Anda di halaman 1dari 65

1

PRAKATA
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Tanaman Pangan berupa Minibook yang
berjudul “Inovasi Olahan Produk Pangan Berbasis Kacang Kacangan”. Tak lupa shalawat serta
salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya dan para
sahabatnya. Dalam penyelesaian pembuatan tugas ini penulis mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof, Dr. Ir. Hj.
Noor Harini, MS. selaku dosen pengampu mata kuliah serta rekan-rekan dan pihak lain yang
telah membantu dalam proses penyelesaian tugas ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan
yang berlipat ganda, Aamiin. Minibook yang dikerjakan oleh penulis ini bukanlah karya yang
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
agar penulis dapat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga Tugas ini dapat memberikan
banyak manfaat bagi penulis sendiri dan bagi pembacanya. Terima Kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Malang, 30 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB 1 MISO ............................................................................................................................................. 1


BAB II BISKUIT TEPUNG KACANG HIJAU.................................................................................................. 9
BAB III SARI KACANG HIJAU .................................................................................................................. 14
BAB IV TEMPE KEDELAI ......................................................................................................................... 23
BAB V SUSU KEDELAI............................................................................................................................. 31
BAB VI ONCOM ..................................................................................................................................... 39
BAB VII SELAI KACANG .......................................................................................................................... 48
BAB VIII TAHU ....................................................................................................................................... 53
BAB IX KECAP ........................................................................................................................................ 58

iii
BAB 1 MISO
Disusun oleh:
Zulfahmi Alfarizi (001)
Salma Hanifah (002)
Sulistia Nengsi (003)
Chiesa Adhimas Narotama (004)
Nafidzah Nur (005)
1. Pendahuluan
Indonesia memiliki beraneka ragam jenis kacang-kacangan. Salah satu
diantaranya yaitu kedelai hitam. Kedelai hitam memiliki rasa yang lebih gurih karena
asam glutamat pada kedelai hitam lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai kuning.
Dalam kedelai hitam juga terkandung antioksidan jenis antosianin. Sebagian besar
pengolahan kedelai hitam di Indonesia adalah dengan dijadikan bahan baku utama pada
proses pembuatan kecap. Oleh karena itu, penggunaan kedelai hitam sebagai bahan
baku pembuatan miso akan membuat diversifikasi produk kedelai hitam selain kecap
dan meningkatkan flavour miso. Selain itu dengan proses fermentasi, nilai gizi dari
kedelai hitam akan meningkat.
Miso terbuat dari fermentasi kacang kedelai, beras, dan garam. Biasanya
digunakan sebagai penyedap makanan atau dikonsumsi secara langsung. Miso belum
banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Padahal miso merupakan makanan yang
menyehatkan karena kandungan gizi di dalamnya yang sangat baik bagi kesehatan. Saat
ini miso masih sedikit diproduksi di Indonesia dan mempunyai potensi untuk
dikembangkan di Indonesia sebagai makanan fungsional. Menurut penelitian
mengkonsumsi secangkir miso tiga kali sehari dapat mengurangi terjadinya kanker
payudara.
Terdapat dua proses utama dalam pembuatan miso, yaitu fermentasi beras oleh
kapang yang akan menghasilkan koji dan moromi atau tahap pembuatan miso. Koji
merupakan salah satu bahan yang penting dalam pembuatan miso. Koji terbuat dari
beras yang telah disteam dan diinokulasi menggunakan spora kapang (ragi tempe)
kemudian diinkubasi. Tujuan dari pembuatan koji adalah untuk memproduksi berbagai
macam enzim oleh kapang yang berfungsi dalam proses penguraian makro molekul
bahan baku menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana.
2. Kajian pustaka
Kedelai
Tanaman Kedelai merupakan tanaman polong-polongan yang memiliki
beberapa nama botani yaitu Glycine max (kedelai kuning) dan glycine soja (kedelai
hitam) (Adisarwanto, 2013). Kedelai diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyte
Subdivision : Angiospermae
1
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Polypetalis
Family : Leguminosae
Subfamily : Papiliotoideae
Genus : Glycine max (L.)
Bentuk daun kedelai umumnya berbentuk bulat (oval) dan ujungnya tumpul
serta permukaan daun berbulu. Daun kedelai merupakan tanaman majemuk yang terdiri
dari tiga helai anak daun dan umumnya berwarna hijau muda atau hijau
kekuningkuningan, pada saat sudah tua daun-daunnya akan rontok (Andrianto dan
Indarto, 2004).
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak dengan
tinggi batang antara 30 - 100 cm dan setiap batang membentuk 3 - 6 cabang. Kedelai
dapat tumbuh dengan cepat dan dapat mencapai masa panen pada umur 10 minggu
setelah penanaman (Adisarwanto, 2013). Tanaman kedelai merupakan tanaman dengan
golongan euhalofit yaitu tanaman leguminosa yang dapat tumbuh dengan kondisi tanah
salin (Pangaribuan, 2005). Kedelai sendiri merupakan tanaman yang mudah
dikembangkan karena pemeliharaan yang cepat dan juga berkualitas, oleh karenanya
kedelai digunakan sebagai salah satu bahan pangan dengan hasil olahan yang dapat
dimanfaatkan manusia pada bagian bijinya ataupun oleh hewan ternak pada bagian
daun dan batang kedelai (Lubis, 1992). Kedelai mempunyai kandungan nutrisi
didalamnya yang kaya akan kandungan protein biji kedelai 41,5% (Hartadi et al., 1993).
Kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu tanah yang optimal dalam
proses perkecambahan yaitu 30oC, bila kedelai tumbuh pada suhu yang rendah kurang
dari 15oC maka proses perkecambahan menjadi sangat lambat dapat mencapai 2
minggu. Hal ini dikarenakan perkecambahan biji tertekan pada kondisi kelembaban
tanah tinggi, akibat respirasi air dari dalam biji yang terlalu cepat menyebabkan
banyaknya biji yang mati (Adisarwanto, 2013). Suhu yang dikehendaki tanaman
kedelai antara 21 – 34oC, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai
23 – 27oC.
Jerami kedelai merupakan hasil buangan dari tanaman kedelai selain biji yang
dapat digunakan sebagai pakan ternak dengan kandungan protein sebesar 10 - 15%
(Richard et al., 1984). Jerami merupakan sisa tanaman setelah diambil hasil utamanya
atau buahnya. Jerami yang dapat digunakan untuk pakan umumnya adalah tanaman
dengan bagian daun dan batang baik yang masih muda atau sudah berwarna kuning
(Adisarwanto, 2013). Jerami kedelai sebagai pakan mempunyai faktor pembatas antara
lain rendahnya kandungan nutrisi dan kecernaannya. Sedangkan kandungan protein
kasar berdasarkan bahan keringnya adalah 10,56% dan produksi bahan keringnya 1,59
ton per hektar (Ditjen Peternakan dan Fapet UGM, 1986). Jerami kedelai mempunyai
nilai kandungan nutrisi kadar abu 9,4%, kadar serat kasar 28,8%, kadar protein kasar
16,6% dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) 39% (Hartadi et al., 1993).
Garam
Garam merupakan salah satu komoditi strategis karena selain merupakan suatu
kebutuhan pokok manusia, juga digunakan sebagai bahan baku industri. Untuk
kebutuhan garam konsumsi manusia, garam lebih dijadikan sarana fortifikasi zat

2
iodium, menjadi garam konsumsi beriodium dalam rangka penanggulangan GAKI.
Garam merupakan salah satu sumber sodium dan klorida dimana kedua unsur tersebut
diperlukan untuk metabolisme tubuh. Penggunaan garam secara garis besar dibagi
dalam 3 (tiga) kelompok yaitu:
1. Garam untuk konsumsi manusia.
2. Garam untuk pengasinan dan aneka pangan.
3. Garam untuk industri.
Garam adalah kumpulan senyawa kimia dengan komponen utamanya Natrium Klorida
(NaCL) sama saja dengan garam dapur. Proses pembuatan garam di Indonesia pada
umumnya dengan cara menguapkan air laut dengan menggunakan sinar matahari atau
dengan sumber panas lainnya. Tetapi ada juga yang diperoleh melalui penambangan
dari tanah di bekas daerah lautan.
Aspergillus Oryzae
Aspergillus termasuk klassis Deuteromycetes (Fungi Imperfecti) karena tidak
mempunyai spora seksual, ordo Moniliales karena konidiofor bebas keluar dari miselia,
bercabang biassanya tidak berwarna, konidiofor bersepta atau tidak bersepta yang
muncul dari sel, stigma sederhana atau komplek, berwarna atau tidak berwarna, konidia
berbentuk rantai berwarna hijau, coklat atau hitam, tumbuh baik pada suhu 37oC atau
diatasnya. Aspergillus sudah banyak digunakan dalam industri-industri karena
kemampuannya memproduksi enzim terutama enzim amilase. Aspergillus oryzae dan
Aspergillus flavus merupakan dua spesies utama dari Aspergillus. Aspergillus oryzae
merupakan spesies terbesar yang biasa digunakan di Asia sebagai sumber enzim
diastetik dan proteolitik untuk fermentasi alkohol dari pati dan untuk produksi kecap.
Fermentasi
Arti kata fermentasi selama ini berubah-ubah. Kata fermentasi berasal dari
Bahasa Latin “fervere” yang berarti merebus (to boil). Arti kata dari Bahasa Latin
tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung atau mendidih. Keadaan
ini disebabkan adanya aktivitas ragi pada ekstraksi buah-buahan atau biji-bijian.
Gelembung-gelembung karbondioksida dihasilkan dari katabolisme anaerobik
terhadap kandungan gula. Fermentasi mempunyai arti yang berbeda bagi ahli biokimia
dan mikrobiologi industri. Arti fermentasi pada bidang biokimia dihubungkan dengan
pembangkitan energi oleh katabolisme senyawa organik. Pada bidang mikrobiologi
industri, fermentasi mempunyai arti yang lebih luas, yang menggambarkan setiap
proses untuk menghasilkan produk dari pembiakan mikroorganisme.
Perubahan arti kata fermentasi sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh para ahli. Arti kata fermentasi berubah pada saat Gay Lussac berhasil melakukan
penelitian yang menunjukkan penguraian gula menjadi alkohol dan karbondioksida.
Selanjutnya Pasteur melakukan penelitian mengenai penyebab perubahan sifat bahan
yang difermentasi, sehingga dihubungkan dengan mikroorganisme dan akhirnya
dengan enzim. Untuk beberapa lama fermentasi terutama dihubungkan dengan
karbohidrat, bahkan sampai sekarang pun masih sering digunakan. Padahal pengertian
fermentasi tersebut lebih luas lagi, menyangkut juga perombakan protein dan lemak
oleh aktivitas mikroorganisme.

3
Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis
mikroorganisme baik bakteri, khamir, dan kapang. Mikroorganisme yang
memfermentasi bahan pangan dapat menghasilkan perubahan yang menguntungkan
(produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan perubahan yang merugikan
(kerusakan bahan pangan). Dari mikroorganisme yang memfermentasi bahan pangan,
yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat, asam asetat, dan beberapa
jenis khamir penghasil alkohol. Dalam proses fermentasi, mikroorganisme harus
mempunyai 3 (tiga) karakteristik penting. yaitu :
1. Mikroorganisme harus mampu tumbuh dengan cepat dalam suatu substrat dan
lingkungan yang cocok untuk memperbanyak diri.
2. Mikroorganisme harus memiliki kemampuan untuk mengatur ketahanan fisiologi dan
memilki enzim-enzim esensial yang mudah dan banyak supaya perubahan-
perubahan kimia yang dikehendaki dapat terjadi.
3. Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan harus sesuai supaya produksi
maksimum.
3. Pembahasan
Proses Pembuatan Miso
Dalam pembuatan miso terdiri dari dua tahap yaitu tahap pembuatan koji yang
dilanjutkan dengan tahap pembuatan miso. Pada tahap pertama yaitu pembuatan koji,
merupakan fermentasi dengan menggunakan beras dan kapang (ragi tempe). Tujuan
dari pembuatan koji adalah memproduksi berbagai macam enzim oleh kapang. Enzim
tersebut berperan dalam proses penguraian makromolekul bahan baku menjadi
molekul-molekul yang lebih sederhana. Tahap kedua pembuatan miso adalah
fermentasi dengan campuran garam, kacang dan koji. Fermentasi bertujuan untuk
pembentukan cita rasa miso [3]. Fermentasi lebih lanjut dengan menggunakan Rhizopus
sp. yang terkandung dalam ragi tempe dilakukan untuk meningkatkan nilai nutrisi
sekaligus nilai cerna kacang. Fermentasi dengan menggunakan kapang mampu
meningkatkan kandungan N-amino yang dibutuhkan bagi tubuh sehingga dapat
membantu menjaga kesehatan tubuh.

Gambar 1. Miso
1. Pembuatan Koji
• Pembuatan Koji Beras sebanyak 60, 80 dan 100 g dicuci dengan air
mengalir untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada beras.

4
• Beras yang telah dicuci kemudian dimasukkan kedalam baskom dan
direndam dengan air. Perendaman beras bertujuan untuk menurunkan
derajat keasaman beras sehingga dapat dilapukkan/ditumbuhi kapang
(pH 4-5).
• Perendaman dengan menggunakan air dilakukan selama semalaman (±
12 jam) pada suhu kamar.
• Beras yang sudah direndam kemudian dibuang airnya.
• Beras dimasukkan kedalam kantong plastik tahan panas untuk
disterilisasi selama 15 menit.
• Beras yang telah selesai disterilisasi kemudian ditaruh diatas nampan.
Dilakukan pendinginan hingga ± 35°C.
• Beras steril dicampur dengan ragi tempe, dengan variasi konsentrasi ragi
sebesar 0.20% (b/b) .
• Pencampuran dilakukan secara merata lalu dimasukkan ke dalam
baskom yang ditutup dengan plastik berlubang. Fermentasi dilakukan
pada suhu kamar ± 28°C selama 3 hari (36-
2. Pembuatan Miso
• Kacang dibagi menjadi 6 bagian masing-masing sebanyak 200 g yang
sudah dipilih, dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran
yang melekat pada kacang.-
• Kacang yang telah dicuci kemudian dimasukkan ke dalam baskom
untuk direndam. Perendaman bertujuan untuk menghidrasi kacang,
sehingga kadar air pada kacang meningkat dari ukuran semula. Selain
itu juga bertujuan untuk mempermudah pengupasan kulit. Perendaman
dilakukan hingga volume kacang meningkat tiga kali ukuran semula
selama 8 jam.
• Kacang diangkat dari air perendaman dan ditiriskan.
• Pengupasan kulit bertujuan untuk membuang kulit kacang agar
memudahkan kerja enzim kapang selama proses fermentasi
berlangsung.
• Kacang dimasukkan ke dalam kantong plastik tahan panas untuk
disterilisasi selama 15 menit.
• Pendinginan kacang dilakukan sampai suhu ruang ± 28°C. Kacang yang
sudah steril/matang dicampur dengan koji (60;80;100 g) dan garam 5%
(b/b).
• Pencampuran dilakukan secara merata. Kemudian dimasukkan dalam
stoples kaca yang ditutup dengan kain lalu diikat. Proses fermentasi
dilakukan pada suhu ruang ± 28oC; inkubator pada suhu 35°C selama 6
hari.
Perubahan perubahan selama pembuatan miso
1. Perubahan N-amino selama Proses Fermentasi
Pada perlakuan konsentrasi koji, data menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi koji, maka N-amino cenderung semakin meningkat. Semakin tinggi
konsentrasi koji yang digunakan maka enzim yang dihasilkan dari metabolisme

5
kapang semakin tinggi [5]. Beras sebagai bahan baku koji berfungsi untuk
merangsang mikroba untuk menghasilkan enzim-enzim yang berperan penting
dalam pembuatan miso, enzim-enzim ini akan menghidrolisis komponen-
komponen dalam bahan baku miso. Pada perlakuan suhu inkubasi, data
menunjukkan bahwa pada suhu terkontrol 35oC, maka N-amino cenderung
semakin meningkat dibandingkan dengan suhu ruang ± 28oC. Hal ini diduga
karena tingkat suhu mempengaruhi aktivitas mikroba jenis Rhizopus sp. dalam
menghasilkan enzim salah satunya protease. Menurut penelitian [7] pengaruh suhu
terhadap aktivitas enzim protease adalah produksi protease mengalami peningkatan
yang optimum pada kisaran suhu 30°C sampai 40°C.
2. Perubahan pH selama Proses Fermentasi
Pada perlakuan konsentrasi koji, data menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi koji, maka pH cenderung semakin menurun. Hal ini diduga pada koji
dihasilkan enzim protease yang berfungsi memecah protein kacang pada saat
fermentasi garam. Hasil dari pemecahan protein antara lain glutamat dan aspartat
yang bersifat asam [5]. Pada perlakuan suhu inkubasi data menunjukkan bahwa
pada suhu terkontrol 35oC, maka pH cenderung semakin menurun dibandingkan
dengan suhu ruang ± 28oC. Hal ini diduga karena suhu lingkungan dapat
mempengaruhi kerja enzim dalam menghidrolisis komponen bahan pangan.
Berdasarkan data pengamatan maka dapat disimpulkan bahwa enzim seperti
protease yang dihasilkan dari koji bekerja lebih baik pada suhu 35oC. Menurut
penelitian produksi protease mengalami peningkatan yang optimum pada kisaran
suhu 30°C sampai 40°C.
3. Perubahan Gula Reduksi selama Proses Fermentasi
Pada perlakuan konsentrasi koji, data menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi koji, maka gula reduksi cenderung semakin meningkat. Hal ini diduga
karena pemecahan pati oleh kapang sehingga menghasilkan gula sederhana dan
merangsang kapang untuk menghasilkan enzim yang diperlukan pada saat
fermentasi garam. Pada perlakuan suhu inkubasi data menunjukkan bahwa pada
suhu terkontrol 35oC, maka gula reduksi mengalami penurunan paling signifikan
dibandingkan dengan suhu ruang ± 28oC. Setelah terpecah menjadi gula sederhana
maka gula tersebut akan dimanfaatkan pada fermentasi tahap kedua oleh mikroba
yang tumbuh secara spontan seperti khamir dan Lactobacillus. Aktivitas amilase
juga dipengaruhi oleh suhu. Aktivitas tersebut cenderung meningkat sejalan
dengan kenaikan suhu.
4. Total Mikroba selama Proses Fermentasi
Pada perlakuan konsentrasi koji, data menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi koji, maka nilai TPC cenderung semakin meningkat. Hal ini diduga
karena kandungan substrat pada beras berupa pati dihidrolisis menjadi senyawa
sederhana. Hasil hidrolisis dimanfaatkan oleh kapang untuk berkembang biak.
Pada perlakuan suhu inkubasi, data menunjukkan bahwa pada suhu terkontrol
35oC, maka nilai TPC mengalami peningkatan paling signifikan dibandingkan
dengan suhu ruang ± 28oC. Hal ini diduga karena pada suhu terkontrol kapang
dapat berkembang dengan baik.

6
5. Kualitas Organoleptik Produk Miso
Nilai rasa rerata skor kesukaan (agak suka). Hal ini diduga adanya hubungan
antara kadar N-amino dengan rasa miso dimana asam glutamat berkontribusi dalam
memberikan rasa gurih pada miso. Rasa gurih dibangkitkan oleh keberadaan
senyawa garam glutamat yang cukup pada media fermentasi. Glutamat didapat
dalam bentuk asam glutamat sebagai hasil degradasi protein atau peptida-glutamin
oleh γ-glutamil transferase (GGT), sedangkan konstituen lainnya yaitu natrium
didapat dalam bentuk garam natrium klorida (NaCl) sebagai bahan yang
ditambahkan pada fermentasi garam.

Nilai warna rerata skor kesukaan panelis tertinggi (agak menyukai).


