OLEH
Oleh:
2022
ABSTRAK
Defika Indriyani Potale, 19009. “Hubungan Kekurangan Energi Kronis Pada Ibu Menyusui
Dengan Pemberian Dan Kecukupan ASI Di Praktik Mandiri Bidan (PMB)
Kabupaten Gowa Tahun 2022
(dibimbing oleh ibu Imelda Iskandar dan Ibu Armiyati Nur)
Latar Belakang : Kekurangan energi kronik adalah suatu keadaan dimana ibu
kekurangan gizi sebagai akibat dari kekurangan (kronis) satu atau lebih komponen
makanan, yang menyebabkan perkembangan masalah kesehatan relatif atau absolut
pada ibu.
Tujuan : Untuk mengetahui, Hubungan Kekurangan Energi Kronis (KEK) Pada Ibu
Menyusui berhubungan dengan Pemberian dan Kecukupan ASI Metode Penelitian :
Analitik observasional dengan pendekatan waktu cross sectional, analisa data dengan uji chi
square.
Hasil penelitian : Ibu menyusui kekurangan energi kronis (KEK) berat terdapat
sebanyak 9 responden dengan pemberian asi kombinasi dan 16 responden dengan
pemberian asi esklusif, begitupun dengan kelompok ibu menyusui yang kekurangan
energi kronis (KEK) ringan terdapat sebanyak 4 responden dengan pemberian asi
kombinasi dan 1 responden dengan pemberian asi esklusif. Berdasarkan hasil uji chi
square menunjukkan nilai p value (0,094) karena nilai p < 0.05, dapat disimpulkan
bahwa tidak ada perbedaan pemberian ASI antara ibu KEK berat dan KEK ringan.
A. Identitas Penulis
Nim : 19009
Agama : Islam
;Kec.Limboto
B. Pendidikan
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, kesehatan,
kesempatan, dan karunia-Nya sehingga penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul
“Hubungan Kekurangan Energi Kronis (KEK) Pada Ibu Menyusui dengan Pemberian
dan Kecukupan ASI Di Praktik Mandiri Bidan (PMB) Kabupaten Gowa Tahun 2022”
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini untuk memenuhi sebagian syarat
memperoleh gelar Ahli Madya Kebidanan bagi mahasiswa program D-III. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar besarnya kepada:
1. Hj. A. Tenri Awaru Asaad Lantara selaku dewan pendiri Yayasan Pendidikan
Makassar
2. A. Indri Damayanti, SH, M.Adm, SDA selaku ketua pelaksana harian Yayasan
Pendidikan Makassar
3. Esse Puji Pawenrusi, SKM, M.Kes selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Makassar
4. Hj. Fitriani, SST, SKM, M.Kes, M.Keb selaku Kaprodi Akademi Kebidanan Stik
Makassar
5. Dr. Imelda Iskandar, SST, SKM, M.kes, M.Keb selaku pembimbing I dan Armiyati
Nur, SST, M.Keb selaku pembimbing II yang telah banyak membantu dalam
telah memberikan bantuan moral bagi penulis, baik selama proses pendidikan
7. Ucapan syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua kandung
saya Ibu Wiwin Side Bapak Samsudin Potale dan Ayah sambung Rolly Liando serta
kepada orang tua angkat saya ibu Mirna Potale Bapak Ibrahim Suleman yang telah
dengan rasa tulus, saya ucapkan terima kasih atas segala perjuangan kalian selama
ini. Kalian dengan rasa ikhlas melepaskan saya untuk menempuh cita-cita saya di
kota Makassar. Teruntuk nenek saya tersayang Samin Ahaya dan Saripa Dodi, dan
Paman saya Ismail Y. Side, S.Pd terimakasih sudah menjadi tempat untuk berkeluh
kesah, terimaksih untuk cinta dan kasih sayangnya selama ini. Semoga selalu dalam
lindungan ALLAH SWT dan di berikan Kesehatan serta umur yang panjang aamiin.
8. Teruntuk orang terspesial Ilham Akbar Van Gobel, Kaka Mutiarahma Hunawa, Amd,
Keb, yang telah banyak membantu dengan penuh rasa sabar, Untuk sahabat serta
saudaraku Dea Ananda Hasan, Adinda Kartika Putri Neoe, Clarita Albakir S.Ip,
Aprila Pou S.H, Ismiranda Mantik terima kasih sudah banyak membantu dan
memotivasi saya sehingga sampai di tahap ini syukur dan Terima kasih ku
ucapakan atas segala kebaikan yang tidak pernah mengharapkan balasan dan
untuk teman-teman Gustin Y. Niode, Sri Nadiawaty Djia, Fitra Poluli, Sasmita A.
Hulao, Asmarani Putri Suleman, Diah Puspita Sari, terima kasih sudah menjadi
teman dalam suka maupun duka di tanah perantauan ini semoga kita akan mejadi
teman selamanya.
Penulis menyadari dalam penyusunan proposal ini masih jauh dari kata sempurna,
maka saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan Karya
Tulis Ilmiah selanjutnya. Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
bermanfaat.
Penulis
DAFTAR SINGKAT
Singkatan Keteragan
LEMBAR JUDUL………………………………………….........................i
LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………..................ii
KATA PENGANTAR………………………………..................................iii
DAFTAR SINGKATAN……………………………………........................vii
DAFTAR ISI………………………………………………………...............viii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………..................X
DAFTAR TABEL……………………………………………......................xi
A. Latar Belakang………………………………………………..............1
B. Rumusan Maslah…………………………………………..................6
C. Tujuan Penelitian………………………………………......................6
D. Manfaat Penelitian…………………………………………................6
A. Kerangka Konsep………………………….......................................29
B. Variabel Penelitian……………………………..................................30
C. Definisi Operasional…………………………...................................30
D. Hipotesis…………………………….................................................33
D. Alat Penelitian………………………….........................................36
G. Hipotesis…………………………….............................................33
A. HASIL PENELITIAN……………………………............................40
B. PEMBAHASAN……………………………...................................44
C. KETERBATASAN PENELITIAN…………………………….........53
BAB VI PENUTUP
A. KESIMPULAN…………………………….....................................54
B. SARAN……………………………................................................54
DAFTAR PUSTAKA…………………………….......................................56
DAFTAR GAMBAR
Pemberian ASI
Kecukupan ASI
Table 5.3 Hubungan antara Ibu Menyusui Kekurangan Energi Kronis dengan
Pemberian AS
Tabel 5.4 Hubungan antara Ibu Menyusui Kekurangan Energi Kronis dengan
Kecukupan ASI
PENDAHULUAN
Gizi ibu hamil memiliki dampak yang begitu besar terhadap kesehatan janin
yang dikandungnya, gizi ibu hamil menjadi salah satu bidang yang menjadi fokus
aksi perbaikan gizi masyarakat. Dari sisi gizi, kekurangan energi kronik (KEK)
merupakan kondisi yang sering dialami ibu hamil, menurut Laporan Akuntabilitas
Dasar (Riskesdas) 2018, ibu hamil (15–49 tahun) masih memiliki prevalensi risiko
KEK yang relatif tinggi yaitu 17,3%. Setiap tahun diperkirakan proporsi ibu hamil
KEK terjadi ketika tubuh kekurangan satu atau lebih jenis nutrisi. Beberapa hal
yaitu Asupan gizi yang rendah, kualitas gizi yang buruk, atau keduanya dapat
membuat tubuh kekurangan zat gizi. Nutrisi yang dikonsumsi berpotensi tidak
Berdasarkan informasi dari laporan rutin tahun 2020 yang dikumpulkan dari 34
provinsi, dapat ditarik kesimpulan bahwa, dari 4.656.382 ibu hamil yang diukur
lingkar lengan atas (LiLA), 451.350 memiliki LILA kurang dari 23,5 cm (mengalami
dengan target 16%, proporsi ibu hamil berisiko KEK pada tahun 2020 adalah 9,7%.
