PRESSURE ULCER
Modul Keperawatan
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Kecukupan SKP Perpanjangan STR Pada Ranah Praktik Profesional
Oleh :
ERIS SYAHRINA PUTRI, A.Md.Kep
NIRA. 64030736294
NIRA : 64030736294
Menyetujui
Verifikator SKP Zona 3,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Tuhan pemilik
semesta alam dan sumber segala pengetahuan atas bimbingan dan penyeraan-Nya, sehingga
penyusun dapat menyelesaikan modul yang berjudul “Makalah Pressure Ulcer”.
Penyusunan modul ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan kecukupan SKP Ranah
A Poin 1 Praktik Profesional Pemberi Asuhan Langsung ke Pasien untuk Perpanjangan STR
Perawat.
Penulis sangat menyadari karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu,kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis sangat harapkan untuk kesempurnaan dari
kekurangan-kekurangan yang ada, sehingga modul ini bisa bermanfaat.
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu penulis dalam penyusunan modul ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan balasan yang setimpal atas
bantuan dan pengorbanan mereka kepada penulis dan melimpah Kasih Sayang-Nya kepada kita
semua.
Penulis
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
A. Pengertian
B. Etiologi Luka Bakar
1. Scald Burns
2. Flame Burns
3. Flash Burns
4. Contact Burns
5. Chemical Burns
6. Electrical Burns
C. Komplikasi Luka Bakar
1. Syok Hipovolemik
2. MOF (Multi Organ Failure)
D. Klasifikasi Luka Bakar
1. Klasifikasi Luka Bakar Berdasarkan Luas Luka
2. Klasifikasi Luka Bakar Berdasarkan Kedalaman Luka
E. Karakteristik Luka Bakar
F. Patofisiologi dan Pathway
G. Fase Luka Bakar
1. Fase Akut
2. Fase Sub Akut
3. Fase Lanjut
H. Pemeriksaan Penunjang
I. Pengkajian Luka Bakar
J. Penatalaksanaan Luka Bakar
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka bakar atau dalam istilah medis Combustio adalah trauma atau kerusakan
jaringan pada kulit yang disebabkan oleh nyala api (fire), cairan panas (scald),
kontak benda panas atau dingin, sengatan listrik serta paparan bahan kimia (Jeschke
& Gauglitz, 2020) yang mengakibatkan kecacatan fisik, gangguan psikologis,
komplikasi seperti adanya jaringan parut, infeksi, gangguan pernapasan, suhu tubuh
menurun, volume darah menurun, gangguan sendi dan tulang yang dapat
menyebabkan sepsis dan kegagalan multi organ yang pada akhirnya berdampak
pada kematian (Khajehgoodari et al., 2020).
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa terdapat 180.000
kematian di seluruh dunia akibat luka bakar. Di India sendiri lebih dari 1.000.000
orang mengalami luka bakar setiap tahun. Di Bangladesh terdapat 173.000 anak
mengalami luka bakar dari sedang hingga berat setiap tahun nya. Di Bangladesh,
Kolombia, Mesir, dan Pakistan 18% anak mengalami luka bakar yang cukup serius
sampai dengan cacat permanen dan 17% anak lainnya mengalami cacat sementara.
Sedangkan kasus luka bakar di Nepal menduduki urutan kedua dengan persentase
5 % dari kecacatan (WHO, 2018). Luka bakar adalah luka yang merusak dan
menyebabkan peningkatan kematian yang tinggi, tekanan emosional serta
penurunan kualitas hidup. Sehingga dapat dikatakan bahwa luka bakar masih
menjadi masalah kesehatan utama di negara berkembang (Sasor & Chung, 2019).
Kejadian luka bakar di Indonesia menempati urutan ke lima yaitu sebesar 1,3
%. Pada proporsi kejadian cedera luka bakar tertinggi menurut Provinsi di tempati
oleh Provinsi Papua yaitu sebesar 2,1%, Kalimantan Selatan 1,9%, Kalimantan
Utara 1,8% dan Sumatera Barat 1,8%. Sedangkan proporsi cedera luka bakar
menurut karakteristik umur yaitu pada umur 25-34 sebesar 1,8%, dan menurut
karakteristik jenis kelamin yaitu pada perempuan sebesar 1,4%, sedangkan pada
laki-laki sebesar 1,2 % (Riskesdas, 2019a). Sementara itu, angka kematian akibat
luka bakar di Indonesia masih terbilang tinggi yaitu 40% dengan jumlah pasien meninggal
sebesar 78% yang diakibatkan oleh nyala api, luka bakar listrik 14%),
cairan panas (4%), bahan kimia (3%) dan metal (1%) (Waladani et al., 2021).
