Anda di halaman 1dari 24

“MENCIPTAKAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN

MELALUI PENGEMBANGAN IJK YANG SEHAT,


EFESIEN DAN BERINTEGRITAS”
Makalah
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Mata Kuliah Manajemen Strategik yang
diampu oleh:
Eka Travita MM

Disusun Oleh :
1. Adinda Febrilia 205090020
2. Annisa Maharani H 205090021
3. Arif Septo Adi 205090080
4. Danang Fahrozi 205090062
5. Isti Diana Suci 205090019

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MITRA INDONESIA
2022
KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan puji syukur panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan

rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini sebatas

pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterimakasih kepada Ibu Eka Travita

M.M selaku dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Strategik yang telah memberikan tugas

ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta

pengetahuan kita mengenai Sistem Keuangan Melalui IJK. Kami juga menyadari sepenuhnya

bahwa didalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan.

Untuk itu, Kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan dimasa yang akan

mendatang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang

membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang

berkenan dan memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dimasa depan.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga independen yang bebas dari campur

tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan,

pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21

tahun 2011 tentang OJK. Pembentukan OJK dilatarbelakangi oleh 3(tiga) hal yaitu

perkembangan industri sektor jasa keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektor

industri jasa keuangan, dan amanat Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank

Indonesia (Pasal 34).

OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan

terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel serta mampu mewujudkan

sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil serta mampu melindungi

kepentingan konsumen dan masyarakat. Selain itu OJK berfungsi menyelenggarakan

pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan, yaitu independen, terintegritas, dan

menghindari benturan kepentingan. Fungsi pengaturan dan pengawasannya dilaksanakan

pada lembaga-lembaga keuangan, seperti Perbankan, Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

Non Bank (asuransi dana pensiun dan termasuk didalamnya lembaga pembiayaan

konsumen). Seluruh bisnis keuangan di Indonesia berada dibawah pengaturan dan

pengawasannya yang bebas dari intervensi dari pihak manapun. Di dalam Undang-Undang

OJK, yaitu pada bagian penjelasan umum disebutkan bahwa pembentukan OJK

dimaksudkan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif didalam
menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih

menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.

Krisis ekonomi 1997-1998 yang dialami Indonesia mengharuskan pemerintah

melakukan pembenahan di sektor perbankan dalam rangka melakukan stabilisasi sistem

keuangan dan mencegah terulangnya krisis. Sehubung dengan hal tersebut, muncul

pemikiran tentang perlunya suatu model pengawasan yang berfungsi mengawasi segala

macam kegiatan keuangan. Setiap model pengawasan tersebut harus memiliki keunggulan

dan kelemahan masing-masing. Lembaga pengawasan tersebut harus memiliki ketahanan

dalam menghadapi masa krisis, memiliki tingkat efesiensi, efektivitas tinggi yang

tercermin dalam biaya adanya kejelasan pembagian tanggung jawab dan fungsi serta

memiliki persepsi yang baik di mata publik.

Salah satu fungsi OJK adalah bergerak dibidang Pasar Modal. Pasar Modal diatur

dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya akan

disebut UU Pasar Modal). Pasar Modal menurut UU Pasar Modal merupakan kegiatan

yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik

yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesiyang berkaitan

dengan efek.

Krisis ekonomi global akibat wabah virus corona atau pandemi Covid-19, membuat

ekonomi global mengalami krisis akibat pandemi Covid-19, indeks bursa saham rontok.

Nilai tukar rupiah terhadap dolalar USA melemah hal ini diakibatkan banyaknya investor

asing meninggalkan pasar keuangan Indonesia, pasar saham anjlok, mempengaruhi

perekonomian dalam negeri. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi agar tetep berjalan

di tengah krisis ekonomi akibat wabah Covid-19, pemerintah Indonesia telah


menggeluarkan stimulus yang terangkum ke dalam 3 stimulus yaitu stimulus fisikal, non

fisikal, dan sektor ekonomi.

