Disusun oleh:
Rikma Rumbiyanto
20601241106
PJKR D 2020
Dosen Pengampu
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya sehingga
penulisan makalah yang berjudul “MAKALAH HAKIKAT PENGAJAR DAN PENDIDIK”
dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada
Rasulullah Saw, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah dijalan-Nya hingga
dijalan-Nya hingga akhir hayat.
Penyusunan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarah dan filsafat
pendidikan jasmani, penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karna itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membantu
sehingga kekurangan tersebut tidak terjadi lagi dan dapat memperbaiki kualitas penulis di masa
mendatang.
(Rikma Rumbiyanto)
ISI DAN PEMAHASAN
Melihat pendidikan dan prosesnya kepada manusia, sebetulnya pendidikan itu sendiri adalah
sebagai suatu proses kemanusiaan dan pemanusiaan. Hakikat pendidikan itu sendiri lebih
berorientasi kepada terbentuknya karakter (kepribadian/jati diri) seseorang. Setiap tahapan
pendidikan dievaluasi dan dipantau dengan saksama sehingga menjadi jelas apa yang menjadi
potensi positif seseorang yang harus dikembangkan dan apa yang menjadi faktor negatif seseorang
yang perlu disikapi. Akar dari karakter ada dalam cara berpikir dan cara merasa seseorang.
Selanjutnya, istilah pengajaran dalam bahasa inggris disebut instruction atau teaching. Yakni
bermakna memberikan pengarahan agar dapat melakukan sesuatu; Mengajarkan agar melakukan
sesuatu; memberikan informasi.
Menurut Tardif (1987) arti Pengajaran adalah sebuah proses kependidikan yang sebelumnya
direncanakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan serta dirancang untuk mempermudah belajar.
Menurut Hasbullah (2012: 49) mengemukakan tentang perbedaan pendidikan dan pengajaran yang
ditinjau dari pengertiannya. Pendidikan menurutnya tidak hanya berupa proses pemberian ilmu
pengetahuan kepada peserta didik, tetapi lebih jauh berupa pemberian nilai. Sedangkan pengajaran
hanyalah dapat diartikan suatu proses pemberian ilmu pengetahuan saja, tanpa menyangkut nilai.
Menurut Muhibbin Syah (2008: 36), hal itu merupakan persepsi yang salah atau keliru. Menurutnya
pengajaran boleh jadi tidak sama persis dengan pendidikan, tetapi tidak berarti diantara keduanya
terdapat jurang pemisah yang mengakibatkan timbulnya perbedaan yang mencolok. Pendidikan
boleh juga dipandang lebih utama daripada pengajaran dalam arti sebagai konsep ideal. Namun, sulit
dipercaya apabila ada sebuah sistem pendidikan dapat berjalan tanpa adanya pengajaran. Alhasil,
hakikat hubungan antara pendidikan dengan pengajaran itu kira-kira ibarat dua sisi uang koin yang
satu sama lain saling memerlukan.
Dalam pengertian yang sempit, pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk
memperoleh pengetahuan (McLeod, 1989). Pendidikan ialah segala pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup, serta pendidikan dapat diartikan sebagai
pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal (Mudyahardjo,
2001:6). Dalam arti luas, pendidikan meliputi semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk
mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan keterampilannya kepada
generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani
maupun rohani. Artinya, pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk (dengan
pengaruhnya) meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan
tanggung jawab moril dari segala perbuatannya (Poerbakawatja dan Harahap, 1981).
Pada hakikatnya pendidikan dan pengajaran merupakan dua hal berbeda namun tidak bisa
dipisahkan dan saling berkaitan. Pendidikan sejatinya merupakan proses mendewasakan manusia
untuk menciptakan interaksi yang menghasilkan kreativitas dan pengalaman belajar. Sedangkan
pengajaran dapat disebut juga proses belajar mengajar, guru sebagai subjek pengajaran bertugas
mengupayakan penyampaian kepada siswa. Pendidikan dan pengajaran sama-sama bertujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa.
