Disusun oleh:
Agriva Devaly Avista, S.Farm. (148115004)
Anastasia Ika Purwaningsih, S.Farm. (148115007)
Arellia Oktaviori, S.Farm. (148115011)
Defilia Anogra Riani, S.Farm. (148115015)
Dionisius Aji Prasetio, S.farm. (148115017)
Eva Ekayanti Pala, S.Farm. (148115019)
Gabriela Indria P, S.Farm. (148115023)
Gissela Haryuningtiyas, S.Farm. (148115027)
Ketut Noveryka L, S.Farm. (148115031)
1
A. Definisi dan Klasifikasi Gastritis
2
terjadi pada gastritis kronik adalah perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus,
perforasi, anemia karena gangguan absorbsi vitamin B12, maupun penyempitan
daerah antrum pylorus. Klasifikasi gastritis kronik terbagi menjadi 2, yaitu:
Tipe A (sering disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan
sel parietal, yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan
dengan penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus
atau korpus dari lambung.
Tipe B (kadang disebut dengan gastritis H. pylory ) mempengaruhi antrum dan
pilorus. Dihubungkan dengan bakteri H. pylory , faktor diet seperti minum
panas atau pedas, penggunaan alkohol dan obat-obatan, merokok atau refluks
isi usus kedalam lambung.
(Robbins & Cotran, 2008).
B. Definisi Tukak Peptik
Tukak peptik adalah pembentukan ulkus pada saluran pencernaan bagian atas yang
diakibatkan oleh pembentukan asam dan pepsin. Tukak peptic disebabkan oleh
Helicobacter pylori, obat antiinflamasi non steroid (NSAID) dan kerusakan mukosa yang
berhubungan dengan stress (ulcer stress/Stress Related Mucosal Damage (SRMD).
E. Patofisiologi Gastritis
Normalnya, mukosa lambung terlindung dari asam dan pepsin dengan adanya
viscous gel layer yang terdiri dari mukus, fosfolipid, dan bikarbonat yang disekresi oleh
3
sel epitel lambung dalam stimulasi prostaglandin. Kejadian Peptic Disease biasanya
terjadi akibat tidak seimbangnya agresif mukosa lambung terhadap mekanisme protektif
lambung (Elzouki et al., 2012). Penyebab terbanyak terjadinya gastritis adalah H. pylori
dan NSAIDs.
a. H. pylori
H. pylori merupakan bakteri gram-negatif mikroaerofilik yang berbentuk spiral,
memiliki flagela, dan dapat berkoloni pada epitelium lambung. Mekanisme patogenik
dapat terjadi karena kerusakan mukosa secara langsung, adanya perubahan respon imun,
serta sekresi asam lambung meningkat akibat hipergastrenemia. H. pylori dapat bertahan
pada pH lambung dan mensekresi urea yang terhidrolisis menjadi CO 2 dan amonia, produk
ammonium lain (mono-N-kloramin), faktor kemotaktik, pelepasan platelet activating
factor, leukotrien, dan eukosanoid yang berasal dari asam arakidonat, dan sitotoksin seperti
protease, lipase fosfolipase A2, fosfolipase C dan vacuolating cytotoksin (Vac). Endotoksin
yang dibentuk H.pylori dapat merusak endotel dan menimbulkan mikrotrombosis mukosa
sehingga tubuh mengeluarkan leukosit. Leukosit melepaskan cytokines tambahan yang
dapat menimbulkan radikal superoksid dan menjadi rusak. H.pylori dapat merangsang
faktor-faktor dalam tubuh manusia untuk meningkatkan produksi interleukin 8 (IL-8)
mRNA epitel dan IL-8 imunoreaktif (Dipiro et al., 2008).
4
Respon antibodi lambung menghasilkan IgA dan IgG. Sekresi IgA sebagai
pelindung mukosa tanpa aktivasi komplemen sedangkan IgG mengaktivasi komplemen
yang menimbulkan kerusakan epitel immune complex mediated dan penurunan
sitoproteksi. H.pylori dapat meningkatkan gastrin plasma melalui perangsangan sel G
lambung dan menurunkan sekresi somatostatin melalui inhibisi sel G lambung.
Akibatnya sekresi asam lambung lebih tinggi dari normal yang dapat mengakibatkan
tukak peptic (Dipiro et al., 2008).
b. NSAIDs
NSAIDs menghambat enzim COX, baik COX-1 dan COX-2 sehingga konversi
asam arakidonat untuk menjadi prostaglandin ditekan. Aksi ini dapat disebut sebagai anti
inflamasi dan analgesik. COX-1 diekspresikan hampir di semua jaringan, memproduksi
prostaglandin yang mengatur aktivitas normal sel. COX-2 tidak ditemukan di jaringan
pada kondisi normal, tetapi diinduksi oleh berbagai stimulus, seperti endotoksin, sitokin,
mitogen dan dihubungkan dengan produksi prostaglandin selama proses inflamasi, nyeri,
dan respon piretik. NSAID menyebabkan kerusakan mukosa lambung melalui dua
mekanisme penting, yaitu iritasi langsung maupun topikal pada epitel lambung dan
penghambatan sistemik sintesis prostaglandin mukosa endogen. Efek merugikan NSAID
lebih banyak diakibatkan oleh inhibisi COX-1 karena dapat menghambat aktivitas
platelet sehingga terjadi gastro-bleeding (Dipiro et al., 2008).
