Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus,atas limpahan


rahmat dan pimpinan-Nya sehingga kami Majelis GITJ Damarwulan dapat
menyusun sejarah berdirinya Gereja Injil di Tanah Jawa (GITJ) Damarwulan.
Di dalam proses timbulnya Jemaat Tuhan di Desa Damarwulan Ngipik
Kecamatan Keling Kabupaten Jepara ini didahului peristiwa-peristiwa unik,
khususnya menjelang berdirinya Jemaat.
Adapun tujuan disusunnya sejarah gereja ini dimaksudkan untuk
mengingat peristiwa-peristiwa penting tentang panggilan Allah di Desa
Damarwulan, dan juga dimaksud agar generasi penerus mengetahui asal mula
timbulnya Jemaat Tuhan di Desa Damarwulan ini.
Untuk selanjutnya kami Majelis GITJ Damarwulan juga tak lupa
mengucapkan terima kasih kepada Bapak-bapak, Ibu-ibu warga Jemaat yang telah
memberikan sumbangsih berupa keterangan-keterangan yang berhubungan
dengan peristiwa-peristiwa berdirinya Jemaat Tuhan di Desa Damarwulan. Sudah
barang tentu di dalam penyusunan sejarah ini banyak kekurangan dan kesalahan
baik dalam penyusunan kalimat maupun tata bahasanya, kami Majelis mohon
maaf. Kritik serta saran dari semua pihak tetap kami terima.
Akhirnya kami ucapkan selamat membaca.

Damarwulan, 10 Maret 2001


Penyusun
Majelis Periode 2001-2005
I. LATAR BELAKANG
1. Ilham Melalui Mimpi
Jauh-jauh sebelum timbulnya Jemaat di Desa Damarwulan Ngipik
sudah di awali suatu ilham dari Roh Kudus melalui “mimpi”.
Pada tahun 1950 SD Damarwulan 01 di kepalai oleh Bapak Sawab
Darmosewojo dari Desa Kelet, Kecamatan Keling Kabupaten Jepara.
Beliau adalah adik dari Bapak Pendeta Pariman Martosentono (Pendeta
GITJ Kelet). Bapak Sawab Darmosewojo inilah yang bermimpi, kemudian
mimpi itu diceritakan kepada Bapak Karsawi Hadiwijoto yang juga guru
SD Damarwulan 01.
Pada suatu malam Bapak Sawab Darmosewojo mimpi membawa
lampu petromak (strongking) dari sebelah barat Damarwulan ke arah timur
melewati gunung yang diikuti dua orang guru. Salah satu diantaranya
adalah Bapak Karsawi Hadiwijoto yang membawa tas berisi Al Kitab.
Sedangkan satunya seorang guru berbadan pendek kecil yang membawa
cambuk yang ketika itu belum dikenal oleh Bapak Sawab Darmosewojo.
Dalam mengakhiri ceritanya, Bapak Sawab Darmosewojo berkata
kepada Bapak Hadiwijoto demikian : “Nanti di Desa Damarwulan ini akan
tumbuh Jemaat yang besar bila sudah ada dua orang guru yang dipanggil
Tuhan”.
Keterangan :
1) Bapak K. Hadiwijoto yang lahir pada tanggal 27 Juli 1927 bukan
penduduk asli Desa Damarwulan, tetapi berasal dari Desa Klepu
Kecamatan Keling Kabupaten Jepara. Ia menikah dengan Ibu Supami
Damarwulan Dukuh Ngipik Kecamatan Keling Kabupaten Jepara.
2) Guru pendek kecil yang pada waktu Bapak Sawab Darmosewojo
bermimpi belum dikenal adalah Bapak Yohanes Kamino. Ia juga
bukan penduduk asli Damarwulan tetapi dari Desa Bendono /
Ambarawa, kelahiran 10 Maret 1938. Beliau menjadi guru di SD
Damarwulan 02 (Mentaos).
Baik Bapak K. Hadiwijoto maupun Bapak Yohanes Kamino dari desanya
masing-masing belum beragama Kristen. Pada akhirnya dua serangkai
inilah yang dipanggil Tuhan mendirikan Jemaat GITJ Damarwulan Dukuh
Ngipik.

