Oleh:
Kukuh Nur Iman
NIM: 11160541000083
Dibawah Bimbingan
Sidang Munaqosyah
Ketua Sekretaris
i
KATA PENGANTAR
ii
2. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku Ketua Jurusan Studi
Kesejahteraan Sosial dan Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA
selaku Sekretaris Program Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarrta.
3. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku dosen pembimbing
skripsi penulis, terima kasih telah memberikan bimbingan,
arahan, masukan dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.
Sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
4. Bapak Burhanuddin, M.A. selaku dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan dukungan dan bantuan
selama perkuliahan.
5. Seluruh jajaran Dosen Prodi Kesejahteraan Sosial dan
seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullahh Jakarta. Terima kasih atas segala
mata kuliah yang telah diberikan, semoga ilmu yang
disampaikan dapat bermanfaat bagi penulis.
6. Seluruh petugas Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi yang telah
memberikan waktu untuk peneliti.
7. Kedua orangtua yang selalu memberikan doa serta
dukungan kepada penulis sehingga penulis bisa
menyelesaikan penelitian ini Bapak Lamus dan Ibu
Waidah.
8. Terimakasih untuk Ibu Tyas dan Pak Erwin yang selalu
memberikan motivasi dan dukungan kepada peneliti
selama perkuliahan.
iii
9. Terimakasih untuk Nanang Aji Saputra yang telah
memberikan dukungan kepada peneliti dan teman-teman
Kesejahteraan Sosial 2016.
Peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan dalam penulisan. Oleh karena itu, peneliti
meminta maaf dan menerima kritik serta saran yang dapat
membangun bagi peniliti. Semoga penelitian ini dapat
memberikan infomasi yang bermanfaat bagi pembaca serta
memberikan manfaat bagi penelitian selanjutnya.
Jakarta, 15 Februari 2022
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................... vii
DAFTAR BAGAN.............................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ...................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................... 9
C. Batasan Masalah........................................................... 9
D. Rumusan Masalah ........................................................ 9
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................. 10
F. Tinjauan Pustaka ........................................................ 12
G. Metode Penelitian....................................................... 14
H. Sistematika Penulisan ................................................ 22
BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................. 24
A. Peran ........................................................................... 24
B. Kekerasan Anak ......................................................... 31
C. Advokasi Kebijakan ................................................... 40
D. Teori Pelayanan.......................................................... 41
E. Peraturan Perundang-Undang yang Mengatur
Perlindungan Anak ............................................................ 42
F. Kerangka Berfikir....................................................... 48
v
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA .................... 49
A. Latar Belakang Lembaga ........................................... 49
B. Visi dan Misi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi .............................. 51
C. Tujuan ........................................................................ 52
D. Georgrafis ................................................................... 53
E. Susunan Kepengurusan .............................................. 54
F. Alur Pelayanan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi .............................. 57
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN .............. 60
A. Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi .............................. 60
B. Kasus Kekerasan Anak di Kabupaten Bekasi ........... 63
C. Pelayanan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi .............................. 72
BAB V PEMBAHASAN ..................................................... 76
A. Hasil Analisa Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak Dalam Melakukan Penanganan
Kasus Kekerasan Anak di Kabupaten Bekasi ................... 76
B. Kasus Kekerasan Anak .............................................. 79
C. Proses Pelayanan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi .............................. 82
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................. 84
A. Kesimpulan ................................................................ 84
B. Saran ........................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA .......................................................... 86
LAMPIRAN ......................................................................... 91
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 ....................................................................................... 21
Tabel 5. 1 ....................................................................................... 79
vii
DAFTAR BAGAN
Bagan 3. 1 ...................................................................................... 54
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1.................................................................................... 51
Gambar 3. 2.................................................................................... 53
Gambar 3. 3.................................................................................... 57
Gambar 4. 1.................................................................................... 66
Gambar 4. 2.................................................................................... 67
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Dengan demikian anak dikategorikan mereka
yang belum memasuki usia diatas 18 tahun, maka
mereka termasuk dalam kategori anak. Anak sendiri
kerap kali mendapatkan perlakuan tindakan kekerasan
yang dilakukan baik dari keluarga, lingkungan tempat
tinggal, maupun teman sebaya. Anak yang seharusnya
menjadi tunas, potensi, dan penerus cita-cita bangsa
seringkali mendapatkan perlakuan kekerasan alih-alih
mendapatkan perlindungan. Menurut unicef bahwa
hampir satu milliar anak di dunia setiap tahunnya
mengalami kekerasan fisik seperti kekerasan seksual,
kekerasan psikologis, dan sering kali mengakibatkan
meninggal dunia. (Nurbaiti, 2020)
Dalam laporan yang bertakjub tentang
pencegahan kekerasan terhadap anak tahun 2020
disebutkan bahwa terdapat 40.150 anak di usia 0
sampai 17 tahun meninggal dunia akibat kekerasan
secara global. Sedangkan sebanyak 28.160 anak laki-
laki dan 11.190 anak perempuan, hampir tiga dari
empat anak atau sekitar 300 juta anak-anak-
mengalami perlakuan kekerasan secara fisik ataupun
psikologis yang dilakukan oleh orang tua maupun
pengasuh dari anak tersebut.
2
Dari data yang telah di paparakan di atas
membuktikan bahwa anak masih rentan mendapatkan
perlakuan kekerasan yang berdampak buruk pada
psikologis anak. Sama halnya dengan kasus kekerasan
yang terjadi di Indonesia, di Indonesia kasus
kekerasan terhadap anak terus mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun menurut Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan bahwa kasus
kekerasan anak di Indonesia Pertahun 2018 berjumlah
4.885 kasus kekerasan terhadap anak. (Halim, 2019)
Sedangkan kasus kekerasan terhadap anak di
tahun 2019 dari jumlah laporan yang di terima Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) 4.369 Kasus
Kekerasan Terhadap Anak. Sedangkan di tahun 2020
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
melakukan survei di 34 Provinsi di Indonesia yang
dilakukan dengan cara online kepada 25.146 anak dan
14.169 orang tua yang tersebar di 34 Provinsi
Indonesia.
Hasil suveri yang dilakukan secara online
menunjukan bahwa anak lebih cenderung
mendapatkan pengasuhan dari seorang ibu dari pada
ayah. Pengasuhan yang dilakukan ibu terhadap
anaknya seperti dalam memberikan edukasi dalam
pencegahan penularan virus covid-19, beribadah dan
pendampingan selama pandemi. Namun anak
3
cenderung sering mendapatkan kekerasan fisik, seperti
mendapatkan cubitan, pukulan, dan ditarik. (Setiawan,
2020)
Anak menyebutkan bahwa kekerasan sering
dilakukan ibu sebanyak 60,4% kakak atau adik 36,5%
dan ayah 27,4%. Sedangkan dari sisi orang tua
mengakaui bahwa telah melakukan kekerasan fisik
sebanyak 32,3% ayah dan 42,5% ibu. Dengan kata lain
kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia meningkat
di tengah pandemi covid-19 yang tengah melanda
dunia, khususnya di Indonesia.
Di Kabupaten Bekasi sendiri kasus kekerasan
terhadap anak mengalami peningkatan, menurut data
dari Komisi Perlindungan Anak Daerah Kabupaten
Bekasi sendiri di tahun 2018 dari bulan januari sampai
September sendiri kasus kekerasan terhadap anak yang
terjadi di Kabupaten Bekasi berjumlah 40 Kasus.
Jumlah data di tahun 2018 mengalami
peningkatan di tahun 2019 dimana menurut data dari
Komisi Perlindungan Anak Daerah Kabupaten Bekasi
melaporkan bahwa kasus kekeran terhadap anak
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya 2018
yang berjumlah 40 kasus perulan September, di tahun
2019 berjumlah 68 kasus kekerasan terhadap anak
dimana sebagian besar kasus anak di tahun 2019
adalah kasus pelecehan seksual pada anak,
4
pemerkosaan, pencabulan dan pedofilia yang
berjumlah 21 kasus. Sedangkan untuk kekerasan
terhadap anak, fisik, psikis berjumlah 10 kasus dan
eksploitasi pada anak 2 kasus serta kasus-kasus
lainnya. (Pahrevi, 2018)
5
Kekerasan pada dasarnya merupakan bentuk
perilaku, verbal maupun nonverbal yang dilakukan
seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang
atau kelompok orang lain yang menyebabkan efek
negatif secara fisik, emsional, dan psikologis pada
pihak sasaran.
