Etos kerja seseorang akan terlihat apabila pekerjaan yang ia lakukan memang pekerjaan yang sesuai dengan
bidang dan kompetensinya. Tidak kalah penting pula, jika orang tersebut memang menginginkan pekerjaan itu.
Apabila seseorang melakukan pekerjaan yang bukan bidangnya, apalagi kalau tidak memiliki kompetensi, jangan
harap dapat memperoleh hasil maksimal. Yang ada justru sebaliknya: kegagalan.
Allah shubhanahu wata‘ala berfirman:
قُ ْل ُكلٌّ يَ ْع َم ُل َعلَى َشاكِلَتِ ِهۦ فَ َربُّ ُك ْم أ َْعلَ ُم ِِبَ ْن ُه َو أ َْه َدى َسبِ ًيل
“Katakanlah (Muhammad),“Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing”. Maka Rabb-
mu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (QS. Al-Isrā’: 84)
Ayat ini mengisyaratkan, Allah menganugerahi setiap hamba-Nya dengan potensi dan kecenderungan tertentu.
Dalam bahasa modern disebut dengan talenta atau bakat.
Seseorang yang dapat dengan baik mengenali dan menggali potensi pemberian Allah tersebut, kemudian dapat
mewujudkan dalam bentuk kecakapan dan kompetensi dalam bidang tertentu, bukan suatu yang sulit bagi
dirinya untuk dapat meningkatkan etos kerja dan meraih hasil maksimal.
Dari rambu-rambu di atas yang paling penting untuk diperhatikan adalah tidak boleh melakukan pekerjaan yang
diharamkan oleh Allah shubhanahu wata’ala.
Kalau larangan Allah subhanahu wata’ala tersebut tetap dilanggar, maka akan membawa kehancuran bagi
individu orang tersebut juga bagi masyarakat sekitarnya. Misalnya, dengan melakukan perjudian dan bentuk
kecurangan lainnya.
Salah satu ayat yang menjelaskan hal ini adalah Surah al- Ma’idah: 90–91.
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan
mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka
jauhilah (perbuatan–perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah: 90)
“Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di
antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat, maka tidakkah
kamu mau berhenti?” (QS. Al-Maidah: 91)
Semoga Allah shubhanahu wata’ala senantiasa menuntun langkah kaki kita untuk selalu menetapi jalan
kebaikan sebagaimana yang diajarkan Allah shubhanahu wata’ala dalam firman-Nya dan
Rasulullaah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya.
ِت و ي
وتَ َقبَّ َل هللاُ ِم ِيِن،الذ ْك ِر احلَكِْي ٍم ِ ونَ َفع ِِن وإِ ََّّي ُكم ِِبَا فِي ِه ِمن اآلََّي،آن الْع ِظي ِم
ِ
َ َ ْ ْ َ َ َ ْ َ ََب َرَك هللاُ ِِل َولَ ُك ْم ِِف ال ُق ْر
العلِْي ُم ِ َّ وِمْن ُكم تَِلوتَه إِنَّه هو
َ السمْي ُع َُ ُ ُ َ ْ َ
KHUTBAH KEDUA
ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ
ي ُ أَ ْش َه ُد أَ ْن َْل إِلهَ إَِّْل هللاُ الْ َمل،ُي لَ ْوَْل أَ ْن َه َدا ََن هللا
ُ ْ ِك ا ْحلَ ُّق الْ ُمب َ ا ْحلَ ْم ُد هلل الذ ْي َه َدا ََن ِل َذا َوَما ُكنَّا لنَ ْهتَد
َص َحابِِه َوَم ْن تَبِ َعهُ إِ َٰل يَ ْوِم ِِ ٍ
ْ ص ِيل َعلَى ُُمَ َّمد َوآله َوأ
َ َ اللي ُه َّم ف،ي
ِ ِ ِ َن ُُم َّم ًدا عب ُده
َ ُ َْ َ َّ َوأَ ْش َه ُد أ
ُ ْ صاد ُق الْ َو ْعد ْاْلَم