5
c. Stress (Untuk PUD)
Stress yang terjadi dapat berpengaruh terhadap sistem hormonal. Sistem hormonal ini
akan merangsang kelenjar pituari untuk mengeluarkan hormon adrenalin dan
meningkatkan asam lambung. Oleh karena itu, dapat terjadi ketidakseimbangan antara
sekresi asam lambung dengan proteksi terhadap lapisan mukus (Dipiro, et al., 2008).
6
F. PENATALAKSANAAN
I. Tujuan terapi : Pengobatan gastritis dan tukak petik tergantung dari etiologi
penyakit (H. pylori atau NSAID). Tujuan yang hendak dicapai adalah untuk
menghilangkan rasa sakit pada tukak, menyembuhkan tukak, mencegah
kekambuhan pada tukak, mengurangi komplikasi yang terjadi. Tujuan terapi
akibat H. pylori yaitu membunuh H. pylori, menyembuhkan tukak, dan
menyembuhkan penyakit. Tujuan terapi akibat NSAID yaitu menyembuhkan
tukak secepat mungkin. Regimen terapi yang paling efektif dan cost-effective
sebaiknya digunakan (Dipiro, et al., 2008)
II. Sasaran : faktor penyebab terjadinya tukak yaitu bakteri H. pylori, NSAID, dan
stress.
III. Terapi
1. Terapi Non Farmakologi
a. Mengurangi stress, merokok dan penggunaan NSAID
b. Menghindari makanan pedas, kafein dan alkohol
2. Terapi Farmakologi
7
a. Ulcer karena NSAID
Pada terapi NSAID-induced ulcers, sebaiknya penggunaan NSAID
dihentikan apabila mungkin. Obat-obat yang dapat digunakan antaralain: PPI,
H2RA, sukralfat (menghambat sekresi asam lambung dan meningkatkan pertahanan
lapisan mukosa). PPI merupakan pilihan paling optimal dibandingkan H 2RA dan
sukralfat karena lebih cepat menyembuhkan gejala dan ulcer. Apabila NSAID tidak
memungkinkan untuk dihentikan maka PPI sebaiknya ditambahkan dalam
pengobatan pasien. Pasien dengan risiko NSAID-induced ulcers yang tinggi
sebaiknya diberikan PPI atau misoprostol (analog prostaglandin E sintetis) untuk
mengurangi risiko tersebut, atau mengganti NSAID dengan COX-2 selektif
inhibitor (Goldie, Rossellie, Kerr, 2010).
Tabel 2. Risk Assessment dan Tatalaksana Mengurangi Risiko GI pada Pasien dengan
Terapi NSAID Kronik (Dipiro, et al., 2008).
8
b. Ulcer Karena H. Pylori
Regimen eradikasi H.pylori mengkombinasikan 2 antibiotik dan 1
antisekretori (triple therapy) atau bismuth subsalisilat, 2 antibiotik dan 1
antiskretori (quadruple therapy). Triple therapy biasanya dipiih sebagai first-line
therapy. American College of Gastroenterology merekomendasikan terapi
dilakukan selama 10-14 hari. Metronidazole lebih dipilih daripada amoxicillin pada
pasien dengan alergi penisilin. Apabila pasien pernah menggunakan makrolida,
maka quadruple therapy lebih direkomendasikan (Goldie, Rossellie, Kerr, 2010).
Monitoring terapi
1. Penyebab NSAID
Dalam pelaksanaan terapi, sebaiknya dimonitoring selama 7-14 hari (1-2
minggu), setelah batas waktu tersebut, kemudian dilakukan pemeriksaan lagi
kepada pasien, jika selama masa pengobatan gejala sudah mulai berkurang
disarankan untuk melanjutkan terapi hingga gejala sudah benar-benar tidak ada.
9
2. Penyebab H.pylori
Pengobatan dilakukan dengan eradikasi terapi. Selama penggunaan, pasien
dipantau selama 10-14 hari, jika setelah masa pengobatan masih terdapat bakteri
H.pylori (dengan menggunakan tes laboratorium seperti UBT, serologi, dan
endoskopi) maka disarankan untuk melakukan penyelidikan terlebih dahulu.
Penyebab masih terdapat bakteri tersebut antara lain seperti terjadi resistensi obat,
alergi terhadap obat, dan kurang patuh pasien dalam mengkonsumsi obat. Jika
terjadi resistensi dan alergi maka dapat diganti menggunakan obat lain atau
ditingkatkan jenis terapinya (American College of Clinical Pharmacy, 2013).
10
DAFTAR PUSTAKA
Elzouki, A.Y., Harfi, H.A., Nazer, H.M., Stapleton, F.B., Oh, W., Whitley, R.J., 2012,
Textbook of Clinical Pediatric, Second edition, Springer-Verlag, New York, pp.
1791-1794
Goldie, Rossellie, Kerr, 2010, http://www.uspharmacist.com/content/d/feature/c/24725/,
diakses pada tanggal 18 September 2014.
National Insitute of Health, 2010, Gastritis, U.S. Department Of Health And Human
Services, pp. 5-6.
Robbins & Cotran, 2008, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Edisi 7, EGC, Jakarta, pp.
474.
Tortora, G.J., dan Derrickson, B.H., 2009., Principles of Anatomy and Physiology, Twelfth
Edition Asia : Wiley
11