Luka bakar merupakan cedera atau kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh
adanya gesekan, dingin, panas, radiasi, kimia atau sumber listrik. Walaupun semua
luka bakar mengakibatkan kerusakan jaringan karena perpindahan energi, penyebab
yang berbeda dapat dikaitkan dengan respons fisiologis dan patofisiologis yang
berbeda (Jeschke et al., 2020). Selain itu, dalam menentukan penyebab luka bakar,
sangat penting untuk mengklasifikasikan cedera menurut tingkat keparahannya.
Tingkat keparahan luka bakar dibagi menjadi tiga bagian, yaitu luka bakar derajat
I (superficial) yang dimana hanya melukai kulit epidermis dengan tanda gejala
kemerahan dan nyeri ringan, luka bakar derajat II meliputi epidermis dan sebagian
dermis dengan tanda gejala nyeri menyakitkan, dan menimbulkan bekas luka, serta
memerlukan perawatan, luka bakar derajat III yaitu kerusakan jaringan permanen
yang meliputi seluruh tebal kulit hingga jaringan subkutis, otot dan tulang biasanya
ditandai luka, tidak adanya rasa nyeri karena kerusakan pada ujung saraf (Arif,
2018).
Seseorang yang mengalami luka bakar tidak hanya mengalami kerusakan
jaringan kulit akan tetapi berisiko mengalami peningkatan permebilitas
mikrovaskular yang terjadi akibat cedera termal vaskular langsung dan pelepasan
mediator inlamasi (bradikinin). Peningkatan permeabilitas vaskular ini
menyebabkan pergeseran cairan intravaskular dan protein plasma ke dalam ruang
interstisial yang mengakibatkan penurunan tekanan onkotik kapiler. Sehingga
cairan tambahan tersebut masuk ke interstitium yang mengakibatkan pembentukan
edema dan hilangnya protein ke dalam cairan edema yang disebut dengan
hipoproteinemia. Karena adanya pembentukan edema masif selama 12 sampai 24
jam pertama setelah cedera mengakibatkan hipovolemia intravaskular dan
hemokonsentrasi (Nielson et al., 2017).
Selain itu juga luka bakar dapat berdampak pada semua organ karena adanya
respon iskemik terhdap luka bakar seperti atrofi otak, kerusakan paru yang
mengarah ke pneumonia dan / atau sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS),
gagal ginjal akut, gagal hati, infiltrasi lemak hati, atrofi usus, lipolisis dan
katabolisme lemak, disfungsi jantung, dan disfungsi timus dan kekebalan tubuh dan
penipisan. Efek ini menyebabkan immunocompromise, hilangnya kepadatan
mineral tulang, disfungsi hormon, dan disfungsi tiroid, yang secara keseluruhan
merupakan gambaran kompleks hipermetabolisme terkait luka bakar. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kegagalan organ multipel merupakan penyebab utama
>70% dari semua kematian akibat luka bakar (Jeschke et al., 2020).
Salah satu penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien luka bakar yaitu
pemberian resusitasi cairan dengan menggunakan rumus Parkland yang berguna
untuk pemulihan dan pemeliharaan fungsi jaringan untuk menghindari iskemik dari
syok hipovolemik (Nielson et al., 2017).
Perawat merupakan suatu profesi yang memiliki peran penting dalam
perawatan kesehatan baik biologis, psikologis, sosial, budaya, dan spiritual
berdasarkan aspek promotive, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (WHO, 2017).
Kementerian Kesehatan RI (2017) mendefinisikan perawat sebagai seseorang yang telah
lulus pendidikan tinggi keperawatan baik didalam maupun luar negeri yang
diakui pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Berdasarkan uraian diatas maka sangat penting peran perawat dalam mengedukasi
masyarakat dalam penanganan luka bakar. Oleh karena itu penulis tertarik untuk
membuat Makalah yang berjudul Luka Bakar dalam rangka memenuhi rekomendasi
verifikator SKP Perpanjangan STR perawat di DPD PPNI Kutai Kartanegara.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Luka Bakar
2. Untuk Mengetahui Etiologi Luka Bakar
3. Untuk Mengetahui Komplikasi Luka Bakar
4. Untuk Mengetahui Klasifikasi Luka Bakar
5. Untuk Mengetahui Karakteristik Dari Luka Bakar
6. Untuk Mengetahui Patofisiologi dan Pathway Dari Luka Bakar
7. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Dalam Menangani Luka Bakar
8. Untuk Mengetahui Pengkajian Pada Luka Bakar
9. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Pada Luka Bakar
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Luka tekan adalah kerusakan kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara
terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat (Maryunani,
2013).