2. Pelaksanaan P 2 A
Pada waktu itu masyarakat Desa Damarwulan mayoritas beragama Islam,
tetapi tidak semua aktif menekuni agamanya. Mungkin juga pemerintah
tahu bahwa masyarakat Indonesia dipandang kurang menekuni agama.
Maka waktu itu sekitar tahun 1967 dari pihak pemerintah mengadakan
Proyek Pembinaan Agama (P2A). Pemuka-pemuka Agama Islam giat
melaksanakan program tersebut (P2A), dengan tujuan agar umat Islam
tekun melaksanakan Syariat Islam.
II. PERISTIWA-PERISTIWA MENJELANG BERDIRINYA JEMAAT
KRISTEN

Menjelang timbulnya Agama Kristen di Desa Damarwulan, tepatnya di


Dukuh Ngipik didahului peristiwa-peristiwa yang ajaib, antara lain :
1. Ketika Bapak K. Hadiwijoto sedang di sawah, menabur benih padi,
mendengar suara tetapi tidak ada orangnya yang mengatakan “Timotius ...
Timotius !” kemudian ada lagi “Roma ... Roma ... !”.
Bapak K. Hadiwijoto tidak tahu sama sekali apa maksudnya dan suara itu
dari mana. Pak K. Hadiwijoto merasa kebingungan/ketidakpastian dalam
hatinya. Sehingga di kemudian hari beliau datang ke rumah Bapak
Pendeta Dwidjosuwoto Kelet untuk menanyakan apa yang didengar itu.
Dari situlah Bapak K. Hadiwijoto menerima penjelasan bahwa itu semua
nama-nama Al Kitab.
2. Suatu hari Bapak K. Hadiwijoto dari Kelet menemukan kayu berbentuk
salib di Desa Klepu. Ia berpikir bahwa yang ditemukan itu adalah “jimat”
orang Kristen.
Ketika itu musim penghujan dan sawah Pak Hadiwijoto yang ada di Pedut
sering kebanjiran. Beliau yakin bahwa kayu salib yang ditemukan itu
adalah jimat orang Kristen. Sehingga dengan keyakinan ia langsung
membawanya ke sawah, lalu di pasang di sawah Pedut dengan tujuan
supaya sawahnya tidak kebanjiran.
Sungai Pedut terletak di sebelah barat Desa Damarwulan, Watuaji, Klepu.
Waktu memasang salib itu, ia berdoa sebisa-bisanya dengan menyebut
“Yesus”.
Tiga hari kemudian, tepatnya hari Minggu Legi, tanggal 15 Januari
1968 mulai jam 19.00 ada banjir besar. Banjir besar sungai Pedut dan
sungai Gelis. Banjir besar yang dibarengi tanah longsor, yang merusak
jembatan, sawah dan perumahan.
Tanah longsor Medono (Pule) merusak rumah 7 KK. Rumah Mbah
Suwadi (Wagiyah) mantan petinggi Damarwulan beserta tetangganya
(Lokasi SD Damarwulan 04).
Kecuali rumah dan sawah yang rusak, jembatan Kali Gelis
(Sambung Oyot) timur jembatan jebol diterjang banjir. Jalan tidak dapat
dilewati kendaraan. Jalan jebol ini diperbaiki masyarakat secara gotong
royong dan kerja bakti anak sekolah. Inilah sebagian tanda bukti banjir
besar.
Paska banjir, Bapak Hadiwijoto meninjau sawah dan salib kayu
yang dipasang. Ternyata banjir menjauhi kayu salib, sawah Pak
Hadiwijoto selamat, tertimbun pasir dan kerokol. Melihat kejadian itu,
Pak Hadiwijoto tahu bahwa Allahnya orang Kristen sungguh ampuh.
3. Dengan kejadian-kejadian di atas, maka pikiran Bapak Hadiwijoto penuh
tanda tanya, tidak menentu atau penuh rasa ketidakpastian, apa yang harus
diperbuat. Dalam kebingungan inilah kemudian Bapak Hadiwijoto pergi
berguru kepada Mbah Rono (seorang aulia/dukun) di Pati.
Tujuan beliau ingin mengerti makna suara-suara yang didengar
waktu menabur padi di sawah dan keajaiban kayu salib.
Sesampainya di depan rumah Mbah Rono, beliau bertemu dengan Mbah