ْٱﻟ َﻤﺎ ُل َو ْٱﻟﺒَﻨُﻮنَ ِزﯾﻨَﺔُ ْٱﻟ َﺤ َﯿ ٰﻮةِ ٱﻟﺪﱡ ْﻧﯿَﺎ ۖ◌ َو ْٱﻟ ٰﺒَ ِﻘ ٰﯿَﺖُ ٱﻟ ٰ ﱠ
ُﺼ ِﻠ ٰ َﺤﺖ
َﺧﯿ ٌْﺮ ِﻋﻨﺪَ َر ِﺑّ َﻚ ﺛَ َﻮاﺑًﺎ َو َﺧﯿ ٌْﺮ أَ َﻣ ًﻼ
6
Dalam surat Al-Anfal ayat 28 juga disebutkan bahwa
َوٱ ْﻋﻠَ ُﻤ ٓﻮا ۟◌ أَﻧﱠ َﻤﺎ ٓ أَ ْﻣ ٰ َﻮﻟُ ُﻜ ْﻢ َوأَ ْو ٰﻟَﺪُ ُﻛ ْﻢ ﻓِﺘْﻨَﺔٌ َوأ َ ﱠن ﱠ
ٱ�َ ِﻋﻨﺪَۥهُ ٓ◌ أ َ ْﺟ ٌﺮ َﻋ ِﻈﯿ ٌﻢ
7
Dari permasalahan dan data yang telah
dipaparkan di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian guna untuk mengetahui lebih
dalam Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (DP3A) Dalam Melakukan
Penanganan Kasus Kekerasan Anak di Kabupaten
Bekasi. Maka dengan ini peneliti tertarik untuk
mengambil judul penelitian yang akan dilakukan
dengan judul “Peran Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Dalam
Melakukan Penanganan Kasus Kekerasan Anak di
Kabupaten Bekasi”
8
B. Identifikasi Masalah
C. Batasan Masalah
D. Rumusan Masalah
9
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui lebih dalam Peran Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (DP3A) Dalam Melakukan Penanganan
Kasus Kekerasan Anak Di Kabupaten Bekasi.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara Akademis
• Dari hasil penelitian yang dilakukan ini
diharapkan dapat memberikann
kontribuasi keilmuan pada bidang sosial
khususnya Kesejahteraan Sosial, serta
diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
referensi untuk Mahasiswa khususnya
Mahasiswa Prodi Kesejahteraan Sosial
tentang Peran Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak
(DP3A) Dalam Melakukan Penanganan
Kasus Kekerasan Anak Di Kabupaten
Bekasi.
• Dengan adanya penelitian ini diharapkan
dapat memberikan sumbangsi
10
pengetahuan bagi program studi Prodi
Kesejahteraan Sosial, tentang Peran
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (DP3A) Dalam
Melakukan Penanganan Kasus Kekerasan
Anak Di Kabupaten Bekasi.
b. Secara Praktis
a. Bagi Pihak Lembaga
Penelitian diharapkan dapat berguna
untuk menjadikan gambaran bagi instansi
terkait dalam menjalankan peran dalam
menangani kasus kekerasan anak.
b. Bagi Peneliti
Dengan penelitian ini diharapkan peneliti
dapat pengalaman dan pembelajaran
dalam melakukan Penanganan Kasus
Kekerasan Anak.
c. Bagi Masyarakat Umum
Dengan adanya peneltian ini diharapkan
memerikan suatu sumber informasi kepada
masyarakat agar jauh lebih memahami
dampak yang ditimbulkan dari perlakuan
kekerasan terhadap anak, dan diharapkan
juga masyarakat bisa lebih paham dalam
melakukan penanganan kasus kekerasan
terhadap anak.
11
c. Secara Teoritis
Memberikan penambahan pengetahuan
bagi peneliti tentang suatu Peran Dinas
Pemerintahan dalam melakukan
Penanganan Kasus Kekerasan Anak.
Selain itu dapat menjadikan bahan
menerapkan suatu Peran dalam
melakukan Penanganan Kasus Kekerasan
Anak.
F. Tinjauan Pustaka
12
Perlindungan Anak Dari Kekerasan Psikis Dalam
Rumah Tangga”.
13
tujuan penelitian yang akan dilakukan peneliti
dimana berfokus pada penanganan kasus kekerasan
terhadap anak. Sedangkan perbedaannya peneliti
melakukan penelitian untuk mengetahui peran dinas
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
Kabupaten Bekasi dalam penanganan kasus
kekerasan anak.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
untuk penelitian ini adalah metode kualitatif
deskriptif dimana peneliti menganalisa dan
mendeskripsikan semua yang terjadi berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan
perilaku yang diamati. (Sugiyono, 2009)
Dengan menggunakan metode penelitian ini
diharapkan dapat menggali lebih banyak
informasi mengenai data yang ada dalam Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Kabupaten Bekasi, guna untuk
mendapatkan data yang lebih akurat mengenai
Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak dalam Melakukan
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Anak
di Kabupaten Bekasi.
14
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis
sumber data diantarnya sebagai berikut:
a. Data Primer adalah data yang diproleh
langsung dari sumber-sumber informasi
utama Kepala Bidang Perlindungan Anak
(DP3A), Sekretaris Perlindungan Anak,
Seksi Perlindungan Anak, Orangtua
Penerima Layanan DP3A Kabupaten
Bekasi.
b. Data Skunder adalah data yang diproleh dari
berbagai literatur yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian, seperti buku,
jurnal, arsip-arsip, surat kabar, catatan,
laporan, brosur, internet, dan lain-lainnya
3. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu dan tempat penelitian ini
terletak di komplek perkantoran pemerintahan
Kabupaten Bekasi, Sukamahi, Kecamatan
Cikarang Pusat, Bekasi Jawa Barat 17530
Waktu penelitian dilakukan di bulan Februari
sampai Mei 2021.
15
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam upaya untuk mengumpulkan
data-data yang diperlukan dalam penelitian,
maka peneliti menggunakan beberapa teknik
dalam sebuah penelitian sebagai berikut.
Dalam memilih subjek atau memnentukan
sampel, peneliti menggunakan teknik sampling
berdasarkan tujuan berupa purposive sampling.
Purposive sampling adalah teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu.
(Sugiyono, 2011)
16
a. Teknik Observasi
Observasi adalah salah satu metode
pengumpulan data dengan cara
memperhatikan secara akurat, mencatat
fenomena yang muncul, dan
mempertimbangkan hubungan antar
aspek dalam fenomena tersebut. Burns
mengatakan semua dilihat dan didengar
asalkan sesuai dengan tema peneitian,
semuanya dicatat dalam kegiatan
observasi yang terencana secara
fleksibel dan terbuka. (Basrowi, 2008)
Maka peneliti berusaha dalam
mencari data yang valid dengan
melakukan pengamatan secara
langsung yang dilakukan bertujuan
untuk menganalisa peran Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten
Bekasi Dalam Pecegahan dan Penangan
Kekerasan Anak.
17
b. Teknik Wawancara
Menurut Kartono (Kartono,
1980, hal. 171) bahwa wawancara
adalah percakapan yang diarahkan pada
suatu masalah tertentu: ini merupakan
proses tanya jawab lisan, dimana dua
orang atau lebih berhadap-hadapan
secara fisik. Dengan demikian peneliti
menggali suatu informasi dengan
melakukan wawancara sesuai dengan
pertanyaan-pertanyaan yang telah
ditetapkan sebelum melakukan
wawancara.
c. Teknik Dokumentasi
Teknik dalam dokumentasi
berupa suatu pengumpulan data
menggunakan data berupa foto, tulisan
dan arsip yang bisa digunakan untuk
sumber data. Dalam teknik
dokumentasi sebagai alat untuk
melengkapi data dari sebuah
wawancara dan observasi.
18
5. Teknik Analisis Data
Bogdan (Sugiyono, 2018, hal. 244)
menyatakan analisis data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga
dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain.
Analisis data dilakukan dengan
mengorganisasikan data, menjabarkannya ke
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun
ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Reduksi Data adalah proses penyempurnaan
dari data-data yang terkumpul, baik
pengurangan terhadap beberapa data yang
diangap kurang perlu maupun menambahkan
data dirasa masih kurang.
19
Kesimpulan merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Sehingga
memungkinkan untuk pengambilan keputusan
yang menjurus pada jawaban dari pertanyaan
yang diajukan.
6. Keabsahan Data
Dalam penelitian ini keabsahan data yang
digunakan teknik triangulasi dilakukan untuk
melakukan cek data misalkan data yang
didapat melalui wawancara, lalu dicek dengan
observasi, dokumentasi atau kuesioner. Untuk
memastikan data mana yang dianggap benar.
Atau mungkin semuahnya benar, karena sudut
pandangnya berbeda-beda.
7. Pedoman Penulisan Penelitian
Berdasarkan keputusan Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Nomor 507 Tahun 2017
tentang pedoman penulisan karya ilmiah
(Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penelitian menggunakan
teknik penulisan berdasarkan panduan buku
“Pedoman Penlisan Karya Ilmiah”.
20
8. Teknik Pemilihan Informan
Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teknik Non Probability
Sampling dimana Non Probability Sampling
adalah teknik pengambilan sampel yang tidak
memberikan peluang/kesempatan sama bagi
setiap unsur atau anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel.
