Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH AGAMA KRISTEN

MEMBIARA DALAM PANDANGAN AGAMA


KRISTEN

Dosen Pengajar

Pdt.Bernad Sitorus,S.Th,M.Th.

Mahasiswa

Theresia Shanria Masniarta Sinaga Simanjorang

222320040

Agribisnis-A

Universitas Methodist Indonesia

Fakultas Pertanian

Medan

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat tuhan yang maha kuasa atas berkat
dan karunia-nya saya dapat menyelesaikan makalah saya dengan tepat
pada wakunya.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah agama kristen agar dapat memahami tentang
biarawati .

Saya menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini jauh dari kata
sempurna ,hal ini di sebabkan keterbatasan pengetahuan dan sumber
informasi.Maka dari itu saya mengharapkan saran dan kritikan dari
bapak dosen agar menjadi panduan dalam penyusunan makalah saya
berikutnya.

Medan,30 november 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................2
PENDAHULUAN..............................................................................................2
A. Latar Belakang masalah..........................................................................2
B. Rumusan Masalah...................................................................................5
C. Tujuan Makalah......................................................................................6
D. Manfaat Makalah....................................................................................7
BAB II..............................................................................................................8
PEMBAHASAN................................................................................................8
A. Membiara................................................................................................8
2.1.Pengertian Membiara Secara Umum....................................................8
2.2. Pengertian Membiara Menurut Pandangan Kristen..............................9
2.3.Faktor Yang Mempengaruhi Seseorang Untuk Membiara..................11
2.4. Tempat Membiara Yang Terkenal Di Indonesia................................16
2.5.Membiara Dalam Kehidupan Agama Kristen.....................................17
BAB III............................................................................................................20
PENUTUP........................................................................................................20
A. KESIMPULAN....................................................................................20
B. SARAN................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................22

iii
1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah

Agama merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia


sehingga agama dan manusia adalah dua hal yang tidak dapat di
pisahkan.seiring dengan berjalan nya waktu,manusia tetap dan pasti
membutuhkan agama.Nilai-nilai keagamaan akan mempengaruhi setiap
pemeluknya dari segi pemahaman maupun praktek keagamaanya.dari
segi pemahaman akan mempengaruhi sudut pandang seseorang,dan dari
praktek keagamaannya akan berpengaruh terhadap tingkah laku yang di
lakukan seseorang.

Manusia adalah makhluk hidup yang tidak bias hidup sendiri


(makhluk social),maka selain membutuhkan kebutuhan primer dan
sekunder maka ia juga pasti membutuhkan kebutuhan yang lain seperti
agama untuk kebutuhan rohaninya.Maka ia di sebut sebagai mahluk
beragama (Homo religious ).1sebagai bentuk keyakinan manusia
terhadap sesuatu yang bersifat rohani,ternyata agama bersifat menyertai
manusia dalam lingkup kehidupan yang luas. Dengan begitu,agama
secara psikologis memiliki fungsi sebagai motivasi instrinsik dan
ekstrinsik.Motivasi yang mendorong dalam keyakinan keberagaman di
nilai mempunyai kekuatan yang sangat mengagumkan dan sulit di
tandingi secara doktrin ataupun ideologi-ideologi yang memiliki sifat
profane.Maka agama memang sangat unik sehingga sulit untuk
mendefenisikannya secara tepat dan memuaskan hati.

1
Ramayulis,Psikologi Agama(Jakarta,Kalam Mulia 2004)h.46

2
Memeluk suatu agama, adalah sebuah hak bagi setiap orang dalam
memilih agamanya.Baik memilih salah satu agama ataupun tidak
memilih agama sekalipun.Di Negara kita Indonesia terdapat 6 agama

resmi, diantaranya Agama Kristen Katolik, Agama Kristen Protestan,


Agama Islam, Agama Hindu, Agama Budha, Agama
Konghucu.Kebebasan memilih ini tercantum didalam konstitusi Negara
yaitu dalam undang-undang dasar 1945 pasal 28E ayat 2 dan pasal 29
ayat 1 dan 2. Demikian kebebasan beragama diatur agar tidak ada unsur
paksaan dalam setiap agama khususnya bagi para pemeluknya.Karena
apabila seseorang menganut agama dengan adanya paksaan dank arena
keinginan pribadi maka hasilnya sudah bias di simpulkan berbeda.
Seorang yang memutuskan untuk hidup membiara tentu saja karena
adanya factor dorongan dari dalam dirinya sendiri tanpa paksaan dari
orang lain.

Hidup membiara berarti memfokuskan diri pada ketaatan beragama


dengan adanya keterikatan biarawati terhadap kaul-kaul yang dijalani
dan dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa alasan
seseorang untuk menjadi biarawati,salah satunya adalah karena adanya
panggilan dari Tuhan, seperti yang tercantum dalam alkitab Lukas 14:25-
27 “kalau orang tidak membenci bapaknya, ibunya,istrinya.... Ia tidak
dapat menjadi pengikut Kristus.” Maksud dari kutipan tersebut bertujuan
untuk menekankan pentingnya kasih Yesus di atas segala-
galanya,bahkan di atas kasih kepada keluarga. Jadi, kata “membenci”
harus diartikan“lebih mengasihi”. Ayat tersebut berlaku untuk seseorang
yang mendapat panggilan dari Tuhan untuk menjadi seorang biarawati.2

