Anda di halaman 1dari 70

HUBUNGAN KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU

MENYUSUI DENGAN PEMBERIAN DAN KECUKUPAN


ASI DI PRAKTIK MANDIRI BIDAN (PMB)
KABUPATEN GOWA TAHUN 2022

OLEH

DEFIKA INDRIYANI POTALE


19009

PRODI D-III KEBIDANAN STIK MAKASSAR


2022
HUBUNGAN KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU MENYUSUI
DENGAN PEMBERIAN DAN KECUKUPAN
ASI DI PRAKTIK MANDIRI BIDAN (PMB)
KABUPATEN GOWA TAHUN 2022

Oleh:

DEFIKA INDRIYANI POTALE


19009

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Dalam Menyelesaikan Mata Kuliah SemesterVI
di Prodi D-IIIKebidanan STIK Makassar

PRODI D-III KEBIDANAN STIK MAKASSAR

2022
ABSTRAK

Defika Indriyani Potale, 19009. “Hubungan Kekurangan Energi Kronis Pada Ibu Menyusui
Dengan Pemberian Dan Kecukupan ASI Di Praktik Mandiri Bidan (PMB)
Kabupaten Gowa Tahun 2022
(dibimbing oleh ibu Imelda Iskandar dan Ibu Armiyati Nur)

Xiii + 6 BAB + 72 Halaman + 9 Tabel + 5 Lampiran

Latar Belakang : Kekurangan energi kronik adalah suatu keadaan dimana ibu
kekurangan gizi sebagai akibat dari kekurangan (kronis) satu atau lebih komponen
makanan, yang menyebabkan perkembangan masalah kesehatan relatif atau absolut
pada ibu.
Tujuan : Untuk mengetahui, Hubungan Kekurangan Energi Kronis (KEK) Pada Ibu
Menyusui berhubungan dengan Pemberian dan Kecukupan ASI Metode Penelitian :
Analitik observasional dengan pendekatan waktu cross sectional, analisa data dengan uji chi
square.
Hasil penelitian : Ibu menyusui kekurangan energi kronis (KEK) berat terdapat
sebanyak 9 responden dengan pemberian asi kombinasi dan 16 responden dengan
pemberian asi esklusif, begitupun dengan kelompok ibu menyusui yang kekurangan
energi kronis (KEK) ringan terdapat sebanyak 4 responden dengan pemberian asi
kombinasi dan 1 responden dengan pemberian asi esklusif. Berdasarkan hasil uji chi
square menunjukkan nilai p value (0,094) karena nilai p < 0.05, dapat disimpulkan
bahwa tidak ada perbedaan pemberian ASI antara ibu KEK berat dan KEK ringan.

Kata kunci : KEK, Pemberian dan Kecukupan ASI, Ibu Menyusui


Daftar Pustaka: 34 ( 2015 – 2021)
BIODATAPENULIS

A. Identitas Penulis

Nama : Defika Indriyani Potale

Nim : 19009

Tempat/Tanggal Lahir : Gorontalo 20 desember 2001

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Perumahan Nabila, Jl. Runi S. Katili Desa. Hutuo

;Kec.Limboto

Suku / Bangsa : Gorontalo / Indonesia

Nama Ayah : Samsudin Potale

Nama Ibu : Wiwin Side

B. Pendidikan

1. Tahun 2006-2007: TK Dahlia

2. Tahun 2007-2013: SDN 1 Pulubala

3. Tahun 2013-2016: SMP Negeri 1 Pulubala

4. Tahun 2016-2019: SMA Negeri 1 Limboto

5. Tahun 2018-2021: Akademi Kebidanan STIK Makassar


KATA PENGANTAR

ASSALAMU ALAIKUM Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, kesehatan,

kesempatan, dan karunia-Nya sehingga penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul

“Hubungan Kekurangan Energi Kronis (KEK) Pada Ibu Menyusui dengan Pemberian

dan Kecukupan ASI Di Praktik Mandiri Bidan (PMB) Kabupaten Gowa Tahun 2022”

dapat selesai pada waktunya.

Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini untuk memenuhi sebagian syarat

memperoleh gelar Ahli Madya Kebidanan bagi mahasiswa program D-III. Pada

kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar besarnya kepada:

1. Hj. A. Tenri Awaru Asaad Lantara selaku dewan pendiri Yayasan Pendidikan

Makassar

2. A. Indri Damayanti, SH, M.Adm, SDA selaku ketua pelaksana harian Yayasan

Pendidikan Makassar

3. Esse Puji Pawenrusi, SKM, M.Kes selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Makassar

4. Hj. Fitriani, SST, SKM, M.Kes, M.Keb selaku Kaprodi Akademi Kebidanan Stik

Makassar

5. Dr. Imelda Iskandar, SST, SKM, M.kes, M.Keb selaku pembimbing I dan Armiyati

Nur, SST, M.Keb selaku pembimbing II yang telah banyak membantu dalam

menyelesaikan Karya Proposal.


6. Seluruh staf dosen dan staf administrasi Prodi D-III Kebidanan STIK Makassar yang

telah memberikan bantuan moral bagi penulis, baik selama proses pendidikan

maupun dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

7. Ucapan syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua kandung

saya Ibu Wiwin Side Bapak Samsudin Potale dan Ayah sambung Rolly Liando serta

kepada orang tua angkat saya ibu Mirna Potale Bapak Ibrahim Suleman yang telah

menyayangi, mendidik, dan selalu mendoakan saya serta membesarkan saya

dengan rasa tulus, saya ucapkan terima kasih atas segala perjuangan kalian selama

ini. Kalian dengan rasa ikhlas melepaskan saya untuk menempuh cita-cita saya di

kota Makassar. Teruntuk nenek saya tersayang Samin Ahaya dan Saripa Dodi, dan

Paman saya Ismail Y. Side, S.Pd terimakasih sudah menjadi tempat untuk berkeluh

kesah, terimaksih untuk cinta dan kasih sayangnya selama ini. Semoga selalu dalam

lindungan ALLAH SWT dan di berikan Kesehatan serta umur yang panjang aamiin.

8. Teruntuk orang terspesial Ilham Akbar Van Gobel, Kaka Mutiarahma Hunawa, Amd,

Keb, yang telah banyak membantu dengan penuh rasa sabar, Untuk sahabat serta

saudaraku Dea Ananda Hasan, Adinda Kartika Putri Neoe, Clarita Albakir S.Ip,

Aprila Pou S.H, Ismiranda Mantik terima kasih sudah banyak membantu dan

memotivasi saya sehingga sampai di tahap ini syukur dan Terima kasih ku

ucapakan atas segala kebaikan yang tidak pernah mengharapkan balasan dan

untuk teman-teman Gustin Y. Niode, Sri Nadiawaty Djia, Fitra Poluli, Sasmita A.

Hulao, Asmarani Putri Suleman, Diah Puspita Sari, terima kasih sudah menjadi

teman dalam suka maupun duka di tanah perantauan ini semoga kita akan mejadi

teman selamanya.
Penulis menyadari dalam penyusunan proposal ini masih jauh dari kata sempurna,

maka saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan Karya

Tulis Ilmiah selanjutnya. Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

bermanfaat.

Makassar, 15 Juli 2022

Penulis

DAFTAR SINGKAT
Singkatan Keteragan

KEK Kekurangan Energi Kronis

ASI Air Susu Ibu

WHO World Health Organization

IMT Indeks Masa Tubuh

LILA Lingkar Lengan Atas

WUS Wanita Usia Subur

AKI Angka Kematian Ibu


DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL………………………………………….........................i

LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………..................ii

KATA PENGANTAR………………………………..................................iii

DAFTAR SINGKATAN……………………………………........................vii

DAFTAR ISI………………………………………………………...............viii

DAFTAR GAMBAR……………………………………………..................X

DAFTAR TABEL……………………………………………......................xi

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………..............

A. Latar Belakang………………………………………………..............1

B. Rumusan Maslah…………………………………………..................6

C. Tujuan Penelitian………………………………………......................6

D. Manfaat Penelitian…………………………………………................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………….............

A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) …………………………..............8

B. Air Susu Ibu (ASI) ……………………………..................................16

BAB III KERANGKA KONSEP…………………………….......................

A. Kerangka Konsep………………………….......................................29

B. Variabel Penelitian……………………………..................................30

C. Definisi Operasional…………………………...................................30

D. Hipotesis…………………………….................................................33

BAB IV METODE PENELITIAN ………………………….......................34

A. Jenis dan Rancangan Pnelitian……………………………..........34


B. Tempat Penelitian…………………………...................................34

C. Populasi dan Sampel…………………….....................................34

D. Alat Penelitian………………………….........................................36

E. Cara Pengumpulan Data…………………………........................36

F. Pengolahan Data dan Metode Analisis Data…………...............36

G. Hipotesis…………………………….............................................33

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……........................34

A. HASIL PENELITIAN……………………………............................40

B. PEMBAHASAN……………………………...................................44

C. KETERBATASAN PENELITIAN…………………………….........53

BAB VI PENUTUP

A. KESIMPULAN…………………………….....................................54

B. SARAN……………………………................................................54

DAFTAR PUSTAKA…………………………….......................................56
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Konsep...........................................................


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kategori Indeks Masa Tubuh ...........................................

Table 2.2 Kebutuhan Nutrisi Ibu Menyusui........................................

Tabel 3.1 Definisi Operasi..................................................................

Table 5.1 Hubungan antara Sosiodemografi dan Atatus Obstetri dengan

Pemberian ASI

Table 5.2 Hubungan antara Sosiodemografi dan Status Obstetri dengan

Kecukupan ASI

Table 5.3 Hubungan antara Ibu Menyusui Kekurangan Energi Kronis dengan

Pemberian AS

Tabel 5.4 Hubungan antara Ibu Menyusui Kekurangan Energi Kronis dengan

Kecukupan ASI

Tabel 5.5 Hubungan antara Kecukupan ASI dengan Pemberian ASI


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Gizi ibu hamil memiliki dampak yang begitu besar terhadap kesehatan janin

yang dikandungnya, gizi ibu hamil menjadi salah satu bidang yang menjadi fokus

aksi perbaikan gizi masyarakat. Dari sisi gizi, kekurangan energi kronik (KEK)

merupakan kondisi yang sering dialami ibu hamil, menurut Laporan Akuntabilitas

Kinerja 24 Kementerian Kesehatan tahun 2020. Menurut studi Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) 2018, ibu hamil (15–49 tahun) masih memiliki prevalensi risiko

KEK yang relatif tinggi yaitu 17,3%. Setiap tahun diperkirakan proporsi ibu hamil

dengan KEK akan turun 1,5%. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia)

KEK terjadi ketika tubuh kekurangan satu atau lebih jenis nutrisi. Beberapa hal

yaitu Asupan gizi yang rendah, kualitas gizi yang buruk, atau keduanya dapat

membuat tubuh kekurangan zat gizi. Nutrisi yang dikonsumsi berpotensi tidak

terserap dan dimanfaatkan oleh tubuh tubuh (Helena, 2013).(RAHAYU)

Berdasarkan informasi dari laporan rutin tahun 2020 yang dikumpulkan dari 34

provinsi, dapat ditarik kesimpulan bahwa, dari 4.656.382 ibu hamil yang diukur

lingkar lengan atas (LiLA), 451.350 memiliki LILA kurang dari 23,5 cm (mengalami

risiko KEK). Perhitungan tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa, berbeda

dengan target 16%, proporsi ibu hamil berisiko KEK pada tahun 2020 adalah 9,7%.