Tabel 1. 1
Informasi
No Informan yang dicari Jumlah
Gambaran
1 Kepala DP3A umum 1
DP3A
Gambaran
2 Sekretaris umum 1
DP3A DP3A
Seksi Gambaran
3 Perlindungan Umum 1
Anak Penanganan
Gambaran
4 Orangtua Umum 2
Anak Kasus
21
H. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Identifikasi Masalah
C. Batasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
F. Tinjauan Kajian Terdahulu
G. Metode Penelitian
H. Sistematika Penulisa
A. Peran
B. Kekerasan Anak
C. Advokasi
D. Pelayanan
E. UU Perlindungan Anak
F. Kerangka Berfikir
22
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR
PENELITIAN
BAB V PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
B. Saran
23
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Peran
1. Pengertian Peran
Menurut Biddle dan Thomas dalam
(Sarwono, 2015) Peran yaitu perilaku-perilaku
atau tindakan yan diinginkan dari pemegang
kekuasaan tertentu yang dibatasi. Kemuadian
Biddle dan Thomas membagi teorinya dalam 4
pristilahan golongan teori peran yaitu:
a. Orang yang mengambil bagian dalam
interaksi tersebut.
b. Perilaku yang muncul dalam istilah
tersebut.
c. Kedudukan orang dalam perilaku.
d. Kaitan antara orang dan perilaku.
Menurut Soerjono Soekanto peran
didefinisikan aspek dinamis kedudukan (status)
yang dimiliki seseorang apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajiban sesuai
dengan kedudukannya maka ia menjalankan
suatu peran. (Soekanto, 2012) Peran yang bisa
24
disebut juga dengan peranan (role) memiliki
beberapa arti:
a. Aspek dinamis dari kedudukan.
b. Perangkat hak-hak dan kewajiban.
c. Perilaku aktual dari pemegang
kedudukan.
d. Bagian dan aktivitas yang dmainkan
oleh seseorang.
Dari pengertian teori yang telah
dipaparkan diatas oleh Soerjono Soekanto
menerangkan bahwa seseorang dapat disebut
berperan apabila dia sudah menjalankan hak
dan kewajibannya didalam masyarakat pada
status sosialnya. Berdasarkan pengertian
diatas, dapat disimpulkan bahwa peran adalah
suatu perilaku seseorang sebagai hak dan
kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai
dengan jabatannya dan peraturan yang ada
didalam masyarakatan (organisasi) yang
diikutinya. Peran yang dimaksud dalam hal ini
menekankan pada unsur hak kewajiban dan
tanggung jawab.
Ada pendapat lain yang dikatakan
tentang peran yaitu peran normatif dan peran
ideal. Peran normatif yaitu lebih berkaitan erat
dengan tugas dan kewajiban yang dimiliki
25
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi.
Sedangkan, peran ideal yaitu peran yang
diharapkan dilakukan oleh yang mempunyai
peran tersebut. Pada hakekatnya peran
merupakan sebagai suatu rangkaian perilaku
tertentu yang ada karena suatu jabatan tertentu.
Menurut pengertian tersebut dapat
diartikan bahwa peran yaitu suatu perilaku atau
sikap yang dilakukan pada seseorang atau
badan atau lembaga yang diharapkan oleh
banyak orang atau sekelompok orang terhadap
seseorang yang meiliki atau mempunyai
jabatan atau kedudukan tertentu. Oleh karna itu
maka dapat diartikan bahwa apabila
dihubungkan dengan Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten
Bekasi yang merupakan suatu organisasi
Pemerintahan di Kabupaten Bekasi yang
diharapkan bisa mewujudkan Kabupaten
Bekasi ramah anak maka tugas serta
wewenang dari Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten
Bekasi yang memiliki tugas salah satunya
memberikan perlindungan bagi anak serta
26
memberikan penanganan kasus kekerasan anak
di Kabupaten Bekasi.
2. Ciri Peran
27
Berdasarkan pendapat ahi yang ada
diatas dapat diartikan bahwa peranan
ditentukan oleh norma-norma yang ada dan
berlaku di lingkungannya, dimana seseorang
diwajibkan melakukan hal-hal yang diharapkan
dalam pekerjaan, keluarga, lembaga dan dalam
peranan-peranan lainnya. Apabila dihubungkan
dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak yaitu dimana Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak melakukan hal-hal yang sesuai dengan
peraturan yang sudah ditentukan dalam
menjalan perannya dalam melakukan
penanganan kasus kekerasan anak di
Kabupaten Bekasi.
3. Fungsi Peran
Menurut Soekanto (Soekanto, 2002)
dalam pembahasan mengenai berbagai peran
yang melekat pada individu-individu yang ada
didalam masyarakat ada beberapa pendapat
yang berkaitan dengan fungsi peran, yaitu
sebagai berikut:
a. Bahwa peran tertentu wajib dijalankan
jika struktur masyarakat ingin
dipertahankan kelangsungannya.
28
b. Peranan bisa dilekatkan pada individu
yang dapat dikatakan sanggup oleh
masyarakat untuk menjalankannya,
mereka adalah orang yang sudah
terampil dan mempunyai kekuatan.
c. Ada saja individu-individu yang tidak
mampu menjalankan perannya sesuai
dengan yang diharapkan oleh
masyarakat, karena pada
pelaksanaannya dibutuhkan
pengorbanan yang terlalu banyak dari
keperluan-keperluan pribadinya.
d. Masyarakat belum tentu akan
menyerahkan peluang-peluang yang
setara dengan orang yang mampu
melaksanakan perannya. Bahkan
seringkali terlihat kalau masyarakat
sangat terpaksa untuk membatasi
peluang-peluang tersebut.
4. Bentuk Peran
Menurut Nugroho dalam jurnal
(Muhammad Ali Zuhri Mahfud, 2015) adapun
bentuk-bentuk peran Stakeholder atau Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Kabupaten Bekasi dalam menjalankan
tugasnya yaitu:
29
a. Policy creator yaitu berperan sebagai
pengambil keputusan dan penentu
kebiakan.
b. Kordinator yaitu berperan
mengkoordinasikan terhadap lembaga-
lemabaga yang terlibat.
c. Fasilitator yaitu berperan menfasilitasi
dan mencukupi apa yang dibutuhkan
kelompok sasaran.
d. Implementer yaitu sebagai pelaksana
kebijakan yang ada didalamnya
termasuk kelompok sasaran (penerima
manfaat pengananan kasus kekerasan
anak).
e. Akselelator yang berperan
mempercepat dan memberikan
kontribusi agar suatu program dapat
berjalan sesuai sasaran atau bahkan
lebih cepat waktu pencapaiannya.
30
B. Kekerasan Anak
31
Sedangkan menurut Kementerian Sosial
(Sosial t.thn.) kekerasan adalah setiap perbuatan
terhadap anak yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis,
seksual dan penelantara, termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
(Pasal 1 angka 15a, Undang-Undang No.35/2014
tentang Perlindungan Anak). Dengan kata lain
kekerasan terhadap anak dapat didefinisikan
sebagai peristiwa pelukaan fisik, mental, atau
seksual yang umumnya dilakukan oleh orang-
orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap
kesejahteraan anak yang mana itu semua
diindikasikan dengan kerugian dan ancaman
terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak.
(Bagong 2010).
a. Kekerasan Fisik
Menurut Pope kekerasan
(Nurnally 1988) fisik merupakan salah
32
satu bentuk dari apa yang disebut child
maltreatment. Yaitu memperlakukan
anak dengan cara yang salah.
Sedangkan menurut Bonner
(Walker 1983) kekerasan fisik diartikan
sebagai perlakuan dari orangtua
termasuk disiplin yang berlebihan.
Pemukulan, dan bentuk kekerasan fisik
lain yang menyebabkan luka pada anak.
Bentuk kekerasan ini paling
mudah untuk dikenali. Terkategorisasi
sebagai kekerasan ini adalah
menampar, menendang, memukul,
mencekik, mendorong, mengigit,
membenturkan, mengancam dengan
benda tajam dan sebagainya. Korban
kekerasan jenisi bisa dilihat dengan
jelas secara langsung pada bagian fisik
korban, seperti luka memar, berdarah,
patah tulang, pingsan dan bentuk lain
yang kondisinya lebih berat.
b. Kekerasan Psikis
Kekerasan jenis ini tidak begitu
mudah mengenalinya. Akibat yang
dirasakan oleh korban tidak
memberikan bekas yang jelas bagi
33
orang lain. Dampak kekerasan jenis ini
akan berpengaruh pada situasi perasaan
tidak aman dan nyaman, menurunnya
harga diri serta martabat korban. Wujud
konkret kekerasan atau pelanggaran
jenis ini adalah; penggunaan kata-kata
kasar, penyalahgunaan kepercayaan,
mempemalukan orang di depan orang
lain atau di depan umum, melontarkan
ancaman dengan kata-kata, dan
sebagainya.
c. Kekerasan Seksual
Menurut Lyness (Sri 2006)
kekerasan seksual terhadap anak
meliputi tindakan menyentuh atau
mencium organ seksual anak, tindakan
seksual atau pemerkosaan terhadap
anak, memperlihatkan media prono,
menunjukkan alat kelamin pada anak
dan sebagainya.
