Anda di halaman 1dari 11

STATUS AKROSOM DAN KUALITAS SPERMATOZOA BEBERAPA RUMPUN

KAMBING PADA BALAI INSEMINASI BUATAN SETELAH PROSES PEMBEKUAN

DIAN AULIA TRI YUSKA


B352190061

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daya produksi peternakan bergantung pada 3 faktor yaitu pakan, manajemen dan
reproduksi. Upaya dalam sektor reproduksi ternak diantaranya adalah dengan pelaksanaan
inseminasi buatan. Teknik IB meruapakan salah satu teknologi yang diciptakan oleh manusia
untuk dapat membantu meningkatkan populasi serta mutu genetik ternak, dimana ini akan dapat
mengatasi kebutuhan dan permintaan akan daging sapi serta kambing yang terus meningkat, hal
ini disebabkan oleh peningkatan jumlah masyarakat dunia dari tahun ke tahun (Hardijanto dan
Aiman, 2010). Hal ini dimungkinkan dengan menggunukan pejantan yang terpilih untuk diambil
semennya dan diiseminasikan pada beberapa betina.
Kriopreservasi semen adalah salah satu teknik penyimpanan materi genetik
(spermatozoa) dalam bentuk beku. Pembekuan semen bertujuan untuk penggunaan pejantan
dengan maksimal dalam mengatasi keterbatasan jumlah pejantan dan penghematan biaya dalam
pemeliharaan pejantan. Produksi Semen beku saat ini dilakukan oleh Balai Inseminasi Buatan.
Pemasalahan umum yang terdapat pada usaha peternakan kambing adalah rendahnya
produktifitas ternak kambing di peternakan rakyat yang terdapat di pedesaan.Terdapat dua faktor
utama yang penyebab rendahnya produktifitas pada ternak kambing adalah masalah rendahnya
managemen pemeliharaan dan kemampuan genetik untuk tumbuh, sehingga menyebabkan
panjangnya jarak beranak. Inseminasi buatan sebagai salah satu teknologi yang diterapkan pada
bidang peternakan memiliki tantangan untuk menunjukkan keberhasilan kebuntingan yang
ditentukan beberapa faktor yaitu pejantan, betina, peternak dan pelaksana IB itu sendiri. Ternak
jantan dapat mempengaruhi keberhasilan inseminasi buatan, hal ini dikarenakan kualitas semen
yang dihasilkan oleh pejantan adalah salah satu faktor penentu keberhasilan dalam perkawinan
ternak.
Dampak dari serangkaian proses pembekuan sampai thawing dapat menyebabkan cold
shock, stres osmotik dan pembentukan kristal es. Ketiga kejadian tersebut akan berpengaruh
terhadap kualitas spermatozoa yang mencakup penurunan motilitas, viabilitas, perubahan
permeabilitas serta perubahan pada komponen lipid di membran (Holt 2000). Penurunan fungsi
dari membran sel berhubungan dengan kemampuan spermatozoa untuk bisa membuahi oosit
(Flesch et al. 2000). Membran plasma mempuyai fungsi penting dalam melindungi organel sel
terutama akrosom spermatozoa. Akrosom spermatozoa mempuyai inner acrosome membrane
(IAM) dan outer acrosome membran (OAM) yang akan berperan dalam pelepasan enzim
penetrasi oosit selama reaksi akrosom pada saat fertilisasi (Cardullo dan Florman 1993).
Perubahan komponen lipid di membran spermatozoa bisa mengganggu stabilitas dari membran
serta berpotensi menyebabkan kerusakan pada akrosom (Esteves et al. 1998; Cross dan Hanks
1991). Keutuhan akrosom menjadi salah satu faktor keberhasilan fertilisasi. Spermatozoa yang
memiliki akrosom utuh yang hanya akan mampu melakukan penetrasi zona pelusida dan
melakukan fusi dengan membran plasma oosit (Celeghini et al. 2010), oleh sebab itu integritas
akrosom merupakan salah satu indikator penting yang digunakan untuk menilai fertilitas
spermatozoa yang sudah dibekukan. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi status akrosom dan kualitas spermatozoa beberapa rumpun kambing pada balai
inseminasi buatan setelah proses pembekuan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengevaluasi status akrosom dan kualitas
spermatozoa pada beberapa rumpun kambing yang berasal dari balai inseminasi buatan setelah
proses pembekuan dan efektivitas pewarnaan trypan blue giemsa dan coomassie brilliant blue G-
250 untuk mengevaluasi status akrosom spermatozoa kambing.