Di Indonesia para biarawati disebut dengan panggilan suster,


biasanya bekerja dalam bidang pendidikan formal atau non-formal,
kesehatan, pelayanan sosial di lingkungan gereja maupun masyarakat.
Ada pula suster yang bekerja pada pelayanan religius melalui doa,

2
Pidyanto Gunawan, Umat Bertanya Romo Pid Menjawab (Yogyakarta: Kanisius, 2000),
h. 93.

3
biasanya dalam gereja Katolik disebut biara suster kontemplatif.
Sebelum memutuskan untuk hidup membiara para biarawati melalui
beberapa tahapan proses dan telah mengucap tiga kaul, yaitu
kemurnian,kemiskinan, dan ketaatan.3

Kemudian para biarawati harus siap dalam hidup miskin, artinya


melepaskan semua yang bersifat duniawi seperti harta,karier dan lain
sebagainya. Miskin juga diartikan sebagai menyediakan sesuatu untuk
orang lain, seperti waktu, tenaga kemampuan, dan lain
sebagainya.Kemiskinan ini lebih mengarah kepada sikap mengabdi
kepada sesama. Artinya,para biarawati diharuskan untuk mementingkan
kepentingan masyarakat terlebih dahulu dibandingkan mementingkan
kepentingan pribadinya.

Hidup para kaum biarawati ini tidak menetap, artinya tidak hanya
tinggal di dalam satu biara saja tetapi dapat berpindah-pindah sesuai
dengan tempat mereka dipindahtugaskan.Begitupun dengan gereja
tempat mereka beribadah, tidak hanya beribadah di dalam satu gereja
saja tetapi bisa berpindah-pindah. Hal tersebut tidak menjadi masalah
karena biarawati merupakan bagian dari gereja itu sendiri, walaupun
mereka tetap terdaftar di gereja tempat mereka berasal.

Para biarawati harus menjalankan kaul kemurnian yaitu tidak boleh


menikah tetapi bukan berarti menutup diri dengan orang lain. Tidak
menikah diartikan sebagai yang tidak mengikatkan diri dan hidup pada
cinta yang tertutup atau kepada orang tertentu,yang nantinya diharapkan
dapat membuka diri dan kehidupan sebagai jawaban cintanya kepada
Allah dan sesame.

Selain itu juga mereka harus bisa menjaga kesetiaan pada satu
kelompok atau dengan pemimpin kelompok, tidak boleh untuk menang
sendiri, atau ingin lebih segalanya dari yang lain, karena semata-mata

3
L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis Dewasa (Yogyakarta: Kanisius, 1999), h. 95.

4
ketaatan ini dalam arti mencari kehendak dari Allah secara bersama-
sama dengan anggota kelompok yang lainnya.4

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang di paparkan dalam latar belakang masalah
di atas,membiara merupakan bentuk penyerahan diri kepada Tuhan
Yesus Kristus,tanpa ada unsur paksaan melainkan dengan panggilan hati
nurani. bukan karena seseorang pandai, hebat dan pantas, namun karena
Tuhan lebih dahulu mencintai dan memanggil kita, sehingga kita
mempersembahkan hidup kepada Tuhan agar kita dilibatkan dalam karya
kasih bagi umat manusia.

Seperti pada judul penelitian yaitu : “Membiara Dalam Pandangan


Agama Kristen “Hidup membiara adalah memfokuskan diri pada
ketaatan beragama dengan adanya keterikatan biarawati terhadap kaul-
kaul yang dijalani dan dihayati dalam kehidupan sehari-hari. seorang
biarawati harus mau hidup meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi. 5

Sebelum memutuskan untuk hidup membiara para biarawati melalui


beberapa tahapan proses dan telah mengucap tiga kaul, yaitu
kemurnian,kemiskinan, dan ketaatan. Maka intisari hidup membiara
adalah kesatuan erat dengan Kristus. Hal ini dijalani dengan cara
menghidupi ketiga kaul tadi. Hidup membiara adalah panggilan Tuhan.
Hidup membiara adalah suatu rahmat dan pemberian secara cuma-cuma.
Maka intisari hidup membiara adalah kesatuan erat dengan Kristus. Hal
ini dijalani dengan cara menghidupi ketiga kaul tadi. Hidup membiara
adalah panggilan Tuhan.

Seorang biarawan perlu mengusahakan persatuan yang erat dengan


Kristus dan menerima pola hidup Kristus secara radikal sampai ke akar-
akarnya bagi dirinya sendiri. Inti hidup membiara didasarkan pada cinta
Allah sendiri. Demi cinta-Nya kepada manusia, Allah mengutus Putra-
Nya ke dunia untuk mewartakan, menjadi saksi, dan melaksanakan karya

4
L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis, (Yogyakarta: Kanisius, 1999), h. 95.
5
Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 48.

5
keselamatan-Nya bagi manusia. Yesus menjalankan tugas perutusan-Nya
secara sempurna dan radikal dengan menyerahkan diri secara total
kepada Bapa-Nya, memiliki dan menggunakan harta benda hanya sejauh
diperlukan untuk melaksanakan karya-Nya, dan taat kepada Bapa-Nya
sampai wafat di kayu salib.