Yang termasuk dalam kategori
ini adalah segala tindakan yang muncul
dalam bentuk paksaan atau mengancam
untuk melakukan hubungan seksual,
melakukan penyiksaan atau bertindak
sadis serta meninggalkan seseorang
34
termasuk mereka yang tergolong masih
berusia anak-anak setelah melakukan
hubungan seksualitas. Segala perilaku
yang mengarah pada tindakan
pelecehan seksual terhadap anak-anak,
baik di sekolah, di dalam keluarga,
maupun di lingkungan sekitar tempta
tinggal anak juga termasuk dalam
kategiru kekerasan atau pelanggaran
terhadap hak anak jenis ini. Kasus
pemerkosaan anak, pencabulan yang
dilakukan oleh guru, orang lain, bahkan
orang tua tiri yang sering terekspos
dalam pemberitaan berbagai media
massa merupakan contoh konkret
kekerasan bentuk ini.
d. Kekerasan Ekonomi
Kekerasan jenis sangat sering
terjadi di lingkungan keluarga. Perilaku
melarang pasangan untuk bekerja atau
mencapuri pekerjaan pasangan,
menolak memberikan uang atau
mengambil uang, serta mengurangi
jatah belanja bulanan merupakan
contoh konkret bentuk kekerasan
ekonomi. Pada anak-anak, kekerasan
35
jenis ini sering terjadi ketika orang ta
memaksa anak yang berusia di bawah
umur untuk dapat memberikan
kontribusi ekonomi keluarga, sehingga
fenomena penjual koran, pengamen
jalanan, pengemis anak, dan lain-
lainnya kian merebak terutama di
perkotaan.
3. Bentuk-Bentuk Kekerasan
Menurut Subhan (Subhan 2004) bentuk-
bentuk kekerasan sering dilakukan meliputi :
a. Kekerasan Fisik berupa pelecehan
seksual, seperti merabah bagian
tertentu, mencolek bagian tertentu,
memukul, melakukan penganiayaan,
dan melakukan pemerkosaan.
b. Kekerasan Nonfisik seperti pelecehan
seksual, sapaan, siulan, serta bentuk
perhatian yang tidak diinginkan,
merendahkan, dianggap selalu tidak
mampu, memaki.
36
4. Sumber dan Faktor Penyebab Kekerasan
Anak
Harus diakui selama ini masih ada
budaya dalam masyarakat kurang
menguntungkan terhadap anak. Meski tak ada
data resmi mengenai budaya mana saja yang
merugikan anak, tetapi sejumlah studi telah
membuktikan bahwa di sekitar kita masih
banyak dijumpai praktik-praktik budaya yang
merugikan anak, baik merugikan secara fisik
maupun emosional.
Dalam versi yang lebih lengkap,
seorang pemerhati masalah anak dari malaysia
yakni Siti Fatimah mengungkapkan setidaknya
terdapat enam kodisi yang menjadi faktor
penodorng atau penyebab terjadinya kekerasan
atau pelanggaran dalam keluarga yang
dilakukan terhadap anak.
a. Faktor Ekonomi
Kemiskinan yang dihadapi
sebua keluarga sering kali membawa
keluarga tersebut pada situasi
kekecewaan yang pada gilirannya
menimbulkan kekerasan. Hal ini
biasanya terjadi pada keluarga-keluarga
dengan anggota yang sangat besar.
37
Problematika finansial keluarga yang
memprihatinkan atau kondisi
keterbatasan ekonomi dapat
menciptakan berbagai macam masalah
baik dalam hal pemenuhan kebutuhan
sehari-hari, pendidikan, kesehatan,
pembelian pakaian, pembaaran sewa
rumah yang semiahnya secara relatif
dapat mempengaruhi jiwa dan tekanan
yang seing kali akhirnya dilampiaskan
terhadap anak-anak.
b. Masalah Keluarga
Hal ini lebih mengacu pada
pribadi yang belum matang, mengalami
gangguan emosi atau kekacauan urat
saraf yang lain, mengidap penyakit
jiwa, sering kali menderita gangguan
kepribadian, berusia terlalu muda,
sehingga belum matang, terutama
sekali mereka yang mendapatkan anak
sebelum berusia 20 tahun. Kebanyakan
orang tua dari kelompok ini kurang
memahami kebutuhan anak dan
mengira bahwa anak dapat memenuhi
perasaannya sendiri dan latar belakang
pendidikan orang tua yang rendah.
38
c. Faktor Lingkungan Sosial
Seperti kondisi kemiskinan
dalam masyarakat dan tekanan nilai
materialistis, kondisi sosial ekonomi
yang rendah, adanya nilai dalam
masyarakat bahwa anak merupakan
milik orang tua sendiri, status wanita
yang rendah, sistem keluarga patriatat,
nilai masyarakat yang terlalu
individualistis dan sebagainya.
5. Dampak Terjadinya Kekekrasan Anak
39
6. Tanda-Tanda Terjadinya Kekerasan Pada
Anak
a. Kehilangan kepercayaan diri.
b. Terlihat depresi dan gelisah.
c. Sakit kepala atau perut yang tiba-tiba.
d. Menarik diri dari aktivitas sososial,
teman-teman, atau orangtua.
C. Advokasi Kebijakan
40
Dalam literatur kemensos advokasi terbagi
menjadi 2 meliputi:
a. Advokasi Kasus
Kegiatan yang dilakukan lembaga atau
seseorang pekerja sosial dalam memberikan
bantuan atau pelayanan terhadap sumber yang
menjadi haknya. Dalam kasus: terjadinya
kekerasan terhadap anak membantu
mendapatkan hak-haknya.
b. Advokasi kelas
Advokasi kelas melibatkan lembaga-lembaga
terkait dalam proses memberikan perlindungan
dan penanganan terhadap korban. Lembaga
bertindak sebagai pendamping.
D. Teori Pelayanan
41
Dengan demekian pelayanan merupakan suatu
tindakan antara seseorang dengan seseorang,
seseorang dengan kelompok, maupun kelompok
dengan seseorang seperti halnya dalam sebuah Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
yang memberikan pelayanan terhadap anak-anak yang
menjadi korban dari tindakan kekerasan.
42
Tentang Perlindungan Anak. Didalam Undang-
Undang tersebut menyatakan bahwa pada Pasal
1 ayat (1) anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak masih dalam kandungan. (2)
Perlindungan anak adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-
haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi. (12) Hak anak
adalah bagian dari hak asasi manusia yang
wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh
orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah,
dan negara. (15) Perlindungan khusus adalah
perlindungan yang diberikan kepada anak
dalam situasi darurat, anak yang berhadapan
dengan hukum, anak dari kelompok minoritas
dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara
ekonomi dan atau seksual, anak yang
diperdagangkan, anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza),
anak korban penculikan, penjualan,
perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik
43
dan atau mental, anak yang menyandang cacat,
dan anak korban perlakuan salah dan
penelantara. Serta pada Pasal 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,
9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 20, 22, 23,
24, dan 25. Dimana di dalam Pasal tersebut
mengatur tentang Perlindungan Anak.
3. Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2
Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan
Kabupaten Layak Anak. Dimana dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi pada Pasal
1 ayat (13) menyatakan bahwa Kabupaten
Layak Anak adalah Kabupaten yang memiliki
sistem pembangunan dan pelayanan publik dari
Pemerintah Daerah dengan dukungan dari
orang tua, keluarga, masyarakat, swasta, dan
forum Anak guna pemenuhan hak anak melalui
pengintegrasian komitmen dan sumber daya
yang terencana secara menyeluruh dan
berkelanjutan melalui kebijakan, program,
kegiatan dan penganggaran untuk
kesejahteraan anak. Serta dalam (14), (15),
(16), dan (19). Disebutkan juga pada Pasal 2
Hak anak yang wajib dijamin, dilindungi, dan
dipenuhi oleh Pemerintah Daerah dengan
dukungan dari orang tua, keluarga, swasta dan
masyarakat, meliputi:
44
a. Hak sipil dan kebebasan;
b. Hak lingkungan keluarga dan
pengasuhan alternatif;
c. Hak kesehatan dan kesejahteraan anak
d. Hak pendidikan, pemanfaatan waktu
luang dan kegiatan budaya, dan
e. Hak perlindungan khusus;
a. Diskriminasi.
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual.
c. Penelantaran.
d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan.
e. Ketidakadilan, serta
45
f. Perlakuan salah lainnya.
46
denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
4. Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan
tersebut Orang Tuanya.
47
F. Kerangka Berfikir
KEKERASAN
TERHADAP
ANAK
SOSIALISASI
DAN ADVOKASI
KASIH PEMBERDAYAAN
PERLINDUNGAN DP3A DAN
ANAK PERLINDUNGAN
MENGHILANGKAN
TRAUMA PADA
DIRI ANAK
48
BAB III
49
Dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak Kabupaten Bekasi sendiri berperan aktif dalam
membantu meningkatkan pemberdayaan perempuan
serta aktif dalam memberikan perlindungan bagi anak
dan membantu tercapainya hak-hak anak.
50
Gambar 3. 1
Gedung dinas pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak kabupaten bekasi
51
3. Meingkatkan perlindungan terhadap
perempuan dan anak khusus serta tersedianya
sistem data gender dan anak berbasis teknologi
informasi.