Terbentuknya warna merupakan hasil dari reaksi Maillard. Reaksi Maillard adalah
reaksi yang terjadi antara gugus amino dari suatu amino bebas, residu rantai peptida
atau protein dengan gugus karbonil dari suatu karbohidrat apabila keduanya dipanaskan
atau disimpan pada waktu yang lama. Kesukaan panelis cenderung meningkat seiring
dengan penambahan konsentrasi koji yang ditambahkan pada miso. Perubahan warna
juga disebabkan reaksi antara asam amino dan gula sebagai hasil dari aktivitas enzim
amilase dalam menghidrolisis karbohidrat kacang dimana pada akhirnya reaksi ini
menyebabkan pencoklatan dan mempengaruhi warna
Nilai aroma rerata skor kesukaan panelis tertinggi (agak menyukai). Kesukaan
panelis cenderung meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi koji yang
ditambahkan pada miso. Secara umum, asam bereaksi dengan alkohol untuk
menghasilkan ester sehingga memberikan kontribusi pada aroma miso. Pembentukan
aroma terjadi karena asam organik, asam suksinat dan asam organik yang dihasilkan
oleh khamir dari pemanfaatan gula reduksi akan bereaksi dengan asam lemak dan
menghasilkan ester yang akan berperan dalam pembentukan aroma pada miso.
Nilai tekstur rerata skor kesukaan panelis tertinggi (agak menyukai). Secara
umum semakin besar presentase koji, maka nilai organoleptik tekstur semakin
menurun. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi koji 40% teksturnya lebih padat tidak
terlalu berair sedangkan pada konsentrasi koji 30% teksturnya cukup lunak dan berair
sehingga panelis rata-rata kurang menyukainya. Hal ini diduga pada konsentrasi koji
yang semakin besar, maka jumlah mikroba yang melakukan aktifitas pemecahan selama
fermentasi meningkat. Selain itu diduga selama proses fermentasi juga menghasilkan
air sehingga berpengaruh pada tekstur miso. Semakin tinggi konsentrasi koji yang
digunakan maka enzim yang dihasilkan dari metabolisme kapang semakin tinggi
4. Kesimpulan
Miso sebagai pangan olahan fermentasi dari kacang kedelai memiliki berbagai
manfaat pada tubuh. Pasta miso biasanya ditambahkan pada sup sebagai penyedap rasa.
Akan tetapi, penggunaan miso di Indonesia masih sangat sedikit yang biasanya hanya
ditemukan di restoran makanan Jepang. Adanya nilai gizi yang baik pada miso
diharapkan masyarakat Indonesia dapat memanfaatkannya dengan baik, yaitu dengan
mengonsumsinya tidak secara berlebihan mengingat tingginya natrium dalam miso.
5. Daftar pustaka

7
Andarti, I. Y., & Wardani, A. K. (2015). Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap
Karakteristik Kimia, Mikrobiologi, Dan Organoleptik Miso Kedelai
Hitam (Glycine max (L))[IN PRESS JULI 2015]. Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 3(3).
Wahyuhapsari, R., & Wardani, A. K. (2013). Pembuatan miso dengan
memanfaatkan edamame (kajian konsentrasi koji dan suhu inkubasi).
Jurnal Pangan dan Agroindustri, 1(1), 157-167.

8
BAB II BISKUIT TEPUNG KACANG HIJAU
Disusun oleh:
Adizza Vanisa Raja (006)
Basanty Pramesthi Sanjaya (007)
Nurul Hidayati (009)
Febi Melindasari (013)
Khoirunnisa (015)
1. Pendahuluan
Di Indonesia, kacang hijau umumnya dibudidayakan setelah kedelai atau
kacang tanah. Kacang hijau memiliki peran strategis karena memiliki keunggulan
agronomis dan ekonomis. Meskipun dari segi produktivitas di tingkat petani masih
relatif rendah, kacang hijau relatif tahan terhadap kekeringan, berumur genjah, sesuai
untuk daerah dengan curah hujan rendah, tingkat serangan hama dan penyakit relatif
sedikit, potensial dikembangkan di lahan suboptimal dan tanah dengan drainase kurang
baik, dapat memperbaiki kesuburan tanah, serta cara budidayanya mudah dengan risiko
kegagalan panen yang rendah. Nilai strategis kacang hijau semakin diperkuat dengan
kemampuannya menjadi tanaman penyelamat apabila terjadi gagal panen pada
pertanaman sebelumnya seperti padi dan jagung (Rusdi 2019). Nilai kompetitif kacang
hijau secara ekonomis terletak pada harga jual yang cenderung stabil, bahkan lebih
tinggi dibandingkan dengan tanaman kacang lainnya. Kacang hijau juga berperan
sebagai bahan baku industri dan komoditas ekspor (Santosa 2020). kacang hijau
memiliki manfaat yang besar sebagai bahan baku beragam olahan pangan seperti bubur,
sayur, dan aneka kue, juga untuk industri minuman, bahan baku soun dan tepung
hunkwe.
Kacang hijau (Vigna radiate) telah dikenal masyarakat dunia dan dapat tumbuh
diseluruh wilayah di Indonesia. Di Indonesia tanaman kacang hijau menempati posisi
konsumsi yang penting karena merupakan salah satu sumber zat gizi yang baik.
Tanaman kacang hijau termasuk jenis tanaman yang relatif mudah untuk ditanam
karena tidak tergantung pada iklim tertentu namun dengan memperhatikan kecukupan
faktor-faktor eksternal seperti: air dan mineral, kelembapan, suhu, dan cahaya maka
kacang hijau dapat tumbuh dengan baik. Produksi tanaman kacang hijau di Indonesia
cukup besar namun masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui manfaat dari
tanaman kacang hijau. Kacang hijau juga sangat mudah dijumpai di berbagai tempat
seperti: pasar, warung kecil, dan swalayan. Kacang hijau termasuk bahan pangan yang
tinggi nilai gizinya seperti protein, dan mengandung anti oksidan. Selain itu kacang
hijau juga rendah lemak jenuh dan rendah sodium. Lebih dari 65% kebutuhan protein
dan 80% kebutuhan energi dalam pola makan penduduk di Negara- Negara
berkembang, dipenuhi oleh sumber pangan nabati. Dan salah satu contoh pangan nabati
tersebut adalah kacang hijau. Namun masih sangat sedikit yang mengoptimalkan
pemanfaatan kacang hijau sebagai sumber protein nabati. Jika kacang hijau diolah

9
dengan baik maka hasilnya tidak akan kalah dengan bahan pangan lainnya. kacang hijau
juga dapat dimanfaatkan menjadi tepung sehingga mengurangi penggunaan tepung
terigu.
Biskuit merupakan produk kue kering yang praktis, mudah dibawa dan
disimpan, dan juga mudah dalam penyajiannya sehingga sangat cocok dijadikan
sebagai makanan tambahan atau cemilan. Biskuit adalah salah satu jenis kue kering
yang sampai saat ini banyak digemari oleh masyarakat sebagai makanan jajanan atau
dijadikan camilan dari berbagai kelompok ekonomi dan kelompok umur. Menurut
Moehji (2000) biskuit dapat dikonsumsi oleh semua kalangan baik anak balita, anak
usia sekolah, dan orang tua, dan biasanya dikonsumsi sebagai makanan selingan atau
makanan bekal. Pengembangan produksi biskuit semakin bervariasi yaitu dengan
mensubstitusi tepung terigu dengan tepung lainnya yang memiliki nilai gizi tinggi dan
mudah didapat dalam produksinya untuk meningkatkan nilai gizi biskuit. Salah satu
bahan pangan lokal yang mengandung nilai gizi yang tinggi dan bisa dimanfaatkan
sebagai dasar pembuatan biskuit adalah tepung dari kacang hijau. Bahan ini belum
banyak digunakan sebagai bahan olahan makanan kering seperti biskuit.
2. Kajian pustaka
Kacang Hijau (Vigna radiata L.)

Kacang hijau adalah sejenis tanaman budidaya dan palawija yang dikenal luas
di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan (Fabaceae) ini
memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber bahan pangan
berprotein nabati tinggi. Kacang hijau memiliki kandungan protein yang cukup tinggi
yaitu sebesar 22% dan merupakan sumber mineral yang penting, antara lain kalsium
dan fosfor yang bermafaat untuk tulang. Selain itu, kacang hijau juga memiliki
kandungan serat yang cukup tinggi yaitu sekitar 7,6% yang berfungsi untuk
melancarkan pencernaan, sehingga mengurangi resiko terhadap berbagai penyakit dan
gangguan usus (Mustakim, 2013). Dilihat dari segi komposisinya, kacang hijau di
Indonesia menempati urutan ketiga terpenting sebagai tanaman pangan legume, setelah
kedelai dan kacang tanah (Purwanti, 2008).

Kandungan asam amino dalam protein kacang hijau sangat lengkap, baik asam
amino essensial (tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan harus didatangkan dari luar
melalui makanan maupun asam amino non essensial (dapat dibentuk secara mandiri
oleh tubuh). Di samping mengandung sumber serat dan protein tinggi, kandungan asam
lemak tak jenuh pada kacang hijau menjadikan kacang ini baik jika dikonsumsi bagi
mereka yang menderita obesitas untuk menurunkan berat badan (Triyono, 2010).
Kacang hijau kaya akan protein, kandungan gizi kacang hijau per 100 gram untuk
kandungan protein kacang hijau berkisar 21,04 gram, lemak 1,64 gram, karbohidrat
63,55 gram, air 11,42 gram, abu 2,36 gram dan serat 2,46% (Aminah dan Wikanastri,
2012). Kacang hijau juga banyak mengandung vitamin B1 sebesar 0,64 mg/100 gr dan
vitamin B2. Vitamin B1 merupakan bagian dari koenzim yang berperan penting dalam
oksidasi karbohidrat untuk diubah menjadi energi. Vitamin B2 yang terkandung pada
kacang hijau dapat membantu penyerapan protein di dalam tubuh (Astawan, 2009).

10
Tepung Kacang Hijau

Menurut Mustakim, (2014) tepung kacang hijau merupakan biji kacang hijau
yang digiling dan diayak sehingga diperoleh tepungnya. Tepung kacang hijau memiliki
warna hijau muda dan beraroma agak langu. Cara pengolahan kacang hijau menjadi
tepung sangat sederhana, kacang hijau disortir dari kotoran dan biji yang busuk,
kemudian direndam dalam air bersih selama 4 jam. Tujuan perendaman agar aroma
langu kacang hijau berkurang. Setelah melalui perendaman, kacang hijau akan dijemur
sampai kering. Apabila biji kacang hijau telah kering maka dapat digiling halus.
Pembuatan tepung kacang hijau tanpa membuang kulitnya bertujuan agar kandungan
gizi yang terdapat pada biji kacang hijau tidak banyak yang terbuang saat melalui proses
perendaman.

Biskuit

Biskuit merupakan salah satu makanan ringan yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat. Produk ini merupakan produk kering yang memiliki kadar air rendah yaitu
kurang dari 5%. Produk ini dapat dikonsumsi oleh semua kalangan usia, baik bayi
hingga kalangan dewasa dengan jenis biskuit yang berbeda (Setyowati dan Nisa, 2014).
Bahan-bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan biskuit antara lain margarin, susu
bubuk, gula halus, kuning telur, garam, dan baking powder. Setiap bahan yang
digunakan dalam pembuatan biskuit, memiliki fungsi masingmasing (Wulandari,
2010).

Biskuit disukai oleh seluruh kalangan usia karena rasanya yang enak, bervarasi,
bentuk beranekaragam, harga relatif murah, cukup mengenyangkan, hingga kandungan
gizi yang lengkap. Biskuit mudah dibawa dan umur simpannya yang relatif lama (Fajar,
2013). Kualitas biskuit dapat diukur melalui sifat kimia yang menentukan zat gizi dari
biskuit, sifat fisik dari biskuit meliputi tekstur dan warna dari biskuit, serta sifat
organoleptik dari biskuit yang menentukan penerimaan biskuit tersebut terhadap
konsumen (Fridata, 2014).

Biskuit diklasifikasikan dalam empat jenis yaitu biskuit keras, crackers, cookies
dan wafer. Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dengan adonan berbentuk
pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat dan dapat berkadar
lemak tinggi atau rendah. Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat adonan keras
melalui proses fermentasi atau pemeraman. Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat
dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi dan bila dipatahkan penampang potongannya
bertekstur kurang padat, sedangkan wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan
cair, berpori-pori kasar, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-
rongga (Badan Standardisasi Nasional, 2011). Biskuit memiliki ciri-ciri yaitu kulit
coklat keemasan tanpa noda-noda coklat, bentuk simetris, bagian atas rata dan sisi-sisi
lurus, tekstur renyah serta lembut (Yunisa, 2013).

3. Pembahasan

11
Pembuatan Tepung Kacang Hijau
Kacang hijau dapat dibuat menjadi tepung kacang hijau yang berkualitas baik
dan tidak pecah serta memiliki butiran yang utuh, tidak rusak atau berulat dan masih
segar (Royani 2012; Lestari dkk., (2017). Proses pembuatan tepung kacang hijau di
mulai dari pemilihan/sortasi, pilih kacang hijau yang berkualitas baik. Kacang hijau
yang digunakan adalah kacang hijau yang telah dikupas. Kemudian kacang hijau
digiling sampai halus dan hasil gilingan tersebut diayak untuk mendapatkan tekstur
tepung yang baik (Anonymous, 2009;Papunas dkk, 2013). Terdapat dua metode yang
berbeda dalam pembuatan tepung kacang hijau, yaitu tepung kacang hijau yang
disangrai dan kacang hijau yang dioven. Proses penyangraian dan pengovenan kacang
hijau diharapkan dapat menginaktifkan zat anti gizi pada kacang hijau seperti antitripsin
dan tanin (polifenol) sehingga dapat meningkatkan daya cerna protein kacang hijau,
serta enzim lipoksigenase yang dapat menyebabkan bau langu (Astawan, 2009:34 dan
74; Pertiwi dkk., 2018). Tepung kacang hijau memiliki daya simpan tiga bulan. Umur
daya simpan tepung kacang hijau juga dipengaruhi oleh tempat penyimpanan dan
kualitas kemasan. Lama penyimpanan dan jenis kemasan berpengaruh nyata terhadap
mutu fisik tepung sedangkan untuk mutu sensoris hanya berbeda pada aroma, warna
dan tekstur (Priyanto et al., 2005; Fathonah dkk., 2018)
Pembuatan Biskuit Tepung Kacang Hijau
Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan biskuit kacang hijau yaitu
Tepung kacang hijau, Tepung terigu, Tepung maizena, Margarin, Gula halus, Putih
telur, Susu cair, dan Baking powder. Proses pembuatan biskuit dengan tahapan yaitu
pertama margarin dan gula halus dimixer sampai tercampur rata sekitar 2
menit. Selanjutnya tambahkan putih telur dan mixer sampai rata 1 menit. Berikutnya
masukkan tepung kacang hijau, tepung terigu, maizena dan baking powder kemudian
di mixer sampai rata selama 1 menit. Setelah itu kemudian adonan dimasukkan kedalam
cetakan biskuit lalu dipanggang dalam oven dengan suhu atas 150° C dan suhu bawah
130o C selama 15 menit. Terakhir, dinginkan selama 15 menit. Untuk mendapatkan
biskuit yang berkualitas dilakukan perubahan formula dan waktu pemanggangan dari
13 menit – 21 menit. Penggunaan kuning telur dikurangi dan diganti dengan putih telur,
dan susu bubuk diganti dengan susu cair (Fathonah dkk., 2018). Pada penelitian ini,
penggunaan tepung biskuit kacang hijau sebesar 60 % menunjukkan bahwa kacang
hijau dapat dijadikan sebagai bahan baku biskuit. Waktu pemanggangan yang paling
baik yaitu selama 17 menit dilakukan pada suhu bawah 130 C dan suhu atas 150 C.
Biskuit yang dihasilkan memiliki tingkat kerenyahan dan warna kuning keemasan yang
paling disukai. Perubahan resep biskuit akan menyebabkan perubahan pada produk
biskuit (Diukareva et al., 2014; Fathonah dkk., 2018) Penggunaan bahan baku yang
berbeda memerlukan waktu dan suhu pemanggangan yang berbeda, biasanya sekitar
180 – 200 C. Berbagai penelitian pada pembuatan biskuit dengan bahan baku yang
berbeda menggunakan suhu dan waktu pemanggangan berbeda.
4. Kesimpulan
Di Indonesia budidaya kacang hijau sangat tinggi, namun masyarakat masih
belum memanfaatkan kacang hijau menjadi produk yang bernilai ekonomis dan bergizi.
Dilihat dari segi manfaatnya, kacang hijau memiliki keunggulan pada bidang

12
agronomis dan ekonomis. Selain itu, Kacang hijau termasuk bahan pangan yang tinggi
nilai gizinya seperti protein, dan mengandung anti oksidan serta rendah lemak jenuh
dan rendah sodium. hal tersebutlah yang mendukung terjadinya pengolahan lebih lanjut
kacang hijau menjadi tepung kacang hijau yang diaplikasikan sebagai bahan dasar
dalam pembuatan biskuit. Diharapkan biskuit yang dihasilkan dari kacang hijau
memberikan manfaat yang baik bagi para pengonsumsinya.
5. Daftar pustaka
Fathonah, S., Rosidah, R., & Karsinah, K. (2018). Teknologi penepungan kacang hijau
dan terapannya pada biskuit. Jurnal Kompetensi Teknik, 10(1), 12-21.

Pertiwi, R. P., Larasati, A., & Hidayati, L. (2018). Pengaruh teknik sangrai dan panggang
dalam pembuatan tepung kacang hijau (phaseolus radiates l.) terhadap mutu
katetong. Teknologi Dan Kejuruan: Jurnal Teknologi, Kejuruan, Dan
Pengajarannya, 41(1), 89-100.

Papunas, M. E., Djarkasi, G. S., & Moningka, J. C. (2013, August). Karakteristik fisikokimia
dan sensoris flakes berbahan baku tepung jagung (Zea mays L), tepung pisang
goroho (Musa acuminafe, sp) dan tepung kacang hijau (Phaseolus radiates). In
Cocos (Vol. 3, No. 5).

Lestari, E., Kiptiah, M., & Apifah, A. (2017). Karakterisasi Tepung Kacang Hijau dan
Optimasi Penambahan Tepung Kacang Hijau Sebagai Pengganti Tepung Terigu
Dalam Pembuatan Kue Bingka. Jurnal Teknologi Agro-Industri, 4(1), 20-34.

Moehji, S. (2000). Ilmu Gizi Dan Diet. Bharata Karya Aksara. Jakarta
Rusdi. 2019. Analisis kelayakan usahatani kacang hijau pada lahan kering di Desa
Bonto Ujung Kecamatan Tarowang Kabupaten Jeneponto. Skripsi. Program
Studi Agribisnis. Fakultas Pertanian. Universitas Muhammadiyah, Makassar.
Santosa R. 2020. Analisis daya saing kacang hijau di Kecamatan Saronggi Kabupaten
Sumenep. Cemara 17(2).

13
BAB III SARI KACANG HIJAU
Disusun oleh:
Natasya Lailatul Malikhah (016)
Aulia Fitri Andini (017)
Adelia Putri Prastiningtyas (019)
Putri Maharani Shinta Dewi (021)
Ilmi Shofia Nurrahma (022)
1. Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam serta
memiliki potensi pangan lokal dari berbagai jenis kacang-kacangan yang berpotensi
untuk menambah zat gizi dalam diet atau menu sehari-hari. Komoditi tanaman pangan
memiliki peranan utama sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, pakan dan industri
dalam negeri, yang setiap tahunnya cenderung meningkat dengan seiring pertambahan
jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan, sehingga dari sisi
Ketahanan Pangan Nasional mempunyai fungsi penting dan strategis. Komoditi
tanaman pangan yang penting adalah serealia dan kacang-kacangan. Kacang-kacangan
juga memiliki keunggulan dari segi harga yang murah, memiliki kandungan lemak yang
baik untuk kesehatan, dan mengandung berbagai mineral yang cukup banyak (Koswara,
2013). Kacang-kacangan termasuk salah satu bahan makanan yang memiliki nilai gizi
tinggi yang merupakan sumber protein (20 – 25 g/100 g), vitamin B (thiamin,
riboflavin, niacin, asam folat), mineral (Ca, Fe, P, K, Zn, Mg, dan lain-lain), dan serat.
Badan Pusat Statistik (BPS) 2018 menyebutkan, pada tahun 2014 produksi kacang hijau
di Indonesia sejumlah 244.589 ton, dan pada tahun 2015 produksi kacang hijau
meningkat menjadi 271.463 ton. Komoditi kacang hijau dan aneka kacang-kacangan
memiliki peran yang cukup besar terutama untuk memenuhi kebutuhan protein, bahan
baku industri pangan olahan dan pakan selain kedelai
Sampai saat ini, kacang hijau sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai bahan dasar tauge atau kecambah, bubur, isi onde-onde, isi bakpia, beragam
kue basah dan kering, serta campuran makanan bayi. Salah satu cara meningkatkan
nilai tambah produk kacang hijau adalah dengan teknologi pengolahan yang mengolah
kacang hijau menjadi berbagai macam produk olahan kacang hijau yang mempunyai
nilai gizi yang tinggi dan lebih tahan dalam penyimpanan yang dapat diolah menjadi
produk minuman yang dapat menyehatkan tubuh seperti minuman sari kacang hijau.
Salah satu produk olahan kacang hijau adalah sari kacang hijau, yang merupakan salah
satu minuman suplemen (tambahan) yang bisa menjaga kondisi tubuh agar tetap fit
sehingga tidak mudah terserang penyakit. Di Indonesia minuman sari kacang hijau
salah satu produk minuman yang sangat berpotensi untuk dikembangkan, mengingat
Indonesia merupakan negara beriklim tropis sehingga ragam olahan minuman banyak
digemari dan dapat menjadi peluang untuk meningkatkan kepopuleran minuman sari
kacang hijau akan tinggi (Pertiwi, 2018).

