Dosen Pengajar
Pdt.Bernad Sitorus,S.Th,M.Th.
Mahasiswa
222320040
Agribisnis-A
Fakultas Pertanian
Medan
2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat tuhan yang maha kuasa atas berkat
dan karunia-nya saya dapat menyelesaikan makalah saya dengan tepat
pada wakunya.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah agama kristen agar dapat memahami tentang
biarawati .
Saya menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini jauh dari kata
sempurna ,hal ini di sebabkan keterbatasan pengetahuan dan sumber
informasi.Maka dari itu saya mengharapkan saran dan kritikan dari
bapak dosen agar menjadi panduan dalam penyusunan makalah saya
berikutnya.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................2
PENDAHULUAN..............................................................................................2
A. Latar Belakang masalah..........................................................................2
B. Rumusan Masalah...................................................................................5
C. Tujuan Makalah......................................................................................6
D. Manfaat Makalah....................................................................................7
BAB II..............................................................................................................8
PEMBAHASAN................................................................................................8
A. Membiara................................................................................................8
2.1.Pengertian Membiara Secara Umum....................................................8
2.2. Pengertian Membiara Menurut Pandangan Kristen..............................9
2.3.Faktor Yang Mempengaruhi Seseorang Untuk Membiara..................11
2.4. Tempat Membiara Yang Terkenal Di Indonesia................................16
2.5.Membiara Dalam Kehidupan Agama Kristen.....................................17
BAB III............................................................................................................20
PENUTUP........................................................................................................20
A. KESIMPULAN....................................................................................20
B. SARAN................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................22
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
Ramayulis,Psikologi Agama(Jakarta,Kalam Mulia 2004)h.46
2
Memeluk suatu agama, adalah sebuah hak bagi setiap orang dalam
memilih agamanya.Baik memilih salah satu agama ataupun tidak
memilih agama sekalipun.Di Negara kita Indonesia terdapat 6 agama
2
Pidyanto Gunawan, Umat Bertanya Romo Pid Menjawab (Yogyakarta: Kanisius, 2000),
h. 93.
3
biasanya dalam gereja Katolik disebut biara suster kontemplatif.
Sebelum memutuskan untuk hidup membiara para biarawati melalui
beberapa tahapan proses dan telah mengucap tiga kaul, yaitu
kemurnian,kemiskinan, dan ketaatan.3
Hidup para kaum biarawati ini tidak menetap, artinya tidak hanya
tinggal di dalam satu biara saja tetapi dapat berpindah-pindah sesuai
dengan tempat mereka dipindahtugaskan.Begitupun dengan gereja
tempat mereka beribadah, tidak hanya beribadah di dalam satu gereja
saja tetapi bisa berpindah-pindah. Hal tersebut tidak menjadi masalah
karena biarawati merupakan bagian dari gereja itu sendiri, walaupun
mereka tetap terdaftar di gereja tempat mereka berasal.
Selain itu juga mereka harus bisa menjaga kesetiaan pada satu
kelompok atau dengan pemimpin kelompok, tidak boleh untuk menang
sendiri, atau ingin lebih segalanya dari yang lain, karena semata-mata
3
L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis Dewasa (Yogyakarta: Kanisius, 1999), h. 95.
4
ketaatan ini dalam arti mencari kehendak dari Allah secara bersama-
sama dengan anggota kelompok yang lainnya.4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang di paparkan dalam latar belakang masalah
di atas,membiara merupakan bentuk penyerahan diri kepada Tuhan
Yesus Kristus,tanpa ada unsur paksaan melainkan dengan panggilan hati
nurani. bukan karena seseorang pandai, hebat dan pantas, namun karena
Tuhan lebih dahulu mencintai dan memanggil kita, sehingga kita
mempersembahkan hidup kepada Tuhan agar kita dilibatkan dalam karya
kasih bagi umat manusia.
4
L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis, (Yogyakarta: Kanisius, 1999), h. 95.
5
Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 48.