Ketiga stimulus tersebut berkaitan dengan kebutuhan masyarakat dalam bidang

usaha, bisnis, pajak dan sebagainya. Menteri keuangan Sri Mulyani telah berkoordinasi

bersama sejumlah institusi seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa keuangan (OJK),

Lembaga Penjamin Simpan serta Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami tertarik untuk membahas

mengkajinya dalam penulisan makalah yang berjudul “MenciptakanStabilitas Sistem

Keuangan Melalui Pengembangan IJK Yang Sehat, Efesien, dan Berinteegritas”

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah Sistem Keuangan di Perekonomian Indonesia?

2. Bagaimanakah Dampak dan Kondisi Dari Krisis Keuangan Tahun 1997-1998?

3. Bagaimanakah Kondisi Perusahaan Indonesia Pada Saat Pandemi covid-19?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana Sistem Keuangan yang ada Di Indonesia

2. Untuk menetahui Dampak dan Kondisi Krisis Keuangan pada tahun 1997-1998

3. Untuk mengetahui Kondisi Perkonomian di Indonesia Pada Pandemi Covid 19

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis
a) Hasil penulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pengembangan ilmu

dibidang Keuangan.

b) Hasil makalah ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan lineratur dalam

dunia perpustakaan tentang Kondisi Perekonomian Indonesia.

c) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi penelitian sejenis

tahap berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kepada penulis sekaligus

sebagai syarat untuk mendapatkan nilai.

b) Bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi OJK dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Stabilitas Sistem Keuangan

1. Pengertian Sistem Keuangan

Sistem keuangan adalah sistem yang terdiri atas lembaga jasa keuangan, pasar

keuangan, dan infrastruktur keuangan, termasuk sistem pembayaran, yang berinteraksi

dalam memfasilitasi pengumpulan dana masyarakat dan pengalokasiannya untuk

mendukung aktivitas perekonomian nasional.

Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap

berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi,

melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik. Sistem keuangan yang

stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock) yang terjadi

sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor rill dan sistem keuangan.

Meningkatnya kecenderungan globalisasi sektor finansial yang didukung oleh

perkembangan teknologi menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi

tanpa jeda waktu dan batasan wilayah. Selain itu, inovasi produk keungn semakin

dinmis dan beragam dengan kompleks yang semakin tinggi. Berbagai perkembangan

tersebut selain dapat mengakibatkan sumber-sumber pemicu ketidakstabilan sistem

keuangan meningkat dan semakin beragam, jug dapat mengakibatkan semakin sulitnya

mengatasi ketidakstabilan tersebut.


Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih

bersifat forward looking (melihat kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui

potensi risiko yang akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan

mendatang. Atas dasar hasil indentifikasi tersebut selanjutnya dilkukan analisis sampai

seberapa jauh risiko berpotensi menjadi semakin membahayakan, meluas dan bersifat

sistematik sehingga mampu melumpuhkan perekonomian.

2. Elemen-Elemen Sistem Keuangan

a) Penyediaan Jasa Keuangan (Financial Service Providers)

Penyediaan jasa keuangan adalah setiap orang yang menyediakan jasa

dibidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk, tetapi

tidak terbatas pada bank, lembaga pembiyaan, perusahaan efek, pengelola reksan

dana, kustodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan

pedagang vatula.

b) Penggunaan Jasa Keuangan

Penggunaan jasa keuangan adalah seseorang atau sebuah lembaga yang

menggunakan jasa keuangan atau jasa lainnya yang termasuk keuangan, contohnya

koperasi, rumah tangga dan pemerintah.

c) Instrumen Pasar Keuangan

Instrumen pasar keuangan adalah instrumen keuangan yang mempunyai

jatuh tempo yang kurang dari satu tahun. Contohnya saham, obligasi, dan Sertifikat

Bank Indonesia.
d) Pasar Keuangan

Pasar keuangan adalah mekanisme pasar yang memungkinkan bagi

seseorang atau korprasi untuk dengan mudah dapat melakukan tansaksi penjualan

dan pembelian dalam bentuk sekuritas keuangan (seperti saham dan obligasi). Pasar

keuangan merupakan tempat perdagangan aktiva keuangan, baik yang

memperdagangkan instrumen pasar modal, maupun intrumen pasar berjangka.