Tentunya tidak mudah bagi seorang biarawati menjalani


kehidupannya sehari-hari.Uraian singkat ini dapat di simpulkan bahwa
seorang biarawati harus memiliki prinsip dan tujuan hidup tersendiri
yang harus di raih dalam menjalani hidupnya berdasarkan penghayatan
masing-masing.berdasarkan permasalahan ini,peniliti ingin mengetahui
tentang :

1. Apa itu membiara ?


2. Factor –faktor apa saja yang mempengaruhi seseorang untuk
membiara ?
3. Mengetahui tempat membiara yang terkenal di Indonesia ?
4. Mengetahui membiara dalam kehidupan Kristen ?

C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini ialah untuk
menjelaskan,menyampaikan dan memaparkan kepada pembaca
mengenai membiara dalam pandangan agama Kristen. 6

Mengenai pengertian biarawati merupakan seseorang yang


menyerahkan hidupnya kepada Tuhan Yesus Kristus dan menjauhi hal-
hal duniawi .Menjadi biarawati merupakan panggilan dari Tuhan melalui
hati nurani tanpa ada unsur paksaan melainkan karena adanya kemauan
dari diri sendiri.Sehingga di buatnya makalah ini,agar pembaca dapat
mengerti apa itu membiara,apa itu biarawati dan membiara dalam
kehidupan agama Kristen.

6
L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis Dewasa (Yogyakarta: Kanisius, 1999), h. 95.

6
D. Manfaat Makalah
Makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat atau pembaca untuk
pengembangan ilmu pengetahuan agama Kristen .

Makalah ini dapat di jadikan untuk menambah mindset dan


pemikiran tentang biarawati dan membiara.7

7
Pidyanto Gunawan, Umat Bertanya Romo Pid Menjawab (Yogyakarta: Kanisius, 2000),
h. 93.

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Membiara

2.1.Pengertian Membiara Secara Umum


Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai banyak kebutuhan,
termasuk salah satunya yaitu kebutuhan dalam beragama.Agama
merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia sehingga agama
dan manusia adalah dua hal yang tidak dapat di pisahkan.
Manusia adalah makhluk hidup yang tidak bias hidup sendiri
(makhluk social),maka selain membutuhkan kebutuhan primer dan
sekunder maka ia juga pasti membutuhkan kebutuhan yang lain seperti
agama untuk kebutuhan rohaninya.Maka ia di sebut sebagai mahluk
beragama (Homo religious ).8
Hidup membiara adalah memfokuskan diri pada ketaatan beragama
dengan adanya keterikatan biarawati terhadap kaul-kaul yang dijalani
dan dihayati dalam kehidupan sehari-hari. seorang biarawati harus mau
hidup meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi.9
Seorang biarawan perlu mengusahakan persatuan yang erat dengan
Kristus dan menerima pola hidup Kristus secara radikal sampai ke akar-
akarnya bagi dirinya sendiri. Inti hidup membiara didasarkan pada cinta
Allah sendiri. Demi cinta-Nya kepada manusia, Allah mengutus Putra-
Nya ke dunia untuk mewartakan, menjadi saksi, dan melaksanakan karya
keselamatan-Nya bagi manusia.
Yesus menjalankan tugas perutusan-Nya secara sempurna dan radikal
dengan menyerahkan diri secara total kepada Bapa-Nya, memiliki dan
menggunakan harta benda hanya sejauh diperlukan untuk melaksanakan
karya-Nya, dan taat kepada Bapa-Nya sampai wafat di kayu salib.
8
Ramayulis,Psikologi Agama(Jakarta,Kalam Mulia 2004)h.46
9
Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 48.

8
2.2. Pengertian Membiara Menurut Pandangan Kristen
Pernah mendengar istilah membiara atau lebih spesifiknya
biarawati? Biarawati adalah seorang perempuan yang secara sukarela
meninggalkan kehidupan duniawinya dan menfokuskan hidupnya untuk
kehidupan agama di suatu biara atau tempat ibadah.
Orang beriman Katolik dipanggil secara khusus untuk hidup
membiara, ada yang disebut dengan biarawan dan biarawati. Biarawan
dan biarawati berasal dari kata biara dengan akhiran -wan yang berarti
laki-laki dan -wati yang berarti perempuan. Mereka memfokuskan
hidupnya untuk kehidupan agama di suatu biara atau tempat ibadah.10
Hidup membiara berarti bersedia untuk meninggalkan kehidupan
yang bersifat dunia dan memfokuskan dirinya dalam kehidupan
beragama untuk lebih mendekatkan diri dengan Allah dan mendapat
cinta kasih Allah. Di Indonesia sendiri biasanya biarawan disebut dengan
sebutan “bruder” sedangkan biarawati disebut dengan sebutan “suster”.
Mereka hidup di dalam suatu biara dengan menaati segala peraturan
yang ada dan tidak boleh melanggar peraturan tersebut.Apabila di antara
mereka melanggar peraturan yang ada maka akan dikenakan sanki-sanksi
tertentu.
Di dalam agama terdapat nilai-nilai keagamaan yang dianggap
penting untuk dikembangkan dan dibina secara khusus oleh komunitas-
konumitas kecil untuk kepentingan anggota-anggotanya kemudian untuk
kepentingan umat manusia. Seperti dalam Katolik terdapat nilai hidup
kontemplasi, nilai ketaatan,kemurnian (selibat), kemiskinan rohani, nilai
kasih dan pengorbanan kepada sesama yang dipraktekan oleh pendiri
dalam tarekat atau kongregasi religius.11
Meditasi adalah cara berdoa dengan masuk dalam suasana
hening/diam.Meditasi dilakukan setengah jam sampai satu jam. Dalam
suasana hening atau diam; dengan diinspirasikan oleh bacaan suci dari
Kitab Suci (Alkitab), kami mencari dan menemukan “apa yang Tuhan
10
L, Prasetya, Pr, Panduan Menjadi Katolik (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 67.
11
D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), h. 113-115.