National Pressure Ulcer Advisor Panel (NPUAP) dan European Pressure Ulcer
Advisor Panel (EPUAP), 2016 menyatakan bahwa luka tekan adalah cedera terlokalisir
di kulit dan jaringan dibawahnya biasanya diarea penonjolan tulang yang diakibatkan
oleh tekanan (pressure), atau tekanan yang dikombinasikan dengan gesek tekan (shear)
dan gesekan (friction).
Luka tekan adalah lesi iskemik pada kulit dan jaringan dibawahnya yang
disebabkan oleh tekanan yang terus menerus yang menganggu aliran darah dan limfa.
Iskemia menyebabakan nekrosis jaringan dan ulserasi. Cenderung pada penonjolan
tulang (seperti tumit, trokanter besar, sacrum dan iskia) tetapi luka tekan ini muncul pada
kulit di setiap bagian tubuh yang terkena tekanan eksternal, friksi atau kekuatan geser
(Pricilla Lemone, 2016).
Luka tekan (pressure ulcer) adalah injury terlokalisir pada kulit dan atau jaringan
yang dibawahnya terdapat tulang yang menonjol (bony prominence). Luka terjadi akibat
tekanan atau kombinasi tekanan dengan regangan dan atau gesekan. Luka tekan
mengganggu proses pemulihan pasien, juga diikuti komplikasi nyeri dan infeksi sehingga
menambah panjang lama perawatan.Hal ini tampak pada epidemiologi luka tekan
(pressure ulcer) bervariasi di beberapa tempat, insiden rate berkisar antara 0,4% - 38% di
unit perawatan akut, 2,2% - 23,9% di unit long term care (perawatan jangka panjang),
0% - 7% di home care (perawatan di rumah) (Lyder CH, 2003 dalam Reddy et al, 2006).
Di fasilitas perawatan akut di Amerika Serikat sendiri diperkirakan 2,5 juta luka
tekan ditangani setiap tahunnya. Tekanan yang lama mengakibatkan luka dekubitus
(Reddy et al, 2006).
B. Etiologi Luka Bakar
2. Kotner et al. (2009), menjelaskan 4 teori penyebab luka tekan yaitu, iskemia
yang disebabkan oleh sumbatan kapiler yang menimbulkan insufiensi vaskuler,
anoksia jaringan dan kematian sel.
a. Luka tekan disebabkan oleh iskemia yang terjadi bila tekanan pada jaringan
lebih besar daripada tekanan dalam kapiler, sehingga menghambat aliran
darah ke daerah tersebut.
C. Faktor Resiko
Menurut Soedjana (2016), faktor penyebab terjadinya luka tekan dibagi dua, yaitu :
1. Faktor ekstrinsik
a. Tekanan
Luka tekan terjadi apabila penekanan pada satu area dan dalam waktu 2 jam
pada tekanan 500 mmHg, sementara pada tekanan sebesar 100 mmHg
terjadinya cedera memerlukan waktu 10 jam.
c. Friction (gesekan)
d. Kelembaban
Kelembaban terjadi akibat inkontinensia urin dan feses, drain luka, banyak
keringat. Kondisi kulit pada pasien yang mengalami lembab akan
mengkontribusi kulit menjadi maserasi, kemudian dengan adanya gesekan dan
pergeseran memudahkan kulit mengalami kerusakan.
2. Faktor intrinsik
a. Usia
Usia lanjut mudah untuk terjadi luka tekan, karena pada usia lanjut
berkurangnya jaringan subkutan sehingga menurunkan resistensi kulit terhadap
tekanan eksternal sehingga dapat meningkatkan tekanan. Selain itu, pada usia
lanjut terjadi penurunan fungsi di semua organ termasuk pada system
integument.
b. Kondisi kulit
Terdapat tiga fungsi kulit yang penting adalah sebagai pelindung, sensori dan
termogulasi. Adanya sesuatu yang menganggu ketiga fungsi kulit ini dpat
mengaggu integritas kulit. Kurangnya kemampuan kulit untuk melaksanakan
fungsi termogulasi dapat menyebabkan kelembaban kulit meningkat.
d. Temperature tubuh
Kondisi tubuh yang mengalami peningkatan temperature dapat berpengaruh
pada temperature jaringan yang meningkatkan resiko terhadap iskemik jaringan.
