain:

1. Manfaat teoritis

Menambah wawasan dalam ilmu keperawatan mengenai peran perawat

dalam upaya memberikan asuhan keperawatan terkait pemberian antibiotik

melalui injeksi bolus dengan terjadinya ekstravasasi infus pada anak.

2. Manfaat praktis

a. Bagi institusi pendidikan

Manfaat yang dapat diperoleh bagi institusi pendidik adalah sebagai

tambahan referensi dan pengembangan penelitian tentang hubungan

pemberian antiobiotik melalui injeksi bolus dengan terjadinya

ekstravasasi infus pada anak.

b. Bagi instansi kesehatan/Rumah Sakit

Manfaat yang bisa diperoleh bagi instansi kesehatan adalah dapat

dimanfaatkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak yang

mengalami pemberikan antibiotik melalui injeksi.

c. Bagi peneliti

Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya jumlah penelitian

tentang hubungan pemberian antibiotik melalui injeksi bolus dengan

terjadinya ektravasasi, serta dapat dijadikan sebagai dasar untuk

penelitian selanjutnya.
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Antibiotik

1. Deinisi

Antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh

mikroorganisme khususnya dihasilkan oleh fungi atau dihasilkan secara

sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri

dan organisme lain (Utami, 2011). Antibiotik adalah zat-zat kimia oleh

yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan

atau menghambat kuman, sedangkan tiksisitasnya bagi manusia relative

kecil. Turunan zat-zat ini, yang dibuat secara semi-sintesis, juga termasuk

kelompok ini, begitu pula senyawa sintesis dengan khasiat antibakteri

(Tjay dan Rahardja, 2007). Pemberin antimikroba pada anak memerlukan

pertimbangan klinis secara seksama karena karakteristik farmakokinetik

pada anak berbeda pada dewasa.

2. Klasifikasi antibiotik

Antibiotik bisa diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya menurut

kemenkes (2011) dalam Swandari yaitu:

a. Mengahambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, antara lain

beta-laktam (penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem,

inhibitor beta-laktamase), basitrasin, dan vankomisin

6
7

b. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein antara lain,

aminoglikosid, kloramfenikol, tetrasiklin, klindamisin, mupirosin, dan

spektinomisin

c. Mengambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat antara lain,

trimethoprim dan sulfonamide

d. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat antara lain,

kuinolon, nitrofurantion.

3. Jenis-jenis antibiotic

a. Penisilin

Penisilin digunakan untuk kondisi akibat adanya infeksi bakteri,

beberapa di antaranya adalah infeksi Streptococcus, meningitis,

gonore, faringitis, dan juga untuk pencegahan endocarditis.

(Amoxillin, Ampicillin, Oxacillin, Penicillin G).

b. Sefalosporin

Sefalosporin dignakan untuk kondisi adanya infeksi tulang, otitis

media, infeksi kulit, dan infeksi saluran kemih. (Cefadroxil,

Cefuroxime, Cefotaxim, Cefotiam, Cefepime, Ceftarolin).

c. Aminoglikosida

Aminonglikosida adalah obat yang biasa digunakan untuk mengatasi

penyakit infeksi bakteri, seperti otitis ekstrena, infeksi kulit,

periotonis. (Paromomycin, Tobramycin, Genetamicin, Amikacin,

Kanamycin, Neomycin)
8

d. Tetrasiklin

Tetrasiklin digunakan pada kondisi yang muncul akibat adanya infeksi

bakteri seperti sifilis, anthrax, tifus, brucellosis, dan jerawat.

(Doxycycline, Minocycline, Tetracycline, Oxytetracycline, Tigecycline)

e. Makrolid

Makrolid digunakan pada kondisi yang muncul akibat seperti

bronchitis, servisitis, lyme, pemphigus, sinusitis. (Erythomycin,

Azithromycin, Clarithromycin)

f. Quinolone

Quinolone digunakan untuk mengatasi banyak kondisi yang

disebabkan oleh infeksi bakteri. Beberapa di antaranya adalah infeksi

tulang, cystitis, servisitis, infeksi kulit. (Ciprofloxacin, Levofloxacin,

Moxifloxacin, Norfloxacin).

4. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional

Menurut Tandung dan Tanama (2012):

a. Adanya kontraindikasi terhadap antibiotika tertentu seperti:

1) Kanamisin; berefek buruk pada gagal ginjal

2) Sensitive dan alergi pada penisilin

b. Pengobatan yang tidak cepat

c. Dosis pemberiannya tidak tepat/tidak sesuai

d. Cara pemberian dan waktu pemberian yang tidak tepat

e. Lama pemberian yang tidak sesuai


9

5. Akibat penggunaan antibiotika yang tidak sesuai atau tidak rasional, antara

lain:

a. Timbulnya resistensi/kekebalan pada kuman-kuman, yaitu:

bertambahnya kuman gram negatif yang reisten dan stafilokokus

penghasil penisilinase, terutama di rumah sakit.

b. Terjadi super infeksi

c. Terjadi berbagai reaksi yang tidak di inginkan seperti terguncang

anafilaktik.

d. Biaya pengobatan menjadi lebih mahal

6. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan obat pada anak

antara lain:

a. Faktor-faktor farmakokinetik obat

1) Absorpsi

2) Distribusi

3) Metabolisme

4) Eksresi

b. Pertimbangan efek terapik dan toksik

Penilaian efek terapeutik (dari segi manfaat) dan efek toksik (dari segi

resiko) harus dipertimbangkan dimana manfaat yang didapatkan harus

lebih banyak dibandingkan risiko yang didapatkan

c. Perhitungan dosis

Penentuan dosis yang lebih adekuat pada anak sebaiknya mengacu

pada buku-buku standar anak dan buk-buku pedoman terapi pada anak
10

lainnya. Dalam keadaan terpaksa penentuan dosis dapat melihat pada

petunjuk kemasan yang disediakan oleh industri farmasi dalam

kemasan obat yang diproduksi. Jika tidak ditemukan informasinya,

perhiyungan dosis dapat dilakukan berdasarkan usia, berat badan atau

luas permukaan tubuh. Berikut ini beberapa cara perhitungan dosis

anak yang lazim dipakai (Katzung, 2006):

1) Berdasarkan usia (Formula Young)

Dosisi anak = — x dosis dewasa

Keterangan: n = umur pasien (tahun)

Rumus ini digunakan untuk pasien kurang dari atau sama dengan

delapan tahun.

2) Berdasarkan berat badan (formula Clark)

Dosis anak = berat badan (kg) x dosis dewasa


70 kg
3) Berdasarkan luas permukaan tubuh

Dosis anak = luas permukaan tubuh (m2) x dosis dewasa


1,72(m2)
d. Peresepan rasional

Penggunaan obat secara rasional menurut WHO (1985) dalam

Swandari (2014) adalah jika pasien menerima obat yang sesuai dengan

kebutuhannya untuk periode yang adekuat dengan harga yang

terjangkau untuknya dan masyarakat.

1) Kriteria penggunaan obat rasional

(1) Tepat dosis

(2) Tepat indikasi penyakit


11

(3) Tepat pemilihan obat

(4) Tepat dosis

(5) Tepat pasien tepat informasi

(6) Waspada terhadap efek samping

(7) Cost effectiviness

B. Tinjauan Umum Tentang Injeksi Bolus

1. Definisi

Injeksi bolus adalah tindakan memasukkan atau menyuntikkan

obat-obatan injeksi intravena lewat selang infus. Metode pemberian

obat tersebut sangat berbahaya. Obat tersebut beraksi dengan cepat

kerana obat masuk kedalam sirkulasi klien secara langsung. Efek

samping yang serius dapa terjadi dalam hitungan detik. Bahaya injeksi

intravena adalah dapat mengakibatkan terganggunya zat-zat kolid

darah dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini “benda asing”

langsung dimasukkan ke dalam sirkulasi, misalnya tekanan darah

mendadak turun dan timbulnya shock. Bahaya ini lebih besar bila

injeksi dilakukan terlalu cepat sehingga kadar obat setempat dalam

darah meningkat terlalu pesat. Oleh karena itu, setiap injeksi IV

sebaiknya dilakukan amat perlahan, antara 50-70 detik lamanya

(Rendy, 2013).

2. Tujuan injeksi intravena melalui selang infus menurut Rendy, 2013

antara lain:
12

a. Untuk memeperoleh reaksi obat yang lebih cepat dibandingkan

dengan injeksi parental yang lain.

b. Untuk menghindari kerusakan jaringan.

c. Untuk memasukkan obat dalam volume yang lebih besar.

d. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung

air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat

dipertahankan melalui oral.

e. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit

f. Memperbaiki keseimbangan asam basa

g. Memperbaiki transfusi darah

h. Menyediakan medium untuk pemberian obat intravena

i. Membantu pembentukan nutrisi parenteral

j. Memonitor tekanan venna sentral (CVP)

3. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika jalur infus dipakai untuk

suntikan intravena menurut Rendy, 2013:

a. Untuk memudahkan akses vena, pembuluh vena yang merupakan

tempat pemasanga infus harus berada dalam keadaan vesodilatasi.

