Anda di halaman 1dari 28

PANDUAN

SKRINING

RUMAH SAKIT JULIANA


BOGOR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan Rahmat serta Hidayah
Nya sehingga Panduan Skrining Pasien Rumah Sakit Juliana ini telah selesai.
Buku Panduan Skrining Pasien ini diharapkan dapat menjadi pegangan bagi Rumah
Sakit Juliana khususnya tenaga medis guna mendukung tercapainya pelayanan yang
profesional terhadap pasien di Rumah Sakit Juliana.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terciptanya buku ini. Kritik dan saran yang membangun serta bermanfaat selalu kita terima
guna tercapai perbaikan dimasa yang akan datang.

Bogor, 21 Juli 2019


Direktur

Dr. Wiwik widiastuti


PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JULIANA
TENTANG
PANDUAN SKRINING PASIEN DI RUMAH SAKIT JULIANA
NOMOR : 01 / P / ARK / 2019
TAHUN 2019
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR RUMAH SAKIT JULIANA

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kepada


masyarakat, memberikan kepastian dan perlindungan hukum
kepada para petugas dalam melaksanakan tugas, perlu dibuat
dokumen di Rumah Sakit Juliana yang memenuhi kaidah hukum
yang berlaku di Indonesia dan atau lingkup internasional;
b. Bahwa untuk mewujudkan skrining pasien di lingkungan Rumah
Sakit Juliana, dipandang perlu membuat suatu Panduan;
c. Bahwa acuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b di atas,
disusun dalam bentuk Panduan skrining pasien di Rumah Sakit
Juliana yang ditetapkan Direktur Rumah Sakit Juliana.

Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor: 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009, Nomor: 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 5063);

2. Undang-Undang RI Nomor: 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009, Nomor: 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 5072);

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009, Pasal


40 ayat 1, tentang dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di
Rumah sakit wajib dilakukan Akreditasi secara berkala minimal 3
(tiga) tahun sekali;

4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 417/Menkes /Per/11/2011


Februari 2011 tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit;

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


755/Menkes/Per/IX/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik
Rumah Sakit;

6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1538 Tahun 2011 tentang


pedoman Tata Naskah Dinas Di Lingkungan Kementerian
Kesehatan;
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor:
1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Skrining Pasien Rumah
Sakit;
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1179
A/Menkes/SK/X/1999 tanggal 11 Oktober 1999, tentang
Kebijakan Nasional Penelitian dan Pengembangan Kesehatan;
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/ Menkes/SK/V/2009
tentang Sistem Kesehatan Nasional;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
Kesatu: Peraturan Direktur Rumah Sakit Juliana tentang Pedoman Skrining Pasien di
Rumah Sakit Juliana.
Kedua: Panduan Skrining Pasien Rumah Sakit Juliana tercantum dalam lampiran
peraturan ini
Ketiga: Panduan Skrining Pasien sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua
dipergunakan sebagai acuan bagi petugas kesehatan di Rumah Sakit Juliana
dalam meningkatkan mutu dan skrining pasien.
Ketiga: Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di
Pada tanggal 21 Juli 2019
DIREKTUR,