5
keselamatan-Nya bagi manusia. Yesus menjalankan tugas perutusan-Nya
secara sempurna dan radikal dengan menyerahkan diri secara total
kepada Bapa-Nya, memiliki dan menggunakan harta benda hanya sejauh
diperlukan untuk melaksanakan karya-Nya, dan taat kepada Bapa-Nya
sampai wafat di kayu salib.
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini ialah untuk
menjelaskan,menyampaikan dan memaparkan kepada pembaca
mengenai membiara dalam pandangan agama Kristen. 6
6
L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis Dewasa (Yogyakarta: Kanisius, 1999), h. 95.
6
D. Manfaat Makalah
Makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat atau pembaca untuk
pengembangan ilmu pengetahuan agama Kristen .
7
Pidyanto Gunawan, Umat Bertanya Romo Pid Menjawab (Yogyakarta: Kanisius, 2000),
h. 93.
7
BAB II
PEMBAHASAN
A. Membiara
8
2.2. Pengertian Membiara Menurut Pandangan Kristen
Pernah mendengar istilah membiara atau lebih spesifiknya
biarawati? Biarawati adalah seorang perempuan yang secara sukarela
meninggalkan kehidupan duniawinya dan menfokuskan hidupnya untuk
kehidupan agama di suatu biara atau tempat ibadah.
Orang beriman Katolik dipanggil secara khusus untuk hidup
membiara, ada yang disebut dengan biarawan dan biarawati. Biarawan
dan biarawati berasal dari kata biara dengan akhiran -wan yang berarti
laki-laki dan -wati yang berarti perempuan. Mereka memfokuskan
hidupnya untuk kehidupan agama di suatu biara atau tempat ibadah.10
Hidup membiara berarti bersedia untuk meninggalkan kehidupan
yang bersifat dunia dan memfokuskan dirinya dalam kehidupan
beragama untuk lebih mendekatkan diri dengan Allah dan mendapat
cinta kasih Allah. Di Indonesia sendiri biasanya biarawan disebut dengan
sebutan “bruder” sedangkan biarawati disebut dengan sebutan “suster”.
Mereka hidup di dalam suatu biara dengan menaati segala peraturan
yang ada dan tidak boleh melanggar peraturan tersebut.Apabila di antara
mereka melanggar peraturan yang ada maka akan dikenakan sanki-sanksi
tertentu.
Di dalam agama terdapat nilai-nilai keagamaan yang dianggap
penting untuk dikembangkan dan dibina secara khusus oleh komunitas-
konumitas kecil untuk kepentingan anggota-anggotanya kemudian untuk
kepentingan umat manusia. Seperti dalam Katolik terdapat nilai hidup
kontemplasi, nilai ketaatan,kemurnian (selibat), kemiskinan rohani, nilai
kasih dan pengorbanan kepada sesama yang dipraktekan oleh pendiri
dalam tarekat atau kongregasi religius.11
Meditasi adalah cara berdoa dengan masuk dalam suasana
hening/diam.Meditasi dilakukan setengah jam sampai satu jam. Dalam
suasana hening atau diam; dengan diinspirasikan oleh bacaan suci dari
Kitab Suci (Alkitab), kami mencari dan menemukan “apa yang Tuhan
10
L, Prasetya, Pr, Panduan Menjadi Katolik (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 67.
11
D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), h. 113-115.
9
inginkan dari saya untuk saya kerjakan hari ini demi sesama, demi kabar
gembira atau sukacita, demi terwujudnya suasana damai di lingkungan
kerja, di komunitas dan siapa saja saya jumpai hari ini”.
Menjadi seorang biarawati bukanlah hal yang mudah. Sebelumnya
mereka harus mendapatkan surat rekomendasi dari gereja dan surat
rekomendasi dari orangtua serta harus melewati lima tahapan proses.