Karena itu daerah tersebut harus hangat.

b. Bila zat-zat dalam larutan yang akan di masukkan tdk dapat

tercampur atau inkompatibel, maka akan terjadi reaksi kimia yang

membentuk partikel-partikel padat didalam selang infus. Sebagai

contoh, furosemide serta dopamine dapat saling berinteraksi dan

membentuk endapan yang memunculkan partikel padat yang


13

berwarna putih didalam selang infus. Bahanya , pembentukan

partikel ini tidak dapat segera terlihat. Endapan dalam selang infus

dapat menimbulkan tromboplebitis atau bila terjadi kebocoran

cairan infus tersebut, kulit pasien akan mengelupas. Cairan infus

dengan pH yang berbeda-beda (Glosarium) kemungkinan tidak

dapat tercampur.

4. Reaksi tubuh dalam menerima obat intravena

Pemberian obat lewat infus atau intravena merupakan cara

pemberian yang paling cepat dan pasti. Penyuntikan bolus dngan dosis

tunggal akan menghasilkan konsetrasi obat yang tinggi di dalam

plasma. Obat dengan cepat akan mencapai kisran terpeutiknya dan

pencapaian kisaran terapeutik yang cepat amat berguna dalam keadaan

emerges. Jika obat diberikan terlalu cepat, kemungkinan

konsentrasinya akan melampui kisaran terapeutik dn memasuki kisaran

toksik. Jika obat diberikan secara perlahan, pengikatan konsentrasinya

akan lebih lambat. Dengan tindakan yang lebih cermat, kecepatan

pemberian obat intravena dapat diatur untuk mengoptimalkan efeknya

dan mengurangi efek samping.

Pemberian intravena berarti bahwa semua obat yang diberikan

akan diserap. Disini setiap ketidakpastian dalam penentuan takaran dan

waktu pemberian disebabkan oleh perbedaan individual yang

melibatkan enzim usus dan hati tidak perlu dipertimbangkan. Takaran

pemberian dapat dihitung dan disesuaikan dengan kebutuhan pasien


14

dengan cara yang lebih tepatbila dibandingkan dengan cara pemberian

lainnya.

Meskipun rute pemberian intravena akan mengurangi masalah

yang potensial terjadi dalam absorbsi obat, kita tetap harus

mempertimbangkan masalah potensial yang berkaitan dengan

distribusi dan eliminasi obat. Ketika memberi obat apapun,

distribusinya akan berkurang dan kemungkinan terjadinya intoksikasi

meningkat jika pasien yang mendapatkan obat tersebut menderita

gagal ginjal, gagal jantung dan syok; pasien preeklamsia berat atau

eklampsia merupakan pasien yang berisiko.

5. Kerja dan efek samping obat/cara pemberian

Umunya kerja dan efek samping obat tidak dipengaruhi oleh

cara pemberian. Akan tetapi, awitan efek yang merugikan jauh lebih

cepat terjadi saat obat tersebut disuntikkan intravena sehingga

diperlukan tindakan penjagaan ekstra. Adapun yang dapat terjadi yaitu:

a. Ekstravasasi

b. Phlebitis

c. Infeksi

6. Prinsip kewaspadaan baku dan pencegahan infeksi yang berhubungan

dengan pesat medikasi intravena: menurut Rendy, 2013:

a. Setiap orang (pasien ataupun petugas kesehatan) sangat berpotensi

menularkan infeksi.

b. Pertahankan aseptic saat tindakan dilakukan


15

c. Memegang jarum suntik dan spuit dengan aman yaitu dengan

menggunakan teknik one hand (satu tangah) saat akan menutup

kembali jarum suntik.

7. Pemberian obat melalui selang infus menuurt Rendy, 2013:

a. Prosedur pemberian obat melalui selang infus:

1) Fase orientasi

(a) Salam terapeutik

(b) Evaluasi atau validasi kondisi pasien

(c) Kontrak: topik/ waktu/ tempat

2) Persiapan alat

(a) Buku catatan pemberian obat atau kartu obat

(b) Sarung tangan

(c) Spuit dan jarum dengan ukurannya

(d) Bak instrumen

(e) Obat yang sesuai

(f) Kapas alkohol

3) Prosedur kerja

(a) Cuci tangan

(b) Periksa identitas pasien kemudian jelaskan pada pasien

megenai prosedur yang akan dikerjakan

(c) ambil obat dan masukkan kedalam spuit

(d) memastikan tidak ada gelembung udara pada spuit


16

(e) Cari tempat penyuntikan obat di daerah selang infus (pada

bagian selang yang berkaret)

(f) Lakukan desinfeksi dengan kapas alkohol dan stop aliran

(g) Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit

hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat

perlahan-lahan kedalam selang intravena

(h) Setelah selesai, tarik spuit dan swap lagi menggunakan

kapas alkohol.

(i) Periksa kecepatan tetesan cairan infus.

(j) Lakukan observasi terhadap reaksi obat

(k) Membereskan alat, buang alat suntik dan bekas tempat obat

yang benar.

(l) Buang sampah pada tempat sampah medis.

(m) Buka sarung tangan dan buang pada tempat sampah medis.

(n) Mecuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

Mengeringkan dengan handuk atau tissue sehingga kering

dan bersih.

(o) Dokumentasikan tindakan yang telah diberikan (catat

reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian

obat).

4) Fase terminasi

(a) Evealuasi respon klien: Evaluasi subjekstif dan Evaluasi

objekstif
17

(b) Tindak lanjut klien

5) Sikap

(a) Hati-hati

(b) Sabar dan jangan tergesa-gesa

(c) Berskap sopan dan ramah

(d) Teliti dan cermat dalam menjaga steril

C. Tinjauan Umum Tentang Ekstravasasi Infus

1. Definisi

Ekstravasasi adalah bocornya obat dari vena kedalam jaringan

di sekitarnya. Hal ini dapat terjadi karena batang jarum menembus

vena, atau karena obat bersifat korosif dan merusak vena. Larutan

osmolaritasnya tinggi dan pH larutan yang ekstrim lebih sering

menyebabkan ekstravasasi. Kerusakan jaringan disekitar vena dapat

meluas, contoh setelah pemberian larutan natrium bikarbonat

(Departemen Kesehatan RI, 2009).

Ekstravasasi merupakan infiltrasi cairan yang bersifat vesikan

atau obat-obatan dari vena ke jaringan sekitar. Cairan vesikan

merupakan cairan atau obat-obatan yang dapat menimbulkan

kerusakan jaringan (Hankins et al, 2001). Ekstravasasi terjadi akibat

cairan dan obat-obatan yang bersifat vesikan tidak tepat masuk ke

dalam jalur vena tapi masuk kedalam jaringan sekitar vena yang

menyebabkan edema atau tanpa inflamasi (Firmana, 2017).


18

2. Faktor terjadinya ekstravasasi infus Menurut Firmana (2017):

a. Digunakan jarum baja dan bukan kateter plastic

b. Pemasangan infus pada area bagian lengan dalam, pergelangan

atau area tekukan.

c. Pembuluh vena harus dipunksi selama lebih dari dua hari

d. Pemasanga jarum infus kurang dalam

e. Aliran cairan infus tidak lancar.

f. Pembuluh darah yang kecil

g. Pengerasan vena (sclerosis), bukan venanya menjadi lebih kuat dan

keras, tapi malah kaku beresiko mudah pecah.

h. Obstruksi (penyumbatan) pada vena cava, peningkatan tekanan

dapat menyebabkan kebocoran

i. Injeksi bolus

j. Tekanan aliran infus yang tinggi

3. Tanda dan gejala ekstravasasi infus

Tanda dan gejala ekstravasasi hamper sama dengan flebitis,

seperti adanya pembengkakan atau edema di lokasi kateter IV dan area

sekitarnya, pasien merasa tidak nyaman, perubahan kualitas dan aliran

infus atau suntikan (tidak adanya aliran bebas dari infus atau

kurangnya pengembalian darah dari kateter IV), dan adanya rembesan

atau kebocoran di akses kateter IV. Akan tetapi, yang membedakan

ekstravasasi dengan flebitis yaitu adanya rasa tidak nyaman seperti

terbakar atau nyeri yang menyengat di area akses kateter IV,


19

kemerahan/ eritema, nekrosis jaringan, dan ulserasi (Rosenthal,

2007;Dougherty, 2008). Sementara menurut Otto (2005), gejala

ekstravasasi terdiri atas hal berikut:

a. Gejala ekstravasasi segera (mengeluh adanya rasa terbakar,

perubahan kulit menjadi merah mud atau merah menyala).

b. Gejala ekstravasasi setelah beberapa minggu (perubahan kulit

makin nyata, terjadi penggeseran atau pembekuan darah diarea

tersebut, penggantian lapisan kulit luar yang kering, rasa panas

makin meningkat).

c. Gejala ekstravasasi setelah beberapa minggu berikutnya (timbul

luka nekrotik yang memerlukan pembedahan, terjadinya ulkus

pada bagian tengah luka merusak kulit sekitar dan lama kelamaan

makin melebar).

d. Kemungkinan kerusakan permanen (komplikasi jangka panjang

akibat dari penebalan jaringan nekrotik yang meliputi dasar

jaringan akan merusak struktur persarafan dan system pembuluh

darah, tindakan pembedahan jaringan nekrotik dan pengobatan

yang tepat adalah untuk mencegah komplikasi lebih lanjut)

Rosdiana (2009) menjelaskan bahwa ekstravasasi

umumnya menyebabkan rasa sakit yang hebat, namun pada

beberapa hanya menimbulkan painless.rasa sakit diikuti eritema

dan edema dalam beberapa jam serta menimbulkan pembengkakan/

swelling dalam beberapa hari kemudian. Ulkus muncul dalam


20

periode beberapa hari sampai minggu, kerusakan jaringan terjadi

dua sampai tiga minggu pasca-ekstravasasi.