Contohnya yaitu pasar uang dan pasar modal.

e) Infrastruktur Keuangan

Infrastruktur keuangan adalah prasarana keuangan untuk sistem

pembayaran.

B. Krisis Keuangan Asia Tahun 1997-1998

Berdasarkan Rapat Dewan Komisioner Bulanan yang telah dilaksanakan pada tanggal 26

Oktober 2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan

terjaga dan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan (LJK) konsisten tumbuh seiring

dengan kinerja perekonomian domestik.

Performa ini turut berkontribusi terhadap berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional di

tengah tingginya ketidakpastian global sejalan dengan tekanan di pasar keuangan akibat

pengetatan kebijakan moneter global, berlanjutnya konflik geopolitik yang

berkepanjangan, dan penurunan pertumbuhan ekonomi global.

Tingginya downside risk atas pertumbuhan ekonomi global mendorong IMF

memperkirakan lebih dari sepertiga negara akan mengalami kontraksi pertumbuhan pada
tahun ini atau tahun depan, sehingga menempatkan perekonomian global dengan profil

pertumbuhan terlemah sejak 2001 di luar periode krisis. Kekhawatiran terhadap resesi

global meningkat dan berada di level yang sangat tinggi, tercermin dari tingkat

kepercayaan CEO turun ke level terendah sejak krisis keuangan global.

Sejalan dengan pengetatan kebijakan moneter global, Bank Indonesia juga kembali

meningkatkan suku bunga acuan untuk menurunkan ekspektasi inflasi ke depan. Di tengah

revisi ke bawah pertumbuhan global tahun 2023, outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia

juga turun namun proyeksi pertumbuhan 2022 masih dipertahankan.

Indikator perekonomian terkini juga menunjukkan kinerja ekonomi nasional masih cukup

baik, terlihat dari neraca perdagangan yang terus mencatatkan surplus, Purchasing

Managers Index (PMI) Manufaktur yang berada di zona ekspansi, dan indikator

pertumbuhan konsumsi masyarakat yang masih solid.


1. Perkembangan Pasar Modal

a) Pengertian Pasar Modal

Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan

perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang

diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.

Di tengah pengetatan likuditas global, hingga 25 Oktober 2022 IHSG

mampu menguat 0,10 persen mtd ke level 7.048,38 dengan non-resident masih

mencatatkan inflow sebesar Rp7,74 triliun mtd. Secara ytd, IHSG tercatat menguat

sebesar 7,09 persen dengan non-resident membukukan net buy sebesar Rp77,22

triliun.

Di pasar SBN, non-resident mencatatkan outflow Rp16,04 triliun (mtd)

sehingga mendorong rerata yield SBN naik sebesar 23,27 bps mtd di seluruh tenor.

Secara ytd, rerata yield SBN telah meningkat sebesar 103 bps dengan non-resident

mencatatkan net sell sebesar Rp177,13 triliun.

Kinerja reksa dana per 25 Oktober mengalami penurunan tercermin dari

penurunan Nilai Aktiva Bersih (NAB) sebesar 1,14 persen (mtd) di Rp 524,61

triliun dan tercatat net redemption sebesar 7,67 triliun (mtd). Secara ytd, NAB turun
sebesar 9,31 persen dan masih tercatat net redemption sebesar Rp61,66 triliun,

namun minat masyarakat untuk melakukan pembelian Reksa Dana masih tinggi

ditandai nilai subscription sebesar Rp777,86 triliun.

Minat untuk penghimpunan dana di pasar modal masih terjaga tinggi yaitu

sebesar Rp190,9 triliun, dengan emiten baru tercatat sebanyak 48 emiten. Di

pipeline, masih terdapat 99 rencana Penawaran Umum dengan nilai sebesar

Rp83,32 triliun dengan rencana Penawaran Umum oleh emiten baru sebanyak 61

perusahaan.