Manfaat Penelitian
Memberikan informasi mengenai status akrosom dan kualitas spermatozoa pada
beberapa rumpun kambing yang berasal dari balai inseminasi buatan setelah proses pembekuan
dan efektivitas pewarnaan trypan blue giemsa dan coomassie brilliant blue G-250.
TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Balai Inseminasi Buatan
Balai Inseminasi Buatan (BIB) nasional dan daerah merupakan instansi pemerintah yang
melakukan fungsi produksi dan pemasaran semen beku unggul serta pengembangan IB (Nofa et
al. 2017). Semen beku yang diproduksi oleh BIB telah disebarkan secara luas hingga keluar
daerah untuk IB. Iseminasi buatan di Indonesia saat ini telah bekembang dan penggunaanya telah
tersebar secara luas, hal ini dikarenakan masyarakat mulai mengetahui dan menyadari manfaat
dari IB untuk meningkatkan produktivitas ternak. Kesadaran masyarakat yang meningkat
mengenai arti penting IB tersebut menyebabkan hampir di setiap daerah terdapat BIB. Indonesia
memiliki 16 BIB dinataranya dua Balai Inseminasi Buatan Nasional (BIB) dan 14 Balai
Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) melalui Dinas Peternakan/Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan mendirikan Balai Inseminasi Buatan maupun UPT Inseminasi Buatan. Balai Inseminasi
Buatan yang aktif dalam melakukan fungsi di antaranya. dalam memproduksi serta
mendistribusikan senem beku.
Semen beku yang diproduksi oleh BIB selalu dilakukan penegdalian mutu meliputi
pengendalian mutu semen segar, selama proses produksi dan semen beku. Pemeriksaan motilitas
semen secara berkala dilakukan untuk pengendalian mutu semen. Persyaratan mutu yang
ditetapkan oleh Badan standar Nasional (BNS) yang tertuang dalam standar mutu produksi
semen beku kambing SNI 4869.3: 2014 poin nomor 3 tentang persyaratan mutu yakni motilitas
post thawing 40% dan gerakan individu 2. Semen beku memiliki keunggulan dan kelemahan
yakni penggunaan semen beku bisa dalam waktu lama tetapi juga bisa menurunkan kualitas
semen setelah pembekuan.
Karakteristik Spermatozoa Sapi
Spermatozoa mamalia terdiri atas tiga komponen utama yaitu kepala, bagian tengah and
ekor. Komponen- komponen tersebut dikelilingi oleh membran plasma, protein dalam susunan
mosaik (intrinsik maupun ekstrinsik) dan lipid (umumnya fosfolipid dan kolesterol).Lapisan
fosfolipid terdiri dari dua lapis yang bersifat selektif semi permeable yang melapisi permukaan
spermatozoa, struktur tersebut sangat kompleks dan memiliki peran biologik spesifik pada
permukaannya (Sukmawati et al. 2015).
Kepala spermatozoa terdiri dari dua daerah yaitu daerah akrosom anterior yang dilapisi
oleh tudung akrosom dan daerah post akrosom yang berbatasan dengan ekor. Akrosom
mengandung enzim akrosin, hyaluronidase dan enzim-enzim hidrotik yang terlibat pada proses
fertilisasi. Akrosom spermatozoa terbentuk pada tahap spermiogenesis. Spermiogenesis
merupakan pembentukan spermatozoa dari spermatid. Perubahan morfologik spermatozoa
selama tahapan spermiogenesis meliputi pembentukan akrosom, leher dan ekor spermatozoa.
Akrosom spermatozoa organel internal terletak di daerah anterior kepala dan mengandung enzim
hidrolitik yang berperan dalam reaksi akrosom selama fertilisasi (Toshimori 1998).