Situasi ini menunjukkan bahwa target KEK Kementerian tahun 2020 untuk ibu hamil

telah melampaui tujuan Renstra kesehatan tahun ini. Informasi ini dikumpulkan

pada 20 Januari 2021. Persentase ibu hamil KEK di Indonesia termasuk dalam
kategori masalah kesehatan masyarakat ringan(< 10 %) yang diukur berdasarkan

standar WHO (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia)

Kekurangan Energi Kronik (KEK), suatu gangguan ketika ibu mengalami

malnutrisi karena kekurangan satu atau lebih komponen makanan secara menahun

(kronis), menyebabkan ibu mengalami masalah kesehatan relatif atau absolut

(Sipahutar, Aritonang dan Siregar, 2013)

Prevalensi Kekurangan Energi Kronis (KEK) sebesar 16,2% pada laporan hasil

penilaian status gizi (PSG) tahun 2016 dan sebesar 14,8% pada tahun 2017. Di

Provinsi Sulawesi Selatan masih tertinggal dari rata-rata nasional yaitu sebesar

15,9% pada tahun 2016 dan 13,1% pada tahun 2017. (Kemenkes RI, 2017).

Dengan total 3.373 kasus pada tahun 2018, Kota Makassar memiliki jumlah kasus

KEK tertinggi di antara 24 kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan, menurut

laporan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Tercatat juga dari 10

Puskesmas di Kota Makassar, Puskesmas Sudiang Raya memiliki jumlah kasus

terbanyak. 218 contoh, atau 16,1%, merupakan mayoritas KEK. (Zakharia)

Karena kebutuhan nutrisi mereka yang lebih besar, ibu menyusui sering

menderita kekurangan energi kronik (KEK). Asupan makanan yang tidak mencukupi

mengakibatkan status gizi buruk, kualitas ASI yang buruk, dan gangguan tumbuh

kembang anak pada gizi ibu (engidaw, 2019)

ASI biasanya diberikan kepada bayi baru lahir dan anak kecil melalui ASI

sebagai sumber makanan. (Pareek) Ini adalah cara termurah dan paling sederhana

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Ini adalah metode paling sederhana dan

paling murah untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi baru lahir. Kapasitas sensorik
dan kognitif anak-anak akan meningkat, dan ASI akan melindungi mereka dari

penyakit menular dan kronis. Pertumbuhan dan perkembangan anak mungkin

dipengaruhi oleh teknik pemberian makan bayi baru lahir yang buruk. (Laksono et

al.)

Setiap tahun, lebih dari 800.000 bayi di bawah usia lima tahun diselamatkan

dari kematian berkat nilai menyusui yang efektif. Sering menyusui adalah teknik

yang ideal untuk mempertahankan produksi air susu ibu (ASI). Menyusui dini harus

dimulai dalam waktu satu jam setelah melahirkan, menurut rekomendasi WHO dan

UNICEF. Jika bayi diberikan susu formula, beralih kembali ke ASI mungkin tidak

dapat dilakukan karena produksi ASI menurun (WHO, 2016). Hanya 37,3% bayi

baru lahir Indonesia yang berusia 0 hingga 5 bulan yang diberi ASI eksklusif, rasio

yang sangat rendah dibandingkan dengan target negara yaitu 80% wanita

menyusui secara eksklusif (Riskesdas, 2018) (Magdalena et al.)

Ibu yang menyusui membutuhkan lebih banyak energi selama ini serta

makanan yang tepat untuk mempertahankan tingkat energi yang cukup untuk

produksi ASI. Para ibu yang ingin memberikan perawatan terbaik kepada bayinya

memiliki ambisi untuk menyusui secara eksklusif. . Oleh karena itu, kecukupan ibu

saat menyusui perlu di perhatikan agar harapan ibu untuk menyusui secara

eksklusif berjalan lancAr sesuai harapan. ( A. Olivia dkk 2017)

Karena ASI hanya diberikan kepada bayi antara usia 0 dan 6 bulan, maka ASI

(Air Susu Ibu) merupakan sumber nutrisi bagi bayi baru lahir. Untuk menghindari

gangguan dalam proses perkembangan, perhatian yang cukup harus diberikan

pada suplai dan kualitas ASI selama tahap waktu bayi selama enam bulan pertama
setelah kelahiran, dengan mempertimbangkan bahwa jangka waktu ini merusak

tahun pembentukan anak sampai usia dua tahun (Promkes kemkes 2018)

ASI memiliki profil gizi seimbang baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Komposisinya bersifat dinamis dan berubah-ubah tergantung keadaan gizi ibu

(Bzikowska, 2018). Pasokan ASI yang tidak maksimal menjadi masalah bagi ibu

menyusui. Asupan makanan yang rendah, yang mengakibatkan banyak bayi tidak

terpenuhi kebutuhan gizinya karena ibu tidak mampu memberikan ASI yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan bayi, menjadi akar penyebab masalah ini (Triananinsi

et al, 2020).

Program nasional, program Minggu Seribu Hari Kehidupan (HPK) yang

bertujuan menyelamatkan nyawa ibu dan bayi mulai dari seribu HPK, atau sebulan

sekali di setiap Puskesmas, selain program PMT ditimbang dan ditentukan kondisi

nutrisinya seperti yang terlihat (Muhamad & Liputo, 2017). WUS dan ibu hamil perlu

memperbaiki pola makan mereka sendiri, selain mengambil bagian dalam inisiatif

yang dijalankan oleh puskesmas dan pemerintah. (Sumiarni)(Tinggi et al.)

Mengingat konteks di atas, peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan Keadaan

Energi Kronis (KEK) Pada Ibu Menyusui Dengan Pemberian Dan Kecukupan ASI”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, “Apakah Kekurangan Energi

Kronis (KEK) Pada Ibu Menyusui berhubungan dengan Pemberian dan Kecukupan

ASI”?

C. Tujuan

Berikut ini adalah tujuan penelitian yang diharapkan:


1. Tujuan umum

Untuk mengetahui, Hubungan Kekurangan Energi Kronis (KEK) Pada Ibu

Menyusui berhubungan dengan Pemberian dan Kecukupan ASI

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui hubungan karakteristik pada ibu menyusui kekurangan

energi kronis (KEK) dengan pemberian dan kecukupan ASI

b. Untuk mengetahui hubungan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu

menyusui dengan Pemberian ASI

c. Untuk mengetahui hubungan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu

menyusui dengan Kecukupan ASI

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber dan pedoman bagi penulis

di masa yang akan datang.

2. Manfaat Institusi

Melakukan evaluasi mengenai pemahaman mahasiswa Prodi DIII Kebidanan

STIK Makassar tentang penelitian dan di harapkan hasil penelitian dapat di

jadikan bahan informasi atau referensi dalam melakukan penelitian.

3. Manfaat Bagi Peneliti

C. Salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan D-III kebidanan di

lembaga Program Studi D-III Kebidanan STIK Makassar Makassar

adalah:
D. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam menerapkan

pengetahuan di masyarakat mengenai hubungan kekurangan energi

kronik (KEK) pada ibu menyusui dengan pemberian dan kecukupan ASI.

4. Manfaat Praktis

Sumber memberikan informasi kepada Instansi Departemen untuk digunakan

sebagai pedoman kebijakan dan alat implementasi program, terutama dalam

mengembangkan program yang terkait dengan penelitian ini.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kekurangan Energi Kronis

1. Pengertian KEK

Kekurangan energi kronik adalah suatu keadaan dimana ibu kekurangan gizi

sebagai akibat dari kekurangan (kronis) satu atau lebih komponen makanan,

yang menyebabkan perkembangan masalah kesehatan relatif atau absolut

pada ibu Sipahutar, Aritonang dan Siregar, 2013).(Rachman)

2. Tanda dan Gejala KEK

Kekurangan Energi Kronik (KEK) memiliki indikasi dan gejala yang terlihat dan

terukur, menurut Supariasa (2013). Lingkar Lengan Atas (LILA) lebih kecil dari

23,5 cm merupakan salah satu gejala KEK. (Prabayukti)

3. Pengukuran Antropometri Lingkar Lengan Atas (LILA)

a. Pengertian LILA

Lingkar lengan atas, atau LILA, adalah pengukuran antropometrik yang

dapat digunakan untuk menilai risiko ibu hamil untuk malnutrisi atau KEK

dan untuk menentukan status gizinya.

b. Tujuan pengukuran LILA

1) Meningkatkan pengetahuan dan partisipasi masyarakat dalam

memerangi dan mencegah KEK.

2) Mendorong masyarakat untuk berbagi perspektif segar dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.


3) Menargetkan pelayanan kesehatan pada penduduk binaan WUS

yang memiliki KEK

4) Meningkatkan peran WUS bersama KEK dalam inisiatif perbaikan

gizi (Supariasa, 2013).

c. Ambang batas

Di Indonesia, 23,5 cm adalah ukuran cutoff atau ambang batas untuk LILA

WUS dengan risiko KEK. (Supariasa, 2013).

d. Cara mengukur LILA

Ukuran LILA dibuat dengan pita LILA dan diberi label sentimeter, dan

diselesaikan dalam urutan yang ditentukan. Tujuh urutan pengukuran LILA

tersedia, termasuk:

1) Ukur bagian tengah lengan atas kiri yang tidak tertutup pakaian,

untuk menentukan letak bahu dan siku (Prabayukti).

2) Posisikan pita di antara siku dan bahu.

3) Temukan bagian tengah lengan dan tandai.

4) Pusatkan pita LILA di atas lengan.

5) Pita yang digunakan tidak boleh terlalu banyak atau terlalu sedikit.

6) Strategi membaca berdasarkan skala yang akurat (Supariasa, 2013).

4. Faktor-faktor penyebab KEK

a. Umur ibu

Ibu hamil yang terlalu muda meningkatkan risikonya KEK serta

sejumlah masalah kesehatan ibu lainnya (Stephanie dan Kartikasari, 2016).


Menurut penelitian Stephanie dan Kartikasari (2016), hanya 6 (16,2%)

dari 37 responden dengan rentang usia 20 hingga 35 tahun yang pernah

mengalami KEK. Dari 7 ibu yang termasuk dalam kelompok usia 35 tahun

ke atas, 1 (10%) memiliki KEK. Menurut penelitian yang disebutkan di atas,

keadaan gizi ibu selama kehamilan dapat bervariasi tergantung pada

usianya.

b. Paritas

Didasarkan pada gagasan bahwa rahim dapat melemah jika melahirkan

terlalu sering. Penting untuk diketahui bahwa anemia, malnutrisi, kendurnya

dinding perut, dan dinding rahim kemungkinan besar terjadi pada ibu yang

pernah hamil atau melahirkan empat anak atau lebih. Risiko kehamilan dan

persalinan meningkat setelah paritas nomor empat. Angka kematian ibu

meningkat seiring dengan paritas (Sugiarti, 2012). (Rachman)

c. Jarak dari Kehamilan

Menurut anggapan, jarak kehamilan antara dua dan lima tahun (risiko)

cenderung mengganggu keadaan gizi ibu dan berkontribusi pada

pengembangan KEK (Kekurangan Energi Kronik). Salah satu alasan

interval kehamilan yang pendek (35 tahun) adalah bahwa risiko hasil

kehamilan yang buruk meningkat seiring dengan meningkatnya prevalensi

kekurangan energi kronis (KEK) (Rachman)

d. Pendidikan

Temuan penelitian Stephanie and's Menurut Kartikasari (2016), ibu

dengan pendidikan SLTP atau kurang memiliki risiko KEK lebih tinggi
dibandingkan ibu dengan tingkat pendidikan SD atau lebih rendah. Menurut

penelitian yang disebutkan di atas, pendidikan dapat berdampak pada risiko

KEK ibu.

e. Beban Kerja/Aktivitas

Orang yang bervariasi memiliki gerakan dan aktivitas yang berbeda,

sehingga seseorang yang melakukan latihan fisik yang lebih berat secara

alami akan membutuhkan lebih banyak energi daripada seseorang yang

kurang aktif secara fisik (Mulyani, 2016).(Ii)

f. Status ekonomi

Daya beli suatu keluarga dipengaruhi oleh keluarga berpenghasilan

rendah. Jumlah uang yang dihasilkan keluarga, biaya makanan itu sendiri,

dan seberapa baik keluarga mengelola sumber daya lahan dan

pekarangannya merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan

keluarga untuk membeli makanan (Stephanie dan Kartikasari, 2016).