Situasi ini menunjukkan bahwa target KEK Kementerian tahun 2020 untuk ibu hamil
telah melampaui tujuan Renstra kesehatan tahun ini. Informasi ini dikumpulkan
pada 20 Januari 2021. Persentase ibu hamil KEK di Indonesia termasuk dalam
kategori masalah kesehatan masyarakat ringan(< 10 %) yang diukur berdasarkan
malnutrisi karena kekurangan satu atau lebih komponen makanan secara menahun
Prevalensi Kekurangan Energi Kronis (KEK) sebesar 16,2% pada laporan hasil
penilaian status gizi (PSG) tahun 2016 dan sebesar 14,8% pada tahun 2017. Di
Provinsi Sulawesi Selatan masih tertinggal dari rata-rata nasional yaitu sebesar
15,9% pada tahun 2016 dan 13,1% pada tahun 2017. (Kemenkes RI, 2017).
Dengan total 3.373 kasus pada tahun 2018, Kota Makassar memiliki jumlah kasus
Karena kebutuhan nutrisi mereka yang lebih besar, ibu menyusui sering
menderita kekurangan energi kronik (KEK). Asupan makanan yang tidak mencukupi
mengakibatkan status gizi buruk, kualitas ASI yang buruk, dan gangguan tumbuh
ASI biasanya diberikan kepada bayi baru lahir dan anak kecil melalui ASI
sebagai sumber makanan. (Pareek) Ini adalah cara termurah dan paling sederhana
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Ini adalah metode paling sederhana dan
paling murah untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi baru lahir. Kapasitas sensorik
dan kognitif anak-anak akan meningkat, dan ASI akan melindungi mereka dari
dipengaruhi oleh teknik pemberian makan bayi baru lahir yang buruk. (Laksono et
al.)
Setiap tahun, lebih dari 800.000 bayi di bawah usia lima tahun diselamatkan
dari kematian berkat nilai menyusui yang efektif. Sering menyusui adalah teknik
yang ideal untuk mempertahankan produksi air susu ibu (ASI). Menyusui dini harus
dimulai dalam waktu satu jam setelah melahirkan, menurut rekomendasi WHO dan
UNICEF. Jika bayi diberikan susu formula, beralih kembali ke ASI mungkin tidak
dapat dilakukan karena produksi ASI menurun (WHO, 2016). Hanya 37,3% bayi
baru lahir Indonesia yang berusia 0 hingga 5 bulan yang diberi ASI eksklusif, rasio
yang sangat rendah dibandingkan dengan target negara yaitu 80% wanita
Ibu yang menyusui membutuhkan lebih banyak energi selama ini serta
makanan yang tepat untuk mempertahankan tingkat energi yang cukup untuk
produksi ASI. Para ibu yang ingin memberikan perawatan terbaik kepada bayinya
memiliki ambisi untuk menyusui secara eksklusif. . Oleh karena itu, kecukupan ibu
saat menyusui perlu di perhatikan agar harapan ibu untuk menyusui secara
Karena ASI hanya diberikan kepada bayi antara usia 0 dan 6 bulan, maka ASI
(Air Susu Ibu) merupakan sumber nutrisi bagi bayi baru lahir. Untuk menghindari
pada suplai dan kualitas ASI selama tahap waktu bayi selama enam bulan pertama
setelah kelahiran, dengan mempertimbangkan bahwa jangka waktu ini merusak
tahun pembentukan anak sampai usia dua tahun (Promkes kemkes 2018)
ASI memiliki profil gizi seimbang baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
(Bzikowska, 2018). Pasokan ASI yang tidak maksimal menjadi masalah bagi ibu
menyusui. Asupan makanan yang rendah, yang mengakibatkan banyak bayi tidak
terpenuhi kebutuhan gizinya karena ibu tidak mampu memberikan ASI yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan bayi, menjadi akar penyebab masalah ini (Triananinsi
et al, 2020).
bertujuan menyelamatkan nyawa ibu dan bayi mulai dari seribu HPK, atau sebulan
sekali di setiap Puskesmas, selain program PMT ditimbang dan ditentukan kondisi
nutrisinya seperti yang terlihat (Muhamad & Liputo, 2017). WUS dan ibu hamil perlu
memperbaiki pola makan mereka sendiri, selain mengambil bagian dalam inisiatif
Energi Kronis (KEK) Pada Ibu Menyusui Dengan Pemberian Dan Kecukupan ASI”.
B. Rumusan Masalah
Kronis (KEK) Pada Ibu Menyusui berhubungan dengan Pemberian dan Kecukupan
ASI”?
C. Tujuan
2. Tujuan khusus
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber dan pedoman bagi penulis
2. Manfaat Institusi
adalah:
D. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam menerapkan
kronik (KEK) pada ibu menyusui dengan pemberian dan kecukupan ASI.