Adanya iskemik jaringan menyebabkan tidak toleran terhadap gaya gesekan dan
pergeseran sehingga mudah mengalami kerusakan kulit.
e. Nutrisi
f. Obesitas
D. Patofisiologi
Luka tekan terjadi akibat tekanan antara penonjolan tulang dan permukaan
luar yang melebihi tekanan kapiler yaitu 32 mmHg dapat menyebabkan iskemi.
Kulit, jaringan lunak dan otot mendapat tekanan berat badan penderita melebihi
tekanan capillary filling dalam waktu lama yang biasanya diakibatkan oleh immobilisasi,
menyebabkan terjadinya oklusi pada mikrosirkulasi,iskemia, peradangan dan anoksia
jaringan, sehingga menyebabkan nekrosis pada jaringan. Keadaan diperberat oleh adanya
friction (gesekan) dan shear force (gesek tekan) pada daerah tersebut. Beberapa hal
penting yang berperan dalam terjadinya luka tekan dihubungkan dengan tekanan dan
waktu. Cedera jaringan lunak dapat terjadi dalam waktu 2 jam pada tekanan 500 mmHg,
sementara pada tekanan 100 mmHg terjadinya cedera memerlukan waktu 10 jam. Selain
itu jenis jaringan lunak juga menentukan ketahanan terhadap penekanan otot, misalnya,
lebih rentan terhadap cedera dibandingkan kulit.hasil akhir proses ni dapat kita lihat
bahwa nekrosis pada kulit biasanya lebih kecil dibandingkan area nekrosis dekat tulang,
yang tampak seperti corong terbalik. Hal ini menyebabkan fenomena “gunung es”,
dimana bagian yang mengalami kerusakan yang paling luas terletak di bagian dalam,
yang lebih dekat dengan tulang. Ulkus tekanan terjadi pada tempat dengan tulang
menonjol yang menekan kulit dan jaringan dibawahnya. Tempat tersebut adalah scalp,
punggung, tulang ekor, sacrum, tumit dan tempat lain pada tubuh yangmendapat tekanan
bila penderita berbaring dalam waktu yang lama, lokasi tersering (96%) adalah level
umbilicus, yaitu sacrum (36-60%), iskium (6%), trokanter (6%) dan tumit (30%). Selain
faktor mekanik yang disebutkan diatas terdapat juga faktor lain yang mendasari
terjadinya ulkus tekanan. Faktor tersebut seperti infeksi, malnutrisi, penyakit neurologis,
cedera tulang belakang, penurunan masa tubuh dan peningkatan kebutuhan metabolic.
1. Stadium I
Kulit utuh dengan non blanchable erythema pada daerah yang terlokalisir di
atas daerah penonjolan tulang. Pada kulit hitam sulit menemukan non blanchable
erythema. Salah satu yang bisa menjadi petunjuk adalah warna kulitnya mungkin
berbeda dibanding daerah sekitarnya. Pada area ini biasanya terasa nyeri, lembek
lebih hangat atau dingin bila dibandingkan dengan jaringan sekitarnya.
2. Stadium II
Luka telah mencapai lapisan epidermis, dasar luka tampak berwarna merah
atau pink tanpa disertai adanya slaf. Dapat disertai adanya bullae yang terbuka.
Stadium ini tidak seharusnya digunakan untuk mengambarkan kulit yang robek, luka
bakar, dermatitis dan maserasi atau eksoriasi.
3. Stadium III
Luka mencapai lapisan subkutan tapi belum sampai ke tulang dan otot.
Biasanya disertai adanya slaf, undermining dan tunneling. Kedalaman luka
tekan pada stadium ini bervariasi sesuai dengan lokasi anatominya. Batang hidung,
teliga dan occiput dan malleolus tidak memiliki jaringan subkutan dan luka tekan
stadium III pada lokasi anatomis tersebut dangkal. Sedangkan, pada area yang
memiliki jaringan adipose yang banyak terjadi luka tekan stadium III yang sangat
dalam. Tulang, otot tidak tampak atau dapat teraba secara langsung.
4. Stadium IV
Luka tampak berwarna ungu atau merah tua pada area yang terlokalisir atau
perubahan warna pada kulit yang utuh atau bullae disertai akumulasi akibat
kerusakan jaringan yang disebabkan oleh tekanan atau pergeseran. Injuri sulit
didekteksi paada klien yang berkulit gelap. Evolusi bisa meliputi bullae sampai
bantalan dasar luka berwarna gelap. Luka selanjutnya bisa tertutupi ekshar tipis.
Evolusi bisa mengenai lapisan jaringan tambahan meskipun dengan perawatan yang
optimal.