4. Mewujudkan pengadministrasian, perencanaan
kegiatan dan keuangan, kepegawaian yang
tertib, sinergi dan akuntabel.
C. Tujuan
52
D. Georgrafis
Gambar 3. 2
53
E. Susunan Kepengurusan
Bagan 3. 1
Struktur Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi
54
Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan
Perlindungan Khusus Anak dipimpin oleh seseorang
Kepala Bidang dan mempunyai tugas pokok
merencanakan operasional, mengelola,
mengoordinasikan, mengendalikan, mengevaluasi dan
melaporkan urusan perlindungan hak perempuan dan
perlindungan khusus anak.
Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana
dimaksud, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan
dan Perlindungan Khusus Anak mempunyai fungsi:
a. Perencanaan operasional urusan perlindungan
hak perempuan dan perlindungan khusus anak.
b. Pengelolaan urusan perlindungan hak
perempuan dan perlindungan khusus anak.
c. Pengendalian, evaluasi dan pelaporan urusan
perlindungan hak perempuan dan perlindungan
khusus anak dan.
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan atasan
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
55
Uuntuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana
tersebut, Kepala Seksi Perlindungan Khusus Anak
mempunyai fungsi:
56
F. Alur Pelayanan Dinas Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi
Gambar 3. 3
Standar Operasional Prosedur Dinas
Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan
Anak Kabupaten Bekasi
57
Operator Call Centre Tesa menerima telepon dan
mengidentifikasi data, masalah dan kategori layanan.
Konselor TESA menindaklanjuti sesuai masalah dan
kategori layanan.
a. Apabila jenis layanan berupa permintaan
informasi maka konselor memberikan
informasi sesuai dengan informasi yang
tersedia di DP3A Kabupaten Bekasi.
b. Apabila masalah dianggap krisis maka
konselor melakukan komunikasi yang empatik
(konseling dasar) sampai penelpon tenang.
Selanjutnya memberikan rujukan untuk
mendapatkan konseling lanjutan dan
penanganan yang lain.
c. Apabila jenis layanan berupa pengaduan
konselor melakukan identifikasi, mencatat dan
memberikan rujukan proses selanjutnya.
58
DP3A menindaklanjuti sesuai hasil identifikasi dan
memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
59
BAB IV
60
peranannya di masyarakat. Seperti halnya dengan yang
disampaikan oleh Ibu Hj Titin sebagai berikut:
“Melakukan sosialisasi dan advokasi terkait
pencegahan, pendampingan dan penanganan
kekerasan terhadap anak. membentuk
lembaga-lembaga terkait pencegahan,
pendampingan dan penanganan kekerasan
terhadap anak seperti TESA, KPAD, layanan
PPA, P2TP2A, satgas PPA dan UPTD
PPA.”(Ibu Hj. Titin, 30 Maret 2021).
61
masyarakat sebagaimana semestinya. Seperti yang
peneliti paparkan dari hasil temuan wawancara di atas
bahwa dinas pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak telah menjalankan peranannya
seperti halnya dalam melakukan pencegahan
kekerasan terhadap anak dengan melakukan sosialisasi
terkait bahaya yang ditimbulkan dari kekerasan anak
melalui pihak-pihak satgas dilapangan melalui
P2TP2A tingkat Kecamatan dan PPA tingkat Desa.
62
Kecamatan maupun Desa seperti P2TP2A Kecamatan,
PPA Desa dan TESA (Telepon Sahabat Anak) yang
memiliki tujuan untuk mempermudah dalam
melaporkan kasus kekerasan terhadap anak yang ada
di Kabupaten Bekasi.
63
Dalam hal ini peneliti melakukan studi kasus
terhadap dua informan yaitu orangtua yang anaknya
menjadi korban dari tindakan kekerasan seksual dan
fisik. Dari informasi yang di dapatkan peneliti melalui
wawancara dengan orangtua korban. Ibu S
menyampaikan sebagai berikut:
64
ngelakuin itu tuh kalo saya lagi engga ada di
rumah posisi saya lagi kerja. Terus anak saya
A di rumah sama istri saya sering dipukul
sama dicubit”.(Pak D, 5 April 2021).
Dari pemaparan di atas dapat di tarik
kesimpulan bahwa kasus kekerasan anak yang terjadi
di Kabupaten Bekasi dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Meningkatnya kasus biasanya
disebabkan oleh beberapa faktor yang menjadi
penyebab angka kekerasan mengalami peningkatan.
Kekerasan sendiri dibagi dalam beberapa jenis
kasus kekerasan seperti fisik, seksual, psikis, dan
ekonomi. Dalam hal ini kasus kekerasan anak yang
terjadi di Kabupaten Bekasi beragam jenis kasus
kekerasan anak. Seperti kekerasan fisik, seksual,
penelantaran anak maupun psikis. Hal ini diperkuat
oleh pernyataan yang disampaikan Ibu Hj, Titin
sebagai berikut:
65
fisik, penelantaran anak, sampai
pemerkosaan”.(Ibu Hj. Ranilsah, 30 Maret
2021).
Seperti halnya salah satu kasus yang di dapat peneliti
melalui informan orangtua dari anak korban kekerasan
anak menyampaikan sebagai berikut:
Gambar 4. 1
Body Mapping
66
Hal yang serupapun disampaikan oleh Pak D
sebagai berikut:
Gambar 4. 2
Body Mapping
67
tindakan kekerasan, yang bisa dilakukan oleh siapapun
baik dari orang-orang terdekat maupun orang luar.
68
visum, jadi tujuan visum ialah tidak semata-
mata saat melihat orangtua memukul
menimbulkan kekerasan, bisa saja dia
memukul pada bagian-bagian yang tidak
membahayakan. Serta menurut saya kekerasan
terhadap anak di Kabupaten Bekasi sendiri
sangat variatif dari psikis, fisik, seksual dll
semuahnya ada di Kabupaten Bekasi”. (Ibu Hj.
Ranilsah, 30 Maret 2021).
Sama seperti salah satu kasus yang di dapat
peneliti melalui wawancara terhadap informan
orangtua dari anak korban kekerasan anak
menyampaikan sebagai berikut:
69
Selain itu kekerasan yang terjadi pada anak
bisa menyebabkan dampak-dampak tertentu yang
dialami pada diri anak. Seperti trauma, kehilangan
nyawa, cacat pada bagian tubuh dll. Seperti halnya
yang disampaikan oleh Pak Iwan sebagai berikut:
70
mengalami cacat pada bagian tubuh maupun sampai
hal yang terburuk bisa menjadi kematian.
71
C. Pelayanan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi
72
Sama halnya dengan pernyataan yang disampaikan Ibu
Hj. Ranilsah sebagai berikut:
73
pihak dinas akan berkordinasi dengan
psikolog, sama halnya dengan anak yang
berhadapan dengan hukum maka mendapatkan
advokasi hukum, dan anak yang mendapatkan
luka ditubuh yang diakibatkan kekerasan fisik
akan mendapatkan penanganan, dengan kata
lain mendapatkan rujukan untuk divisum di
rumah sakit daerah”.(Pak Iwan, 30 Maret
2021).
Hal inipun sama dengan temuan data peneliti
yang dilakukan melalui wawancara kepada informan
orangtua dari anak yang mengalami tindakan
kekerasan. Hasil dalam wawancara sebagai berikut :
74
diberikan bertujuan untuk membantu dalam
mengembalikan kondisi anak korban tindakan
kekerasan agar bisa kembali membaik. Seperti hasil
wawancara kepada para orangtua sebagai berikut:
75
BAB V
PEMBAHASAN
76
kedudukannya di dalam masyarakat. Hal ini sejalan
dengan pendapat Soerjono Soekanto yang
mendefinisikan aspek dinamis kedudukan (status)
yang dimiliki seseorang apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan
kedudukannya maka ia menjalankan suatu peran
(BAB II, hal 24). Dengan demikian Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Kabuapten Bekasi memiliki peran normatif, dalam
artian memiliki kaitan yang erat dalam menjalankan
peran, tugas, fungsi serta kewajibannya di dalam
masyarakat.
Sedangkan advokasi merupakan suatu tindakan
yang memiliki tujuan untuk membantu seseorang
yang membutuhkan pelayanan. Hal ini sejalan dengan
Edi yang menyatakan bahwa istilah advokasi lekat
dengan pembelaan (BAB II, hal 40).
Hal tersebut sejalan dengan temuan yang telah
peneliti paparkan pada BAB IV, dapat disimpulkan
bahwa Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi telah
menjalakan perannya sebagaimana semestinya seperti
halnya dalam memberikan sosialiasi, advokasi,
pendampingan, penanganan dan membentuk
lembaga-lembaga terkait guna untuk membantu
dalam menjalankan peranannya di masyarakat seperti
77
P2TP2A, PPA, UPTD PPA, dan (TESA) layanan
telepon sahabat anak (BAB IV, hal 62).
