Anda di halaman 1dari 14

Resume BAB 9

“Rahmat Islam bagi Nusantara”

Oleh :
Nama : Alfi Syukrina
Kelas : XII MIPA 3

SMA NEGERI 4 BUKITTINGGI


TP 2022/2023
1. K.H. Ahmad Dahlan

Biodata :
Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868. Nama kecil KH. Ahmad Dahlan
adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara yang keseluruhan
saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya.Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di
Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-
pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu
Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad
Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa
ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim
Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.

Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji
Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri
Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak,
yaitu: Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Di samping itu,
KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah
menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari
perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia
pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.Dengan maksud mengajar agama,
pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi Oetomo – organisasi yang melahirkan banyak tokoh
nasionalis. Di sana beliau memberikan pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota.
Pelajaran yang diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota
Boedi Oetomo ini menyarankan agar Kiai Dahlan membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi
dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen. Saran itu kemudian ditindaklanjuti Kiai Dahlan
dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912 (8
Dzulhijjah 1330). Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui
organisasi inilah beliau berusaha memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.
2. K. H. Hasyim Asyari

Biodata :
KH Hasyim Asyari lahir pada tanggal 14 Februari 1871, atau bertepatan dengan Selasa Kliwon 24
Zulkaidah 1287 Hijriah. KH Hasyim Asyari lahir di lingkungan pesantren yaitu di Pesantren Gedang,
Tambakrejo, Jombang, Jawa Timur. Ayahnya merupakan pendiri Pesantren Keras Jombang, bernama
Kiai Asyari, dan ibunya bernama Nyai Halimah. KH Hasyim Asyari mewariskan trah ulama sekaligus
umara dari kedua orang tuanya. Dari sang ayah, nasab KH Hasyim Asyari bersambung kepada
Maulana Ishak hingga Imam Ja’far Shadiq bin Muhammad al-Bagir. Sementara dari sang ibu, nasab
KH Hasyim Asyari berrsambung kepada Prabu Brawijaya V melalui jalur Lembu Peteng alias Bondan
Kejawen. Diketahui, dari Lembu Peteng ini kemudian lahir seorang anak laki-laki bernama Mas
Karebet yang di kemudian hari menjadi raja pertama Kesultanan Pajang bergelar Sultan Hadiwijaya.
Menganalisis dan Mengevaluasi Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Beberapa sejarawan menyebut Islam pertama kali memasuki wilayah di Indonesia pada abad ke-7.
Bukti sejarah masuknya agama Islam di Indonesia dimulai pada abad ke-7 Masehi ditunjukkan oleh
berita China dari zaman Dinasti Tang. Catatan tersebut menerangkan bahwa pada 674 M, di pantai
barat Sumatera telah terdapat perkampungan bernama Barus atau Fansur, yang dihuni oleh orang-
orang Arab yang memeluk Islam. Hal ini juga didukung oleh keterangan para pedagang Muslim Arab
dan Persia, yang telah memiliki hubungan dagang dengan Kerajaan Sriwijaya di Palembang. Sangat
mungkin bahwa melalui kontak bisnis, terjadi pula kontak budaya dan agama antara masyarakat lokal
dengan pedagang Muslim. Baca juga: Historiografi pada Masa Islam di Nusantara Perkembangan
Islam di Indonesia Masa sebelum penjajahan Meski Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-
7, penyebarannya baru terjadi pada sekitar abad ke-12. Pada awalnya, Islam diperkenalkan melalui
para pedagang Muslim Arab. Setelah itu, lewat aktivitas dakwah yang dilakukan para ulama. Bukti
yang memperkuat dugaan bahwa Islam mulai berkembang di Pulau Jawa pada abad ke-11 adalah
ditemukannya nisan Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik, yang berangka tahun 1082 M. Selain itu,
terdapat jirat atau batu nisan khas Gujarat di nisan makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Di
daerah Jawa lainnya, terdapat jirat yang dibuat pada masa Kerajaan Majapahit, yaitu di Troloyo dan
Trowulan. Jirat tersebut menunjukkan bahwa pengaruh pemeluk Islam sudah ada di Kerajaan
Majapahit.