Yaitu masa aspiran, masa postulat, masa novisiat, masa yuniorat, dan
kaul kekal.12
Mereka yang sudah mengucapkan kaul kekal tidak bisa dengan
mudah untuk mengundurkan diri menjadi seorang biarawati. Hal tersebut
dikarenakan mereka yang menjadi para suster sudah tercatat
diKeuskupan Roma. Lain halnya jika seorang sedang mengikuti tahapan
proses menjadi seorang biarawati yang sudah mengucapkan kaul
sementara atau pada masa yuniorat bisa saja mengundurkan diri menjadi
biarawati. Tetapi perlu mengikuti tahapan proses untuk mengundurkan
diri.
Seorang suster yang ingin mengundurkan diri biasanya diberikan
waktu untuk berpikir kembali atas keputusannya tersebut. Mereka
diarahkan untuk berdoa dan menyerahkan kembali semuanya pada
Tuhan.13Seorang suster yang sudah remi keluar akan diantar dengan
pimpinan kongregasi untuk pulang ke rumah dan diserahkan kepada
kedua orang tuanya atau sanak saudaranya, serta diberikan penjelasan
mengenai alasannya mengundurkan diri menjadi biarawati. 14Selain
dengan berdoa dan melakukan retret pribadi, seorang biarawati juga
perlu memiliki konsistensi pengamalan menjadi seorang biarawati agar
tidak dengan mudah memiliki keinginan untuk mengundurkan diri.
Hidup membiara merupakan hidup yang sangat istimewa untuk
membebaskan hati manusia untuk selalu mencintai Allah dan semua
orang.Pilihan hidup membiara merupakan suatu yang istimewa karena
dapat membaktikan hidupnya bagi Allah dan kerasulan Gereja.Hidup
12
L, Prasetya, Pr, Panduan Menjadi Katolik (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 69.
13
D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), h. 120.
14
L, Prasetya, Pr, Panduan Menjadi Katolik (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 72.
10
membiara berarti setia pada tiga kaul yang sudah diikrarkan, yaitu kaul
kemurnian, kaul kemiskinan,dan kaul ketaatan. Pada zaman modern ini
banyak tantangan yang harus dihadapi oleh seorang yang hidup
membiara, khususnya para biarawati.
Hidup membiara berarti status hidup tidak menikah yang kadang
dipandang tidak sesuai dengan kodrat alam, karena pada kodratnya
manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan untuk saling
mencintai dan membangun keluarga. Jadi apakah hidup tidak menikah
merupakan pelanggaran atas kodrat itu? Tentunya tidak juga.
Karena hidup selibat dalam biara juga memiliki nilai kodrati atau
luhur. Maka dimungkinkan orang tidak menikah atas kemauannya
sendiri demi Kerajaan Allah (Matius 19:12). Hal ini mau mengatakan
bahwa kita perlu memandang secara wajar mereka yang hidup selibat
atau membiara. Itulah keutamaan hidup mereka yang harus kita hormati
pula.
15
AG. Hardjana, dkk, Mengikuti Yesus Kristus, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 39.
11
memutuskan menjadi seorang biarawati mereka tentu saja memiliki
motivasi dan banyak faktor, baik pendukung maupun penghambat.
Kristiani yang mempunyai martabat yang sama sebagai umat Allah
dan tugas perutusan yang sama di dunia, yaitu membangun Tubuh
Kristus atau Gereja. Setiap komponen gereja memiliki fungsinya masing-
masing dan harus melakukan kerja sama di antara keduanya. Seorang
biarawati dengan kaul-kaulnya mengarahkan umat Allah pada dunia
yang akan datang (eskatologis), hierarki berperan memelihara
keseimbangan dan persaudaraan di antara sekian banyak tugas
pelayanan.Sedangkan para awam bertugas dalam tata dunia, menjadi
Rasul dalam keluarga dan masyarakat.16
Manjadi seorang biarawati bukanlah sesuatu yang dipaksakan
melainkan mereka yang terpanggil untuk hidup bersama setia pada
Tuhan. Dengan menjalankan tiga kaul yang sudah diucapkan, yaitu kaul
kemurnian, kaul kemiskinan dan kaul ketaatan. Mereka yang sudah
mengucapkan kaul kekal tidak bisa dengan mudah untuk mengundurkan
diri menjadi seorang biarawati. Hal tersebut dikarenakan mereka yang
menjadi para suster sudah tercatat di Keuskupan Roma.