Dengan demikian Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi
memiliki strukutur fungsional yang harus
dipertahankan guna untuk mempertahankan
kedudukannya di dalam masyarakat dalam hal
memberikan penanganan terkait kasus kekerasan anak
yang ada di Kabupaten Bekasi. Maka dari itu Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
memiliki tugas seperti halnya dalam melakukan
advokasi kasus yang memiliki tujuan untuk
memberikan bantuan atau pelayanan kepada yang
menjadi sumber haknya, memberikan penanganan
terhadap anak korban tindakan kekerasan, sebagai
fasilitator bagi anak yang membutuhkan perawatan
medis, bantuan hukum, rumah aman, maupun
penanganan psikolog.
78
B. Kasus Kekerasan Anak
Tabel 5. 1
Pembahasan
TAHUN JENIS KASUS JUMLAH
TERBANYAK KASUS
2018 Pelecehan seksual, 40
Pemerkosaan,
Kekerasan Anak.
Pelecehan seksual,
2019 Kekerasan Anak, 68
Eksploitasi Anak.
Pelecehan seksual,
2020 Kekerasan Anak, 64
Perebutan Hak Asuh.
79
Kekerasan sendiri memiliki beragam jenis
kekerasan seperti halnya kekerasan fisik dan seksual.
Kedua kekerasan ini bisa menyebabkan luka pada
diri anak yang menjadi korban dari tindakan tersebut.
Menurut Bonner (BAB II, hal 33) kekerasan fisik
diartikan sebagai perlakuan dari orangtua termasuk
disiplin yang berlebihan. Pemukulan, dan bentuk
kekerasan fisik yang menyebabkan luka pada anak.
sedangkan menurut Lyness kekerasan seksual
terhadap anak meliputi tindakan menyentuh atau
mencium organ seksual anak, tindakan seksual atau
pemerkosaan terhadap anak, memperlihatkan vidio
porno, menunjukkan alat kelamin pada anak dan
sebagainya (BAB II, hal 34).
Kekerasan memiliki arti pada tindakan fisik
maupun seksual yang dilakukan seseorang kepada
korban yang memiliki tujuan tertentu terhadap
korbannya sendiri. Kekerasan sendiri memiliki
bentuk-bentuk dalam setiap kasus tindakan
kekerasan. Menurut Subhan (BAB II, hal 36) bentuk-
bentuk kekerasan meliputi dua tindakan meliputi:
a. Kekerasan fisik berupa pelecehan
seksual, memukul, dan pemerkosaan.
b. Kekerasan nonfisik seperti pelecehan
seksual, dan memaki.
80
Hal ini senda dengan temuan hasil wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap dua narasumber dari
pihak orangtua yang anaknya menjadi korban dari
tindakan kekerasan seperti. Seperti Ibu S ketika
anaknya P bermain tanpa pendampingan dari sang
Ibu, anaknya menjadi korban dari tidakan seksual
yang dilakukan tetangganya J. Perlakuan tidak
senonoh yang dilakukan oleh pelaku J dalam
melancarkan aksinya dengan memegang-megang
bagian tertentu ketika korban sedang bermain di
rumah pelaku. (BAB IV, hal 65).
Kejadian yang samapun terjadi pada korban
dari orangtua Pak D, anaknya A yang di rumah
bersama sang ibu menjadi korban tindakan kekerasan
yang dilakukan oleh ibu tirinya sendiri. Kekerasan
yang dilakukan pelaku N dengan menyerang korban
dengan serangan fisik pada bagian tubuh korban
(BAB IV, hal 66).
Kekerasan berdampak buruk pada diri anak,
anak yang menjadi korban dari tindakan kekerasan
yang dilakukan orang dewasa maupun teman sebaya
memiliki dampak akibat dari kekerasan yang dialami.
Seperti halnya yang disampaikan Rusmil
mengemukakan bahwa anak-anak yang menderita
kekerasan, eksploitasi, pelecehan, dan penelantara
81
menghadapi risiko seperti kematian, trauma dan
mental (BAB II, hal 39).
Seperti halnya yang terjadi pada anak Ibu S,
anaknya P menjadi korban dari tindakan kekerasan
memiliki trauma setelah kejadian tersebut (BAB IV,
hal 71). Kejadian yang samapun dialami pada A anak
Pak D trauma pada psikis dan meninggalkan luka
pada tubuh korban (BAB IV, hal 71).
82
Hal tersebut sesuai dengan temuan yang telah
peneliti paparkan pada (BAB IV, hal 73-74) Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
memiliki dua metode dalam menerima laporan kasus
kekerasan anak. laporan yang ditujukan secara
langsung maupun yang tidak secara langsung seperti
melalui P2TP2A Kecamatan maupun PPA Desa.
Selain itu hal yang sama dalam melakukan
penanganan telah dipaparkan. Seperti dalam proses
penanganan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak berkerja sama dengan pihak-pihak
lain seperti halnya P2TP2A, PPA, dan dalam
melakukan penanganan berupa pendampingan serta
membantu dalam memfasilitasi korban yang
membutuhkan penanganan medis, psikolog, maupun
pedanmpingan hukum (BAB IV, hal 74).
83
BAB VI
A. Kesimpulan
84
Hal ini dikuatkan dengan kedua narasumber
dari orangtua yang anaknya menjadi korban dari
tidakan kekerasan merasa tertolong dengan adanya
pelayanan yang diberikan Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi
dalam memberikan bantuan seperti pendampingan,
perlindungan, dan menjadi fasilitator bagi para korban
yang membutuhkan seperti halnya perawatan medis,
psikolog, maupun pendampingan hukum.
B. Saran
85
DAFTAR PUSTAKA
Buku
86
Soerjono, Soekanto. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar.
Jakarta: Rajawali Pers.
87
Jurnal & Skripsi
88
Sumber Website
89
Setiawan, R. (2020). Survei KPAI Kekerasan Anak Akibat
Beratnya Beban Ibu Saat Covid 19. Dipetik November
23, 2020, dari Tirtoid: https://tirto.id/survei-kpai-
kekerasan-anak-akibat-beratnya-beban-ibu-saat-covid-
19-fS2L
Undang-undang
90
LAMPIRAN
Lampiran Wawancara
91
Lampiran Surat Izin Penelitian
92
Lampiran Surat Bimbingan Skripsi
93
Lampiran Surat Keterangan Penelitian
94
Penerimaan Laporan
95
Proses Pendampingan Psikologi
96
97
Proses Penanganan Medis
98
PEDOMAN WAWANCARA KEPALA BIDANG DINAS
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK KABUPATEN BEKASI
Waktu : 15.00-16.00
99
9. Apa saja fasilitas yang ada di DP3A Kabupaten
Bekasi dalam mendukung program tersebut?
10. Apa saja hambatan yang terjadi dalam
mewujudkan program tersebut?
11. Bagaimana tahapan penerimaan kasus kekerasan
terhadap anak atau pengaduan di DP3A
Kabupaten Bekasi?
100
PEDOMAN WAWANCARA SEKRETARIS BIDANG
DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK KABUPATEN BEKASI
Waktu : 15.00-16.00
101
9. Apa saja fasilitas yang ada di DP3A Kabupaten
Bekasi dalam mendukung program tersebut?
10. Apa saja hambatan yang terjadi dalam
mewujudkan program tersebut?
11. Bagaimana tahapan penerimaan kasus kekerasan
terhadap anak atau pengaduan di DP3A
Kabupaten Bekasi?
102
PEDOMAN WAWANCARA SEKSI PERLINDUNGAN
ANAK DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK KABUPATEN BEKASI
Waktu : 15.00-16.00
103
PEDOMAN WAWANCARA ORANG TUA ANAK
PENERIMA MANFAAT LAYANAN DINAS
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK KABUPATEN BEKASI
Waktu : 09.00-09.40
104
PEDOMAN WAWANCARA ORANG TUA ANAK
PENERIMA MANFAAT LAYANAN DINAS
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK KABUPATEN BEKASI
Waktu : 09.00-09.40
105
PEDOMAN WAWANCARA KEPALA BIDANG DINAS
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK KABUPATEN BEKASI
Waktu :
106
2. Bagaimana peran DP3A dalam melakukan
penganan kekerasan anak?
Melakukan sosialisasi dan advokasi terkait
pencegahan, pendampingan dan penanganan
kekerasan terhadap anak. membentuk lembaga-
lembaga terkait pencegahan, pendampingan dan
penanganan kekerasan terhadap anak seperti KPAD,
layanan PPA, P2TP2A, Satgas PPA dan UPTD PPA.
3. Apa saja tugas DP3A dalam penanganan
kekerasan anak?
Tugasnya ada beberapa tugas salah satunya seperti
membantu melakukan penanganan kepada anak
korban kekerasan fisik, seksual ataupun anak yang
berhadapan dengan hukum. Contohnya kami
menerima laporan dari salah satu masyarakat bahwa
anaknya menjadi korban dari tindakan kekerasan fisik
oleh orang terdekat, maka kami akan mendatangi
untuk mengetahui secara detail kejadian tersebut.
Biasanya kami juga merujuk anak untuk ke rumah
sakit yang sudah bekerja sama dengan kami, dan
pihak-pihak lain jika membutuhkannya
4. Apa saja fungsi DP3A dalam penanganan
kekerasan anak?