2. Perkembangan Sektor Perbankan

Kredit perbankan pada September 2022 tumbuh meningkat menjadi 11,00

persen yoy, utamanya ditopang oleh kredit modal kerja yang tumbuh sebesar 12,26

persen yoy. Adapun, secara mtm, nominal kredit perbankan naik sebesar Rp95,45

triliun menjadi Rp6.274,9 triliun. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada

September 2022 tercatat tumbuh 6,77 persen yoy menjadi Rp7.647 triliun, dengan
laju pertumbuhan melambat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 7,77 persen

yoy, yang utamanya didorong perlambatan deposito.

Likuiditas industri perbankan pada September 2022 dalam level yang

memadai dengan rasio-rasio likuditas yang terjaga. Rasio Alat Likuid/Non-Core

Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar

121,62 persen (Agustus 2022:

118,01 persen) dan 27,35 persen (Agustus 2022: 26,52 persen), jauh di atas

ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.

Risiko kredit melanjutkan penurunan dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,77

persen (NPL gross: 2,78 persen). Di sisi lain, kredit restrukturisasi Covid-19

kembali mencatatkan penurunan sebesar Rp23,81 triliun menjadi Rp519,64 triliun,

dengan jumlah nasabah juga menurun menjadi 2,63 juta nasabah (Agustus 2022:

2,75 juta nasabah).

Sementara, Posisi Devisa Neto (PDN) September 2022 tercatat sebesar 1,32

persen, di bawah threshold 20 persen. Capital Adequacy Ratio (CAR) industri

Perbankan pada September 2022 tercatat meningkat menjadi 25,12 persen dari

posisi Agustus 2022 yang sebesar 25,07 persen.


3. Perkembangan Sektor IKNB

Di sektor IKNB, penghimpunan premi sektor asuransi di bulan September 2022

tercatat relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya, dengan penghimpunan premi

Asuransi Jiwa tercatat sebesar Rp14,6 triliun (tumbuh -6,98 persen yoy), serta Asuransi

Umum sebesar Rp9,1 triliun (tumbuh 18,3 persen yoy).

Nilai outstanding piutang pembiayaan tumbuh 10,68 persen yoy pada

September 2022 menjadi sebesar Rp397,42 triliun, didukung pembiayaan modal kerja

dan investasi yang masing-masing tumbuh sebesar 27,1 persen yoy dan 21,7 persen

yoy. Profil risiko Perusahaan Pembiayaan masih terjaga dengan rasio non performing

financing (NPF) tercatat turun menjadi sebesar 2,58 persen (Agustus 2022: 2,60

persen). Outstanding pembiayaan yang direstrukturisasi terus menurun, dan per

September 2022 tercatat nilai financing at risk adalah sebesar 14,56% dari total

outstanding pembiayaan (September 2021: 23,5%). Sedangkan sektor dana pensiun

tercatat mengalami pertumbuhan aset sebesar 5,01 persen yoy, dengan nilai aset

mencapai Rp335,28 triliun.


Kinerja FinTech peer to peer (P2P) lending pada September 2022 masih

mencatatkan pertumbuhan dengan outstanding pembiayaan tumbuh sebesar 77,33

persen yoy, meningkat Rp1,51 triliun menjadi Rp48,74 triliun. Namun demikian, OJK

mencermati tren kenaikan risiko kredit dan kecenderungan penurunan kinerja di

beberapa FinTech P2P Lending.

Sementara itu, permodalan di sektor IKNB terjaga dengan industri asuransi jiwa

dan asuransi umum mencatatkan Risk Based Capital (RBC) sebesar 467,25 persen dan

312,79 persen yang berada jauh di atas threshold sebesar 120 persen. Begitu pula pada

gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2,0 kali atau jauh di bawah

batas maksimum 10 kali.

C. Kondisi Perusahaan Di Indonesia

Kondisi perusahaan Indonesia yang berkembang saat ini akan berdampak pada,

semakin banyak tumbuhnya perusahaan-perusahaan baru. Sehingga perusahaan dituntut

untuk mempunyai strategi agar tetap dapat bertahan dan bersaing dengan perusahaan lain.