B. Hakikat Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan salah satu pelajaran wajib yang dilaksanakan di berbagai
jenjang sekolah, mulai dari SD, SMP, hingga SMA/SMK. Oleh karena itu, untuk mengetahui makna
pendidikan jasmani sebaiknya para pengajar harus mempelajari pengertian dari pendidikan jasmani
itu sendiri. Hal ini dilakukan agar tidak salah persepsi mengenai pengertian pendidikan jasmani.
Berikut ini adalah beberapa pengertian pendidikan jasmani dari berbagai pakar. Pakar yang pertama
mengatakan pendidikan jasmani berarti melatih fisik, dan sama pentingnya, mendidik orang tentang
tubuh dan kebutuhannya. Dengan kata lain, untuk memenuhi tantangan dan memberikan layanan
kesehatan yang dibutuhkan bangsa, pendidikan jasmani harus diperhatikan tidak hanya dengan
kegiatan fisik, permainan, olah raga, dan bentuk aktivitas fisik lainnya, namun juga dengan
mengkomunikasikan kepada publik dampak biologis (Bucher & Thaxton, 1981). Definisi
selanjutnya mengatakan pendidikan jasmani adalah bagian integral dari keseluruhan proses
pendidikan, merupakan usaha yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja manusia melalui media
kegiatanfisik yang telah dipilih dengan tujuan untuk mewujudkan hasilnya (Bucher, 1983).
Perkembangan definisi terus berlanjut sehingga makna pada pendidikan jasmani adalah bagian yang
tidak terpisahkan dari keseluruhan proses pendidikan dan bertujuan untuk membangun
masyarakat secara fisik, mental, emosional, dan sosial sesuai dengan media kegiatan fisik yang
telah dipilih dengan tujuan untuk mewujudkan sebuah hasil (Bucher & Koenig, 1983). Kemudian
pendefinisiannya berkembang sehingga mengartikan pendidikan jasmani adalah seni dan sains
gerakan manusia, pendidikan olahraga, pendidikan kebugaran dan efek stres fisik terhadap tubuh
manusia, pengobatan preventif dan rehabilitatif, studi bermain, perkembangan persepsi gerak, studi
tentang energi manusia, dan disiplin akademis yang menyelidiki penggunaan dan makna aktivitas
fisik untuk memahami efek dan keterkaitannya dengan orang dan budaya (Pestolesi & Baker, 1990).
Adapun ada yang berpendapat pendidikan jasmani didefinisikan dengan tepat sebagai tahap total
proses pendidikan yang berkaitan dengan pengembangan dan pemanfaatan kemampuan gerakan
sukarela, tujuan, gerakan, dan tanggapan mental, emosional dan sosial yang terkait langsung (Nixon
& Jewett, 1980).
Dari beberapa pendapat para pakar di atas, maka dengan demikian pendidikan jasmani dapat
diartikan menjadi suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk membangun pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik dari aspek fisik, intelektual, keterampilan gerak, dan sikap yang
dilakukan melalui kegiatan jasmani atau gerak tubuh, agar menjadi manusia yang sehat, cerdas,
terampil dalam bergerak, dan berbudi pekerti luhur, sehingga dapat berpengaruh baik mengenai
kualitas hidupnya di masa mendatang. Pelaksanaan pendidikan jasmani di sekolah perlu
diperhatikan, sebab dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik juga ditentukan
oleh pelaksanaan pendidikan jasmani di sekolah. Selain itu pendidikan jasmani tidak hanya sekedar
mata pelajaran yang sebatas dilakukan di sekolah dengan cara bermain-main saja, namun pendidikan
jasmani juga dapat berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat kelak.
C. Tujuan dan Manfaat Pendidikan
Pendidikan merupakan jalur menuju kesetaraan kesempatan bagi semua, demokrasi yang
sehat dan adil, ekonomi produktif, dan pembangunan berkelanjutan (Department for Education and
Skills, 2004). Sedangkan pendapat lain yaitu tujuan pendidikan umum yang menggabungkan domain
kognitif, afektif, dan psikomotorik, dapat digunakan menunjukkan bahwa ada empat kategori utama
tujuan pendidikan: (1) realisasi diri, (2) hubungan manusia, (3) efisiensi ekonomi, dan (4) tanggung
jawab kewarganegaraan (Bucher & Koenig, 1983). Sedangkan dalam pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional).