Dari catatan Marco Polo, yang singgah di Perlak ketika dalam perjalanan pulang dari China menuju
Persia pada 1292, dilaporkan bahwa setidaknya ada satu kota Muslim di Indonesia. Diketahui bahwa
saat itu telah ada kerajaan Islam di Tumasik dan Samudra Pasai, yang menguasai perdagangan di
Selat Malaka dan memiliki pelabuhan-pelabuhan penting untuk mengekspor lada ke Gujarat dan
Benggala. Pelabuhan tersebut mulai ramai pada abad ke-12, ketika Majapahit masih memiliki
hegemoni di kawasan tersebut dan ketika para pedagang Islam dari berbagai bangsa telah melakukan
perdagangan dengan pedagang di kawasan ini. Secara umum, para pedagang lokal dan bangsawan
kerajaan besar adalah orang-orang pertama yang mengadopsi agama baru. Penyebaran Islam pun kian
terasa setelah seorang pedagang Muslim menikahi wanita Indonesia.

Setelah itu, pada abad ke-15, pedagang Muslim dari Arab, India, Sumatera, Semenanjung Melayu,
dan China mulai mendominasi perdagangan di Indonesia, yang saat itu dikuasai oleh para pedagang
Majapahit Jawa. Dinasti Ming China melakukan pelayaran yang bertujuan untuk menciptakan
pemukiman Muslim China di Palembang. Ming pun secara aktif mendirikan komunitas Muslim
Tionghoa-Melayu di pesisir utara Jawa. Pada 1430, Dinasti Ming berhasil membentuk komunitas
Muslim China, Arab, dan Melayu di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel. Dengan demikian, Islam
pun mulai benar-benar berpijak di Jawa, di mana penyebarannya juga tidak dapat dipisahkan dari
peran Wali Songo.

Belanda mulai menjajah Indonesia karena tertarik akan kekayaan rempah-rempah di sana. Kedatangan
Belanda di Indonesia ini mengakibatkan terjadinya monopoli pelabuhan pusat perdagangan. Di sisi
lain, kondisi ini justu membantu proses penyebaran Islam, karena para pedagang Muslim Indonesia
pindah ke pelabuhan kecil dan terpencil. Masih di periode yang sama, transportasi bertenaga uap
mulai diperkenalkan, sehingga hubungan antara Indonesia dengan negara Islam lain, seperti Timur
Tengah kian meningkat. Di Mekkah, jumlah peziarah tumbuh secara signifikan. Kemudian pertukaran
ulama dan mahasiswa juga mengalami peningkatan. Sekitar 200 mahasiswa Asia Tenggara, mayoritas
dari Indonesia, belajar di Kairo pada pertengahan abad 1920-an. Selain itu, sekitar 2.000 warga Arab
Saudi juga merupakan keturunan Indonesia. Baca juga: Sejarah Masuknya Islam di Lombok
Bersamaan dengan itu, sejumlah pemikiran dan gerakan keagamaan Islam mulai bertumbuh di
Indonesia. Salah satu organisasi massa beraliran Islam pertama adalah Sarekat Islam, yang didirikan
oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada 16 Oktober 1905. Sarekat Islam berperan sebagai organisasi
nasionalis pertama yang melawan kolonialisme. Lewat organisasi ini, Islam berusaha diperjuangkan
agar menjadi identitas bersama di antara komposisi etnis dan budaya yang beragam di Indonesia.
Selain itu, aliran modernis Muslim mulai muncul di Sumatera Barat, seperti Adabiah (1909), Diniyah
Putri (1911), dan Sumatera Thawalib (1915). Gerakan Modernis juga bertujuan untuk menghapus
unsur-unsur yang dianggap jauh dari Islam memasukkan nilai-nilai modern, misalnya membangun
sekolah Islam dan melatih perempuan menjadi pengkhotbah.