14
2. Kajian pustaka
Kacang Hijau
Kacang hijau merupakan salah satu tanaman semusim yang berumur pendek (±
60 hari). Tanaman ini termasuk famili Leguminoceae, sistem perakaran tunggang dan
berkeping dua (dikotiledon), tanaman ini disebut juga dengan mungbean, green gram
atau golden gram. Kacang hijau juga merupakan sumber protein nabati, vitamin (A,B1,
C, dan E), serta beberapa zat lain yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia, seperti
amilum, besi, belerang, kalsium, minyak lemak, mangan, magnesium dan niacin. Selain
bijinya, daun kacang hijau muda sering dimanfaatkan sebagai sayuran. Kacang hijau
bermanfaat untuk melancarkan buang air besar dan menambah energi (Erina, 2019)..
Kandungan gizi kacang hijau cukup tinggi dan komposisinya lengkap. Berdasarkan
jumlahnya, protein merupakan penyusun utama kedua setelah karbohidrat. Kacang
hijau (Vigna Radiata) bermanfaat untuk mencegah defisiensi fe, di dalam 0,1 kg kacang
hijau terkandung 0,124 gram kalsium dan 0,326 mg fosfor, yang berkhasiat untuk
memperkuat kerangka tulang. Kacang hijau juga mengandung 19,7-24,2 % protein dan
5,9-7,8 % besi. Kacang hijau juga mengandung senyawa aktif yaitu polifenol dan
flavonoid yang berfungsi meningkatkan hormone prolaktin. Selain itu kacang hijau,
minuman yang mengandung mineral tembaga, magnesium, potassium , fosfor,
magnesium, fe dan sodium (Kurniyati, dkk., 2021).
Kacang hijau juga merupakan sumber serat pangan (dietary fiber) dengan
kandungan serat sebesar 4,3 g dalam 100 g bahan makanan. Kadar serat dalam kacang
hijau mempunyai peranan yang sangat penting untuk mencegah terjadinya sembelit
(konstipasi) serta berbagai penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan .
Protein kacang hijau kaya akan asam amino leusin, arginin, isoleusin, valin dan lisin
(Nawangsari, 2012). Kacang hijau dapat mengandung Fe sebanyak 9,7 mg dalam
100 g tergantung varietasnya. Kacang hijau banyak mengandung nutrisi, salah satunya
adalah kandungan potasium mampu mengontrol kerja jantung. Kacang hijau diprediksi
dapat membantu menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi, karena
mengandung beberapa vitamin dan mineral yang dapat mengontrol tekanan darah.
Tingginya kandungan Fe ini membuat kacang hijau
banyak digunakan sebagai makanan untuk
mengurangi jumlah penderita anemia di berbagai negara di Asia termasuk
Indonesia (Rahmawati, 2020).

Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Biji Kacang Hijau

15
Sumber: Daftar Komposisi Pangan Indonesia Tahun (2017)
Sari Kacang Hijau
Susu kacang hijau atau lebih dikenal dengan sari kacang hijau merupakan cairan
yang terbuat dari ekstrak kacang hijau yang mengandung protein yang tinggi dan
bermutu. Diversifikasi produk olahan pangan berbahan baku atau bahan dasar kacang
hijau sampai saat ini masih relatif terbatas, hanya dikonsumsi sebagai kecambah kacang
hijau (tauge) dan olahan kue tradisional. Sari kacang hijau merupakan salah satu usaha
diversifikasi pangan hasil olahan kacang hijau. Minuman ini semakin populer di
masyarakat sebagai minuman kesehatan.. Meskipun popularitas sari kacang hijau
memang masih kalah jika dibandingkan dengan susu kedelai, namun kandungan gizi
kacang hijau tidak jauh berbeda dengan kedelai. Seperti halnya susu kedelai, susu
kacang hijau merupakan susu nabati yang dapat dikonsumsi oleh penderita intoleransi
laktosa atau oleh orang yang alergi terhadap susu sapi. Kandungan gizi sari kacang
hijau sangat lengkap, sehingga baik dikonsumsi oleh berbagai kalangan usia, khususnya
untuk golongan rawan seperti bayi, anak-anak, ibu hamil maupun ibu menyusui
(Andreastian, dkk., 2015).

Tabel 2. Syarat mutu sari kedelai menurut SNI No. 01-3830-1995

16
3. Pembahasan
Proses Pembuatan Sari Kacang Hijau

1. Sortasi
Sortasi merupakan proses yang penting dalam pembuatan sari kacang
hijau. Sortasi bahan baku yaitu biji kacang hijau yang akan dibuat minuman sari
kacang hijau kemudian disortasi dengan menghilangkan bagian-bagian kacang
hijau yang rusak, kotoran yang ada seperti sisa-sisa daun, ranting maupun kulit
serta bahan-bahan lain yang tidak diinginkan. Pada dasarnya pembuatan
minuman sari kacang hijau sama halnya dengan minuman sari kedelai. Proses
utama yang terjadi pada pembuatan minuman sari kacang hijau adalah ekstraksi
sari kacang hijau. Proses pembuatan minuman sari kacang hijau dimulai dengan
sortasi dengan tujuan memisahkan kotoran yang ada pada kacang hijau sehingga
diperoleh kacang hijau berkualitas.

17
2. Perendaman
Proses selanjutnya yaitu biji kacang hijau yang telah disortasi kemudian
dilakukan perendaman selama 12 jam dengan menggunakan air 2:1 dengan
jumlah kacang hijau. Fungsi perendaman yaitu untuk memudahkan proses
penggilingan dalam pengambilan sari dari kacang hijau. Setelah waktu
perendaman telah mencapai 12 jam, kacang hijau kemudian ditiriskan. Agar
bebas antitripsin, perendaman dalam air dilakukan selama semalam (8-12 jam)
yang diikuti dengan blanching menggunakan air mendidih selama 5 menit.
Antitripsin ini merupakan senyawa anti gizi yang umumnya terdapat pada
kacang-kacangan. Senyawa ini dapat mempengaruhi penggunaan protein dan
metabolisme tubuh. Perendaman dilakukan untuk memperlunak tekstur kacang
hijau yang akan digiling. Pada dasarnya penggilingan berfungsi untuk
memperluas area permukaan bahan agar optimum saat proses ekstraksi sari
kacang hijau.
3. Penyiapan air panas
Setelah kacang hijau ditiriskan, dilanjutkan dengan penyiapan air, yang
berfungsi sebagai pengekstrak sari kacang hijau dengan jumlah air 1:8, 1 bagian
sari kacang hijau, air yang disiapkan 8 bagian air. Timbulnya rasa langu
disebabkan oleh kerja enzim lipoksigenase. Enzim tersebut bereaksi dengan
lemak sewaktu dinding sel pecah oleh penggilingan, terutama jika penggilingan
dilakukan secara basah dengan suhu dingin. Enzim lipoksigenase mudah rusak
oleh panas dan untuk menghilangkan langu tersebut dapat dilakukan dengan
cara menggunakan air panas. Untuk mengurangi bau langu pada susu kacang
hijau maka bau dan rasa langu dapat dihilangkan dengan cara mematikan enzim
lipksigenase dengan panas pada saat pengilingan.
4. Penggilingan/Pengambilan
Setelah itu, dilanjutkan ke tahap penggilingan atau pengambilan sari
kacang hijau. Kacang hijau yang telah direndam kemudian digiling dengan
blender untuk memperoleh sari kacang hijau. Setelah itu disaring agar sari
kacang hijau dengan ampas terpisahkan.
5. Filtrasi
Sari kacang hijau yang dihasilkan kemudian di filtrasi sebelum
dilanjutkan pada proses selanjutnya. Filtrasi yaitu pembersihan partikel padat
dari suatu fluida dengan melewatkannya pada medium penyaringan, atau
septum, dimana zat padat itu tertahan (Parahita, 2018).
6. Penambahan Gula dan Bahan Penstabil
Tahapan selanjutnya yaitu sari kacang hijau kemudian ditambahkan gula
sebanyak 10 % dan bahan penstabil. Kemudian dilakukan pengadukan sampai
bahan tercampur rata. Penambahan gula dan bahan penstabil bertujuan sebagai
pengental, stabilisator, pembentuk gel, pengemulsi dan dalam beberapa hal
dapat merekatkan penyebaran antibiotik (Septiani et al., 2019).
7. Pemasakan
Setelah penambahan gula dan bahan penstabil selanjutnya yaitu
pemasakan, yaitu pemanasan sari kacang hijau dengan suhu 80˚C dengan lama

18
pemasakan 15 menit. Pada proses pemasakan pengadukan dilakukan secara
terus menerus, agar minuman sari kacang hijau yang sedang dalam proses
pemasakan tidak melekat di dasar panci.
8. Minuman Sari Kacang Hijau
Setelah selesai proses pemasakan, kemudian sari kacang hijau diangkat
dan didinginkan. Selanjutnya dapat dilakukan pengemasan. Produk yang
dihasilkan yaitu minuman sari kacang hijau.
Manfaat Sari Kacang Hijau terhadap Hipertensi
Hipertensi merupakan akibat dari
peningkatan tekanan aliran darah yang terjadi di dalam tubuh manusia sehingga
mengakibatkan kenaikan tekanan darah
yang melebihi batas normal. Berdasarkan
kriteria Joint National Committee/JNC VIII tahun 2014, usia ≥ 18 tahun yaitu sistolik
≥140 mmHg sedangkan tekanan diastolik adalah ≥ 90 mmHg. Penyakit hipertensi
dapat dijumpai baik usia lanjut karena faktor
degeneratif maupun usia muda (Kementerian Kesehatan RI/Kemenkes, 2014).
Hipertensi juga diartikan sebagai pembunuh perlahan
dengan diam “silent killer” dikarenakan tanda dan gejala tidak muncul pada sebagian
kasus (Kowalski, 2010).
Data dari World Health Organization (2013) kurang lebih 1 miliar, orang yang
menderita hipertensi dilaporkan akan meningkat dan pada tahun 2025 prevalensi
hipertensi diperkirakan mencapai 29%. Penduduk usia diatas 20 tahun yang
menderita hipertensi sebesar 74,5 juta jiwa, dan 90-95% belum terdeteksi faktor
pencetusnya American Health Association (2013). Akibat tidak diketahui sejak dini
faktor penyebabnya, penderita hipertensi meninggal setiap tahunnya sebesar 8 juta
jiwa, sedangkan sebesar 1,5 juta jiwa terjadi di Asia Tenggara (Kementrian Kesehatan
RI, 2017).
Konsumsi sari kacang hijau dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi
sari kacang hijau tersebut dapat menurunkan tekanan darah sistolik 15,9 mmHg
dan diastolik 9,6 mmHg. Hal ini dapat terjadi karena kandungan besi (Fe) di kacang
hijau cukup tinggi. Kacang hijau dapat mengandung Fe sebanyak 9,7 mg dalam 100 g
tergantung varietasnya (Shanmugasundaram dkk., 2009). Tingginya kandungan Fe ini
membuat kacang hijau banyak digunakan sebagai makanan untuk mengurangi jumlah
penderita anemia di berbagai negara di Asia, termasuk Indonesia.
Asupan natrium yang tinggi dalam darah dapat mengganggu kerja ginjal,
sehingga ginjal harus mengeluarkan natrium yang berlebih dari dalam tubuh. Sifat
natrium yang mengikat air, akan mengakibatkan volume darah akan semakin
meningkat, sedangkan diameter pembuluh darah tetap. Hal tersebut mengakibatkan
tekanan yang deras atau berlebih dalam darah yang menimbulkan risiko tekanan
darah tinggi. Kerja potasium yang terdapat dalam kacang hijau ini adalah menghambat
efek yang ditimbulkan dari natrium (Franklin, 2015). Terdapat 391 mg potasium
dalam 100 gram kacang hijau. Potasium ini membantu komunikasi saraf dan otot serta
membantu dalam pengendalian tekanan darah karena dapat mengurangi efek dari
natrium (Franklin, 2015). Potasium membantu mengendurkan pembuluh darah

19
dan arteri, yang mengurangi tekanan darah dan mengurangi ketegangan pada sistem
kardiovaskular. Ini berarti kemungkinan terjadinya pembekuan dan aterosklerosis akan
sangat berkurang sehingga membantu mengontrol tekanan darah pada pasien hipertensi
(Paksoy, 2010).

Manfaat Sari Kacang Hijau Untuk Penderita Anemia


Anemia merupakan penurunan kadar hemoglobin, eritrosit, dan hematokrit
sehingga jumlah eritrosit dan/atau kadar hemoglobin yang beredar tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Biasanya
anemia ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin kurang dari 13,5 mg/dl pada pria
dewasa dan kurang dari 11,5 mg/dl pada wanita dewasa. Penyebab terjadinya anemia
yaitu: hilangnya sel darah merah yang disebabkan oleh trauma, infeksi, perdarahan
kronis, menstruasi dan penurunan atau kelainan pembentukan sel seperti:
hemoglobinopati, talasemia, sferositosis herediter, dan defisiensi glukosa 6 fosfat
dehidrogenase (Lestari dkk, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian Faridah dan Indraswari (2017) yang dilakukan
pada 20 responden di kelas X SMK Al-Islam Kudus menunjukkan bahwa 10 responden
dilakukan pemberian sari kacang hijau sebagai kelompok intervensi yang diberi
perlakuan (50%) sebanyak 2 cangkir pada pagi dan sore selama 7 hari. Sedangkan 10
responden tidak diberikan sari kacang hijau dan dijadikan sebagai kelompok kontrol
(50%). Hasil analisis menunjukkan peningkatan kadar hemoglobin 10,57 menjadi 11,10
setelah dilakukan pemberian sari kacang hijau pada kelompok intervensi. Sedangkan
yang tidak diberi sari kacang hijau atau hanya disarankan makan makanan yang
menambah zat besi darah menunjukkan peningkatan kadar hemoglobin dari 10,60
menjadi 10,63 pada kelompok kontrol. Dari hasil penelitian Amalia (2016) rata-rata
kadar Hemoglobin (Hb) mahasiswi semester 4 D-III kebidanan sebelum diberikan
minuman kacang hijau adalah 9,6 gr/dl. Rata-rata kadar hemoglobin (Hb) mahasiswi
semester 4 D-III kebidanan setelah diberikan minuman kacang hijau adalah 10,6 gr/dl.
Terdapat pengaruh pemberian minuman kacang hijau terhadap peningkatan kadar
hemoglobin (Hb) mahasiswi semester 4 D-III kebidanan (P=0.000).
Biji kacang hijau yang telah direbus atau diolah dan kemudian dikonsumsi
mempunyai daya cerna yang tinggi dan rendah daya flatulensinya. Hemaglutinin dapat
menggumpalkan sel darah merah dan bersifat toksik. Toksisitas hemaglutinin dapat
dihancurkan melalui proses pemanasan pada suhu 100º C. Asam fitat dapat membentuk
kompleks dengan Fe atau unsur-unsur mineral, terutama Zn, Mg, dan Ca menjadi
bentuk yang tidak larut dan sulit diserap tubuh sehingga mengurangi ketersediaan
dalam tubuh karena menjadi sangat sulit dicerna. Proses fermentasi dapat
meningkatkan ketersediaan unsur besi bagi tubuh. Hal ini penting untuk mencegah
anemia gizi besi. Kacang hijau juga mengandung vitamin C yang membantu dalam
melakukan penyerapan fe dalam tubuh karena dapat merubah bentuk feri menjadi fero
(Astawan, 2009).
Pemberian sari kacang hijau sangat bermanfaat bagi penderita anemia,
dikarenakan vitamin C yang terkandung dalam kacang hijau mempunyai
kegunaan untuk membantu memperkuat sistem pencernaan terutama untuk membantu

20
mempercepat metabolisme zat besi yang akan meningkatkan kadar hemoglobin yang
disalurkan dalam darah. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Carolin
dkk, 2021 maka disimpulkan adalah kadar hemoglobin sebelum diberikan sari kacang
hijau mayoritas siswi mengalami anemia sedang (70%), sedangkan setelah diberikan
sari kacang hijau mayoritas siswi mengalami anemia ringan (50%). Sari kacang hijau
mampu meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah remaja putri yang menderita
anemia.
4. Kesimpulan
Sari kacang hijau merupakan salah satu usaha diversifikasi pangan hasil olahan
kacang hijau. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah produk kacang hijau adalah
dengan teknologi pengolahan yang mengolah kacang hijau menjadi berbagai macam
produk olahan kacang hijau yang mempunyai nilai gizi yang tinggi dan lebih tahan
dalam penyimpanan yang dapat diolah menjadi produk minuman yang dapat
menyehatkan tubuh seperti minuman sari kacang hijau. Proses pembuatan sari kacang
hijau meliputi sortasi, perendaman, penggilingan atau pengambilan sari kacang hijau,
filtrasi, penambahan gula dan bahan penstabil, pemasakan selama 15 menit dengan
suhu 80°C, dan minuman sari kacang hijau dapat dikonsumsi. Selain itu, manfaat
kandungan gizi yang terdapat pada sari kacang hijau sangat lengkap, sehingga baik
dikonsumsi oleh berbagai kalangan usia, khususnya untuk golongan rawan seperti bayi,
anak-anak, ibu hamil maupun ibu menyusui dan baik untuk penderita hipertensi dan
anemia.

5. Daftar pustaka
AHA (American Heart Association). 2013. High Blood Pressure. Amerika:
American Heart Association.
Amalia, A. 2016. efektifitas minuman kacang hijau terhadap peningkatan kadar HB. In
Prosiding
Seminar Nasional & Internasional (Vol. 1, No. 1). Andrestian, M.D. and Hatimah, H.
2015. Daya simpan susu kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) dengan
persentase penambahan sari jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum).
Indonesian Journal of Human Nutrition, 2(1), pp.38-47. Astawan,
I. M. 2009. Sehat dengan hidangan kacang dan biji-bijian.Jakarta: Penebar
Swadaya. Carolin, B.T.,
Suprihatin, S., Indirasari, I. and Novelia, S. 2021. Pemberian Sari Kacang Hijau Untuk
Meningkatkan Kadar Hemoglobin Pada Siswi Anemia. Journal for Quality in
Women's Health, 4(1), pp.109-114.
Erina, S., Septianti, E., Syamsuri, R., Riswita, W. D. S., & Wanti, D. 2019. Analisis
Mutu Minuman Sari Kacang Hijau (Phaseolus Radiates L) Dengan Berbagai
Jenis dan Konsentrasi Bahan Penstabil.
Faridah, U., & Indraswari, V. 2017. Pemberian kacang hijau sebagai upaya peningkatan
kadar hemoglobin pada remaja putri.Yogyakarta. STIKes Muhammadiyah
Kudus.
Franklin, B.A, Brook R, Arden Pope C 3rd. Air pollution and cardiovascular disease.
Curr Probl Cardiol. 2015 May; 40(5):207-38.Kemenkes. 2014. Info Datin Pusat

21
Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Kemenkes RI.109 (1): Jakarta.
Koswara. 2013. Kacang-kacangan Sumber Pangan yang Kaya Serat.
Kowalski, Robert. 2010. Terapi Hipertensi: Program 8 minggu Menurunkan Tekanan
Darah Tinggi. Alih Bahasa: Rani Ekawati. Bandung: Qanita Mizan Pustaka.
Kurniyati, E.M., Setiawati, A.C., Suprayitno, E. and Indriyani, R. 2021. Sari Kacang
Hijau Dan Madu Meningkatkan Nilai Hemoglobin Remaja Kelas XI: Green and
Honey Bean Sari. Increases Hemoglobin Value of Class XI Adolescents. Jurnal
Ilmiah Kebidanan (Scientific Journal of Midwifery), 7(1), pp.12-18.
Lestari, I. P., Lipoeto, N. I., & Almurdi, A. 2018.
Hubungan Konsumsi Zat Besi dengan Kejadian Anemia pada Murid SMP
Negeri 27 Padang.Jurnal Kesehatan Andalas,6(3), 507-511.
Nawangsari,D.N., Legowo, A.M. and Mulyani, S. 2012. Kadar laktosa, keasaman dan
total bahan padat whey fermentasi dengan penambahan jus kacang hijau. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan, 1(1).
Paksoy, M., Turkmen, O and Dursun, A. 2010. Effect of potassium and
humic acid on emergence, growth and nutrient contents of okra
(Albelmo Schusessculentus) seedling under saline soil conditions. African
Journal of Biotechnology 9 (33) :5343-5346
Pertiwi, S. 2018. Karakteristik Minuman Sari Kacang Hijau (Vigna Radiata L.)
Varietas Walet, Lugut, Dan Gronong (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah
Mada).
Rahmawati, I. and Suryandari, D. 2020. Pencegahan Peningkatan tekanan Darah
Konsumsi Sari Kacang Hijau. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Ungu
(Abdi Ke Ungu), 2(3), pp.118-123.
World Health Organization. 2013. A global brief on hypertension: silent killer, global
public health crisis.

