Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH STANDAR AUDIT 250, 260 & 265

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Auditing III


yang Diampu oleh Bapak Jaenal Abidin., SE. M. Ak., Ak

DISUSUN OLEH :

 FEBRI RAMADLAN (200121006)


 GINA MAWARNI (200121004)
 MUALIMAH FIKRIANI (200121016)
 SEKAR MARTANIA NURHAYATI (200121043)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur kepada Allah SWT,karena atas Rahmat dan
Ridhonya, Kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Auditing III tentang “STANDAR
AUDIT 250,260 dan 265” ini untuk memenuhi salah satu tugas .Dalam kesempatan ini,kami
ingin mengucapkan terimakasih kepada dosen kami yang Membimbing kami dalam
mengerjakan tugas makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan tepat waktu.

Dalam makalah ini kami membahas agar pembaca dapat memperluas ilmu Tentang standar
profesioal akuntan publik : standar audit 250, 260 dan 265.Di dalam makalah ini terdapat
tujuan, definisi hingga dokumentasi

kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, namun
demikian telah memberikan manfaat bagi kami selaku penyusun,dan semoga makalah ini
dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.Oleh karena itu kami
menerima segala kritik dan saran dari para pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
selanjutnya. Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang standar audit ini dapat
memberikan manfaat terhadap para pembaca.

Cirebon, 5 november 2022

Kelompok 3 (tiga )
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada masa di mana jumlah informasi yang tersedia untuk pengambilan keputusan melalui
basis data elektronik, internet, dan sumber-sumber lainnya berkembang dengan cepat, ada
kebutuhan atas informasi agar lebih diandalkan, terpercaya, relevan, dan tepat waktu.
Informasi yang andal sangat dibutuhkan jika manager, investor, kreditor, dan badan
pembuat peraturan pembuat keputusan. Jasa audit dan assurance dapat membantu
memastikan bahwa informasi dapat diandalkan, terpercaya, relevan, dan tepat waktu.
Bahkan audit menyediakan kerangka kerja yang bermanfaat atau “toolbox” untuk
meningkatkan keandalan informasi yang digunakan oleh pembuat keputusan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah Definisi Dari Standar Audit 250, 260 & 265


2. Mengenal Ruang Lingkup Dari Standar Audit 250, 260 & 265
3. Apa Tujuan Dari Standar Audit 250, 260 & 265
4. Apa Ketentuan Dari Standar Audit 250, 260 & 265

C. TUJUAN

Mengetahui dan memahami pengertian standar audit 250, 260 & 265 , perbedaan standar
audit 250, 260 & 265 dan cara pelaksanaan dari standar audit 250, 260 & 265
BAB II

PEMBAHASAN

1. SA 250 Pertimbanagan Atas Peraturan Perundang-undangan Dalam


Audit Atas Laporan Keuangan

A. Ruang Lingkup

Standar Audit (SA) ini mengatur tentang tanggung jawab auditor untuk mempertimbangkan
peraturan perundang-undangan dalam audit atas laporan keuangan. SA ini tidak berlaku
bagi perikatan asurans lain yang ditugaskan kepada auditor secara spesifik untuk melakukan
pengujian dan pelaporan secara terpisah atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan tertentu.

B. Dampak Peraturan Perundang-Undangan

Dampak peraturan perundang-undangan terhadap laporan keuangan sangat bervariasi.


Peraturan perundang-undangan tersebut bersifat mengikat dan merupakan kerangka
peraturan perundangan-undangan bagi suatu entitas. Ketentuan dalam beberapa peraturan
perundang-undangan berdampak langsung terhadap laporan keuangan yang menentukan
angka dan pengungkapan yang dilaporkan dalam suatu laporan keuangan suatu entitas.
Peraturan perundang- undangan lain merupakan peraturan yang harus dipatuhi oleh
manajemen atau menetapkan ketentuan yang mengatur entitas dalam menjalankan
bisnisnya, namun tidak berdampak langsung terhadap laporan keuangan suatu entitas.
Beberapa entitas beroperasi dalam industri yang diatur secara ketat (seperti bank dan
perusahaan kimia). Sementara entitas lain hanya diatur oleh peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan aspek umum operasi bisnis (seperti aspek yang terkait
dengan keselamatan dan kesehatan, serta pemberian kesempatan yang sama untuk
mendapatkan pekerjaan). Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dapat
mengakibatkan denda, litigasi, atau konsekuensi lain bagi entitas yang dapat menimbulkan
dampak material terhadap laporan keuangan.