Rono sedang naik becak, Mbah Rono berkata kepada Bapak Hadiwijoto
“Saya akan pergi ke gereja, tunggu disitu !”
Setengah jam kemudian Mbah Rono sudah kembali dan langsung
masuk kamar. Sebentar kemudian Mbah Rono keluar dari kamar
membawa Al Qur’an lalu memanggil Pak K. Hadiwijoto. Setelah
berhadapan di sebuah meja kecil Mbah Rono membuka Al Qur’an (aneh,
membukanya dari sebelah kiri, padahal biasanya buka Al Qur’an dari
sebelah kanan) sambil berteriak “Heleluya, Puji Tuhan, Heleluya, Puji
Tuhan”.
Kemudian berkata kepada Pak Hadiwijoto : “Masjid iku apik,
Klenteng iku apik, nanging sing paling apik aku gawekna omah ing
“prapatan” (Masjid itu baik, Klenteng itu baik, tetapi yang terbaik
buatkanlah aku rumah di “perempatan jalan”. Setelah itu Mbah Rono
berulang kali berkata : Heleluya, Puji Tuhan, Heleluya, Puji Tuhan sambil
mengetuk meja.
Keterangan :
Perempatan jalan adalah kata kiasan (ngibarat-Jawa). “Perempatan jalan
atau Prapatan” mengandung arti “salib” karena “prapatan” adalah bentuk
“salib”, rumah di perempatan jalan berarti rumah yang pakai tanda salib,
yaitu Gereja.
III. BERDIRINYA GEREJA
Menjelang berdirinya Jemaat di Damarwulan Dukuh Ngipik dibarengi
program dari pemerintah yaitu P2A (Proyek Pembinaan Agama). Masyarakat
yang beragama Islam, yang kurang menekuni agama, dibina oleh pemuka-
pemuka agama agar aktif beribadah dan giat menjalankan syariat agama
Islam.
Padahal Pak Hadiwijoto dalam hatinya sudah ada keinginan menjadi orang
Kristen. Pada suatu hari beliau berbincang-bincang dengan orang-orang yang
membantu pekerjaan di sawah, antara lain yaitu Bapak Wiro Wakijan. Isi
perbincangan sebagai berikut :
Bapak Hadiwijoto menawarkan kepada orang-orang tersebut demikian, “Ini
nanti ada kegiatan P2A. Kamu semua mesti diwajibkan menjalankan agama
Islam! Seumpama kita mendirikan Kristen, bagaiamana tanggapanmu ?”
Orang-orang menjawab : “Siap, tapi bagaimana caranya Pak?” Ya mari kita
coba, dan jika benar-benar mau biarlah nanti didaftar Pak Kamino”.
Kemudian malam harinya mereka datang mendaftarkan diri kepada Pak
Kamino dan yang terdaftar waktu itu adalah :
1. Bapak K. Hadiwijoto 32. Bapak Tawidjojo Sabar
2. Ibu Supami 33. Ibu Paidah (Sabar)
3. Bapak Kamino 34. Bapak Sakibi
4. Bapak Sastro Suki 35. Ibu Satimah
5. Ibu Sainah 36. Bapak Sukiman
6. Bapak Sumar 37. Ibu Kemi
7. Ibu Sriti 38. Bapak Sowikromo Samidjan
8. Bapak Towi Kromorejo 39. Ibu Kamilah
9. Ibu Kasmi 40. Bapak Sumarto Pairin
10. Bapak Sartawi 41. Ibu Parini
11. Ibu Rusmi 42. Bapak Mito Kliwon
12. Sdr. Surat 43. Ibu Ngasi
13. Bapak Marto Min 44. Bapak Sumo Menggik
14. Sdr. Surat (Medono) 45. Ibu Legimah
15. Sdr. Kaswi 46. Bapak Bani
16. Bapak Tamsir 47. Bapak Maryam
17. Ibu Sarti 48. Bapak Sarwono
18. Bapak Karto Kasiyo 49. Ibu Wakidjah
19. Ibu Sunari 50. Bapak Djastro Kardjo
20. Bapak Kromo Kamini 51. Ibu Sakibah
21. Ibu Kamidjah 52. Bapak Wakiman
22. Bapak Djasmo Lekidin 53. Ibu Parti
23. Ibu Dasimah 54. Sdr. Kasban
24. Bapak Tir Sadija 55. Bapak Kartono Kemidjan
25. Ibu Rebi 56. Ibu Ngatini
26. Bapak Suto Parso 57. Bapak Kartomo Karmin
27. Ibu Parsini 58. Sdr. Satiman
28. Bapak Wakijan 59. Bapak Satiman Leboh
29. Ibu Parini 60. Ibu Sakirah
30. Bapak Sakidin
31. Ibu Sukar