Tabel II.1 Tanda dan Gejala Ekstravasasi Berdasarakan Grade


Grade 1 2 3 4 5
Ekstravasasi
Pucat dan kehitaman
Warna kulit Normal Merah muda Merah
kemerahan
Terekspos
Luka lesi otot/tulang
Integritas Kehilangan Terekspos
Tidak ada dengan
kulit superfisial jaringan
Kerusakan adanya
kulit subkutis
Nekrosis

Temperatur
Normal Hangat Panas
kulit
Edema
Tidak ada Non-pitting Pitting

Tidak ada Sedikit Sangat


Mobilitas

Keterbatasan Keterbatasan Terbatas


Skala nyeri
Nyeri
0-10
TDemam Normal Meningkat
a
ble II.II Perbedaan Ekstravasasi dengan Kondisi Lainnya
Karakteristik Flare Reaction Vessel Irritation Syok Vena Ekstravasasi

Gejala Gata-gatal, nyeri, Sakit dan sesak Spasme dinding Rasa nyeri dan
dan rasa terbakar otot pembuluh terbakar yang
(jarang) darah umum terjadi
di area injeksi
(kateter IV),
dan menyengat
yang mungkin
terjadi selama
pemberian
terapi

Warna Kemerahan Eritema atau Eritema


(eritema) perubahan warna disekitar area
gelapsepanjang tusukan injeksi
pembuluh darah atau kateter IV

Waktu Gejala biasanya Gejala biasanya Gejala biasanya Gejala mulai


21

muncul tiba-tiba muncul dalam muncul tepat muncultepat


dan menghilang beberapa menit setelah injeksi setelah injeksi
dalam waktu 30- setelah injeksi dan gejala
90 menit dapat bertahan

pembengkakan Mungkin terjadi Mungkin terjadi Sering terjadi,


idak
menghilang
selama
beberapa hari

blood return Baisa, tetapi Biasa, tetapi Sering tidak ada Biasanya tidak
tidak selalu utuh tidak selalu utuh ada

4. Manifestasi Klinis ekstravasasi infus

Ekstravasasi secara klinis biasanya muncul dengan nyeri local,

rasa panas, bengkak, eritema, dan kurangnya kembalian aliran darah.

Ekstravasasi umunya menyebabkan rasa sakit yang hebat, namun pada

beberapa hanya menimbulkan painless. Rasa sakit diikuti eritema dan

edema dalam beberapa jam serta menimbulkan

pembengkakan/swelling dalam berapa hari kemudian. Ulkus muncul

dalam periode beberapa hari sampai minggu. Kerusakan jaringan

terjadi 2-3 minggu pasca-ekstravasasi. Luka ekstravasasi

menimbulkan komplikasi daerah iskemia jaringan oleh karena

kerusakan endothelial dan thrombosis vessel. Munculnya ulkus dengan

dengan kulit berwarna merah, bengkak, dan keruskan kulit superfisial

pada daerah ekstravasasi, diikuti dengan kerusakan kogresif serta

berkembangnya ulkus nekrosis yang akan mengelupaskan jaringan dan

terlihat seperti dry black eschar (Journal, Rosdiana, 2009)

5. Pencegahan ekstravasasi infus


22

a. Berikan obat vesikan melalui sisi IV yang baru dipasang dengan

aliran balik darah yang baik.

b. Seleksi vena-vena besar pada region dengan jumlah jaringan lunak

besar ntuk menghindari kemungkinan terlibatnya tendon-tendon

bila IV menginfiltrasi.

c. Periksa dosis obat dan cairan dengan benar.

d. Berikan pada kecepatan yang dipesankan, pantau dengan ketat.

e. Pantau sisi IV secara terus menerus selama penginfusan.

f. Instruksikan pasien untuk memberitahu staf dengan segera jika

sensasi rasa terbakar dirasakan pada sisi IV atau IV melambat atau

berhenti.

g. Setelah penginfusan obat, infus cairan netral melalui selang IV

sesuai pesanan.

h. Observasi terhadap kemungkinan tanda dan klinik ekstravasasi;

nyeri, rasa terbakar, pembengkakan; tidak ada darah balik atau

aliran balik yang dapat diragukan.

i. Hentikan IV segera.

j. Gunakan kompres yang sesuai (panas atau dingin).

k. Infiltrasi area dengan antidote menggunakan teknik interdermal

l. Instruksikan pasien untuk evaluasi.

6. Penatalaksanaan ekstravasasi infus (Rosdiana, 2009)

Pengobatan ditentukan dari ekstravasasi, banyaknya cairan

yang terpapar, dan ketersediaan antidotum yang spesifik. Pada semua


23

kasus yang terpapar, tahap pertama harus segera dihentikan pemberian

cairan intravena dan memakai pengikat/tourniquet untuk konstruksi.

Luasnya ekstravasasi dapat dibatasi dengan melakukan pengecekan

yang sering dan pemasangan kasa yang transparan. Ekstravasasi obat

merupakan keadaan emergensi. Beritahu dokter dan bagian yang

terkena ditinggikan selama 48 jam untuk menghindari edema.

Walupun masih bisa menimbulkan nekrosis. Berikan kompres hangat

atau dingin pada area ekstravasasi. Kompres hangat akan menurunkan

reaksi sakit dari plebitis dan akan meresap infiltrasi cairan akibat

vasodilatasi local. Kompres hangat akan memadatkan daerah basah

dan menghambat kerusakan kulit secara nekrosis. Namun,

pengahangatan tempat ekstravasasi dapat menigkatkan reabsorbsi

cairan dari jaringan disekitarnya. Kompres dingin dipakai untuk

menurunkan penyebaran toksin kejaringan dan mengurangi peresapan

obat. Pemberian kompres dianjurkan 15-20 menit, 4 kali sehari selama

24-48 jam. BMSO 99% dapat menyebabkan eritema local yang dapat

mempengaruhi evaluasi yang benar dari kerusakan jaringan. Beberapa

Negara hanya tersedia DMSO pada konsentrai 50%. DMSO harus

diberikan dalam waktu 10-25 menit dari ekstravasasi terjadi. Setelah

DMSO mengering, beri krim hidrokortison 1% dan 30 menit kompresi

dingin. Kompres tersebut (DMSO, krim hidrokortison,

kompresidingin) harus diulang setiap 2 jam 24 jam pertama.


24

7. Setiap kejadian ekstravasasi harus terdokumentasi dan terlaporkan

dengan benar menurut Firmana, 2013 yaitu:

a. Nama dan nomor pasien

b. Tanggal dan waktu terjadinya ekstravasasi

c. Nama obat yang terekstravasasi (dan pelarut yang digunakan)

d. Tanda dan gejala (juga yang dilaporkan pasien)

e. Jalur akses intravena (IV)

f. Area ekstravasasi (juga perkiraan jumlah obat)

g. Langkah penanganan (waktu, tanggal)

h. Dokumentasi fotografi dapat membantu untuk prosedur

tindaklanjut dan pengambilan keputusan.

D. Tinjauan Umum Tentang Anak 6-12 Tahun

1. Definisi

Anak adalah individu yang berusia 0-18 tahun dipandang

sebagai individu yang unik, yang punya potensi untuk tumbuh dan

berkembang. Anak usia sekolah, umur 6-12 tahun adalah suatu usia

paling sejahtera dari kehidupan, yang dikarakteristikkan dengan

pertumbuhan yang lambat, terjadi terus menerus, serta perkembangan

kognitif dan social yang cepat (Supartini, 2004 dalam Rasyid, 2010).

2. Pertubuhan dan perkembangan anak usia 6-12 tahun

a. Perkembangan fisik

Anak usia sekolah lebih langsing daripada anak prasekolah,

sebagai akibat perubahan distribusi dan ketebalan lemak. Laju


25

pertumbuhan berbeda pada setiap anak. Rata-rata tinggi berat

badan yang lebih bervariasi, meningkat 2-3,5 kg per tahun. Anak

laki-laki sedikit lebih tinggi dan lebih berat daripada anak

perempuan selama tahun pertama sekolah. Kira-kira 2 tahun

sebelum pubertas anak mengalami pertumbuhan yang cepat. Anak

perempuan yang lebih dulu mengalami pubertas mulai melampaui

berat badan dan tinggi badan anak laki-laki. Perbahan ini terjadi

pada anak perempuan berusia 9 tahun tetapi biasanya tidak terjadi

pada anak laki-laki sebelum 12 tahun (Perry & Potter, 2005 dalam

Adriana. D, 2013).

