Anda di halaman 1dari 11

Prinsip – Prinsip Umum dan Tangggung Jawab

ISA Prinsip – Prinsip Umum dan Tangggung Jawab

200 - 265

Tujuan Keseluruhan Auditor Independen dan Pelaksanaan Suatu Audit


SA 200 Berdasarkan Standar Audit.

SA 210 Persetujuan atas Syarat-syarat Perikatan Audit.

SA 220 Pengendalian Mutu untuk Audit atas Laporan Keuangan.

SA 230 Dokumentasi Audite.

SA 240 Tanggung Jawab Auditor terkait dengan Kecurangan dalam suatu Audit
atas Laporan Keuangan.

SA 250 Pertimbangan atas peraturan perundang-undangan dalam audit


atasLaporan Keuangang.

SA 260 Komunikasi dengan Pihak yang Bertanggung jawab atas Tata Kelolah.

SA 265 Pengkomunikasian Defisiensi dalam Pengendalian Internal kepada pihak


yang bertanggung jawab atas tata kelola dan manajemen.
Pembahasan Prinsip - Prinsip Umum dan Tanggung Jawab :

SA 200 : Tujuan Keseluruhan Auditor Independen dan Pelaksanaan Suatu Audit


Berdasarkan Standar Audit.

Ruang Lingkup : Standar Audit (SA) mengatur tanggung jawab keseluruhan auditor
independen ketika melaksanakan audit atas laporan keuangan berdasarkan SA. SA menjelaskan
ruang lingkup, wewenang, dan struktur SA, serta mengatur ketentuan untuk menetapkan
tanggung jawab umum auditor independen. SA ditulis dalam konteks audit atas laporan
keuangan yang dilakukan oleh auditor. SA dapat diadaptasi ketika diterapkan dalam audit atas
informasi keuangan historis lainnya. Auditor tetap bertanggung jawab untuk memastikan
kepatuhan terhadap seluruh kewajiban hukum, regulasi, atau profesi yang relevan.

Tujuan Audit : Tujuan suatu audit adalah untuk meningkatkan tingkat keyakinan pengguna
laporan keuangan yang dituju, dicapai melalui pernyataan suatu opini oleh auditor tentang
apakahlaporan keuangan disusun sesuai dengan suatu kerangka pelaporan keuangan yang
berlaku. SAmengharuskan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah
laporan keuangansecara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, baik yang
disebabkan olehkecurangan maupun kesalahan. SA berisi tujuan, ketentuan, serta materi
penerapan dan penjelasan lain yang dirancanguntuk mendukung auditor dalam memperoleh
keyakinan memadai. SA mengharuskan auditoruntuk menggunakan pertimbangan profesional
dan memelihara skeptisisme profesional selamaperencanaan dan pelaksanaan audit. Bentuk
opini yang dinyatakan oleh auditor akan bergantungpada kerangka pelaporan keuangan yang
berlaku serta peraturan perundang-undangan atauregulasi yang berlaku. Auditor juga memiliki
tanggung jawab komunikasi dan pelaporan lainkepada pengguna laporan keuangan,
manajemen, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola,atau pihak-pihak di luar entitas.

SA 210 : Persetujuan atas Syarat-syarat Perikatan Audit.

Standar audit 210 ini memuat tentang persetujuanatas syarat-syarat perikatan audit, dimana SA
ini berkaitan dengan tanggungjawab auditor dalam menyepakati syarat perikatan audit dengan
manajemen, dan jika relevan dengan pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola entitas dan
juga SA ini menetapkan bahwa terdapat prakondisi tertentu untuk suatu audit.

Prakondisi untuk suatu audit :

● Auditor harus menentukan apakah kerangka pelaporan laporan keuangan yang akan
diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan dapat
● Memperoleh persetujuan dari pihak manajemen bahwa manajemen mengakui dan
memahami tanggung jawabnya.

SA 220 – Pengendalian Mutu Untuk Audit Atas Laporan Keuangan


Sistem, kebijakan dan prosedur pengendalian mutu adalah tanggung jawab KAP. SA 220
mengatur tanggung jawab tertentu auditor dalam memperhatikan prosedur pengendalian mutu
untuk audit atas laporan keuangan.

