SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daya produksi peternakan bergantung pada 3 faktor yaitu pakan, manajemen dan
reproduksi. Upaya dalam sektor reproduksi ternak diantaranya adalah dengan pelaksanaan
inseminasi buatan. Teknik IB meruapakan salah satu teknologi yang diciptakan oleh manusia
untuk dapat membantu meningkatkan populasi serta mutu genetik ternak, dimana ini akan dapat
mengatasi kebutuhan dan permintaan akan daging sapi serta kambing yang terus meningkat, hal
ini disebabkan oleh peningkatan jumlah masyarakat dunia dari tahun ke tahun (Hardijanto dan
Aiman, 2010). Hal ini dimungkinkan dengan menggunukan pejantan yang terpilih untuk diambil
semennya dan diiseminasikan pada beberapa betina.
Kriopreservasi semen adalah salah satu teknik penyimpanan materi genetik
(spermatozoa) dalam bentuk beku. Pembekuan semen bertujuan untuk penggunaan pejantan
dengan maksimal dalam mengatasi keterbatasan jumlah pejantan dan penghematan biaya dalam
pemeliharaan pejantan. Produksi Semen beku saat ini dilakukan oleh Balai Inseminasi Buatan.
Pemasalahan umum yang terdapat pada usaha peternakan kambing adalah rendahnya
produktifitas ternak kambing di peternakan rakyat yang terdapat di pedesaan.Terdapat dua faktor
utama yang penyebab rendahnya produktifitas pada ternak kambing adalah masalah rendahnya
managemen pemeliharaan dan kemampuan genetik untuk tumbuh, sehingga menyebabkan
panjangnya jarak beranak. Inseminasi buatan sebagai salah satu teknologi yang diterapkan pada
bidang peternakan memiliki tantangan untuk menunjukkan keberhasilan kebuntingan yang
ditentukan beberapa faktor yaitu pejantan, betina, peternak dan pelaksana IB itu sendiri. Ternak
jantan dapat mempengaruhi keberhasilan inseminasi buatan, hal ini dikarenakan kualitas semen
yang dihasilkan oleh pejantan adalah salah satu faktor penentu keberhasilan dalam perkawinan
ternak.
Dampak dari serangkaian proses pembekuan sampai thawing dapat menyebabkan cold
shock, stres osmotik dan pembentukan kristal es. Ketiga kejadian tersebut akan berpengaruh
terhadap kualitas spermatozoa yang mencakup penurunan motilitas, viabilitas, perubahan
permeabilitas serta perubahan pada komponen lipid di membran (Holt 2000). Penurunan fungsi
dari membran sel berhubungan dengan kemampuan spermatozoa untuk bisa membuahi oosit
(Flesch et al. 2000). Membran plasma mempuyai fungsi penting dalam melindungi organel sel
terutama akrosom spermatozoa. Akrosom spermatozoa mempuyai inner acrosome membrane
(IAM) dan outer acrosome membran (OAM) yang akan berperan dalam pelepasan enzim
penetrasi oosit selama reaksi akrosom pada saat fertilisasi (Cardullo dan Florman 1993).
Perubahan komponen lipid di membran spermatozoa bisa mengganggu stabilitas dari membran
serta berpotensi menyebabkan kerusakan pada akrosom (Esteves et al. 1998; Cross dan Hanks
1991). Keutuhan akrosom menjadi salah satu faktor keberhasilan fertilisasi. Spermatozoa yang
memiliki akrosom utuh yang hanya akan mampu melakukan penetrasi zona pelusida dan
melakukan fusi dengan membran plasma oosit (Celeghini et al. 2010), oleh sebab itu integritas
akrosom merupakan salah satu indikator penting yang digunakan untuk menilai fertilitas
spermatozoa yang sudah dibekukan. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi status akrosom dan kualitas spermatozoa beberapa rumpun kambing pada balai
inseminasi buatan setelah proses pembekuan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengevaluasi status akrosom dan kualitas
spermatozoa pada beberapa rumpun kambing yang berasal dari balai inseminasi buatan setelah
proses pembekuan dan efektivitas pewarnaan trypan blue giemsa dan coomassie brilliant blue G-
250 untuk mengevaluasi status akrosom spermatozoa kambing.
Manfaat Penelitian
Memberikan informasi mengenai status akrosom dan kualitas spermatozoa pada
beberapa rumpun kambing yang berasal dari balai inseminasi buatan setelah proses pembekuan
dan efektivitas pewarnaan trypan blue giemsa dan coomassie brilliant blue G-250.
TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Balai Inseminasi Buatan
Balai Inseminasi Buatan (BIB) nasional dan daerah merupakan instansi pemerintah yang
melakukan fungsi produksi dan pemasaran semen beku unggul serta pengembangan IB (Nofa et
al. 2017). Semen beku yang diproduksi oleh BIB telah disebarkan secara luas hingga keluar
daerah untuk IB. Iseminasi buatan di Indonesia saat ini telah bekembang dan penggunaanya telah
tersebar secara luas, hal ini dikarenakan masyarakat mulai mengetahui dan menyadari manfaat
dari IB untuk meningkatkan produktivitas ternak. Kesadaran masyarakat yang meningkat
mengenai arti penting IB tersebut menyebabkan hampir di setiap daerah terdapat BIB. Indonesia
memiliki 16 BIB dinataranya dua Balai Inseminasi Buatan Nasional (BIB) dan 14 Balai
Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) melalui Dinas Peternakan/Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan mendirikan Balai Inseminasi Buatan maupun UPT Inseminasi Buatan. Balai Inseminasi
Buatan yang aktif dalam melakukan fungsi di antaranya. dalam memproduksi serta
mendistribusikan senem beku.
Semen beku yang diproduksi oleh BIB selalu dilakukan penegdalian mutu meliputi
pengendalian mutu semen segar, selama proses produksi dan semen beku. Pemeriksaan motilitas
semen secara berkala dilakukan untuk pengendalian mutu semen. Persyaratan mutu yang
ditetapkan oleh Badan standar Nasional (BNS) yang tertuang dalam standar mutu produksi
semen beku kambing SNI 4869.3: 2014 poin nomor 3 tentang persyaratan mutu yakni motilitas
post thawing 40% dan gerakan individu 2. Semen beku memiliki keunggulan dan kelemahan
yakni penggunaan semen beku bisa dalam waktu lama tetapi juga bisa menurunkan kualitas
semen setelah pembekuan.
Karakteristik Spermatozoa Sapi
Spermatozoa mamalia terdiri atas tiga komponen utama yaitu kepala, bagian tengah and
ekor. Komponen- komponen tersebut dikelilingi oleh membran plasma, protein dalam susunan
mosaik (intrinsik maupun ekstrinsik) dan lipid (umumnya fosfolipid dan kolesterol).Lapisan
fosfolipid terdiri dari dua lapis yang bersifat selektif semi permeable yang melapisi permukaan
spermatozoa, struktur tersebut sangat kompleks dan memiliki peran biologik spesifik pada
permukaannya (Sukmawati et al. 2015).
Kepala spermatozoa terdiri dari dua daerah yaitu daerah akrosom anterior yang dilapisi
oleh tudung akrosom dan daerah post akrosom yang berbatasan dengan ekor. Akrosom
mengandung enzim akrosin, hyaluronidase dan enzim-enzim hidrotik yang terlibat pada proses
fertilisasi. Akrosom spermatozoa terbentuk pada tahap spermiogenesis. Spermiogenesis
merupakan pembentukan spermatozoa dari spermatid. Perubahan morfologik spermatozoa
selama tahapan spermiogenesis meliputi pembentukan akrosom, leher dan ekor spermatozoa.
Akrosom spermatozoa organel internal terletak di daerah anterior kepala dan mengandung enzim
hidrolitik yang berperan dalam reaksi akrosom selama fertilisasi (Toshimori 1998).
Kriopreservasi Semen
Kriopreservasi adalah teknik yang digunakan untuk pengawetan dan penyimpanan sel
hewan, tumbuhan ataupun materi genetik lain (seperti spermatozoa dan oosit) pada suhu sangat
rendah dan keadaan beku dengan cara reduksi aktivitas metabolisme tanpa memengaruhi
organel di dalam sel sehingga fungsi fisiologis, biologis dan morfologis tetap ada. Prinsip yang
terpenting dari kriopreservasi sel spermatozoa adalah pengeluaran air dari dalam sel (dehidrasi)
sebelum intraseluler membeku. Apabila tidak terjadi dehidrasi maka akan terbentuk kristal es
besar di dalam sel yang dapat merusak sel sebaliknya bila terjadi dehidrasi yang sangat hebat
maka sel akan mengalami kekeringan sehingga sel mengalami kematian (Supriatna dan Pasaribu
1992).
Cold shock pada sel berkaitan dengan tahap transisi membran lipid yang menyebabkan
terjadinya tahap pemisahan dan penurunan sifat-sifat permeabilitas secara selektif dari membran
sel (Watson 1995). Membran plasma utuh dan akrosom merupakan factor penting dalam proses
kapasitasi spermatozoa, tahapan reaksi akrosom yang diikuti fertilisasi oosit.
Akrosom Spermatozoa
Akrosom spermatozoa memiliki peranan penting selama proses fertilisasi, akrosom terdiri
dari enzim hidrolitik yang akan berperan pada saat reaksi akrosom selama interaksi dengan zona
pelusida oosit (Yamagata et al. 1998). Keutuhan Akrosom spermatozoa merupakan factor
penting untuk dapat mengikat zona pelusida sebelum pelepasan enzim dan memungkinkan
spermatozoa menembus zona pelusida (Wassarman et al. 2004). Spermatozoa terikat pada zona
pelusida dari oosit melalui reseptor permukaan sel atau protein yang mengikat pada eksterior
spermatozoa akrosom utuh (Bookbinder et al. 1995). Pada permukaan spermatozoa dan akrosom
terdapat enzim protease yang mempunyai kemampuan dalam melisiskan sel kumulus dan zona
pelusida oosit tersebut (Bedford 1998).