Anda di halaman 1dari 3

Nama : Imas Mandarini

NPM : F422342
Kelas : D
No HP: 085884658534
Email : ImasMandarini2@gmail.com
Tugas MK Askeb Perempuan Dalam Kondisi Rentan
Dosen Intan Karlina, S.S.T., Bd., M.keb

Rankuman Jurnal
1. Vaginal Birth After Cesarean (VBAC)
Evi Wahyuntari1), Maulita Listian Eka Pratiwi, Pratika Wahyu Hidaya
1) Universitas Aisyiyah Yogyakarta
Email : evi.wahyuntari@unisayogya.ac.id

VBAC adalah vaginal birth after caesarean. VBAC merupakan sebuah


metode persalinan normal yang dilakukan setelah pada kelahiran sebelumnya
menjalani operasi caesar.(Sulistiawati, 2012)
Faktor yang memepengaruhi keberhasilan VBAC salah satunya menurut
Singh et al (2015) persalianan sesar sebelumnya dengan indikasi presentasi
bokong dan oligo hidramnion, riwayat persalian pervagina sebelumnya. VBAC
pertama kali dikenalkan oleh Scell (1923) 23 ibu melahirkan secara pervagina
dengan riwayat persalinan SC sebelumnya. Banyak penelitian mengungkapan
bahwa angka keberhasilan VBAC berkisar 50-85% dan penelitian di Kanada
mengungkapkan hal yang sama, bahwa angka keberhasilan VBAC 76,6 %.
Jenis persalinan merupakan salah satu faktor penentu angka mortalitas dan
morbiditas ibu dan anak. Secara statistik persalinan SC (sectio caesarean)
meningkat sampai 60% disetiap fasilitas layanan kesehatan. Tujuan penelitain ini
adalah mengetahui gambaran VBAC di RS KIA sadewa. Peneltian kuantitatif
diambil secara restropektif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian dilakukan
bulan Mei-Juni 2018. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang melahirkan
secara VBAC pada tahun 2016-2017 dengan jumlah 67 responden. Kriteria inklusi
penelitian yaituibu yang melahirkan secara spontan dengan riwayat SC pada
persalinan sebelumnya dan mempunyai rekam medis. Kriteria eksklusi adalah data
rekam medis yang tidak lengkap. Berdasarkan hasil penelitian, usia responden
adalah 20-35 tahun (86,6%) dengan tingkat pendidikan sarjana (46,3%), responden
tidak bekerja sebesar 58,2%. Paritas resonden pernah hamil 2-3 kali sebanyak
94%, dengan jarak persalinan ≥ 2 tahun sebesar 97%, dan usia kehamilan saat
datang yaitu aterm sebanyak 91%, pembukaan serviks <4 cm sebesar 83,6% dan
kondisi selaput ketuban negative sebanyak 88,1%. Kesimpulan responden VBAC
adalah mayoritas usia 20-35 tahun dengan tingkat pendidikan sarjana dan
tidakbekerja. Pada paritas mayoritas pernah hamil 2-3 kali, jarak persalinan ≥ 2
tahun dengan kehamilan aterm. Pada saat datang pembukaan serviks <4 cm dan
selaput ketuban negative.

2. PEMILIHAN JENIS KELAMIN DALAM PROSES


PRE-IMPLANTATION GENETIC DIAGNOSIS PADA REKAYASA
REPRODUKSI IN VITRO FERTILITATION
Budi Santoso
drsantoso@yahoo.com
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu pesatnya, termasuk bidang
kesehatan. Etika kedokteran juga sangat berhubungan dengan hukum. Hampir di semua
negara ada hokum yang secara khusus mengatur bagaimana dokter harus bertindak dalam
perawatan pasien dan penelitian. Bagi pasangan atau pribadi yang tidak bisa menjadi
hamil secara alami ada berbagai teknik reproduksi dengan bantuan seperti inseminasi
buatan dengan fertilisasi in vitro dan transfer embrio, yang mudah didapat di pelayanan
kesehatan reproduksi. Melalui teknologi preimplantation genetic diagnosis (PGD) jenis
kelamin janin dapat dipilih. Pemilihan jenis kelamin (sex-selection) merupakan salah satu
bentuk pengaplikasian dari teknologi rekayasa genetika yang berkembang cukup pesat saat
ini. Muncul pertanyaan apakah etis seseorang (orang-tua) menentukan jenis kelamin orang
lain (anaknya) dengan sengaja?.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis


normatif. Hasil penelitian menemukan bahwa p emilihan jenis kelamin pada bayi
tabung (in vitro fertilitation) melalui metoda Pre-implantation genetic diagnosis
dengan
menyingkirkan embryo yang lain tidak dibenarkan secara etika, kecuali atas
indikasi medis.tak hanya penyakit keturunan bisa dieliminasi, tapi jenis kelamin
janin pun dapat dipilih. Teknologi diagnosa genetika tidak hanya menguntungkan
untuk mendeteksi dan mengatasi penyakit yang diwariskan secara genetis.
Teknologi canggih ini sekaligus mewujudkan impian memperoleh buah hati
dengan jenis kelamin tertentu. Pemilihan jenis kelamin (sex-selection) merupakan
salah satu bentuk pengaplikasian dari teknologi rekayasa genetika yang
berkembang cukup pesat saat ini.
Sex- selection pada fungsi awalnya adalah sebuah teknologi yang berguna
untuk membantu lahirnya bayi tanpa cacat bawaan yang terpaut pada kromosom
Y, dimana kromosom Y akan diganti dengan kromosom X sehingga
menghasilkan bayi perempuan yang tidak memiliki potensi cacat bawaan.
Rekayasa genetika (sexselection termasuk di dalamnya) muncul dengan didasari
keinginan untuk menciptakan kesejahteraan manusia sendiri, namun pada
perkembangannya muncul problem etis ketika azas kepentingan mulai menginvasi
teknologi rekayasa genetika. Sex-selection kemudian dimanfaatkan untuk
pemilihan atas jenis kelamin tertentu. Implikasinya adalah, muncul berbagai
macam problematika etis, ketika manusia memiliki kemampuan untuk merekayasa
dan menentukan jenis kelamin calon manusia yang akan menjadi anaknya. Di
sini akan muncul pertanyaan apakah etis seseorang (orang-tua) menentukan jenis
kelamin orang lain (anaknya) dengan sengaja? Untuk tujuan menyeleksi jenis
kelamin tersebut, maka dilakukan pemilihan embrio yang membawa gen jenis
kelamin yang diharapkan, laki-laki atau perempuan. Embrio yang membawa
gen jenis kelamin yang tak sesuai dengan keinginan orang tua tak dipilih, tidak
diimplantasi ke dalam rahim, dan di musnahkan
Sumber : 1. Midwiferia Jurnal Kebidanan | https://midwiferia.umsida.ac.id/index.php/midwiferia
RESEARCH ARTICLE Published : 04 April 2022 DOI :
10.21070/midwiferia.v7i2.1316

2. AKTUALITA, Vol.2 No.2 (Desember) 2019 hal. 473-482 jurnal kebidanan


ilmiah DOI: https://doi.org/10.29313/aktualita.v2i2.4986

Anda mungkin juga menyukai