4. Manfaat Praktis
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian KEK
Kekurangan energi kronik adalah suatu keadaan dimana ibu kekurangan gizi
sebagai akibat dari kekurangan (kronis) satu atau lebih komponen makanan,
Kekurangan Energi Kronik (KEK) memiliki indikasi dan gejala yang terlihat dan
terukur, menurut Supariasa (2013). Lingkar Lengan Atas (LILA) lebih kecil dari
a. Pengertian LILA
dapat digunakan untuk menilai risiko ibu hamil untuk malnutrisi atau KEK
c. Ambang batas
Di Indonesia, 23,5 cm adalah ukuran cutoff atau ambang batas untuk LILA
Ukuran LILA dibuat dengan pita LILA dan diberi label sentimeter, dan
tersedia, termasuk:
1) Ukur bagian tengah lengan atas kiri yang tidak tertutup pakaian,
5) Pita yang digunakan tidak boleh terlalu banyak atau terlalu sedikit.
a. Umur ibu
mengalami KEK. Dari 7 ibu yang termasuk dalam kelompok usia 35 tahun
usianya.
b. Paritas
dinding perut, dan dinding rahim kemungkinan besar terjadi pada ibu yang
pernah hamil atau melahirkan empat anak atau lebih. Risiko kehamilan dan
Menurut anggapan, jarak kehamilan antara dua dan lima tahun (risiko)
interval kehamilan yang pendek (35 tahun) adalah bahwa risiko hasil
d. Pendidikan
dengan pendidikan SLTP atau kurang memiliki risiko KEK lebih tinggi
dibandingkan ibu dengan tingkat pendidikan SD atau lebih rendah. Menurut
KEK ibu.
e. Beban Kerja/Aktivitas
sehingga seseorang yang melakukan latihan fisik yang lebih berat secara
f. Status ekonomi
rendah. Jumlah uang yang dihasilkan keluarga, biaya makanan itu sendiri,
risiko KEK.
KEK selama kehamilan dapat memiliki efek berikut pada ibu dan janin:
a. Gejala kehamilan termasuk, tetapi tidak terbatas pada, kelelahan
dan produksi ASI yang tidak mencukupi untuk memberi makan bayi
selama menyusui.
janin yang buruk sampai bayi lahir, dan cacat lahir bayi Berat Lahir
diet seimbang.
c. Menunda hamil.
(Supariasa, 2013).
keadaan tubuhnya dalam hal energi dan protein, adalah dengan antropometri
(ukuran tubuh). Indikasi status gizi dalam kaitannya dengan KEP masalah
adalah teknik paling sederhana untuk mengukur obesitas dan terkait erat
dengan lemak tubuh Bentuk tubuh seseorang ditentukan oleh IMT mereka,
Tabel 2.1
menentukan batas atas dan bawah dari rasio berat badan terhadap tinggi
badan normal. Berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam
meter kuadrat digunakan untuk menentukan indeks massa tubuh (IMT). Skala
IMT hanya berlaku untuk orang dewasa (di atas 18 tahun) dan tidak hamil
1) Pengertian ASI
Air Susu Ibu (ASI) adalah jenis makanan yang diberikan kepada bayi yang
diambil langsung dari payudara ibu dan mengandung berbagai nutrisi serta
antibodi yang dibutuhkan bayi (Yuliati, 2010.). Bayi yang mendapat ASI
Air Susu Ibu (ASI) adalah emulsi lemak dalam protein laktosa dan larutan
garam anorganik yang dikeluarkan oleh kelenjar susu ibu dan penting untuk
memberi makan anaknya yang belum lahir. Untuk bayi antara usia 0 dan 6
bulan, ASI eksklusif adalah menyusui saja, tanpa tambahan makanan atau
minuman lain. Pada tahap ini ASI eksklusif bahkan tidak diberikan air. Makanan
yang ideal untuk bayi adalah ASI, yang dapat memenuhi semua kebutuhan
nutrisinya selama enam bulan pertama bila dikonsumsi dalam jumlah yang
terbaik, ASI berfungsi sebagai sumber makanan alami pertama dan utama
terbaik, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Teknik yang ideal untuk
memberi nutrisi pada bayi baru lahir adalah melalui menyusui (Hastuti dan
ASI terbentuk sebagai akibat dari pengaruh variabel hormonal dan mulai
terbentuk segera setelah kehamilan dimulai. Sel-sel saraf di puting susu juga
dapat dirangsang oleh gerakan mengisap bayi. Serabut saraf ini mengangkut
kebutuhan susu dari kelenjar pituitari di otak melalui tulang belakang. Prolaktin
dan oksitosin dilepaskan oleh kelenjar pituitari sebagai respons terhadap sinyal
otak. ASI dibuat sebagai hasil interaksi antara refleks dan hormon. Perubahan
jaringan kelenjar susu untuk memproduksi susu. Akan ada perubahan hormon
a. Laktogenesis I
dan kortisol, meski perannya dalam produksi ASI tidak terlalu signifikan.
dimulai sekitar 30-40 jam setelah melahirkan, dibutuhkan ibu 2-3 hari
c. III Laktogenesis
a. Usia ibu
Usia ibu merupakan faktor lain yang mempengaruhi produksi ASI karena
masalah endokrin ibu dan jaringan payudara hipoplastik jika dilihat dari
b. Nutrisi
Astutik (2015) mengklaim bahwa diet ibu dan asupan cairan juga
tambahan 300-500 kalori. Nutrisi pada ibu nifas dapat diamati dari status
gizi ibu mulai dari hamil sampai dengan melahirkan (Handayani, dkk.
2018).
c. Paritas
Ibu yang baru pertama kali melahirkan dan ibu yang memiliki anak lebih
Pola makan berperan besar dalam produksi ASI dan kelancaran produksi
ASI.
prolaktin, dan refleks let-down terjadi yang menyebabkan ASI keluar pada
waktu yang tepat dan dalam jumlah yang tepat. (2012) Sulistyawati
Menurut Budiati dkk. (2011), ada dua kategori pengukuran produksi ASI
a. Kelancaran produksi ASI dari tanda-tanda bayi baru lahir, misalnya Pada
1) Frekuensi buang air kecil (BAK); bayi yang mendapat cukup ASI
akan buang air kecil minimal enam sampai delapan kali per 24
3) Pola dan frekuensi buang air besar berkisar antara 2 sampai 5 kali
4) Warna dan ciri-ciri buang air besar. Dalam 24 jam pertama, bayi
(Saragih, 2015).
5) Berapa lama bayi baru lahir harus tidur setiap malam yang dapat
untuk bayi baru lahir adalah 8%. Bayi yang bertambah lebih dari
setidaknya empat dari enam indikasi ada pada bayi baru lahir,
7) Nilai dikatakan tidak lancar jika lebih rendah dari 4. (Budiati et al.,
2011).
b. Dari indikasi ibu, produksi ASI lancar Jika setidaknya ada lima dari
1) Ibu santai,
tertidur;
pasca persalinan. Jumlah kalori khas dalam ASI Seorang ibu yang sehat
kalori untuk setiap 100 mililiter yang dia hasilkan. Untuk menelan 2300-
7000 kalori saat menyusui, ibu biasa menggunakan sekitar 640 kalori per
hari untuk bulan pertama dan 510 kalori per hari selama enam bulan
berikutnya.