Dr. Wiwik widiastuti


BAB I
DEFINISI

A. Latar Belakang
Skrining merupakan metode untuk mengetahui kebutuhan pelayanan pasien secara
cermat dan tepat. Pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien selain meningkatkan
kepuasan pasien dan keluarga, juga akan meningkatkan mutu pelayanan serta
mengoptimalkan efisiensi biaya pelayanan. Untuk itu, dibutuhkan pengumpulan informasi
yang memadai di saat pasien pertama kali mengakses pelayanan baik pre-hospital maupun
intra-hospital. Informasi yang dikumpulkan saat proses skrining pasien membantu dalam
pengambilan keputusan yang sesuai tentang kriteria pasien, yaitu mana yang dapat dilayani
dan mana yang tidak mampu dilayani, dengan mempertimbangkan fasilitas yang dimiliki di
Rumah Sakit Juliana.
Skrining dibagi dalam dua cara, yaitu pra-hospital dan intra-hospital. Keputusan untuk
menerima pasien yang melewati skrining pra-hospital ini harus disertai kepastian bahwa
pasien akan mendapatkan pelayanan di rumah sakit yang dituju, dengan identifikasi
pelayanan yang ada di rumah sakit tujuan, sehingga akan dapat meminimalisir rujukan
berulang ke rumah sakit lainnya kembali, menurunkan keterlambatan pelayanan, mengurangi
mortalitas dan morbiditas, mengurangi biaya yang dibebankan kepada pasien, serta
meningkatkan kenyamanan pasien.
Skrining intra-hospital bisa dilakukan saat pasien telah mencapai rumah sakit. Baik
pada pasien rawat jalan maupun gawat darurat. Dalam melakukan proses skrining bagi pasien
yang membutuhkan pelayanan gawat darurat dilaksanakan dengan metode triage yang
didalamnya terdapat pemeriksaan fisik, psikologik dan diagnostik penunjang. Dokter
melakukan pelayanan medis, identifikasi kebutuhan pelayanan khusus, menerima konsultasi
dan penilaian keputusan pasien apakah di rawat inap-kan, dipulangkan atau dirujuk.
B. Definisi
Skrining diambil dari kata dalam bahasa inggris yaitu screening yang mempunyai
makna pemeriksaan sekelompok orang untuk memisahkan orang yang sehat dari orang yang
memiliki keadaan patologis yang tidak terdiagnosis atau mempunyai resiko tinggi (Kamus
Dorland ed. 25:974). Menurut Rochjati P. (2008), skrining merupakan pengenalan diri secara
pro aktif pada ibu hamil untuk menemukan adanya masalah atau faktor resiko. Sehingga
skrining dapat dikatakan sebagai suatu upaya mengidentifikasi penyakit atau kelainan pasien
melalui serangkaian tes berupa pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan
secara tepat sehingga didapatkan keterangan tentang kondisi dan kebutuhan pasien saat
kontak pertama, apakah benar-benar membutuhkan pelayanan sesuai diagnosa dan kondisi
pasien. Keterangan hasil skrining digunakan untuk mengambil keputusan untuk menerima
pasien rawat inap atau pasien rawat jalan dan merujuk ke pelayanan kesehatan lainnya
dengan menyesuaikan kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya rumah sakit.
Skrining dibagi dalam dua area, yaitu pra-hospital dan intra-hospital. Skrining pra-
hospital bisa dilakukan saat pasien belum mencapai rumah sakit, sebelum dirujuk dari
fasilitas kesehatan lain, atau saat akan dilakukan transportasi dengan ambulan dari luar rumah
sakit.
Skrining pada kasus emergensi atau instalasi gawat darurat dilaksanakan melalui
metode triage, evaluasi visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium
klinik atau diagnostik imaging sebelumnya. Pengkajian riwayat pasien dalam proses skrining
dilakukan melalui autoanamnesa dan heteroanamnesa.
Skrining intra-hospital bisa dilakukan saat pasien telah mencapai rumah sakit. Baik
pada pasien rawat jalan maupun gawat darurat. Pada area rawat jalan, baik tenaga medis
maupun paramedis wajib untuk segera mengidentifikasi kebutuhan pelayanan bagi pasien
yang membutuhkan, baik saat pasien mendaftar di poliklinik maupun menunggu di ruang
tunggu.
BAB II
RUANG LINGKUP

A. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pelayanan di rumah sakit disesuaikan dengan fasilitas yang
dimilikinya. Hal ini dimaksudkan supaya rumah sakit tidak asal dalam penerimaan dan
memberi pelayanan kesehatan terhadap pasien.

Skrining dilakukan pada area :


1. Diluar rumah sakit.
2. Pendaftaran
3. Poliklinik
4. IGD

Skrining dilakukan melalui:


1. Kriteria triage
2. Evaluasi visual atau pengamatan
3. Pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik
4. Pemeriksaan Laboratorium atau diagnostic imajing sebelumnya