D. Tujuan dan Manfaat Pendidikan Jasmani
Membangun norma moral dan budipekerti sebagai pendidikan karakter sangat dibutuhkan
dalam pendidikan, baik itu pendidikan formal maupun pendidikan nonformal (Wahono, 2018).
Pendidikan berfungsi sebagai sarana pembentukan moral atau akhlak seseorang. Moral atau akhlak
dapat di pengaruhi dengan lingkungan sekitar, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun
lingkungan masyarakat baik dari pengaruh positif maupun pengaruh negatifnya. Moral atau akhlak
dapat dikategorikan baik jika dipengaruhi lingkungan yang baik, begitu juga moral atau akhlak dapat
dikategorikan buruk jika dipengaruhi lingkunan yang buruk. Untuk mencapai keberhasilan
pendidikan terseut, terdapat enam komponen berhasil dilaksanakan antara lain, faktor media
pembelajaran, faktor sarana dan prasarana, kurikulum, infratruktur, tenaga pengajar dan kepala
sekolah.
Melalui pelaksanaan program pendidikan jasmani yang teratur, perkembangan hidup siswa
akan semakin tumbuh sempurna, bukan hanya pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya saja,
melainkan juga keadaan emosi, mental, dan hubungan sosialnya menjadi lebih baik karena mampu
berinteraksi melalui sikap dan perilaku yang direstui masyarakat (Lutan, 2001). Pendidikan jasmani
digunakan untuk kalangan pendidikan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan (Dwiyogo,
2010). Selain itu melalui pendidikan jasmani dapat mendorong seseorang untuk bertumbuh kembang
dengan maksimal menyangkut aspek fisik, keterampilan gerak, pengetahuan, dan sikap sosial
mencapai tujuan pendidikan (Siedentop et al., 2011). Pendidikan jasmani akan berpengaruh pada
pembetukan karakter anak anak sejak dini dimana merupakan sebuah bagian yang tidak terpisahkan
dari pendidikan pada umumnya yang mempengaruhi potensi peserta didik dalam hal kognitif,
afektif, dan psikomotor melalui aktivitas jasmani.
Nilai sosial adalah pedoman hidup kelompok tentang sesuatu yang dianggap baik dan
dianggap buruk. Salah satu ciri nilai sosial berasal dari proses interaksi dan bukan ada karena bawaan
dari lahir. Ada beberapa ahli yang menjelaskan tentang nilai sosial. Berikut ini adalah beberapa
pendapat para ahli tentang nilai sosial.
a. Anthony Giddens
Menurut Anthony Giddens nilai sosial bisa membantu menentukan apa saja yang perlu
dilakukan dan diterapkan. Selain itu, nilai sosial dapat menentukan apa saja yang akan menjadi
hal buruk serta tidak boleh untuk dilakukan. Lalu, nilai sosial juga bisa membantu menentukan
hal baik yang bisa dilakukan secara berkelanjutan.
b. Horton dan Hunt
Menurut Horton dan Hunt, nilai sosial memiliki cakupan seluruh tindakan yang dilakukan
oleh individu dalam sekelompok masyarakat. Tindakan ini akan memiliki penilaian baik dan
buruk yang sekaligus bisa menentukan apakah tindakan tersebut penting untuk dilakukan atau
justru tindakan tersebut dianggap tidak penting.
c. Dardji Darmodiharjo
Dardji Darmodiharjo memiliki pendapat tentang nilai sosial yaitu sebagai sesuatu yang bisa
berguna bagi kehidupan manusia secara jasmani dan rohani. Oleh karena itu, nilai sosial bisa
memberikan dorongan perilaku individu menjadi lebih baik lagi.
d. Hendropuspito
Hendropuspito menjelaskan jika nilai sosial merupakan segala bentuk aturan yang dihargai
oleh masyarakat karena memiliki daya guna berupa fungsional bagi perkembangan hidup
masyarakat. Itu artinya, nilai sosial bisa diartikan sebagai hasil kesepakatan bersama yang telah
diakui dan dipatuhi secara bersama oleh suatu kelompok masyarakat.
e. Soerjono Soekanto
Soerjono Soekanto menjelaskan jika nilai sosial adalah sebuah konsep abstrak yang ada di
dalam diri manusia. Konsep ini bisa dianggap benar maupun salah.