22
BAB IV TEMPE KEDELAI
Disusun oleh:
Adella Audina Safitri (023)
Fitria Khairunnisa (024)
Ari Setiawan (025)
Fadia Adilah Maharani (027)
Dita Puspitasari Nuryanto (028)
1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki hasil kedelai yang cukup
tinggi, dengan bentuk olahan yang dikenal tempe, yaitu makanan tradisional yang telah
lama di kenal di Indonesia, yang dibuat dengan cara fermentasi atau peragian
menggunakan kapang Rhizopus sp. Kedelai sebagai bahan baku utama tempe yang
merupakan salah satu makanan asli Indonesia yang berpotensi sebagai sumber gizi
masyarakat. Porsi kedelai sebagai bahan pasokan tempe adalah yang terbesar
(mencapai 57 %); 30% lainnya adalah untuk pembuatan tahu dan selebihnya untuk
produk olahan lain terkait. Sayangnya, sampai saat ini kebutuhan kedelai nasional
masih mengandalkan impor (mencapai 68%), yang setara dengan 2.26 juta ton (BPS,
2015) yang dalam hal ini didominasi oleh produk impor dari Amerika Serikat (72%).
Dari persepsi masyarakat khususnya dari pengrajin tempe didapatkan kesan bahwa
kedelai local terkesan sangat inferior dibanding kedelai impor untuk bahan baku tempe.
Hal ini sangat disayangkan karena hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa kedelai
lokal sebagai bahan baku tempe justru memiliki keunggulan dilihat dari sifat fisiko-
kimia dan organoleptiknya (Purnama et al., 2012; Ginting et al., 2008; Meindrawan,
2012; Astawan, 2013; Hidayah et al., 2012), serta lebih sehat karena bebas dari rekayasa
genetika (Yudiono et al., 2018).
Kacang kedelai mengandung asam alfa-linolenat, asam lemak omega-6 dan
isoflavon, genistein dan daidzein. Kedelai kering mengandung 34% protein, 19%
minyak, 34% karbohidrat (17% serat makanan), 5% mineral dan beberapa komponen
lainnya termasuk vitamin, isoflavon. Kacang kedelai adalah sumber kalsium, zat besi,
seng, fosfor, magnesium, tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat. Kedelai
mengandung sejumlah besar asam amino esensial untuk manusia, dan begitu juga
merupakan sumber yang baik dari protein dan minyak sayur. (Kanchana, 2016). Pada
tahun 1918-2016 telah tercatat sebanyak 84 varietas kedelai lokal. Semua varietas
kedelai dapat digunakan sebagai bahan baku tempe. Namun ada beberapa varietas
kedelai lokal yang lebih baik digunakan sebagai bahan baku tempe karena membuat
kualitas tempe menjadi lebih baik. Varietas kedelai lokal yang sebaiknya digunakan
untuk bahan baku tempe yaitu, Argomulyo, Anjasmoro, Dena 1, Burangrang, Gumitir,
Argopuro, Gema, dan Devon 1 (Yudiono, et al., 2018). Tempe sebagai makanan
terfermentasi tradisional, dengan bahan baku kedelai dan kultur starter Rhizopus
oligosporus, memiliki khasiat yang besar untuk mencegah terjadinya berbagai penyakit

23
degeneratif seperti aterosklerosis, jantung koroner, diabetes mellitus, kanker dan lain-
lain (Sudarmadji et al.,1997; Astawan, 2013). Di dalam tempe terkandung berbagai zat
gizi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, karbohidrat, lemak, dan mineral. Pada
setiap 100 g tempe terkandung 20,8 g protein, 13,5 g karbohidrat, 8,8 g lemak, 0,19 mg
vitamin B1, 155 mg kalsium dan sedikit serat (Jubaidah et al., 2016). Dengan demikian,
tempe dapat dijadikan sebagai salah satu makanan sumber zat gizi sehari-hari.

2. Kajian pustaka
Kedelai
Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan sumber protein nabati utama dan
bahan baku berbagai industri, mulai dari makanan, minuman, pakan ternak, dan industri
kimia. Beberapa varietas kedelai mempunyai kadar protein sekitar 30-40 %, susunan
asam aminonya lengkap dan serasi sehingga mendekati mutu protein hewani. Selain
itu, kedelai juga memiliki kandungan lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Asam
lemak pada kedelai didominasi asam lemak tak jenuh, sedangkan komponen utama
karbohidratnya merupakan polisakarida tinggi yang tidak larut dalam air dan tidak
mudah dicerna. Kandungan vitamin kedelai meliputi vitamin A, B, C, D, E, dan K,
sedangkan mineral dalam kedelai terdiri dari kalsium, fosfor, dan besi.
Kedelai merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia, produk
olahan sangat beragam, mulai dari produk fermentasi seperti tempe dan kecap, susu
kedelai, tauco,tahu, oncom, daging kedelai, tepung dan bubuk kedelai, lecithin, bungkil
kedelai, dan sebagainya. Hasil olahan kedelai umumnya bernilai gizi tinggi dan tidak
mahal sehingga memiliki peranan yang besar dalam peningkatan kesehatan dan gizi
masyarakat. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia.
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis
liar (Glycine ururiencis) merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang
dikenal sekarang, yaitu Glycine max (L) Merril (Dinas Pertanian Kalimantan Selatan,
2010).
Para pemulia tanaman pun telah mengintroduksi kultivar yang dapat beradaptasi
terhadap lintang yang berbeda. Kemampuannya untuk ditanam dimana saja adalah
keunggulan utama tanaman ini (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Konsumsi kedelai di
Indonesia mencapai 2,2 juta tons per tahun; dari jumlah itu sekitar 1,6 juta ton harus di
impor. 75% dari jumlah itu diimpor oleh lima importir yaitu PT Gerbang Cahaya
Utama, PT Teluk Intan, PT Gunung Sewu, PT Cargill Indonesia, dan PT Sekawan
Makmur Bersama (Iswara dan Sudrajat, 2010). Padahal, Dusun sentono, salah satu
daerah di Klaten Jawa Tengah, memiliki potensi pertanian yang cukup baik, baik dari
kualitas beras maupun kualitas kedelainya memiliki keunggulan tersendiri
dibandingkan dengan daerah lain. Baik kedelai utuh, maupun protein dan minyaknya
dapat diolah menjadi berbagai macam produk pangan, pakan ternak dan produk-produk
untuk keperluan industri. Kedelai dapat dimakan langsung maupun dalam bentuk
olahannya.
Kedelai yang dimakan langsung dipersiapkan dengan perebusan, penyangraian
atau penggorengan. Kedelai rebus biasa disajikan dalam bentuk kedelai muda yang

24
direbus dengan polongnya. Produk hasil olahan merupakan produk kedelai yang
dihasilkan melalui proses pengolahan terlebih dahulu, baik secara tradisional maupun
modern. Dilihat dari persentase penggunaan kedelai dunia, diperkirakan sekitar 40
persen dari total produksi digunakan sebagai bahan makanan manusia khususnya di
Asia Timur dan Asia Tenggara, 55 persen sebagai pakan ternak dan hanya 5 persen
sebagai bahan baku industri khususnya di negara - negara maju. Produk olahan kedelai
dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu makanan non fermentasi dan
terfermentasi. Makanan non fermentasi dapat berupa hasil pengolahan tradisional dan
modern. Produk fermentasi hasil industri tradisional yang populer adalah tempe, kecap
dan tauco, sedangkan produk non fermentasi hasil industri tradisional adalah tahu dan
kembang tahu.

Tempe
Tempe merupakan makanan yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat
Indonesia. “tempe” diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada masyarakat Jawa Kuno
terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi.
Makanan bernama tumpi tersebut terlihat memiliki kesamaan dengan tempe segar yang
juga berwarna putih. Tempe kaya akan protein sehingga keberadaannya dapat dijadikan
alternatif sumber protein nabati yang terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat
mengingat harga tempe yang relatif murah.
Tempe yang bermutu tinggi pasti mempunyai kandungan gizi yang tinggi
seperti protein, lemak, karbohidrat, dan vitamin. Selain itu tempe menjadi lebih larut
dalam air dan mudah dicerna dibanding kedelai. Kandungan gizi utama yang terdapat
pada tempe adalah protein yaitu sekitar 14,77% sampai 22,73%. SNI 3144:2009
menetapkan mengenai syarat mutu tempe kedelai. Produk yang terbuat dari tempe
memiliki berbagai macam.
Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat
organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Mikroba yang
umumnya terlibat dalam fermentasi pangan adalah bakteri, khamir dan kapang. Prinsip
dasar fermentasi adalah mengaktifkan aktivitas mikroba tertentu agar dapat merubah
sifat bahan sehingga dihasilkan produk fermentasi yang bermanfaat. Beberapa faktor
yang mempengaruhi fermentasi antara lain mikroorganisme, substrat (medium), pH
(keasaman), suhu, oksigen, dan aktivitas air. Selain zat gizi, suhu, air, pH dan oksigen,
fermentasi juga dipengaruhi oleh waktu. Waktu fermentasi merupakan variabel yang
berkaitan dengan fase pertumbuhan mikroba selama proses fermentasi berlangsung
sehingga akan berpengaruh terhadap hasil fermentasi.
Fermentasi dapat diartikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa
bakteri, khamir dan jamur. Proses fermentasi ini, biji kedelai mengalami proses
penguraian menjadi senyawa sederhana sehingga mudah dicerna. Selama proses
fermentasi pada pembuatan tempe, kedelai akan mengalami perubahan fisik terutama
tekstur, yang menjadi semakin lunak karena terjadi penurunan selulosa menjadi bentuk
yang lebih sederhana. Hifa kapang juga mampu menembus permukaan kedelai
sehingga dapat menggunakan nutrisi yang ada pada biji kedelai sehingga nilai gizi

25
tempe lebih baik dari kacang kedelai. Perubahan fisik lainnya adalah peningkatan
jumlah hifa kapang yang menyelubungi kedelai yang satu dengan yang lainnya menjadi
satu kesatuan.
3. Pembahasan
Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan tempe yaitu Tempe ini terbuat dari
kacang kedelai, dengan menggunakan air panas untuk merendam dan air dingin untuk
pencucian, tepung tapioka dan ragi tempe (Rhizopus oligosporus) ditambahkan untuk
proses fermentasi, pembungkus (daun pisang atau plastik. Pencucian dan perebusan
kacang kedelai menggunakan panci dan langseng. Sedangkan tampah digunakan untuk
tempat pendinginan dibantu dengan kipas angin.
Alat, Bahan untuk uji protein Alat yang digunakan: neraca analitik, erlenmeyer, pipet
ukur, pipet volumetrik,
buret, ekstrak tempe, K-oksalat jenuh, phenolphthalein 1%NaOH 0,1 N, warna standar
(larutan tempe + air +K-oksalat jenuh + resinulin HCl), formaldehida 40 %, air suling
dan Indikator. Prosedur uji protein menggunakan titrasi formol yaitu: memindahkan 10
ml larutan ekstrak tempe ke dalam erlenmeyer dan menambahkan air suling 0,4 ml dan
larutan K-oksalat jenuh serta 1 ml kemudian phenolphthalein 1%, diamkan selama 2
menit, titrasi larutan ekstrak tempe dengan 0,1 N NaOH sampai mencapai warna
standar (merah jambu), Setelah warna tercapai, tambah 2 ml formaldehida 40%,
teruskan titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai tercapai warna standar lagi,
membuat larutan blanko yaitu: 20 ml air suling ditambah 0,4 ml larutan K- oksalat dan
1 ml indikator phenolphthalein 2,0 ml formaldehida dan titrasi lagi dengan larutan
NaOH 0,1 N, hasil titrasi terkoreksi, yaitu hasil titrasi kedua dikurangi dengan hasil
titrasi blanko merupakan hasil titrasi formol. Analisis data menggunakan analisis
deskriptif untuk penghitungan kadar protein serta analisis one way-ANOVA SPSS versi
19 dan dilanjutkan dengan uji lanjut BNT/LSD.
Proses Pembuatan Tempe Tradisional
• Bersihkan kedelai dari benda asing seperti batu dll kemudian cuci dengan air
• Simpan dalam panci , tuangkan air mendidih sehingga semua biji kedelai
terendam dalam air selama 12 jam
• Cuci kembali dengan air dingin dan aduk-aduk dengan tangan sampai semua
kulit kedelai terkelupas dan bijinya terbelah
• Buang kulit yang terkelupas
• Kedelai yang sudah bersih dikukus selama 30 menit sampai telihat empuk .
kemudian taburkan dalam tampah yang bersih dan kering
• Tambahkan tepung tapioka 1 sendok makan untuk 1 kg kedelai dan aduk sampai
rata
• Kipas sampai suhu kamar sekitar 30 oC
• Taburkan ragi tape (Rhizopus oligosporus) sesuai kebutuhan, yaitu 10 g .kg
kedelai
• Kemas dengan pembukus, bias menggunakan plastic adat daun pisang
• Jika dengan plastik, tusuk-tusuk plastic dengan jarum hingga merata

26
• Simpan dan susun posisinya pada permukaan datar, lapisi atasnya dengan daun
atau karbon
• Inkubasi pada suhu kamar selama 2 sampai 3 kali selama 24 jam.
PERBANDINGAN PEMBUATAN TEMPE
Proses Pembuatan Tempe Proses pembuatan tempe dibagi menjadi dua cara,
yaitu cara tradisional dan cara baru. Pada proses pembuatan secara tradisional, tempe
mula-mula direbus, lalu dikupas dan dibuang kulitnya, dicuci, direndam semalaman,
direbus, didinginkan, diberi bibit tempe (kapang tempe) diperang dalam bungkusan,
atau ditutup menggunakan daun pisang. Sementara itu cara pembuatan tempe baru di
mulai dengan pengupasan kering biji kedelai dengan mesin pengupas (burr mill),
kemudian direbus sampai suhu mendidih. Direndam dalam air perebusan selama 22
jam, dicuci untuk menghilangkan kulit yang mungkin masih tersisa, dan direbus
kembali selama 40 menit. Ditiriskan sampai bagian luarnya mengering dan diberi
kapang tempe sampai merata kemudian dimasukkan kantong plastik 200 gram.
Kantong plastik diberi lubang berukuran 4cm2 lalu diperam (fermentasi) selama 14-16
jam. (Hermana, 1971).
Pembuatan tempe dengan cara tradisional cukup sederhana akan tetapi memiliki
resiko kegagalan yang besar jika tidak dilakukan oleh orang yang berpengalaman.
Selain itu jamur yang ada pada tempe tidak tumbuh secara merata, dan berwarna
kehitaman atau kelabu tua. Sementara itu tempe yang dibuat menggunakan cara baru
memiliki pertumbuhan jamur yang merata dan baik serta berwarna putih. Jika tempe
diiris warna kedelai pada tempe tradisional berwarna kekuningan dan kuning muda
pada tempe yang dibuat dengan cara baru (Hermana, 1971). Badan Standardisasi
Nasional (BSN) (2012), telah menerbitkan standar tempe, yakni: SNI 3144:2009,
Tempe Kedelai yang adalah revisi dari SNI 01–3144–1998, Tempe Kedelai.
SNI 3144:2009 menetapkan mengenai syarat mutu tempe kedelai perincian sebagai
berikut:

27
*BDD = Berat yang dapat dimakan Selain memiliki nilai gizi yang baik, kandungan
protein pada tempe lebih tinggi dibanding daging ayam dan daging kambing. Selain
memiliki nilai gizi yang baik, kandungan protein pada tempe lebih tinggi dibanding
daging ayam dan daging kambing. Berikut tabel perbandingan kandungan gizi tempe
dengan beberapa jenis daging per 100 gr.
Penelitian menggunakan pendekatan eksperimen rancangan percobaan
rancangan acak lengkap (RAL) 3 faktorial dan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah
jenis kedelai, faktor kedua adalah lama pemeraman dan faktor yang ketiga adalah suhu
pemeraman. Alat dan bahan yang digunakan yaitu: tampah besar, ember, keranjang, rak
bambu, cetakan, pengaduk kayu, dandang, karung goni, tungku atau kompor dan daun
pisang atau plastik, kedelai, ragi tempe dan air secukupnya.

28
Keterangan:
J1L1S1 = jenis kedelai kuning, lama 18 jam, suhu
pemeraman 10oC
J1L1S2 = jenis kedelai kuning, lama 18 jam, suhu
pemeraman 31oC
J1L2S1= jenis kedelai kuning, lama 36 jam, suhu
pemeraman 10oC
J1L2S2 = jenis kedelai kuning, lama 36 jam, suhu
pemeraman 31oC
J2L1S1 = jenis kedelai hitam, lama 18 jam, suhu
pemeraman 100C
J2L1S2 = jenis kedelai hitam, lama 18 jam, suhu
pemeraman 310C
J2L2S1= jenis kedelai hitam, lama 36 jam, suhu
pemeraman 100C
J2L2S2= jenis kedelai hitam, lama 36 jam, suhu
pemeraman 310C
Tabel 1 menunjukkan ada perlakuan jenis kedelai hitam, lama pemeraman 36
jam dan suhu 100 C (J2L2S1) memiliki kadar protein tertinggi yaitu sebesar 0,72 %
dan kadar protein terendah terdapat pada perlakuan jenis kedelai hitam, lama
pemeraman 36 jam dan suhu pemeraman 310 C (J2L2S2) menunjukkan kadar sebesar
0,01 %. Uji lanjut LSD yang menunjukan signifikansi perbedaan nyata adalah
kombinasi perlakuan kedelai hitam, lama pemeraman 36 jam suhu pemeraman 100 C
(J2L2S1) dengan kedelai hitam, lama pemeraman 36 jam, suhu pemeraman 310 C
(J2L2S2) dengan angka signifikansi sebesar 0,23067. Penggunaan jenis kedelai, lama
dan suhu pemeraman mempengaruhi kadar protein tempe kedelai. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jenis kedelai, lama dan suhu pemeraman berpengaruh nyata
terhadap kandungan protein tempe kedelai. Adapun gambar rata-rata kadar protein
yang dihasilkan pada perlakuan berbeda disajikan dalam Gambar 1.