C. Tanggung Jawab untuk Mematuhi Peraturan Perundang-Undangan

Adalah merupakan tanggung jawab manajemen, dengan pengawasan dari pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola, untuk memastikan bahwa operasi entitas dijalankan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk kepatuhan terhadap
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang menentukan angka dan
pengungkapan yang dilaporkan dalam laporan keuangan suatu entitas.
C.1 Tanggung Jawab Auditor

Ketentuan dalam SA ini didesain untuk membantu auditor dalam mengidentifikasi kesalahan
penyajian material dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan. Namun, auditor tidak bertanggung jawab untuk mencegah
dan tidak dapat diharapkan untuk mendeteksi ketidakpatuhan terhadap seluruh peraturan
perundang-undangan.

Auditor bertanggung jawab untuk memeroleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan
secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh
kecurangan maupun kesalahan.1 Dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan, auditor
juga harus mempertimbangkan kerangka peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena keterbatasan inheren dalam audit, terdapat risiko yang tidak dapat dihindari
bahwa beberapa kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan tidak dapat
terdeteksi, meskipun audit telah direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan SA secara
tepat.2 Dalam konteks peraturan perundang-undangan, sebagai akibat keterbatasan
inheren ini, dampak potensial pada kemampuan auditor untuk mendeteksi kesalahan
penyajian material adalah lebih besar, yang disebabkan beberapa alasan berikut:

 Terdapat banyak peraturan perundang-undangan, secara prinsip berhubungan


dengan aspek operasi suatu entitas, yang umumnya tidak berdampak terhadap
laporan keuangan dan tidak dicakup oleh sistem informasi entitas yang relevan
dengan pelaporan keuangan.
 Ketidakpatuhan dapat melibatkan perilaku yang secara sengaja didesain
untukmenyembunyikan ketidakpatuhan tersebut, seperti kolusi, pemalsuan,
kesengajaan untuk tidak mencatat transaksi, kesengajaan manajemen untuk
mengabaikan pengendalian yang ada, atau pernyataan salah yang secara sengaja
dibuat untuk auditor.
 Keputusan apakah suatu tindakan merupakan ketidakpatuhan pada akhirnya
merupakan suatu hal yang harus diputuskan oleh pengadilan atau badan ajudikatif
lainnya yang tepat.

Biasanya, makin jauh hubungan antara ketidakpatuhan dengan peristiwa dan transaksi yang
tercermin dalam laporan keuangan, makin kecil pula kemungkinan auditor untuk menyadari
atau mengetahui terjadinya ketidakpatuhan tersebut.

SA ini membedakan tanggung jawab auditor dalam kaitannya dengan kepatuhan terhadap
dua kategori peraturan perundang-undangan yang berbeda di bawah ini:

a. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang secara umum berdampak langsung


terhadap penentuan angka dan pengungkapan material dalam laporan keuangan,
seperti peraturan perundang-undangan pajak dan dana pensiun dan.
b. Peraturan perundang-undangan lain yang tidak berdampak langsung terhadap
penentuan angka dan pengungkapan dalam laporan keuangan, namun
kepatuhannya fundamental bagi aspek kegiatan operasi bisnis, bagi kemampuan
entitas untuk mempertahankan usahanya, atau untuk menghindari terjadinya sanksi
berat (sebagai contoh: kepatuhan terhadap ketentuan dalam suatu izin usaha,
kepatuhan terhadap ketentuan solvabilitas yang diwajibkan oleh regulator, atau
kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan tentang lingkungan hidup);
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan seperti tersebut di atas
dapat berdampak material terhadap laporan keuangan

Dalam SA ini, ketentuan yang berbeda diterapkan untuk setiap kategori peraturan
perundang-undangan yang disebutkan di atas. Untuk kategori yang dijelaskan dalam
paragraf 6(a), tanggung jawab auditor adalah untuk memeroleh bukti audit yang cukup dan
tepat mengenai kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang- undangan yang
terkait. Untuk kategori yang dijelaskan diatas, tanggung jawab auditor terbatas pada
pelaksanaan prosedur audit tertentu yang dapat membantu mengungkapkan
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang- undangan yang dapat berdampak material
terhadap laporan keuangan.