Koordinasi otot meningkat dan kekuatan otot meningkat

dua kali lipat membuat anak lebih lentur. Banyak anak berlatih

keterampilan motorik kasar dasar yaitu berlari, melompat,

menyeimbangkan gerak tubuh, melempar dan menangkap selama

bermain, menyebabkan peningkatan fungsi dan keterampilan

neuromuskuler. Kemampuan meningkatkan keterampilan motorik

halus pada anak membuat mereka menjadi sangat mandiri untuk

mandi, berpakaian dan memenuhi kebutuhan personal lain.

Penyakit dan hospitaliisasi mengancam pengendalian anak

sehingga sangat penting mengizinkan kemandirian sebanyak

mungkin (Adriana. D, 2013).

1) Perkembangan kognitif
26

Saat berusia 7 tahun, anak mengalami perkembangan

kognitif berupa operasional konkret diimana perubahan

kognitif yang terjadi adalah kemampuan untuk berpikir dengan

cara logis. Anak mampu mengklasifikasikan benda dan

perintah dan menyelesaikan masalah secara konkret dan

sistematis berdasarkan apa yang diterima dari lingkungannya.

Kemampuan berpikir anak sudah rasional, imajinatif dan dapat

menggali objek atau situasi lebih banyak untuk memecahkan

masalah.

2) Perkembangan psikososial

Tugas perkembangan anak pada usia sekolah adalah

industri versus inferioritas. Selama masa ini anak berjuang

untuk mendapatkan kompetensi dan keterampilan yang penting

bagi mereka untuk berfungsi sama seperti orang dewasa.

Terjadinya perubahan fisik, emosi dan social pada anak

berpengaruh terhadap gambaran tubuh. Interaksi social lebih

luas dengan teman, umpan balik berupa kritik dan evaluasi dari

teman atau lingkungannya, mencerminkan penerimaan dari

kelompok akan membantu anak semakin mempunyai konsep

diri yang positif. Perasaan tidak adekuat dan rasa rendah diri

akan berkembang apabila anak terlalu mendapat tuntutan dari

lingkuungannya dan anak tidak berhasil memenuhinya. Selain

itu, harga diri yang kurang akan menjadi dasar yang kurang
27

untuk penguasaan tugas-tugas di fase remaja dan dewasa.

Pujian (reinforcement) dari orang tua dan orang dewasa lainnya

terhadap prestasi yang dicapainya menjadi begitu penting untuk

menguatkan perasaan berhasil dalam melakukan sesuatu.

3) Perkembangan psikoseksual

Freud mengemukakan perkembangan psikoseksual pada

usia 6 sampai 12 tahun berada pada fase laten yaitu fase ketika

anak menggunakan energi fisik dan psikologis yang merupakan

media untuk mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya

melalui aktivitas fisik maupun sosialnya. Pada awal fase laten,

anak perempuan lebih menyukai teman dengan jenis kelamin

yang sama demikian pula dengan anak laki- laki. Pertanyaan

tentang seks semakin banyak, mengarah pada system

reproduksi. Dalam hal ini orang tua harus bijaksana dalam

merespons, yaitu menjawabnya dengan jujur dan hangat dan

disesuaikan dengan maturitas anak.

4) Perkembangan komunikasi

Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah

adalah tetap memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak

yaitu gunakan kata sederhana yang spesifik, jelaskan sesuatu

yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang

tidak diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek

fungsional dan procedural dari objek tertentu sangat tinggi


28

maka jelaskan arti fungsi dan prosedurnya, maksud dan tujuan

dari sesuatu yang ditanyakan secara jelas dan jangan menyakiti

atau mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu

berkomunikasi secara efektif.

5) Perkembangan moral

Perkembangan moral dan aturan social menjadi lebih

nyata sesuai peningkatan kemampuan kognitif dan pengalaman

sosial anak usia sekolah. Mereka memandang aturan sebagai

prinsip dasar kehidupan, bukan hanya perintah dari yang

memiliki otoritas. Pada anak masa sekolah, anak

menginterpretasikan secara ketat dan patuh terhadap aturan.

Seiring dengan perkembangan, mereka menilai lebih fleksibel

dan mengevaluasi aturan untuk diterapkan pada situasi yang

ada. Anak usia sekolah mempertimbangkan motivasi dan

perilaku mereka mempengaruhi mereka sendiri dan orang lain.

Kemampuan untuk fleksibel saat menerapkan aturan dan

mengambil perspektif orang lain yang esensial dalam

mengembangkan penilaian moral. Kemampuan ini muncul

pada masa awal tetapi tampak lebih konsisten pada masa usia

sekolah beikutnya.

Di rumah sakit anak seringkali harus mengalami

prosedur yang menimbulkan nyeri, kehilangan kemandirian

dan berbagai hal yang tidak diketahui. Interpretasi anak


29

terhadap suatu kejadian, respons terhadap pengalaman dan

signifikasi yang mereka tempatkan pada pengalaman secara

langsung berhubungan dengan tingkat perkembangan.

Umumnya anak takut akan perlukaan dan nyeri. Anak dengan

penyakit kronik kemungkinan lebih mengenal prosedur inttrusif

sebagai penyebab stress, sebaliknya anak dengan penyakit akut

mungkin lebih menunjukkan respon fisik (Bossert, 1994). Anak

wanita cenderung memperlihatkan rasa takut yang berlebihan

dibanding anak laki-laki dan hospitalisasi sebelumnya tidak

mempengaruhi frekuensi dan intensitas ketakutannya. Anak

usia sekolah yang mengalami perkembangan kognitif lebih

mengetahui arti bermacam-macam penyakit, kemungkinan

resiko dalam perawatan atau pengobatan, akibat trauma,

kehilangan fungsi dan arti dari kematian. Perhatian utama

hospitalisasi pada anak usia sekolah adalah ketakutan mereka

terhadap masalah (Hart and Bossert,1994). Umumnya anak

usia sekolah sangat perhatian terhadap kesehatan atau penyakit

mereka. Bahkan anak jarang bertanya, biasanya

mengungkapkan masalah secara detil pengetahuan tentang

kondisi mereka oleh karena mendengar dari orang disekitar

mereka. Anak mulai menunjukkan perhatian terhadap

keuntungan dan resiko dari suatu prosedur. Adanya rasa ingin

tahu anak tentang prosedur menyebabkan anak mencari


30

informasi : apakah menykitkan atau tidak, apa manfaatnya,

bagaimana cara mengatasinya agar tidak sakit dan rasa sakit

yang timbul seperti apa. Biasanya anak toleransi terhadap

prosedur seperti pemeriksaan fisik secara rutin, namun

perhatian terhadap privacy menjadi lebih penting. Pada usia 9

atau 10 tahun, sebagian besar anak menunjukkan ketakutan

yang minimal terhadap nyeri dibandingkan anak yang lebih

muda. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri ditunjukkan

dengan ekspresi yang baik secara verbal maupun nonverbal

karena anak sudah mampu mengkomunikasikannya. Reaksi

anak terhadap nyeri berupa merintih atau merengek, memegang

dengan kaku, menunda kejadian penyebab nyeri bahkan ada

yang mencoba bertindak berani. Jika mereka menunjukkan

reaksi yang berlebihan seperti : menggigit, menendang,

berusaha melepaskan diri dan menangis. Mereka mungkin

menyangkal khususnya kepada teman sebaya karena malu

(Adriana. D, 2013).

3. Penyakit dan hospitalisasi

a. Anak usia sekolah menganggap kekuatan dari luar sebagai

penyebab penyakit.

b. Mereka menyadari perbedaan tingkat keparahan penyakit, misalnya

sakit kanker lebih serius daripada sakit flu.

4. Reaksi anak terhadap hospitaisasi


31

a. Reaksi pertahanan utama anakusia sekolah adalah reaksi formasi,

suatu mekanisme pertahanan yang tidak disadari, anak

menganggap suatu tindakan adalah berlawanan dengan dorongan

hati yang mereka sembunyikan. Biasanya anak menyatakan bahwa

mereka berani saat anak merasa sangat ketakutan.

b. Anak bereaksi terhadap perpisahan dengan menunjukkan

kesendirian, kebosanan, isolasi, dan depresi. Mereka mungkin juga

memperlihatkan agresi, iribilitas, dan ketidaknyamanan dalam

berhubungan dengan saudara dan teman sebaya.

c. Perasaan hilang kendali dikaitkan dengan bergantung kepada orang

lain dan gangguan peran dalam keluarga.

d. Takut cedera dan nyeri tubuh merupakan akibat dari rasa takut

terhadap penyakit, kecacatan, dan kematian (Adriana. D, 2013).

E. Tinjaun Pustaka Tentang Hubungan Pemberian Antibiotik Melalui injeksi

Bolus Dengan Terjadinya Ekstravasasi Infus pada Anak.

Seringkali penggunaan antibiotik dapat menimbulkan masalah

resistensi dan efek obat yang tidak dikehendaki, oleh karena itu

penggunaan antibiotik harus mengikuti strategi peresepan antibiotik

(Medicine et.al., 2015).