Tujuan utama perusahaan salah satunya adalah dengan cara meningkatkan penjualan,

sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan laba perusahaan. Penjualan tersebut

bisa dilakukan secara tunai dan kredit. Memberikan kredit berarti melakukan investasi

kepada customer, suatu investasi yang berkaitan dengan penjualan barang atau jasa.

Piutang tercipta pada saat perusahaan melakukan penjualan secara kredit. Penjualan kredit

kepada perusahaan lain disebut sebagai kredit dagang (trade credit), dan kredit kepada

konsumen disebut sebagai kredit konsumen (consumer credit).


Saat ini, pandemi global Covid-19 telah memberikan tantangan yang cukup berat

yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi individu, ekonomi, pasar keuangan, lembaga

keuangan dan pemerintah. Yang paling terlihat adalah gangguan ekonomi yang sangat

besar diseluruh dunia termasuk di Indonesia sendiri. Dalam Laporan OECD (Organisation

for Economic Co-operation and Development) menyebutkan bahwa pandemi ini

berimplikasi terhadap ancaman krisis ekonomi besar yang ditandai dengan terhentinya

aktivitas produksi di banyak negara, jatuhnya tingkat konsumsi masyarakat, hilangnya

kepercayaan konsumen, jatuhnya bursa saham yang pada akhirnya mengarah kepada

ketidakpastian. Tentunya itu semua sangat mengancam juga perekonomian nasional

Indonesia. Ketika dampak pandemi Covid-19 ini terus berkembang di Indonesia dan

belahan dunia lainnya, ini sangat mempengaruhi orang dan komunitas yang berbeda

dengan cara yang berbeda-beda.

Usaha Mikro dan kecil sebanyak 84,20% usaha mikro dan kecil mengalami

penurunan pendapatan, dimana 78,35% mengalami penurunan permintaan selama pandemi

Covid-19. Usaha Menengah dan Besar sebanyak 82,29% usaha menengah dan besar

mengalami penurunan pendapatan, dimana 80,24% mengalami penurunan permintaan

selama masa pandemi Covid-19.

1. Intervensi Regulator Industri Keuangan selama Krisis Covid-19

A) Relaksasi dan Reskrukturisas Kredit

Reskrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan dalam kegiatan

perkreditan terhadap debitur yang berpotensi mengalami kesulitan untuk memenuhi


kewajibannya. Kebijakan reskrukturisasi kredit yang dilakukan pihak bank antara

lain melalui:

1) Penurunan Suku bunga kredit.

2) Perpanjangan jangka waktu kredit.

3) Penguranggan tunggakan bunga kredit.

4) Penguranggan tunggakan pokok kredit.

5) Penambahan fasilitas kredit.

6) Konversi kredit menjadi penyertaan Modal sementara.

Terdapat beberapa persyaratan untuk mengajukan restrukurisasi kredit kepada bank

yaitu:

1) Debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok atau bunga kredit.

2) Debitur memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu memenuhi

kewajiban setelah kredit di restrukturisasi.

B) Kebijakan P3I

Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan merupakan aksi korporasi

yang pada dasarnya dapat berdampak positif, di antaranya adalah terjadi sinergi dan

konsolidasi usaha yang mendorong pertumbuhan dan diversifikasi usaha. Namun

pada sisi lain, dapat terjadi peningkatan konsentrasi dalam pasar bersangkutan yang

dapat merugikan Pelaku Usaha pesaingnya, Pelaku Usaha pada sektor hulu

(upstream market), Pelaku Usaha pada sektor hilir (downstream market),


konsumen, dan/atau masyarakat. Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.