Strategi Dakwah di Nusantara


1. Strategi Perdagangan
Indonesia termasuk dalam jalur perdagangan internasional pada abad 7 M-16 M, sehingga para
pedagang muslim dari Arab, Persia, dan India turut berdatangan untuk berniaga. Selain berdagang,
mereka turut menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat yang waktu itu masih menganut Hindu
dan Budha.

Para pedagang mengambil jalur laut untuk datang ke Indonesia, sehingga perniagaan yang terjadi
antara Jazirah Arab, India, dan Asia Tenggara.

Perdagangan bukan satu-satunya jalur masuknya Islam ke Indonesia. Tetapi dengan berniaga inilah
Islam mulai dikenal dan diikuti penduduk pribumi. Sehingga para pedagang memiliki peranan penting
dalam menyiarkan Islam di Indonesia.

2. Strategi Perkawinan
Para pedagang muslim yang singgah kemudian banyak yang menetap di Indonesia. Sehingga dari
mereka ada yang menikah dengan putri bangsawan dari kerajaan pribumi.Perkawinan yang dilakukan
pun telah berlangsung secara islami. Yang mana para kala itu masyarakat pribumi sudah banyak yang
mengucapkan kalimat syahadat.

Dari pernikahan itu, banyak dari keturunan mereka yang menjadi ulama dan penyebar Islam di
Nusantara. Salah satu contohnya, perkawinan antara Maulana Ishaq dan putri Raja Blambangan yang
kemudian melahirkan Sunan Giri.Sunan Giri merupakan salah satu wali songo yang memiliki peranan
penting dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa.

Anak hasil dari pernikahan antara pedagang muslim dengan wanita pribumi lahir menjadi muslim.
Dari sinilah, Islam di Indonesia

3. Strategi Tingkatan Sosial


Para pendakwah Islam lebih dahulu mengislamkan para raja dan bangsawan yang memiliki tingkatan
sosial tertinggi. Dengan islamnya mereka, banyak dari penduduk kerajaan yang tingkatannya berada
di bawah mengikuti raja mereka.

Strategi ini juga efektif dalam penyebaran Islam di Indonesia.


4. Strategi Pendidikan
Setelah banyaknya pengikut Islam di Indonesia, para pendakwah membangun pondok pesantren dan
masjid-masjid. Yang mana digunakan sebagai tempat berkumpul untuk belajar syariat Islam dan
pembinaan calon ulama.

Para murid benar-benar diajarkan berbagai macam ilmu, hingga menjadi ahli dalam bidang agama
Islam. Setelahnya mereka pun menyiarkan Islam ke masyarakat pribumi lainnya. Meluas ke berbagai
daerah di Nusantara.Pada saat itu pondok pesantren ini didirikan oleh guru, ulama, juga kiai. Misalnya
Sunan Gresik yang diyakini sebagai orang yang pertama kali membangun pesantren di tanah Jawa.

5. Strategi Kesenian dan Kebudayaan


Cara ini dilakukan oleh wali songo ketika menyebarluaskan ajaran Islam di Pulau Jawa. Mereka
menjadikan pertunjukan seni dan budaya bernuansa Islami, sehingga masyarakat menyukainya.

Misalnya, Sunan Kalijaga memperkenalkan dan mengislamkan masyarakat Jawa dengan


menggunakan salah satu budaya Jawa yakni, pertunjukkan wayang.

Sunan Kalijaga sangat mahir memainkan wayang dan memasukkan unsur dan nilai-nilai keislaman
dalam cerita pewayangan. Masyarakat yang menyaksikan pertunjukan Sunan Kalijaga akhirnya
mengenal Islam, dan tertarik dengannya.

Berbagai kesenian dan kebudayaan lainnya juga dijadikan media penyebaran Islam, antara lain seni
ukir, gamelan, dan seni suara suluk.

Suluk yang paling tersohor dan melekat di hati rakyat pada waktu itu adalah Tombo Ati oleh Sunan
Bonang. Syair ini dijadikan sebagai media dakwah Islam olehnya dengan menggunakan bahasa Jawa
dalam liriknya.
Perkembangan Dakwah Islam di Nusatara
1. Perkembangan Islam di Sumatera

Tempat mula-mula masuknya Islam di pulau Sumatera adalah Pantai Barat Sumatera. Dari sana
berkembang ke daerah-daerah lainnya. Pada umumnya, buku-buku sejarah menyebutkan
perkembangan agama Islam bermula dari Pasai, Aceh Utara.