Salah satu fungsi kami memberikan penyuluhan
sosialisasi terkait bahaya kekerasan terhadap anak
kepada masyarakat, masyarakat yang dimaksud
107
diwakili oleh tingkat desa dan kecamatan. Dengan
memberikan pemahan berupa apa saja perlindungan
anak itu, sosialisasi terkait anak sebagai suatu aset
bangsa, anak berusia 0 (dalam kandungan) sampai 18
tahun yang harus kita lindungi baik dari
keselamatannya maupun hak-haknya. Membentuk
layanan TESA telepon sahabat anak, dimana anak
yang membutuhkan perlindungan maupun bantuan
lain untuk melakukan layanan melalui layanan yang
sudah dibentuk TESA.
5. Bagaimana kondisi kasus kekerasan anak di
Kabupaten Bekasi?
Kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Bekasi
sendiri terus mengalami peningkatan kasusnya,
kenaikan kasus ini bisa dilihat di tahun 2018, 2019 dan
2020 yang terus mengalami peningkata.
6. Jenis kasus kekerasan anak apa saja yang
mendominasi di Kabupaten Bekasi?
Jenis kasus kekerasan anak yang mendominasi sendiri
seperti kasus pelecehan seksual pada anak,
pemerkosaan, dll itu data di tahun 2019 sama 2020.
7. Faktor apa saja penyebab utama yang melatar
belakangi terjadinya kasus kekerasan anak di
Kabupaten Bekasi?
Faktor utama penyebab kekerasan anak salah satunya
anak melakukan kenakalan sehingga menyebabkan
108
kekerasan fisik. Selai itu banyak yang disebabkan oleh
orang-orang terdekat dalam melakukan kekerasan
seperti halnya kasus pelecehan seksual.
8. Apakah ada program dari DP3A Kabupaten
Bekasi terkait penanganan kasus kekerasan anak?
Program di Dinas pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak sendiri berkaitan dengan
penanganan terhadap anak program kasih
perlindungan khusus anak. program ini memiliki
kegiatan diantaranya kegiatan melakukan sosialisasi
anak berhadap dengan hukum, sosialisasi
perlindungan khusus hak anak. serta bagaimana dinas
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
dalam mensosialisasikan badan-badan yang dipunya
kepada masyarakat seperti KPAD, SATGAS, PPA.
9. Apa saja fasilitas yang ada di DP3A Kabupaten
Bekasi dalam mendukung program tersebut?
Fasilitas yang dimiliki dinas pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak dalam mendukung
program tersebut, dinas pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak Kabupaten Bekasi memiliki
P2TP2A tingkat Kabupaten serta P2TP2A tingkat
Kecamatan. Dari informasi yang ada hanya dinas
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
Kabupaten Bekasi yang memiliki P2TP2A sampai
tingkat Kecamatan, P2TP2A biasanya hanya sampai
109
tingkat Kota atau Kabupaten. P2TP2A ditingkat
Kecamatan memiliki 23 pengurus yang terdiri dari 4
orang. Serta dinas pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak Kabupaten Bekasi memiliki Satgas
TPA Satgas perlindungan perempuan dan anak di
tingkat Desa, di 180 Desa 7 Kelurahan dan memiliki
layanan PPA yang memiliki tenaga Psikolog,
Konseling Hukum dan sahabat TESA.
10. Apa saja hambatan yang terjadi dalam
mewujudkan program tersebut?
Hambatan dalam mewujudkan program tersebut
seperti dalam melakukan kordinasi dengan dinas lain
termasuk dari pihak kepolisian, serta memiliki kendala
sarana. Dinas pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak yang seharunya memiliki Rumah
Aman namun sampai saat ini masih belum memiliki
Rumah Aman Anak, sehingga untuk saat ini pihak
dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak berkerja sama dengan Dinsos Bekasi terkait
Rumah Aman untuk menitipkan anak korban
kekerasan pada Dinsos Bekasi jika terjadi keadaan
darurat. Serta para pegawai-pegawai yang bertugas
dibawah seperti PPA serta P2TP2A yang cenderung
masih memiliki kekurangan tentang kekerasan
terhadap anak, yang disebabkan kurang sosialisasi.
110
Sosialisasi sendiri membutuhkan waktu cukup alama
untuk memberikan pemahan kepada mereka.
11. Bagaimana tahapan penerimaan kasus kekerasan
terhadap anak atau pengaduan di DP3A
Kabupaten Bekasi?
Tahapan dalam penerimaan kasus kekerasan terhadap
anak di dinas pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak sendiri terdiri dari 2 (dua) metode
penerimaan yaitu jika secara langsung kepada dinas
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
maka layanan dari atas ke bawah dengan berkordinasi
dengan pihak P2TP2A yang di Kecamatan terkait yang
menjadi lokasi kejadian atau tempat tinggal korban.
Sedangkan jika pengaduan dilakukan dari bawah maka
dari pihak PPA Desa terlebih dahulu ke pihak P2TP2A
Kecamatan, jika pihak P2TP2A Kecamatan tidak
mampu menangani maka dirujuk ke dinas
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
sedangkan jika bisa diselesaikan ditingkat Desa maka
tidak harus sampai ke tingkat Kecamatan.
111
PEDOMAN WAWANCARA SEKRETARIS BIDANG
DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK KABUPATEN BEKASI
Waktu :15.00-.16.00
112
P2TP2A tingkat kecamatan sama Satgas PPA tingkat
Desa tujuannya supaya masyakarat yang lokasinya
jauh dari pemda bekasi terus ingin melapor bisa
dilakukan melalui pihak Desa maupun Kecamatan.
3. Apa saja tugas DP3A dalam penanganan
kekerasan anak?
Untuk tugas kami melakukan penanganan dalam hal
ini melakukan pendampingan pada anak korban dari
tindak kekerasan, dengan membantu menyelesaikan
permasalahan sampai membantu anak dalam
pemulihan akibat dampak dari kekerasan yang dia
terima, seperti anak yang membutuhkan
pendampingan psikolog maka kami akan bekerjasama
dengan pihak psikolog yang sudah kami sediakan atau
anak yang membutuhkan perawatan rumah sakit,
akibat kekerasan fisik yang dialami maka akan kami
rujuk ke rumah sakit yang telah berkerja sama dengan
kami.
4. Apa saja fungsi DP3A dalam penanganan
kekerasan anak?
Pertama melakukan sosialisasi kepada masyarakat
melalui pihak kecamatan dan desa, yang diharapkan
agar pihak kecamatan dan desa bisa meneruskan
kepada masyarakat terkait dampak yang ditimbulkan
dari kekerasan anak dan diharapkan jika terjadi
kekerasan anak untuk melaporkan kejadian tersebut.
113
Membentuk layanan TESA yang bertujuan untuk
mempermudah masyarakat dalam melaporkan
kejadian kekerasan.
5. Bagaimana kondisi kasus kekerasan anak di
Kabupaten Bekasi?
Dari data yang kami minta, menunjukan kalo dari
tahun sebelum dengan tahun sekarang mengalami
peningkatan ditambah situasi pandemi yang
menyebabkan kasus kekerasan mengalami
peningkatan yang signifikan.
6. Jenis kasus kekerasan anak apa saja yang
mendominasi di Kabupaten Bekasi?
Untuk jenis kasusnya dari data KPAD tuh menunjukan
beberapa kasus yang terjadi seperti kasus pelecehan
seksual, kekerasan fisik, penelatanran anak, sampai
pemerkosaan.
7. Faktor apa saja penyebab utama yang melatar
belakangi terjadinya kasus kekerasan anak di
Kabupaten Bekasi?
Kekerasan anak selain faktor ekonomi banyak juga
disebabkan faktor pola asuh yang salah dari orangtua,
seperti halnya orangtua mungkin lepas kontrol disaat
membantu anaknya dalam proses belajar di rumah,
namun anak yang tidak bisa menangkap apa yang
diberikan orangtua, sehingga menyebabkan orangtua
lepas kontrol yang menyebabkan kekerasan pada anak.
114
dalam hal ini untuk melihat tindakan itu termasuk ke
dalam bentuk kekerasan atau bukan maka perlu
adanya pembuktian dengan melakukan visum, jadi
tujuan visum ialah tidak semata-mata saat melihat
orangtua memukul menimbulkan kekerasan, bisa saja
dia memukul pada bagian-bagian yang tidak
membahayakan. Serta menurut saya kekerasan
terhadap anak di Kabupaten Bekasi sendiri sangat
variatif dari psikis, fisik, seksual dll semuahnya ada di
Kabupaten Bekasi.
8. Apakah ada program dari DP3A Kabupaten
Bekasi terkait penanganan kasus kekerasan anak?
Untuk program kami memliki program kasih
perlindungan khusus anak, program ini memliki
beberapa kegiatan diantaranya seperti sosialisasi,
memberikan perlindungan kepada anak, serta untuk
memperkenalkan seperti KPAD, SATGAS, PPA.
9. Apa saja fasilitas yang ada di DP3A Kabupaten
Bekasi dalam mendukung program tersebut?