Table 2.2
Kebutuhan Nutrisi Ibu Menyusui :
Nurisi Kebutuhan menyusui / Tambahan kebutuhan
hari
Protein 75 gr 25 mg
Lemak 53 gr Tetap
PA 28 mg 15 gr
CA 500 mg 25 mg
Vit A 3500 IU 30 mg
Vit C 75 mg 25 mg
Vit B12 2 mg 25 mg
Tambahan energi untuk seorang ibu menyusui adalah : 500 kkal (6 bulan
2) 300 kalori yang dibutuhkan bayi berasal dari lemak yang disimpan
selama kehamilan.
b. Cairan
Konsumsi cairan adalah nutrisi lain yang dibutuhkan untuk menyusui. Ibu
Pada tahap ASI eksklusif, bahkan air tidak diberikan kepada bayi
baru lahir antara usia 0 dan 6 bulan; hanya menyusui yang diperbolehkan
Untuk memberikan ASI kepada bayi yang baru lahir selama enam
eksklusif. Ada banyak manfaat manfaat ASI eksklusif bagi ibu dan anak.
Bagi bayi, ASI eksklusif dapat menurunkan angka kematian bayi akibat
angka obesitas dan melindungi ibu dari bahaya kanker ovarium dan
kanker payudara.
Pada tahun 2019, 60% anak di bawah empat bulan di negara ini
tersebut turun menjadi 45% pada bayi hingga enam bulan, usia yang di
Menurut Pregnancy Birth & Baby, bayi baru lahir akan mengalami tahun pertama atau
12 bulan pertumbuhannya. Orang tua akan dapat secara pribadi mengamati segala sesuatu
mulai dari berguling, merangkak, dan tersenyum hingga perubahan tubuh. Perkembangan bayi
ini sudah dimulai sejak awal kehamilan dan akan terus berlanjut hingga anak berusia dua tahun.
Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa 1000 hari pertama kehidupan dianggap sebagai tahun-
tahun pembentukan bayi. Seribu hari pertama kehidupan bayi sangat dipengaruhi oleh
kecukupan gizi harian. dimulai dengan panjang, berat, dan ukuran kepala bayi dan terus naik.
2. Peningkatan tinggi badan bayi 12 bulan atau kurang
Merujuk pada Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), perkembangan fisik anak
merupakan perubahan yang sangat nyata. Orang tua harus melacak panjang atau tinggi bayi
selain berat dan ukuran kepala. Dokter atau petugas medis akan mengukur panjang badan saat
bayi berbaring karena tidak bisa berdiri tegak. Berikut ini adalah panjang atau tinggi badan bayi
sejak lahir sampai dengan usia 12 bulan atau 1 tahun, menurut Peraturan Kementerian
Dokter atau bidan akan menimbang dan mengukur bayi baru lahir segera setelah lahir.
Pengukuran ini digunakan untuk menilai kesehatan bayi apakah wajar atau tidak.
Bayi yang baru lahir biasanya memiliki panjang tubuh yang berbeda untuk tinggi badan
1) Panjang tubuh anak laki-laki berkisar antara 46,1 hingga 55,6 sentimeter (cm).
Pengertian panjang sama dengan pengertian tinggi. Ungkapan ini digunakan secara
Bayi akan tumbuh baik panjang maupun tinggi pada saat mereka berusia satu bulan.
Untuk laki-laki dan perempuan yang baru lahir, panjang tubuh yang optimal adalah sebagai
berikut:
a) Setelah itu, panjang badan bayi juga bertambah pada usia tiga bulan.
bulan.
Panjang atau tinggi optimal bayi baru lahir juga akan bertambah saat bayi mendekati
Panjang atau tinggi badan bayi yang optimal pada usia lima bulan
adalah:
Segera setelah bayi lahir, dokter juga akan menimbang bayi tersebut.
Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah berat dan tinggi badan bayi
bawah rata-rata biasanya memiliki berat badan kurang dari 2,5 kg.
Berat badan optimal bayi adalah sebagai berikut pada usia dua bulan:
bulan adalah:
bulan adalah:
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Hubungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain, atau antara
variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang akan diteliti,
p.83).
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang dapat diputuskan oleh peneliti
untuk diteliti guna mempelajari lebih lanjut dan menarik kesimpulan, menurut
(Sugiyono, 2019:2).
1. Variabel Independen
Variabel terikat (independen) berubah atau muncul sebagai akibat dari variabel
2. Variabel Dependen
C. Definisi Operasional
mengacu pada konsep lain, sebagai lawan dari definisi operasional, yang
didasarkan pada objek yang dapat diamati. Definisi konseptual sangat membantu
Variable Independen
Variable Dependen
D. Hipotesis
2. Hipotesis Alternatif
METODE PENELITIAN
B. Tempat Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Praktik Mandiri Bidan (PMB) Hj. Sitti Hamsinah,
SST dan PMB Hj. Kasmawati, SST yang berada di Kecamatan Limbung,
2. Waktu Penelitian
1. Populasi
item-item dan individu-individu yang telah dipilih oleh peneliti untuk diteliti guna
2. Sampel
data penelitian, sedangkan populasi itu sendiri terdiri dari berbagai macam
penelitian.
a. Kriteria Inklusi
b. Kriteria Eksklusi
3. Total sampling
populasinya relatif kecil, yaitu tidak lebih dari 30 orang. Berdasarkan uraian di
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa pita LILA untuk
mengetahui berapa jumlah ibu yang mengalami KEK. Serta panduan wawancara
(interview guides) untuk mengetahui umur ibu yang rentan terkena KEK atau tidak.
1. Data primer
2. Data Sekunder
Data sekunder yang di dapat dengan cara pengumpulan data yang melalui
rekam medik atau buku kohort yang di lakukan oleh peneliti apakah ibu
1. Pengolahan Data
di bawah ini.
a. Editing
Editing, yang dapat dilakukan pada saat pengumpulan data atau
b. Coding
mengingat arti suatu kode setelah menerimanya, sebuah buku berisi kode-
c. Entry data
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
masing-masing variabel.:
P = f x 100
n
Keterangan :
P : persentase
b. Analisa Bivariat
variabel bebas dan terikat. Uji chi square digunakan dalam analisis bivariat
terdapat 1 variabel dengan skala nominal, maka dilakukan uji chi square.
Keterangan :
Jika pada tabel 2x2 diketahui bahwa E (ekspektasi) lebih besar dari 5,
atau 20%, maka uji Fisher Exact digunakan untuk semua sampel.