B. PRINSIP
1. Skrining dilaksanakan pada kontak pertama di dalam atau di luar rumah Sakit
2. Keputusan pasien dilalukan rawat inap di Rumah sakit, bila rumah sakit mampu
menyediakan pelayanan yang dibutuhkan pasien.
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan Permenkes RI no 986/ Menkes/ Per/ 1992 bahwa pelayanan di rumah sakit
diklasifikasikan menjadi kelas/ tipe A, B, C, D dan E (Azwar, 1996):
1. RS tipe/ kelas D
Adalah RS umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya
pelayanan umum dan 2 (dua) pelayanan medis spesialis dasar
2. RS tipe/ kelas C
Adalah RS umum yang mempunyai fasilitas dan dan kemampuan sekurangkurangnya
pelayanan medis 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan spesialis
penunjang medis.
3. RS tipe/ kelas B
4. Adalah RS umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis
sekurang-kurangnya 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medis,
8 (delapan) spesialis lainnya dan 2 (dua) sub spesialis dasar serta dapat menjadi RS
pendidikan apabila telah memenuhi syarat dan standar
5. RS tipe/ kelas A
6. Adalah RS umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis
sekurang-kurangnya 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) Spesialis penunjang medis,
12 (duabelas) spesialis lainnya dan 13 (tiga belas) sub spesialis serta dapat menjadi
RS pendidikan apabila telah memenuhi syarat dan standar Pelayanan instalasi gawat
darurat (IGD) meliputi:
a. Pasien dengan kasus True Emergency, yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam
kondisi gawat darurat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau
anggota badannya (menjadi cacat) bila tidak segera mendapat pertolongan.
b. Pasien dengan kasus False Emergency, yaitupasien dengan keadaan gawat tetapi
tidak memerlukan tindakan darurat. Kondisi ini gawat tetapi tidak memerlukan
tindakan darurat, tidak mengancam nyawa atau anggota badannya.
c. Pasien tidak gawat dan tidak darurat Pelayanan rawat jalan, meliputi:
Pelayanan pada pasien yang hanya membutuhkan pelayanan kesehatan, tipe
ketiga, yang tidak gawat dan tidak darurat.
BAB III
TATA LAKSANA