Dalam SA ini, auditor diharuskan untuk selalu waspada terhadap adanya kemungkinan
bahwa prosedur audit lain yang diterapkan untuk tujuan perumusan opini atas laporan
keuangan dapat menjadi perhatian auditor akan adanya kondisi ketidakpatuhan.
Mempertahankan skeptisisme profesional selama audit, sebagaimana yang diharuskan
dalam SA 200 (Revisi 2021), 3 adalah penting dalam konteks ini, dengan mempertimbangkan
luasnya peraturan perundang-undangan yang berdampak terhadap entitas.

Auditor dapat memiliki tanggung jawab tambahan oleh peraturan perundang- undangan
atau ketentuan etika yang relevan mengenai ketidakpatuhan entitas terhadap peraturan
perundang-undangan, yang dapat berbeda dari atau melampaui SA ini.

(a) Respons atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang


diidentifikasi atau diduga terjadi, termasuk ketentuan terkait komunikasi spesifik
kepada manajemen dan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, menilai
ketepatan responsnya terhadap ketidakpatuhan, dan menentukan apakah
diperlukan suatu tindakan lanjutan.
(b) Pengomunikasian kepada auditor lain (sebagai contoh: dalam audit atas laporan
keuangan grup) mengenai ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang diidentifikasi atau diduga terjadi; dan
(c) Ketentuan dokumentasi mengenai ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang diidentifikasi atau diduga terjadi.

Kepatuhan terhadap tanggung jawab tambahan dapat memberikan informasi tambahan


yang relevan untuk pekerjaan auditor berdasarkan SA ini dan SA lainnya (sebagai contoh:
mengenai integritas manajemen atau, jika relevan, pihak yang bertanggung jawab atas tata
kelola).
D. Tujuan auditor adalah

a. Untuk memeroleh bukti audit yang cukup dan tepat mengenai kepatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan yang secara umum berdampak langsung
terhadap penentuan angka dan pengungkapan material dalam laporan keuangan;
b. Untuk melaksanakan prosedur audit tertentu untuk membantu dalam mengidentifikasi
adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang- undangan lain yang dapat
berdampak material terhadap laporan keuangan dan
c. Untuk merespons secara tepat adanya ketidakpatuhan yang diidentifikasi atau diduga
terjadi terhadap peraturan perundang-undangan yang diidentifikasi selama
pelaksanaan audit.

E. Definisi SA 250

Istilah berikut memiliki makna:

Ketidakpatuhan: Tindakan untuk mengabaikan atau melakukan sesuatu, baik yang disengaja
maupun tidak disengaja, yang dilakukan oleh entitas, atau oleh pihak yang bertanggung
jawab atas tata kelola, oleh manajemen, atau oleh individu lain yang bekerja untuk atau di
bawah arahan entitas, yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Ketidakpatuhan tidak termasuk perilaku pribadi yang tidak tepat yang tidak
berkaitan dengan aktivitas bisnis entitas.

F. Ketentuan

F.1 Pertimbangan Auditor atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan

Berdasarkan SA 315 (Revisi 2021), 4 sebagai bagian dari pemerolehan pemahaman entitas
dan lingkungannya, auditor harus memeroleh suatu pemahaman umum mengenai:

a. Kerangka peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi entitas dan industri atau
sektor yang di dalamnya entitas beroperasi dan
b. Bagaimana entitas mematuhi kerangka tersebut.

Selama proses audit, auditor harus tetap waspada terhadap adanya kemungkinan bahwa
melalui penerapan prosedur audit lain, ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang terjadi atau diduga terjadi dapat menjadi perhatian auditor.

Auditor harus meminta kepada manajemen dan, jika relevan, kepada pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola untuk memberikan representasi tertulis bahwa telah
mengungkapkan kepada auditor seluruh ketidakpatuhan atau dugaan ketidakpatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan yang diketahui, yang dampaknya harus
dipertimbangkan ketika penyusunan laporan keuangan.

F.2 Prosedur Audit Ketika Ketidakpatuhan Diidentifikasi atau Diduga Terjadi


Ketika auditor menyadari informasi mengenai adanya ketidakpatuhan atau dugaan
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, auditor harus memeroleh:

a. Pemahaman atas sifat ketidakpatuhan dan kondisi terjadinya ketidakpatuhan; dan


b. Informasi lanjutan untuk mengevaluasi kemungkinan dampak terhadap laporan
keuangan.