Pemberian terapi obat melalui jalur injeksi intravena periver

(peripheral intravenous) merupakan tindakan yang banyak dilakukan pada

pasien rumah sakit. Efek samping dan komplikasi yang muncul akibat

penggunaan rute intravena perifer anatar lain infeksi lokal seperti


32

ekstravasasi, maupun komplikasi sistemik. Infeksi dapat terjadi malalui

perantara IVD atau cannula maupun infus. Injeksi bolus dikenal dengan

intermitten langsung yakni larutan obat dalam volume yang sedikit

diberikan melalui alat akses pembuluh darah perifer atau kanula. Injeksi

bolus diberikan selama 3-10 menit tergantung pada jenis obat. Adapun

injeksi bolus dapat meningkatkan potensi efek samping terutama jika obat

diberikan terlalu cepat berpotnesi menyebabkan kerusakan pada vena

sehingga terjadi ekstravasasi (Boys, 2015).

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Mirah (2013), diketahui

bahwa ekstravasasi yang disebabkan oleh antibiotic dapat dicegah dengan

cara menghindari pemasangan infus didorsum tangan dan didekat sendi

yang dapat menyebabkan kerusakan fungsional, serta lakukan pembilasan

vena dengan cairan intravena setiap 2-3 menit antara injeksi bolus obat

terutama antibiotic dan sitotoksik.


33

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Kerangka konsep

Kerangka konsep adalah absraksi dari suatu realitas agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan

antara variabel (variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti). Kerangka

konsep akan membentk penelitian menghubungkan hasil penemuan dengan

teori (Nursalam, 2017).

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan pada tinjauan

pustaka, maka dapat dibuat dengan kerangka konsep sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Pemberian antibiotik
ekstravasasi infus
injeksi bolus

Keterangan:

: variebel Independen

: variabel Dependen

: penghubung

B. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian. Menurut Wood dan Haber dalam Nursalam (2017)

hipotesis adalah suatu pertanyaan asumsi tentang hubungan antara dua atau

33
3
34

lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam

penelitian.

Adapun hipotesis dari penelitian ini yaitu:

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Hipotesis alternatif (Ha) adalah hipotesis penelitian. Hipotesis ini

menyatakan adanya suatu hubungan antara dua atau lebih variabel. Ada

hubungan pemberian antibiotik melalui injeksi bolus dengan terjadinya

ekstravasasi infus pada anak usia 6-12 tahun.


35

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

survey analitik. Dengan menggunakan pendekatan Cross sectional study yaitu

merupakan suatu bentuk studi observasional (non-eksperinmental) untuk

mencari hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen

dengan melakukan pengukuran sesaat pada penelitian dilakukan dengan

menganalisis hubungan pemberian antibiotik melalui injeksi bolus dengan

terjadinya ekstravasasi infus pada anak 6-12 tahun di RSUD Haji Provinsi

Sulawesi Selatan.

B. Populasi, Sampel, Dan Sampling

1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien)

yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2017). Populasi

dalam penelitian ini adalah semua pasien anak yang mengalami

ekstravasasi infus di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan. Pada bulan

Agustus-Oktober tahun 2018 yaitu: Jumlah pasien anak yang mengalami

ekstravasasi infus dengan pemberian antibiotik melalui injeksi bolus

selama satu bulan sebanyak 70 anak.

2. Sampel

Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam,

35
3
36

2017). Pada penelitian ini pengambil sampel dengan menggunakan rumus

sampel Stanley Lemeslow, yaitu:

N.Z2 (p.q)
n = ———————
d2 (N-1) + Z2(p.q)

Keterangan:

N: Besar populasi

n: Besar sampel

p: Proporsi untuk sifat tertentu yang diperkirakan terjadi pada

populasi. Apabila tidak diketahui proporsi atau sifat tertentu

tersebut, maka p = 0,05.

q: 1 – p = 1 – 0,05

= 0,95

d: Tingkat kepercayaan atau ketetapan yang diinginkan (0,05)

Z: Standar devisi normal digunakan 1,96 sesuai dengan derajat

kemaknaan 95%

Jadi jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah:

N.Z2 (p.q)
n = ———————
d2 (N-1) + Z2 (p.q)

70 . 1,962 (0,05 . 0,96)


n = ——————————————
0,052 (70-1) + 1,962 (0,05 . 0,96)

70 . 3,8416 (0,048)
n = ———————————
0,0025 (69) + 3,8416 (0,048)
37

12,9077
n = ———————
0,1725 + 0,1843

12,9077
n = ————
0,3568

n = 36,17

n = 36 orang

Berdasarkan rumus diatas maka jumlah sampel yang akan diambil dari

populasi adalah 36 orang. Namun tidak menutup kemungkinan jumlah

sampel tersebut akan berkurang segubungan dengan kriteria sampel yang

diajukan oleh peneliti. Adapun kriteria sampel yang dimaksud adalah:

a. Kriteria inklusi

1) Pasien anak yang diberikan lebih dari satu antibiotik

2) Keluarga dan anak bersedia ikut dalam penelitian

3) Pemberian antibiotik dari hari ke 3

b. Kriteria eksklusi

1) Pasien dan keluarga yang tidak kooperatif

2) Anak dengan riwayat alergi antibiotik

3. Sampling

Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah

Purposive sampling, yaitu metode penetapan sampel dengan memilih

beberapa sampel tertentu yang dinilai sesuai dengan tujuan atau masalah

penelitian dalam sebuah populasi (Nursalam, 2008).


38

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

a. Variabel independen

Variabel independen adalah variabel yang memengaruhi atau nilainya

menentukan variabel lain (Nursalam, 2017). Variabel independen

dalam penelitian ini adalah pemberian injeksi antibiotik melalui injeksi

bolus.

b. Variabel dependen

Variabel dependen adalah variabel yang di pengaruhi nilainya

dintentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2017). Variabel dependen

pada penelitian ini adalah ekstravasasi infus.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penjelasan semua variabel yang akan

digunakan dan istilah yang akan di gunakan dalam penelitian secara

operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam

mengartikan penelitian (Setiadi, 2015). Klasifikasi variabel dan definisi

operasional dibuat dalam bentuk tabel dengan rincian sebagai berikut:

Tabel IV.1 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


No. Variabel Definisi Alat ukur Skala ukur Hasil ukur
opersional
1. Independen: Obat Lembar Ordinal Sesuai
pemberian antibiotic observasi pemberian jika
injeksi yang didapatkan nilai
antibiotik dimasukkan ≥ 6,
melalui ke dalam Tidak sesuai
injeksi bolus vena melalui pemberian jika
injeksi pada didapatkan nilai
bolus <6
2. Dependen : Ekstravasasi Lembar Ordinal Tidak terjadi
ekstravasasi yaitu terjadi observasi ekstravasasi jika
39

infus pembengkaka didapatkan nilai


n, rasa nyeri ≥12, terjadi
atau panas ekstravasasi jika
akibat didapatkan nilai
pemberian <12.
injeksi
antibiotik

D. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di Ruangan Al-Fajar RSUD Haji Provinsi

Sulawesi Selatan

E. Waktun Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 21 Januari – 15 Februari 2019

F. Instrument Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan lembar observasi pemberian antibiotik dan lembar observasi

tanda terjadinya ekstravasasi. Pada instrumen pertama berisi data demografi

meliputi informasi data anak dan orang tua (Ayah dan Ibu).

Pada instrumen kedua berisi observasi tentang cara pemberian antibiotik

dengan pilihan jawaban SESUAI nilainya (2) jika TIDAK SESUAI nilainya

(1). Jumlah pernyataan dalam observasi ini sebanyak 4 pernyataan yaitu

Mencuci tangan sebelum pemberian injeksi antibiotik, Melakukan teknik

aseptic, Mengalirkan infus pada saat pemberian, Pemberian antibiotik dengan

dosis yang dianjurkan dokter. Kemudian pada instrumen observasi ketiga

berisi tentang tanda terjadinya ekstravasasi infus dengan pilihan jawaban

TERJADI (2) jika TIDAK TERJADI (1).

Adapun rumus yang akan digunakan dalam instrumen ini penelitian ini

adalah Cut Of Point :


40

Jumlah soal x Skor tertinggi + Jumlah soal x Skor terendah


2

G. Prosedur Pengumpulan Data

1. Data primer

Data yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya berupa jajak

pendapat dari individu atau kelompok, maupun dari hasil observasi dari

suatu objek.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari arsip catatan medik pasien,

serta dokumen penting lainnya.

H. Teknik dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Adapun pengolahan data sebagai berikut (Afriani, Ria, 2015)

a. Editing

Setelah data terkumpul maka akan dilakukan editing atau

penyuntingan untuk memeriksa setiap lembar kuesioner yang telah

diisi, kemudian data dikelompokkan sesuai dengan kriteria yang telah

ditetapkan

b. Coding

Dilakukan untuk memudahkan pengolahan data yaitu dengan

memberikan simbol-simbol dari setiap jawaban yang diberikan oleh

responden

c. skoring
41

pemberian nilai pada masing-masing jawaban dan pertanyaan yang

diberikan kepada responden sesuai dengan ketentuan penilaian yang

telah ditentukan.

d. Tabulating

Mengelompokkan data kedalam suatu tabel yang memuat sifat masing-

masing variabel sesuai dengan tujuan penelitian.