29
4. Kesimpulan
Kedelai sebagai bahan baku utama tempe yang merupakan salah satu makanan asli
Indonesia yang berpotensi sebagai sumber gizi masyarakat. Tempe sebagai makanan
terfermentasi tradisional, dengan bahan baku kedelai dan kultur starter Rhizopus oligosporus,
memiliki khasiat yang besar untuk mencegah terjadinya berbagai penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis, jantung koroner, diabetes mellitus, kanker dan lain-lain. Proses Pembuatan
Tempe Proses pembuatan tempe dibagi menjadi dua cara, yaitu cara tradisional dan cara baru.
Pada proses pembuatan secara tradisional, tempe mula-mula direbus, lalu dikupas dan
dibuang kulitnya, dicuci, direndam semalaman, direbus, didinginkan, diberi bibit tempe
(kapang tempe) diperang dalam bungkusan, atau ditutup menggunakan daun pisang.
Penggunaan jenis kedelai, lama dan suhu pemeraman mempengaruhi kadar protein tempe
kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kedelai, lama dan suhu pemeraman
berpengaruh nyata terhadap kandungan protein tempe kedelai.
5. Daftar pustaka
Alvina, A., & Hamdani, D. H. (2019). Proses Pembuatan Tempe Tradisional. Jurnal
Ilmiah Pangan Halal, 1(1).
Ellent, S.S., Dewi, L. and Tapilouw, M.C., 2022. Karakteristik Mutu Tempe Kedelai
(Glycine max L.) yang Dikemas dengan Klobot. AGRITEKNO: Jurnal
Teknologi Pertanian, 11(1), pp.32-40.
Mukhoyaroh, H., 2015. Pengaruh jenis kedelai, waktu dan suhu pemeraman terhadap
kandungan protein tempe kedelai. Florea: Jurnal Biologi Dan
Pembelajarannya, 2(2).
Yudiono, K., 2020. Peningkatan daya saing kedelai lokal terhadap kedelai impor
sebagai bahan baku tempe melalui pemetaan fisiko-kimia. Agrointek: Jurnal
Teknologi Industri Pertanian, 14(1), pp.57-66.

30
BAB V SUSU KEDELAI
Disusun oleh:
Maulydina Ardianti (029)
Yolla Muvika Ananda (030)
Dea Nuzula Ramadhani (031)
Catherine Olivia Andhani (033)
Amelia Sagita (034)
1. Pendahuluan
Di Indonesia, kedelai mulai dilaporkan pada zaman Rumphius atau pada abad
XVII. Saat itu kedelai telah mulai dicoba untuk dibudidayakan sebagai tanaman untuk
bahan makanan dan keperluan pupuk hijau. Namun, menurut para ahli tanaman, kedelai
yang hidup subur di dataran tropis ini sudah bukan lagi tanaman asli, melainkan
tanaman yang berasal dari daerah Manshukuo di negeri Cina. Selanjutnya menyebar ke
Mansyuria dan Jepang lalu ke seluruh daratan Asia sebelum akhirnya ke Benua
Amerika dan Afrika.
Dengan dibantu teknologi modern di negara maju, kini telah bermunculan
beraneka jenis tanaman kedelai yang lebih produktif dan bermutu baik. Salah satu
contohnya kedelai dari Jepang yang dikenal dengan nama Edamame. Hal inilah yang
kemudian membuka pola pikir petani-petani Indonesia bahwa bertani itu tidak hanya
sekadar bertanam, memanen, lalu menjual segera hasil panennya. Namun, perlu juga
melihat peluang pasar, memilih bibit yang tu, dan memilih komoditas yang bernilai
ekonomi tinggi. Kebutuhan akan kedelai di Indonesia dan dunia setiap saat selalu
meningkat tajam mengingat manfaatnya yang sangat beragam di sektor teknologi
pangan, farmasi, dan bidang industri lainnya. Oleh karena itu, masih terbuka lebar bagi
siapa saja yang ingin beraktivitas di bidang penanaman kedelai dan produk olahannya.
Susu kedelai merupakan salah satu minuman suplemen (tambahan) yang
dianjurkan diminum secara berkala atau teratur sesuai kebutuhan tubuh. Sebagai
minuman tambahan, artinya susu kedelai bukan merupakan obat, tetapi bisa menjaga
kondisi tubuh agar tetap fit sehingga tidak mudah terserang penyakit. Baik dalam
bentuk makanan maupun minuman kedelai sangat berkhasiat bagi pertumbuhan tubuh.
Kedelai mengandung unsur-unsur dan zat makanan yang penting bagi tubuh.
Selain lebih banyak, kandungan protein pada kedelai juga lebih berkualitas
dibandingkan dengan yang dikandung kacang-kacangan lainnya. Tidak adanya
kandungan pati dalam kedelai mempermudah menjadikannya susu. Dalam bentuk susu
segar (susu kedelai), kandungan zat besi, kalsium karbohidrat, fosfor, vitamin A,
vitamin B kompleks dosis tinggi, air, dan lesitin bisa terserap lebih cepat serta baik
dalam tubuh.
Lesitin diketahui memiliki keampuhan menggelontor timbunan kolesterol
(lemak) dalam darah dan jaringan tubuh lainnya sehingga peredaran darah akan berjalan
lancar dari seluruh tubuh ke jantung atau sebaliknya. Lesitin juga membantu proses
peremajaan, yaitu merontokkan jaringan tubuh yang sudah rusak atau kayak dan
menggantinya dengan jaringan baru yang membuat seseorang akan terbebas dari
serangan darah tinggi, kanker, dan sebagainya. Jika seseorang terbebas dari serangan

31
tekanan darah tinggi, berarti terbebas juga dari serangan stroke karena penyakit stroke
itu berawal dari serangan tekanan darah tinggi.
Susu kedelai juga sangat baik dikonsumsi oleh ibu-ibu yang sedang hamil dan
menyusui. Dari beberapa informasi yang pernah penulis dapatkan, bila meminum susu
kedelai segar secara teratur kulit bayinya kelak bisa putih bersih dan mulus. Demikian
juga, bagi ibu menyusui, kandungan protein pada air susu ibu (ASI) akan semakin
meningkat.
Bagi seseorang yang sehat bisa mengkonsumsi susu kedelai satu gelas penuh
(200 ml) setiap dua hari sekali. Sementara bagi yang sedang terganggu kesehatannya,
susu kedelai dapat dikonsumsi satu hingga dua kali dalam sehari semalam atau selama
tidak ada gangguan pada pencernaan.
2. Kajian pustaka
Kedelai
Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam
sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007).

Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa,


kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya (Irwan, 2006).
Kedelai (Glycine max) termasuk tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh
tegak, berdaun lembut, dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar 10-200 cm
dan setiap batang membentuk 3-6 cabang serta dapat bercabang sedikit atau banyak
tergantung kultivar dan lingkungan hidup. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh
komponen utamanya yaitu akar, daun, batang, bunga, polong dan biji sehingga
pertumbuhannya bisa optimal (Adisarwanto, 2013). Kedelai dapat tumbuh dengan
cepat dan dapat mencapai masa panen pada umur 10 minggu setelah penanaman
(Adisarwanto, 2013). Tanaman kedelai merupakan tanaman dengan golongan euhalofit
yaitu tanaman leguminosa yang dapat tumbuh dengan kondisi tanah salin. Kedelai
mudah dikembangkan karena pemeliharaan yang cepat dan juga berkualitas, oleh
karenanya kedelai digunakan sebagai salah satu bahan pangan dengan hasil olahan yang
dapat dimanfaatkan manusia pada bagian bijinya ataupun oleh hewan ternak pada
bagian daun dan batang kedelai. Kedelai mempunyai kandungan nutrisi didalamnya
yang kaya akan kandungan protein biji kedelai 41,5%. Biji kedelai mempunyai nilai

32
gizi yang terbaik diantara semua sayuran yang dikonsumsi di seluruh dunia. Karena
kedelai kaya akan sumber protein, karbohidrat, lemak nabati, mineral dan vitamin.

Susu Kedelai
Sejak abad II sebelum Masehi, susu kedelai sudah dibuat di negeri Cina. Dari
sana kemudian berkembang ke jepang dan setelah PD II masuk ke Asia Tenggara. Di
Indonesia, perkembangannya sampai saat ini masih ketinggalan dengan Singapura,
Malaysia, dan Filipina. Susu kedelai merupakan cairan putih kekuningan hasil dari
kegiatan pengolahan pangan fungsional yang berasal dari kedelai dengan cara digiling,
diekstrak dengan air dan dicampur pemanis sesuai selera. Susu kedelai termasuk salah
satu minuman suplemen (tambahan) yang dianjurkan diminum secara berkala atau
teratur sesuai kebutuhan tubuh. Sebagai minuman tambahan, artinya susu kedelai bukan
merupakan obat, tetapi bisa menjaga kondisi tubuh agar tetap fit sehingga tidak mudah
terserang penyakit. Baik dalam bentuk makanan maupun minuman kedelai sangat
berkhasiat bagi pertumbuhan tubuh. Kedelai mengandung unsur-unsur dan zat-zat
makanan yang penting bagi tubuh (Priyanti, 2008). Lama penyimpanan berpengaruh
terhadap pertumbuhan bakteri pada susu kedelai. Daya tahan susu kedelai cair yaitu 1
hari pada suhu ruang, tetapi apabila pada proses pembuatan tidak bersih atau steril maka
akan mengakibatkan daya tahan susu tidak sampai 1 hari dikarenakan adanya
kontaminasi dengan mikroba.
3. Pembahasan
Proses Pembuatan Susu Kedelai
Kedelai yang telah disortasi ditimbang sebanyak 625 g, kemudian direndam dengan
larutan natrium bikarbonat 0,5% selama 8 jam. Perendaman dilakukan pada suhu
ruang dengan perbandingan larutan dan kedelai 3 : 1, dilanjutkan dengan perendaman
air panas selama 15 menit dan kedelai ditiriskan. Air bersih disiapkan sebanyak 8 kali
berat kedelai kering dan dipanaskan sampai suhu ± 900 C, suhu air ini dipertahankan
selama pekerjaan berlangsung. Biji kedelai dihaluskan dengan blender sambil
ditambahkan air panas sedikit- sedikit. Jika air panas yang disediakan tidak habis
untuk menggiling kedelai, sisa air dicampurkan dengan bubur kedelai, kemudian
diaduk-aduk selama 3 menit. Bubur kedelai selanjutnya disaring dengan kain saring
dan diperas. Filtrat yang diperoleh ditampung dalam panci. Susu kedelai yang
diperoleh sebanyak 5 L.

33
Kandungan Gizi
Susu kedelai merupakan salah satu produk olahan yang memiliki kandungan gizi
yang tinggi dari biji kedelai. Kandungan gizi susu kedelai tiap 100 g terdiri atas 6,28 g
karbohidrat, 3,27 g protein, 1,75 g lemak; 0,6 g serat, mengandung mineral seperti
kalsium, besi, magnesium, serta vitamin seperti vitamin A, B1-12 (USDA, 2018).
Kandungan protein dari susu kedelai ini setara dengan susu sapi yang memiliki
kandungan protein sebesar 3,33 g/100 g bahan oleh karena itu susu kedelai cocok
digunakan sebagai asupan protein nabati.
Komponen Anti Gizi dan Pengganggu pada Susu Kedelai
Apabila susu kedelai dibuat dengan cara yang tidak baik, susu kedelai yang
dihasilkan masih mengandung senyawa-senyawa anti gizi dan senyawa penyebab off-
flavor (penyimpangan cita rasa dan aroma pada produk olahan kedelai) yang berasal
dari bahan bakunya, yaitu kedelai. Menurut Santoso (2009), senyawa-senyawa yang
dapat menyebabkan off flavor pada produk olahan kedelai antara lain adalah antitripsin,
hemagglutinin, asam fitat dan oligosakarida penyebab flatulensi (timbulnya gas dalam
perut sehingga perut menjadi kembung). Sedangkan senyawa penyebab off-flavor pada
kedelai adalah glukosida, saponin, estrogen dan senyawa-senyawa penyebab alergi.
Dalam pembuatan susu kedelai, senyawa-senyawa tersebut harus dihilangkan atau
dinonaktifkan, dan proses untuk menghilangkan senyawa-senyawa pengganggu ini
tidak sulit. Sehingga akan dihasilkan susu kedelai dengan mutu terbaik dan aman untuk
dikonsumsi manusia.
Antitripsin adalah suatu jenis protein yang menghambat kerja enzim tripsin di
dalam tubuh. Senyawa ini secara alami banyak terdapat dalam kacang-kacangan
terutama kacang kedelai. Faktor anti gizi ini menyebabkan pertumbuhan tidak normal
dan terjadi pembengkakan pankreas pada tikus percobaan yang diberi ransum kedelai
mentah. Aktivitas antitripsin dalam kedelai dapat dihilangkan dengan cara perendaman
yang diikuti pemanasan berupa perebusan, pengukusan atau dengan menggunakan
Autoklaf.
Hemaglutinin atau disebut juga lektin banyak terdapat dalam kacang-kacangan
atau tanaman lain, dan dapat menyebabkan penggumpalan sel darah merah.
Penggumpalan ini biasanya terjadi dalam usus halus, sehingga penyerapan zat-zat gizi
terganggu yang menyebabkan pertumbuhan terhambat. Tepung kedelai mentah
mengandung sekitar 3% hemaglutinin. Daya racun hemagglutinin (menggumpalkan sel
darah merah) dapat dihilangkan dengan pemanasan kacang kedelai, baik dengan
pengukusan, perebusan dan autoklaf. Pengukusan 100 °C selama 15-20 menit dapat
menghancurkan daya racun hemagglutinin. Sedangkan jika digunakan autoklaf pada
suhu 121 °C (15 psi) hanya membutuhkan waktu 5 menit. Pengaruh perebusan terhadap

34
aktivitas hemaglutinin belum banyak diteliti, namun diduga aktivitasnya dapat
dihilangkan pada pemasakan di rumah tangga.
Asam fitat termasuk ke dalam senyawa anti gizi karena dapat mengikat elemen
mineral terutama seng, kalsium, magnesium dan besi sehingga secara biologis akan
mengurangi ketersediaan mineral-mineral yang ada di dalam tubuh. Asam fitat juga
dapat bereaksi dengan protein membentuk senyawa kompleks sehingga kecepatan
hidrolisis protein oleh enzim-enzim proteolitik dalam sistem pencernaan menjadi
terhambat karena adanya perubahan struktur protein. Asam fitat dalam kedelai dapat
dihilangkan dengan fermentasi (misalnya pada pembuatan kecap, tempe dan tauco),
perkecambahan dan perendaman dalam air hangat.
Organoleptik
Warna
Hasil anova menunjukkan bahwa jenis kedelai dan jumlah air tidak berpengaruh
terhadap tingkat kesukaan warna susu kedelai. (P > 0.05). Jadi, tidak ada perbedaan
kesukaan warna susu kedelai, meskipun terdapat perbedaan nilai rata-rata tingkat
kesukaan (Tabel 2).

Ket:
K1A1 = Kedelai Edamame var. Ryoko : 8 bagian air
K1A2 = Kedelai Edamame var. Ryoko : 10 bagian air
K1A3 = Kedelai Edamame var. Ryoko : 12 bagian air
K2A1 = Kedelai Import : 8 bagian air
K2A2 = Kedelai Import :: 10 bagian air
K2A3 = Kedelai Import : 12 bagian air
K3A1 = Kedelai Lokal var. Wilis : 8 bagian air
K3A2 = Kedelai Lokal var. Wilis : 10 bagian air
K3A3 = Kedelai Lokal var Wilis : 12 bagian air
Aroma
Hasil anova menunjukkan bahwa jenis kedelai dan jumlah air tidak berpengaruh
terhadap tingkat kesukaan aroma susu kedelai (P > 0,05). Jadi, tidak ada perbedaan
kesukaan warna susu kedelai, meskipun terdapat perbedaan nilai rata-rata tingkat
kesukaan (Tabel 3)

35
Rasa
Hasil anova menunjukkan bahwa jenis kedelai dan jumlah air tidak berpengaruh
terhadap rasa susu kedelai (P > 0.05). Jadi, tidak ada perbedaan kesukaan warna susu
kedelai, meskipun terdapat perbedaan nilai rata-rata tingkat kesukaan (Tabel 4)

Ket:
K1A1 = Kedelai Edamame var. Ryoko : 8 bagian air
K1A2 = Kedelai Edamame var. Ryoko : 10 bagian air
K1A3 = Kedelai Edamame var. Ryoko : 12 bagian air
K2A1 = Kedelai Import : 8 bagian air
K2A2 = Kedelai Import :: 10 bagian air
K2A3 = Kedelai Import : 12 bagian air
K3A1 = Kedelai Lokal var. Wilis : 8 bagian air
K3A2 = Kedelai Lokal var. Wilis : 10 bagian air
K3A3 = Kedelai Lokal var Wilis : 12 bagian air
Berdasarkan nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap sifat organoleptik (warna,
aroma, dan rasa) terhadap jenis kedelai yang digunakan pada pembuatan susu kedelai,
kombinasi perlakuan K1A3 (kedelai Edamame var. Ryoko dan 12 bagian penambahan
air) mempunyai nilai rata rata paling tinggi. Nilai rata-rata tingkat kesukaan warna,
aroma, rasa susu kedelai K1A3 berturut-turut 3,1; 2,5; 3,3 (suka). Hal ini diduga kedelai
Edamame var. Ryoko memberikan sifat organoleptik yang lebih disukai oleh panelis

36
dibanding kedelai impor, dan kedelai lokal var. Wilis, karena mempunyai warna,
aroma, dan rasa yang menarik. Kualitas kedelai Edamame ditentukan oleh rasa (tingkat
kemanisan), aroma, tekstur, bau langu (beany flavor), dan rasa pahit. Rasa manis
disebabkan oleh kandungan sukrosa, rasa enak/lezat/gurih (savory) disebabkan oleh
kandungan asam amino seperti asam glutamate. Bau langu (beany flavor)berasal dari
oksidasi asam linoleat oleh enzim lipoksigenase, sedangkan rasa pahit oleh kandungan
enzim lipoksigenase itu sendiri (Masuda et al. 1988, Rackis et al. 1972 dalam Asidi,
2009).
4. Kesimpulan
• susu kedelai merupakan salah satu minuman suplemen yang terbuat dari kedelai
sebagai bahan utama. kedelai mengandung protein dan unsur unsur zat makanan
yang penting bagi tubuh.
• susu kedelai tidak termasuk dalam minuman obat obatan namun sebagai suplemen
minuman yang berkhasiat bagi tubuh
• kesalahan dalam mengolah susu kedelai dapat menghasilkan senyawa senyawa anti
gizi dan menyebabkan off-flavor
5. Daftar pustaka

Adisarwanto, T. 2013. Subandi and Sudaryono. Pusat Penelitian dan Pengembangan


Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Jakarta.

Cahyono, B. 2007. Kedelai, teknik budidaya dan analisis usaha tani. Aneka Ilmu,
Semarang, 153.

Esteria Priyanti, E. P. 2008. Perubahan Mutu Susu Kedelai Selama Pengolahan dan
Penyimpanan (Doctoral dissertation, Program Studi Ilmu Gizi).

Irwan, A. W. 2006. Budidaya tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merill). Universitas
Padjajaran: Jatinangor, 112-113.

Nirmagustina, D. E., & Rani, H. (2013). Pengaruh jenis kedelai dan jumlah air terhadap sifat
fisik, organoleptik dan kimia susu kedelai. Jurnal Teknologi & Industri Hasil Pertanian,
18(2), 168-174.
http://dx.doi.org/10.23960/jtihp.v18i2.168%20-%20174

Styantoro, H., B. 2014. Uji Komposisi Dan Konsentrasi Starter Bakteri Lactobacillus
Acidophilus - Bifidobacterium Bifidum Terhadap Kualitas Susu Kedelai
Fermentasi (Soyghurt). Skirpsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang.

USDA. (2018). United States Department of Agriculture. Dipetik September 12, 2018,
dari Basic Report: 16120, Soymilk, original and vanilla, unfortified:
https://ndb.nal.usda.gov/ndb/foods/show/16120.