5/1999) mengatur tentang larangan penggabungan Badan Usaha, peleburan Badan

Usaha, dan/atau Pengambilalihan Saham perusahaan apabila tindakan tersebut

dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak

sehat. UU No. 5/1999 memerintahkan ketentuan lebih lanjut mengenai

Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan Saham

perusahaan tersebut diatur dalam peraturan pemerintah. Selanjutnya Pasal 29 UU

No. 5/1999 mengatur bahwa penggabungan atau peleburan Badan Usaha, atau

Pengambilalihan Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU No. 5/1999

yang berakibat nilai aset dan/atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu,

wajib diberitahukan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) selambat-

lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Penggabungan, Peleburan, atau

Pengambilalihan tersebut. Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan nilai aset

dan/atau nilai penjualan, serta tata cara Notifikasi diatur dalam peraturan

pemerintah.

C) Pelanggaran Legalitas dan Kewajiban Insitusi Keuangan

Pengertian legalitas yang memiliki kata dasar „Legal‟ adalah suatu hal yang

sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau hukum. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI), Legalitas mempunyai arti perihal keadaan sah atau

keabsahan. Berarti legalitas adalah berbicara mengenai suatu perbuatan atau benda

yang diakui keberadaannya selama tidak ada ketentuan yang mengatur. Dalam

istilah Perbankan, nasabah adalah orang atau badan usaha yang mempunyai
rekening simpanan atau pinjaman pada bank. Nasabah dibagi menjadi dua jenis,

yaitu Nasabah Penyimpan dan Nasabah Debitur. Nasabah Penyimpan adalah

nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan

perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan, Sobat Sikapi. Sementara

Nasabah Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan

berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. Tetapi selain dua

jenis diatas, masyarakat yang melakukan transaksi langsung di bank tanpa memiliki

simpanan atau memperoleh fasilitas pembiayaan juga bisa dikategorikan sebagai

nasabah loh, Sobat Sikapi!

D) Peningkatan Jumlah Likuiditas

Likuiditas merupakan ukuran terkait seberapa mudah dan memungkinkan

bagi perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Termasuk seperti

hutang usaha, deviden, pajak dan lainnya dan merupakan aktiva lancar. Sementara

itu dalam pasar keuangan, istilah seberapa cepat investasi dijual tanpa adanya

dampak negatif.

Adanya likuiditas membuat aset yang dinilai jauh lebih likuid ketika akan

diperdagangkan juga harganya akan lebih tinggi mengingat keuntungan yang

didapat. Sementara itu aset yang tidak likuid justru berbanding sebaliknya,

perusahaan menggunakan aset dalam menjalankan bisnis, termasuk produksi

barang atau dengan cara yang lain. Jika likuiditas terlalu tinggi akan

mengakibatkan profit yang dicapai akan rendah. Hal ini disebabkan banyak uang

tunai yang menganggur sehingga dianggap kurang produktif.


2. VUCA di Era Pasca Pandemi dan Tantangan Yang Di Hadapi

Vuca merupakan Akronim dari Voatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity.

Isitlah ini muncul dalam teori kepemimpinan Warren Bennis dan Burt Nanus pada

1987, yang kemudian digunakan dalam pelatihan kepemimpinan militer di US Army

War Collage untuk menggambarkan situasi politik-keamanan yang berubah cepat di

era 1990-an, dari keruntuhan soviet hingga perang teluk. Sejak itu, VUCA juga

digunakan dalam pelatihan kepemimpinan bisnis sebagai salah satu keterampilan yang

harus dikuasai dalam perencanaan strategis. Sekarang, sekolah-sekolah bisnis

menawarkan sertifikasi VUCA.

Volatility. Dunia berubah cepat, bergejolak, tidak stabil, dan tak terduga. Tidak ada

yang dapat memprediksi bahwa 2020 akan menjadi tahun paling buruk bagi hampir

semua sektor usaha di dunia.

Uncertainty. Masa depan penuh dengan ketidakpastian. Sejarah dan pengalaman masa

lalu tidak lagi relevan memprediksi probabilitas dan sesuatu yang akan terjadi.

Complexity. Dunia modern lebih kompleks dari sebelumnya. Masalah dan akibat lebih

berlapis, berjalin berkelindan, dan saling memengaruhi. Situasi eksternal yang dihadapi

para pemimpin bisnis semakin rumit.