Menurut temuan penelitian Stephanie dan Kartikasari (2016),

mayoritas responden dengan pendapatan di atas upah minimum tidak.

Hanya dua responden (6,9%) dengan pendapatan di atas gaji minimum

yang dilaporkan memiliki pengalaman dengan KEK. 5 responden (10,6%)

yang mengalami KEK memiliki penghasilan di bawah upah minimum.

Menurut penelitian tersebut di atas, status ekonomi dapat berdampak pada

risiko KEK.

5. Akibat KEK Pada Kehamilan

KEK selama kehamilan dapat memiliki efek berikut pada ibu dan janin:
a. Gejala kehamilan termasuk, tetapi tidak terbatas pada, kelelahan

sepanjang waktu, kesemutan, wajah pucat, kesulitan melahirkan,

dan produksi ASI yang tidak mencukupi untuk memberi makan bayi

selama menyusui.

b. Pada janin yang dikandung, antara lain: keguguran, perkembangan

janin yang buruk sampai bayi lahir, dan cacat lahir bayi Berat Lahir

Rendah (BBLR), perkembangan otak janin tertunda, potensi di

kemudian hari, IQ yang tidak mencukupi, kelahiran dini, dan

kematian bayi (Helena, 2013).(RAHAYU)

6. Langkah penanganan KEK

Mencegah dan mengobati Kekurangan Energi Kronik (KEK), antara lain:

a. Dorong ibu untuk makan makanan yang mengikuti prinsip umum,

diet seimbang.

b. Memimpin gaya hidup sehat.

c. Menunda hamil.

d. Tawarkan saran tentang diet seimbang yang dibutuhkan ibu hamil

(Supariasa, 2013).

Salah satu teknik untuk menilai kesehatan gizi seseorang, terutama

keadaan tubuhnya dalam hal energi dan protein, adalah dengan antropometri

(ukuran tubuh). Indikasi status gizi dalam kaitannya dengan KEP masalah

kekurangan energi dan protein adalah antropometri. Genetika antropometri

dipengaruhi elemen lingkungan. Faktor lingkungan seperti konsumsi makanan

dan kesehatan (tingkat infeksi) berdampak pada antropometri (Aritonang, 2013)


IMT merupakan alat untuk mengidentifikasi kelebihan berat badan. IMT

adalah teknik paling sederhana untuk mengukur obesitas dan terkait erat

dengan lemak tubuh Bentuk tubuh seseorang ditentukan oleh IMT mereka,

yang meningkat dengan meningkatnya IMT. Di sisi lain, seseorang cenderung

memiliki tubuh langsing semakin rendah IMT-nya (Hutahaean and Lestari)

Rumus Indeks Masa Tubuh (IMT) :

IMT = Berat Badan (kg)

Panjang Badan (m)²

Tabel 2.1

Kategori Indeks Masa Tubuh untuk WHO

Nilai IMT Kategori

<17 kg/m² Underweight tingkat berat

17 sampai <18,5 kg/m² Underweight tingkat berat

18,5 – 24,9 kg/m² Berat badan normal

30 – 34,9 kg/m² Berat badan lebih

35 – 39,9 kg/m² Berat badan obesitas

Sumber data : (Di Nardo et al.)


World Health Organization(WHO) berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI),

menentukan batas atas dan bawah dari rasio berat badan terhadap tinggi

badan normal. Berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam

meter kuadrat digunakan untuk menentukan indeks massa tubuh (IMT). Skala

IMT hanya berlaku untuk orang dewasa (di atas 18 tahun) dan tidak hamil

(Nurhayati, 2016). (Cahyaningrum dan Ningrum)

B. Air Susu Ibu (ASI)

1) Pengertian ASI

Air Susu Ibu (ASI) adalah jenis makanan yang diberikan kepada bayi yang

diambil langsung dari payudara ibu dan mengandung berbagai nutrisi serta

antibodi yang dibutuhkan bayi (Yuliati, 2010.). Bayi yang mendapat ASI

eksklusif hanya mengonsumsi ASI selama enam bulan pertama kehidupannya

(Lutur, Rottie, & Hamel, 2016).(Rahayu et al.)

Air Susu Ibu (ASI) adalah emulsi lemak dalam protein laktosa dan larutan

garam anorganik yang dikeluarkan oleh kelenjar susu ibu dan penting untuk

memberi makan anaknya yang belum lahir. Untuk bayi antara usia 0 dan 6

bulan, ASI eksklusif adalah menyusui saja, tanpa tambahan makanan atau

minuman lain. Pada tahap ini ASI eksklusif bahkan tidak diberikan air. Makanan

yang ideal untuk bayi adalah ASI, yang dapat memenuhi semua kebutuhan

nutrisinya selama enam bulan pertama bila dikonsumsi dalam jumlah yang

cukup. Agar bayi dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang

terbaik, ASI berfungsi sebagai sumber makanan alami pertama dan utama

mereka (Walyani, 2015).(Magdalena et al.).


Susu yang mengandung Air Susu Ibu (ASI) disebut sebagai nutrisi

terbaik, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Teknik yang ideal untuk

memberi nutrisi pada bayi baru lahir adalah melalui menyusui (Hastuti dan

Wijayanti, 2017). (Astuti et al.)

2) Mekanisme pembentukan Air Susu Ibu

ASI terbentuk sebagai akibat dari pengaruh variabel hormonal dan mulai

terbentuk segera setelah kehamilan dimulai. Sel-sel saraf di puting susu juga

dapat dirangsang oleh gerakan mengisap bayi. Serabut saraf ini mengangkut

kebutuhan susu dari kelenjar pituitari di otak melalui tulang belakang. Prolaktin

dan oksitosin dilepaskan oleh kelenjar pituitari sebagai respons terhadap sinyal

otak. ASI dibuat sebagai hasil interaksi antara refleks dan hormon. Perubahan

hormonal yang terjadi selama kehamilan bertindak untuk mempersiapkan

jaringan kelenjar susu untuk memproduksi susu. Akan ada perubahan hormon

yang memungkinkan payudara mulai memproduksi susu segera, dan kadang-

kadang bahkan sedini enam bulan setelah melahirkan. (Sulistyawati, 2012).

Proses produksi laktogen dan hormon-hormon yang mempengaruhi

perkembangan laktogen merupakan langkah awal pembentukan ASI,

pembentukan laktogen, dan hormon-hormon yang dihasilkan di dalamnya

adalah sebagai berikut (Astutik, 2015):

a. Laktogenesis I

Selama fase laktogenesis, yang terjadi pada akhir kehamilan, lobulus

alveolus di payudara tumbuh lebih besar. Kolostrum sudah mulai muncul

pada tahap ini.


b. Laktogenesis II

Berlangsung selama persalinan dan pelahiran; pengangkatan plasenta

menghasilkan penurunan dramatis kadar progesteron, estrogen, dan

laktogen plasenta manusia, sementara kadar prolaktin tetap tinggi, yang

menyebabkan produksi ASI berlebihan.

Tingkat prolaktin dalam darah akan meningkat selama fase

laktogenesis ini ketika payudara dirangsang, naik lagi setelah 45 menit,

dan kemudian kembali ke tingkat dasar sebelum payudara dirangsang.

Hormon prolaktin yang dilepaskan memiliki kemampuan untuk

merangsang sel-sel alveolus. Seiring dengan produksi ASI, hormon

prolaktin juga dilepaskan.

Ada hormon lain yang bisa berpengaruh, seperti insulin, tiroksin,

dan kortisol, meski perannya dalam produksi ASI tidak terlalu signifikan.

Meskipun tanda-tanda biokimia menunjukkan bahwa laktogenesis II

dimulai sekitar 30-40 jam setelah melahirkan, dibutuhkan ibu 2-3 hari

setelah melahirkan untuk merasakan payudara mereka penuh.

Tindakan Laktogenesis II menunjukkan bahwa produksi susu tidak

dimulai segera setelah melahirkan.

c. III Laktogenesis

Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol autokrin bekerja,

menyebabkan payudara mulai memproduksi lebih banyak ASI ketika

sejumlah besar ASI dikeluarkan.

3) Faktor – faktor yang mempengaruhi produksi Air Susu Ibu


Menurut berbagai penelitian, faktor ibu mempengaruhi produksi ASI.

faktor serta pertimbangan bayi. Berikut adalah beberapa penelitian yang

menunjukkan banyak aspek yang mempengaruhi kemampuan ibu nifas untuk

memproduksi ASI, seperti:

a. Usia ibu

Usia ibu merupakan faktor lain yang mempengaruhi produksi ASI karena

masalah endokrin ibu dan jaringan payudara hipoplastik jika dilihat dari

tingkat kematangan ibu berdampak pada produksi ASI (Astutik, 2015).

Penelitian Puskesmas Ranotana Weru terhadap unsur-unsur yang

mempengaruhi produksi ASI membawa Saraung (2017) pada kesimpulan

bahwa ada hubungan antara kecemasan, dukungan keluarga, dan

bentuk dan kondisi puting susu dengan produksi ASI.

b. Nutrisi

Astutik (2015) mengklaim bahwa diet ibu dan asupan cairan juga

berdampak pada produksi ASI. Selama menyusui, ibu membutuhkan

tambahan 300-500 kalori. Nutrisi pada ibu nifas dapat diamati dari status

gizi ibu mulai dari hamil sampai dengan melahirkan (Handayani, dkk.

2018).

c. Paritas

Ibu yang baru pertama kali melahirkan dan ibu yang memiliki anak lebih

dari dua terkadang mengalami kesulitan dalam menyusui. Puting sakit

yang disebabkan oleh kurangnya pengalaman atau karena secara fisik


tidak siap untuk menyusui, serta perubahan bentuk dan kondisi puting

yang tidak menguntungkan, adalah masalah umum.

Pola makan berperan besar dalam produksi ASI dan kelancaran produksi

ASI.

4) Cara menilai produksi Air Susu Ibu

Ketika bayi baru lahir mulai mengisap ASI, dua refleks

pembentukan/produksi ASI, atau refleks prolaktin yang dipicu oleh hormon

prolaktin, dan refleks let-down terjadi yang menyebabkan ASI keluar pada

waktu yang tepat dan dalam jumlah yang tepat. (2012) Sulistyawati

Menurut Budiati dkk. (2011), ada dua kategori pengukuran produksi ASI

berdasarkan indikator untuk ibu dan untuk bayi, tidak lancar.

a. Kelancaran produksi ASI dari tanda-tanda bayi baru lahir, misalnya Pada

instrumen observasi terdapat indikator untuk mengukur seberapa lancar

ASI mengalir, seperti:

1) Frekuensi buang air kecil (BAK); bayi yang mendapat cukup ASI

akan buang air kecil minimal enam sampai delapan kali per 24

jam (Saragih, 2015).

2) Karakteristik BAK, warna urin kuning jernih (Saragih, 2015).

3) Pola dan frekuensi buang air besar berkisar antara 2 sampai 5 kali

sehari (Saragih, 2015)

4) Warna dan ciri-ciri buang air besar. Dalam 24 jam pertama, bayi

mengeluarkan mekonium, yang merupakan buang air besar yang

kental, berwarna hijau, dan lengket. Buang air besar berikutnya


berwarna emas dan tidak terlalu encer atau terlalu kental

(Saragih, 2015).