Lain halnya jika seorang sedang mengikuti tahapan proses
menjadi seorang biarawati yang sudah mengucapkan kaul sementara atau
pada masa juniorbisa saja mengundurkan diri menjadi biarawati, Tetapi
perlu mengikuti tahapan proses untuk mengundurkan diri.
Keputusan untuk mengundurkan diri menjadi seorang suster
tergantung dari diri pribadi masing-masing. Tetapi perlu diingat kembali
bahwa seorang suster sudah mempunyai perjanjian dengan Tuhan untuk
selalu setia. Namun jika memang keputusan untuk mengundurkan diri
adalah jalan yang terbaik, maka tidak bisa dipaksakan karena hidup
membiara bukanlah suatu hal yang dipaksakan dan harus dijalani dengan
ketulusan hati.
Biasanya seorang yang mempunyai niat untuk mengundurkan diri
dikarenakan emosinya sedang tidak stabil atau karena beberapa faktor
16
L. Prasetya, Pr, Menjadi Katekis, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 23.
12
yang membuatnya ingin hidup bebas. Seorang suster yang ingin
mengundurkan diri biasanya diberikan waktu untuk berpikir kembali atas
keputusannya tersebut. Mereka diarahkan untuk berdoa dan
menyerahkan kembali semuanya pada Tuhan.17
Seorang suster yang sudah yakin dengan keputusannya untuk
mengundurkan diri maka diwajibkan mengikuti beberapa tahapan proses
sebagai berikut: melapor pada pimpinan komunitas, kemudian
menyampaikannya kepimpinan komunitas dan pimpinan kongregasi
hingga sampai pada pimpinan Keuskupan di Roma dengan membuat
surat pernyataan mengundurkan diri.Harus ada pernyataan hitam di atas
putih sebagai bukti bahwa dirinya memang benar-benar ingin
mengundurkan diri.
Setelah mendapatkan surat persetujuan dari Keuskupan di Roma
barulah seorang suster tersebut dinyatakan resmi telah keluar menjadi
seorang biarawati. Jika sudah dinyatakan resmi keluar, segala atribut
yang dikenakan harus dikembalikan lagi kepada kongregasi termasuk
jubah,cincin, salib dan lain sebagainya.
Seorang suster yang sudah remi keluar akan diantar dengan
pimpinan kongregasi untuk pulang ke rumah dan diserahkan kepada
kedua orang tuanya atau sanak saudaranya, serta diberikan penjelasan
mengenai alasannya mengundurkan diri menjadi biarawati.18Ciri-ciri
membiara , yaitu :
I. Melakukan pekerjaan dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan
karena bagi mereka seluruh pekerjaan yang dilakukan dapat
dirasakan oleh diri sendiri dan juga oleh sesama, semata-mata hanya
demi kemuliaan Tuhan.
II. Harus bisa menyeimbangkan antara hidup duniawi dengan
hidup rohani apapun yang dilakukan oleh seorang yang hidup
membiara kembali kepada Tuhan.
17
AG. Hardjana, dkk, Mengikuti Yesus Kristus, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 35.
18
AG. Hardjana, dkk, Mengikuti Yesus Kristus, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 35
13
III. Menolong orang miskin atau menolong orang yang
membutuhkan pertolongan tanpa memandang kasta dan tanpa
mengharapkan imbalan.
IV. Berdoa untuk sesame dalam hal apa pun, seperti mendoakan
orang sakit hingga orang tersebut sembuh dari sakitnya.19
Selain itu hidup bersama dalam keragaman suku, budaya dan latar
belakang keluarga membuat para suster mampu saling menghargai,
saling menghormati, dan hidup rukun serta saling melengkapi.Dengan
keberagaman dalam komunitas para suster mampu memberi kesaksian
19
Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 43.