Orang yang menyebarkan Islam di daerah ini adalah Abdullah Arif. Ia seorang mubaligh dari Arab,
dengan misi penyebarannya dengan berdakwah dan berdagang.

Dengan kesopanan dan keramahan orang Arab yang berdakwah itu, maka penduduk Pasai sangat
terkesan. Akhirnya mereka menyatakan diri masuk Islam. Bahkan raja dan pemimpin negeri, setelah
melihat kesopanan orang Arab yang berdakwah itupun, masuk Islam pula. Masyarakat Pasai sangat
giat belajar agama Islam. Malah ada dari kalangan anak raja sengaja diutus menuntut ilmu agama
Islam ke Mekkah. Kerajaan Islam Pasai berdiri sekitar tahun 1297, yang kemudian dikenal dengan
sebutan “Serambi Mekkah”.

Setelah agama Islam berkembang di Pasai, dengan cepat tersebar pula ke daerah-daerah lain yaitu ke
Pariaman, Sumatera Barat. Islam datang ke Pariaman dari Pasai melalui laut Pantai Barat Pulau
Sumatera. Ulama yang terkenal membawa Islam ke Pariaman itu adalah Syekh Burhanuddin.

Penyiaran agama Islam dilakukan secara pelan-pelan dan bertahap, sebab adat di Sumatera Barat
sangat kuat. Dengan arif dan bijaksana para mubaligh dapat memberikan pengertian pada masyarakat,
dan akhirnya masyarakat Sumatera Barat dapat menerima agama Islam dengan baik.

Sebagai bukti bahwa Islam diterima oleh masyarakat Sumatera Barat dengan kerelaan dan kesadaran
adalah dengan istilah yang mengatakan: Adat bersendi syura’, syara’ bersendi Kitabullah. Jadi, adat
istiadat yang dipegang teguh oleh masyarakat Sumatera Barat itu adalah adat yang bersendikan Islam,
artinya Islam menjadi dasar adat.

Sekitar tahun 1440 agama Islam masuk ke Sumatera Selatan. Mubaligh yang paling berjasa membawa
Islam ke Sumatera Selatan adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel). Arya Damar yang kemudian
terkenal dengan nama Aryadillah (Abdillah) adalah bupati Majapahit di Palembang waktu itu.
Kemudian Raden Rahmat (Sunan Ampel) memberi saran kepada Abdillah agar bersedia menyebarkan
agama Islam di Sumatera Selatan. Atas rahmat dan petunjuk Allah Swt., saran Raden Rahmat tersebut
dilaksanakan oleh Aryadillah, sehingga agama Islam di Sumatera Selatan berkembang dengan baik.

2. Perkembangan Islam di Kalimantan,Maluku, dan Papua

Di pulau Kalimantan, agama Islam mula-mula masuk di Kalimantan Selatan, dengan ibukotanya
Banjarmasin. Pembawa agama Islam ke Kalimantan Selatan ini adalah para pedagang bangsa Arab
dan para mubaligh dari Pulau Jawa. Perkembangan agama Islam di Kalimantan Selatan itu sangat
pesat dan mencapai puncaknya setelah Majapahit runtuh tahun 1478.

Daerah lainnya di Kalimantan yang dimasuki agama Islam adalah Kalimantan Barat. Islam masuk ke
Kalimantan Barat mula-mula di daerah Muara Sambas dan Sukadana. Dari dua daerah inilah baru
tersebar ke seluruh Kalimantan Barat. Pembawa agama Islam ke daerah Kalimantan Barat adalah para
pedagang dari Johor (Malaysia), serta ulama dan mubaligh dari Palembang (Sumatera Selatan). Sultan
Islam yang pertama (tahun 1591) di Kalimantan Barat berkedudukan di Sukadana, yaitu Panembahan
Giri Kusuma.