5) Berapa lama bayi baru lahir harus tidur setiap malam yang dapat

menyusui selama 2-4 jam (Rini et al, 2015)

6) Berat badan bayi

Jumlah penurunan berat badan maksimum yang dapat diterima

untuk bayi baru lahir adalah 8%. Bayi yang bertambah lebih dari

10% dari berat badannya pada minggu pertama menunjukkan

tanda-tanda bahwa ASInya cukup (Rini et al, 2015) Jika

setidaknya empat dari enam indikasi ada pada bayi baru lahir,

maka produksi ASI dianggap menjadi halus.

7) Nilai dikatakan tidak lancar jika lebih rendah dari 4. (Budiati et al.,

2011).

b. Dari indikasi ibu, produksi ASI lancar Jika setidaknya ada lima dari

sepuluh penanda dari pengamatan responden, produksi ASI disebut

lancar. Tanda-tanda peringatan tersebut antara lain (Budiati et al., 2011):

1) Ibu santai,

2) Refleks let down itu sehat, dan

3) Payudara tegang karena penuh dengan susu.

4) Menyusui lebih dari delapan kali per hari;

5) Posisi lampiran yang benar;

6) Puting tidak melepuh;

7) Ibu menyusui bayinya tanpa jadwal;


8) Payudara ibu tampak memerah karena kenyang;

9) Payudara kosong setelah bayi menyusu sampai kenyang dan

tertidur;

5. Gizi Seimbang Bagi Ibu Menyusui

Kebutuhan kalori saat menyusui lebih tinggi dibandingkan saat

hamil karena berbanding terbalik dengan volume ASI yang diproduksi.

Nutrisi di perlukan untuk produksi ASI dan memulihkan Kesehatan ibu

pasca persalinan. Jumlah kalori khas dalam ASI Seorang ibu yang sehat

menghasilkan 70 kalori per 100 mililiter, dan dia membutuhkan sekitar 85

kalori untuk setiap 100 mililiter yang dia hasilkan. Untuk menelan 2300-

7000 kalori saat menyusui, ibu biasa menggunakan sekitar 640 kalori per

hari untuk bulan pertama dan 510 kalori per hari selama enam bulan

berikutnya.

Table 2.2
Kebutuhan Nutrisi Ibu Menyusui :
Nurisi Kebutuhan menyusui / Tambahan kebutuhan
hari

Kalori 2000 kal 500-800 mg

Protein 75 gr 25 mg

Lemak 53 gr Tetap

PA 28 mg 15 gr

CA 500 mg 25 mg

Vit A 3500 IU 30 mg

Vit C 75 mg 25 mg

Vit B12 2 mg 25 mg

Asam folat 180 mg 15 mg


(Zakiyah)

a. Energi dan protein

Tambahan energi untuk seorang ibu menyusui adalah : 500 kkal (6 bulan

pertama) dan 550 kkal (6 bulan ke dua)

1) Tambahan protein untuk ibu menyusui seebanyak 17 gram (6 bulan

pertama dan ke dua)

2) 300 kalori yang dibutuhkan bayi berasal dari lemak yang disimpan

selama kehamilan.

b. Cairan

Konsumsi cairan adalah nutrisi lain yang dibutuhkan untuk menyusui. Ibu

menyusui sebaiknya mengonsumsi 2-3 liter cairan setiap hari, terutama

berupa air putih, susu, dan jus buah.

c. Mineral dan vitamin

6. Pemberian ASI Eksklusif

Pada tahap ASI eksklusif, bahkan air tidak diberikan kepada bayi

baru lahir antara usia 0 dan 6 bulan; hanya menyusui yang diperbolehkan

selama waktu ini.

Untuk memberikan ASI kepada bayi yang baru lahir selama enam

bulan penuh dari kehidupan mereka, mereka harus disusui secara

eksklusif. Ada banyak manfaat manfaat ASI eksklusif bagi ibu dan anak.

Bagi bayi, ASI eksklusif dapat menurunkan angka kematian bayi akibat

penyakit menular umum, membantu pemulihan, dan meningkatkan

kekebalan anak. Mengenai manfaatnya bagi ibu, ASI eksklusif


merupakan teknik pemberian makanan sehat yang dapat menurunkan

angka obesitas dan melindungi ibu dari bahaya kanker ovarium dan

kanker payudara.

Pada tahun 2019, 60% anak di bawah empat bulan di negara ini

diberi ASI eksklusif, persentase tertinggi yang pernah ada. di Wilayah

Tenggara (63,5%) dan terendah di Timur Laut (55,8%). Namun, angka

tersebut turun menjadi 45% pada bayi hingga enam bulan, usia yang di

rekomendasikan untuk ASI eksklusif oleh Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO). Membandingkan data dari Kajian Pangan dan Gizi Nasional

(Studi Nasional Makanan dan Gizi Bayi dengan survei perwakilan

nasional lainnya yang bertujuan mengevaluasi anak di bawah lima tahun

(1986, 1996, dan 2006) memungkinkan penilaian evolusi indikator ini

selama 34 tahun di Brasil, dengan pengetahuan selisih 14 tahun (antara

2006 dan 2020)(3).(Shi et al.)

C. Tahapan Pertumbuhan Bayi yang Ideal di Usia 0-6 Bulan

1. Mengukur Pertumbuhan Bayi

Menurut Pregnancy Birth & Baby, bayi baru lahir akan mengalami tahun pertama atau

12 bulan pertumbuhannya. Orang tua akan dapat secara pribadi mengamati segala sesuatu

mulai dari berguling, merangkak, dan tersenyum hingga perubahan tubuh. Perkembangan bayi

ini sudah dimulai sejak awal kehamilan dan akan terus berlanjut hingga anak berusia dua tahun.

Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa 1000 hari pertama kehidupan dianggap sebagai tahun-

tahun pembentukan bayi. Seribu hari pertama kehidupan bayi sangat dipengaruhi oleh

kecukupan gizi harian. dimulai dengan panjang, berat, dan ukuran kepala bayi dan terus naik.
2. Peningkatan tinggi badan bayi 12 bulan atau kurang

Merujuk pada Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), perkembangan fisik anak

merupakan perubahan yang sangat nyata. Orang tua harus melacak panjang atau tinggi bayi

selain berat dan ukuran kepala. Dokter atau petugas medis akan mengukur panjang badan saat

bayi berbaring karena tidak bisa berdiri tegak. Berikut ini adalah panjang atau tinggi badan bayi

sejak lahir sampai dengan usia 12 bulan atau 1 tahun, menurut Peraturan Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2020.

a. Bayi baru lahir

Dokter atau bidan akan menimbang dan mengukur bayi baru lahir segera setelah lahir.

Pengukuran ini digunakan untuk menilai kesehatan bayi apakah wajar atau tidak.

Bayi yang baru lahir biasanya memiliki panjang tubuh yang berbeda untuk tinggi badan

mereka sendiri. Namun, panjang rata-rata bayi baru lahir adalah:

1) Panjang tubuh anak laki-laki berkisar antara 46,1 hingga 55,6 sentimeter (cm).

2) Panjang badan bayi perempuan: 45,4-54,7 cm.

Pengertian panjang sama dengan pengertian tinggi. Ungkapan ini digunakan secara

berbeda karena panjang tubuh bayi diukur saat ia berbaring.

b. Panjang badan bayi usia 1-3 bulan

Bayi akan tumbuh baik panjang maupun tinggi pada saat mereka berusia satu bulan.

Untuk laki-laki dan perempuan yang baru lahir, panjang tubuh yang optimal adalah sebagai

berikut:

1) Panjang tubuh jantan pada satu bulan adalah 50,8–60,6 cm.

2) Ukuran tubuh panjang 1 bulan Bayi perempuan: 49,8 - 59,5 cm.


a) Sementara itu, panjang tubuh bayi akan naik kira-kira 4 cm pada saat

mereka berusia 2 bulan, jika pertumbuhannya akurat.

3) Untuk 54,4-64,4 cm bagi bayi laki-laki.

4) Bayi perempuan, 53-63,2 cm.

a) Setelah itu, panjang badan bayi juga bertambah pada usia tiga bulan.

5) Bayi laki-laki, 57,3-67,6 cm.

6) Bayi perempuan, 55,6-66,1 cm.

a) Di Posyandu, orang tua dapat mengukur panjang badan anaknya setiap

bulan.

b) Saat menerima KMS nanti, staf akan menunjukkan cara membacanya.

c. Panjang badan bayi 4-6 bulan

Panjang atau tinggi optimal bayi baru lahir juga akan bertambah saat bayi mendekati

usia empat bulan. Panjang bayi adalah:

1) Bayi laki-laki, 59,7–70,1 cm.

2) Bayi perempuan, 57,8-68,6 cm.

Panjang atau tinggi badan bayi yang optimal pada usia lima bulan

adalah:

1) Bayi laki-laki, 61,7-72,2 cm

2) Bayi perempuan, 59,7-70. 7 cm.


Selain itu, panjang tubuh bayi berdasarkan jenis kelamin pada usia 6

bulan adalah sebagai berikut:

6. Bayi laki-laki, 63,6-74,0 cm.

7. Bayi perempuan, 61,2-72,5 cm.

3. Pertumbuhan berat badan bayi yang optimal antara 0 dan 6 bulan

a. Berat bayi baru lahir

Segera setelah bayi lahir, dokter juga akan menimbang bayi tersebut.

Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah berat dan tinggi badan bayi

berada dalam kisaran biasa, terlalu rendah, atau terlalu tinggi.

1) 2,5–3,9 kg untuk bayi laki-laki.

2) 2,4–3,7 kg untuk bayi perempuan.

Bayi prematur atau bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan di

bawah rata-rata biasanya memiliki berat badan kurang dari 2,5 kg.

b. Berat badan bayi antara 1-3 bulan

Pertambahan berat badan bayi selama beberapa bulan pertama

kehidupan biasanya tampak sangat cepat.

Saat bayi berusia satu bulan, dan berat badan umumnya:

1) Bayi laki-laki, 3,4–5,1 kg.


2) Bayi perempuan, 3,2–4,8 kg.

Berat badan optimal bayi adalah sebagai berikut pada usia dua bulan:

1) Bayi laki-laki: 4,3–6,3 kg.

2) Bayi perempuan, 3,9–5,8 kg.

Pertambahan berat badan bayi yang optimal hingga usia tiga

bulan adalah:

1) Berat bayi laki-laki: 5-7,2 kg.

2) Bayi perempuan, 4,5–6,6 kg.

c. Berat badan bayi 4-6 bulan.

Saat bayi berusia empat bulan, atau tepatnya empat minggu,

berat badan idealnya adalah:

1) Bayi laki-laki: 5,6-7,8 kg.

2) Bayi perempuan, 5,0–7,3 kg.

Berat badan yang direkomendasikan untuk bayi Anda pada usia 5

bulan adalah:

1) Bayi laki-laki: 6,0-8,4 kg.

2) Nona muda, 5,4–7,8 kg.

Berat badan bayi ideal saat itu, sekitar 6 bulan:


1) 6,4 hingga 8,8 kilogram untuk bayi laki-laki.

2) 2) Bayi perempuan: 5.7-8.2 kg.


BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Hubungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain, atau antara

variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang akan diteliti,

diuraikan dan ditampilkan dalam kerangka konsep penelitian (Notoatmodjo, 2018;

p.83).

Gambar 3.1 Kerangka Konsep


B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang dapat diputuskan oleh peneliti

untuk diteliti guna mempelajari lebih lanjut dan menarik kesimpulan, menurut

(Sugiyono, 2019:2).

1. Variabel Independen

Variabel terikat (independen) berubah atau muncul sebagai akibat dari variabel

bebas, yang mempengaruhinya atau menyebabkannya demikian.

2. Variabel Dependen

Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

bebas atau yang menyebabkannya mempengaruhi.