A. Skrining Pra-Hospital
Untuk skrining pra-hospital dapat dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) maupun
Instalasi Rawat Jalan (IRJ) melalui interaksi per telepon. Interaksi telepon bisa datang dari
pasien atau keluarga pasien yang mencari informasi dengan melakukan panggilan ke nomor
rumah sakit, atau dari fasilitas kesehatan luar rumah sakit yang berencana merujuk pasien ke
Rumah Sakit Juliana akan diterima oleh operator yakni petugas admisi, case manager (CM),
atau tenaga medis dan paramedis yang ada di ruangan terkait (IGD/IRJ) setelah
disambungkan oleh operator.
Langkah-langkah skrining pra-hospital antara lain:
SATUAN KERJA SKRINING YANG DILAKUKAN
Operator/penerima 1. Menghubungkan pasien/keluarga ke unit admisi.
telepon 2. Menghubungkan fasilitas kesehatan perujuk ke dokter jaga
IGD untuk dikaji lebih lanjut.
3. Memberikan arahan jenis pelayanan yang dapat diakses dan
informasi waktu pelayanan.
Admisi/counter 1. Menghubungkan penelpon baik fasilitas kesehatan perujuk
pendaftaran/customer ataupun pasien/keluarga ke dokter jaga IGD (24 jam) atau
care/security IRJ (selama jam buka pelayanan poli) untuk
mengidentifikasi pelayanan yang dibutuhkan pasien.
2. Menginformasikan ketersediaan ruang pelayanan.
Case Manager 1. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan pelayanan
berdasarkan prioritas kegawatan.
2. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan perhatian
khusus semisal sakit berat, usia lanjut,
handicap/berkebutuhan khusus.
3. Mengkoordinasikan pembagian ruangan berdasarkan
identifikasi ketersediaan kamar bagi pasien yang
membutuhkan rawat inap.
4. Menginformasikan jenis pelayanan yang tersedia di Rumah
Sakit Juliana disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan
pasien.
IRJA 1. Pada jam buka pelayanan IRJ, admisi rawat jalan
menginformasikan jenis pelayanan yang ada di IRJ beserta
jam pelayanan dan bagaimana cara mengakses pelayanan
tersebut/pendaftaran.
2. Tenaga medis dan paramedis setelah menerima telepon
segera mengidentifikasi kebutuhan pelayanan bagi calon
pasien (yang belum terdaftar sebagai pasien) maupun
pasien lama, untuk merencanakan tindak lanjut.
IGD 1. Petugas medis/paramedis yang menerima panggilan telepon
melakukan skrining per-telepon dengan mencatat semua
informasi yang diperlukan mulai dari kondisi pasien sampai
dengan riwayat penyakit saat ini dan/terdahulu serta
rencana tindakan lanjutan yang direncanakan.
2. Apabila pasien memenuhi kriteria emergensi, maka
dilanjutkan dengan proses pelayanan lanjutan, yaitu
pertimbangan fasilitas yang dimiliki oleh rumah sakit untuk
identifikasi kebutuhan pelayanan yang sesuai serta
konsultasi dokter jaga IGD kepada DPJP kasus terkait.
Tenaga ambulan 1. Proses skrining dimulai saat mendapatkan permintaan
penjemputan pasien, untuk menentukan tingkat emergensi
dalam persiapan SDM tim ambulan yang akan melakukan
penjemputan, maupun menentukan peralatan yang
dibutuhkan dalam penjemputan.
2. Skrining dilakukan setelah tiba di lokasi penjemputan
dengan berpatokan pada penilaian pre transport pasien,
dengan menggunakan form transfer pasien.
3. Skrining lanjutan yaitu triage, dilakukan setelah tiba di IGD
dengan berpatokan pada pengkajian kondisi pasien.
B. Skrining Intra-Hospital
Skrining intra-hospital dapat dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) maupun area
Rawat Jalan (IRJ). Langkah-langkah skrining intra-hospital antara lain:
SATUAN KERJA SKRINING YANG DILAKUKAN
Case Manager 1. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan pelayanan
berdasarkan prioritas kegawatan.
2. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan perhatian
khusus semisal sakit berat, usia lanjut,
handicap/berkebutuhan khusus.
3. Mengkoordinasikan pembagian ruangan berdasarkan
identifikasi ketersediaan kamar bagi pasien yang
membutuhkan rawat inap.
4. Menginformasikan jenis pelayanan yang tersedia di Rumah
Sakit Juliana disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan
pasien.
IRJA 1. Setiap tenaga medis dan paramedis wajib untuk segera
mengidentifikasi kebutuhan pelayanan bagi pasien yang
membutuhkan, baik saat pasien mendaftar di poliklinik
maupun menunggu di ruang tunggu.
2. Dalam melakukan proses skrining bagin pasien yang
membutuhkan pelayanan emergensi, rawat inap dan rujukan
keluar. Pedoman skrining dikembangkanoleh kelompok staf
medik (KSM) terkait.
IGD 1. Proses skrining dilakukan segera setelah pasien datang ke
IGD
2. Apabila pasien memenuhi kriteria emergensi, maka
dilanjutkan dengan proses pelayanan lanjutan
3. Dokter jaga/paramedis melakukan triage untuk
mengidentifikasi kebutuhan dan pelayanan awal, untuk
selanjutnya dikonsulkan ke DPJP
4. DPJP melakukan pelayanan medis, identifikasi kebutuhan
pelayanan khusus, menerima konsultasi dan penilaian
pasien untuk di rawat inap, dipulangkan atau dirujuk.
Tenaga ambulan 1. Penjemputan pasien dilakukan atas permintaan.
2. Pengumpula data per-telepon dibutuhkan untuk menentukan
tingkat emergensi dalam persiapan SDM tim ambulan yang
akan melakukan penjemputan, maupun menentukan
peralatan emergensi dan peralatan tambahan yang
dibutuhkan dalam penjemputan.
3. Skrining dilakukan setelah tiba di lokasi penjemputan
dengan berpatokan pada penilaian pre transport pasien,
dengan menggunakan form transfer pasien.
4. Pada keadaan khusus, pada kasus emergensi, dokter dalam
tim ambulan wajib mengidentifikasi kebutuhan pelayanan
medis yang diperlukan, memberikan advis, mempersiapkan
sarana dan obat-obatan selama proses transfer sampai
dengan tiba di Rumah Sakit Juliana
5. Pada pasien tidak stabil, pasien kecelakaan atau pasien tidak
dikenal cukup ditanyakan jenis kelamin, usia, kondisi
pasien, pelayanan yang dibutuhkan dan lokasi penjemputan
6. Untuk pasien-pasien kegawatan dilakukan bantuan hidup
dasar dan stabilisasi sesuai panduan dan SPO, sebelum
ditransfer ke rumah sakit.
C. Skrining di Instalasi Rawat Jalan
Skrining rawat jalan dilakukan oleh dokter dan perawat di rawat jalan. Skrining rawat
jalan meliputi :

a. Kondisi umum pasien

Dinilai dari kesadaran, jalan nafas, pernfasan, dan sirkulasi

- Kesadaran dinilai apakah pasien dalam kondisi sadar penuh (composmentis), atau
apakah pasien mengalami penurunan kesadaran (mulai gelisah, sangat mengantuk,
sampai penurunan kesadaran lebih lanjut)

- Jalan nafas dinilai apakah bebas dari sumbatan, adakah gangguan ataukah ada kondisi
potensial yang akan mengacam patensi jalan nafas.