Penyebaran Islam di Kalimantan Timur terutama di Kutai, dilakukan oleh Dato’ Ri Bandang dan
Tuang Tunggang melalui jalur perdagangan.

Kemudian sejak abad ke-15, antara tahun 1400 sampai 1500 Islam telah masuk dan berkembang di
Maluku. Pedagang yang beragama Islam dan para ulama/mubalih banyak yang datang ke Maluku
sambil menyiarkan agama Islam. Daerah-daerah yang mula-mula dimasuki Islam di Maluku adalah
Ternate, Tidore, Bacau, dan Jailolo.

Raja-raja yang memerintah di daerah tersebut berasal dari satu keturunan, yang semuanya menyokong
perkembangan Islam di Maluku.

Perkembangan agama Islam di papua berjalan agak lambat. Islam masuk ke Irian terutama karena
pengaruh raja-raja Maluku, para pedagang yang beragama Islam dan ulama atau mubaligh dari
Maluku.

Daerah-daerah yang mula-mula dimasuki Islam di papua adalah Misol, Salawati, Pulau Waigeo,dan
Pulau Gebi.

3. Perkembangan Islam di Sulawesi

Pada abad ke-16 Islam telah masuk ke Sulawesi, yang dibawa oleh Dato’ Ri Bandang dari Sumatera
Barat. Daerah-daerah yang mula-mula dimasuki Islam di Sulawesi adalah Goa, sebuah kerajaan di
Sulawesi Selatan.

Sebelum Islam datang ke daerah ini penduduknya menganut kepercayaan nenek moyang. Setelah
Dato’ Ri Bandang berkunjung ke Sulawesi Selatan, Raja Goa yang bernama Karaeng Tonigallo
masuk Islam. Kemudian atas usul Dato’ Ri Bandang, Raja Goa berganti nama dengan Sultan
Alauddin. Jauh sebelum Raja Goa ini masuk Islam, para pedagang telah menyiarkan agama Islam di
tengah-tengah masyarakat Sulawesi Selatan dan banyak penduduk yang telah menganut agama Islam.

Setelah Sultan Alauddin wafat, beliau diganti oleh putranya yang bernama Sultan Hasanuddin. Dari
Goa Islam terus berkembang ke daerah-daerah lainnya seperti daerah Talo dan Bone.

4. Perkembangan Islam di Nusa Tenggara

Sebagaimana daerah-daerah lain, pada tahun 1540 agama Islam masuk pula ke Nusa Tenggara.
Masuknya agama Islam Ke Nusa Tenggara dibawa oleh para mubaligh dari Bugis (Sulawesi Selatan)
dan dari Jawa.

Agama Islam berkembang di Nusa Tenggara mula-mula di daerah Lombok yang penduduknya
disebut Suku Sasak. Dari daerah Lombok, secara pelanpelan selanjutnya tersebar pula ke daerah-
daerah Sumbawa dan Flores.
5. Perkembangan Islam di Pulau Jawa

Agama Islam masuk ke Pulau Jawa kira-kira pada abad ke-11 M., yang dibawa oleh para pedagang
Arab dan para mubaligh dari Pasai. Tempat yang mula-mula dimasuki Islam di pulau Jawa yaitu
daerah-daerah pesisir utara Jawa Timur.

Tokoh terkenal yang berdakwah di Jawa Timur adalah Maulana Malik Ibrahim. Beliau menetap di
Gresik, kemudian mendirikan pusat penyiaran agama Islam dan pusat pengajaran. Dalam majlisnya
itu beliau mengkader beberapa orang murid. selanjutnya mereka menyiarkan agama Islam ke daerah-
daerah lain di pulau Jawa.

Di Jawa Tengah, penyiaran Agama Islam berpusat di Demak. Penyiaran agama Islam di Pulau Jawa
dilakukan oleh para wali yang berjumlah 9 yang dikenal dengan Wali Songo (Wali Sembilan).
Kemudian murid-murid Wali Songo turut pula menyiarkan agama Islam ke daerah pedalaman pulau
Jawa, sehingga agama Islam berkembang dengan pesatnya.