C. Definisi Operasional

Sebuah gagasan didefinisikan secara konseptual ketika didefinisikan dengan

mengacu pada konsep lain, sebagai lawan dari definisi operasional, yang

didasarkan pada objek yang dapat diamati. Definisi konseptual sangat membantu

untuk menetapkan alasan di balik pembentukan hipotesis (Sarwono, 2016)

Table 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Kriteria Objektif Skala


Variabel

Variable Independen

1. kekurangan energi Kekurangan energi 1. Underweight Nominal


kronis (KEK) kronik (KEK) adalah Berat : <17,0
peristiwa nutrisi yang 2. Underweight
disebabkan oleh Ringan : 17,0-
kekurangan satu atau 18,4
3. Ukuran LILA :
lebih komponen <23 cm
makanan yang terus-
menerus (persisten).

2. Kecukupan ASI Berat badan bayi 1. Cukup : Jika Nominal


yang meningkat Berat badan
setelah disusui bayi meningkat
sebanding dengan sesuai umur
usia bayi merupakan bayi, yang di
tanda bahwa ASI hitung dari bayi
lahir sampai
cukup.
saat
pengambilan
data
2. Tidak cukup :
Jika Berat
badan bayi
tidak
meningkat
sesuai umur
bayi, yang di
hitung dari bayi
lahir sampai
saat
pengambilan
data.

Variable Dependen

1. Pemberian ASI Sejak lahir hingga 1. Bayi baru lahir Nominal


enam bulan, bayi yang menerima
hanya diberi ASI; ASI saja
tidak ada makanan selama enam
atau minuman lain bulan tanpa
yang diberikan. makanan atau
minuman lain
dikatakan
disusui secara
eksklusif.
2. ASI Kombinasi
adalah bayi
yang di berikan
ASI + Susu
Formula
Variabel Sosiodemografi

1. Umur Umur adalah umur 1. Resiko tinggi : Nominal


ibu yang dihitung umur 20-35
berdasarkan tanggal Tahun
lahir 2. Resiko
rendah : umur
<20 dan >35
Tahun

2. Pendidikan Tingkat pendidikan 1. SD Ordinal


formal terakhir ibu 2. SMP
dicapai 3. SMA
4. Perguruan
Tinggi

3. Pekerjaan Pekerjaan ibu yang 1. Bekerja Nominal


menghasilkan 2. Tidak bekerja
pendapatan

4. Paritas Jumlah anak yang 1. Primipara Nominal


pernah dilahirkan oleh 2. Multipara
seorang ibu, baik
yang masih hidup
maupun yang sudah
meninggal dikenal
sebagai paritas.

D. Hipotesis

Tanggapan spekulatif untuk pertanyaan penelitian dikenal sebagai hipotesis.

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hipotesis Nol (Ho)


Tidak adanya Hubungan Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada ibu menyusui

dengan Pemberian dan Kecukupan ASI

2. Hipotesis Alternatif

Adanya Hubungan Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada Ibu Menyusui

dengan Pemberian dan Kecukupan ASI


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Pengaruh Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada Ibu Menyusui terhadap

Pemberian ASI diteliti dalam penelitian ini menggunakan metodologi penelitian

observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.

B. Tempat Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Praktik Mandiri Bidan (PMB) Hj. Sitti Hamsinah,

SST dan PMB Hj. Kasmawati, SST yang berada di Kecamatan Limbung,

Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2022.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2018: 130), populasi secara keseluruhan terdiri dari

item-item dan individu-individu yang telah dipilih oleh peneliti untuk diteliti guna

menarik kesimpulan. (Sumiarni)


Populasi dalam penelitian adalah seluruh ibu menyusui di PMB Hj. Sitti

Hamsinah, SST dan PMB Hj. Kasmwati, SST.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan sebagai sumber

data penelitian, sedangkan populasi itu sendiri terdiri dari berbagai macam

karakteristik, menurut Sugiyono (2017:81). (Sumiarni) Seorang ibu

menyusui dengan kekurangan energi kronik (KEK) menjadi sampel

penelitian.

a. Kriteria Inklusi

1) Ibu yang Kekurangan Energi Kronis (KEK)

2) Primipara dan Multipara

3) Ibu-ibu yang ingin berpartisipasi sebagai responden

b. Kriteria Eksklusi

1) Ibu yang obesitas dan normal

2) Ibu yang menolak untuk berpartisipasi sebagai tanggapan

3. Total sampling

Total sampling menurut Sugiyono (2014:124), adalah metode pengambilan

sampel dimana semua orang dalam populasi dijadikan sampel. Metode

pengambilan sampel secara keseluruhan, yang biasa dikenal dengan sensus,

menggunakan semua anggota populasi sebagai sampel dan digunakan jika

populasinya relatif kecil, yaitu tidak lebih dari 30 orang. Berdasarkan uraian di

atas, 30 ibu menyusui yang mengalami kekurangan energi kronik menjadi

sampel penelitian (Muhrifan et al.)


D. Alat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa pita LILA untuk

mengetahui berapa jumlah ibu yang mengalami KEK. Serta panduan wawancara

(interview guides) untuk mengetahui umur ibu yang rentan terkena KEK atau tidak.

E. Cara Pengumpulan Data

Data yang diperoleh

1. Data primer

Data primer dikumpulkan dengan pengumpulan data langsung peneliti dari

responden yang menjangkau responden dengan menilai LILA dan

mewawancarai mereka setelah mengunjungi mereka secara langsung, apakah

mereka menderita KEK atau tidak.

2. Data Sekunder

Data sekunder yang di dapat dengan cara pengumpulan data yang melalui

rekam medik atau buku kohort yang di lakukan oleh peneliti apakah ibu

menyusui mengalami KEK atau tidak.

F. Pengolahan Data dan Metode Analisis Data

1. Pengolahan Data

Langkah pertama dalam proses pengolahan data adalah yang tercantum

di bawah ini.

a. Editing
Editing, yang dapat dilakukan pada saat pengumpulan data atau

setelah selesai, merupakan upaya untuk meninjau kembali keakuratan data

yang telah diterima atau dikumpulkan.

b. Coding

Pemberian data dengan beberapa kategori dengan kode berupa angka-

angka dikenal dengan istilah coding. Biasanya di Untuk mempermudah

mengingat arti suatu kode setelah menerimanya, sebuah buku berisi kode-

kode dan definisinya akan dibuat.

c. Entry data

Entri data adalah proses memasukkan data yang terkumpul ke dalam

tabel database komputer dan menggunakan SPSS 2015 untuk membuat

distribusi frekuensi dasar (Sumardi, 2016)

2. Analisis Data

Data sekunder dikumpulkan, diolah, dan dianalisis menggunakan program

komputer, khususnya aplikasi SPSS, untuk analisis data yang digunakan.

Selanjutnya dilakukan analisis univariat dan bivariat.

a. Analisis Univariat

Sebelum melakukan analisis bivariat, analisis univariat digunakan untuk

memberikan gambaran atau ciri-ciri variabel penelitian. Hasil studi

ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi.

Dalam penelitian ini digunakan rumus untuk menghitung proporsi

masing-masing variabel.:

P = f x 100
n

Keterangan :

P : persentase

F : Jumlah jawaban yang benar

N : Jumlah total pertanyaan

b. Analisa Bivariat

Analisis bivariat yang dilakukan melibatkan tabulasi silang antara

variabel bebas dan terikat. Uji chi square digunakan dalam analisis bivariat

untuk menetapkan hubungan dengan topik penelitian. Jika dari 2 variabel

terdapat 1 variabel dengan skala nominal, maka dilakukan uji chi square.

Rumus chi square sebagai berikut:

XP2 =∑ij (Fij – Eij)2


Eij

Keterangan :

xp2 : Nilai chi square

Fij : Frekuensi yang diperoleh

Eij : Frekuensi yang diharapkan

Aturan untuk tes kuadrat ini adalah sebagai berikut:

1) Bila dalam tabel

Jika pada tabel 2x2 diketahui bahwa E (ekspektasi) lebih besar dari 5,

atau 20%, maka uji Fisher Exact digunakan untuk semua sampel.
2) Uji yang digunakan adalah koreksi kontinuitas jika tabel 2x2 tidak

menemukan E (harapan) 5 lebih dari (20%).

3) Uji person chi square dilakukan jika tabel memiliki lebih dari dua baris

dan dua kolom. Jika hasilnya lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak dan

Ha diterima, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

variabel terikat dengan variabel bebas. Ho diterima, Ha ditolak, dan

tidak ada hubungan antara variabel bebas jika nilai p value lebih besar

dari 0,05 variabel bebas dan variabel.


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan Tanggal 28 Maret S.D 25 Juni 2022 di PMB Hj. Sitti

Hamsinah dan PMB Hj. Kasmawati yang berada di Kecamatan Limbung

Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan. Jumlah populasi ibu adalah total

sampling yaitu seluruh ibu menyusui kekurangan energi kronis (KEK) yang berada

di PMB Hj. Sitti Hamsinah dan PMB Hj. Kasmawati dan sampel yang di ambil yaitu

30 responden. Sumber data ini diperoleh dari data primer dan sekunder yaitu data

yang di ambil langsung dari ibu menyusui dengan kekurangan energi kronis (KEK)

dan data sekunder yang di ambil langsung dari buku rekam medik di PMB Hj. Sitti

Hamsinah dan PMB Hj. Kasmawati pada bulan Maret 2022.

Hasil penelitian ini diawali dengan proses pengumpulan data yang diperoleh

dari responden yang menyusui di PMB Hj. Sitti Hamsinah dan PMB Hj. Kasmawati

dengan memantau berat badan ibu beserta ASI ibu pada saat bayinya umur 0-6

bulan, lalu dilakukan pengklasifikasian data dan setelah itu dilakukan pengolahan

data dan disajikan dalam bentuk tabel.

1. Analisa Bivariat Variabel Karakteristik Subjek Penelitian dengan Pemberian ASI


Variabel sosiodemografi pada penelitian ini adalah umur, pendidikan,

pekerjaan dan paritas. Umur dibagi menjadi 2 kategori, risiko tinggi dan risiko

rendah. Pendidikan dibagi berdasarkan jenjang pendidikan rendah sampai

pendidikan tinggi yaitu SD, SMP, SMA dan Pendidikan tinggi setara dengan DIII

dan S1. Pekerjaan ditransformasi menjadi dua kategorik yaitu bekerja dan tidak

bekerja. Berdasarkan hasil analisis bivariat, semua variable sosiodemografi dan

variabel obstetri tidak menunjukkan hubungan bermakna terhadap Pemberian

ASI.