Contoh kondisi yang mengancam jalan nafas :


1. Pasien dating dalam kondisi sadar dengan posisi jatuh lehernya terbentur pipa,
tampak memar dan berbicara serak.

2. Pasien bayi/ balita dating dengan batuk pilek, batuk berulang sangat mengganggu
diikuti suara mengorok.

Pernafasan dinilai apakah pernafasan pasien normal atau ada masalah, bahkan ada
resiko distress nafas. Pasien dengan pernafasan yang layak mendapatkan pelayan di
UGD adalah:

1. Penggunaan otot bantu nafas contoh : penggunaan otot sternocleidomastoidea saat


bernafas posisi tripod.

2. Jika dihitung laju pernafasan pasien > 30x/menit

- Sirkulasi diilai apakah normal atau ada maslah. Pasien dengan sirkulasi drop yang
layak mendapatkan pelayanan di UGD adalah :

1. Pasien yang sangat pucat

2. Pasien yang dating dengan keringat dingin, nadi teraba lemah.

3. Akral dingin

4. Pasien dengan nyeri dada kiri, curiga iskemik jantung

5. Pasien dengan nyeri ulu hati, disertai keringat dingin, nadi lemah

6. Pasien dengan perdarahan sedang – hebat di dalamnya perdarah pervaginal

b. Penilaian nyeri

Penilaian nyeri menggunakan wong baker face pain sating scale.

Pasien dengan nilai nyeri ≥ 8 layak mendapakan pelayanan UGD


c. Skrining batuk

Pasien di wawancara sederhana apakah sedang batuk, berapa lama pasien batuk,
apakah sedang dalam pengobatan TBC atau tidak. Pasien yang batuk semua diberikan
masker wajah, sedangkan pasien yang batuk ≥ dua minggu diarahkan ke jalur fast track
untuk mengurangi resiko penularan infeksi air bone. Pasien yang dengan TBC
diarahkan ke jalur fast track ke poli TBC

d. Skrining pasien jatuh

Skrining resiko jatuh dilakukan menggunakan alat bantu Get Up and Go Test:

1. Pengkajian

No Penilaian Pengkajian YA TIDAK


.

1. Cara berjalan pasien (salah satu/lebih)

1. Tidak seimbang/ sempoyongan/limbung

2. Jalan mengguanakan alat bantu ( tripod/kruk /kursi roda/ orang lain

2. Menompang saat akan duduk: tampak memegang pinggiran kursi/


meja/ benda lain

2. Hasil

No Pengkajian Hasil Tindakan

1 Jika 1 dan 2 Tidak Resiko rendah Tidak ada tindakan

2 Jika 1 atau 2 YA Resiko sedang Edukasi

3 Jika 1 dan 2 YA Resiko tinggi Edukasi dan pasang gelang resiko jatuh
e. Skrining hambatan pasien

pasien dinilai apakah mengalami hambatan dalam mengakses pelayanan jika pasien
mengalami hambatan gerak seperti pengguanan kursi roda dan brankar. Jika pasien
mempunyai hambatan bahasa dan budaya. Budaya, hubungan pasien ada pelayanan
penerjemah bahasa Rumh sakit.

D. Skrining di Instalasi Rawat Inap


- Kebutuhan pasien yang berkenaan dengan pelayanan preventif, kuratif, rehabilitative
dan paliatif dan isolasi diprioritaskan

- Skrining pasien indikasi rawat inap dapat dilakukan oleh dokter umum melalui
UGD/Poliklinik umum dan oleh dokter spesialis

- pasien akan masuk pada criteria kuratif, preventif, rehabilitative, pasien indikasi rawat
inap, memerlukan kamar isolasi atau dapat berobat jalan.

Kuratif:

Upaya merupakan serangkaian kegiatan pengobatan yang ditunjukan untuk


penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit. Pasien kuratif
indikasi rawat inap:

Diagnosa Kriteria / indikasi rawat inap

Katarak Senilis 1. Pre op dengan penyulit

2. DM

3. Hipertensi

4. Anatomi mata kecil

Trauma mata 1. Laserasi kornea

2. laserasi bulbus oculi

3. Mengancam visual

Glaucoma akut 1. Penurunan penglihatan


2. edema kornea

3. TIO > 21

4. gangguan airway

Pentonsilar abses 1. Gangguan airway

2. Resiko sepsis

3. Disfagia

4. Nyeri berat

Epistaksis 1. Perdarahan massif

2. Hipertensi tak terkontrol

3. observasi perdarahan lanjut

Hipertrofi tonsil 1. Pre operatic treatment

Prolonged pregnancy 1. Hamil ≥ 41 minggu

Myoma uteri 1. Ukuran myoma uteri ≥ 8 cm

2. Telah terjadi perdarahan berulang

3. Hb ≤ 8,0 mg/dl

Preeclampsia 1. Tekanan darah ≥ 160/110

2. Proteinuria ≥ + 2

3. Terdapat tanda awal kejang

4. IUGR

5. Peningkatan SGPT/SGOT

6. Penurunan AT

Abortus 1. Perdarahan ≥ 150 cc


2. Keluar jaringan

3. Syok hemoragis

Hemiparesis gravidarum 1. Keton urin +

2. Keadaan umum lemah

3. Intake makan tidak adekuat

Abnormal urterine bleeding 1. Hb ≤ 8 mg/dl

DHF 1. Trombosit < 100.000

2. Tekanan darah < 100/70 mmHg (presyok)

3. Perdarahan spontan

4. Muntah

Dyspepsia 1. Muntah

2. Nyeri dada karena gastro esophageal reflux


desease

3. Dehidrasi

Diare 1. Dehidrasi sedang – berat

2. Muntah sampai tidak ada obat yang bias masuk

3. Pre-syok TD <100/60

Asma 1. Keluhan tidak membaik dengan 2x nebulizer

2. Respirasi rate >40

Periapical abscess without sinus (K04- 1. Suhu tinggi


7)
2. Susah menelan

3. Nadi cepat
4. Nadi cepat

Periapical abscess with sinus (K04-7) 1. Suhu tinggi

2. Susah menelan

3. Nadi cepat

4. Nafas terganggu

 Pasien yang memerlukan tindakan kuratif tapi tidak masuk indikasi rawat inap,
dokter wajib memberikan pendidikan kesehatan dan didokumentasikan dalam
form instruksi pasien pulang

 Selanjutkan form tersebut akan dibawa pulang dan menjadi pedoman perawatan
pasien dan keluarga dirumah

Preventif:

 Preventif adalah upaya mencegah suatu penyakit / deteksi dini factor resiko:

- Pemeriksaan kesehatan dilakukan berkala (pemeriksaan kehamilan, balita)

- Deteksi dini kasus, factor resiko maternal dan balita

- Imunisasi/vaksin pada bayi, anak, ini hamil dan dewasa

 Dokter atau perawat wajib memberikan informasi penjadwalan control/imunisasi


lanjutan.

Paliatif:

 Perawatan paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat mengurangi


penderitaan pasien, memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup. Pasien
paliatif yang masuk indikasi rawat inap:

Diagnosa Kriteria/Indikasi masuk rumah sakit

Congesif heart failure 1. Edema perifer


2. Dyspneu

3. Pembesaran hati

4. Emboli paru

5. kardiomiopati

6. Disritmia

Chronic kidney disease/CKD 1. Mual, muntah berlebihan

2. Perubahan status mental

3. Sesak nafas

4. Asidosis

 Skrining pasien dilakukan oleh dokter umu atau spesialis

 Jika ada indikasi rawat inap, perawat wajib melakuakn konfirmasi ke dokter
apakah pasien memerlukan ruang khusus ICU, HD, Isolasi

 Perawat menghubungi bagian pendaftar rawat inap, melakukan konfirmasi


ketersediaan ruang yang dibutuhkan pasien.

 Jika ruang perawatan positif tersedia, perawat mengarahkan keluarga pasien untuk
mendaftar rawat inap.

Isolasi / indikasi masuk rumah sakit:

 Ruang isolasi adalah ruangan khusus di rumah sakit yang merawat pasien dengan
kondisi medis tertentu, terpisah dari pasien lain untuk men cegah penyebaran
penyakit dan mengurangi resiko terhadap pemberian pelayanan kesehatan serta
mampu merawat pasien menular agar tidak terjadi atau memutus siklus penularan
penyakit melindungi pasien dan petugas kesehatan. Pasien indikasi rawat inap
dengan isolasi

Diagnosa Kriterian

TBC  Batuk berdarah


 Keadaan umum buruk

 Pneumothoraks

 Empiema

 Efusi pleural massif

 Sesak nafas berat TB paru milier

 Meningitis TB

 Citomegalovirus  Demam

 Pneumonia/sesak nafas berat

 Takipnea dan dispnea

 Kerusakan otak

 Tetans  Semua grade tetanus indikasi dirawat inapkan

 Kondisi pasien  Demam


immunocompromise ( ex:
 Ada infeksi tumpangan
pansitopenia, keganasan
post kemoterapi)

 Perawat wajib melakukan konfirmasi bagian pendaftaran rawat inap ketersediaan


ruang isolasi

 Jiaka ruang khusus isolasi tidak tersedia, maka pasien indikasi rawat inap dengan
isolasi harus ditempatkan di ruang yang setidaknya hanya 1 pasien dalam satu
kamar.