Ambiguity. Lingkungan bisnis semakin membingungkan, tidak jelas, dan sulit

dipahami. Setiap situasi dapat menimbulkan banyak penafsiran dan persepsi.


A) Tantangan

1) Tuntutan kinerja yang lebih baik dan visibility perusahaan

2) Value dri model bisnis mengalami perubahan, termasuk fase perubahan yang

sangat cepat

3) Tata kelola regulasi yang agile

4) Regulator terutama sektor non keuangan belum optimal mengatur dan

memantau penerapan GCR

5) Proses dokumentasi atas monitoring belum konsisten, lengkap dan sistem

belum seluruhnya terintegrasi

6) Proses manajemen resiko termasuk monitoring masih silo.

B) Pentingnya penerapan GCR

1) Saat yang tepat untuk me-mapping risiko-risiko di Era VUCA, melakukan

pembenahan, refocusing strategic objektive perusahaan berdasarkan gcr, dalam

rangka meningkatkan kinerja perusahaan

2) Memotivasi para pelaku bisnis untuk mengutamakan praktik GCG dan

penerapan manajemen risiko, meningkatkan kepatuhan, sekaligus GCR secara

keseluruhan.

3) Mendorong perusahaan yang sudah ber-GCR dengan terys melakukan

continous improvement.

4) Sebagai dashboard pencapaian tujuan, meningkatkan budaya sadar risiko,

meningkatkan confidence level, mengurangi potensi kerugian, lebih efesien,

efektif, meningkatkan daya saing dan mengoptimalkan nilai perusahaan.


C) Pentingnya Risk Culture

Budaya risiko (risk culture) merupakan perilaku semua personil berinteraksi

dan persepsi terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan risiko. Persepsi

terhadap risiko tersebut akan terefleksi dalam keputusan-keputusan yang diambil

dan cara melakukan pekerjaan.

1) Budaya risiko dapat membuat organisasi lebih berkelanjutan dan tangguh

dalam mengahadapi krisis dimasa depan.

2) Kesadaran akan risiko ini merupakan intrumen inti yang dirancang untuk

memastikan stabilitas dan keberlanjutan organisasi secara keseluruhan di masa

depan.

3) Bentuk pemahaman dan pengelolaan risiko tersebut menjadi bagian dari setiap

proses pengambilan keputusan diseluruh tingkatan organisasi, yang berupa:

a) Komitmen pemimpin

b) Komunikasi yang berkelanjutan

c) Penghargaan terhadap mereka yang dapat mengelola risiko dengan baik.

d) Pengintegrasian manjemen risiko dalam proses organisasi.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari makalah ini kami menyimpulkan bahwa Pengawasan

Otoritas Jasa Keuangan terhadap aktifitas penghimpunan dana masyarakat sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan yakni dengan

mengatur dan mengawasi aktifitas Jasa Keuangan serta memberikan perlindungan bagi

konsumen jasa keuangan. OJK mengatur aktifitas penghimpunan dana masyarakat dengan

menetapkan peraturan dan ketetapan di bidang Jasa Keuangan, melaksanakan tugas

pengawasan dengan menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa

keuangan, mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan, melakukan pengawasan,

pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga

Jasa Keuangan , pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa, memberikan perintah tertulis

kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu, menetapkan sanksi administratif

terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan

disektor jasa keuangan memberikan dan/atau mencabut izin Perusahaan Jasa Keuangan.

Serta berkaitan dengan perlindungan hukum bagi konsumen OJK berkewajiban

memberikan informasi dan edukasi keuangan kepada masyarakat, meminta Lembaga Jasa

keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan

masyarakat; dan tindakan lain yang dianggap perlu.


B. Saran

Berdasarkan hasil Pembahasan yang telah dikemukakan , maka dapat disampaikan

beberapa saran, yaitu: Otoritas Jasa Keuangan dalam mengatur, mengawasi, dan

melaksanakan perlindungan konsumen Jasa Keuangan agar lebih memaksimalkan produk

hukum di bidang keuangan terutama aturan

Anda mungkin juga menyukai