9
inginkan dari saya untuk saya kerjakan hari ini demi sesama, demi kabar
gembira atau sukacita, demi terwujudnya suasana damai di lingkungan
kerja, di komunitas dan siapa saja saya jumpai hari ini”.
Menjadi seorang biarawati bukanlah hal yang mudah. Sebelumnya
mereka harus mendapatkan surat rekomendasi dari gereja dan surat
rekomendasi dari orangtua serta harus melewati lima tahapan proses.
Yaitu masa aspiran, masa postulat, masa novisiat, masa yuniorat, dan
kaul kekal.12
Mereka yang sudah mengucapkan kaul kekal tidak bisa dengan
mudah untuk mengundurkan diri menjadi seorang biarawati. Hal tersebut
dikarenakan mereka yang menjadi para suster sudah tercatat
diKeuskupan Roma. Lain halnya jika seorang sedang mengikuti tahapan
proses menjadi seorang biarawati yang sudah mengucapkan kaul
sementara atau pada masa yuniorat bisa saja mengundurkan diri menjadi
biarawati. Tetapi perlu mengikuti tahapan proses untuk mengundurkan
diri.
Seorang suster yang ingin mengundurkan diri biasanya diberikan
waktu untuk berpikir kembali atas keputusannya tersebut. Mereka
diarahkan untuk berdoa dan menyerahkan kembali semuanya pada
Tuhan.13Seorang suster yang sudah remi keluar akan diantar dengan
pimpinan kongregasi untuk pulang ke rumah dan diserahkan kepada
kedua orang tuanya atau sanak saudaranya, serta diberikan penjelasan
mengenai alasannya mengundurkan diri menjadi biarawati. 14Selain
dengan berdoa dan melakukan retret pribadi, seorang biarawati juga
perlu memiliki konsistensi pengamalan menjadi seorang biarawati agar
tidak dengan mudah memiliki keinginan untuk mengundurkan diri.
Hidup membiara merupakan hidup yang sangat istimewa untuk
membebaskan hati manusia untuk selalu mencintai Allah dan semua
orang.Pilihan hidup membiara merupakan suatu yang istimewa karena
dapat membaktikan hidupnya bagi Allah dan kerasulan Gereja.Hidup
12
L, Prasetya, Pr, Panduan Menjadi Katolik (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 69.
13
D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), h. 120.
14
L, Prasetya, Pr, Panduan Menjadi Katolik (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 72.

10
membiara berarti setia pada tiga kaul yang sudah diikrarkan, yaitu kaul
kemurnian, kaul kemiskinan,dan kaul ketaatan. Pada zaman modern ini
banyak tantangan yang harus dihadapi oleh seorang yang hidup
membiara, khususnya para biarawati.
Hidup membiara berarti status hidup tidak menikah yang kadang
dipandang tidak sesuai dengan kodrat alam, karena pada kodratnya
manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan untuk saling
mencintai dan membangun keluarga. Jadi apakah hidup tidak menikah
merupakan pelanggaran atas kodrat itu? Tentunya tidak juga.
Karena hidup selibat dalam biara juga memiliki nilai kodrati atau
luhur. Maka dimungkinkan orang tidak menikah atas kemauannya
sendiri demi Kerajaan Allah (Matius 19:12). Hal ini mau mengatakan
bahwa kita perlu memandang secara wajar mereka yang hidup selibat
atau membiara. Itulah keutamaan hidup mereka yang harus kita hormati
pula.

2.3.Faktor Yang Mempengaruhi Seseorang Untuk Membiara


Biarawati tidak termasuk herarki, bukan jabatan gerejawi, tetapi
biarawati merupakan corak kehidupan. Meski bukan fungsi gerejawi,
keberadaan para biarawati tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan
kesucian gereja. Sebab, hidup membiara berkembang dari kehidupan
gereja sendiri, bahkan dari nasihat-nasihat Injil pada sabda dan teladan
Tuhan. Status hidup religus bukan pemisah antara hidup orang beriman
dan orang awam. Perbedaan awam dan biarawati adalah soal corak
kehidupan, khususnya kehidupan di mana orang dengan kaul atau ikatan
suci lainnya mewajibkan diri untuk hidup menurut tiga nasihat Injil,
yaitu hidup selibat (kemurnian), kemiskinan, dan ketaatan.15 Menjadi
seorang biarawati bukanlah hal yang mudah.Sebelumnya mereka harus
mendapatkan surat rekomendasi dari gereja dan surat rekomendasi dari
orangtua serta harus melewati lima tahapan proses. Yaitu masa aspiran,
masa postulat, masa novisiat, masa yuniorat, dan kaul kekal. Sebelum