 Ruang isolasi yang setelah digunakan oleh pasien dengan resiko penularan infeksi
tinggi, tidak bias digunakan pada pasien immucompromise sebelum ruang
dinyatakan steril.

Rehabilitatif
 Adalah upaya promosi kesehatan untuk memelihara dan memulihkan kondisi /
mencegah kecacatan. Sasarannya adalah kelompok orang yang baru sembuh dari
penyakit. Tujuannya adalah pemulihan dan pencegahan kecacatan (tertiary
prevention)

 Contoh tindakan rehabilitative adalah fisioterapi

 Tindakan fisioterapi bias dilakukan dengan rawat jalan (tidak memerlukan rawat
inap), kecuali pada terdapat kasus penyerta sebagai contoh pengerjaan fisioterapi
untuk pemulihan pasca operasi

 Pemilihan criteria pasien yang harus difisoterapi dilakukan oleh dokter spesialis,
sedangkan untuk jenis fisioterapi yang dilakukan akan di skrining oleh dokter
rehabilitasi medis

 Setelah dokter spesialis rehabilitasi medis memberikan diagnosa engan advis jenis
fioterapi, makan fisioterapis melakukan fisoterapi sesuai dengan advis

Skrining pasien pro Hemodialisa

Skrining awal dilakukan oleh dokter perlu atau tidak dilakukan hemodialisa. Indikasi
dilakukan hemodialisa:

1. Perikarditis atau efusi pericardium

2. Hiperkalemi

3. Hipertensi maligna

4. Oliguri atau anturia

Indikasi dini

1. Gejala uremia : Mual ,muntah, perubahan mental

2. Laboratrium abnormal

 Asidosis aztema
 Azotema (kretinin 8-12mg %)

 BUN 100-120 mg%

Jika dokter memutuskan pasien memerlukan hemodialisa indikasi segera :

 Perawat wajib memastikan ketersedian fasilitas hemodialisa

 Perawat umum segera menghubungi perawat hemodialisa bahwa ada pasien


indikasi cyto heodialisa

 Perawat mengantarkan pasien ke ruang hemodialisa

 Perawat mengantarkan pasien ke ruang hemodialisa

 Perawat melkuakan serah terima dengan perawat hemodialisa

Jika dokter memutuskan pasien memerlukan hemodialisa indikasi elektif:

 Perawat mengarahkan pasien ke pendaftarkan untuk mendaftar ke pelayanan


hemodialisa

Skrining sebelum dirujuk

 Dokter dan perawat melakukan penilaian visual, anamnesa, dan melakukan vital
sign

 Perawat dan dokter memastikan apakah fasilitas RS dapat mendukung upaya


pertolongan pasien

 Dokter melakukan pemeriksaan penunjang minimal sebelum diputuskan rawat


inap atau rujuk

 Jika pasien memenuhi criteria untuk dirujuk, maka dokter atau perawat wajib
memastikan apakah pasien dalam keadaan stabil untuk dirujuk

 Perawat memsatikan adanya ruang/tempat di RS rujukan

 Dokter dan perawat melengkapi rekam medis pasien yang kemudian harus dibawa
saat merujuk pasien
 Perawat memastikan kesiapan ambulan berserta peralatan medis yang diperlukan
untuk merujuk pasien

 Petugas yang mengantar pasien ketempat rujukan adalah petugas yang terampil
dalam batuan hidup dasar, transport pasien dan skrining pasien

 Semua kegiatan harus terdokumentasi dengan baik

Skrining pasien pro tindakan radiologi (kontras)

 Dokter melakukan assessment perlu atau tidaknya pasien melakukan pemeriksaan


radiologi dengan atau tanpa kontras

 Perawat mengarahkan pasien ke ruang CT scan

 Dokter atau raddiografer wajib memastikan pasien sedang tidak dalam kondisi
hamil

 Perawat melakukan skin test untuk mengetahui ada atau tidaknya alergi dengan
cairan kontras

 Jika dalam waktu minimal 15 menit tidak terlihat reaksi di daerah skin test, maka
CT scan dengan kontras bias dilaksanakan

 Sebaliknya jika terlihat reaksi alergi, maka CT scan dengan kontras tidak dapat
dilakukan.