Kriopreservasi Semen
Kriopreservasi adalah teknik yang digunakan untuk pengawetan dan penyimpanan sel
hewan, tumbuhan ataupun materi genetik lain (seperti spermatozoa dan oosit) pada suhu sangat
rendah dan keadaan beku dengan cara reduksi aktivitas metabolisme tanpa memengaruhi
organel di dalam sel sehingga fungsi fisiologis, biologis dan morfologis tetap ada. Prinsip yang
terpenting dari kriopreservasi sel spermatozoa adalah pengeluaran air dari dalam sel (dehidrasi)
sebelum intraseluler membeku. Apabila tidak terjadi dehidrasi maka akan terbentuk kristal es
besar di dalam sel yang dapat merusak sel sebaliknya bila terjadi dehidrasi yang sangat hebat
maka sel akan mengalami kekeringan sehingga sel mengalami kematian (Supriatna dan Pasaribu
1992).
Cold shock pada sel berkaitan dengan tahap transisi membran lipid yang menyebabkan
terjadinya tahap pemisahan dan penurunan sifat-sifat permeabilitas secara selektif dari membran
sel (Watson 1995). Membran plasma utuh dan akrosom merupakan factor penting dalam proses
kapasitasi spermatozoa, tahapan reaksi akrosom yang diikuti fertilisasi oosit.
Akrosom Spermatozoa
Akrosom spermatozoa memiliki peranan penting selama proses fertilisasi, akrosom terdiri
dari enzim hidrolitik yang akan berperan pada saat reaksi akrosom selama interaksi dengan zona
pelusida oosit (Yamagata et al. 1998). Keutuhan Akrosom spermatozoa merupakan factor
penting untuk dapat mengikat zona pelusida sebelum pelepasan enzim dan memungkinkan
spermatozoa menembus zona pelusida (Wassarman et al. 2004). Spermatozoa terikat pada zona
pelusida dari oosit melalui reseptor permukaan sel atau protein yang mengikat pada eksterior
spermatozoa akrosom utuh (Bookbinder et al. 1995). Pada permukaan spermatozoa dan akrosom
terdapat enzim protease yang mempunyai kemampuan dalam melisiskan sel kumulus dan zona
pelusida oosit tersebut (Bedford 1998).

Pewarnaan Akrosom Spermatozoa Menggunakan Trypan blue-Giemsa dan


Coomassie Brilliant Blue G-250
Evaluasi integritas akrosom menggunakan pewarnaan TBG dan CBB G250 mempunyai
beberapa keunggulan diantaranya, hasil pewarnaan dapat dianalisis menggunakan mikroskop
cahaya, fiksasi sederhana dan cepat, memiliki kemampuan mempertahankan integritas membran
selama pewarnaandan hasil pewarnaan dapat disimpan. Giemsa dan CBB G250 merupakan
pewarna yang bisa berikatan dengan protein pada membran sehingga dapat mewarnai
spermatozoa dengan baik. Penentuan integritas membrane plasma dapat ditentukan dengan
trypan blue, dimana tidak bisa melewati membran plasma pada spermatozoa yang masih hidup
dan pewarna hanya bisa melewati membran plasma dari spermatozoa yang telah mati. Warna
yang dihasilkan oleh Pewarna trypan blue serta warna gelap dan lebih stabil serta tidak memiliki
efek negatif terhadap pewarnaan giemsa, sehingga pewarnaan trypan blue menghasilkan ulasan
warna yang cerah untuk pewarnaan akrosom (Kovacs dan Foote 1992).
Coomassie Brilliant Blue G-250 adalah suatu metode dalam analisis protein,
kemampunya berikatan dengan sebagian besar protein memudahkan dalam mendeteksi protein
pada membran. Protein membran spermatozoa hewan dapat diwarnai menggunakan pewarna
CBB G250 dengan cara mengikat rantai samping asam amino tertentu. Akrosom spermatozoa
yang utuh memiliki warna gelap pada bagian apikal kepala daerah akrosom. Spermatozoa yang
memiliki akrosom yang tidak utuh berwarna samar atau tidak ada warna di daerah akrosom
(Larson Dan Miller 1999). Prosedur pewarnaan TBG dan CBB G250 ini sederhana dan cepat
untuk menentukan status akrosom.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium In Vitro Fertilization (IVF), Divisi
Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Reproduksi, Pemuliaan dan Kultur Sel
Hewan, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong pada bulan Desember 2020 hingga Mei
2021.