Ketika auditor menduga kemungkinan terjadi ketidakpatuhan, auditor harus membahas hal
tersebut, kecuali dilarang oleh peraturan perundang-undangan, kepada manajemen pada
level yang tepat dan, jika relevan, kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola.
Jika manajemen atau, jika relevan, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola tidak
dapat memberikan informasi memadai yang mendukung bahwa entitas mematuhi
peraturan perundang-undangan dan, menurut pertimbangan auditor, dampak dugaan
ketidakpatuhan tersebut material terhadap laporan keuangan, maka auditor harus
mempertimbangkan keputusan untuk memeroleh advis hukum.

Ketika informasi yang cukup tentang dugaan adanya ketidakpatuhan tidak dapat diperoleh,
auditor harus mengevaluasi dampak tidak memadainya bukti audit yang cukup dan tepat
tersebut terhadap opini auditor.

Auditor harus mengevaluasi implikasi ketidakpatuhan yang diidentifikasi atau diduga terjadi
dalam kaitannya dengan aspek lain dalam audit, termasuk penilaian risiko auditor dan
keandalan representasi tertulis, serta mengambil tindakan yang tepat.

F.3 Pengomunikasian dan Pelaporan atas Ketidakpatuhan yang Diidentifikasi atau Diduga
Terjadi

Pengomunikasian Ketidakpatuhan yang Diidentifikasi atau Diduga Terjadi kepada Pihak yang
Bertanggung Jawab atas tata kelola kecuali jika semua pihak yang bertanggung jawab atas
tata kelola ikut terlibat dalam manajemen entitas, dan oleh karena itu mereka menyadari
hal yang terkait denganketidakpatuhan yang terjadi atau diduga terjadi yang sudah
dikomunikasikan olehauditor,5 maka auditor harus mengomunikasikan, kecuali dilarang
oleh peraturanperundang-undangan, kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola
mengenai hal yang berkaitan dengan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang ditemukan auditor selama pelaksanaan audit, kecuali jika hal tersebut
secara jelas tidak penting.

Berdasarkan pertimbangan auditor, ketika ketidakpatuhan sebagaimana yang dijelaskan


diatas dilakukan secara sengaja dan material, auditor harus segera mengomunikasikan hal
tersebut kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola.

Ketika auditor menduga bahwa manajemen atau pihak yang bertanggung jawab atas tata
kelola terlibat dalam ketidakpatuhan, auditor harus mengomunikasikan hal tersebut kepada
pihak berwenang dalam entitas yang memiliki tingkat otoritas yang lebih tinggi, jika ada,
seperti komite audit atau dewan pengawas. Apabila pihak dengan otoritas lebih tinggi tidak
dimiliki oleh entitas, atau apabila auditor tidak yakin bahwa komunikasi yang dilakukannya
akan direspons atau auditor tidak yakin kepada siapa ia harus melapor, maka auditor harus
mempertimbangkan kebutuhan untuk memeroleh advis hukum.

F.4 Dokumentasi

Auditor harus mencantumkan ke dalam dokumentasi audit8 mengenai ketidakpatuhan


terhadap peraturan perundang-undangan yang diidentifikasi atau diduga terjadi :

a. Prosedur audit yang dilaksanakan, pertimbangan profesional signifikan yang


diterapkan, dan kesimpulan yang diperoleh; dan
b. Diskusi mengenai hal-hal signifikan terkait ketidakpatuhan kepada manajemen, pihak
yang bertanggung jawab atas tata kelola, dan pihak lainnya, termasuk bagaimana
manajemen dan, jika relevan, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola telah
merespons hal tersebut.
2. SA 260 Komunikasi Kepada Pihak Yang Bertanggung Jawab Atas Tata
Kelola

A. Ruang Lingkup

Standar Audit (SA) ini mengatur tentang tanggung jawab auditor untuk mengomunikasikan
kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dalamaudit atas laporan keuangan.
Meskipun SA ini berlaku dengan mengabaikan struktur atau ukuran tata kelola entitas,
pertimbangan khusus diterapkan ketika semua pihak yang bertanggung jawab atas tata
kelola dilibatkan dalam pengelolaan suatu entitas, dan untuk emiten. SA ini tidak
menetapkan ketentuan mengenai komunikasi auditor kepada manajemen atau pemilik,
kecuali mereka juga sebagai pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola.