20
Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 48.
14
pada masyarakat, terutama Indonesia, bahwa keberagaman bukan
halangan untuk menjadi bahagia dan saling mendukung.21
Kehidupan membiara pada masa kini dan masa yang akan datang akan
tetap relevan. Karena menjadi seorang biarawati dalam tarekat apa pun
selalu bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan
zaman. Terutama menyikapi setiap kemajuan, termasuk perkembangan
teknologi.Karena dengan mengikuti perkembangan zaman, karya
kerasulan tetap berkembang dengan baik.Alasan lainnya karena dengan
tidak menikah seumur hidup atau menjalani hidup selibat berarti para
biarawati dengan bebas dan terbuka untuk melayani sesame tanpa
hambatan, lewat karya kerasulan yang dipercaya kepada tarekat seperti
pendidikan, kesehatan dan social.
21
Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 43.
15
2.4. Tempat Membiara Yang Terkenal Di Indonesia
Biara adalah bangunan atau gugus bangunan yang digunakan sebagai
tempat tinggal sekaligus tempat kerja para biarawan atau biarawati,
Tempat khusus ini dapat berupa kapel, gereja, kuil, atau oratorium. Umat
Kristen Indonesia menggunakan istilah "biara" sebagai sebutan umum
bagi tempat tinggal biarawan atau biarawati. Dalam kebanyakan agama,
kehidupan di biara berjalan menurut aturan-aturan paguyuban yang
menentukan jenis kelamin para penghuni, dan mewajibkan mereka untuk
untuk tetap hidup selibat dengan sedikit atau tanpa harta-benda pribadi.22
Meskipun di Indonesia, tempat-tempat tinggal para anggota tarekat-
tarekat fakir sudah lumrah disebut biara, di negara-negara penutur
rumpun bahasa Romawi, tempat-tempat tinggal para frater disebut
conventus dalam bahasa Latin, convento dalam bahasa Italia, atau
couvent dalam bahasa Prancis, yang berarti "tempat berkumpul". Para
anggota tarekat Fransiskan kini jarang menyebut tempat tinggalnya
sebagai "biara", mereka justru lebih suka menggunakan istilah
"priorat".Berikut beberapa nama tempat membiara ,yaitu :
1. Gereja Katerdal Kristus Raja(jawa Tengah)
2. Gereja Katerdal Santo Fransiskus Xaverius(Maluku)
3. Gua Maria Sendang Sono(DI Yogyakarta)
4. Biara MSC Jawa Tengah
5. Susteran PBHK
6. Biara MSC Hati Kudus(Ambon,Maluku)
7. Gereja Katerdal Jakarta
8. Gereja Katolik Hati Kudus Yesus(Surabaya/Jawa Timur)
9. Gereja Katerdal Bogor(Jawa Barat)
10. Seminari Tinggi OMI23
22
L. Prasetya, Pr, Menjadi Katekis, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 18.
23
AG. Hardjana, dkk, Mengikuti Yesus Kristus, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 58
16
2.5.Membiara Dalam Kehidupan Agama Kristen
Arti hidup membiara Hidup membiara merupakan ungkapan hidup
manusia, yang menyadari bahwa hidupnya berada di hadirat Allah. Agar
hidup di hadirat Allah bisa diungkapkan secara padat dan menyeluruh,
orang melepaskan diri dari segala urusan membentuk hidup berkeluarga.
Melalui hidup membiara, umat manusia semakin menemukan dimensi
rohani dalam hidupnya. Hidup membiara menuntut suatu penyerahan diri
secara mutlak dan menyeluruh, nti hidup membiara didasarkan pada
cinta Allah sendiri. Demi cinta-nya kepada manusia, Allah mengutus
Putra-Nya ke dunia untuk mewartakan, menjadi saksi dan melaksanakan
karya keselamatan- Nya bagi manusia. Yesus menjalankan tugas
perutusan-nya secara sempurna dan radikal dengan menyerahkan diri
secara total kepada Bapa-Nya, memiliki dan menggunakan harta benda
hanya sejauh diperlukan untuk melaksanakan karya-nya, dan taat kepada
Bapa-Nya sampai wafat di kayu salib. Pola hidup semacam itulah yang
hendaknya dihayati oleh seorang biarawan dalam hidupnya, sebagai
tanda persatuannya dengan Kristus.