Kami memiliki beberapa fasilitas untuk menunjang
berjalannya program, salah satunya pembentukan
Satgas penanganan kekerasan anak, layanan TESA,
P2TP2A tingkat Kecamatan se Kabupaten Bekasi
sama PPA Desa. Tujuannya untuk mempemudah kalo
misalnya pelaporan kasus kekerasan anak bisa
melakukan melalui pihak Desa maupun Kecamatan
115
jika jarak rumah dengan Kecamatan mungkin dan
yang terdekat Kantor Desa maka bisa melapor lewat
sana. Sama halnya dengan kami kalo menerima
laporan dan jarak yang jauh, kami bisa meminta ke
pihak Desa atau Kecamatan untuk menghandle
terlebih dahulu.
10. Apa saja hambatan yang terjadi dalam
mewujudkan program tersebut?
Hambatannya ada beberapa seperti halnya kami belum
memiliki Rumah Aman untuk anak korban kekerasan,
jadi jika ada sebuah kasus dan membutuhkan
Perlindungan Rumah Aman maka kami harus
berkordinasi dengan Dinas Sosial Bekasi dulu. Selain
itu petugas-petugas kami dilapangan seperti di
P2TP2A Kecamatan maupun PPA Desa cenderung
masih kurang akan pemahan terkait kekerasan anak.
11. Bagaimana tahapan penerimaan kasus kekerasan
terhadap anak atau pengaduan di DP3A
Kabupaten Bekasi?
Tahapan penerimaan kami pertama bisa melakukan
laporan ke TESA (telepon sahabat anak) dengan
melakukan laporan melalui TESA maka laporan akan
kami identifikasi permasalahannya seperti apa.
sedangkan untuk cara lainnya bisa melakukan laporan
melalui pihak PPA Desa maupun P2TP2A Kecamatan
116
PEDOMAN WAWANCARA SEKSI PERLINDUNGAN
ANAK DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK KABUPATEN BEKASI
Waktu : 15.00-16.00
117
dengan kata lain mendapatrujukan untuk divisum di
rumah sakit daerah Kabupaten Bekasi.
2. Membutuhkan waktu berapa lama dalam proses
penanganan kasus kekerasan anak?
Waktu dalam setiap penanganan kasus kekerasan
terhadap anak tidak menentu, bisa lama bisa cepat
dalam penyelesaian tergantung dalam bagaimana
setiap permasalahan yang ada. Biasanya ada yang 1
hari sudah merasa puas sehingga kasus tersebut tidak
dilanjutkan, dan ada yang lebih dari 1 hari bahkan
sampai 1 bulan kasus tidak bisa diselesaikan karna
permasalahan tertentu.
3. Bagaimana hambatan-hambatan yang terjadi
dalam proses penanganan kasus kekerasan anak?
Hambatan-hambatan yang dialami dalam setiap proses
penanganan, biasanya data-data yang tidak sesuai
milik korban. Seperti terjadi kasus kekerasan terhadap
anak di daerah ini namun yang bersangkutan bukan
asli dari warga sini, serta tidak memiliki identitas atau
kurang lengkapnya data.
4. Dampak apa saja yang terjadi pada anak korban
dari tindakan kekerasan?
Dampak yang didapat pada anak biasanya trauma,
tidak mau bergauk dan mengurung diri. Salah satu
contohnya anak korban kekerasan seksual, anak akan
mengalami ketakutan yang luar biasa ketika bertemu
118
atau melihat laki-laki dikarnakan memiliki trauma
pada laki-laki.
5. Apa saja solusi dalam memberikan perlindungan
pada anak agar terhindar dari kekerasan?
Salah satu solusi untuk pencegahan atau memberikan
perlindungan pada anak agar terhindar dari tindak
kekerasan, salah satunya dengan melakukan sosialisasi
kepada masyarakat agar masyarakat lebih memahami
bahaya dari kekerasan anak dan dampak kekerasan
pada anak. Serta memberikan edukasi kepada anak
untuk selalu menjaga bagian-bagian tubuh tertentu
agar tidak boleh disentuh siapapun kecuali diri sendiri.
6. Bagaimana dalam melihat tanda-tanda terjadinya
kekerasan pada anak?
Untuk melihat tanda-tanda terjadinya kekerasan pada
anak, biasanya bisa kita liat dari perubahan pada diri
anak. Seperti yang biasanya aktif dalam berbicara
maupun bermain, anak yang mengalami kekerasan
cendurung menjadi pendiam dan sering kali
mengurung diri.
7. Pasal berapa yang mengatur bagi pelaku tindakan
kekerasan anak?
Ya untuk pasal yang mengatur terkait pelaku tindakan
kekerasan terterang pada pasal 76C UU 35/2014 kalo
untuk pelaku penganiayaan ditentukan pada pasal 80
119
UU 35/2014 yang mengatur hukuman bagi para pelaku
kejahatan kekerasan pada anak.
Waktu : 09.00-09.40
120
4. Kapan kejadiannya?
Kejadiannya tuh hari selasa kira-kira tuh jam ½ siang
pas posisi saya emang lagi engga ada di rumah karna
lagi kerja. Anak saya p biasanya ya main biasa sama
yang laen temennya.
5. Dimana tempat terjadinya kekerasan?
Di rumah dia J.
6. Bagaimana kejadianya?
Jadi kalo saya lagi pergi kerja, anak saya P di rmah
sendiri biasanya si ada yang jagain kalo emng saya
lagi pergi kerja gitu, cuman hari itu emng lagi engga
ada yang jagain. Posisi saya juga lagi kerja, anak saya
juga kalo main bareng-bareng gitu sama temennya
yang laen jadi ya kaya biasa aja gitu. Dihari itu anak
saya P sama temen-temennya tuh pas lagi main
dipanggil sama pelaku J suruh ke dalem rumah dia.
Kejadiannya tuh di rumah dia pas dipanggil sama
pelaku anak saya dipegang-pegang sama pelaku di
bagian-bagian tertentu mas. Saya tau kejadian itu
karna anak saya ngomong sendiri ke saya pas saya
abis pulang kerja kalo dia tadi dipegang-pegang sama
pelaku tetangga saya mas.
7. Dampak yang dialami anak seperti apa?
Anak saya P jadi trauma setelah kejadian itu. Sering
nangis juga semenjak kejadian itu.
121
8. Pelayanan seperti apa yang sudah diterima anak
Bapak/Ibu di DP3A?
Ya selama anak saya P dapet pendampingan dari
orang pemda saya terbantu, anak saya P dibantu kaya
perawatan ke rumah sakit terus anak saya juga dapet
penanganan dari psikolog sama saya juga dapet
pendampingan hukum mas buat bantu saya karna ya
saya kurang paham jadi saya minta tolong sekalian
sama orang pemda.
9. Apa yang dirasakan anak Bapak/Ibu setelah
menerima layanan dari DP3A?
Alhamdulillah anak saya P yang tadinya nangis terus
sekarang jadi makin lebih baik karna ya dibantu kaya
dari psikolog buat ngilangin trauma anak saya. Terus
saya pribadi juga sangat berterima kasih udah di
dampingi dari awal sampe akhir.
10. Hukuman seperti apa yang sudah di terima pelaku
dalam proses penyelesaian kasus tersebut?
Kalo pelaku J di hukum penjara mas 15 tahun.
122
PEDOMAN WAWANCARA ORANG TUA ANAK
PENERIMA MANFAAT LAYANAN DINAS
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK KABUPATEN BEKASI
Waktu : 09.00-09.40
123
4. Kapan kejadiannya?
Kejadiannya biasanya kalo saya engga ada dirumah
terus anak saya lagi berdua sama istri saya dirumah
engga ada orang lain.
5. Dimana tempat terjadinya kekerasan?
Mukul sama nyubitnya si dirumah.
6. Bagaimana proses kejadianya?
Pertama saya saya ngeliat bekas luka gitu mas
ditangan gitu, terus saya tanyain dia kenapa awalnya
ya ga mau ngomong, terus saya paksa akhirnya
ngomong kalo dia sering dipukul atau cubit itu juga
katanya ga sekali dua kali. Jadi istri saya N tuh sering
emosian kalo liat anak saya yang katanya nakal jadi
dicubit dia ngelakuin itu tuh kalo saya lagi engga ada
di rumah posisi saya lagi kerja. Terus anak saya di
rumah sama istri saya sering dipukul sama dicubit.
7. Dampak yang dialami anak seperti apa?
Pasti pertama trauma terus ya bekas luka di badan
anak saya.
8. Pelayanan seperti apa yang sudah diterima anak
Bapak/Ibu di DP3A?
Selama saya didampingi anak saya dapat perawat kaya
dari rumah sakit gitu buat ngilangin kaya bekas
cubitan gitu yang memar.
124
9. Apa yang dirasakan anak Bapak/Ibu setelah
menerima layanan dari DP3A?
Yang pasti anak saya hari ke hari makin baiklah.
10. Hukuman seperti apa yang sudah di terima pelaku
dalam proses penyelesaian kasus tersebut?
Mantan istri saya N di hukum 3 tahun 6 bulan, kecewa
tapi ya mau bagaimana.
125
126