37
Wiyono, A. 2019. Analisis Perbandingan Antara Metode Masking dan Spray
Drying Sebagai Metode Debittering Pada Susu Kedelai Hidrolisis Dengan
Enzim Bromelain. Skripsi. Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

38
BAB VI ONCOM
Disusun oleh:
Nadia Rachmawati (035)
Hemalia Agustin Rachmawati (036)
Dhea Angely Rudianto Putri (037)
Gega Pratama Nurcipta (038)
Dewi Rahmawati Musyarofah (039)
1. Pendahuluan
Indonesia saat ini dihadapkan dengan kenyataan yang sangat memprihatinkan,
kesejahteraan masyarakat Indonesia berada di bawah rata-rata. Berbagai penyakit
seperti busung lapar timbul akibat kekurangan gizi, terutama protein. Upaya untuk
menangani masalah ini perlu mendapatkan perhatian secara serius untuk
mengantisipasi berbagai masalah sosial yang akan ditimbulkan. Saat ini, harga protein
hewani yang berasal dari daging, ikan, telur, dan susu semakin mahal sehingga tidak
terjangkau oleh masyarakat luas, khususnya yang berpendapatan rendah. Untuk
mencegah meluasnya masalah kekurangan gizi terutama protein di masyarakat perlu
digalakkan pemakaian sumber-sumber protein nabati. Penggunaan protein nabati
seperti dari kacang-kacangan telah terbukti dapat mengatasi masalah kekurangan gizi
dan protein tersebut. Salah satu jenis kacang-kacangan yang dapat dimanfaatkan
adalah bungkil kacang tanah. Bungkil kacang tanah mengandung protein sebesar
27,27% (Irviani, 2015). Protein dalam bungkil kacang tanah tidak berbeda dengan
kacang tanah pada umumnya. Terdapat tiga jenis protein utama dalam kacang tanah,
yaitu: Arachin, Conarachin I dan Conarachin II. Ketiganya merupakan protein globular
dan memiliki kemiripan struktur dan komposisi, namun yang membedakan satu sama
lain adalah rotasi optik, kandungan sulfur, jumlah nitrogen dan variasi asam amino
(lisin) (Ghatak, 2013). Oligosakarida yang terkandung di dalam bungkil kacang tanah
antara lain rafinosa, stachyosa, dan melbiosa.
Salah satu olahan dari bungkil kacang tanah adalah oncom. Oncom sebagai
makanan khas dari Jawa Barat yang merupakan warisan nenek moyang bangsa
Indonesia, memiliki nilai gizi yang baik dan harganya pun sangat terjangkau. Namun,
sosialisasi oncom di Indonesia masih sangat minim. Oncom masih kalah terkenal
dibandingkan dengan hasil olahan dari kacang-kacangan yang lain, seperti tahu dan
tempe. Banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui bahwa oncom
merupakan makanan tradisional yang memiliki nilai gizi yang tinggi sehingga banyak
masyarakat yang mengabaikan makanan tradisional tersebut. Kandungan gizi yang
terkandung di dalam oncom tidak begitu jauh berbeda dengan tempe kedelai murni,
pada setiap 100 gram oncom segar memiliki kandungan zat gizi yang cukup tinggi,
yaitu mengandung 57% air. 13% protein, 6% lemak dan 22% karbohidrat (Direktorat
Gizi Depkes RI, 1979). Dengan demikian, oncom juga dapat dijadikan sebagai salah
satu makanan sumber zat gizi sehari-hari (Wikanta, 2019).

39
2. Kajian pustaka
Oncom
Oncom merupakan salah satu produk fermentasi makanan khas Jawa Barat yang
menggunakan substrat bungkil kacang tanah atau ampas tahu yang diinokulasi dengan
spora kapang oncom merah, yaitu spesies kapang yang berkembang biak secara
generatif (Kenyamu dkk., 2014). Oncom dibuat dari bahan-bahan seperti, bungkil
kacang tanah, ampas tahu dan ongkok/ampas tapioka. Bahan-bahan baku dalam
pembuatan oncom dapat diatur dalam komposisi tertentu sedemikian rupa sehingga
dapat menghasilkan jenis dan kualitas oncom sesuai dengan kebutuhan/permintaan
konsumen. Bahan baku sangat memegang peranan penting dalam menentukan jenis dan
kualitas oncom, baik fisik maupun mutu gizinya, sebagaimana dikemukakan oleh
Sarwono (1987) bahwa nilai gizi oncom sangat tergantung dari bahan baku yang
dipergunakannya.
Oncom sendiri merupakan makanan olahan berasal dari kedelai, nilai gizinya
hampir sama dengan tahu dan tempe, mengandung protein dan lemak yang baik bagi
tubuh. Proses pembuatan oncom hampir sama dengan tempe yaitu dengan proses
fermentasi yang dilakukan oleh beberapa jenis kapang. Yang membedakan tempe dan
oncom adalah tempe sudah dikonsumsi ketika kapang belum menghasilkan spora
sedangkan oncom dikonsumsi setelah kapang menghasilkan spora (Nuraini dkk., 2015).
Menurut Saosono et. al. (1986) dalam Indarto (2010), kapang yang berperan dalam
proses fermentasi oncom merah (kapang oncom merah) adalah Neurospora sp. Kapang
ini mudah tumbuh pada substrat, mempunyai waktu generasi yang pendek, dan
miseliumnya terdiri dari hifa yang bercabang, menjulang ke udara, yang mudah dikenal
dari kondisinya yang berwarna jingga.

Oncom yang beredar di masyarakat ada dua jenis yaitu oncom merah dan oncom
hitam. Oncom merah pada umumnya dibuat dari bungkil tahu yang berasal dari kedelai
yang telah diambil proteinnya dalam pembuatan tahu yang didegradasi oleh kapang
Neurospora sitophila. Sedangkan oncom hitam merupakan oncom yang berbahan baku
dari kacang tanah yang didegradasi oleh Rhizopus oligosporus (Saidah dkk., 2016).
Ampas tahu adalah kedelai yang telah diambil proteinnya dalam pembuatan tahu.
Bungkil kacang tanah adalah ampas yang berasal dari kacang tanah yang telah diambil
minyaknya dengan proses pemerasan mekanis atau proses ekstraksi. Biasanya, bungkil
kacang tanah digunakan untuk pembuatan oncom hitam, sedangkan ampas tahu untuk
oncom merah (Sarwono, 2010).
Oncom bisa menjadi salah satu sumber alternatif asupan gizi yang baik bagi
tubuh. Proses fermentasi yang digunakan dalam pembuatan oncom ini, dapat mengurai

40
struktur kimia dari bahan-bahan pembuatannya menjadi senyawa yang lebih sederhana,
sehingga akan lebih mudah dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh (Nuraini dkk., 2015).
Selain harga relatif murah, kandungan gizi dalam oncom juga banyak, seperti
karbohidrat, protein, lemak, serat, air, zat besi, kalium, serta natrium. Namun
kandungan gizi kedua jenis oncom ini sangat berbeda. Hal ini dilihat dari jenis bahan
yang dipakai. Oncom hitam mengandung protein lebih besar, yaitu 8,6%. Sedangkan
oncom merah mengandung protein sekitar 4,9% saja (Nuraini dkk., 2015).
Tabel 1. Kandungan nutrisi dalam oncom, dengan sajian 100 gram
Nutrisi Kandungan

Air 87,46%

Energi 187 kkal

Protein 13 gram

Lemak 6 gram

Karbohidrat 22,6 gram

Kalsium 96 mg

Fosfor 115 mg

Zat besi 27 mg

Vitamin A 0 IU

Vitamin B1 0,09 mg

Vitamin C 0 mg

Kandungan gizi dari oncom memberikan manfaat sebagai berikut :


• Mencegah perut kembung
Proses fermentasi yang dilakukan oleh neurospora sitophila dan kapang
rhizopus oligosporus dapat mencegah efek fluktuasi. Hal ini dikarenakan
selama proses fermentasi oncom, kapang menghasilkan enzim alpha
galaktosidase yang menguraikan rafinosa dan stakiosa pada level yang lebih
rendah. Proses inilah yang membuatnya tidak menimbulkan terjadinya gas
dalam perut yang menyebabkan perut kembung.
• Menekan produksi racun aflatoksin
Pada saat proses pembuatan oncom, masalah sanitasi menjadi bagian yang
harus selalu diperhatikan. Hal ini bertujuan untuk mencegah
berkembangnya jenis mikroba lain seperti aspergillus flavus yang
menghasilkan racun aflatoksin yang terkenal sebagai pemicu resiko kanker.
Biasanya kapang aspergillus flavus dapat ditemukan pada kacang-

41
kacangan, rempah-rempah, serta bahan sereal yang berkualitas jelek.
Penggunaan kapang spora sitophila dan kapang rhizopus oligosporus
mampu menekan produksi racun aflatoksin.
• Sumber gizi dan energi bagi tubuh
Manfaat oncom memiliki kandungan gizi seperti karbohidrat dan protein
dalam jumlah yang tinggi. Hal itu tentu saja sangat baik bagi tubuh,
menjadikannya sebagai alternatif sumber asupan gizi dan juga sumber
energi bagi tubuh.Selain itu kandungan gizi pada oncom juga baik untuk
pertumbuhan jaringan tubuh pada janin.
• Menjaga sistem pencernaan
Degradasi yang dilakukan oleh kapang saat proses fermentasi dapat
menyebabkan beberapa oligosakarida sederhana seperti sukrosa, rafinosa,
dan stakiosa menurun pesat akibat aktivitas enzim α-galaktosidase yang
dihasilkan kapang. Manfaat oncom ini, sangat baik untuk menjaga sistem
pencernaan, karena rafinosa dan stakiosa sangat berperan atas gejala
flatulensi yang muncul bila seseorang mengkonsumsi kedelai maupun
kacang tanah.
• Mengurangi kolesterol
Peneliti sebelumnya memeriksa efisiensi oncom dalam efisiensinya untuk
mengurangi kadar kolesterol pada tubuh. Mereka menggunakan tikus yang
telah diberikan diet bebas kolesterol. Oncom terbukti dapat mengurangi
kadar kolesterol dan meningkatkan ekskresi steroid tinja. Oncom sangat
kaya akan protein. Kandungan serat makanan pada oncom dapat
merangsang produksi rantai pendek asam lemak oleh mikroflora usus. Hal
ini sangat berpengaruh pada pengurangan kolesterol yang disebabkan oleh
efek kolaboratif pepsin, protein, isoflavon aglikon.
Oncom segar hanya mampu bertahan selama 1 hingga 2 hari saja pada suhu
ruang, selanjutnya oncom akan mengalami kerusakan yang disebabkan oleh
terdegradasinya protein dalam oncom oleh enzim proteolitik sehingga terbentuk
ammonia yang menyebabkan oncom tidak layak konsumsi (Nuraini dkk., 2015).
3. Pembahasan
Oncom merupakan makanan hasil fermentasi dari jenis kapang tertentu
sehingga menghasilkan jenis makanan yang khas. Berdasarkan jenis kapang yang
memfermentasinya, oncom dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: (1) oncom dengan
warna kuning kemerahan atau oranye sebagai hasil fermentasi dengan kapang Monila
Sitophila = Neurospora Sitophila dan (2) oncom dengan warna putih keabu-
abuan/oncom hitam, yang dihasilkan dari fermentasi dengan kapang Rhizopus Oryzae
atau Rhizopus Oligosporus (Suwarno dan Ismeini, 1988). Oncom merah biasanya
dibuat dari bahan baku utama bungkil kacang tanah dengan campuran sedikit onggok
dan ampas tahu. Sedangkan oncom putih keabu-abuan diproduksi dalam skala kecil dan
biasanya dibuat di daerah-daerah luar Bandung sebagai produk home industri. Biasanya
bahan baku utama dalam pembuatan oncom putih adalah ampas tahu, sedangkan

42
bungkil kacang tanahnya lebih sedikit sehingga tektur oncomnya lebih lembek dan
tidak tahan lama.

Menurut hasil penelitian Dewi Salmet dan Trawotjo (1971) dalam Sarwono
(1987) terhada oncom yang terdapat di tiga pasar di Kotamadya Bogor, oncom hitam
mempunyai kadar protein sebesar 8.6% dan kandungan lemaknya sebesar 3.6%.
Sedangkan kandungan protein pada oncom merah ternyata lebih kecil, yakni 4.6% dan
kandungan lemaknya sebesar 2.3%. Tetapi khusus untuk oncom merah murni yang
terbuat dari bungkil kacang tanah kandungan protein dan lemaknya tak berbeda jauh
dengan oncom hitam. Menurut hasil penelitian lain, ada yang mengatakan bahwa
kandungan protein pada oncom berkisar antara 10-13%. Seperti pada tempe, oncom
juga kaya akan kandungan vitamin, diantaranya kandungan vitamin B1 0.09 mg/100g,
vitamin B12 bisa mencapai 31–35mcg/100g. Selain itu oncom juga banyak
mengandung unsur-unsur mineral, yaitu kalsium sebesar 96 mg/100 g, fosfor 115
mg/100g dan besi 27 mg/100 g (Daftar Analisis Bahan Makanan, Direktorat Gizi
Depkes RI, 1996).
Di dalam kehidupan sehari-hari oncom digunakan sebagai laukpauk dan
panganan. Oncom dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan, misalnya: dalam
asinan, pepes oncom, tumis oncom, laksa, tauge goreng, sambel, sayur oblok-oblok, isi
combro dan oncom goreng tepung. Oncom goreng tepung merupakan produk olahan
yang paling terkenal di daerah Priangan atau Bandung dengan nama “keripik oncom”
dan dapat ditemukan di berbagai toko panganan di seluruh Jawa Barat.
Proses pembuatan oncom
Fermentasi
Oncom dibuat secara fermentasi dengan bantuan suatu kapang, biasanya dari
jenis Monilia Sitophilia atau Rhizopus sp. Fermentasi sering didefinisikan sebagai
proses pemecahan bahan-bahan organik oleh mikroorganisme, sehingga menghasilkan

43
komponen-komponen yang diinginkan. Proses fermentasi pada makanan akan
mengubah bahan pangan menjadi suatu produk dengan cita rasa yang berbeda dari
bahan asalnya (Suwaryono dan Ismeini, 1988). Kapang dalam proses fermentasi
mengeluarkan enzim tertentu untuk memecah bahan organik tersebut. Sebagai contoh,
Rhizopus oligosporus dapat menghasilkan enzim-enzim proteolitik, amalise, lipase dan
fitase (Kasmidjo (1990) dalam Maryam, 1997).

Dibandingkan dengan pembuatan tempe, proses pembuatan oncom jauh lebih


mudah dan lebih ringan. Berikut ini langkah-langkah dalam proses pembuatan oncom
(LKN-LIPI Bandung, 1975) :
1. Bahan untuk membuat oncom seperti bungkil kacang tanah, dan onggok direndam
dalam air pada tempat terpisah selama 8-9 jam.
2. Bungkil kacang tanah setelah direndam dicuci dengan air bersih sampai bersih,
kemudian ditiriskan. Setelah ditiriskan campur dengan ampas tahu yang sebelumnya
telah diperas untuk mengurangi airnya.
3. Onggok yang sudah direndam, kemudian dihancurkan/diremas-remas dan disaring.
4. Campurkan bungkil kacang tanah dan onggok yang sudah disaring dengan
perbandingan tertentu sesuai dengan yang dikehendaki. Untuk menambah kegempalan
campuran tersebut tambahan sedikit tepung onggok/gabeng/bulgur dan aduk hingga
merata.
5. Campuran bungkil kacang tanah dan onggok dimasukkan ke dalam drum untuk
dikukus selama 30-45 menit atau sampai matang.
6. Hasil kukusan diletakkan dalam tempat yang bersih, tanpa ditunggu dingin,
campuran bungkil kacang tanah dan onggok tadi langsung dicetak dengan
menggunakan cetakan yang berukuran 9 x 12 cm dengan kedalaman 3 cm.

44
7. Kemudian hasil cetakan disusun di atas anyaman bambu/sasag yang diberi alas daun
pisang. Kemudian sasag-sasag disimpan di atas para/ rak untuk didinginkan.
8. Setelah dingin taburi dengan inokulum oncom (Monilia Sitophila).
9. Sasag-sasag ditumbuk satu dengan yang lainnya dan ditutup secara keseluruhan
dengan karung goni dan diperam selama satu malam.
10. Setelah semalam diperam, oncom dibalik agar pertumbuhan jamur lebih merata.
11. Pada hari ketiga oncom sudah matang dan siap untuk dipasarkan. Secara ringkas
proses pembuatan oncom ini dapat dilihat pada bagan berikut ini.

Organoleptik
• warna
Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu bahan makanan antara lain tekstur, warna,
cita rasa, dan nilai gizinya. Sebelum faktor-faktor yang lain dipertimbangkan secara
visual. Faktor warna lebih berpengaruh dan kadang-kadang sangat menentukan suatu
bahan pangan yang dinilai enak, bergizi, dan teksturnya sangat baik, tidak akan
dimakan apabila memiliki warna yang tidak indah dipandang atau memberi kesan telah
menyimpang dari warna yang seharusnya, Winarno, [15]. Nilai warna oncom bungkil
kacang tanah yang diberikan oleh panelis, masing-masing memberikan nilai yang
bervariasi yaitu perlakuan a b (Suhu inkubasi 27ºC, konsentrasi inokulum 0,15%)
1 3

sebesar 23, perlakuan a b (Suhu inkubasi 27ºC, konsentrasi inokulum 0,10%) sebesar
1 2

40, dan perlakuan a b (Suhu inkubasi 27ºC, konsentrasi inokulum 0,05%) sebesar 47.
1 1

• aroma
Aroma dapat didefinisikan sebagai suatu yang dapat diamati dengan indera pembau
untuk data menghasilkan aroma, zat harus dapat menguap, sedikit larut dalam air dan
sedikit larut dalam lemak. Senyawa berbau sampai ke jaringan pembau dalam hidung
bersama-sama dengan udara. Penginderaan cara ini memasyarakatkan bahwa
senyawa berbau bersifat atsiri, John M deMan, [7]. Hasil uji organoleptik terhadap
aroma oncom bungkil kacang tanah pada perlakuan a b (Suhu inkubasi 27ºC,
1 3

konsentrasi inokulum 0,15%) sebesar 30, perlakuan a b (Suhu inkubasi 27ºC,


1 2

45
konsentrasi inokulum 0,10%) sebesar 33, dan perlakuan a b (Suhu inkubasi 27ºC,
1 1

konsentrasi inokulum 0,05%) sebesar 40, Hal ini menunjukkan bahwa sampel yang
paling banyak disukai adalah perlakuan a b 1 3.

• tekstur
Tekstur adalah faktor kualitas makanan yang paling penting, sehingga memberikan
kepuasan terhadap kebutuhan kita. Oleh karena itu kita menghendaki makanan yang
mempunyai rasa dan tekstur yang sesuai dengan selera yang kita harapkan, sehingga
bila kita membeli makanan, maka pentingnya nilai gizi biasanya ditempatkan pada
mutu setelah harga, tekstur, dan rasa. Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap
tekstur oncom bungkil kacang tanah diperoleh nilai tekstur oncom bungkil kacang
tanah yang bervariasi berdasarkan kesukaan panelis. Adapun hasil yang diperoleh
adalah perlakuan a b (Suhu inkubasi 27ºC, konsentrasi inokulum 0,15%) sebesar 23,
1 3

perlakuan a b (Suhu inkubasi 27ºC, konsentrasi inokulum 0,10%) sebesar 39, dan
1 2

perlakuan a b (Suhu inkubasi 27ºC, konsentrasi inokulum 0,05%) sebesar 43, Hal ini
1 1

dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang paling banyak disukai adalah a b , 1 3

disebabkan karena oncom bungkil kacang tanah sudah terbentuk dengan baik, dimana
kapang oncom sudah tumbuh diseluruh permukaan oncom dengan adanya proses
fermentasi.
• rasa
Rasa merupakan faktor yang cukup penting dari suatu produk makanan. Komponen
yang dapat menimbulkan rasa yang diinginkan tergantung senyawa penyusunnya.
Umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari satu macam rasa yang terpadu
sehingga menimbulkan cita rasa makanan yang utuh. Perbedaan penilaian panelis
terhadap rasa dapat diartikan sebagai penerimaannya terhadap flavour atau cita rasa
yang dihasilkan oleh kombinasi bahan yang digunakan. Berdasarkan hasil uji
organoleptik, menunjukkan bahwa nilai rasa oncom bungkil kacang tanah yang paling
disukai panelis adalah oncom bungkil kacang tanah dengan perlakuan a b (Suhu
1 3

inkubasi 27ºC, konsentrasi inokulum 0,15%) dengan nilai sebesar 24, dibandingkan
dengan perlakuan a b (Suhu inkubasi 27ºC, konsentrasi inokulum 0,10%) dengan nilai
1 2

sebesar 32, dan perlakuan a b (Suhu inkubasi 27ºC, konsentrasi inokulum 0,05%)
1 1

sebesar 44, Hal ini dikarenakan dengan adanya fermentasi serta penambahan tapioka
yang cukup maka rasa dari oncom bungkil kacang tanah menjadi lebih gurih sehingga
banyak disukai oleh panelis.
4. Kesimpulan
Oncom merupakan makanan olahan berasal dari kedelai, nilai gizinya hampir
sama dengan tahu dan tempe, mengandung protein, dan lemak yang baik bagi
tubuh.Proses pembuatan Oncom adalah difermentasi terlebih dahulu dari jenis kapang
tertentu sehingga menghasilkan makanan yang khas. Kandungan gizi dari oncom
memberikan manfaat sebagai berikut : Mencegah perut kembung, menekan produksi
racun aflatoksin,sumber gizi dan energi bagi tubuh, menjaga sistem pencernaan,
dan mengurangi kolesterol
5. Daftar Pustaka
Ghatak, S.K., Sen K. 2013. Peanut Proteins: Applications, Ailments and Possible
Remediation. Journal of Industrial and Engineering Chemistry. Vol 19:369–
374.
Irviani, L.I., Nisa F.C. 2015. Pengaruh Penambahan Pectin dan Tepung Bungkil Kacang
Tanah terhadap Kualitas Fisik, Kimia dan Organoleptik Mie Kering
Tersubstitusi mocaf. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol 3 : 215-225.