2. Analisa data

Setelah data diolah, kemudian di analisa dengan menggunakan bantuan

computer dengan menggunakan program SPPS. Adapun analisa yang

digunakan yaitu:

a. Analisa Univariat

Pada analisa ini dilakukan analisis tabel distribusi frekuensi dari tiap

variabel yang dianggap terkait dengan tujuan penelitian.

b. Analisa Bivariat

Analisa data ditunjukkan untuk menjawab tujuan penelitian dan

menguji hipotesa penelitian untuk mengetahui adanya hubungan

variabel independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan

uji statistik chi square (X2) dengan nilai kemaknaan (α = 0,05). Setelah

uji hipotesa dilakukan dengan taraf kesalahan (alpha)yang digunakan

yaitu 5% atau 0,05, maka penelitian hipotesa yaitu: apabila p≤α = 0,05,

maka Ho ditolah Ha (hipotesis penelitian) diterima, yang berarti ada

hubungan antara variabel bebas dan variabel terkait. Sedangkan bila p>
42

α = 0,05 maka Ho diterima dan Ha (hipotesis penelitian) ditolak, yang

berarti tidak ada hubungan antara variabel terikat.

I. Etika penelitian

1. Informed consent (lembar persetujuan menjadi reponden)

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan partisipan

dengan memberikan lembar persetujuan yang diberikan sebelum penelitian

dilaksanakan. Tujuan informed consent adalah agar partisipan mengerti

maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika partisipan

bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika

partisipan tidak menandatangani lembar persetujuan dan jika partisipan

tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak pasien.

2. Anonymity (Tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak boleh

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, cukup

memberikan kode pada masing-masing lembar tersebut.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Untuk mencegah bagi mereka yang tidak berkepentingan,

berhubungan denga data yang diberikan kepada pihak lain untuk

kepentingan tertentu dan hanya diperbolehkan untuk kepentingan tertentu.


43

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan

pada tanggal 21 Januari sampai 15 Februari 2019. Jenis penelitian ini adalah

penelitian kuantitatif yang menggunakan desain Survey Analityk dengan

pendekatan Cross Sectional, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Populasi

sebanyak 70 orang dan sampel yang didapatkan sebanyak 36 orang. Dengan

menggunakan Purposive Sampling yang sesuai dengan kriteria inklusi. Data

sekunder didapatkan dari laporan bulanan Ruang Al-Fajar RSUD Haji

Provinsi Sulawesi Selatan selama bulan Agustus - Oktober tahun 2018.

Selanjutnya peneliti menggunakan alat bantu lembar observasi untuk

mendapatkan data primer untuk mengetahui hubungan pemasangan infus

dengan pemenuhan kebutuhan tidur pada anak.

Setelah data terkumpul dilakukan pemeriksaan kelengkapan data

kemudian diolah untuk mendapatkan suatu hasil penelitian. Pengolahan data

dengan menggunakan program SPSS dalam bentuk analisa univariat, maka

berikut ini peneliti akan menyajikan analisa data terhadap setiap variabel

dengan menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase. Adapun hasil

pengolahan data disajikan sebagai berikut :

43
44

1. Karakteristik Responden

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUD Haji Provinsi

Sulawesi Selatan maka diperoleh data terkait karakteristik responden yaitu

jenis kelamin, umur sebagai berikut:

a. Jenis kelamin, umur

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis


Kelamin dan Umur Di Ruang Al-Fajar RSUD Haji
Provinsi Sulawesi Selatan 2019
Jenis Kelamin n %
Laki-laki 16 44.4
Perempuan 20 55.6
Total 36 100.0
Umur
6-7 tahun 21 58.3
8-9 tahun 10 27.8
10-12 tahun 5 13.9
Total 36 100.0
Sumber : Data Primer Tahun 2019

Data pada tabel 5.1 diatas, menunjukkan sebanyak 36 orang

anak karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang paling

banyak mengalami ekstrvasasi adalah perempuan sebanyak 20 orang

anak(55.6%) dan yang paling sedikit yaitu laki-laki sebanyak 16 orang

anak (44.4%). Berdasarkan kelompok umur, responden yang paling

banyak mengalami ekstrvasasi infus yaitu 6-7 tahun sebanyak 21

orang anak (58.3%) dan yang paling sedikit yaitu pada umur 10-12

tahun sebanyak 5 orang anak (13.9%).


45

b. Lama hari pemberian, jenis antibiotik

Tabel 5.2 Distribusi Karekteristik Responden Berdasarkan Lama


Hari Pemberian, Jenis Antibiotik, Jenis Cairan
Di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan
Lama Hari pemberian n %
3 hari 15 41.7
4 hari 17 47.2
5 hari 4 11.1
Total 36 100.0
Jenis Antibiotik
Gentamisin 18 50.0
Cefotaxime 8 22.2
Cefadroxil 10 27.8
Total 36 100.0
Jenis cairan
NaCl 28 77.8
RL 8 22.2
Total 36 100.0
Sumber: Data Primer Tahun 2019

Data pada tabel 5.2 diatas menunjukkan sebanyak 36 orang

anak karakteristik responden berdasarkan lama hari pemberian

antibiotik yang mengalami ekstrvasasi infus yaitu di hari ke 4

sebanyak 17 orang anak (47.2%) dan yang paling sedikit di hari ke 5

sebanyak 4 orang anak (11.1%). Untuk jenis antibiotik yang paling

banyak diberikan pada anak yaitu Gentamisin sebanyak 14 orang anak

(38.9%) dan jenis antibiotik yang paling sedikit yaitu Cefotaxime

sebanyak 8 orang anak (5.6%). Untuk jenis cairan yang paling banyak

digunakan yaitu NaCl sebanyak 28 orang anak (77.8%) dan yang

paling sedikit yaitu RL sebanyak 8 orang anak (22.2%).


46

2. Analisa Univariat

Analisa univariat digunakan untuk menjelaskan dan

mendeskripsikan karakteristik setiap varabel yang diteliti. Pada analisa

univariat ini data kategori dapat dijelaskan dengan angka atau nilai jumlah

dan presentase setiap kelompok.

a. Pemberian Antibiotik
Tabel 5.3 Distribusi Berdasarkan Pemberian Antibiotik Pada Anak
Di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2019
Pemberian Antibiotik N %
Sesuai 22 61.1
Tidak Sesuai 14 38.9
Total 36 100.0
Sumber : Data Primer Tahun 2019

Data tabel 5.3 diatas, menunjukkan dari 36 orang anak yang

mendapatkan pemberian antibiotik yang sesuai sebanyak 22 orang

anak (61.1%) dan yang tidak sesuai sebanyak 14 orang anak (38.9%).

b. Terjadi Ekstravasasi Infus

Tabel 5.4 Distribusi Berdasarkan Terjadinya Ekstravasasi Infus


Pada Anak Di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan
Terjadi Ekstravasasi %
N
Infus
Tidak Terjadi 22 61.1
Terjadi 14 38.9
Total 36 100.0
Sumber : Data Primer Tahun 2019

Data tabel 5.4 diatas, menunjukkan dari 36 orang anak yang

tidak terjadi ekstravasasi infus sebanyak 22 orang anak (61.1%) dan

yang terjadi sebanyak 14 orang anak (38.9%).


47

3. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui apakah ada

hubungan yang signifikan antara pemberian antibiotik dengan terjadinya

ekstravasasi infus pada anak usia 6 - 12 Tahun dengan analisis

menggunakan uji chi-square, di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan.

Tabel 5.5 Pemberian antibiotik dengan terjadinya ekstravasasi infus di


RSUD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2019
Pemberian Terjadi Ekstravasasi Infus Jumlah
Antibiotik Tidak % Terja % n % ρ
Terjadi di
Sesuai 22 61.1 0 0 22 61.1 *0.000
Tidak Sesuai 0 0 14 38.9 14 38.9
Total 22 61.1 14.0 38.9 36 100.0
*Uji Chi-Square

Data pada tabel 5.5 diatas, menunjukkan bahwa dari 22 orang anak

(61.1%) yang mendapatkan terapi pemberian antibiotik sesuai, terdapat 22

orang anak (61.1%) tidak terjadi ekstravasasi infus dan tidak satupun

(0.0%) yang mengalami ekstrvasasi infus. Sedangkan dari 14 orang anak

yang mendapatkan pemberian antibiotik tidak sesuai terdapat 14 orang

anak yang terjadi ekstrvasas infus dan tidak satupun anak (0.0%) yang

mengalami ekstrvasasi infus.

Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan uji chi-square

dengan tabel 2 x 2 diperoleh nilai cell yang nilai ekspektasi kurang dari 5

tidak ada cells (0%) dan sudah tidak ada cell yang mempunyai nilai

ekspektasi kurang dari 1 (5.44) maka yang digunkan adalah uji Continuity

Correction yang diperoleh nilai ρ=0.000 dengan tingkat signifikasn α <


48

0.05, yang berarti terdapat hubungan antara pemberian antibiotik melalui

injeksi bolus dengan terjadinya ekstravasasi infus pada anak usia 6 – 12

Tahun di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam hal ini

menjelaskan bahwa semakin sesuai cara pemberian antibiotik maka tidak

terjadi ekstrvasasi infus.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pemberian antibiotik melalui injeksi bolus

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 36 orang anak

yang mendapatkan pemberian antibiotik yang sesuai sebanyak 22 orang

anak (61.1%) dan yang tidak sesuai sebanyak 14 orang anak (38.9%).