2) Uji yang digunakan adalah koreksi kontinuitas jika tabel 2x2 tidak
3) Uji person chi square dilakukan jika tabel memiliki lebih dari dua baris
dan dua kolom. Jika hasilnya lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak dan
tidak ada hubungan antara variabel bebas jika nilai p value lebih besar
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan Tanggal 28 Maret S.D 25 Juni 2022 di PMB Hj. Sitti
Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan. Jumlah populasi ibu adalah total
sampling yaitu seluruh ibu menyusui kekurangan energi kronis (KEK) yang berada
di PMB Hj. Sitti Hamsinah dan PMB Hj. Kasmawati dan sampel yang di ambil yaitu
30 responden. Sumber data ini diperoleh dari data primer dan sekunder yaitu data
yang di ambil langsung dari ibu menyusui dengan kekurangan energi kronis (KEK)
dan data sekunder yang di ambil langsung dari buku rekam medik di PMB Hj. Sitti
Hasil penelitian ini diawali dengan proses pengumpulan data yang diperoleh
dari responden yang menyusui di PMB Hj. Sitti Hamsinah dan PMB Hj. Kasmawati
dengan memantau berat badan ibu beserta ASI ibu pada saat bayinya umur 0-6
bulan, lalu dilakukan pengklasifikasian data dan setelah itu dilakukan pengolahan
pekerjaan dan paritas. Umur dibagi menjadi 2 kategori, risiko tinggi dan risiko
pendidikan tinggi yaitu SD, SMP, SMA dan Pendidikan tinggi setara dengan DIII
dan S1. Pekerjaan ditransformasi menjadi dua kategorik yaitu bekerja dan tidak
ASI.
Tabel 5.1
Hubungan antara Sosiodemografi dan Atatus Obstetri dengan Pemberian
ASI
Pemberian ASI
No
Sosiodemografi dan
ASI ASl p*
status ostetri
Kombinasi Eksklusif
N % N %
1 Umur Ibu (tahun)
Resiko tinggi < 20 54 66.7 2 33.3
dan >35 0.204
Resiko rendah 20- 9 37.5 15 62.5
35
2 Pendidikan
Pendidikan Dasar 12 44.4 15 56.6
SD, SMP, SMA. 0.13
Pendidikan Tinggi 1 33.3 2 66.7 6
Diploma, S1, S2,
S3.
3. Pekerjaan
Tidak Bekerja 10 40.0 15 60.0
Bekerja 3 75.0 25.0 0.223
1
3 Paritas
Primipara 5 35.7 9 64.3 0.339
Multipara 8 50.0 9 50.0
*Chi-square continuity correction
Data pada tabel ini menunjukkan bahwa ibu dengan umur risiko rendah
(20−35 tahun) pada ibu yang memberikan ASI kombinasi sebanyak 9 (37,5%)
dan pada ibu yang memberikan ASI eksklusif sebanyak 15 (62,5%), dan umur
yang risiko tinggi (<20 tahun dan >35 tahun) pada ibu yang memberikan ASI
Kombinasi sebanyak 4 (66,7%) dan pada ibu yang memberikan ASI eksklusif
Pendidikan Dasar pada ibu yang memberikan ASI kombinasi sebanyak 12 orang
(44,4%) dan ibu yang memberikan ASI eksklusif sebanyak 15 orang (56,6%),
responden yang Pendidikan tinggi pada ibu yang memberikan ASI kombinasi
sebanyak 1 orang (33,3%) dan pada ibu yang memberikan ASI eksklusif
responden dalam penelitian ini paling banyak adalah ibu yang tidak bekerja dan
kombinasi sebanyak 10 orang (40%). Sedangkan pada ibu yang bekerja dan
responden dalam penelitian ini ibu yang primipara dan menyusui secara eksklusif
(35,7%). Sedangkan pada ibu multipara dan memberikan ASI eksklusif hanya 9
orang (50%) dan pada ibu yang memberikan ASI kombinasi sebanyak 8 orang
(50%).
Semua responden pada analisis ini adalah ibu yang mempunyai bayi 0 - 6
bulan yang diberikan ASI, baik itu ASI Eksklusif maupun ASI kombinasi. Hasil
analisis Chi-Square Test karakteristik ibu dan bayi terhadap pemberian ASI yaitu,
umur, pendidikan, pekerjaan, paritas. Dari semua variabel tidak ada yang
Tabel 5.2
Hubungan antara Sosiodemografi dan Status Obstetri dengan Kecukupan
ASI
Kecukupan ASI
p*
No
Sosiodemografi dan
Tidak Cukup
status ostetri
cukup
N % n %
1 Umur Ibu (tahun)
Resiko Tinggi < 20 2 33.3 4 66.7
0.10
dan >35
7
Resiko rendah 20- 2 8.3 22 91.7
35
2 Pendidikan
Pendidikan Dasar 4 14.8 23 85.2
SD, SMP SMA. 0.47
Pendidikan Tinggi 0 0.0 3 100.0 4
Diploma, S1, S2,
S3.
3. Pekerjaan
Tidak Bekerja 4 16.0 21 84.0 0.38
Bekerja 0 0.0 100.0 9
4
3 Paritas
0.35
Primipara 1 7.1 13 92.9
1
Multipara 3 18.8 13 86.7
*Chi-square continuity correction
Data pada tabel ini menunjukkan bahwa ibu dengan umur risiko rendah
(20−35 tahun) yang tidak cukup ASI sebanyak 2 orang (8,3%) dan yang cukup
ASI sebanyak 22 orang (91,7%), dan umur yang risiko tinggi (<20 tahun dan >35
tahun) yang tidak cukup ASI sebanyak 2 orang (33,3%) dan pada ibu yang
memberikan ASI eksklusif sebanyak 4 orang (66,7%) dari 30 responden. Pada
kelompok Pendidikan ibu yang Pendidikan Dasar dan tidak cukup ASI sebanyak
4 orang (14,8%) dan yang cukup ASI sebanyak 23 orang (85,2%). Dan
responden yang Pendidikan tinggi dan Cukup ASI sebanyak 3 orang (100%) dari
banyak adalah ibu yang tidak bekerja. Pada ibu Yang tidak cukup ASI sebanyak
4 orang (16%) dan yang cukup ASI sebanyak 21 orang (84%). Sedangkan pada
ibu yang bekerja dan yang cukup ASI 4 orang (100%). Pada kelompok paritas
responden dalam penelitian ini ibu yang primipara dan tidak cukup ASI hanya 1
orang (7,1%) dan yang cukup ASI sebanyak 13 orang (92,9%). Sedangkan pada
ibu multipara dan tidak cukup ASI sebanyak 3 orang (18,8%) dan pada ibu yang
Semua responden pada analisis ini adalah ibu yang mempunyai bayi 0 - 6
bulan yang diberikan ASI, baik itu tidak cukup ASI maupun Cukup ASI. Hasil
analisis Chi-Square Test karakteristik ibu dan bayi terhadap pemberian ASI yaitu,
umur, pendidikan, pekerjaan, paritas. Dari semua variabel tidak ada yang
Tabel 5.3
Hubungan antara Ibu Menyusui Kekurangan Energi Kronis dengan Pemberian ASI
Pemberian ASI
ASI Kombinasi ASI
KEK p*
Eksklusif
N % n %
KEK Berat (<17). 9 36.0 16 64.0
4 0.094
KEK Ringan (17 - <18.5) 80.0 1 20.0
Total 43.3 17
13 56.7
*Chi-square continuity correction
Data pada tabel ini menunjukkan bahwa ibu menyusui dengan IMT KEK
berat yang memberikan ASI Kombinasi sebanyak 9 responden (36,0%) dan ibu
pada ibu menyusui dengan IMT KEK Ringan, yang memberikan ASI kombinasi
Hasil analisis Chi-Square Test menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara IMT dengan pemberian ASI dengan nilai p value (0,094) > (0,05).