Kerajaan Islam
1. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai adalah kerajaan pertama yang bercorak Islam di Indonesia. Letak geografis
kerajaan ini terletak di Pantai Utara Aceh, pada muara Sungai Psangan (Pasai). Pada muara sungai
tersebut terdapat dua kota, yaitu Samudra dan Pasai. Letaknya yang strategis membuat Samudra Pasai
menjadi berkembang sebagai kerajaan maritim dan menjadi bandar transit. Kerajaan Samudera Pasai
mengalami kemunduran setelah mendapatkan serangan dari Majapahit yang memiliki ambisi untuk
menyatukan Nusantara.

2. Kerajaan Malaka
Letak Kerajaan Malaka sangat strategis yaitu di Semenanjung Malaya dengan ibu kotanya di Malaka.
Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaannya di bawah pimpinan masa Sultan Mansyur Syah. Di
masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka berhasil menjadi pusat perdagangan Islam di Asia Tenggara.

3. Kerajaan Aceh
Kedudukan kerajaan Aceh terletak strategis yang berada di Selat Malaka. Masa kejayaan Kerajaan
Aceh dicapai pada pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Kerajaan Aceh mengalami kemunduran yang
disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah Kerajaan Aceh mengalami kekalahan dengan
perang melawan Portugis di Malaka yang memakan banyak korban jiwa dan harta benda.

4. Kerajaan Demak
Raja pertama dari pendiri kerajaan Demak ialah Raden Patah. Perekonomian kerajaan Demak
berkembang pesat dalam dunia maritim. Peninggalan dari kerajaan Demak berpadu sempurna dengan
budaya asli masyarakat setempat. Masjid Agung Demak adalah peninggalan dari para wali yang
menggunakan gaya asli Indonesia yaitu atapnya bertingkat tiga dan memiliki pendapa.

5. Kerajaan Mataram Islam


Kerajaan Mataram Islam terletak di daerah Jawa Tengah bagian selatan dengan pusatnya di Kotagede.
Masa kejayaan Mataram Islam dicapai oleh Raden Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung
Hanyokrokusumo. Pencapaian yang dihasilkan oleh Sultan Agung antara lain dapat menundukkan
para bupati yang tidak mengakui kekuasaan pusat Mataram, menyusun kitab undang-undang Surya
Alam yang merupakan percampuran antara hukum Islam dan adat istiadat Jawa.

6. Kerajaan Banten
Setelah Fatahillah berhasil merebut Sunda Kelapa pada tahun 1527, daerah Banten dikembangkan
sebagai pusat perdagangan dan persebaran agama Islam. Penyebaran agama Islam dan perdagangan
berkembang melesat pada masa pemerintahan Hasanuddin. Peristiwa kemenangan Sultan Haji dalam
perang saudara dengan Sultan Ageng Titrayasa menjadi penanda berakhirnya kejayaan kerajaan
Banten.

7. Kerajaan Gowa Tallo


Kerajaan owa Tallo merupakan dua kerajaan Islam yang memiliki hubungan baik dan terletak di
Sulawesi Selatan. Kedua Kerajaan tersebut dikenal sebagai Kerajaan Makassar. Kehidupan ekonomi
masyarakat kerajaan Makasar bertumpu pada sistem kelautan yang dimilikinya. Kehidupan budaya
masyarakat Makassar sangat dipengaruhi oleh keadaan kerajaan Makasar yang bertumpu pada sistem
maritim. Hasil kebudayaan Gowa Tallo adalah alat penangkap ikan dan Kapal Pinisi. Sampai
sekarang Kapal Pinisi dari Sulawesi Selatan menjadi salah satu kebangaan bangsa Indonesia. Selain
itu, seni sastra yang dikembangkan oleh kerajaan Gowa Tallo ialah kitab Lontar.