Sistem Pengendalian Mutu dan Peran Tim Perikatan

Sistem, kebijakan, dan prosedur pengendalian mutu merupakan tanggung jawab KAP.
Berdasarkan SPM 1, KAP berkewajiban untuk menetapkan dan memelihara suatu sistem
pengendalian mutu untuk memberikan keyakinan memadai bahwa :

1. KAP personelnya mematuhi standar profesi serta ketentuan hukum dan peraturan
yang berlaku.
2. Laporan yang diterbitkan oleh KAP atau rekan perikatan telah sesuai dengan
kondisinya.

Tujuan

Tujuan auditor adalah untuk mengimplementasikan prosedur pengendalian mutu pada tingkat
perikatan untuk memberikan keyakinan memadai bagi auditor bahwa :
1. Audit telah dilakukan dengan mematuhi standar profesi serta ketentuan hokum dan
peraturan yang berlaku.
2. Laporan auditor yang diterbitkan telah sesuai dengan

SA 230 – Dokumentasi Audit

Standar audit ini berkaitan dengan kewajiban auditor dalam menyusun dokumentasi
audit untuk keperluan audit atas laporan keuangan.

Sifat dan tujuan dokumentasi audit

Dokumentasi adalah catatan prosedur audit yang dilakukan, bukti audit relevan yang
diperoleh, dan kesimpulan yang dicapai auditor. Dokumentasi audit menyediakan:

1. Bukti sebagai dasar auditor untuk membuat kesimpulan tentang pencapaian tujuan
auditor secara keseluruhan; dan
2. Bukti bahwa audit telah direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan SA dan
ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku.

Tujuan tambahan:
• Membantu tim perikatan untuk merencanakan dan melaksanakan audit.
• Memungkinkan tim perikatan untuk bertanggung jawab atas pekerjaannya.
• Mempertahankan/menyimpan catatan atas masalah dari signifikansi berkelanjutan untuk
audit masa depan.
• Memungkinkan untuk melakukan inspeksi eksternal.

SA 240 – Tanggung Jawab Auditor Terkait Kecurangan Dalam Suatu Audit Atau
Laporan Keuangan.
Standar Audit 240 berhubungan dengan tanggung jawab auditor yang terkait dengan
kecurangan, dalam suatu audit atas laporan keuangan. Secara spesifik, SA ini memperluas
bagaimana SA 3151 dan SA 3302 harus diterapkan dalam kaitannya dengan risiko kesalahan
penyajian material karena kecurangan.
Kecurangan & Kesalahan dan Tanggung Jawabnya
Kesalahan mengacu pada salah saji yang tidak disengaja di Laporan Keuangan.
Kecurangan mengacu pada tindakan yang disengaja oleh satu atau lebih individu di antara
manajemen, Those Charged With Governance (TCWG), karyawan, atau pihak ketiga, yang
melibatkan penggunaan penipuan atau kecurangan untuk mendapatkan keuntungan yang
tidak wajar atau ilegal. Faktor pembeda antara fraud atau kecurangan dan kesalahan adalah
apakah tindakan yang mendasarinya disengaja atau tidak.
Tanggung jawab untuk mendeteksi kecurangan & kesalahan:
• Tanggung jawab utama untuk pencegahan & deteksi fraud atau kecurangan & kesalahan
terletak pada
a) Pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola; dan
b) Manajemen suatu entitas.
• Tanggung jawab manajemen termasuk menerapkan & memastikan kelanjutan operasi
sistem akuntansi dan pengendalian internal, yang dirancang untuk mencegah dan mendeteksi
kecurangan dan kesalahan.
SA 250 - Pertimbangan atas peraturan perundang-undangan dalam audit atas Laporan
Keuangang.
Standar Audit ini mengatur tentang tanggung jawab auditor untuk mempertimbangkan
peraturan perundang-undangan dalam audit atas laporan keuangan. SA ini tidak berlaku bagi
perikatan asurans lain yang di dalamnya auditor secara spesifik ditugaskan untuk melakukan
pengujian dan pelaporan secara terpisah terhadap kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan tertentu. Manajemen harus untuk mempertimbangkan ketentuan dari berbagai
peraturan perundang-undangan dalam penyusunan dan penyajian LK. Misalnya, Undang-
undang Perusahaan, Undang-undang Pajak Pendapatan, Undang-undang Cukai, Undang-
undang Kepabeanan, Undang-undang Perbankan, dll. Auditor tidak dapat diharapkan untuk
mendeteksi ketidakpatuhan terhadap semua hukum dan peraturan.
Dampak peraturan perundang-undangan terhadap laporan keuangan sangat bervariasi.
Ketentuan dalam beberapa peraturan perundang-undangan berdampak langsung terhadap
laporan keuangan yang menentukan jumlah dan pengungkapan yang dilaporkan dalam laporan
keuangan suatu entitas. Peraturan perundang-undangan lain merupakan peraturan yang harus
dipatuhi oleh manajemen atau menetapkan ketentuan yang mengatur entitas dalam
menjalankan bisnisnya namun tidak berdampak langsung terhadap laporan keuangan suatu
entitas.
Indikasi bahwa ketidakpatuhan mungkin terjadi:
● Investigasi oleh departemen pemerintah atau pembayaran denda atau
hukuman.
● Pembayaran untuk layanan yang tidak ditentukan kepada konsultan, pihak
terkait atau pegawai pemerintah.
● Membeli dengan harga yang jauh di atas atau di bawah harga pasar.
● Pembayaran tunai yang tidak biasa dan transaksi tidak biasa lainnya.
● Transaksi tidak biasa dengan perusahaan yang terdaftar di negara bebas pajak
(negara bebas pajak seperti Dubai, Singapura, Mauritius, dll.).
● Transaksi tidak sah atau transaksi yang tidak tercatat dengan benar.
Tanggung Jawab untuk mematuhi peraturan perundang undangan adalah tanggung
jawab manajemen dengan pengawasan dari pihak yang bertanggung jawab atas tata
kelola,untuk memastikan bahwa operas ientitas dijalankanberdasarkan ketentuanperaturan
perundang-undangan,termasukkepatuhan terhadap ketentuan dalam Standar Audit SA 250.
Tanggung Jawab Auditor Tanggung jawab auditor terbatas pada pelaksanaan prosedur
audit tertentu yang dapat membantu mengungkapkan ketidak patuhan terhadap peraturan
perundang-undangan yang mungkin berdampak material terhadap laporan keuangan. Auditor
bertanggungjawab untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan, secara
keseluruhan, bebas dari kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh kecurangan
maupun kesalahan dan memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat terkait dengan
kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
SA 260 - Komunikasi dengan Pihak yang Bertanggung jawab atas Tata Kelola.