15
AG. Hardjana, dkk, Mengikuti Yesus Kristus, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 39.

11
memutuskan menjadi seorang biarawati mereka tentu saja memiliki
motivasi dan banyak faktor, baik pendukung maupun penghambat.
Kristiani yang mempunyai martabat yang sama sebagai umat Allah
dan tugas perutusan yang sama di dunia, yaitu membangun Tubuh
Kristus atau Gereja. Setiap komponen gereja memiliki fungsinya masing-
masing dan harus melakukan kerja sama di antara keduanya. Seorang
biarawati dengan kaul-kaulnya mengarahkan umat Allah pada dunia
yang akan datang (eskatologis), hierarki berperan memelihara
keseimbangan dan persaudaraan di antara sekian banyak tugas
pelayanan.Sedangkan para awam bertugas dalam tata dunia, menjadi
Rasul dalam keluarga dan masyarakat.16
Manjadi seorang biarawati bukanlah sesuatu yang dipaksakan
melainkan mereka yang terpanggil untuk hidup bersama setia pada
Tuhan. Dengan menjalankan tiga kaul yang sudah diucapkan, yaitu kaul
kemurnian, kaul kemiskinan dan kaul ketaatan. Mereka yang sudah
mengucapkan kaul kekal tidak bisa dengan mudah untuk mengundurkan
diri menjadi seorang biarawati. Hal tersebut dikarenakan mereka yang
menjadi para suster sudah tercatat di Keuskupan Roma.
Lain halnya jika seorang sedang mengikuti tahapan proses
menjadi seorang biarawati yang sudah mengucapkan kaul sementara atau
pada masa juniorbisa saja mengundurkan diri menjadi biarawati, Tetapi
perlu mengikuti tahapan proses untuk mengundurkan diri.
Keputusan untuk mengundurkan diri menjadi seorang suster
tergantung dari diri pribadi masing-masing. Tetapi perlu diingat kembali
bahwa seorang suster sudah mempunyai perjanjian dengan Tuhan untuk
selalu setia. Namun jika memang keputusan untuk mengundurkan diri
adalah jalan yang terbaik, maka tidak bisa dipaksakan karena hidup
membiara bukanlah suatu hal yang dipaksakan dan harus dijalani dengan
ketulusan hati.
Biasanya seorang yang mempunyai niat untuk mengundurkan diri
dikarenakan emosinya sedang tidak stabil atau karena beberapa faktor

16
L. Prasetya, Pr, Menjadi Katekis, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 23.

12
yang membuatnya ingin hidup bebas. Seorang suster yang ingin
mengundurkan diri biasanya diberikan waktu untuk berpikir kembali atas
keputusannya tersebut. Mereka diarahkan untuk berdoa dan
menyerahkan kembali semuanya pada Tuhan.17
Seorang suster yang sudah yakin dengan keputusannya untuk
mengundurkan diri maka diwajibkan mengikuti beberapa tahapan proses
sebagai berikut: melapor pada pimpinan komunitas, kemudian
menyampaikannya kepimpinan komunitas dan pimpinan kongregasi
hingga sampai pada pimpinan Keuskupan di Roma dengan membuat
surat pernyataan mengundurkan diri.Harus ada pernyataan hitam di atas
putih sebagai bukti bahwa dirinya memang benar-benar ingin
mengundurkan diri.
Setelah mendapatkan surat persetujuan dari Keuskupan di Roma
barulah seorang suster tersebut dinyatakan resmi telah keluar menjadi
seorang biarawati. Jika sudah dinyatakan resmi keluar, segala atribut
yang dikenakan harus dikembalikan lagi kepada kongregasi termasuk
jubah,cincin, salib dan lain sebagainya.
Seorang suster yang sudah remi keluar akan diantar dengan
pimpinan kongregasi untuk pulang ke rumah dan diserahkan kepada
kedua orang tuanya atau sanak saudaranya, serta diberikan penjelasan
mengenai alasannya mengundurkan diri menjadi biarawati.18Ciri-ciri
membiara , yaitu :
I. Melakukan pekerjaan dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan
karena bagi mereka seluruh pekerjaan yang dilakukan dapat
dirasakan oleh diri sendiri dan juga oleh sesama, semata-mata hanya
demi kemuliaan Tuhan.
II. Harus bisa menyeimbangkan antara hidup duniawi dengan
hidup rohani apapun yang dilakukan oleh seorang yang hidup
membiara kembali kepada Tuhan.

17
AG. Hardjana, dkk, Mengikuti Yesus Kristus, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 35.

18
AG. Hardjana, dkk, Mengikuti Yesus Kristus, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 35

13
III. Menolong orang miskin atau menolong orang yang
membutuhkan pertolongan tanpa memandang kasta dan tanpa
mengharapkan imbalan.
IV. Berdoa untuk sesame dalam hal apa pun, seperti mendoakan
orang sakit hingga orang tersebut sembuh dari sakitnya.19

Beberapa factor yang mempengaruhi seseorang untuk membiara adalah :

1. Adanya panggilan melalui hati nurani bukan karena paksaan.


2. Setia pada tiga kaul yang sudah diikrarkan, yaitu kaul
kemurnian, kaul kemiskinan,dan kaul ketaatan.
3. Terpanggilnya hati untuk lebih memfokuskan diri kepada

Tuhan daripada ke hal duniawi. Oleh karenanya, kehidupan


membiara harus terus mengikuti perkembangan zaman yang
ada, agar nilai-nilai yang terdapat di dalamnya tidak hilang
begitu saja.
4. Adanya hati untuk melayani 20

Kehidupan membiara masih relevan karena memberi kesaksian


tentang kesetiaan pada janji yang diucapkan di hadapan Tuhan, di mana
pada zaman ini banyak orang dan keluarga-keluarga mereka berpikir
bahwa “selingkuh adalah hal yang sudah biasa”. Memberi kesaksian
bahwa kebahagiaan tidaklah ditentukan oleh materi. Kehidupan
membiara dengan fasilitas dan materi yang terbatas tetap membuat para
suster selalu bahagia.