8. Kerajaan Ternate dan Tidore di Maluku


Letak geografis kerajaan Ternate dan Tidore terletak di sebelah barat Pulau Halmahera (Maluku
Utara). Tanah Maluku disebut sebagai "The Spicy Island" sebab Maluku memiliki kekayaan rempah-
rempah di yang dikenal di dunia internasional. Pertikaian yang terjadi antara Kerajaan Ternate yang
dibantu Portugis dan Kerajaan Tidore yang dibantu Spanyol menyebabkan Paus turun tangan dan
mengadakan perjanjian untuk perdamaian . Perjanjian tersebut bernama perjanjian Saragosa yang
berisi, "Spanyol harus meninggalkan Maluku dan Portugis tetap dapat melaksanakan kegiatannya di
Maluku."

Gerakan Pembaruan Islam di Indonesia


GERAKAN PEMBARUAN ISLAM DI INDONESIA

1. Gerakan pendidikan dan sosial


a. Sekolah thawalib
Sekolah ini berasal dari surau jembatan besi. Surau berarti langgar atau
masjid. Lembaga pendidikan Surau berarti pengajian di Masjid, mirip dengan
pesantren di Jawa. Haji Abdullah Ahmad dan Haji Rasul pada tahun 1906
telah merintis perubahan “sistem surau” menjadi sistem sekolah. Pada tahun
1919 Haji Jalaludin Hayib menerapkan sistem kelas dengan lebih sempurna. Ia
mengharuskan pemakaian bangku dan meja, kurikulum yang lebih baik, dan
kewajiban pelajar untuk membayar uang sekolah. Selain itu kepada para
pelajar pun diperkenalkan koperasi pelajar guna memenuhi kebutuhan
seharihari mereka. Koperasi ini berkembang menjadi organisasi sosial yang
menyantuni sekolah Thawalib dengan nama Sumatera Thawalib. Sejak itu
organisasi ini tidak lagi dipimpin oleh murid, tetapi oleh para guru.

b. Jamiat Khair
Organisasi ini didirikan di Jakarta oleh masyarakat Arab Indonesia pada
tanggal 17 Juli 1905. Di antara pendirinya adalah Sayid Muhammad AlFachir
bin Syihab, Sayid Idrus bin Ahmad bin Syihab, dan Sayid Sjehan bin
Syihab.Semuanya termasuk golongan sayyid, yaitu kaum ningrat atau
bangsawan Arab.
c. Al-Irsyad
Organisasi sosial ini didirikan oleh kaum pedagang Arab di Jakarta. Al-Irsyad
memusatkan perhatiannya pada bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah
dan perpustakaan. Sekolah Al-Irsyad banyak jenisnya. Ada sekolah tingkat
dasar, sekolah guru dan program takhassus memperdalam agama dan bahasa
asing. Cabang-cabang AlIrsyad segera dibuka di Cirebon, Pekalongan,
Bumiayu, Tegal, Surabaya, dan Lawang.
d. Persyarikatan Ulama
Organisasi sosial kemasyarakatan ini semula bernama Hayatul Qulub,
didirikan di Majalengka, jawa Barat, oleh K.H. Abdul Halim pada tahun 1911.
Kiai Halim adalah alumni Timur Tengah. Ia menyerap ide-ide pembaruan
yang dihembuskan oleh Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani, dua
tokoh pembaruan di Mesir
e. Nahdatul Ulama (NU)
Dikalangan pesantren dalam merespon kebangkitan nasional, membentuk
organisasi pergerakan, seperti Nah«atul Wa an (Kebangkitan Tanah Air) pada
1916. Kemudian pada tahun 1918 mendirikan Taswirul Afkar atau dikenal
juga dengan Nahdatul Fikri (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana
pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari
Nah«atul Fikri kemudian mendirikan Nah«atut Tujjar, (pergerakan kaum
saudagar). Serikat ini dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian
rakyat. Dengan adanya Nahdatut Tujjar, maka Taswirul Afkar, selain tampil
sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang
sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
f. Muhammadiyah
Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 oleh
K.H. Ahmad Dahlan. Kegiatan Muhammadiyah dipusatkan dalam bidang
pendidikan, dakwah dan amal sosial. Muhammadiyah mendirikan berbagai
sekolah Islam ala Belanda, baik dalam satuan pendidikan, jenjang maupun
kurikulumnya. Muhammadiyah pun menerima subsidi dari pemerintah
Belanda.
2. Gerakan politik
Di antara partai politik Islam yang tumbuh sebelum zaman kemerdekaan adalah
Persaudaraan Muslimin Indonesia (Permi), Sarikat Islam (SI), dan Partai Islam
Indonesia (PII). SI didirikan di Solo pada tanggal 11 November 1911 sebagai
kelanjutan dari Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada
tanggal 16 Oktober 1905.