Materi Penelitian
Materi penelitian berupa semen beku dari beberapa rumpun kambing yaitu kambing,
senduro, boer, etawa dan saanen yang berasal dari dua balai inseminasi buatan. Semen beku lalu
disimpan dalam container nitrogen cair dengan suhu -196oC.
Metode Penelitian
Thawing Semen beku
Semen beku dikeluarkan dari container penyimpanan menggunakan pinset lalu
dimasukkan ke dalam water bath dengan suhu 37°C selama 30 detik, seluruh isi straw
dimasukkan ke dalam microtube. Selama pengamatan semen disimpan di dalam water bath
dengan suhu 37oC.
Motilitas Spermatozoa
Sistem Computer Assisted Semen Analysis (CASA) di gunakan untuk mengevaluasi total
motilitas (%) yang dilakukan dengan menggunakan Program SpermVision (Minitüb, Tiefenbach,
Germany), yang dihubungkan dengan Carl Zeiss Microimaging GmbH (Gottingen, Germany)
yang dilengkapi warm stage dengan suhu 38°C dan menggunakan IVOS II Animal - Sperm
Analyzer (Hamilton Thorne, Inc), dengan memperhatikan faktor volume, konsentrasi, dan
pengencer pada masing-masing CASA. Sampel semen yang sudah diencerkan terlebih dahulu
diteteskan diatas gelas objek dan ditutup dengan cover slip 18x18 mm. Sebanyak 200 sel
spermatozoa dalam total lima bidang (Amini et al. 2019). Motilitas dievaluasi dengan pengaturan
pabrik untuk spermatozoa kambing pejantan; total motility (TM), progressive motility (PM),
curvilinear velocity (VCL), straight line velocity (VSL), average path velocity (VAP),
straightness (STR), linearity (LIN), amplitude of lateral head deviation (ALH), dan beat cross
frequency (BCF).
Viabilitas Spermatozoa
Pemeriksaan viabilitas spermatozoa dilakukan dengan menggunakan pewarnaan eosin-
nigrosin. Pewarnaan eosin-nigrosin terdiri dari 0.2 g eosin (Merck, Darmstadt, Germany), 2 g
nigrosin (Merck, Darmstadt, Germany) dan dicampurkan hingga 100 ml aquabidest
(Ikapharmindo Putramas, Indonesia). Pewarnaan dimulai dengan meneteskan 10 μl semen pada
gelas objek, ditambah pewarna eosin-nigrosin, dihomogenkan dan dibuat preparat ulas dari
campuran tersebut, dan dikeringkan menggunakan heating table hingga kering. Preparat diamati
di bawah mikroskop menggunakan perbesaran 400x. Spermatozoa yang hidup tidak terwarnai
(transparan) dan spermatozoa yang mati akan terwarnai (Perumal et al. 2019). Spermatozoa yang
hidup dan spermatozoa mati dihitung dari total minimal 200 sel spermatozoa.
Abnormalitas Spermatozoa
Pengamatan abnormalitas spermatozoa dilakukan dengan menggunakan pewarnaan eosin
nigrosin dengan sedikit modifikasi (Perumal et al. 2019). Pewarnaan eosin-nigrosin terdiri dari
0.2 g eosin (Merck, Darmstadt, Germany), 2 g nigrosin (Merck, Darmstadt, Germany) dan
dicampurkan hingga 100 ml aquabidest (Ikapharmindo Putramas, Indonesia). Satu tetes semen
diletakan diatas objek glass dan ditambahkan pewarna eosin-nigrosin lalu dihomogenkan.
Campuran semen dan pewarnaan dibuat preparat ulas dan dikeringkan menggunakan heating
table selama 10 detik. Preparat diamati di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x.
Spermatozoa diamati pada 10 lapang pandang atau dengan jumlah spermatozoa minimal 200 sel.