Selain itu hidup bersama dalam keragaman suku, budaya dan latar
belakang keluarga membuat para suster mampu saling menghargai,
saling menghormati, dan hidup rukun serta saling melengkapi.Dengan
keberagaman dalam komunitas para suster mampu memberi kesaksian

19
Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 43.
20
Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 48.

14
pada masyarakat, terutama Indonesia, bahwa keberagaman bukan
halangan untuk menjadi bahagia dan saling mendukung.21

Kehidupan membiara pada masa kini dan masa yang akan datang akan
tetap relevan. Karena menjadi seorang biarawati dalam tarekat apa pun
selalu bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan
zaman. Terutama menyikapi setiap kemajuan, termasuk perkembangan
teknologi.Karena dengan mengikuti perkembangan zaman, karya
kerasulan tetap berkembang dengan baik.Alasan lainnya karena dengan
tidak menikah seumur hidup atau menjalani hidup selibat berarti para
biarawati dengan bebas dan terbuka untuk melayani sesame tanpa
hambatan, lewat karya kerasulan yang dipercaya kepada tarekat seperti
pendidikan, kesehatan dan social.

Relevansi kehidupan membiara sangat berpengaruh terhadap


perkembangan zaman. Dimana telah diketahui bahwasanya hidup
membiara ini berarti hidup yang lebih memfokuskan dirinya terhadap
kehidupan beriman daripada kehidupan duniawi. Oleh karenanya
kehidupan membiara harus terus mengikuti perkembangan zaman yang
ada, agar nilai-nilai yang terdapat di dalamnya tidak hilang begitu
saja.Hidup selibat pada zaman sekarang mengajarkan sebagai teladan
hidup murni demi Kerajaan Allah, menjadikan kesaksian tunggal bagi
kehadiran Allah.

Hidup membiara merupakan hidup yang sangat istimewa untuk


membebaskan hati manusia untuk selalu mencintai Allah dan semua
orang.Pilihan hidup membiara merupakan suatu yang istimewa karena
dapat membaktikan hidupnya bagi Allah dan kerasulan Gereja.Hidup
membiara bukanlah kenyataan dari akhir zaman atau hidup surgawi
sendiri, melainkan harapan serta iman akan hidup yang mengatasi
realitas hidup di dunia.

21
Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 43.

15
2.4. Tempat Membiara Yang Terkenal Di Indonesia
Biara adalah bangunan atau gugus bangunan yang digunakan sebagai
tempat tinggal sekaligus tempat kerja para biarawan atau biarawati,
Tempat khusus ini dapat berupa kapel, gereja, kuil, atau oratorium. Umat
Kristen Indonesia menggunakan istilah "biara" sebagai sebutan umum
bagi tempat tinggal biarawan atau biarawati. Dalam kebanyakan agama,
kehidupan di biara berjalan menurut aturan-aturan paguyuban yang
menentukan jenis kelamin para penghuni, dan mewajibkan mereka untuk
untuk tetap hidup selibat dengan sedikit atau tanpa harta-benda pribadi.22
Meskipun di Indonesia, tempat-tempat tinggal para anggota tarekat-
tarekat fakir sudah lumrah disebut biara, di negara-negara penutur
rumpun bahasa Romawi, tempat-tempat tinggal para frater disebut
conventus dalam bahasa Latin, convento dalam bahasa Italia, atau
couvent dalam bahasa Prancis, yang berarti "tempat berkumpul". Para
anggota tarekat Fransiskan kini jarang menyebut tempat tinggalnya
sebagai "biara", mereka justru lebih suka menggunakan istilah
"priorat".Berikut beberapa nama tempat membiara ,yaitu :
1. Gereja Katerdal Kristus Raja(jawa Tengah)
2. Gereja Katerdal Santo Fransiskus Xaverius(Maluku)
3. Gua Maria Sendang Sono(DI Yogyakarta)
4. Biara MSC Jawa Tengah
5. Susteran PBHK
6. Biara MSC Hati Kudus(Ambon,Maluku)
7. Gereja Katerdal Jakarta
8. Gereja Katolik Hati Kudus Yesus(Surabaya/Jawa Timur)
9. Gereja Katerdal Bogor(Jawa Barat)
10. Seminari Tinggi OMI23

22
L. Prasetya, Pr, Menjadi Katekis, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 18.

23
AG. Hardjana, dkk, Mengikuti Yesus Kristus, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 58

16
2.5.Membiara Dalam Kehidupan Agama Kristen
Arti hidup membiara Hidup membiara merupakan ungkapan hidup
manusia, yang menyadari bahwa hidupnya berada di hadirat Allah. Agar
hidup di hadirat Allah bisa diungkapkan secara padat dan menyeluruh,
orang melepaskan diri dari segala urusan membentuk hidup berkeluarga.
Melalui hidup membiara, umat manusia semakin menemukan dimensi
rohani dalam hidupnya. Hidup membiara menuntut suatu penyerahan diri
secara mutlak dan menyeluruh, nti hidup membiara didasarkan pada
cinta Allah sendiri. Demi cinta-nya kepada manusia, Allah mengutus
Putra-Nya ke dunia untuk mewartakan, menjadi saksi dan melaksanakan
karya keselamatan- Nya bagi manusia. Yesus menjalankan tugas
perutusan-nya secara sempurna dan radikal dengan menyerahkan diri
secara total kepada Bapa-Nya, memiliki dan menggunakan harta benda
hanya sejauh diperlukan untuk melaksanakan karya-nya, dan taat kepada
Bapa-Nya sampai wafat di kayu salib. Pola hidup semacam itulah yang
hendaknya dihayati oleh seorang biarawan dalam hidupnya, sebagai
tanda persatuannya dengan Kristus.