Tabel 5.1
Hubungan antara Sosiodemografi dan Atatus Obstetri dengan Pemberian
ASI
Pemberian ASI
No
Sosiodemografi dan
ASI ASl p*
status ostetri
Kombinasi Eksklusif
N % N %
1 Umur Ibu (tahun)
Resiko tinggi < 20 54 66.7 2 33.3
dan >35 0.204
Resiko rendah 20- 9 37.5 15 62.5
35
2 Pendidikan
Pendidikan Dasar 12 44.4 15 56.6
SD, SMP, SMA. 0.13
Pendidikan Tinggi 1 33.3 2 66.7 6
Diploma, S1, S2,
S3.
3. Pekerjaan
Tidak Bekerja 10 40.0 15 60.0
Bekerja 3 75.0 25.0 0.223
1
3 Paritas
Primipara 5 35.7 9 64.3 0.339
Multipara 8 50.0 9 50.0
*Chi-square continuity correction
Data pada tabel ini menunjukkan bahwa ibu dengan umur risiko rendah

(20−35 tahun) pada ibu yang memberikan ASI kombinasi sebanyak 9 (37,5%)

dan pada ibu yang memberikan ASI eksklusif sebanyak 15 (62,5%), dan umur

yang risiko tinggi (<20 tahun dan >35 tahun) pada ibu yang memberikan ASI

Kombinasi sebanyak 4 (66,7%) dan pada ibu yang memberikan ASI eksklusif

sebanyak 2 (33,3%) dari 30 responden. Pada kelompok Pendidikan ibu yang

Pendidikan Dasar pada ibu yang memberikan ASI kombinasi sebanyak 12 orang

(44,4%) dan ibu yang memberikan ASI eksklusif sebanyak 15 orang (56,6%),

responden yang Pendidikan tinggi pada ibu yang memberikan ASI kombinasi

sebanyak 1 orang (33,3%) dan pada ibu yang memberikan ASI eksklusif

sebanyak 2 orang (66,7%) dari 30 responden. Pada kelompok pekerjaan

responden dalam penelitian ini paling banyak adalah ibu yang tidak bekerja dan

menyusui secara eksklusif sebanyak 15 orang (60%) dan memberikan ASI

kombinasi sebanyak 10 orang (40%). Sedangkan pada ibu yang bekerja dan

memberikan ASI eksklusif hanya 1 orang (25%). Pada kelompok paritas

responden dalam penelitian ini ibu yang primipara dan menyusui secara eksklusif

sebanyak 9 orang (64,3%) dan memberikan ASI kombinasi sebanyak 5 orang

(35,7%). Sedangkan pada ibu multipara dan memberikan ASI eksklusif hanya 9

orang (50%) dan pada ibu yang memberikan ASI kombinasi sebanyak 8 orang

(50%).

Semua responden pada analisis ini adalah ibu yang mempunyai bayi 0 - 6

bulan yang diberikan ASI, baik itu ASI Eksklusif maupun ASI kombinasi. Hasil

analisis Chi-Square Test karakteristik ibu dan bayi terhadap pemberian ASI yaitu,
umur, pendidikan, pekerjaan, paritas. Dari semua variabel tidak ada yang

berhubungan bermakna dengan variabel pemberian ASI dengan nilai p value

masing-masing sebagai berikut: Umur dengan nilai (P=0,204), pendidikan

(P=0,541), pekerjaan (P=0,223), paritas (P=0,339)

Tabel 5.2
Hubungan antara Sosiodemografi dan Status Obstetri dengan Kecukupan
ASI
Kecukupan ASI
p*
No
Sosiodemografi dan
Tidak Cukup
status ostetri
cukup
N % n %
1 Umur Ibu (tahun)
Resiko Tinggi < 20 2 33.3 4 66.7
0.10
dan >35
7
Resiko rendah 20- 2 8.3 22 91.7
35
2 Pendidikan
Pendidikan Dasar 4 14.8 23 85.2
SD, SMP SMA. 0.47
Pendidikan Tinggi 0 0.0 3 100.0 4
Diploma, S1, S2,
S3.
3. Pekerjaan
Tidak Bekerja 4 16.0 21 84.0 0.38
Bekerja 0 0.0 100.0 9
4
3 Paritas
0.35
Primipara 1 7.1 13 92.9
1
Multipara 3 18.8 13 86.7
*Chi-square continuity correction

Data pada tabel ini menunjukkan bahwa ibu dengan umur risiko rendah

(20−35 tahun) yang tidak cukup ASI sebanyak 2 orang (8,3%) dan yang cukup

ASI sebanyak 22 orang (91,7%), dan umur yang risiko tinggi (<20 tahun dan >35

tahun) yang tidak cukup ASI sebanyak 2 orang (33,3%) dan pada ibu yang
memberikan ASI eksklusif sebanyak 4 orang (66,7%) dari 30 responden. Pada

kelompok Pendidikan ibu yang Pendidikan Dasar dan tidak cukup ASI sebanyak

4 orang (14,8%) dan yang cukup ASI sebanyak 23 orang (85,2%). Dan

responden yang Pendidikan tinggi dan Cukup ASI sebanyak 3 orang (100%) dari

30 responden. Pada kelompok pekerjaan responden dalam penelitian ini paling

banyak adalah ibu yang tidak bekerja. Pada ibu Yang tidak cukup ASI sebanyak

4 orang (16%) dan yang cukup ASI sebanyak 21 orang (84%). Sedangkan pada

ibu yang bekerja dan yang cukup ASI 4 orang (100%). Pada kelompok paritas

responden dalam penelitian ini ibu yang primipara dan tidak cukup ASI hanya 1

orang (7,1%) dan yang cukup ASI sebanyak 13 orang (92,9%). Sedangkan pada

ibu multipara dan tidak cukup ASI sebanyak 3 orang (18,8%) dan pada ibu yang

cukup ASI kombinasi sebanyak 13 orang (86,7%).

Semua responden pada analisis ini adalah ibu yang mempunyai bayi 0 - 6

bulan yang diberikan ASI, baik itu tidak cukup ASI maupun Cukup ASI. Hasil

analisis Chi-Square Test karakteristik ibu dan bayi terhadap pemberian ASI yaitu,

umur, pendidikan, pekerjaan, paritas. Dari semua variabel tidak ada yang

berhubungan bermakna dengan variabel pemberian ASI dengan nilai p value

masing-masing sebagai berikut: Umur dengan nilai (P=2,596), pendidikan

(P=0,513), pekerjaan (P=0,742), paritas (P=0,871)

Tabel 5.3
Hubungan antara Ibu Menyusui Kekurangan Energi Kronis dengan Pemberian ASI
Pemberian ASI
ASI Kombinasi ASI
KEK p*
Eksklusif
N % n %
KEK Berat (<17). 9 36.0 16 64.0
4 0.094
KEK Ringan (17 - <18.5) 80.0 1 20.0
Total 43.3 17
13 56.7
*Chi-square continuity correction

Data pada tabel ini menunjukkan bahwa ibu menyusui dengan IMT KEK

berat yang memberikan ASI Kombinasi sebanyak 9 responden (36,0%) dan ibu

yang memberikan ASI Eksklusif sebanyak 16 responden (64,0%). Sedangkan

pada ibu menyusui dengan IMT KEK Ringan, yang memberikan ASI kombinasi

sebanyak 4 responden dan yang memberikan ASI eksklusif ada 1 responden.

Hasil analisis Chi-Square Test menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antara IMT dengan pemberian ASI dengan nilai p value (0,094) > (0,05).

Tabel 5.4
Hubungan antara Ibu Menyusui Kekurangan Energi Kronis dengan Kecukupan
ASI
Kecukupan ASI
KEK Tidak Cukup Cukup p*
N % n %
4 16.0
KEK Berat (<17). 21 84.0
0 0.337
KEK Ringan (17 - <18.5) 0.0 5 100.0
Total 13.3 26
4 86.7
*Chi-square continuity correction

Data pada tabel ini menunjukkan bahwa ibu menyusui dengan IMT KEK

berat yang tidak cukup ASI sebanyak 4 responden (16,0%) dan ibu yang cukup

ASI sebanyak 21 responden (84,0%). Sedangkan pada ibu menyusui dengan IMT
KEK Ringan, yang cukup ASI sebanyak 5 responden (100%). Hasil analisis Chi-

Square Test menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara IMT

dengan pemberian ASI dengan nilai p value (0,923) > (0,05).

Tabel 5.5
Hubungan antara Kecukupan ASI dengan
Pemberian ASI
Pemberian ASI
ASI Kombinasi ASI
Kecukupan ASI p*
Eksklusif
n % n %
Tidak Cukup 1 25.0 3 75.0

Cukup 12 46.2 14 53.8 0.409

Total 13 43.3 17 56.7

Tabel ini menunjukkan bahwa, terdapat 1 responden (25%) bayi yang tidak

mendapatkan cukup ASI pada kelompok ibu yang memberikan ASI kombinasi,

begitu juga dengan ibu yang memberikan ASI eksklusif, ada 3 responden (75%)

bayi yang tidak mendapatkan cukup ASI, meskipun ibu memberikan ASI eksklusif.

Sedangkan pada kategori cukup, terdapat 12 responden (46,2%) bayi yang

mendapatkan cukup ASI meskipun ibu memberikan ASI kombinasi dan 14

responden (53,8%) bayi yang mendapatkan cukup ASI pada ibu yang memberikan

ASI eksklusif. asil analisis Chi-Square Test menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara kecukupan ASI dan pemberian ASI dengan nilai

p value (0,409) > (0,05).

B. Pembahasan
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang terhadap

pengetahuannnya adalah tingkat perkembangan sosial, psikologis, dan fisik

seseorang seiring bertambahnya usia. Keberhasilan menyusui pada wanita di

bawah usia 20 tahun harus berbeda dengan ibu di atas usia 20 tahun. Ibu di atas

usia 20 tahun mungkin sudah memiliki pengetahuan, pengalaman, dan pendidikan

yang lebih banyak daripada ibu di bawah usia 20 tahun. (Dewi dan Sunarsih,

2011)

Berdasarkan hasil penelitian, ibu yang menyusui anaknya secara kombinasi

sebanyak 9 orang (37,5%), sedangkan ibu yang memberikan ASI eksklusif kepada

anaknya sebanyak 15 orang (62,5%). Ibu-ibu ini berusia antara 20 dan 35 tahun.

ibu yang memberikan ASI kombinasi hingga 4 (66,7%) dan pada ibu dengan risiko

tinggi (20 tahun dan >35 tahun) yang melaporkan menyusui secara eksklusif

sebanyak 2 (33,3%) dengan 30 responden, dengan hasil chi squae test nilai p

value (0,204). Ini membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

menyusui dan usia.

Temuan penelitian ini sependapat dengan Rahmawati et al. (2013), yang

menemukan bahwa di antara ibu dengan usia bebas risiko (20-35), 63 (84,0%)

tidak memberikan ASI eksklusif, sementara hanya 12 (16,0%) yang

melakukannya. Ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 28 (96,6%) ibu

dengan usia berisiko (20 tahun dan >35 tahun), sedangkan ibu yang memberikan

ASI eksklusif sebanyak 1 (3,4%) dengan p-value 0,102 (p value ≤ 0,05). Artinya di

tempat kerja Puskesmas Bonto Cani Kabupaten Bone tidak ada hubungan antara

usia dengan pemberian ASI eksklusif (Umur et al.)


Berbeda dengan penelitian Anita (2015) yang menemukan bahwa ibu

dengan usia bebas risiko (20–35) yang tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak

11 (17,2%) dan ibu yang memberikan ASI eksklusif sebanyak 53 (82,8%),

penelitian ini tidak menemukan hasil ini. Dengan p-value 0,000 (p-value ≤ 0,05),

hipotesis diterima. Ibu dengan usia berisiko (20 tahun dan >35 tahun) yang tidak

memberikan ASI eksklusif sebanyak 9 orang (81,8%) dan ibu yang memberikan

ASI eksklusif sebanyak 2 orang (18,2%) (Umur et al.).

Perbedaan ini ada karena setiap subjek penelitian memiliki sifat yang

berbeda. Pendidikan ibu pada penelitian Anita dari tahun 2015, terdapat sebanyak

52 (69,3%) ibu yang tamat SMA dan perguruan tinggi. Sebaliknya, 80,8% dari 84

ibu dalam penelitian Rahmawati et al. (2013) memiliki tingkat pendidikan yang

rendah (tidak mengenyam pendidikan formal, SD, dan SMP). Ibu yang tidak

bekerja terdiri lebih dari 25 peserta dalam penelitian ini (83,3%). Sejalan dengan

penelitian Rahmawati, dkk (2013) ada 85 (81,7%) ibu yang tidak bekerja.