Membran plasma utuh (MPU)


Keutuhan membran plasma diuji menggunakan metode Hypoosmotic Swelling Test
(HOST) (Jayendran et al. 1992). Semen sebanyak 10 µl dicampurkan dalam 1 ml larutan HOS,
dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 15-30 menit. Campuran larutan HOST
dengan semen yang telah diinkubasi diteteskan di atas gelas objek, ditutup dengan gelas penutup
dan dievaluasi di bawah mikroskop cahaya pembesaran 400x. Spermatozoa yang memiliki
membran plasma utuh ditandai dengan ekor yang melingkar atau menggembung, sedangkan
yang rusak ditandai dengan ekor yang lurus
Keutuhan Akrosom Spermatozoa
a. Pewarnaan Trypan blue-Giemsa
Pewarnaan TBG dimulai dengan meneteskan semen dan larutan trypan blue yang
dilarutkan menggunakan NaCl 0.81% secara bersamaan lalu dihomogenkan perlahan,
dibuat preparat ulas dan dikeringkan secara vertikal. Preparat diwarnai menggunakan
larutan neutral red dengan komposisi (86 ml HCl 1.0 N, 14 ml formaldehide 37% , 0.2 g
neutral red), preparat diwarnai selama 2-5 menit dengan cara meratakan larutan ke
permukaan preparat lalu dikeringkan, preparat dibilas menggunakan air mengalir serta
dikeringkan kembali. Tahapan pewarnaan berikutnya preparat direndam dalam staining
jar yang berisikan larutan giemsa 5%, dibiarkan pada suhu ruang selama 3 hari,
kemudian dibilas kembali dengan mencelupkan ke dalam wadah berisi air selama 2
menit. Setelah dikeringkan, ulasan dihangatkan menggunakan heating table (40oC)
(Kovacs dan Foote 1992). Preparat ditutup menggunakan gelas penutup menggunakan
perekat entellan dan evaluasi dilakukan pada 200 sel menggunakan mikroskop cahaya
dengan lensa objektif perbesaran 400x.
b. Pewarnaan Coomassie Brilliant Blue G-250
Pewarna CBB G250 ditimbang sebanyak 27.5 mg, kemudian dilarutkan dalam
1.25 mL methanol, 2.5 mL glacial acetic, 6.2 ml air mili-Q dicampur hingga larut
menggunakan stirrer. Semen diambil sebanyak 10 µl disentrifus pada 1400 rpm terlebih
dahulu dalam 1 mL medium TALP. Supernatan dibuang dan endapan semen difiksasi
menggunakan dua tetes paraformaldehyde 4% selama 10 menit. Sentrifus kedua
menggunakan larutan amonium acetate pH 9, komposisi 0.7708 mg amonium acetate
dengan menggunakan pelarut air mili-Q, setelah disentrifus selama 8 menit supernatan
dibuang kembali dan endapan semen diambil menggunakan pipet, diteteskan bersamaan
dengan larutan perwarna CBB G250 lalu dihomogenkan, kemudian dibuat preparat ulas
dan dibiarkan selama 2 menit (De Oliveira et al. 2011). Preparat dibilas dan dikeringkan,
selanjutnya preparat ditutup dengan gelas penutup yang telah ditambahkan satu tetes
entellan sebagai perekat. Preparat dievaluasi menggunakan mikroskop cahaya dengan
pembesaran 400x dan dihitung 200 sel. Spermatozoa dengan kepala berwarna biru gelap
dikategorikan sebagai TAU sedangkan kepala spermatozoa yang tidak menyerap warna
dikategorikan sebagai akrosom yang tidak utuh. Status akrosom dihitung dengan
menghitung jumlah spermatozoa dengan TAU dibagi dengan total jumlah spermatozoa
dikali 100%.
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan uji ANOVA dengan program SPSS 15.0. Data
berupa motilitas, viabilitas, abnormalitas membran plasma dan keutuhan akrosom
disajikan dalam bentuk persentase dengan rerata ± SEM.
DAFTAR PUSTAKA
Amini S, Masoumi R, Rostami B, Shahir MH, Taghilou P, Arslan HO. 2019. Effects of
supplementation of tris-egg yolk extender with royal jelly on chilled and frozen-
thawed ram semen characteristics. Cryobiology. 88:75-80.