Makna Kaul Hidup Membiara Persatuan yang erat dan penyerahan


diri secara total serta menyeluruh dari orang yang hidup membiara
dilakukan dengan mengucapkan dan menghayati tiga kaul dalam
hidupnya, yaitu kaul keperawanan, kaul kemiskinan dan kaul ketaatan. 1.
Kaul kemiskinan Memiliki harta benda adalah hak setiap orang. Dengan
mengucapkan dan menghayati kaul kemiskinan, orang yang hidup
membiara melepaskan hak untuk memiliki harta benda tersebut. Ia
hendak menjadi seperti Kristus dengan sukarela melepaskan haknya
untuk memiliki harta benda.

Untuk dapat menghayati kaul kemiskinan dengan baik, diperlukan sikap


batin rela menjadi miskin seperti yang dituntut oleh Yesus dari murid-
murid- Nya (Luk 10:1-12, Mat 10:5-15). Sikap batin ini perlu
diungkapkan dalam bentuk nyata dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan
dengan pengungkapan atau perwujudan kaul kemiskinan, ada dua aspek
yang bisa ditemukan, yaitu aspek asketis (gaya hidup yang sederhana)

17
dan. aspek apostolis (karya kerasulan). Orang yang mengucapkan kaul
kemiskinan rela menyumbangkan bukan hanya harta bendanya demi
kerasulan, melainkan juga tenaga, waktu, keahlian, dan ketrampilan;
bahkan segala kemampuan dan seluruh kehidupan.

2. Kaul ketaatan Kemerdekaan atau kebebasan adalah milik manusia


yang sangat berharga. Segala usaha akan dilakukan orang untuk
memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaannya. Dengan kaul
ketaatan, orang memutuskan untuk taat seperti Kristus (Yoh 14:23-24;
Flp 2:7-8), melepaskan kemerdekaannya, dan taat kepada pembesar
(meletakkan kehendaknya di bawah kehendak pembesar) demi Kerajaan
Allah. Ketaatan religius adalah ketaatan yang diarahkan kepada
kehendak Allah. Maka itu, baik pembesar maupun anggota biasa perlu
bersama-sama mencari dan berorientasi kepada kehendak Allah.

Dalam kaul ketaatan pun dapat dibedakan aspek asketis dan aspek
apostolis. Dari aspek asketis, ketaatan religius dimengerti sebagai
kepatuhan kepada pembesar, terutama guru rohani. Sementara, dari
aspek apostolis ketaatan religius berarti kerelaan untuk membaktikan diri
kepada hidup dan terutama kerasulan bersama.

3. Kaul keperawanan Dengan mengucapkan dan menghayati kaul


keperawanan, orang yang hidup membiara melepaskan haknya untuk
hidup berkeluarga demi Kerajaan Allah. Melalui hidup selibat ia
mengungkapkan kesediaan untuk mengikuti dan meneladani Kristus
sepenuhnya, dan membaktikan diri secara total demi terlaksananya
Kerajaan Allah. Dengan kaul keperawanan, sikap penyerahan diri
seorang Kristen dinyatakan dalam seluruh hidup dan setiap segi. Inti kaul
keperawanan bukanlah tidak kawin, melainkan penyerahan secara
menyeluruh kepada Kristus, yang dinyatakan dengan meninggalkan
segalagalanya demi Kristus dan terus menerus berusaha mengarahkan
diri kepada Kristus, terutama melalui doa.24

24
AG. Hardjana, dkk, Mengikuti Yesus Kristus, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 65.

18
Inti kehidupan membiara, yang juga dituntut dari setiap orang
Kristen, ialah persatuan atau keakraban dengan Kristus. Tugas ataupun
karier adalah soal tambahan. Tanpa keakraban ini maka kehidupan
membiara sebenarnya tak memiliki suatu dasar. Seorang biarawan
hendaknya selalu bersatu dengan Kristus dan menerima pola nasib hidup
Yesus Kristus secara radikal bagi dirinya. Oleh karena itu, semboyan
klasik hidup membiara ialah ”Mengikut jejak Tuhan kita Yesus Kristus”,
atau ”Meniru Kristus.”25 Untuk dapat menyerupai dan menyatu dengan
Kristus, orang harus sering berkomunikasi atau bertemu dengan Yesus
Kristus. Pertemuan atau komunikasi yang efektif dan yang paling sering
dilakukan ialah doa Seorang biarawan yang baik harus sering ”tenggelam
dalam doa” sebab doa merupakan suatu daya atau kekuatan untuk dapat
meneladani dan bersatu dengan Kristus. Di dalam doa orang selalu bisa
berbicara, mendengar, dan mengarahkan diri kepada Kristus.