SA ini ditulis dalam konteks audit atas laporan keuangan, namun juga dapat diterapkan,
diadaptasi seperlunya sesuai dengan kondisi, pada audit atas informasi keuangan historis
lainnya ketika pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola memiliki tanggung jawab
untuk mengawasi penyusunan informasi keuangan historis lainnya.

Dengan menyadari pentingnya komunikasi dua arah yang efektif dalam suatu audit atas
laporan keuangan, SA ini menyediakan kerangka menyeluruh untuk komunikasi auditor
kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, dan mengidentifikasi beberapa hal
spesifik yang perlu dikomunikasikan kepada mereka. Hal tambahan lainnya yang perlu
dikomunikasikan, yang merupakan pelengkap ketentuan SA ini, diidentifikasi dalam SA lain
(lihat Lampiran 1). Selain itu, SA 265 (Revisi 2021) menetapkan ketentuan spesifik yang
berkaitan dengan komunikasi tentang defisiensi signifikan dalam pengendalian internal yang
diidentifikasi oleh auditor selama audit kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata
kelola. Hal-hal yang tidak diharuskan dalam SA ini atau SA lainnya, dapat diharuskan untuk
dikomunikasikan menurut peraturan perundang-undangan, perjanjian dengan entitas, atau
ketentuan tambahan yang berlaku dalam perikatan, sebagai contoh, standar yang
diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia. Tidak terdapat hal-hal lainnya dalam SA
ini yang menghalangi auditor untuk mengomunikasikan berbagai hal lainnya kepadapihak
yang bertanggung jawab atas tata kelola.

B. Peran Komunikasi

Fokus utama SA ini adalah komunikasi dari auditor kepada pihak yang bertanggung jawab
atas tata kelola. Meskipun demikian, peran komunikasi dua arah yang efektif penting untuk
membantu:

a. Auditor dan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dalam memahami hal
yang terkait dengan konteks audit, dan dalam membangun hubungan kerja yang
saling konstruktif. Hubungan ini dibangun bersamaan dengan mempertahankan
independensi dan objektivitas auditor;
b. Auditor dalam memeroleh informasi yang relevan dengan audit dari pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola. Sebagai contoh, pihak yang bertanggung jawab
atas tata kelola dapat membantu auditor dalam memahami entitas dan
lingkungannya, dalam mengidentifikasi sumber bukti audit yang tepat, dan dalam
menyediakan informasi tentang transaksi atau peristiwa spesifik; dan
c. Pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dalam memenuhi tanggung jawabnya
untuk mengawasi proses pelaporan keuangan, dengan demikian dapat mengurangi
risiko kesalahan penyajian material atas laporan keuangan.

C. Tujuan

a. Untuk mengomunikasikan secara jelas kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata
kelola tentang tanggung jawab auditor yang berkaitan dengan audit atas laporan
keuangan, serta gambaran umum ruang lingkup dan saat yang direncanakan atas audit.
b. Untuk memeroleh informasi yang relevan dengan audit dari pihak yang bertanggung
jawab atas tata kelola
c. Untuk menyediakan kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola secara tepat
waktu, hasil observasi audit yang signifikan, dan relevan dengan tanggung jawabnya
dalam mengawasi proses pelaporan keuangan; dan
d. Untuk mendukung komunikasi dua arah yang efektif antara auditor dan pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola.

D. Definisi

Untuk tujuan SA ini, istilah berikut memiliki makna:

1. Pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola: Individu atau individu-individu atau
organisasi atau organisasi-organisasi (sebagai contoh: wali amanat korporasi) yang
memiliki tanggung jawab untuk mengawasi arah strategis entitas dan pemenuhan
kewajiban yang berkaitan dengan akuntabilitas entitas. Hal ini mencakup
pengawasan terhadap proses pelaporan keuangan, pihak yang bertanggung jawab
atas tata kelola dapat mencakup personel manajemen, sebagai contoh, anggota
eksekutif dewan tata kelola dari entitas sektor swasta atau entitas sektor publik,
atau pemilik-pengelola. Untuk pembahasan tentang perbedaan struktur tata kelola,
lihat paragraf A1 -A8.
2. Manajemen, Individu atau individu-individu dengan tanggung jawab eksekutif untuk
menjalankan kegiatan entitas. Untuk beberapa entitas manajemen dapat mencakup
beberapa atau seluruh pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, sebagai
contoh, anggota eksekutif dewan tata kelola, atau seorang pemilik-pengelola.
E. Ketentuan