2. Unstageable
Kehilangan jaringan hingga subkutan tetapi tertutup oleh slaf (kuning, abu-
abu, hijau atau coklat) dengan atau tanpa adanya ekhsar pada bantalan luka (dasar
luka). Luka sangat dalam dan oleh sebab itu stadium tidak dapat ditentukan. Ekshar
yang stabil (kering, lengket, intact atau utuh tanpa eritema) pada tumit bertindak
sebagai lapisan alami tubuh dan seharusnya tidak diangkat.
F. Lokasi Terjadinya Luka Tekan
Menurut Maryuani (2013), risiko kejadian luka tekan bedasarkan lokasi adalah sebagai
berikut :
1. Siku 8,8 %
2. Sacrum 32,6 %
3. Buttock 11,4 %
4. Tronchanter 8,3 %
5. Ankles 9,1 %
6. Heels 29,7 %
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya luka tekan, diantaranya
dengan pengkajian atau penilaian risiko terjadinya luka tekan, seperti menggunakan skala
Braden. Penilaian dilakukan secepat mungkin (kurang dari 8 jam), perawatan kulit
(kelembaban, memberikan perlindungan kulit dengan lotion atau pelembab), nutrisi,
reposisi dan mobilisasi (tiap 2 jam), edukasi kepada pasien dan keluarga serta support
system (menggunakan kasur untuk luka tekan). Pengetahuan pencegahan luka tekan
harus dimiliki oleh perawat dan diikuti dengan sikap positif dan dipraktekkan dalam
asuhan keperawatan. Antara pengetahuan, sikap dan perilaku harus berjalan sinergis
karena terbentuknya perilaku baru akan dimulai dari domain kognitif, kemudian akan
menimbulkan respon dalam bentuk sikap dan dibuktikkan dengan adanya tindakan.
Pengetahuan yang harus dimiliki perawat dalam pencegahan luka tekan adalah
mengetahui tanda dan gejala dari luka tekan dan mampu mengkaji pencegahan luka
tekan.
5. Edukasi
a. Ajarkan pasien dan keluarga tentang risiko cedera luka tekan.
b. Libatkan pasien dan keluarga dalam intervensi pengurangan risiko luka tekan.
H. Pemeriksaan Penunjang
A. Kesimpulan
Luka bakar atau dalam istilah medis Combustio adalah trauma atau kerusakan
jaringan pada kulit yang disebabkan oleh nyala api (fire), cairan panas (scald),
kontak benda panas atau dingin, sengatan listrik serta paparan bahan kimia (Jeschke
& Gauglitz, 2020) yang mengakibatkan kecacatan fisik, gangguan psikologis,
komplikasi seperti adanya jaringan parut, infeksi, gangguan pernapasan, suhu tubuh
menurun, volume darah menurun, gangguan sendi dan tulang yang dapat
menyebabkan sepsis dan kegagalan multi organ yang pada akhirnya berdampak
pada kematian (Khajehgoodari et al., 2020).
Luka bakar merupakan cedera atau kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh
adanya gesekan, dingin, panas, radiasi, kimia atau sumber listrik. Walaupun semua
luka bakar mengakibatkan kerusakan jaringan karena perpindahan energi, penyebab
yang berbeda dapat dikaitkan dengan respons fisiologis dan patofisiologis yang
berbeda (Jeschke et al., 2020). Selain itu, dalam menentukan penyebab luka bakar,
sangat penting untuk mengklasifikasikan cedera menurut tingkat keparahannya.
Tingkat keparahan luka bakar dibagi menjadi tiga bagian, yaitu luka bakar derajat
I (superficial) yang dimana hanya melukai kulit epidermis dengan tanda gejala
kemerahan dan nyeri ringan, luka bakar derajat II meliputi epidermis dan sebagian
dermis dengan tanda gejala nyeri menyakitkan, dan menimbulkan bekas luka, serta
memerlukan perawatan, luka bakar derajat III yaitu kerusakan jaringan permanen
yang meliputi seluruh tebal kulit hingga jaringan subkutis, otot dan tulang biasanya
ditandai luka, tidak adanya rasa nyeri karena kerusakan pada ujung saraf (Arif,
2018).
Klasifikasi luka bakar dibagi menjadi beberapa tipe antara lai adalah: Luka bakar
Superfisial, Luka bakar partial-thickness, Luka bakar partial-thickness dalam, Luka
bakar full-thickness. Contoh Topikal yang digunakan pada luka bakar Silfer Sulfadiazin
1% (SSD 1%), Gentamisine, Mafinide, Bioplacenton, Metcovazine, Burnazine.