Anda di halaman 1dari 4

Nama : Jihan chaniago

Nim :19232024

UAS Antropologi Musik

1. Berikan gambaran umum tentang antropologi music


a. Dari perspektif antropologi music, menurut “Seegre” music di pandang sebagai
produk manusia dan memiliki struktur, tetapi struktur tersebut tidak memiliki
keberadaannya sendiri terpisah dari perilaku yang memproduknya. Untuk memahami
kenapa music eksis sedemikian halnya,kita juga harus memahami bagaimana dan
kenapa konsep-konsep yang mendasari perilaku tersebut diatur sedemikian rupa
untuk menghasilkan bentuk yang terutama diinginkan dari bunyi yang terorganisir.

b. Jelaskan kerangka kerja teoritis antropologi music dalam mengkaji, memahami, dan
menjelaskan music sebagai prilaku manusia yang didasarkan pada tiga tingkatan
sebagai model yaitu, konsep music, perilaku yang berhubungan dengan music. Dan
bunyi music itu sendiri, dalam kerangka budaya suatu masyarakat. Fungsinya,
bagaimanapun, mungkin sesuatu yang sangat berbeda seperti yang dinilai melalui
evaluasi analitis yang berasal dari evaluasi rakyat. Itu siswa dapat, misalnya,
mempelajari sesuatu tentang nilai-nilai suatu budaya dengan menganalisis teks lagu
untuk apa yang mereka ungkapkan; Namun, dia melakukannya dari sudut pandang
rakyat dan analitik. Jadi kesimpulannya bukan hanya dia telah menemukan nilai ini
dan itu dalam teks lagu, tetapi juga teks lagu itu melakukan fungsi tertentu untuk
masyarakat melalui fakta bahwa mereka melakukannya mengekspresikan nilai-nilai.
Fungsi, khususnya, mungkin tidak diekspresikan atau genap dipahami dari sudut
pandang evaluasi rakyat — evaluasi seperti itu kami akan dikelompokkan di bawah
judul "konsep". Arti yang kami gunakan istilah-istilah ini, kemudian, mengacu pada
pemahaman tentang untuk apa dokumen music manusia sebagaimana dievaluasi oleh
pengamat luar yang berusaha untuk meningkatkan jangkauan pemahamannya dengan
cara ini. Model yang diajukan di sini adalah bentuk yang sederhana dan kelihatannya
memenuhi persyaratan. Model tersebut melibatkan tiga tingkatan analitik
konseptualisasi musik, perilaku dalam hubungan dengan musik, dan bunyi musik itu
sendiri. Tingkat pertama dari ketiga hal tersebut dihubungkan untuk menyediakan
perubahan konstan, pertunjukan dinamis alam oleh semua sistem music. Untuk tujuan
kenyamanan, kita dapat mulai dari tingkat ketiga dari bunyi musik itu sendiri. Bunyi
ini memiliki struktur, dan mungkin sebuah sistem, tapi tidak dapat berdiri sendiri, dan
bunyi musik harus dianggap sebagai produk perilaku yang menciptakannya. Yang
memunculkan produk ini adalah perilaku, dan perilaku dibagi tiga jenis utama.
Pertama perilaku fisik, yang dapat dibagi ke dalam perilaku fisik yang dilibatkan
dalam penciptaan bunyi, ukuran fisik dan sikap badan dalam memproduksi bunyi.
Kedua, perilaku sosial, yang dapat dibagi lagi ke dalam perilaku yang diminta
seorang individu karena dia seorang musisi, dan perilaku yang diminta oleh individu
non-musisi pada pertunjukan musik. Ketiga adalah perilaku verbal, berkaitan dengan
konstruksi verbal yang diekspresikan mengenai sistem musik itu sendiri. Ini melalui
perilaku, bahwa bunyi musik diciptakan, tanpa ini, tidak akan ada bunyi. Tetapi
perilaku itu sendiri didasari tiga tingkat, tingkat konseptualisasi musik. Untuk
bertindak dalam sistem musik, pertama kali seorang individu harus
mengonseptualisasikan jenis perilaku apa yang akan menciptakan bunyi yang tepat.
Ini tidak hanya mengacu pada perilaku fisik, sosial, verbal, tapi juga pada konsep