E.1 Pihak yang Bertanggung Jawab atas Tata Kelola

Auditor harus menentukan individu atau individu-individu yang tepat dalam struktur tata
kelola entitas untuk menyampaikan komunikasi. Ketika auditor mengomunikasikan kepada
suatu subgrup pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, sebagai contoh, komite audit,
atau individu, auditor harus menentukan apakah auditor juga perlu untuk
mengomunikasikan kepada badan tata kelola.

Dalam beberapa kondisi, semua pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dilibatkan
dalam pengelolaan entitas, sebagai contoh, suatu entitas kecil yang

Dikelola oleh pemilik tunggal dan tidak ada individu lain yang memiliki peran tata kelola.
Dalam kondisi ini, jika hal-hal yang diharuskan dalam SA ini dikomunikasikan dengan
individu atau individu-individu yang memiliki tanggung jawab atas manajemen, dan individu
atau individu-individu tersebut juga memiliki tanggung jawab atas tata kelola, hal-hal
tersebut tidak perlu dikomunikasikan lagi dengan individu atau individu-individu yang sama
dalam perannya sebagai pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola. Namun, auditor
harus yakin bahwa komunikasi kepada pihak yang memiliki tanggung jawab atas manajemen
telah mencakup semua hal yang auditor perlu komunikasikan kepada semua pihak yang
memiliki kapasitas atas tata kelola.

F. Hal-Hal yang Perlu Dikomunikasikan

F.1 Tanggung Jawab Auditor yang Berkaitan dengan Audit atas Laporan Keuangan

Auditor harus mengomunikasikan kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola
tentang tanggung jawab auditor yang berkaitan dengan audit atas laporan keuangan,
termasuk bahwa:

a. Auditor bertanggung jawab untuk merumuskan dan menyatakan opini atas laporan
keuangan yang telah disusun oleh manajemen dengan pengawasan dari pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola; dan
b. Audit atas laporan keuangan tidak membebaskan manajemen atau pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola dari tanggung jawabnya.

F.2 Ruang Lingkup dan Saat yang Direncanakan atas Audit

Auditor harus mengomunikasikan kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola
tentang gambaran umum ruang lingkup dan saat yang direncanakan atas audit, yang
mencakup komunikasi tentang risiko signifikan yang diidentifikasi oleh auditor.

F.3 Temuan Signifikan Audit

Auditor harus mengomunikasikan kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola
a. Pandangan auditor tentang aspek kualitatif signifikan atas praktik akuntansi entitas,
termasuk kebijakan akuntansi, estimasi akuntansi, dan pengungkapan laporan
keuangan. Jika relevan, auditor harus menjelaskan kepada pihak yang bertanggung
jawab atas tata kelola alasan auditor mempertimbangkan praktik akuntansi
signifikan, yang dapat diterima dalam kerangka pelaporan keuangan yang berlaku,
bukan merupakan praktik akuntansi yang paling tepat untuk kondisi khusus entitas.
b. Kesulitan signifikan, jika relevan, yang dihadapi selama audit;
c. Kecuali jika semua pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dilibatkan dalam
pengelolaan entitas:
i. Hal-hal signifikan, yang muncul selama audit, yang dibahas atau yang
dimasukkan dalam korespondensi, dengan manajemen
ii. Representasi tertulis yang diminta auditor, dan
d. Kondisi yang dapat memengaruhi bentuk dan isi laporan auditor, jika relevan; dan
e. Suatu hal-hal signifikan lain yang muncul selama audit yang, menurut pertimbangan
auditor, relevan terhadap pengawasan proses pelaporan keuangan.