Tabel 5.4
Hubungan antara Ibu Menyusui Kekurangan Energi Kronis dengan Kecukupan
ASI
Kecukupan ASI
KEK Tidak Cukup Cukup p*
N % n %
4 16.0
KEK Berat (<17). 21 84.0
0 0.337
KEK Ringan (17 - <18.5) 0.0 5 100.0
Total 13.3 26
4 86.7
*Chi-square continuity correction
Data pada tabel ini menunjukkan bahwa ibu menyusui dengan IMT KEK
berat yang tidak cukup ASI sebanyak 4 responden (16,0%) dan ibu yang cukup
ASI sebanyak 21 responden (84,0%). Sedangkan pada ibu menyusui dengan IMT
KEK Ringan, yang cukup ASI sebanyak 5 responden (100%). Hasil analisis Chi-
Square Test menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara IMT
Tabel 5.5
Hubungan antara Kecukupan ASI dengan
Pemberian ASI
Pemberian ASI
ASI Kombinasi ASI
Kecukupan ASI p*
Eksklusif
n % n %
Tidak Cukup 1 25.0 3 75.0
Tabel ini menunjukkan bahwa, terdapat 1 responden (25%) bayi yang tidak
mendapatkan cukup ASI pada kelompok ibu yang memberikan ASI kombinasi,
begitu juga dengan ibu yang memberikan ASI eksklusif, ada 3 responden (75%)
bayi yang tidak mendapatkan cukup ASI, meskipun ibu memberikan ASI eksklusif.
responden (53,8%) bayi yang mendapatkan cukup ASI pada ibu yang memberikan
ASI eksklusif. asil analisis Chi-Square Test menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara kecukupan ASI dan pemberian ASI dengan nilai
B. Pembahasan
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang terhadap
bawah usia 20 tahun harus berbeda dengan ibu di atas usia 20 tahun. Ibu di atas
yang lebih banyak daripada ibu di bawah usia 20 tahun. (Dewi dan Sunarsih,
2011)
sebanyak 9 orang (37,5%), sedangkan ibu yang memberikan ASI eksklusif kepada
anaknya sebanyak 15 orang (62,5%). Ibu-ibu ini berusia antara 20 dan 35 tahun.
ibu yang memberikan ASI kombinasi hingga 4 (66,7%) dan pada ibu dengan risiko
tinggi (20 tahun dan >35 tahun) yang melaporkan menyusui secara eksklusif
sebanyak 2 (33,3%) dengan 30 responden, dengan hasil chi squae test nilai p
value (0,204). Ini membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
menemukan bahwa di antara ibu dengan usia bebas risiko (20-35), 63 (84,0%)
melakukannya. Ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 28 (96,6%) ibu
dengan usia berisiko (20 tahun dan >35 tahun), sedangkan ibu yang memberikan
ASI eksklusif sebanyak 1 (3,4%) dengan p-value 0,102 (p value ≤ 0,05). Artinya di
tempat kerja Puskesmas Bonto Cani Kabupaten Bone tidak ada hubungan antara
dengan usia bebas risiko (20–35) yang tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak
penelitian ini tidak menemukan hasil ini. Dengan p-value 0,000 (p-value ≤ 0,05),
hipotesis diterima. Ibu dengan usia berisiko (20 tahun dan >35 tahun) yang tidak
memberikan ASI eksklusif sebanyak 9 orang (81,8%) dan ibu yang memberikan
Perbedaan ini ada karena setiap subjek penelitian memiliki sifat yang
berbeda. Pendidikan ibu pada penelitian Anita dari tahun 2015, terdapat sebanyak
52 (69,3%) ibu yang tamat SMA dan perguruan tinggi. Sebaliknya, 80,8% dari 84
ibu dalam penelitian Rahmawati et al. (2013) memiliki tingkat pendidikan yang
rendah (tidak mengenyam pendidikan formal, SD, dan SMP). Ibu yang tidak
bekerja terdiri lebih dari 25 peserta dalam penelitian ini (83,3%). Sejalan dengan
penelitian Rahmawati, dkk (2013) ada 85 (81,7%) ibu yang tidak bekerja.
kepada ibu yang memberikan ASI campuran sebanyak 3 orang (60%) dan
kombinasi) dan 11 responden (68,7%) untuk ibu yang memberikan ASI eksklusif.
memberikan ASI kombinasi dan ibu yang memberikan ASI Eksklusif (50%) untuk
tingkat pendidikan ibu dengan praktik pemberian ASI eksklusif, berdasarkan hasil
Menurut penelitian Nurma dkk. (2014), penelitian ini sejalan dengan temuan
mereka bahwa terdapat 64 (76,2%) ibu dengan tingkat pendidikan tinggi (SMA dan
perguruan tinggi), 30 ibu yang menyusui secara eksklusif, dan 34 ibu yang tidak.
Sebanyak 20 orang (23,8%) berpendidikan rendah (SD dan SMP), 8 ibu (8%) yang
memberikan ASI eksklusif kepada anaknya, dan 12 orang ibu (12%) yang tidak.