Menurut Marti Blanch dan Merry dalam PKBI (1999) bagaimana manusia beradaptasi atau
menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran
dan fungsi dalam kehidupan manusia. Mengingat manusia adalah mahluk sosial maka dalam
hubungan sosial ini, manusia dapat merealisasikan kehidupan serta dapat berkembang menjadi
manusia seutuhnya. Hubungan sosial terkait akan public self consciousness yaitu bagaimana
individu dapat berkomunikasi dengan orang lain. Hubungan sosial mencakup dukungan sosial dalam
bentuk aktivitas seksual (Sarwono, 2012).
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya pendidikan
merupakan upaya untuk memanusiakan manusia. Manusia adalah makhluk tinggi derajatnya
dibandingkan dengan makhluk lain. Hal ini dikarenakan Tuhan telah menganugerahkan kemampuan
berbahasa dan akal pikiran atau rasio. Karenanya pendidikan merupakan usaha dengan sengaja dari
orang dewasa memberikan bimbingan kepada anak murid (peserta didik), dengan tujuan untuk
membina mental dan spiritual hingga tercapainya istilah insan kamil. Dalam proses pendidikan, guru
dan siswa merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Di sinilah
terjadinya proses belajar dan pembelajaran. Belajar merupakan kegiatan berproses dan merupakan
unsur yang sangat fundamental dalam setiap jenjang pendidikan. Dalam keseluruhan proses
pendidikan, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dan penting dalam keseluruhan
proses pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan jasmani di sekolah perlu diperhatikan, sebab dalam menunjang
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik juga ditentukan oleh pelaksanaan pendidikan jasmani
di sekolah. Selain itu pendidikan jasmani tidak hanya sekedar mata pelajaran yang sebatas dilakukan
di sekolah dengan cara bermain-main saja, namun pendidikan jasmani juga dapat berpengaruh dalam
kehidupan bermasyarakat kelak. Di samping itu para pengajar pendidikan jasmani hendaknya saling
berkoordinasi dan bekerja sama dalam penerapan kajian yang sesuai dalam pendidikan jasmani,
sehingga dalam peserta didik tertanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur yang sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Bucher, C. A. (1983). Foundations of Phisical Education & Sport. The C.V. Mosby Company.
Bucher, C. A., & Koenig, C. R. (1983). Methods and Materials for Secondary School Physical
Education. The C.V. Mosby Company.
Bucher, C. A., & Thaxton, N. A. (1981). Physical education and sport: Change and Challenge. The
C.V. Mosby Company.
Bucher, C. A., & Wuest, D. A. (2009). Physical Education, Exercise Science And Sport. McGraw-
Hill Companies Inc.
Darmodiharjo, Darji, dan Shidarta. (2006). Pokok-pokok Filsafat Hukum (Apa dan Bagaimana
Filsafat HukumIndonesia), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Cet, VI.
Dwiyogo, W. D. (2010). Penelitian Keolahragaan. UM Press.
Lutan, R. (2001). Asas-Asas Pendidikan Jasmani: Pendekatan Pendidikan Gerak di Sekolah Dasar.
Depdiknas.
Masgumelar, N. K., & Mustafa, P. S. (2021). Pembelajaran Pendidikan Olahraga Berbasis Blended
Learning untuk Sekolah Menengah Atas. Jurnal Kejaora (Kesehatan Jasmani Dan Olah
Raga) https://doi.org/https://doi.org/10.36526/kejaora.v6i1.1222
Mudyahardjo, Redja (2001). Pengantar Pendidikan. (Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-dasar
Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia). Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Muhibbin, Syah. (2008). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nixon, J. E., & Jewett, A. E. (1980). An Introduction to Physical Education. Saunders College
Publishing.
Pestolesi, R. A., & Baker, C. (1990). Introduction to Physical Education Contemporary Careers
Approach. Scott, Foresman and Company.
Sarwono, Sarlito W. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Siedentop, D., Hastie, P. A., & Mars, H. van der. (2011). Complete Guide to Sport Education (2nd
ed.). Human Kinetics.
Wahono, M. (2018). Pendidikan Karakter: Suatu Kebutuhan Bagi Mahasiswa di Era Milenial.