Faktor terkait pendidikan adalah faktor terkait menyusui lainnya. Seseorang

dapat meningkatkan keterampilan, sikap, dan jenis perilaku lainnya dalam

masyarakat dan budaya melalui pendidikan, kata Dictionary of Education. Secara

umum, semakin baik pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat

keahliannya (Notoatmodjo, 2010). (Ampu)

Berdasarkan hasil penelitian, responden yang berpendidikan terakhir SMP

kepada ibu yang memberikan ASI campuran sebanyak 3 orang (60%) dan

responden yang berpendidikan terakhir SD hingga ibu yang memberikan ASI

eksklusif sebanyak 2 orang (40 %) (60%) dan responden dengan pendidikan


terakhir SMA sebanyak 5 responden (31,3% untuk ibu yang memberikan ASI

kombinasi) dan 11 responden (68,7%) untuk ibu yang memberikan ASI eksklusif.

Responden berpendidikan tinggi sebanyak 2 responden (50%) untuk ibu yang

memberikan ASI kombinasi dan ibu yang memberikan ASI Eksklusif (50%) untuk

ibu yang memberikan ASI Eksklusif sebanyak 30 responden. Nilai probabilitas

(0,5441) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

tingkat pendidikan ibu dengan praktik pemberian ASI eksklusif, berdasarkan hasil

uji statistik menggunakan metode chi-square antara variabel tingkat pendidikan

dengan variabel praktik menyusui.

Menurut penelitian Nurma dkk. (2014), penelitian ini sejalan dengan temuan

mereka bahwa terdapat 64 (76,2%) ibu dengan tingkat pendidikan tinggi (SMA dan

perguruan tinggi), 30 ibu yang menyusui secara eksklusif, dan 34 ibu yang tidak.

Sebanyak 20 orang (23,8%) berpendidikan rendah (SD dan SMP), 8 ibu (8%) yang

memberikan ASI eksklusif kepada anaknya, dan 12 orang ibu (12%) yang tidak.

Nilai p 0,102 (p value ≤ 0,05). Hal ini membuktikan bahwa lama pemberian ASI

eksklusif tidak berhubungan dengan usia (Mabud et al.).

Sebanyak 20 dari mereka (66,6%), atau mayoritas, memiliki tingkat

pendidikan tinggi (SMA dan perguruan tinggi). Seseorang yang berpengetahuan

tinggi akan sangat meningkat dengan tingkat sekolah. Menurut hipotesis, orang

dengan pendidikan yang lebih tinggi akan bereaksi terhadap informasi dengan

cara yang masuk akal dan akan mempertimbangkan besarnya manfaat yang akan

mereka terima. Pendidikan tinggi mempermudah penyerapan ide-ide baru,


mempermudah memperoleh informasi, khususnya tentang ASI eksklusif. (Mabud

et al.)

Pekerjaan responden merupakan faktor lain yang mempengaruhi

pemberian ASI. Sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah ibu rumah

tangga yang memberikan ASI kombinasi hingga 10 individu (40%), menyusui

eksklusif hingga 15 orang (60%) dan tidak bekerja. Bekerja untuk ibu bukan

merupakan pembenaran bagi perempuan yang menyusui hanya satu orang secara

eksklusif (25%) sementara melakukan hal tersebut menghentikan menyusui

(Roesli, 2000). Ibu rumah tangga seringkali memprioritaskan mengurus keluarga

dan bayinya agar dapat memproduksi ASI yang cukup.

Probabilitas (p) = 0,223 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara tingkat pekerjaan ibu dengan praktik menyusui di PMB

Kabupaten Gowa berdasarkan hasil uji statistik dengan uji chi square antara

variabel pekerjaan ibu dan praktik pemberian ASI eksklusif. Temuan penelitian ini

mendukung pernyataan Soetjiningsih (1997:29) bahwa ASI eksklusif telah

digantikan dengan susu botol. Di kota, banyak ibu yang bekerja untuk mencari

nafkah, sehingga tidak bisa menyusui anaknya secara eksklusif pada bayinya

dengan benar.

Menurut hasil Analisa hubungan antara paritas dengan pemberian ASI di

dapatkan Hasil analisis Chi-Square Test karakteristik ibu dan bayi terhadap

pemberian ASI dengan paritas tidak ada yang berhubungan bermakna dengan

variabel pemberian ASI dengan nilai p value (0,339).


Temuan penelitian ini sejalan dengan penelitian Eka Septi yang

menemukan bahwa 41 responden (44,6%) ibu dengan multipara paritas

memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Uji Fisher's Exact Test digunakan

untuk melakukan analisis karena hasil uji statistik chi square menunjukkan tidak

sesuai dengan kriteria. Analisis ini menghasilkan nilai p sebesar 0,241,

memungkinkan untuk digunakan. Mengingat nilai p lebih dari 0,05, jelas tidak ada

hubungan antara paritas ibu dan pemberian ASI eksklusif pada bayi. Puskesmas

Temon II Kulonprogo Yogyakarta melayani anak usia 6 sampai 24 bulan.

Selain umur, pendidikan, pekerjaan, dan paritas, pemberian ASI juga

dipengaruhi oleh keadaan gizi ibu. Salah satu faktor yang mempengaruhi kuantitas

dan komposisi ASI adalah kesehatan gizi ibu menyusui. Berat badan (kilogram)

per kuadrat tinggi badan (meter) dapat digunakan untuk menghitung Indeks Massa

Tubuh (IMT), yang dapat berdampak pada status kesehatan ibu menyusui. Ibu

dengan status gizi kuat memiliki cadangan makanan yang cukup, sehingga dapat

memproduksi ASI secara sempurna dengan memanfaatkan persediaan bahan

makanan yang cukup. Status sehat menurut Prinsip Penilaian Gizi adalah kondisi

tubuh yang menyiratkan hasil keselarasan antara suplemen yang masuk ke dalam

tubuh dan manfaatnya (Wardana et al., 2018).

Indeks massa tubuh ibu (IMT), yang mencerminkan cadangan lemak yang

dibutuhkan ibu untuk menyusui, merupakan penanda kesehatan gizi ibu untuk

menyusui. Ibu kurang gizi lebih mungkin dibandingkan ibu dengan gizi baik untuk

terancam gagal menyusui dengan sukses sebesar 2,26-2,56 kali. Menurut

penelitian sebelumnya yang dilakukan di Indonesia yang menunjukkan bagaimana


status kesehatan ibu selama menyusui mempengaruhi keberhasilan menyusui

(Maharani et al. , 2016).

Volume ASI yang dihasilkan ibu menyusui dan status gizinya tidak ada

hubungan (Admin, 2007). Indeks massa tubuh digunakan untuk menilai kondisi gizi

ibu menyusui. Ibu menyusui yang obesitas atau berat badan normal masih dapat

memproduksi ASI yang cukup untuk bayinya (Litbang, 2000).

Menurut hasil analisis Chi-Square Test KEK dan menyusui tidak memiliki

hubungan yang signifikan, yang memiliki nilai p (0,094) >. (0,05). Demikian pula

nilai p (0,337) > antara KEK dan Kecukupan ASI menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara KEK dan pemberian ASI (0,05).

Penelitian ini sejalan dengan temuan penelitian Imelda (2022), yang

menunjukkan bahwa ibu menyusui berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)

dengan pemberian ASI mengungkapkan tidak ada hubungan antara Indeks Massa

Tubuh (IMT) dengan pemberian ASI (p=0,322) (p>nilai α=0,05) ,hal ini

menunjukkan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak, dan kesimpulannya adalah tidak

ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan pemberian ASI pada ibu

menyusui multipara (Indeks et al.).

Menurut Johannes (2005), keadaan gizi ibu menyusui memiliki pengaruh

yang kecil terhadap bagaimana mereka menyusui secara eksklusif. Sampel

penelitian terdiri dari 30 peserta, yang dibagi menjadi dua kelompok: kelompok

KEK ringan, yang mencakup 17 orang dengan IMT antara 17 dan 18,5 m2, dan

kelompok KEK berat, yang mencakup 13 orang dengan IMT di bawah 17 m2.
diperoleh p = 0,337 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan efektifitas

menyusui antara ibu dengan KEK.

Kesimpulan yang dapat di ambil yakni, karakteristik umur, pendidikan,

pekerjaan dan paritas ibu tidak ada hubnganya dengan ibu menyusui yang KEK

terhadap pemberian dan kecukupan ASI. Karena jika diliihat dari karakteristik umur

ibu rata-rata responden ibu menyusui yang KEK berusia 20-35 tahun. Menurut

pendapat Wiji (2013), bahwa usia 20-35 tahun merupakan usia produktif bagi

wanita untuk hamil dan melahirkan serta siap untuk menyusui bayinya. Usia

sangat menentukan kesehatan maternal dan berkaitan dengan kesiapan secara

fisik, mental, dan psikologis dalam menghadapi kehamilan, persalinan, dan nifas

serta cara mengasuh dan menyusui bayinya. Usia merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi produksi ASI pada ibu. Ibu yang berusia kurang dari 35 tahun

lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu yang lebih tua, tetapi ibu

yang sangat muda (kurang dari 20 tahun) produksi ASI-nya juga kurang banyak

karena dilihat dari tingkat kematurannya (Hartono, 2012) sehingga itu ibu mampu

meberikan ASI secara ekslusif pada bayinya dan kecukupan ASI pada bayipun

terpenuhi(Zainiyah). Pada karakteristik pekerjaan kebanyakan Ibu yang tidak

bekerja, artinya ibu lebih banyak memiliki waktu luang untuk memberikan ASI

kepada bayinya secara eksklusif (Pasiak et al.) sehingga kecukupan ASI pada

bayi terpenuhi. Sedangkan Pada karakteristik paritas ibu 15 ibu menyusui yakni

multipara artinya ibu sudah memiliki pengalaman dalam menyusui bayinya dan

menginginkan yang terbaikk untuk bayinya. Ibu dengan paritas lebih dari satu akan

lebih percaya diri dan mampu mengatasi hambatanhambatan yang terjadi selama
proses menyusui (sebagai contohnya adalah cara mengatasi ASI tidak keluar)

sehingga ibu multipara atau grande multipara lebih berpeluang untuk memberikan

ASI secara eksklusif (Gobel et al., 2012) sehingga kecukupan ASI pada bayipun

terpenuhi.

Dengan mengosongkan payudara, menerapkan prinsip supply and demand,

Demand adalah salah satu faktornya, maka semakin banyak ASI yang dihasilkan

semakin banyak yang dikeluarkan. Sesuai dengan kebutuhan dan jumlah

permintaan bayi, ASI diproduksi. Payudara ibu akan terus memproduksi ASI

selama bayi terus menginginkannya (dengan terus-menerus menghisap ASI).

Payudara akan berhenti memproduksi ASI jika bayi berhenti menghisap (Erlina,

2008).

Pertambahan berat badan bayi sesuai dengan usia pada penelitian ini

merupakan tanda keampuhan ASI. Dari saat kelahiran bayi hingga pengambilan

data. Indikasi ASI cukup dapat dilihat antara lain produksi ASI, frekuensi menyusui,

dan peningkatan berat badan bayi (Purwanti, 2004).

Berdasarkan penelitian ini, terdapat 1 responden (25%) bayi yang tidak

mendapatkan cukup ASI pada kelompok ibu yang memberikan ASI kombinasi,

begitu juga dengan ibu yang memberikan ASI eksklusif, ada 3 responden (75%)

bayi yang tidak mendapatkan cukup ASI, meskipun ibu memberikan ASI eksklusif.

Sedangkan pada kategori cukup, terdapat 12 responden (46,2%) bayi yang

mendapatkan cukup ASI meskipun ibu memberikan ASI kombinasi dan 14

responden (53,8%) bayi yang mendapatkan cukup ASI pada ibu yang memberikan

ASI eksklusif. Hasil analisis Chi-Square Test menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara kecukupan ASI dan pemberian ASI dengan nilai

p value (0,409) > (0,05).