Nilai p 0,102 (p value ≤ 0,05). Hal ini membuktikan bahwa lama pemberian ASI
tinggi akan sangat meningkat dengan tingkat sekolah. Menurut hipotesis, orang
dengan pendidikan yang lebih tinggi akan bereaksi terhadap informasi dengan
cara yang masuk akal dan akan mempertimbangkan besarnya manfaat yang akan
et al.)
pemberian ASI. Sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah ibu rumah
eksklusif hingga 15 orang (60%) dan tidak bekerja. Bekerja untuk ibu bukan
merupakan pembenaran bagi perempuan yang menyusui hanya satu orang secara
Probabilitas (p) = 0,223 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
Kabupaten Gowa berdasarkan hasil uji statistik dengan uji chi square antara
variabel pekerjaan ibu dan praktik pemberian ASI eksklusif. Temuan penelitian ini
digantikan dengan susu botol. Di kota, banyak ibu yang bekerja untuk mencari
nafkah, sehingga tidak bisa menyusui anaknya secara eksklusif pada bayinya
dengan benar.
dapatkan Hasil analisis Chi-Square Test karakteristik ibu dan bayi terhadap
pemberian ASI dengan paritas tidak ada yang berhubungan bermakna dengan
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Uji Fisher's Exact Test digunakan
untuk melakukan analisis karena hasil uji statistik chi square menunjukkan tidak
memungkinkan untuk digunakan. Mengingat nilai p lebih dari 0,05, jelas tidak ada
hubungan antara paritas ibu dan pemberian ASI eksklusif pada bayi. Puskesmas
dipengaruhi oleh keadaan gizi ibu. Salah satu faktor yang mempengaruhi kuantitas
dan komposisi ASI adalah kesehatan gizi ibu menyusui. Berat badan (kilogram)
per kuadrat tinggi badan (meter) dapat digunakan untuk menghitung Indeks Massa
Tubuh (IMT), yang dapat berdampak pada status kesehatan ibu menyusui. Ibu
dengan status gizi kuat memiliki cadangan makanan yang cukup, sehingga dapat
makanan yang cukup. Status sehat menurut Prinsip Penilaian Gizi adalah kondisi
tubuh yang menyiratkan hasil keselarasan antara suplemen yang masuk ke dalam
Indeks massa tubuh ibu (IMT), yang mencerminkan cadangan lemak yang
dibutuhkan ibu untuk menyusui, merupakan penanda kesehatan gizi ibu untuk
menyusui. Ibu kurang gizi lebih mungkin dibandingkan ibu dengan gizi baik untuk
Volume ASI yang dihasilkan ibu menyusui dan status gizinya tidak ada
hubungan (Admin, 2007). Indeks massa tubuh digunakan untuk menilai kondisi gizi
ibu menyusui. Ibu menyusui yang obesitas atau berat badan normal masih dapat
Menurut hasil analisis Chi-Square Test KEK dan menyusui tidak memiliki
hubungan yang signifikan, yang memiliki nilai p (0,094) >. (0,05). Demikian pula
nilai p (0,337) > antara KEK dan Kecukupan ASI menunjukkan bahwa tidak ada
dengan pemberian ASI mengungkapkan tidak ada hubungan antara Indeks Massa
Tubuh (IMT) dengan pemberian ASI (p=0,322) (p>nilai α=0,05) ,hal ini
ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan pemberian ASI pada ibu
penelitian terdiri dari 30 peserta, yang dibagi menjadi dua kelompok: kelompok
KEK ringan, yang mencakup 17 orang dengan IMT antara 17 dan 18,5 m2, dan
kelompok KEK berat, yang mencakup 13 orang dengan IMT di bawah 17 m2.
diperoleh p = 0,337 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan efektifitas
pekerjaan dan paritas ibu tidak ada hubnganya dengan ibu menyusui yang KEK
terhadap pemberian dan kecukupan ASI. Karena jika diliihat dari karakteristik umur
ibu rata-rata responden ibu menyusui yang KEK berusia 20-35 tahun. Menurut
pendapat Wiji (2013), bahwa usia 20-35 tahun merupakan usia produktif bagi
wanita untuk hamil dan melahirkan serta siap untuk menyusui bayinya. Usia
fisik, mental, dan psikologis dalam menghadapi kehamilan, persalinan, dan nifas
serta cara mengasuh dan menyusui bayinya. Usia merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi produksi ASI pada ibu. Ibu yang berusia kurang dari 35 tahun
lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu yang lebih tua, tetapi ibu
yang sangat muda (kurang dari 20 tahun) produksi ASI-nya juga kurang banyak
karena dilihat dari tingkat kematurannya (Hartono, 2012) sehingga itu ibu mampu
meberikan ASI secara ekslusif pada bayinya dan kecukupan ASI pada bayipun
bekerja, artinya ibu lebih banyak memiliki waktu luang untuk memberikan ASI
kepada bayinya secara eksklusif (Pasiak et al.) sehingga kecukupan ASI pada
bayi terpenuhi. Sedangkan Pada karakteristik paritas ibu 15 ibu menyusui yakni
multipara artinya ibu sudah memiliki pengalaman dalam menyusui bayinya dan
menginginkan yang terbaikk untuk bayinya. Ibu dengan paritas lebih dari satu akan
lebih percaya diri dan mampu mengatasi hambatanhambatan yang terjadi selama
proses menyusui (sebagai contohnya adalah cara mengatasi ASI tidak keluar)
sehingga ibu multipara atau grande multipara lebih berpeluang untuk memberikan
ASI secara eksklusif (Gobel et al., 2012) sehingga kecukupan ASI pada bayipun
terpenuhi.
Demand adalah salah satu faktornya, maka semakin banyak ASI yang dihasilkan
permintaan bayi, ASI diproduksi. Payudara ibu akan terus memproduksi ASI
Payudara akan berhenti memproduksi ASI jika bayi berhenti menghisap (Erlina,
2008).