SA ini berkaitan dengan tanggung jawab auditor untuk berkomunikasi denganpihak


yang bertanggung jawab atas tata kelola dalam audit atas laporan keuangan.Meskipun SA ini
diterapkan dengan mengabaikan struktur atau besarnya tata kelola atau ukuran entitas,
pertimbangan kasus diterapkan ketika semua pihak yang bertanggung jawabatas tata kelola
dilibatkan dalam pengelolaan suatu entitas, dan untuk entitas yang terdaftar di pasar modal.
Dengan menyadari pentingnya komunikasi dua arah yang efektif dalam suatu orbit atas laporan
keuangan,SA ini menyediakan kerangka menyeluruh untuk komunikasiauditor dengan pihak
yang bertanggung jawab atas tata kelola, dan mengidentifikasibeberapa hal spesifik yang perlu
dikomunikasikan kepada mereka.

Peran komunikasi
Peran komunikasi dua arah yang efektif penting untuk membantu:
1. Auditor dan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dalam memahami halyang
terkait dengan konteks audit.
2. Auditor dalam memperoleh informasi audit yang relevan dari pihak yangbertanggung
jawab atas tata kelola.
3. Pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dalam memenuhi tanggung
jawabmereka untuk mengawasi proses pelaporan keuangan,dengan demikian
dapatmengurangi resiko kesalahan penyajian dan material atas laporan keuangan.

SA 265 – Pengomunikasian Defisiensi Dalam Pengendalian Internal Kepada Pihak Yang


Bertanggung Jawab Atas Tata Kelola dan Manajemen.

SA 265 mengatur tanggung jawab auditor untuk mengomunikasikan dengan tepat


kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata keloa dan manajemen tentang defisiensi dalam
pengendalian internal yang diidentifikasi oleh auditor dalam audit atas laporan keuangan. SA
ini tidak memberikan tanggung jawab tambahan kepada auditor untuk memperoleh
pemahaman tentang pengendalian internal dan merancang serta melakukan pengujian atas
pengendalian melebihi yang diisyaratkan dalam SA 315 dan SA 330. Auditor diwajibkan untuk
memperoleh pemahaman tentang pengendalian internal yang relevan dengan audit pada saat
mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material.