F.4 Independensi Auditor

Dalam kondisi entitas merupakan emiten, auditor harus mengomunikasikan kepada pihak
yang bertanggung jawab atas tata kelola. Suatu pernyataan bahwa tim perikatan dan pihak
lain dalam Kantor Akuntan Publik (KAP) yang tepat, KAP, dan, jika relevan, jaringan KAP
telah mematuhi ketentuan etika yang relevan terkait dengan independensi; dan

a. Semua hubungan dan berbagai hal lainnya antara KAP, jaringan KAP, dan entitas
yang, menurut pertimbangan profesional auditor, dapat memengaruhi
independensi. Hal ini harus mencakup jumlah imbal jasa yang dibebankan selama
periode yang tercakup dalam laporan keuangan untuk jasa audit dan selain audit
yang diberikan oleh KAP dan jaringan KAP kepada entitas dan komponen yang
dikendalikan oleh entitas. Imbal jasa ini harus dialokasikan ke kategori yang tepat
untuk membantu pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dalam menilai
dampak terhadap independensi atas jasa yang diberikan oleh auditor; dan
b. Pengamanan terkait yang telah diterapkan untuk mengeliminasi ancaman yang
diidentifikasi atau menurunkan ancaman terhadap independensi sampai pada level
yang dapat diterima.

G. Proses Komunikasi

G.1 Membentuk suatu Proses Komunikasi

Auditor harus mengomunikasikan kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola
mengenai bentuk, saat, dan materi umum yang diekspektasikan dari komunikasi.

G.2 Bentuk Komunikasi


Auditor harus mengomunikasikan secara tertulis kepada pihak yang bertanggung jawab atas
tata kelola tentang temuan signifikan selama audit jika, menurut pertimbangan profesional
auditor, komunikasi secara lisan tidak memadai. Komunikasi tertulis tidak perlu mencakup
semua hal yang muncul selama proses audit.

G.3 Saat Komunikasi

Auditor harus mengomunikasikan kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola
secara tepat waktu

G.4 Kecukupan Proses Komunikas

Auditor harus menilai apakah komunikasi dua arah antara auditor dan pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola telah memadai untuk tujuan audit. Jika hal tersebut
belum memadai, auditor harus mengevaluasi dampak, jika relevan, terhadap penilaian
auditor atas risiko kesalahan penyajian material dan kemampuan untuk memeroleh bukti
audit yang cukup dan tepat, dan harus mengambil langkah yang tepat.

H. Dokumentasi

Ketika hal-hal yang diharuskan untuk dikomunikasikan dalam SA ini dilakukan secara lisan,
auditor harus memasukkan hal tersebut dalam dokumentasi audit dan kapan serta kepada
siapa hal tersebut dikomunikasikan. Jika hal-hal tersebut telah dikomunikasikan secara
tertulis, auditor harus menyimpan salinan komunikasi tersebut sebagai bagian dokumentasi
audit.
3. SA 265 Tentang Pengomunikasian Defisiensi dalam Pengendalian
Internal Kepada Pihak yang Bertanggung Jawab atas Tata Kelola dan
Manajemen

A. Ruang Lingkup

Standar Audit Nomor 265 mengatur tanggung jawab auditor untuk


mengomunikasikan dengan tepat kepada pihak yangbertanggung jawab atas tata kelola dan
manajemen tentang defisiensi dalam pengendalian internal yang diidentifikasi oleh auditor
dalam audit atas laporan keuangan. SA ini tidak memberikan tanggung jawab tambahan
kepada auditor untuk memperoleh pemahaman tentang pengendalian internal dan
merancang serta melakukan pengujian atas pengendalian melebihi yang disyaratkan dalam
SA 315 dan SA 330. SA 260 menetapkan ketentuan lebih lanjut dan memberikan panduan
tentang tanggung jawab auditor untuk mengomunikasikan hal-hal yang berhubungan
dengan audit kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola.

Auditor diharuskan untuk memperoleh pemahaman tentang pengendalian internal


yang relevan dengan audit pada saat mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan
penyajian material. Dalam melakukan penilaian risiko tersebut, auditor mempertimbangkan
pengendalian internal untuk merancang prosedur audit yang tepat sesuai dengan kondisi
yang bersangkutan, namun bukan untuk tujuan menyatakan opini atas efektivitas
pengendalian internal yang bersangkutan. Auditor dapat mengidentifikasi defisiensi dalam
pengendalian internal tidak hanya dalam proses penilaian risiko tetapi juga pada tahap-
tahap audit lain. SA ini menyebutkan defisiensi yang teridentifikasi yang harus
dikomunikasikan oleh auditor kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dan
manajemen.