46
Nuraini, A., Fuaida, U. F., Tiranna, F., Kusuma, A., & Nugroho, T. (2015). Batu bata
belanda krenyes inovasi makanan untuk memberdayakan makanan lokal.
Sarwano, B. 2010. Usaha Membuat Tempe dan Oncom. Jakarta: Penerbit Swadaya
Wikanta, W. 2019. Membuat Oncom Praktis dan Aman Aflatoksin.
Sofyan, I. (2003). Pengaruh suhu inkubasi dan konsentrasi inokulum Rhizopus oligosporus
terhadap mutu oncom bungkil kacang tanah. Jurnal Infomatek, 5(2), 74-86.

47
BAB VII SELAI KACANG
Disusun oleh:
Farach Aulia Syafira (040)
Charisma Choirunnisa (041)
Alfian Abhista Mahardika (045)
Muhammad Alif Rian Adani (046)
Muhammad Ridho Muhajir (047)
1. Pendahuluan
Kacang tanah merupakan salah satu komoditas palawija terpenting yang banyak
dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Kacang tanah banyak dimanfaatkan sebagai
bahan pangan dan bahan baku industri karena kaya akan kandungan protein, lemak dan
karbohidrat (Sumijati, 2009). Biji kacang tanah juga mengandung vitamin A, B, C dan
E, serta mineral Mg, Cu, Zn, P, K, dan S (Astawan, 2009).
Kacang merupakan salah satu sumber bahan makanan yang mengandung lemak
tak jenuh yaitu MUFA dan juga merupakan salah satu makanan sumber serat.
Berdasarkan penelitian, kandungan MUFA dan serat dalam kacang tanah dapat
menurunkan kadar kolesterol serta trigliserida di dalam darah (Tuminah, 2009). Kacang
tanah juga mengandung fitosterol yang justru dapat menurunkan kadar trigliserida dan
kolesterol, serta tetap menjaga HDL kolesterol. Konsumsi lemak 33% dari total energi
selama 6 minggu yang bersumber dari makanan tinggi MUFA seperti kacang, minyak
kacang, dan selai kacang dapat menurunkan trigliserida dan kolesterol darah laki-laki
dan wanita obes (Pelkman, 2004).
Selai kacang tanah merupakan salah satu produk olahan kacang tanah yang
berbentuk pasta. Selai kacang banyak dikonsumsi dirumah sebagai olesan yang sangat
bergizi dan lezat dimakan bersama roti, biskuit, kue dan es krim serta banyak digunakan
dalam industri terkait makanan. Selai kacang tanah mengandung protein sekitar 27%
dan lemak 49,4%. Kandungan protein yang tinggi dan asam lemak tak jenuh (MUFA)
yang dipertahankan dalam kacang menjadikannya sumber protein dan lemak yang
sangat baik dan sebagai sumber energi yang baik juga yaitu 581 kkal/100 gram (Rozalli
dkk., 2015). Selain itu selai kacang tanah juga merupakan sumber serat tak larut air,
fenol dan antioksidan (Yuanyuan dkk., 2014). Selai yang bermutu baik tidak hanya
mengandung gizi yang dibutuhkan, akan tetapi terhindar juga dari cemaran fisik, kimia,
dan biologis sehingga tidak membahayakan kesehatan manusia serta aman untuk
dikonsumsi. Dalam penggunaan sehari-hari sebagaian besar kacang tanah dikonsumsi
langsung dalam bentuk makanan ringan seperti disangrai, direbus, digoreng, bumbu
kacang, bahan campuran atau pengisi kue dan roti, serta olahan industri seperti minyak
kacang, tepung dan pasta.
2. Kajian pustaka
Tanaman kacang merupakan salah satu jenis tanaman polong yang banyak
digemari oleh masyarakat. Berbagai jenis kacang dapat dijumpai didalam kehidupan,

48
namun jika masyarakat menyebut nama kacang biasanya yang mereka maksud adalah
kacang tanah dengan bentuk oval yang memiliki lekukan dibagian samping yang
menyerupai bentuk lambung manusia. Komoditas kacang tanah adalah salah satu
tanaman leguminose yang memiliki peranan penting bagi kebutuhan pangan, disamping
itu kacang tanah juga memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi sehingga kacang tanah
juga dijadikan sebagai bahan baku dalam dunia industri pangan (Gafur, et. al, 2013).
Kacang tanah (Arachis hypogeae L.) merupakan tanaman kacang-kacangan yang
banyak ditanam oleh para petani di Indonesia.
Kacang tanah (Arachys hypogea) berasal dari benua Amerika. Kacang tanah
adalah salah satu tanaman pangan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan juga
merupakan tanaman kacang-kacangan yang terpenting setelah kacang kedelai. Kacang
tanah banyak dimanfaatkan masyarakat diantaranya sebagai sebagai bahan sayur dan
saus serta dapat pula direbus dan digoreng. Disamping itu dalam dunia industri kacang
tanah dapat diolah menjadi keju, mentega, minyak dan yang paling sering ditemui
adalah olahan selai (Hesty, 2017).
Kacang tanah sebagai bahan makanan yang memiliki gizi yang cukup tinggi.
Kacang tanah merupakan bahan pangan yang mengandung minyak, kadar lemak dalam
kacang tanah dapat berkisar 40-50%, protein 27 %, karbohidrat dan juga vitamin (Balla,
2019). Kacang tanah lebih banyak mengandung lemak tak jenuh yang dapat
menurunkan kolesterol darah. Kadar lemak tak jenuh kacang tanah mencapai 21%
sedangkan untuk kadar lemak jenuh mencapai 10% Kadar protein pada kacang tanah
dapat mencapai 25 gr per 100 g. Protein pada kacang tanah adalah protein nabati
berkualitas tinggi yang sangat diperlukan pada masa pertumbuhan anak, vegetarian dan
juga orang yang tidak terlalu menyukai daging. (Astawan, 2009).
Mengkonsumsi kacang tanah sebanyak 100 g telah memenuhi 25% kebutuhan
vitamin E dalam tubuh. Vitamin E sebagai antioksidan yang dapat mengurangi resiko
terserang penyakit jantung koroner. Kacang tanah juga banyak mengandung vitamin B
yang berguna dalam mencegah kelainan cacat janin dalam kandungan serta vitamin B
juga dapat mengurangi homosistein dalam darah yang biasa menimbulkan penyakit
jantung (Astawan, 2009).
Secara umum selai adalah olahan makanan yang dibuat dengan konsistensi gel
atau semi gel yang terbuat dari bubur buah yang dicampurkan dengan bahan pemanis
seperti gula. Saat sekarang ini penggunaan selai dikalangan masyarakat digunakan
sebagai bahan pelengkap untuk menyantap roti semakin meningkat, hal ini disebabkan
karena adanya kebiasaan masyarakat untuk menyantap roti sebagai sarapan dipagi hari.
Banyak masyarakat memilih roti dengan selai sebagai pengganti nasi, alasannya antara
lain lebih praktis dan menghindari rasa terlalu kenyang akibat menyantap nasi dipagi
hari (Gaffar, et. al, 2017).
Selai kacang atau yang sering disebut peanut butter merupakan salah satu varian
olahan kacang tanah dalam bentuk pasta dengan memiliki permukaan yang berminyak.
Pembuatan selai kacang bias dikatakan sebagai upaya untuk memperpanjang masa
simpan produk pascapanen. Selai kacang diproduksi dengan menghaluskan kacang
tanah dengan penambahan bahan tambahan pangan lain seperti gula, garam dan minyak
nabati (Dodson, 2002). Selai kacang pada kehidupan sehari-hari dimanfaatkan sebagai

49
pengoles roti atau sebagai makanan pendamping lainnya.Bahan baku utama pembuatan
selai kacang adalah kacang tanah, karena kacang tanah memiliki kandungan minyak
yang sangat tinggi yang mencapai 42,27% Nurizaq (2015). Proses pembuatan selai
kacang meliputi beberapa tahap seperti pencucian, pengupasan, penyangraian guna
mendapatkan warna dan agar minyak yang terkandung.
Selai kacang merupakan makanan populer di seluruh dunia, sedangkan di Eropa
selai kacang bersaingan dengan selai hazelnut merek nutella. Selai kacang digunakan
sebagai olesan roti, permen rasa kacang, dan perasa pada kue kering rasa kacang. Selai
kacang sangat enak dimakan dengan selai buah yang disebut jelly. Sandwich dengan
paduan selai kacang dan jelly disebut di Amerika Serikat sebagai peanut butter and jelly
sandwich. Selai kacang bisa juga dibuat dari kacang almond, kacang mede dan
hazelnut.
3. Pembahasan
Bahan utama dalam pembuatan selai kacang ini yaitu kacang tanah dengan
ditambah bahan – bahan pendukung lainnya seperti tepung, madu, dan lain sebagainya.
Berikut merupakan langkah-langkah pembuatan selai kacang:
1. Siapkan kacang tanah sebanyak 400 gram, satu sendok makan madu, satu sendok
makan minyak sayur, dan garam secukupnya.
2. Panaskan wajan, kemudian masukkan semua kacang tanah dan sangrai kacang
selama 10 menit.
3. Setelah kacang selesai disangrai, diamkan selama lima menit dan masukkan ke
dalam blender.
4. Masukkan semua bahan – bahan yang sudah disediakan yaitu satu sendok makan
madu, 1 sendok makan minyak sayur, dan garam secukupnya ke dalam blender.
5. Haluskan selama 10 menit.
6. Setelah semua bahan tercampur dengan merata dan halus, masukkan bahan-bahan
tersebut ke dalam wadah.
7. Selai kacang siap untuk disajikan. Selai kacang dapat dinikmati dengan roti dan
lain sebagainya.

Selai kacang ini dapat disimpan di tempat dingin yang bersuhu 3 - 4 derajat
celsius sehingga dapat disimpan di kulkas dan dapat dikonsumsi selama tiga minggu
sampai empat minggu. Selain itu, untuk menambah daya tarik masyarakat dan
menambah nilai jual produk ini, dibutuhkan sebuah kemasan ataupun packaging yang

50
menarik. Oleh karena itu, telah dibuat pula desain dari kemasan berbentuk toples yang
berbahan plastik. Bahan toples plastik digunakan karena memiliki daya tahan yang
lama dan memiliki bobot yang ringan dan mudah dibawa.
Sifat Organoleptik
Warna
Berdasarkan hasil pengukuran pada organoleptik warna selai diperoleh nilai
rata-rata berkisar antara 6,07-13,43 (tidak suka dan suka). Hasil uji organoleptik warna
yang terendah yaitu dengan nilai 6,07 (tidak suka). Sedangkan nilai yang tertinggi
dengan nilai 13,43 (suka). Selai kacang memiliki warna yang gelap, ketika ditambah
gula warna dari selai akan semakin bertambah gelap. Hal ini menampakkan bahwa
semakin banyak konsentrasi gula semakin manambah warna gelap pada gula, karena
konsentrasi gula yang tinggi semakin membentuk warna caramel yang dihasilkan dari
reaksi Maillard (Soedarmadji, 1984).
Aroma
Hasil perlakuan pada organoleptic aroma menunjukkan nilai rata-rata yang
berkisar antara 7,53-13,43 (tidak suka dan suka). Dimana hasil terendah yaitu dengan
nilai 7,53 (tidak suka). Sedangkan nilai yang tertinggi dengan nilai 13,43 (suka).
Menurut Soekarto (1985), pembentukan aroma dan flavor disebabkan oleh kandungan
karbohidrat yang terdegradasi. Aroma selai kacang tanah dengan penambahan gula
yang berbeda memberikan pengaruh sangat berbeda nyata terhadap aroma selai yang
dihasilkan. Hal ini diduga penambahan gula yang berbeda menghasilkan aroma yang
berbeda pada setiap perlakuannya (Meyer, 1966).
Tekstur
Hasil analisa pada tekstur selai kacang tanah berkisar antara 6,8-13,37 (tidak
suka). Dimana terendah yaitu dengan nilai 6,8 (tidak suka). Sedangkan nilai yang
tertinggi dengan nilai 13,37 (suka). s. Menurut Mohsenin (1970), tekstur makanan
berkaitan dengan sifat reologi dari makanan tersebut. Dalam hal ini semakin banyak
konsentrasi gula maka makanan tersebut akan membentuk sifat viskoelastik. Voisey
dan deMan (1970), menyatakan bahwa kekentalan suatu makanan juga ditentukan oleh
mikrostruktur dari makanan tersebut. Pernyataan ini sangat mendukung tekstur selai
yang semakin kental saat konsentrasi gula kristal yang ditambahkan semakin tinggi,
karena dapat mempengaruhi mikrostruktur dari bubur kacang tanah untuk semakin
padat.
Rasa
Hasil rerata dari analisis rasa selai kacang tanah pada perlakuan in berkisar
antara 2,02-4,48 (tidak suka dan suka). Pada konsentrasi gula yang agak tinggi ke
konsentrasi gula yang tinggi maka panelis atau konsumen semakin menyukai selai
karena rasa manis yang dihasilkan dan merupakan sifat dari selai adalah rasa
manis. Rasa manis yang semakin tinggi pada selai kacang tanah menunjukkan bahwa
senyawa kimia utama yaitu sukrosa telah mendominasi komposisi dari selai terebut
(Mukhtadi, 2010).
4. Kesimpulan
Selai kacang atau yang sering disebut peanut butter merupakan salah satu varian
olahan kacang tanah dalam bentuk pasta dengan memiliki permukaan yang berminyak.

51
Selai kacang pada kehidupan sehari-hari dimanfaatkan sebagai pengoles roti atau
sebagai makanan pendamping lainnya. Proses pembuatan selai kacang meliputi
beberapa tahap seperti pencucian, pengupasan, penyangraian guna mendapatkan warna.
Berdasarkan hasil pengukuran pada organoleptik warna selai diperoleh nilai rata-rata
berkisar antara 6,07-13,43, aroma menunjukkan nilai rata-rata yang berkisar antara
7,53-13,43, analisa pada tekstur selai kacang tanah berkisar antara 6,8-13,37, dan
analisis rasa selai kacang tanah pada perlakuan in berkisar antara 2,02-4,48.
5. Daftar Pustaka
Masuku, M. A. (2018). Pengaruh Konsentrasi Gula Kristal Putih Terhadap Kualitas
Organoleptik Selai Kacang Tanah Merah (Arachis Hypogea). Jurnal Agribisnis
Perikanan, 11(2), 124–132. https://doi.org/10.29239/j.agrikan.11.2.124-132
Munfarida, A. (2021). Analisis asam lemak bebas dan bilangan asam pada produk selai
kacang tanah (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim).
Pratama, Y. M. (2022). Pembangunan Agrowisata di Desa Trimulyo, Kecamatan Jetis,
Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Atma
Inovasia, 2(5), 549–556. https://doi.org/10.24002/jai.v2i5.520
Yuanyuan Ma, William L. Kerr, Ruthann B. Swanson, James L. Hargrove, Ronald B.
Pegg. 2014. Peanut Skins-Fortified Peanut Butters: Effect of Processing on the
Phenolics Content, Fibre Content and Antioxidant Activity. Rood Chemistry,
145 : 883-891.
Rozalli, N. H. Mohd, N. L. Chin, Y.A. Yusof, N. Mahyudin. 2015. Quality Change Of
Stabilizer-Free Natural Peanut Butter During Storage. Journal Food Science and
Technology, 53(1): 694-702.

52
BAB VIII TAHU
Disusun oleh:
Wulan Ariesta Rosanti (048)
Lisma Sari Indah Yanti (049)
Annisa Fadilatulail Mahfirotul Ihromy (050)
Norazkya Mutiara Samudra (052)
Bagus Arya Wicaksono (054)
1. Pendahuluan
Tahu merupakan salah satu olahan pangan yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat. Tingginya permintaan pasar akan produk tahu didukung oleh kemudahan
mendapatkan bahan baku, khususnya kedelai merangsang pertumbuhan industri kecil
tahu. Dalam membuat atau memproduksi tahu, bahan baku utama yang harus tersedia
adalah kacang kedelai atau kedelai, biasanya dari kedelai kuning. Kualitas kedelai
untuk industri tahu antara lain bebas dari sisa tanaman atau bersih (dari potongan
ranting, kulit polong, batu atau kotoran lain), biji kedelai tidak luka atau bebas terserang
hama, tidak retak atau pecah, dan tidak keriput. Kualitas kedelai yang bagus akan
menghasilkan tahu putih yang bagus, bebas hama dan menyehatkan. Tahu dibuat
dengan cara melarutkan protein kedelai dalam air. Kemudian protein terlarut air
dipisahkan dengan air (digumpalkan) menggunakan bahan penggumpal dan gumpalan
protein dicetak menjadi tahu. Protein kedelai sebagian besar merupakan globulin,
mempunyai titik isoelektris 4,1 - 4,6. Globulin akan mengendap pada pH 4,1 sedangkan
protein lainnya seperti proteosa, prolamin dan albumin bersifat larut dalam air sehingga
diperkirakan penurunan kadar protein dalam perebusan disebabkan terlepasnya ikatan
struktur protein karena panas yang menyebabkan terlarutnya komponen protein dalam
air (Anglemier and Montgomery, 1976).
Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan menggumpal
bila bereaksi dengan asam (cuka). Penggumpalan protein oleh asam cuka akan
berlangsung secara cepat dan serentak di seluruh bagian cairan sari kedelai, sehingga
sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari kedelai akan terperangkap
didalamnya. Pengeluaran air yang terperangkap tersebut dapat dilakukan dengan
memberikan tekanan. Semakin besar tekanan yang diberikan, semakin banyak air dapat
dikeluarkan dari gumpalan protein.Gumpalan protein itulah yang kemudian disebut
sebagai tahu. Dari pembuatan tahu yang menggunakan cuka tersebut akan
menghasilkan limbah dan apabila dibuang akan menimbulkan bau dan pemandangan
yang kurang baik, dan tentu saja hal ini akan merusak lingkungan apabila limbah
tersebut tidak diolah lebih dahulu sebelum dibuang. Biasanya hal ini akan menimbulkan
kecemasan tetangga sekitar pabrik pembuatan tahu tersebut. Kebiasaan seperti ini kalau
dibiarkan terus maka akan sangat berbahaya bagi sustainabilitas kehidupan sendiri.
Untuk itu harus dibangun, dilatih dan dibiasakan pembuatan tahu yang menggunakan