Pemberian antibiotik pada anak memerlukan pertimbangan klinis

secara seksama karena karakteristik farmakokinetik pada anak berbeda

pada dewasa (Tjay 2007). Menurut Tandung dan Tanama (2012),

penggunaan antibiotik yang tidak rasional adalah dosis pemberian yang

tidak tepat, cara pemberian yang tidak sesuai, lama pemberian yang tidak

sesuai. Penyuntikan bolus dengan dosis tunggal akan menghasilkan

konsentrasi obat yang tinggi didalam plasma. Obat dengan cepat akan

mencapai kisaran terapeutik yang cepat amat berguna dalam keadaan

emerges. Jika obat diberikan terlalui cepat, kemungkinan konsentrasinya

akan melampaui kisaran terapeutik dan memasuki kisaran toksik. Jika obat

diberikan secara perlahan, pengikatan konsentrasinya akan lebih lambat.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Mirah (2012), didapatkan

dari jumlah responden sebanyak 24 anak yang mendapatkan terapi


49

antibiotik sebanyak 17 anak (100%) terjadi ekstrvasasi infus. Hal ini

terjadi akibat pemberian antibiotik melalui bolus sangat cepat. Karena

awitan efek yang merugikan jauh lebih cepat terjadi saat disuntikkan

intravena sehingga diperlukan tindakan ekstra.

Menurut asumsi peneliti, pemberian injeksi antibiotik tanpa

menghentikan aliran infus terlebih dahulu sebelum memasukkan obat

kebolus sehingga berpotensi menyebabkan kerusakan vena perifer.

2. Terjadinya ekstravasasi infus

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 36 orang anak

yang tidak terjadi ekstravasasi infus sebanyak 22 orang anak (61.1%) dan

yang terjadi sebanyak 14 orang anak (38.9%).

Kejadian ekstravasasi melalui jalur intravena rata-rata 0.1%

sampai 7 % melalui jalur vena perifer. Angka kejadian melalui kateter

vena sentral 0.3% sampai 4.7%. Jika diberikan hendaknya menghindari

vena yang kecil, rapuh dan tidak pada daerah pergelangan atau punggung

tangan, menghindari vena sebelah sendi, tendon, saraf dan area dekat siku

serta menghindari penusukan kanul berulang pada tempat yang sama,

tekanan aliran infus yang tinggi (Mubarakh, 2013).

Menurut Schulmeister (2010) bahwa infiltrasi doksorubin kedalam

jaringan subkutan menyebabkan ulkus yang terisi jaringan nekrotik, sering

bersamaan dengan respon inflamasi dan hilangnya jaringan kulit serta

kerusakan ireversibel dari jaringan tendon dan saraf.


50

Adapun hasil penelitian Arifin Ahmad (2013), didapatkan hasil

bahwa 6 dari 19 anak (31.6%) mengalami ekstravasasi dikarenakan tidak

menghentikan aliran infus ketika memasukkan antibiotik melalui bolus

dan mengalami penusukan infus sebanyak 2 kali tusukan sehingga

infiltrasi dosorubin kedalam jaringan subkutan menyebabkan ulkus yang

terisi jaringan nektorik, sehingga bersamaan dengan respon inflamasi dan

hilangya jaringan kulit serta kerusakan ireversibel dari jaringan tensdon

dan saraf.

Menurut asumsi peneliti, ekstrvasasi terjadi karena pemberian

injeksi bolus degan tidak hati-hati dan berulang-ulang tanpa aliran infus

dihentikan terlebih dahulu sehingga menyebabkan vena mudah pecah.

3. Hubungan pemberian antibiotik melalui injeksi bolus dengan

terjadinya ekstravasasi infus

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 36 (100.0%)

responden, 22 orang anak (61.1%) yang mendapatkan terapi pemberian

antibiotik sesuai, terdapat 22 orang anak (61.1%) tidak terjadi ekstravasasi

infus dan tidak satupun (0.0%) yang mengalami ekstrvasasi infus.

Sedangkan dari 14 orang anak yang mendapatkan pemberian antibiotik

tidak sesuai terdapat 14 orang anak yang terjadi ekstrvasas infus dan tidak

satupun anak (0.0%) yang mengalami ekstrvasasi infus.

Adapun data anak yang mendapatkan terapi pemberian antibiotik

sesuai didapatkan 22 orang anak yang tidak terjadi ekstrvasasi infus. Hal

ini disebabkan karena sebelum pemberian injeksi terlebih dahulu aliran


51

infus dihentikan dan pemberian dilakukan secara perlahan. Menurut teori

Tandung (2012), Penyuntikan bolus dengan dosis tunggal akan

menghasilkan konsentrasi obat yang tinggi didalam plasma. Obat dengan

cepat akan mencapai kisaran terapeutik yang cepat amat berguna dalam

keadaan emerges. Jika obat diberikan terlalu cepat, kemungkinan

konsentrasinya akan melampaui kisaran terapeutik dan memasuki kisaran

toksik. Jika obat diberikan secara perlahan pengikatan konsentrasinya akan

lebih lambat.

Injeksi bolus dikenal dengan intermitten langsung yakni larutan

obat dalam volume yang sedikit diberikan melalui alat akses pembuluh

darah perifer atau kanula. Injeksi bolus diberikan selama 3-10 menit

tergantung pada jenis obat (Boyd, 2015).

Sejalan dengan hasil penelitian Mubarak (2014), di RSUD

R.Sardjigo sebesar 12.7% anak usia sekolah mengalami ekstravasasi infus

dikarenakan tidak menghentikan aliran infus ketika memasukkan

antibiotik melalui bolus sehingga terjadi ekstrvasasi infus.

Pada pemberian antibiotik yang tidak sesuai tidak satupun anak

(0.0%) yang mengalami ekstravasasi infus. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Mirah (2012), diketahui bahwa ekstravasi

yang disebabkan oleh antibiotik dapat dicegah dengan cara menghindari

pemasangan infus di dorsum tangan dan didekat sendi yang dapat

menyebabkan kerusakan fungsional.


52

Pemberian antibiotik tidak sesuai terdapat 14 orang anak yang

terjadi ekstrvasas infus dan tidak satupun anak (0.0%) yang mengalami

ekstrvasasi infus. Menurut teori Kejadian ekstravasasi melalui jalur

intravena rata-rata 0.1% sampai 7 % melalui jalur vena perifer. Angka

kejadian melalui kateter vena sentral 0.3% sampai 4.7%. Jika diberikan

hendaknya menghindari vena yang kecil, rapuh dan tidak pada daerah

pergelangan atau punggung tangan, menghindari vena sebelah sendi,

tendon, saraf dan area dekat siku serta menghindari penusukan kanul

berulang pada tempat yang sama, tekanan aliran infus yang tinggi

(Mubarakh, 2013).

Berdasarkan penelitian menurut Cicilia dkk (2015) bahwa dari 31

responden terdapat 15 anak dengan presentase 51.5% terjadi ekstrvasasi

karena vena kecil dan penusukan kanul yang berulang-ulang.

Faktor resiko yang berpotensi tinggi terjadi ekstravasasi juga

diungkapkan oleh Gippland Oncology Nurse Group (GONG,2008), dan

salah satu diantaranya adalah usia dan ukuran vena yang kecil. Usia adalah

umur individu yang terhitung mulai dari dilahirkan sampai saat berulang

tahun (Notoadmojo, 2010). Anatomi fisiologi pembuluh darah darah pada

anak, dewasa dan lanjut usia akan berbeda struktur dan isi produk darah itu

sendiri (misalnya pada orang yang masih muda dan produktif dengan

aktivitas yang aktif membuat kelenturan dinding pembuluh darah dan

sebaliknya dengan orang sudah lanjut usia akan mengalami kekakuan pada

pembuluh darah yang dapat menimbulkan resiko terhadap tertusuknya


53

pembuluh darah pada saat pemsangan infus (Darmawan, 2012). Dari hasil

penelitian Safiruddin (2013) didapatkan data dari 37 repsonden, terdapat

19 orang anak yang mengalami ekstravasasi infus (53.3%). Hal ini

menunjukkan karena dinding pembuluh darah vena kecil pada anak.

Adapun ungkapan keluarga responden yang didapatkan peneliti

diruangan Al-Fajar RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan yang

mengatakan bahwa pemberian obat injeksi mengakibatkan tangan

anaknya mengalami bengkak dan panas.

Dari hasil diatas maka peneliti berasumsi bahwa dalam pemberian

antibotik harus sesuai dengan SOP, oleh karena itu dalam melakukan

tindakan harus sesuai dengan faktor yang dilihat dari terjadinya

ekstravasasi infus.
54

4. Implikasi keperawatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan pemberian

antibiotik melalui injeksi bolus dengan terjadinya esktravasasi infus pada

anak usia 6-12 tahun di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan. Sehingga

diharapkan kepada perawat atau tim penyuluhan harus melakukan tindakan

yang rasional terhadap pemberian antibiotik melalui inejski bolus.