17
dan. aspek apostolis (karya kerasulan). Orang yang mengucapkan kaul
kemiskinan rela menyumbangkan bukan hanya harta bendanya demi
kerasulan, melainkan juga tenaga, waktu, keahlian, dan ketrampilan;
bahkan segala kemampuan dan seluruh kehidupan.
Dalam kaul ketaatan pun dapat dibedakan aspek asketis dan aspek
apostolis. Dari aspek asketis, ketaatan religius dimengerti sebagai
kepatuhan kepada pembesar, terutama guru rohani. Sementara, dari
aspek apostolis ketaatan religius berarti kerelaan untuk membaktikan diri
kepada hidup dan terutama kerasulan bersama.
24
AG. Hardjana, dkk, Mengikuti Yesus Kristus, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 65.
18
Inti kehidupan membiara, yang juga dituntut dari setiap orang
Kristen, ialah persatuan atau keakraban dengan Kristus. Tugas ataupun
karier adalah soal tambahan. Tanpa keakraban ini maka kehidupan
membiara sebenarnya tak memiliki suatu dasar. Seorang biarawan
hendaknya selalu bersatu dengan Kristus dan menerima pola nasib hidup
Yesus Kristus secara radikal bagi dirinya. Oleh karena itu, semboyan
klasik hidup membiara ialah ”Mengikut jejak Tuhan kita Yesus Kristus”,
atau ”Meniru Kristus.”25 Untuk dapat menyerupai dan menyatu dengan
Kristus, orang harus sering berkomunikasi atau bertemu dengan Yesus
Kristus. Pertemuan atau komunikasi yang efektif dan yang paling sering
dilakukan ialah doa Seorang biarawan yang baik harus sering ”tenggelam
dalam doa” sebab doa merupakan suatu daya atau kekuatan untuk dapat
meneladani dan bersatu dengan Kristus. Di dalam doa orang selalu bisa
berbicara, mendengar, dan mengarahkan diri kepada Kristus.
Persatuan erat dengan Kristus itulah inti dan tujuan hidup membiara.
Tanpa persatuan dengan Kristus, hidup membiara akan rapuh karena
tidak memiliki dasar. Seorang biarawan perlu mengusahakan persatuan
yang erat dengan Kristus dan menerima pola hidup Kristus secara radikal
(sampai ke akar-akarnya) bagi dirinya sendiri. Inti hidup membiara
didasarkan pada cinta Allah sendiri. Demi cinta-Nya kepada manusia,
Allah mengutus Putra- Nya ke dunia untuk mewartakan, menjadi saksi,
dan melaksanakan karya keselamatan-Nya bagi manusia. Yesus
menjalankan tugas perutusan-Nya secara sempurna dan radikal dengan
menyerahkan diri secara total kepada Bapa-Nya, memiliki dan
menggunakan harta benda hanya sejauh diperlukan untuk melaksanakan
karya-Nya, dan taat kepada Bapa-Nya sampai wafat di kayu salib.
25
L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis, (Yogyakarta: Kanisius, 1999), h. 43.
19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan makalah dan pembahasan dapat di simpulkan bahwa :
26
Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 48.
20
B. SARAN
Makalah ini di susun juga mempunyai saran supaya menuju kepada
umat beragama tentang membiara.Berikut saran dari saya,yaitu :
21
DAFTAR PUSTAKA
9
Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 48.
2006), h. 67.
11
D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), h.
113-115.
2006), h. 69.
120.
14
L, Prasetya, Pr, Panduan Menjadi Katolik (Yogyakarta: Kanisius,
2006), h. 72.
22
AG. Hardjana, dkk, Mengikuti Yesus Kristus, (Yogyakarta:
22
23