Berdasarkan penelitian ini, terdapat 1 responden (25%) bayi yang tidak

mendapatkan cukup ASI pada kelompok ibu yang memberikan ASI kombinasi,

begitu juga dengan ibu yang memberikan ASI eksklusif, ada 3 responden (75%)

bayi yang tidak mendapatkan cukup ASI, meskipun ibu memberikan ASI eksklusif.

Sedangkan pada kategori cukup, terdapat 12 responden (46,2%) bayi yang

mendapatkan cukup ASI meskipun ibu memberikan ASI kombinasi dan 14

responden (53,8%) bayi yang mendapatkan cukup ASI pada ibu yang memberikan

ASI eksklusif. Hasil analisis Chi-Square Test menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara kecukupan ASI dan pemberian ASI dengan nilai

p value (0,409) > (0,05).

Namun penelitian ini berbeda dengan penelitian Novi (2012) yang

menemukan bahwa 24 responden (77,3%) bayi baru lahir yang cukup sering

menyusui cukup mengkonsumsi ASI. Ada hubungan yang substansial antara

frekuensi menyusui dengan kecukupan ASI, yang ditentukan dengan perhitungan

menggunakan kendal tau (τ), yang menghasilkan nilai 0,349 dan p-value = 0,010 <

0,05 asupan RB AMANDA pada balita.

Salah satu indikator kecukupan menyusui pada bayi adalah kurva

pertumbuhan berat dan tinggi badan anak yang ditunjukkan dengan grafik

pertumbuhan yang dipengaruhi oleh frekuensi pemberian ASI yang cukup. Hal ini

disebabkan oleh nutrisi alami yang mudah diserap oleh sistem pencernaan bayi

dan kandungan nutrisi dalam ASI yang mendorong tumbuh kembang bayi, salah
satunya adalah pertambahan berat dan tinggi badan bayi normal setiap bulannya.

Menurut anggapan, bayi baru lahir yang disusui dengan frekuensi makan yang

dianjurkan akan mengalami kenaikan berat badan secara normal (Riordan, 2004).

(Sablik et al.)

C. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah peneliti tidak melakukan pumping untuk

mengukur volume ASI sebagai indicator kecukupan ASI. Tetapi kecukupan ASI di

ukur dengan menghitung frekuensi dan durasi menyusui.

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang Analisis Hubungan Kekurangan Energi Kronis

(KEK) Pada Ibu Menyusui Dengan Pemberian Dan Kecukupan ASI Di PMB

Kabupaten Gowa tahun 28 Maret sampai 25 Juni Tahun 2022, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

Terdapat 30 ibu menyusui Kekurangan Energi Kronis (KEK) sebanyak

(100%) Pada kelompok ibu menyusui kekurangan energi kronis (KEK) berat

terdapat sebanyak 9 responden dengan pemberian asi kombinasi dan 16

responden dengan pemberian asi esklusif, begitupun dengan kelompok ibu

menyusui yang kekurangan energi kronis (KEK) ringan terdapat sebanyak 4

responden dengan pemberian asi kombinasi dan 1 responden dengan pemberian

asi esklusif. Berdasarkan hasil uji chi square menunjukkan nilai p value (0,094)
karena nilai p < 0.05, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pemberian ASI

antara ibu KEK berat dan KEK ringan.

Semua responden pada analisis ini adalah ibu yang mempunyai bayi 0 - 6

bulan yang diberikan ASI, baik itu ASI Eksklusif maupun ASI kombinasi. Hasil

analisis Chi-Square Test karakteristik ibu dan bayi terhadap pemberian ASI yaitu,

umur, pendidikan, pekerjaan, paritas. Dari semua variabel tidak ada yang

berhubungan bermakna dengan variabel pemberian ASI dengan nilai p value

masing-masing sebagai berikut: Umur dengan nilai (P=0,204), pendidikan

(P=0,541), pekerjaan (P=0,223), paritas (P=0,339)

B. Saran

Dari hasil penelitian tentang analisis Pengaruh Kekurangan Energi Kronis

(KEK) Pada Ibu Menyusui Terhadap Kecukupan ASI Di Kabupaten Gowa tahun

2022 maka dapat diberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi institusi diharapkan untuk dapat menambah ilmu pengetahuan tentang

bagaimana cara menjaga berat badan normal pada ibu menyusui sehingga

tidak mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui.

2. Diharapkan temuan penelitian ini dapat membantu peneliti mengatasi

ketidakmampuan ibu menyusui untuk memberikan ASI eksklusif.

3. Di harapkan agar ibu meningkatkan pengetahuanya supaya tetap menyusui

bayinya dengan sesering mungkin agar kecukupan ASI terpenuhi.


DAFTAR PUSTAKA

Ampu, Maria Nafrida. “Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Pemberian ASI
Eksklusif Pada Bayi Di Puskesmas Neomuti Tahun 2018.” Intelektif : Jurnal
Ekonomi, Sosial & Humaniora, vol. 2, no. 12, 2018, pp. 9–19,
https://www.jurnalintelektiva.com/index.php/jurnal/article/view/503.

Astuti, Sinta Indi, et al. “Affan Corok.” Analisis Standar Pelayanan Minimal Pada
Instalasi Rawat Jalan Di RSUD Kota Semarang, vol. 3, 2015, pp. 103–11.

Di Nardo, Maria, et al. “What Is the ‘Weight’ of Body Mass Index on Sexual Functioning
in Women? A Mediation Model.” Eating and Weight Disorders, vol. 26, no. 6,
Springer International Publishing, 2021, pp. 1801–11, doi:10.1007/s40519-020-
00995-4.

Hutahaean, Martina Evelyn, and Dinda Ayu Lestari. “Hubungan Indeks Massa Tubuh
Dengan Tekanan Darah Pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Institut
Kesehatan Sumatera Utara Medan.” Jurnal Ners Indonesia, vol. 2, no. 2, 2021, pp.
18–26.

Ii, B. A. B. No Title. 2002, pp. 1–16.

Indeks, Profil, et al. MULTIPARA. 2022, pp. 59–65.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. “Laporan Kinerja Kementrian Kesehatan


Tahun 2020.” Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2021, 2021, pp.
1–224.

Laksono, Agung Dwi, et al. “The Effects of Mother’s Education on Achieving Exclusive
Breastfeeding in Indonesia.” BMC Public Health, vol. 21, no. 1, BMC Public Health,
2021, pp. 1–6, doi:10.1186/s12889-020-10018-7.

Mabud, Nurma, et al. “Hubungan Pengetahuan, Pendidikan, Paritas Dengan Pemberian


ASI Eksklusif Di Puskesmas Bahu Kecamatan Malalayang Kota Manado.” Jurnal
Ilmiah Bidan , vol. 2, no. 2, 2014, pp. 51–56.

Magdalena, Magdalena, et al. “Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Produksi ASI Ibu
Menyusui Di Wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo Rawat Jalan Pekanbaru.” Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, vol. 20, no. 2, 2020, p. 344,
doi:10.33087/jiubj.v20i2.939.

Muhrifan, Andi, et al. “Differences of Oleic Acid Levels in Breast Milk of Lactating
Mothers with Chronic Energy Deficiency (CED) and Normal Status.” Journal of
Scientific Research in Medical and Biological Sciences, vol. 1, no. 2, 2020, pp.
161–70, doi:10.47631/jsrmbs.v1i2.142.

Ningrum, Ema Wahyu, and Etika Dewi Cahyaningrum. “Status Gizi Pra Hamil
Berpengaruh Terhadap Berat Dan Panjang Badan Bayi Lahir.” Medisains, vol. 16,
no. 2, 2018, p. 89, doi:10.30595/medisains.v16i2.3007.

Nurkhaira Mazita J, et al. “Analisis Faktor Risiko Kekurangan Energi Kronis Ibu Hamil Di
Kota Parepare.” Jurnal Ilmiah Manusia Dan Kesehatan, vol. 2, no. 3, 2019, pp.
333–42, doi:10.31850/makes.v2i3.176.

Pareek, Shatrughan. “Exclusive Breastfeeding in India: An Ultimate Need of Infants.”


Nursing Practice Today, vol. 6, no. 1, 2019, pp. 4–6, doi:10.18502/npt.v6i1.387.

Prabayukti, AP. “Kekurangan Energi Kronis Pada Kehamilan.” Journal of Chemical


Information and Modeling, vol. 53, no. 9, 2019, pp. 21–25,
http://www.elsevier.com/locate/scp.

Rachman, Tahar. “ 済 無 No Title No Title No Title.” Angewandte Chemie International


Edition, 6(11), 951–952., 2018, pp. 10–27.

RAHAYU, SRI. Asuhan Kebidanan Kehamilan Patologi Pada Ny. B G1P0a0 Umur 20
Tahun Hamil 28 Minggu Dengan Kekurangan Energi Kronik ( Kek ) Di Puskesmas
Bendan Kota Pekalongan. 2019, http://repository.unimus.ac.id/id/eprint/4114.

Rahayu, Tutik, et al. “Faktor- Faktor Yang Memengaruhi Produksi ASI Pada Ibu
Menyusui 0- 6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Bangetayu.” Jurnal Ilmu
Keperawatan Maternitas, vol. 3, no. 1, 2020, p. 28, doi:10.32584/jikm.v3i1.565.

Sablik, M. J., et al. “No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に


関 する 共分 散構 造分 析 Title.” Acta Materialia, vol. 33, no. 10, 2012, pp. 348–52,
http://dx.doi.org/10.1016/j.actamat.2015.12.003%0Ahttps://inis.iaea.org/collection/
NCLCollectionStore/_Public/30/027/30027298.pdf?r=1&r=1%0Ahttp://dx.doi.org/
10.1016/j.jmrt.2015.04.004.
Setiyawan. “Pengukuran Antropometri.” Journal of Chemical Information and Modeling,
vol. 53, no. 9, 2017, pp. 1689–99.

Shi, Huifeng, et al. Determinants of Exclusive Breastfeeding for the First Six Months in
China : A Cross- Sectional Study. International Breastfeeding Journal, 2021, pp. 1–
12.

Studi Keperawatan Lawang Poltekkes Kemenkes Malang Jl Yani No, Program A.


“KORELASI ANTARA STATUS GIZI IBU MENYUSUI DENGAN KECUKUPAN ASI
DI POSYANDU DESA KARANG KEDAWANG KECAMATAN SOOKO
KABUPATEN MOJOKERTO Correlation Between Breastfeeding Mother Maternal
Nutrition Status With Breastfeeding Adequacy In Posyandu of Karang Kedawung,
Sooko, Mojokerto Nurul Pujiastuti.” Nurul Pujiastuti JURNAL KEPERAWATAN,
2010, pp. 2086–3071.

Sumiarni, Leli. “Stikes Merangin Jurnal Kesehatan Dan Sains Terapan.” Jurnal
Kesehatan Dan Sains Terapan STIKES Merangin, vol. 4, no. May 2017, 2018, pp.
29–34.

Tinggi, Sekolah, et al. “Faktor Penyebab Kekurangan Energi Kronik (Kek) Pada Ibu
Hamil: Study Literature.” Proceeding of The URECOL, 2021, pp. 985–88,
http://repository.urecol.org/index.php/proceeding/article/view/1509.

Umur, Hubungan, et al. T s U . 2015.

Zakharia, Elia. “ 済 無 No Title No Title No Title.” Angewandte Chemie International


Edition, 6(11), 951–952., vol. 4, no. April, 2016, pp. 7–12.

Zakiyah, Zahrah. “Determinan Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan


Tentang Optimalisasi Nutrisi Bagi Ibu Menyusui.” Jurnal Formil (Forum Ilmiah)
Kesmas Respati, vol. 5, no. 2, 2020, p. 215, doi:10.35842/formil.v5i2.332.

Anda mungkin juga menyukai