Defisiensi Dalam Pengendalian Internal:


Ini ada ketika:
1. Suatu pengendalian dirancang, diterapkan atau dioperasikan sedemikian rupa sehingga
tidak dapat mencegah, atau mendeteksi dan mengoreksi, salah saji dalam laporan
keuangan secara tepat waktu; atau
2. Tidak ada pengendalian yang diperlukan untuk mencegah, atau mendeteksi dan
mengoreksi, salah saji dalam laporan keuangan secara tepat waktu.
Prinsip - Prinsip Kode Etik Akuntan Publik

Organisasi profesi akuntan Indonesia telah memiliki Kode Etik Akuntan Indonesia yang
terakhir ditetetapkan dalam konggres VIII Ikatan Akuntan Indonesia pada Tahun 1998 dan
berlaku secara efektif pada bulan Mei tahun 2000. Kode etik tersebut bersumber dari AICPA
dan berlaku bagi semua anggota IAI. Sejak dibentuknya Institut Akuntan Publik Indonesia
(IAPI) tahun 2007 kode etik tersebut msih tetap berlaku, namun khusus bagi para akuntan
publik anggota IAPI diberlakukan kode etik baru yang disebut Kode Etik Profesi Akuntan
Publik yang berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2010.

Kode etik ini disusun oleh IAPI mengacu pada Code of Ethics for Professional Accountans
yang diterbitkan oleh The Internasional Ethics Standard Board for Accountans tahun 2008.
Pada Code of Ethics yang diterbitkan IFAC ini terdiri dari 3 bagian diantaranya : Bagian A -
General Application of the Code, Bagian B - Professional Accountans in Public Practice dan
Bagian C - Professional Accountans in Business. Namun dikarenakan Bagian C dipandang
belum relevan untuk diadopsi oleh IAPI, maka hanya bagian A dan B saja yang diadopsi oleh
IAPI setelah diterjemahkan dan dimodifikasi. Kode Etik Akuntan Publik terdiri dari dua
bagian, yaitu Bagian A dan Bagian B. Dimana Bagian A dari Kode Etik ini menetapkan prinsip
- prinsip dasar etika profesi dan memberikan kerangka konseptual untuk penerapan prinsip
tersebut, sedangkan Bagian B memberikan ilustrasi mengenai penerapan kerangka konseptual
tersebut pada saat situasi tertentu.

Bagian A Kode Etik Profesi Akuntan Publik

● Prinsip Dasar Etika Profesi

Prinsip Dasar Etika Profesi yang disajikan pada Bagian A Kode Etik terdiri dari :
Seksi 110

Prinsip Integritas

Prinsip Integritas mewajibkan setiap praktisi untuk tegas, jujur, dan adil dalam
hubungan profesional dan hubungan bisnisnya.

1. Prinsip Objektivitas

Prinsip Obektivitas mengharuskan praktisi untuk tidak membiarkan subjektivitas,


benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak dari pihak-pihak lain
memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya.

2. Prinsip Kompetensi dan Kehati - hatian Profesional

Prinsip Kompetensi dan Kehati - hatian Profesional mewajibkan setiap praktisi untuk
memelihara pengetahuan dan keahlian profesional serta menggunakan kemahiran
profesionalnya sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam
memberikan jasanya profesionalnya.

3. Prinsip Kerahasiaan

Prinsip Kerahasiaan mewajibkan setiap praktisi untuk tidak melakukan tindakan-


tindakan sebagai berikut :

1. Mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang didapat dari hubungan


profesional dan hubungan bisnis kepada pihak di luar KAP atau jaringan KAP
tanpa adanya wewenang khusus, keuali ada kewajiban untuk
mengungkapkannya.
2. menggunakan informasi yang bersifat rahasia yang didapat dari hubngan
profesional dan hubungan bisnis untuk kepentingan pribadi atau pihak ketiga

4. Prinsip Perilaku Profesional

Prinsip Perilaku Profesional mewajibkan setiap praktisi untuk mematuhi setiap


ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, serta menghindari setiap tindakan yang
dapat mendiskreditkan profesi.

● Kerangka Konseptual dalam Penerapan Prinsip Dasar Etika Profesi

Kode Etik mengharuskan praktisi selalu menerapkan Kerangka Konseptual untuk


Mengidentifikasi ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar serta menerapkan
pencegahan atas ancaman tersebut. Ancaman terhadap kepatuhan Praktisi pada prinsip dasar
etika profesi dapat terjadi dalam situasi tertentu ketika Praktisi melaksanakan pekerjaannya.
Karena beragamnya situasi tersebut, tidak mungkin untuk menjelaskan setiap situasi yang
dapat menimbulkan ancaman tersebut beserta pencegahan yang tepat dalam Kode Etik
ini.Kerangka konseptual ini yang mengharuskan Praktisi untuk mengidentifikasi,
mengevaluasi, dan menangani setiap ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika
profesi dengan tujuan untuk melindungi kepentingan publik, serta tidak hanya mematuhi
seperangkat peraturan khusus yang dapat bersifat subjektif.Kepatuhan pada prinsip dasar
etika profesi dapat terancam oleh berbagai situasi.