Persatuan erat dengan Kristus itulah inti dan tujuan hidup membiara.
Tanpa persatuan dengan Kristus, hidup membiara akan rapuh karena
tidak memiliki dasar. Seorang biarawan perlu mengusahakan persatuan
yang erat dengan Kristus dan menerima pola hidup Kristus secara radikal
(sampai ke akar-akarnya) bagi dirinya sendiri. Inti hidup membiara
didasarkan pada cinta Allah sendiri. Demi cinta-Nya kepada manusia,
Allah mengutus Putra- Nya ke dunia untuk mewartakan, menjadi saksi,
dan melaksanakan karya keselamatan-Nya bagi manusia. Yesus
menjalankan tugas perutusan-Nya secara sempurna dan radikal dengan
menyerahkan diri secara total kepada Bapa-Nya, memiliki dan
menggunakan harta benda hanya sejauh diperlukan untuk melaksanakan
karya-Nya, dan taat kepada Bapa-Nya sampai wafat di kayu salib.

25
L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis, (Yogyakarta: Kanisius, 1999), h. 43.

19
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan makalah dan pembahasan dapat di simpulkan bahwa :

a) Hidup membiara adalah memfokuskan diri pada ketaatan


beragama dengan adanya keterikatan biarawati terhadap kaul-
kaul yang dijalani dan dihayati dalam kehidupan sehari-hari.
seorang biarawati harus mau hidup meninggalkan hal-hal yang
bersifat duniawi.26
b) Biarawati adalah seorang perempuan yang secara sukarela
meninggalkan kehidupan duniawinya dan menfokuskan hidupnya
untuk kehidupan agama di suatu biara atau tempat ibadah.
c) Hidup membiara berarti setia pada tiga kaul yang sudah
diikrarkan, yaitu kaul kemurnian, kaul kemiskinan,dan kaul
ketaatan.
d) Di Indonesia para biarawati disebut dengan panggilan suster,
biasanya bekerja dalam bidang pendidikan formal atau non-
formal, kesehatan, pelayanan sosial di lingkungan gereja maupun
masyarakat.
e) biarawati harus siap dalam hidup miskin, artinya melepaskan
semua yang bersifat duniawi seperti harta,karier dan lain
sebagainya.
f) Hidup para kaum biarawati ini tidak menetap, artinya tidak hanya
tinggal di dalam satu biara saja tetapi dapat berpindah-pindah
sesuai dengan tempat mereka dipindahtugaskan.Begitupun
dengan gereja tempat mereka beribadah, tidak hanya beribadah di
dalam satu gereja saja tetapi bisa berpindah-pindah.

26
Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 48.

20
B. SARAN
Makalah ini di susun juga mempunyai saran supaya menuju kepada
umat beragama tentang membiara.Berikut saran dari saya,yaitu :

1. Diharapkan kehidupan membiara terus mengikuti perkembangan


zaman yang ada tanpa mengingkari tiga kaul yang sudah diucapkan
guna menjadi contoh dalam kehidupan dunia yang beriman.
2. Perlu adanya sosialisasi mengenai kehidupan membiara dengan
awam maupun dengan penganut agama lain agar kehidupan
membiara lebih banyak diketahui oleh masyarakat dan tidak
dianggap sebagai kehidupan yang tertutup.
3. Tidak dapat dipungkiri bahwa di zaman sekarang ini lebih banyak
orang yang mementingkan kehidupan dunia dari pada kehidupan
beriman. Kehidupan membiara merupakan sebuah wujud beriman, di
mana setiap orang yang menjalaninya harus memahami dan meyakini
bahwa dengan hidup membiara bisa lebih mendekatkan diri dengan
Tuhan dan menjalani karya kerasulan.Maka penulis berharap para
biarawati yang menjalani hidup membiara dapat terus setia menjalani
tiga kaul yang sudah di ucapkan dengan memahami dan menghayati
makna hidup membiara itu sendiri

21
DAFTAR PUSTAKA

Ramayulis,Psikologi Agama(Jakarta,Kalam Mulia 2004)h.46

Pidyanto Gunawan, Umat Bertanya Romo Pid Menjawab (Yogyakarta:


Kanisius, 2000),h. 93.

L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis Dewasa (Yogyakarta:


Kanisius, 1999), h. 95.

Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 48

L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis Dewasa (Yogyakarta:


Kanisius, 1999), h. 95.

Pidyanto Gunawan, Umat Bertanya Romo Pid Menjawab (Yogyakarta:


Kanisius, 2000),h. 93.

Ramayulis,Psikologi Agama(Jakarta,Kalam Mulia 2004)h.46


8

9
Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 48.

L, Prasetya, Pr, Panduan Menjadi Katolik (Yogyakarta: Kanisius,


10

2006), h. 67.
11
D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), h.
113-115.

L, Prasetya, Pr, Panduan Menjadi Katolik (Yogyakarta: Kanisius,


12

2006), h. 69.

D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), h.


13

120.
14
L, Prasetya, Pr, Panduan Menjadi Katolik (Yogyakarta: Kanisius,
2006), h. 72.

AG. Hardjana, dkk, Mengikuti Yesus Kristus, (Yogyakarta:


Kanisius, 1997), h. 39.

L. Prasetya, Pr, Menjadi Katekis, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 23.

AG. Hardjana, dkk, Mengikuti Yesus Kristus, (Yogyakarta: Kanisius,


1997), h. 35.

Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 43.

Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 48.

22
AG. Hardjana, dkk, Mengikuti Yesus Kristus, (Yogyakarta:
22

Kanisius, 1997), h. 65.


23
L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis, (Yogyakarta: Kanisius,
1999), h. 43.

Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 48.

23

Anda mungkin juga menyukai