Bedford JM. 1998. Mammalian fertilization misread? sperm penetration of the eutherian
zona pellucida is unlikely to be a lytic event. Bio of Reprod. 59: 1275-1287.
Bookbinder LH, Cheng A, Bleil JD. 1995. Tissue and species-specific expression of sp56
mouse sperm fertilization protein. Science. 25: 86-89.
Cardullo RA, Florman HM. 1993. Strategies and methods for evaluating the acrosome
reaction. Methods Enzymol. 225: 136-153.
Celeghini ECC, Nascimento J, Raphael CF, Andrade AFC, Arruda RP. 2010.
Simultaneous assessment of plasmatic, acrosomal, and mitochondrial membranes in
ram sperm by fluorescent probes. Arq Bras Med Vet Zootec. 3(62): 536-543.
Cross NL, Hanks SE. 1991. Effects of cryopreservation on human sperm acrosomes.
Hum Reprod. 6 (12): 79-83.
De Oliveira VP, Marques MG, Simoes R, Assumpcao MEOD and Visintin JA. 2011.
Influence of caffeine and chondroitin sulfate on swine sperm capacitation and in vitro
embrio production. Acta Sci Vet. 39 (2): 960.
Esteves SC, Sharma RK, Thomas AJ, Agarwal A. 1998. Effect of in vitro incubation on
spontaneous acrosome reaction in fresh and cryopreserved human spermatozoa. Int J
Fertil Womens Med. 43(2): 35- 42.
Flesch FM, Colenbrander B, Van Golde LMG, Gadella BM. 2000. Capacitation induced
molecular alterations in the plasma membrane of boar sperm in relation to zona
pellucida affinity. Boar Semen Preserv. 4: 21-31
Hardijanto dan Aiman. 2010. Ilmu Inseminasi Buatan. Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Airlangga. Surabaya.
Holt WV. 2000. Basic aspects of frozen storage of semen. Anim Reprod Sci. 62: 3-22.
Jeyendran RS, VanderVan HH, Perez-Pelaez M, Crabo BG, Zaneveld LJ. 1984.
Development of an assay to assess the functional integrity of the human 24 sperm
membrane and its relationship to other semen characteristics. J Reprod Fertil. 70(1):
219-28.
Kovacs A, Foote RH. 1992. Viability and acrosome staining of bull, boar and rabbit
spermatozoa. Biotech Histochem. 67(3): 120-124.
Larson JL, Miller DJ. 1999. Simple histochemical stain for acrosomes on sperm from
several species. Mol Reprod and Develop. 52: 445-449.
Nofa Y, Karja NWK, Arifiantini RI. 2017. Status akrosom dan kualitas post thawed
spermatozoa pada beberapa rumpun sapi dari dua balai inseminasi buatan. Acta
Vet Indones. 5(2):81-88.
Perumal P, Chang S, Khate K, Bag S. 2019. Flaxseed oil modulate semen production and
its quality profiles freezability, testicular biometrics and endocrinological profiles in
mithun. Theriogenology. 136:47-59.
Supriatna I, Pasaribu FH. 1992. In vitro fertilizaton. Transfer Embrio dan Pembekuan
Embrio. Bogor. PAU IPB.
Sukmawati E, Arifiantini RI, Purwantara B. 2015. Daya tahan spermatozoa terhadap
proses pembekuan pada berbagai jenis sapi pejantan unggul. JITV. 19(3): 168-175.
Toshimori K. 1998. Maturation of mammalian spermatozoa: modifications of the
acrosome and plasma membrane leading to fertilization. Cell Tissue Res. 293: 177-
187.
Yamagata K, Murayama K, Kohno N, Kashiwabara S. 1998. Amino benzamidine-
sensitive acrosomal protease(s) other than acrosin serve the sperm penetration of the
egg zona pellucida in mouse. Zygote. 4(6): 311-319.
Wassarman PM, Jovine L, Litscher ES. 2004. Egg-sperm interactions at fertilization in
mammals. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 115(1): 57–60.
Watson PF. 1995. Recent developments and concepts in the cryopreservation of
spermatozoa and the assessment of their post-thawing function. Reprod. Fertil Dev.
7: 871-891.

Anda mungkin juga menyukai