Nilai Keteladanan Tokoh dalam Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia


okoh-tokoh penggerak utama dalam penyebaran Islam dan telah menggoreskan nilai-nilai keteladan
mereka lebih dikenal dengan sebutan “Wali Songo” yaitu sebagai berikut.

1. Maulana Malik Ibrahim, nama lainnya adalah Maulana Maghribi (Barat). Disebut Maghribi karena
asalnya dari Persia, pusat kegiatannya di Gresik, Jawa Timur.

2. Sunan Ampel atau Ngampel, nama kecilnya Raden Rahmat yang berkedudukan di Ngampel
Surabaya. Melalui peran beliau lahirlah generasi Islam yang tangguh, salah satunya Raden Fatah
sultan pertama Demak.

3. Sunan Giri, nama aslinya Raden Paku. Beliau adalah murid Sunan Ampel. Pusat kegiatannya di
Bukit Giri, Gresik.

4. Sunan Bonang, nama kecilnya adalah Makdum Ibrahim putra Raden Rahmat yang berkedudukan
di Bonang dekat Tuban.

5. Sunan Drajat, nama kecilnya adalah Malik Munih juga putra Raden Rahmat dengan pusat kegiatan
di daerah Drajat, dekat Sedayu suatu wilayah antara Gresik dan Tuban.

6. Sunan Kalijaga, nama aslinya Joko Said. Pusat kegiatannya di Kadilangu, Demak (Jawa Tengah).

7. Sunan Gunung Jati disebut pula Syarif Hidayatullah, berkedudukan di Gunung Jati, Cirebon (Jawa
Barat).

8. Sunan Kudus, berkedudukan di Kudus.

9. Sunan Muria, yang berkedudukan di gunung Muria dekat Kudus. Masing-masing anggota Wali
Songo tersebut, memiliki tugas menyampaikan dakwah Islam, melalui berbagai perbaikan dalam
sistem nilai dan sistem sosial budaya masyarakat.

Menurut buku Atlas Wali Songo, disebutkan tugas tokoh-tokoh Wali Songo dalam mengubah dan
menyesuaikan tatanan nilai-nilai budaya masyarakat, sebagai berikut:

1. Sunan Ampel membuat peraturan-peraturan yang islami untuk masyarakat Jawa.

2. Raja Pandhita di Gresik merancang pola kain batik, tenun lurik dan perlengkapan kuda.

3. Susuhunan Majagung, mengajarkan mengolah berbagai jenis masakan, lauk pauk, memperbaharui
alat-alat pertanian, membuat gerabah.

4. Sunan Gunung Jati di Cirebon mengajarkan tata cara berdoa dan membaca mantra, tata cara
pengobatan, serta tata cara membuka hutan.

5. Sunan Giri membuat tatanan pemerintahan di Jawa, mengatur perhitungan kalender siklus
perubahan hari, bulan, tahun, windu, menyesuaikan siklus pawukon, juga merintis pembukaan jalan.
6. Sunan Bonang mengajar ilmu suluk, membuat gamelan, menggubah irama gamelan.

7. Sunan Drajat, mengajarkan tata cara membangun rumah, alat yang digunakan orang untuk memikul
orang seperti tandu dan joli.

8. Sunan Kudus, merancang pekerjaan peleburan, membuat keris, melengkapi peralatan pande besi,
kerajinan emas juga membuat peraturan undangundang hingga sistem peradilan yang diperuntukkan
orang Jawa.

Anda mungkin juga menyukai