Daftar tersebut dikirim ke GITJ Kelet untuk mendapat pelayanan GITJ Kelet.
Dari Kelet Pak Hadi diberi Al Kitab yang sudah setengah pakai (rusak).
Setiap sore Al Kitab tersebut dibaca dan didengarkan orang-orang yang
berkumpul.
Suatu hari ada mukjizat terjadi. Pada waktu itu musim hujan. Rumah Pak
Hadi yang waktu itu digunakan untuk berkumpul sering dihantam-hantam
angin dari barat. Suatu sore ada angin kencang dari barat, sehingga rumah
Pak Hadi banyak yang bocor karena angin itu. Pak Hadi spontan
membelokkan angin dengan berteriak “ngalor ! (ke utara) ”, seketika itu juga
angin membelok ke utara.
Beberapa hari kemudian ada peninjauan dari Kelet untuk membuktikan
kenyataan mengenai daftar yang telah dikirim. Yang datang waktu itu adalah
Bapak Suwignyo Hadisiswanto, Bapak Soemadi DS dan Bapak Soeradi.
Semuanya adalah guru SD.
Bapak-bapak dari Kelet ini mengadakan wawancara dengan beberapa orang
yang berkumpul untuk mempertimbangkan kepositipannya mendirikan
Jemaat.
Adapun hasil dari wawancara, mereka setuju mendirikan Jemaat Kristen di
Damarwulan Dukuh Ngipik. Maka pada hari Minggu Pahing tanggal 10
Maret 1968 oleh Majelis GITJ Kelet diresmikanlah atau dibuka GITJ
Damarwulan Dukuh Ngipik Kecamatan Keling Kabupaten Jepara sebagai
Jemaat Kristen dengan :
SUSUNAN PENGURUS PERIODE 1968 – 1971

Ketua : Bapak K. Hadiwijoto


Penulis : Bapak Kamino
Bendahara : Bapak Sastro Suki
Anggota : Bapak Suto Parso
Bapak Towidjojo Sabar
Bapak Tamsir
Jumlah anggota : 60 orang
L : 35 orang
P : 25 orang
Pelayanan dari Majelis GITJ Kelet
Tempat kebaktian : Rumah Bapak K. Hadiwijoto

K. HADIWIJOTO Y. KAMINO BU HADI (SUPAMI)


Tgl Lahir : Tgl Lahir : Tgl Lahir :
27 – 07 – 1927 10 – 03 – 1938 27 – 05 – 1930

Wafat : Wafat : Wafat :