Tidak ada aturan dalam SA ini yang menghalangi auditor untuk mengomunikasikan
masalah lain dalam pengendalian internal yang diidentifikasi oleh auditor selama audit
kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dan manajemen.

B. Tujuan

Tujuan auditor adalah untuk mengomunikasikan dengansemestinya kepada pihak yang


bertanggung jawab atas tata kelola dan manajemen tentang defisiensi dalam pengendalian
internal yang diidentifikasi oleh auditor selama audit dan menurut pertimbangan
profesional auditor adalah cukup penting untuk mendapatkan perhatian dari pihak-pihak
yang bersangkutan.

C. Definisi
Untuk kepentingan SA ini, istilah-istilah berikut memiliki pengertian seperti dijelaskan
dibawah ini

(a) Defisiensi dalam pengendalian internal–Hal ini terjadi bila:


(i) Suatu pengendalian dirancang, diterapkanatau dioperasikan sedemikian rupa
sehingga pengendalian tersebut tidak dapat mencegah, atau mendeteksi dan
mengoreksi kesalahan penyajian dalam laporan keuangan secara tepat
waktu; atau
(ii) (ii) Tidak adanya suatu pengendalian yang diperlukan untuk mencegah, atau
mendeteksi dan mengoreksi kesalahan penyajian dalam laporan keuangan
secara tepat waktu.
(b) Defisiensi signifikan dalam pengendalian internal–Suatu defisiensi atau kombinasi
beberapa defisiensi dalam pengendalian internal, yang menurut pertimbangan
profesional auditor, adalah cukup penting untuk mendapatkan perhatian dari pihak-
pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola.

D. Ketentuan

Auditor harus menentukan apakah, berdasarkan pekerjaan audit yang telah dilakukan,
auditor telah mengidentifikasi satu atau lebih defisiensi dalam pengendalian internal. Jika
auditor telah mengidentifikasi satu atau lebih defisiensi dalam pengendalian internal,
auditor harus menentukan, berdasarkan pekerjaan audit yang telah dilakukan, apakah
defisiensi tersebut, secara individual atau kombinasi merupakan defisiensi signifikan.
Auditor harus mengomunikasikan secara tertulis tentang defisiensi signifikan dalam
pengendalian internal yang diidentifikasi selama audit kepada pihak yang bertanggung
jawab atas tata kelola secara tepat waktu. Auditor juga harus mengomunikasikan kepada
manajemen pada tingkat tanggung jawab yang tepat secara tepat waktu:

a. Secara tertulis, defisiensi signifikan dalam pengendalian internal yang oleh auditor
telah dikomunikasikan atau akan dikomunikasikan kepada pihak yang bertanggung
jawab atas tata kelola, kecuali jika hal itu tidak tepat untukdikomunikasikan secara
langsung kepada manajemen dalam kondisi tersebut; dan
b. Defisiensi lain dalam pengendalian internal yang diidentifikasi selama audit yang
belum dikomunikasikan oleh pihak lain kepada manajemen dan yang, menurut
pertimbangan profesional auditor, adalah cukup penting untuk mendapatkan
perhatian manajemen.

Auditor dalam mengomunikasikan defisiensi signifikan dalam pengendalian internal


secara tertulis harus menyertakan tentang:

(a) Deskripsi serta penjelasan dampak potensial atas defisiensi tersebut; dan
(b) Informasi yang cukup untuk memungkinkan pihak yang bertanggung jawab atas tata
kelola dan manajemen dalam memahami konteks komunikasi tersebut. Terutama,
auditor harus menjelaskan bahwa:
(i) Tujuan audit adalah untuk auditor dapat menyatakan opini atas laporan
keuangan;
(ii) Audit mencakup pertimbangan atas pengendalian internal yang relevan
terhadap penyusunan laporan keuangan dalam merancang prosedur audit
yang tepat sesuai dengan kondisi, namun tidak bertujuan untuk menyatakan
opini atas efektivitas pengendalian internal; dan
(iii) Hal-hal yang dilaporkan terbatas pada defisiensiyang diidentifikasi oleh
auditor selama audit danauditor telah menyimpulkan bahwa hal-hal tersebut
cukup penting untuk dilaporkan kepada pihak yangbertanggung jawab atas
tata kelola.

Anda mungkin juga menyukai