Ancaman dan Pencegahan


Ancaman tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
(a) Ancaman kepentingan pribadi, yaitu ancaman yang terjadi sebagai akibat dari kepentingan
keuangan maupun kepentingan lainnya dari Praktisi maupun anggota keluarga langsung atau
anggota keluarga dekat dari Praktisi;
(b) Ancaman telaah-pribadi, yaitu ancaman yang terjadi ketika pertimbangan yang diberikan
sebelumnya harus dievaluasi kembali oleh Praktisi yang bertanggung jawab atas
pertimbangan tersebut;
(c) Ancaman advokasi, yaitu ancaman yang terjadi ketika Praktisi menyatakan sikap atau
pendapat mengenai suatu hal yang dapat mengurangi objektivitas selanjutnya dari Praktisi
tersebut;
(d) Ancaman kedekatan, yaitu ancaman yang terjadi ketika Praktisi terlalu bersimpati
terhadap kepentingan pihak lain sebagai akibat dari kedekatan hubungannya; dan
(e) Ancaman intimidasi, yaitu ancaman yang terjadi ketika Praktisi dihalangi untuk bersikap
objektif.

Pencegahan yang dapat menghilangkan ancaman tersebut atau menguranginya ke tingkat


yang dapat diterima dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Pencegahan yang dibuat oleh profesi, perundang-undangan, atau peraturan, mencakup
antara lain:
(a) Persyaratan pendidikan, pelatihan, dan pengalaman untuk memasuki profesi;
(b) Persyaratan pengembangan dan pendidikan profesional berkelanjutan;
(c) Peraturan tata kelola perusahaan;
(d) Standar profesi;
(e) Prosedur pengawasan dan pendisiplinan dari organisasi profesi atau regulator;
(f) Penelaahan eksternal oleh pihak ketiga yang diberikan kewenangan hukum atas laporan,
komunikasi, atau informasi yang dihasilkan oleh Praktisi.
2. Pencegahan dalam lingkungan kerja.

Pencegahan tertentu dapat meningkatkan kemungkinan untuk mengidentifikasi atau


menghalangi perilaku yang tidak sesuai dengan etika profesi. Pencegahan tersebut dapat
dibuat oleh profesi, perundang–undangan, peraturan, atau pemberi kerja, yang mencakup
antara lain:
(a) Sistem pengaduan yang efektif dan diketahui secara umum yang dikelola oleh pemberi
kerja, profesi, atau regulator, yang memungkinkan kolega, pemberi kerja, dan anggota
masyarakat untuk melaporkan perilaku Praktisi yang tidak profesional atau yang tidak sesuai
dengan etika profesi.
(b) Kewajiban yang dinyatakan secara tertulis dan eksplisit untuk melaporkan pelanggaran
etika profesi yang terjadi.

Organisasi profesi Akuntan Publik di Indonesia ialah IAPI atau Institut Akuntan Publik
Indonesia. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) atau Indonesian Institute of Certified
Public Accountants (IICPA), mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang, dimulai
dari didirikannya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada 23 Desember 1957. Organisasi ini
beranggotakan mereka yang bergelar akuntan dan memiliki nomor register akuntans sesuai
Undang – Undang No. 34 tahun 1954. Perkembangan profesi dan organisasi Akuntan Publik
di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari perkembangan perekonomian, dunia usaha dan investasi
baik asing maupun domestik, pasar modal serta pengaruh global. Secara garis besar tonggak
sejarah perkembangan profesi dan organisasi akuntan publik di Indonesia memang sangat
dipengaruhi oleh perubahan perekonomian negara pada khususnya dan perekonomian dunia
pada umumnya.