Daftar skrining pemeriksaan penunjang sebelum pasien diputuskan rawat inap atau
dirujuk atau dilaksanakan tindakan :

Diagnosa Pemeriksaan penunjang

Dengue hemorrhagic fever 1. Hemoglobin

2. Hitung leukosit

3. Hematokrit

4. Trombosit
Spontaneous vertex delivery 1. Darah rutin

2. CT/BT

3. HbsAg

Delivery by emergency caesaren suction 1. Darah rutin

2. CT/BT

3. HbsAg

Delivery by elective caesarean section 1. Darah rutin

2. CT/BT

3. HbsAg

Postmenopausal bleeding 1. Darah rutin

2. CT/BT

3. HbsAg

Preterm delivery 1. Urinalisis

2. Darah rutin

2. CT/BT

3. HbsAg

False labour before 37 completed weeks of 1. Darah rutin


gestation
2. Urinalisis

Mild hyperemesis gravidarum 1. Urinalisis

Other and unspecified ovarian cysts 1. USG

2. Ca-125 (poli)

3. Darah rutin
4. CT/BT

5. HbsAg

Leiomyoma of uterus, unspecified 1. USG

2. Darah rutin

2. CT/BT

3. HbsAg

Blighted ovum and nonhydatidiform mole 1. USG

2. Darah rutin

2. CT/BT

3. HbsAg

Diabetes militus 1. Gula darah puasa

2. Gula darah 2 jam PP

3. Urin rutin

4. Ureum

5. Kreatinin

Gastroesophageal reflux sisease 1. EKG (untuk menyingkirkan diagnose


chest pain cardial)

Asma 1. Rontgen Thorax

2. Darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit,


Hematokrit)

Bronkitis 1. Rontgen thorax

2. Darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit,


Hematokrit)
Thyrotoxicosis 1. Free T4

2.TSH

3. EKG

Fever, unspecifed 1. Darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit,


Hematokrit)

2. Urine rutin

3. Tubex TF (bila demam ≥ 7 hari

Arthritis 1. Rontgen sendi

Congestive heart failure 1. EKG

2. Rontgen thorax

Cholelithiasis 1. USG abdomen

Chronic ischemic heart desease 1. EKG

2. Rontgen thorax

Necrosis of pulp (K04.1) 1. Laboratorium : Gula darah

2. Radiologi : Periapical / OPG

Pulpitis (K04.0) 1. Laboratorium : -

2. Radiologi : Periapical / OPG

Embedded and impacted teeth (K01) 1. Laboratrium : gula darah

2. Radiologi : OPG

Periapical abscess without sinus (K04.7) 1. Laboratrium : gula darah

2. Radiologi : OPG

Retained dental root (K08.3) 1. Laboratrium : gula darah


2. Radiologi : Peripical/OPG

Anomalies of tooth position (K07.3) 1. Laboratrium : -

2. Radiologi : OPG dan Cephalometri

Anomalies of dental arch relationship 1. Laboratrium : -

2. Radiologi : OPG dan Cephalometri

Malocclusion, unspecified (K07.4) 1. Laboratrium : -

2. Radiologi : OPG dan Cephalometri

Fracture of tooth (S02.5) 1. Laboratrium : Gula darah

2. Radiologi : OPG dan Peripical

Pada kasus kasus yang sudah pasti rumah sakit tidak bisa memberikan pelayanan maka
pemeriksaan penunjang diagnostic dapat tidak dilakukan.
BAB IV
DOKUMENTASI

Semua hasil skrining dicatat dalam Rekam Medis IGD dan poliklinik Pada kasus kasus yang
sudah pasti rumah sakit tidak bisa memberikan pelayanan maka pemeriksaan penunjang
diagnostic dapat tidak dilakukan. Penerimaaan Pasien Rawat Inap : Pasien dapat didaftarkan
masuk ke rumah sakit oleh dokter spesialis yang memiliki Surat Ijin Praktek di Rumah Sakit.
Semua admission, tidak termasuk perinatologi, memerlukan kelengkapan lembar kerja
admission dari dokter spesialis atau dokter umum dengan instruksi dari dokter spesialis, yaitu:
a. Lembar admission (Surat Pengantar Rawat inap)
b. Diagnosis saat datang

• Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi pelaksanaan panduan ini dilaksanakan dan dilaporkan ke Direksi
Rumah Sakit.
Jenisdokumen/ Cara/metode/frekuensi Penanggung jawab Pelaporan ke
kegiatan evaluasi
Kebijakan 3 Bulan Kepala Ruang, Direksi
Penangung Jawab
Instalasi

Anda mungkin juga menyukai