apakah musik itu dan bagaimana seharusnya musik itu. Tanpa konsep musik, perilaku
tidak terjadi, dan tanpa perilaku, musik tidak dapat tercipta. Pada tingkat inilah musik
ditemukan, dan nilai ini yang menyaring pengaruh sistem pada produk akhir.
Sedangkan konsep tentang musik diperkuat, diaplikasikan kembali ke perilaku,
dan muncul sebagai bunyi. Jika penilainnya bagaimanapun juga konsep harus diubah
untuk tujuan perluasan perilaku dan menciptakan bunyi berbeda yang dianggap sesuai
dalam kebudayaan. Ada timbal balik konstan dari produk terhadap konsep tentang
musik, dan ini apa yang disebut perubahan dan stabilitas sistem musik. Timbal balik
itu, tentunya, merepresentasikan proses pembelajaran untuk musisi dan non-musisi,
dan ini berkelanjutan.
2. Jelaskan persoalan “wanita dalam music” berdasarkan perspektif antropologi music.
Agger (2005: 2001) mengatakan teori feminis bukan hanya mempolitisasi
seksualitas dan domestikasi, namun juga mengaitkan politik gender di kehidupan
domestik dengan politik gender dan dunia kerja upahan dan kehidupan publik.
Feminisme adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan
dan keadilan hak dengan pria. Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina atau
perempuan. Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori
kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak
perempuan (Fakih, 2010). Secara leksikal, Moeliono, dkk, (1993) dalam Sugiastuti,
menjelaskan feminism adalah gerakan kaum perempuan yang menuntut persamaan hak
sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki. Persamaan hak itu meliputi semua
aspek kehidupan baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya (2005: 61).
Terkait dengan aktivitas perempuan dalam pertunjukan kesenian musik, ada sebagian
masyarakat tidak menerima, namun si seniman tetap saja ingin sejajar dengan laki-laki,
perempuan kurang boleh berkembang hanya karena adat seperti yang dijelaskan oleh
(Lich, 1998) dalam Suharto feminis vernacular (kedaerahan) muncul sebagai reaksi atas
terjadinya ketidakadilan terhadap penggenderan yang vernacular tersebut. Jadi,
feminisme vernacular muncul sebagai reaksi terjadinya ketidakadilan terhadap
perempuan oleh adat setempat dan tafsir agama yang salah pada waktu tertentu.
Secara umum sekarang ini kaum wanita dan laki-laki tidak ada perbedaan dalam
kegiatan baik dalam dunia politik, kekuasaan, ekonomi dan lain sebagainya baik laki-laki
maupun wanita tidak ada perbedaannya, semua pekerjaan laki-laki kaum wanitapun bisa
melaksanakannya mulai tukang ojek, tukang isi bensin sampai ke pejabat seperti Kepala
Negara kaum wanita juga ada. Begitu juga dengan berkesenian dan pertunjukan, kaum
perempuanpun sudah mengambil bagian. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain factor emosional, ekonomi, emansipasi, pewaris, dan sebagainya.
Munculnya politik orde baru tahun 1965, ketika individu mulai dijamin; sejak itu
pula kaum wanita telah ikut ambil bahagian sebagai salah satu emansipasi wanita yaitu
wanita juga ingin berbuat seperti kaum laki-laki, salah satunya berkarya seni. Semenjak
itulah bermunculan karya-karya kaum wanita di mana-mana. Salah satu tujuan wanita
berbuat seperti kaum laki-laki adalah berhubungan dengan factor ekonomi. Ternyata
kehadiran wanita dalam dunia musik sekarang ini lebih banyak tampil di depan umum
bahkan mempunyai penghasilan yang lebih dari laki-laki.

Anda mungkin juga menyukai