Pertambahan berat badan bayi sesuai dengan usia pada penelitian ini
merupakan tanda keampuhan ASI. Dari saat kelahiran bayi hingga pengambilan
data. Indikasi ASI cukup dapat dilihat antara lain produksi ASI, frekuensi menyusui,
mendapatkan cukup ASI pada kelompok ibu yang memberikan ASI kombinasi,
begitu juga dengan ibu yang memberikan ASI eksklusif, ada 3 responden (75%)
bayi yang tidak mendapatkan cukup ASI, meskipun ibu memberikan ASI eksklusif.
responden (53,8%) bayi yang mendapatkan cukup ASI pada ibu yang memberikan
ASI eksklusif. Hasil analisis Chi-Square Test menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara kecukupan ASI dan pemberian ASI dengan nilai
mendapatkan cukup ASI pada kelompok ibu yang memberikan ASI kombinasi,
begitu juga dengan ibu yang memberikan ASI eksklusif, ada 3 responden (75%)
bayi yang tidak mendapatkan cukup ASI, meskipun ibu memberikan ASI eksklusif.
responden (53,8%) bayi yang mendapatkan cukup ASI pada ibu yang memberikan
ASI eksklusif. Hasil analisis Chi-Square Test menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara kecukupan ASI dan pemberian ASI dengan nilai
menemukan bahwa 24 responden (77,3%) bayi baru lahir yang cukup sering
menggunakan kendal tau (τ), yang menghasilkan nilai 0,349 dan p-value = 0,010 <
pertumbuhan berat dan tinggi badan anak yang ditunjukkan dengan grafik
pertumbuhan yang dipengaruhi oleh frekuensi pemberian ASI yang cukup. Hal ini
disebabkan oleh nutrisi alami yang mudah diserap oleh sistem pencernaan bayi
dan kandungan nutrisi dalam ASI yang mendorong tumbuh kembang bayi, salah
satunya adalah pertambahan berat dan tinggi badan bayi normal setiap bulannya.
Menurut anggapan, bayi baru lahir yang disusui dengan frekuensi makan yang
dianjurkan akan mengalami kenaikan berat badan secara normal (Riordan, 2004).
(Sablik et al.)
C. Keterbatasan Penelitian
mengukur volume ASI sebagai indicator kecukupan ASI. Tetapi kecukupan ASI di
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
(KEK) Pada Ibu Menyusui Dengan Pemberian Dan Kecukupan ASI Di PMB
Kabupaten Gowa tahun 28 Maret sampai 25 Juni Tahun 2022, maka dapat ditarik
(100%) Pada kelompok ibu menyusui kekurangan energi kronis (KEK) berat
asi esklusif. Berdasarkan hasil uji chi square menunjukkan nilai p value (0,094)
karena nilai p < 0.05, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pemberian ASI
Semua responden pada analisis ini adalah ibu yang mempunyai bayi 0 - 6
bulan yang diberikan ASI, baik itu ASI Eksklusif maupun ASI kombinasi. Hasil
analisis Chi-Square Test karakteristik ibu dan bayi terhadap pemberian ASI yaitu,
umur, pendidikan, pekerjaan, paritas. Dari semua variabel tidak ada yang
B. Saran
(KEK) Pada Ibu Menyusui Terhadap Kecukupan ASI Di Kabupaten Gowa tahun
bagaimana cara menjaga berat badan normal pada ibu menyusui sehingga
Ampu, Maria Nafrida. “Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Pemberian ASI
Eksklusif Pada Bayi Di Puskesmas Neomuti Tahun 2018.” Intelektif : Jurnal
Ekonomi, Sosial & Humaniora, vol. 2, no. 12, 2018, pp. 9–19,
https://www.jurnalintelektiva.com/index.php/jurnal/article/view/503.
Astuti, Sinta Indi, et al. “Affan Corok.” Analisis Standar Pelayanan Minimal Pada
Instalasi Rawat Jalan Di RSUD Kota Semarang, vol. 3, 2015, pp. 103–11.
Di Nardo, Maria, et al. “What Is the ‘Weight’ of Body Mass Index on Sexual Functioning
in Women? A Mediation Model.” Eating and Weight Disorders, vol. 26, no. 6,
Springer International Publishing, 2021, pp. 1801–11, doi:10.1007/s40519-020-
00995-4.
Hutahaean, Martina Evelyn, and Dinda Ayu Lestari. “Hubungan Indeks Massa Tubuh
Dengan Tekanan Darah Pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Institut
Kesehatan Sumatera Utara Medan.” Jurnal Ners Indonesia, vol. 2, no. 2, 2021, pp.
18–26.
Laksono, Agung Dwi, et al. “The Effects of Mother’s Education on Achieving Exclusive
Breastfeeding in Indonesia.” BMC Public Health, vol. 21, no. 1, BMC Public Health,
2021, pp. 1–6, doi:10.1186/s12889-020-10018-7.
Magdalena, Magdalena, et al. “Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Produksi ASI Ibu
Menyusui Di Wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo Rawat Jalan Pekanbaru.” Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, vol. 20, no. 2, 2020, p. 344,
doi:10.33087/jiubj.v20i2.939.
Muhrifan, Andi, et al. “Differences of Oleic Acid Levels in Breast Milk of Lactating
Mothers with Chronic Energy Deficiency (CED) and Normal Status.” Journal of
Scientific Research in Medical and Biological Sciences, vol. 1, no. 2, 2020, pp.
161–70, doi:10.47631/jsrmbs.v1i2.142.
Ningrum, Ema Wahyu, and Etika Dewi Cahyaningrum. “Status Gizi Pra Hamil
Berpengaruh Terhadap Berat Dan Panjang Badan Bayi Lahir.” Medisains, vol. 16,
no. 2, 2018, p. 89, doi:10.30595/medisains.v16i2.3007.
Nurkhaira Mazita J, et al. “Analisis Faktor Risiko Kekurangan Energi Kronis Ibu Hamil Di
Kota Parepare.” Jurnal Ilmiah Manusia Dan Kesehatan, vol. 2, no. 3, 2019, pp.
333–42, doi:10.31850/makes.v2i3.176.
RAHAYU, SRI. Asuhan Kebidanan Kehamilan Patologi Pada Ny. B G1P0a0 Umur 20
Tahun Hamil 28 Minggu Dengan Kekurangan Energi Kronik ( Kek ) Di Puskesmas
Bendan Kota Pekalongan. 2019, http://repository.unimus.ac.id/id/eprint/4114.
Rahayu, Tutik, et al. “Faktor- Faktor Yang Memengaruhi Produksi ASI Pada Ibu
Menyusui 0- 6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Bangetayu.” Jurnal Ilmu
Keperawatan Maternitas, vol. 3, no. 1, 2020, p. 28, doi:10.32584/jikm.v3i1.565.
Shi, Huifeng, et al. Determinants of Exclusive Breastfeeding for the First Six Months in
China : A Cross- Sectional Study. International Breastfeeding Journal, 2021, pp. 1–
12.
Sumiarni, Leli. “Stikes Merangin Jurnal Kesehatan Dan Sains Terapan.” Jurnal
Kesehatan Dan Sains Terapan STIKES Merangin, vol. 4, no. May 2017, 2018, pp.
29–34.
Tinggi, Sekolah, et al. “Faktor Penyebab Kekurangan Energi Kronik (Kek) Pada Ibu
Hamil: Study Literature.” Proceeding of The URECOL, 2021, pp. 985–88,
http://repository.urecol.org/index.php/proceeding/article/view/1509.