Berikut adalah sejarah dan latar belakang pembentukan IAPI :

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) : 23 Desember 1957


Di awal masa kemerdekaan Indonesia, warisan dari penjajah Belanda masih dirasakan dengan
tidak adanya satupun akuntan yang dimiliki atau dipimpin oleh bangsa Indonesia. Pada masa
ini masih mengikuti pola Belanda masih diikuti, dimana akuntan didaftarkan dalam suatu
register negara. Di negeri Belanda sendiri ada dua organisasi profesi yaitu Vereniging van
Academisch Gevormde Accountans (VAGA ) yaitu ikatan akuntan lulusan perguruan tinggi
dan Nederlands Instituut van Accountants (NIvA) yanganggotanya terdiri dari lulusan berbagai
program sertifikasi akuntan dan memiliki pengalaman kerja. Akuntan-akuntan Indonesia
pertama lulusan periode sesudah kemerdekaan tidak dapat menjadi anggota VAGA atau NIvA.
Situasi ini mendorong Prof. R. Soemardjo Tjitrosidojo dan empat lulusan pertama FEUI yaitu
Drs. Basuki T.Siddharta, Drs. Hendra Darmawan, Drs. Tan Tong Joe dan Drs. Go Tie Siem
memprakarsai berdirinya perkumpulan akuntan Indonesia yang dinamakan Ikatan Akuntan
Indonesia yang disingkat IAI pada tanggal 23 Desember 1957 di Aula Universitas Indonesia.

Ikatan Akuntan Indonesia



Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) : 7 April 1977
Di masa pemerintahan orde baru, terjadi banyak perubahan signifikan dalam perekonomian
Indonesia, antara lain seperti terbitnya Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan
Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN) serta berdirinya pasar modal. Perubahan
perekonomian ini membawa dampak terhadap kebutuhan akan profesi akuntan publik, dimana
pada masa itu telah berdiri banyak kantor akuntan Indonesia dan masuknya kantor akuntan
asing yang bekerja sama dengan kantor akuntan Indonesia. 30 tahun setelah berdirinya IAI,
atas gagasan Drs. Theodorus M. Tuanakotta , pada tanggal 7 April 1977 IAI membentuk Seksi
Akuntan Publik sebagai wadah para akuntan publik di Indonesia untuk melaksanakan program-
program pengembangan akuntan publik.
Ikatan Akuntan Indonesia

Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) : 1994
Dalam kurun waktu 17 tahun sejak dibentuknya Seksi Akuntan Publik, profesi akuntan publik
berkembang dengan pesat. Seiring dengan perkembangan pasar modal dan perbankan di
Indonesia, diperlukan perubahan standar akuntansi keuangan dan standar profesional akuntan
publik yang setara dengan standar internasional. Dalam Kongres IAI ke VII tahun 1994,
anggota IAI sepakat untuk memberikan hak otonomi kepada akuntan publik dengan merubah
Seksi Akuntan Publik menjadi Kompartemen Akuntan Publik.

Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) : 24 Mei 2007


Setelah hampir 50 tahun sejak berdirinya perkumpulan akuntan Indonesia, tepatnya pada
tanggal 24 Mei 2007 berdirilah Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) sebagai organisasi
akuntan publik yang independen dan mandiri dengan berbadan hukum yang diputuskan melalui
Rapat Umum Anggota Luar Biasa IAI – Kompartemen Akuntan Publik. Berdirinya Institut
Akuntan Publik Indonesia adalah respons terhadap dampak globalisasi, dimana Drs. Ahmadi
Hadibroto sebagai Ketua Dewan Pengurus Nasional IAI mengusulkan perluasan keanggotaan
IAI selain individu. Hal ini telah diputuskan dalam Kongres IAI X pada tanggal 23 Nopember
2006. Keputusan inilah yang menjadi dasar untuk merubah IAI – Kompartemen Akuntan
Publik menjadi asosiasi yang independen yang mampu secara mandiri mengembangkan profesi
akuntan publik. IAPI diharapkan dapat memenuhi seluruh persyaratan International Federation
of Accountans (IFAC) yang berhubungan dengan profesi dan etika akuntan publik, sekaligus
untuk memenuhi persyaratan yang diminta oleh IFAC sebagaimana tercantum dalam Statement
of Member Obligation (SMO).
Pada tanggal 4 Juni 2007, secara resmi IAPI diterima sebagai anggota asosiasi yang pertama
oleh IAI
. Pada tanggal 5 Februari 2008, Pemerintah Republik Indonesia melalui
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008
mengakui IAPI sebagai organisasi profesi akuntan publik yang berwenang melaksanakan ujian
sertifikasi akuntan publik, penyusunan dan penerbitan standar profesional dan etika akuntan
publik, serta menyelenggarakan program pendidikan berkelanjutan bagi seluruh akuntan publik
di Indonesia
b

Anda mungkin juga menyukai