53
bahan yang lebih ramah lingkungan bahkan limbahnya dapat dipergunakan untuk
tambahan penghasilan.
2. Kajian pustaka
Kacang Kedelai
Kedelai (Glycine max) merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah,
tumbuh tegak, berdaun lembut, dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar
10-200 cm, dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan
hidup. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya yaitu akar, daun,
batang, bunga, polong dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal (Adisarwanto,
2005).
Berdasarkan warna kulitnya, kedelai dibedakan atas kedelai putih, kedelai
hitam, kedelai coklat dan kedelai hijau. Kedelai yang ditanam di Indonesia adalah
kedelai kuning atau putih, hitam dan hijau. Perbedaan warna akan berpengaruh dalam
penggunaan kedelai sebagai bahan pangan, misalnya untuk kecap digunakan kedelai
hitam, putih atau kuning sedangkan susu kedelai dibuat dari kedelai kuning atau putih.
(Suliantari dan Winniati, 1990). Varietas kedelai banyak ragamnya, antara lain varietas
Lokon, Willis, Galunggung, Guntur, Muria, Orba, Grobogan dan lain-lain. Jenis yang
paling banyak beredar di pasaran adalah jenis Lokon dan Willis. Lokon biasanya
berukuran agak besar sedangkan Willis lebih kecil (Soeprapto, 1989).
Tahu
Tahu merupakan hasil olahan kacang kedelai yang difermentasi dan diambil
sarinya. Tahu mempunyai mutu protein nabati terbaik karena mempunyai komposisi
asam amino paling lengkap dan diyakini memiliki daya cerna yang tinggi (sebesar 85%-
98%). Tahu sebagai produk olahan dari kedelai mempunyai kandungan gizi yang cukup
tinggi terutama protein. Dengan demikian selain tempe, tahu dapat dimanfaatkan
sebagai sumber protein terutama protein nabati. Kandungan gizi tahu dalam setiap 100
gr berat bahan terdiri: energi 68 kkal; 7,8g protein; 4,6 gram lemak; 1,6 gram;
karbohidrat 124 mg kalsium; 63,0 mg fosfor (DKBM, 1981). Bila dilihat dalam
persentase, maka komposisi kandungan tahu adalah 70 - 90% air, 5-15% protein, 4-8%
lemak, dan 2-5% % karbohidrat. Pada tahu terdapat berbagai macam kandungan gizi,
seperti protein, lemak, karbohidrat, kalori dan mineral, fosfor, vitamin B-kompleks
seperti thiamin, riboflavin, vitamin E, vitamin B12, kalium dan kalsium (yang
bermanfaat mendukung terbentuknya kerangka tulang). Dan paling penting, dengan
kandungan sekitar 80% asam lemak tak jenuh tahu tidak banyak mengandung
kolesterol, sehingga sangat aman bagi kesehatan jantung. Bahkan karena kandungan
hidrat arang dan kalorinya yang rendah, tahu merupakan salah satu menu diet rendah
kalori.
Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan menggumpal
bila bereaksi dengan asam (cuka). Penggumpalan protein oleh asam cuka akan
berlangsung secara cepat dan serentak di seluruh bagian cairan sari kedelai, sehingga
sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari kedelai akan terperangkap di
dalamnya. Pengeluaran air yang terperangkap tersebut dapat dilakukan dengan
memberikan tekanan. Semakin besar tekanan yang diberikan, semakin banyak air dapat
dikeluarkan dari gumpalan protein.Gumpalan protein itulah yang kemudian disebut

54
sebagai tahu. Tahu memiliki daya simpan yang singkat dan cepat menjadi busuk. Tahu
memerlukan perendaman, sehingga mudah terkontaminasi oleh air perendaman dan
udara. Keadaan ini menjadikan tahu menjadi asam dan busuk. Dengan demikian,
masalah sanitasi air menjadi masalah besar dalam menentukan mutu tahu.
Mutu tahu ditentukan oleh penampilan tahu yaitu bertekstur lembut, empuk,
bentuk seragam, saat dimakan terasa halus, dan berasa netral. Sementara orang
mempersepsikan tahu dengan warna putih, bentuk kotak, permukaan halus, padat tidak
mudah pecah, dan tidak mengandung bahan pengawet. Untuk mendapatkan mutu tahu
tersebut maka diperlukan bahan baku kedelai dengan biji besar, penggunaan air yang
bersih, pemberian cuka yang tidak berlebihan, penggunaan biang tahu dengan
perbandingan yang tepat, dan peralatan maupun lingkungan kerja yang bersih.
3. Pembahasan
Pembuatan Tahu
Pada proses pembuatan tahu yang menghasilkan kapasitas sebanyak 100 kg dari
setiap produksi ini membutuhkan sebanyak 80 kg kedelai. Kedelai akan masuk di
proses penimbangan setelah itu dilakukan pencucian menggunakan air sebanyak 720 L
sehingga menghasilkan 88kg kedelai. Kedelai yang sudah dicuci akan direndam
menggunakan air sebanyak 194 L air dan menghasilkan 176 kg kedelai. Setelah itu
kedelai akan di giling menggunakan mesin giling dan ditambah air sebanyak 528 L,
dan menjadi bubur kedelai sebanyak 704 kg. Bubur kedelai akan direbus ditambah
dengan 720 L dan mengalami penguapan sehingga jumlah adonan menjadi 1412 kg
bubur kedelai. Kemudian dilakukan penyaringan guna untuk memisahkan ampas
kedelai dengan sari kedelai. Sari kedelai yang diperoleh akan diproses penggumpalan
dengan ditambah asam cuka sebanyak 8L dan menghasilkan crude. Crude yang
dihasilkan akan diproses pencetakan dan pengepresan sehingga menghasilkan tahu
putih. Proses terakhir yang dilakukan adalah pemotongan tahu putih sesuai dengan
ukuran yang dibutuhkan menggunakan mesin pemotong tahu.

55
Karakteristik Tahu
Kandungan Gizi & Standart Mutu
Tahu mengandung air 86 %, protein 8-12%, lemak 4-6% dan karbohidrat 1- 6%.
Tahu juga mengandung berbagai mineral seperti kalsium, zat besi, fosfat, kalium,
natrium; serta vitamin seperti kolin, vitamin B dan vitamin E. Kandungan asam lemak
jenuhnya rendah dan bebas kolesterol (Santoso, 2005). Syarat mutu tahu diatur dalam
SNI 01-3142-1998 yang dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan syarat mutu angka
lempeng total tahu diatur oleh Standar Industri Indonesia No. 0270-1990.

56
4. Kesimpulan
Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman jenis polong - polongan yang
dapat diolah menjadi berbagai jenis produk olahan kacang kedelai. Salah satunya
adalah produk olahan setengah jadi yaitu tahu, tahu merupakan hasil olahan kacang
kedelai yang difermentasi dan diambil sarinya. Tahu ini memiliki sumber protein yang
tinggi karena mempunyai komposisi asam amino yang lengkap. Kandungan gizi yang
terkandung pada tahu yaitu energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, dan fosfor.
5. Daftar Pustaka
Adisarwanto. 2005. Kedelai. Swadaya. Jakarta.
Darmajana, D.A., 2012. Pengaruh suhu dan waktu perendaman terhadap bobot kacang
kedelai sebagai bahan baku tahu. Sains, Teknolohi dan Kesehatan. Bandung,
pp.1-4.

Widaningrum, I., 2015. Teknologi pembuatan tahu yang ramah lingkungan (bebas
limbah). Jurnal Dedikasi, 12.

Rahmawati, F. 2013. Teknologi Proses Pengolahan Tahu dan Pemanfaatan Limbahnya.


Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.

57
BAB IX KECAP
Disusun oleh:
Chika Salsabila (100)
Enrico Khayru Saputra (121)
Rossi Gilang Saputra (126)
Mohammad Ainu Ilahudi (132)
1. Pendahuluan
Kecap kedelai merupakan salah satu produk fermentasi yang digunakan sebagai
produk pencita rasa khususnya di negara Asia yang merupakan produk bumbu
(condiment) yang tertua di Cina selama lebih dari 3000 tahun (Muangthai dkk., 2009).
Kecap kedelai dibuat menggunakan kacang kedelai yang dicampurkan dengan terigu,
garam, air, dan mikroba seperti Aspergillus oryzae atau Aspergillus zoza. Di Indonesia
telah dilakukan penelitian tentang pembuatan kecap dari sumber non kedelai seperti
asal koro pedang (Astuti, 2012), kacang gude (Andriana, 2014) dan lamtoro gung
(Rahayu, 2005) hingga ke tahap pembuatan moromi. Salah satu ciri khas kecap kedelai
khas Indonesia yang berbeda dengan negara lainnya adalah kecap kedelai manis.
Berdasarkan kategori pangan (2006), kecap kedelai manis adalah produk cair yang
diperoleh dari hasil fermentasi kacang kedelai (Glycine max L.) dan gula, gula merah,
dengan atau tanpa proses karamelisasi dengan atau tanpa penambahan bahan lain,
dengan karakteristik dasar total gula tidak kurang dari 40%. Berdasarkan SNI
3543:2013 bagian 1, kecap kedelai manis didefinisikan sebagai produk berbentuk cair
yang dibuat dari cairan hasil fermentasi kedelai atau bungkil kedelai ditambah gula
dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang
diizinkan.
Kecap dengan kualitas yang baik ditentukan oleh kadar protein yang tinggi,
kekentalan pada tingkat tertentu (tidak terlalu cair), warna coklat kehitam-hitaman,
daya simpan yang lama dengan memanfaatkan kadar gula yang tinggi atau bahan
pengawet, tidak adanya endapan pada kecap meski disimpan dalam waktu lama, serta
cita rasa dan aroma khas kecap yang diperoleh melalui fermentasi oleh mikrobia
(Suprapti, 2005). Aroma khas kecap tersebut muncul karena adanya alkohol yang
dihasilkan oleh khamir Saccharomyces cerevisiae pada akhir fermentasi basah. Selain
itu, Aspergillus oryzae juga berperan dalam menimbulkan aroma khas kecap tersebut,
yaitu adanya penguraian protein menjadi amonia oleh protease yang dihasilkan A.
oryzae (Ratnaningsih dkk., 2009).
Terdapat 3 cara pembuatan kecap, yaitu fermentasi, hidrolisis, dan kombinasi
dari kedua cara sebelumnya. Pembuatan kecap dengan fermentasi berprinsip pada
penguraian protein, karbohidrat, dan lemak yang dilakukan oleh enzim yang dihasilkan
mikrobia, menjadi senyawa yang lebih sederhana yang mempengaruhi aroma, cita rasa,
dan komposisi kecap. Untuk cara hidrolisis pada dasarnya terjadi penguraian protein
dengan asam sehingga dihasilkan peptida dan asam amino. Cara kombinasi pada
pembuatan kecap dilakukan dengan menggabungkan kedua cara di atas, yaitu diawali

58
dengan hidrolisis sebagian protein oleh asam dan dilanjutkan dengan proses fermentasi
(Santoso, 2005).
2. Kajian Pustaka
Kedelai
Kacang kedelai termasuk dalam kelas Dicotyledoneae, ordo rosales, famili
Leguminosae, dan genus Glycine. Kacang ini menjadi salah satu tanaman polong-
polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti tahu dan
tempe. Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak
3500 tahun yang lalu di Asia Timur.Kedelai putih diperkenalkan ke Nusantara oleh
pendatang dari Cina sejak maraknya perdagangan dengan Tiongkok, sementara kedelai
hitam sudah dikenal lama oleh penduduk setempat.Kedelai merupakan sumber utama
protein nabati dan minyak nabati dunia
Di Indonesia, kedelai menjadi sumber gizi protein nabati utama, meskipun
Indonesia harus mengimpor sebagian besar kebutuhan kedelai. Ini terjadi karena
kebutuhan Indonesia yang tinggi akan kedelai putih. Kedelai putih bukan asli tanaman
tropis sehingga hasilnya selalu lebih rendah daripada di Jepang dan Cina.Pemuliaan
serta domestikasi belum berhasil sepenuhnya mengubah sifat fotosensitif kedelai putih.
Di sisi lain, kedelai hitam yang tidak fotosensitif kurang mendapat perhatian dalam
pemuliaan meskipun dari segi adaptasi lebih cocok bagi Indonesia . Kedelai merupakan
pangan sumber protein nabati yang sangat strategis dan prospektif karena sebagai bahan
baku tahu dan tempe yang sangat disukai oleh masyarakat Indonesia. Pemikiran yang
melatarbelakangi tulisan ini adalah bahwa areal panen kedelai sejak tahun 1992 terus
menurun tajam hingga sepertiganya tahun 2013, sehingga produksi juga menurun
seiring dengan penurunan areal panen, padahal di tingkat dunia areal panen dan
produksi terus meningkat . Di sisi lain, permintaan kedelai nasional terus meningkat
sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan berkembangnya industri pangan berbahan
baku kedelai. Kondisi tersebut telah menyebabkan Indonesia makin tergantung pada
impor yang terus meningkat(Swastika , 2015)
Kecap
Kecap adalah bumbu dapur atau penyedap makanan yang berupa cairan
berwarna hitam yang rasanya manis atau asin. Bahan dasar kecap adalah kedelai atau
kedelai.Kecap kedelai dibuat menggunakan kacang kedelai yang dicampurkan dengan
terigu, garam, air, dan mikroba seperti Aspergillus oryzae atau Aspergillus zozae.
Kecap kedelai dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu kecap Jepang dan kecap Cina. Kecap
jepang menggunakan kedelai dan terigu dalam porsi yang sama, selanjutnya kecap
Jepang dibedakan lagi menjadi shoyu koikuchi, shoyu usukuchi, dan shoyu saishikomi
dimana perbedaannya terletak pada proses produksi dan karakteristik khasnya (dalam
hal warna, aroma, dan viskositas). Sedangkan kecap kedelai Cina biasanya dibuat
dengan sedikit sekali bahkan tanpa kandungan terigu sebagai bahan bakunya. Salah satu
ciri khas kecap kedelai khas Indonesia yang berbeda dengan negara lainnya adalah
kecap kedelai manis. Berdasarkan kategori pangan (2006), kecap kedelai manis adalah
produk cair yang diperoleh dari hasil fermentasi kacang kedelai (Glycine max L.) dan
gula, gula merah, dengan atau tanpa proses karamelisasi dengan atau tanpa penambahan
bahan lain, dengan karakteristik dasar total gula tidak kurang dari 40%. Berdasarkan
SNI 3543:2013 bagian 1, kecap kedelai manis didefinisikan sebagai produk berbentuk
cair yang dibuat dari cairan hasil fermentasi kedelai atau bungkil kedelai ditambah gula
dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang
diizinkan. (Meutia, 2016).

59
3. Pembahasan
Kecap kedelai dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu kecap Jepang dan kecap Cina.
Kecap jepang menggunakan kedelai dan terigu dalam porsi yang sama, selanjutnya
kecap Jepang dibedakan lagi menjadi shoyu koikuchi, shoyu usukuchi, dan shoyu
saishikomi dimana perbedaannya terletak pada proses produksi dan karakteristik
khasnya (dalam hal warna, aroma, dan viskositas). Sedangkan kecap kedelai Cina
biasanya dibuat dengan sedikit sekali bahkan tanpa kandungan terigu sebagai bahan
bakunya (Lioe, 2014). Di Indonesia telah dilakukan penelitian tentang pembuatan
kecap dari sumber non kedelai seperti asal koro pedang (Astuti, 2012), kacang gude
(Andriana, 2014) dan lamtoro gung (Rahayu, 2005) hingga ke tahap pembuatan
moromi.
Salah satu ciri khas kecap kedelai khas Indonesia yang berbeda dengan negara
lainnya adalah kecap kedelai manis. Berdasarkan kategori pangan (2006), kecap kedelai
manis adalah produk cair yang diperoleh dari hasil fermentasi kacang kedelai (Glycine
max L.) dan gula, gula merah, dengan atau tanpa proses karamelisasi dengan atau tanpa
penambahan bahan lain, dengan karakteristik dasar total gula tidak kurang dari 40%.
Berdasarkan SNI 3543:2013 bagian 1, kecap kedelai manis didefinisikan sebagai
produk berbentuk cair yang dibuat dari cairan hasil fermentasi kedelai atau bungkil
kedelai ditambah gula dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan
tambahan pangan yang diizinkan.
Pembuatan Kecap Kedelai
1. Pencucian dan perendaman Perebusan
2. Pencucian dan Penirisan/Pendinginan
3. Penjamuran/peragian Ragi/jamur
4. Penggaraman/fermentasi
5. Pemasakan I
6. Penyaringan I
7. Penambahan Filtrat
8. Penambahan gula/bumbu
9. Penyaringan II
10. Pemasakan II
Sebagian besar proses produksi kecap termasuk dalam kategori industri
pengolahan kedelai tradisional. Istilah tradisional di sini digunakan untuk menunjukkan
bahwa tipe dan metode pengolahannya sudah dipraktekkan berabad-abad lamanya dan
diwariskan secara turun-temurun kepada generasi berikutnya. Di Indonesia, umumnya
kecap diproduksi dengan cara fermentasi tradisional dalam skala industri kecil dengan
menggunakan peralatan yang sederhana. Seiring dengan semakin berkembangnya
teknologi, saat ini telah banyak terdapat industri yang mengolah kecap dalam skala
industri besar yang menggunakan peralatan yang modern (Anggono, 1993).
Proses fermentasi kecap terdiri dari 2 tahap, yaitu fermentasi padat (fermentasi
koji/tempe) dan fermentasi cair (fermentasi moromi). Kapang yang digunakan dalam
fermentasi padat, adalah Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. (Rahayu dkk., 1993).
Fermentasi padat memerlukan waktu selama 3-5 hari. Hasil fermentasi padat disebut
koji jika menggunakan Aspergillus sp., tetapi disebut tempe jika menggunakan

60
Rhizopus sp. Selanjutnya, koji dikeringkan, kemudian direndam dalam air garam 20-
30%. Proses perendaman koji dalam air garam disebut fermentasi moromi. Mikroba
yang berperan dalam fermentasi moromi, adalah mikroba tahan garam seperti
Hansenula sp., Zygosaccharomeces sp., dan Lactobacillus sp. (Rahayu, 1985).
Fermentasi moromi memerlukan waktu selama 14-28 hari. Cairan hasil fermentasi
moromi disebut moromi. Selanjutnya moromi ditambah dengan rempahrempah dan
dikentalkan sehingga diperoleh kecap. Ampas dari fermentasi moromi dapat digunakan
sebagai pakan ternak.
Pada fermentasi jamur (koji) maupun fermentasi dalam larutan garam (moromi)
terjadi perubahan-perubahan biokimiawi oleh aktifitas enzim yang dihasilkan oleh
mikroba. Pada fermentasi jamur (koji), mikroba yang dominan adalah Aspergillus
soyae menghasilkan enzim protease yang dapat menghidrolisis komponenkomponen
protein dalam biji kedelai.
4. Kesimpulan
Kecap kedelai manis merupakan produk pencitarasa khas Indonesia yang
umumnya dibuat melalui proses fermentasi tradisional. Kandungan protein merupakan
parameter kualitas kecap manis, dimana pada SNI 3543:2013 kadar protein kecap
kedelai manis adalah 1%. Besar kadar protein tersebut disesuaikan dengan kemampuan
produsen kecap kedelai manis di Indonesia serta dengan justifikasi bahwa kecap manis
tidak digunakan sebagai pangan utama pada konsumsi seharihari melainkan hanya
merupakan bagian dari bumbu atau pencita rasa. Besar kadar gula pada kecap kedelai
manis sebesar minimal 30% ditetapkan sebagai pembeda antara kecap kedelai manis
dan kecap kedelai asin yang dibuat tanpa penambahan gula. Kecap kedelai manis yang
ditambahkan dengan gula dan rempah-rempah pada proses pembuatannya juga
merupakan pencita rasa khas Indonesia.
5. Daftar Pustaka
Wibowo, L. K. (2018). IDENTIFIKASI KAPANG DAN KHAMIR PADA TAHAPAN
PEMBUATAN KECAP (Doctoral dissertation, UAJY).
Meutia, Y. R. (2016). Standardisasi Produk Kecap Kedelai Manis Sebagai Produk Khas
Indonesia. Jurnal Standardisasi, 17(2), 147-156.
Maryani, Rina. (2007). Analisis Permintaan dan Penawaran Industri Kecap di
Indonesia. SKRIPSI. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rahayu, A., Suranto, P. Tjahjadi. (2005). Analisis Karbohidrat, Protein, dan Lemak
pada Pembuatan Kecap Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala) Terfermentasi
Aspergillus oryzae. Bioteknologi Vol 2: 14 – 20.
Andriana, D. (2014). Pengaruh substitusi Kacang Gude (Cajanus cajan) Terhadap
Kadar Protein dan Daya Terima Kecap Kedelai. Unnes Journal of Public Health
3 (3) : 1-8
Astuti, B.B. (2012). Karakteristik Moromi yang Dihasilkan dari Fermentasi Moromi
Kecap Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.) Pada Kondisi Fermentasi yang
Berbeda.

61
Rahayu, E.S., R. Indrati, T. Utami, E. Harmayani, dan M.N. Cahyanto. (1993). Bahan
Pangan Hasil Fermentasi. PAU Pangan & Gizi, Yogyakarta.
Anggono, Y. (1993). Analisis Agroindustri Kecap.Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Yuniarsih, D., 2017. Pengaruh cekaman air terhadap kandungan protein kacang kedelai.
In Prossiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi. Jurusan
Pendidikan Biologi. Fakultas MIPA. Univrsitas Negeri Yogyakarta.
Yogyakarta.
Aritonang, B. and Silalahi, Y., 2016. Penetapan kadar natrium benzoat pada kecap
manis yang tidak bermerek secara alkalimetri. Jurnal Farmanesia, 3(1), pp.35-
36.
Swastika, D.K.S., 2015. Kinerja produksi dan konsumsi serta prospek pencapaian
swasembada kedelai di Indonesia.

62

Anda mungkin juga menyukai