5. Keterbatasan penelitian

Dalam hal ini terdapat beberapa hal yang membatasi peneliti antara lain:

a. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Survey

Anality dengan teknik pendekatan Cross Sectional Study untuk

mengetahui antara kedua variabel. Dimana pada peneliti ini hanya

dilakukan pengukuran atau observasi pada saat pemberian injeksi

antibiotik.

b. Untuk peneliti selanjutnya disarankan bagi profesi perawat yang

tertarik meneliti variabel yang sama agar dapat mengemukakan

penelitian ini dengan menggunakan desain yang berbeda agar dapat

menambah wawasan bagi penelitin selanjutnya.


55

BAB VI

PENUTUP
C. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Ruangan Al-Fajar RSUD

Haji Provinsi Sulawesi Selatan yang dimulai 21 Januari 2019 – 15 Februari

2019 tentang hubungan pemberian antibiotik melalui injeksi bolus dengan

terjadinya ekstravasasi infus pada anak usia 6-12 Tahun dimana dalam hal ini:

1. Pemberian antibiotik dengan injeksi bolus di Ruangan A-Fajar RSUD Haji

Provinsi Sulawesi Selatan Dari 36 orang anak yang diteliti, pemberian

antibiotik yang sesuai sebanyak 20 orang anak (55.6%) dan yang tidak

sesuai sebanyak 16 orang anak (44.4%)

2. Terjadinya ekstrvasasi infus di Ruangan Al-Fajar RSUD Haji Provinsi

Sulawesi Selatan dari 36 orang anak yang diteliti, terjadi ekstravasasi infus

sebanyak 22 orang orang anak (61.1%) dan yang terjadi sebanyak 14 orang

anak (38.9%)

3. Terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian antibotik melalui

injeksi bolus dengan terjadinya ekstrvasasi infus pada anak usia 6-12 tahun

di Ruangan Al-fajar RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan, dimana

diperoleh nilai ρ = 0.000 < α (0.05).

D. Saran

Berdasarkan simpulan diatas maka adapun saran dari penulis yaitu :

1. Bagi perawat untuk dapat lebih meningkatkan kualitas kerja dalam

mengembangkan intervensi keperawatan secara baik dan benar sebagai

upaya untuk melakukan tindakan yang rasional sesuai dengan ketentuan

55
3
56

2. Bagi Rumah Sakit untuk dapat meningkatkan fasilitas ruang anak dan

menciptakan lingkungan yang nyaman bagi anak sehingga anak merasa

nyaman dalam proses menjalani perawatan di Rumah Sakit.

3. Bagi peneliti selanjutnya khususnya profesi perawat yang tertarik meneliti

dengan tema yang sama pemberian antibotik melalui injeksi bolus dengan

terjadinya ekstrvasasi infus pada anak usia 6-12 tahun diharapkan

pertimbangan variabel-variabel lainyang dapat mempengaruhi kejadian

ekstravasasi infus.
DAFTAR PUSTAKA

Adriana. D, “Tumbuh Kembang dan Terapi Pada Anak”, Edisi Revisi, Salemba
Medika, Jakarta, 2013.

Boyd. C, “Keterampilan Penatalaksanaan Obat Untuk Penanganan Obat Unyuk


Perawat”, Bumi Medika, Jakarta, 2015.

Depkes, “Pedoman Pengobatan Dasar”, Departemen Kesehatan RI, Jakarta,


2012. (http://publikasihilmiah.ums.ac.id/2012)

Firmana Dicky, “ Keperawatan Kemoterapi”, Salemba Medika, Jakarta, 2017.


Hidayat, A.A, “Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data”,
Salemba Medika, Jakarta, 2014.
Kemenkes, “Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik”, Kementrian Keseshatan
RI, Jakarta, 2011. (http://jurnal.ugm.ac.id/2015)

Mirah, I, G, A, “Komplikasi, Pencegahan dan Penanganan Ekstravasasi Agen


Kemoterapi”, Salemba Medika, Jakarta, 2013. (http://ojs.unud.ac.id/2013)

Mubarakh, C, “Risk Factors Affecting Ekstravasation Event Of Peripheral


Intravenous Chemotherapy”, General Hospital, Yogyakarta, 2013.
Nursalam, “Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan”, Edisi 4, Salemba Medika,
Jakarta, 2017.
Rosdiana, N, “Tata Laksana Ekstravasasi Karena Pemakaian Kemoterapi. Divisi
Haematologi Onkolgi”, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RS H.
Adam Malik Medan, 2009. (http://etd.repository.ugm.ac.id/2013)

Rendy, M. Clevo, “ Keterampilan Dasar Bidan dan Perawat”, Nuha Medika,


Yogyakarta, 2013.
Swandari, S, “Penggunaan Obat Rasional (POR) Melalui Indikator 8 Tepat dan 1
Waspada”, Balai Besar Pelatihan Kesehatan Makassar, Makassar, 2014
(http://media.neliti.com/media/publications/69915-ID-tata-laksana-
ekstravasasi-karena-pemakaian.pdf).
Lampiran 1
INFORMED CONSENT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Menyatakan kesedian menjadi responden pada penelitian yang dilaksanakan oleh:

Nama peneliti : Sri Muliasni Isar

Judul penelitian :Hubungan Pemberian Antibiotik Melalui Injeksi Bolus

Dengan Terjadinya Ekstravasasi Infus pada anak usia 6-12

Tahun di RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan.

Saya yakin bahwa penelitian ini tidak mengakibatkan efek samping terhadap fisik

dan mental saya dan juga kerahasiaan identitas saya sangat dijaga oleh peneliti.

Karena itu saya tidak akan menuntut peneliti dan hasil penelitiannya di kemudian

hari.

Makassar, Februari 2018

Responden

( )
Lampiran 2

DATA DEMOGRAFI

Tanggal:

A. Informasi Anak

1. Nama :

2. Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan

3. Usia :

4. Agama :

5. Suku :

6. Lama Hari Pemberian :

B. Informasi Orang Tua

1. IBU

a. Nama :

b. Umur :

c. Pekerjaan :

d. Suku :

2. BAPAK

a. Nama :

b. Umur :

c. Pekerjaan :

d. Pendidikan :

e. Suku :
Lampiran 3

LEMBAR OBSERVASI PEMBERIAN ANTIBIOTIK

A. Identitas Responden

Nama :

Umur :

B. Observasi tentang pemberian antibiotik melalui injeksi bolus pada anak

Petunjuk pengisian:

Berilah tanda (√) pada tindakan yang sesuai atau tidak sesuai.

No Tindakan Sesuai (1) Tidak sesuai (2)

1. Mencuci tangan sebelum pemberian injeksi antibiotik

2. Melakukan teknik aseptic

3. Mengalirkan infus pada saat pemberian

Pemberian antibiotik dengan dosis yang dianjurkan


4.
dokter

SKOR
Lampiran 4
LEMBAR OBSERVASI TERJADINYA EKSTRAVASASI INFUS

Grade ekstravasasi
Lama
No Jenis
Nama Umur Jk hari Antibiotik War
. cairan Integritas Temperature
injeksi na Edema Nyeri Demam
kulit kulit
kulit

Keterangan : ( terjadi nilai 2, tidak terjadi nilai 1 )

a. Warna kulit : normal (1), merah muda (2), merah (3), pucat dan kemeraha (4)

b. Integritas kulit : tidak ada kerusakan (1), luka lesi (2), kehilangan superfisial kulit (3), terekspos jaringan subkutis (4)

c. Temperatur kulit : normal (1), hangat (2), panas (3)

d. Edema : tidak ada (1), non-pitting (2), pitting (3)

e. Nyeri : nyeri ringan (1), nyeri sedang (2), nyeri berat (3)

f. Demam : normal (1), meningkat (2)


Lampiran 5

Jadwal Penelitian

No Kegiatan Tahun 2018-2019


Okt Des Jan Feb Mar Apr Mei

1 Pengajuan Judul

2 Konsul Proposal

3 Ujian Proposal

Perbaikan Proposal +
4 Persiapan Penelitian
Studi Kasus
Penelitian studi kasus +
5
Konsultasi
Ujian Hasil Penelitian
6
studi Kasus
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama Lengkap : Sri Muliasni Isar


Tempat dan Tanggal Lahir : Sinjai, 22 Juli 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Nikah
Alamat Asal : Sattulu Desa Pattongko Kec. Sinjai Tengah Kab.
Sinjai
Alamat di Makassar : Perumahan Bumi Batara Mawang Permai Kec.
Bontomarannu Kab. Gowa
No. HP :-
Alamat E-mail : srimuliasniisar123@gmail.com
Nama orang tua
Ayah : Muh Ismail, S.Sos
Ibu : Saheriah
Pendidikan
SD : SD 112 Sattulu (2003-2008)
SMP : SMP Negeri 1 Sinjai Tengah (2008-2011)
SMA : SMA Negeri 1 Sinjai Tengah (2011-2014)
DIII :UPTD Akper Anging Mammiri Makassar (2014-
2017)

Anda mungkin juga menyukai