09 – 08 – 1977 03 – 04 – 2016 23 – 03 – 2018
IV. RINTANGAN - RINTANGAN SETELAH JEMAAT BERDIRI

Sudah bukan suatu yang aneh lagi, dimana ada hal baru yang dianggap merugikan
mesti ada reaksi. Demikian juga dengan berdirinya Jemaat di Damarwulan Dukuh
Ngipik ini. Banyak rintangan yang dihadapi. Di dalam sejarah gereja ini tidak
semua rintangan dipaparkan. Hanya dua hal yang sangat mengesandan perlu
diketahui dan diingat.
1. Dituduh melindungi orang PKI
Bapak K. Hadiwijoto waktu itu selaku ketua PNI (Partai Nasional
Indonesia) Desa Damarwulan.
Beberapa orang PNI ada yang berguru ke dukun yang bernama Mbah Suro
Blora. Dari Blora orang-orang tersebut mendapat “ikat kepala hitam” (iket
wulung). Tanggal 30 September 1965 Partai Komunis Indonesia (PKI)
memberontak Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia. Karena
pemberontakan ini, pemerintah membubarkan PKI dan PKI menjadi
“partai terlarang” di Indonesia. Program pemerintah adalah menumpas
PKIsampai ke akar-akarnya. Sungguh menakutkan orang yang tersangkut
PKI. Kegiatan yang berbau PKI harus dikikis habis dari Negara Kesatuan
ini. Sampai-sampai melamar pekerjaanpun harus pakai keterangan “Tidak
Tersengkut G30S/PKI (Gerakan 30 September PKI).
Orang-orang yang mendapat “iket wulung” dari Mbah Suro tadi dituduh
sebagai orang PKI. Orang-orang ini minta perlindungan kepada K.
Hadiwijoto selaku ketua PNI. Bapak K. Hadiwijoto melindungi dan
mengakui bahwa orang-orang tersebut memang benar-benar anggota PNI,
bukan PKI.
Masalah politik ini penyelesaiannya sampai ke Koramil Keling. Masalah
yang dikaitkan dengan partai terlarang. Sungguh berat bagi gereja yang
baru berdiri. Berulang-ulang Bapak K. Hadiwijoto dipanggil ke Koramil
Keling.
Dan Ramilnya waktu itu bernama Azuswar. Bapak ini berbadan tinggi
besar dan kekar, kulit kehitaman, rambut agak keriting, kumis hitam dan
tebal. Berwibawa, sesuai dengan tugasnya menjaga kesatuan bangsa.
Bapak K. Hadiwijoto tetap bersemangat tinggi meski Ngipik – Keling
berjalan kaki ia hadapi dengan tegar tanpa gentar. Sesuai sifat pemberani
yang ia punya.
Lebih-lebih bekal doa yang ia bawa. Ia membawa bekal do’a begini :
“Tuhan Yesus, dalam sidang nanti saya mengahdapi banyak pertanyaan,
janganlah aku yang menjawab, tetapi Tuhan lah yang menjawab memakai
mulutku (Gusti Yesus, ing sidang mangke kula ngadepi kathah pitakenan,
sampun kula ingkang njawab, nanging Paduka ingkang njawab ngagem
cangkem kawula)”.
Atas berkat pertolongan Tuhan Yesus, dalam penyelesaiannya masalah ini
dibantu Bapak TF Sudaryanto, warga Gereja GITJ Kelet, seorang guru
SD, juga Wanra ( LIMNAS ) Desa Kelet.
Demikian Tuhan Yesus menolong penyelesaian masalah ini dengan baik.

(Foto Pak Hadi berdiri)

2. Reaksi dari Masyarakat


Kali ini yang dipakai adalah anak-anak di luar gereja, mereka disuruh
mengaku dipukuli bapak Hadiwijoto diantaranya adalah anak Supardjo hal
ini berbuntut panjang, sehingga sampai 3 kali bapak K. Hadiwijoto
dipanggil ke KORAMIL Keling untuk penyelesainnya.
Puji syukur berkat pertolongan Tuhan Yesus masalah ini dapat
diselesaikan. Berkat Tuhan Yesus juga karena Supardjo dipanggil menjadi
pengikut Kristus. Ia menjadi Guru Sekolah Minggu. Ia mengaku sungguh-
sungguh berdosa dan ia bertobat.
Sebelum meninggal dunia hidupnya dihabiskan untuk melayani Tuhan di
Gereja : Ngipik, Gilikebon, Ngetuk maupun Tempur.
Demikianlah sebagian rintangan-rintangan yang dihadapi Gereja
Damarwulan, Ngipik setelah berdiri.
Dengan selesainya rintangan-rintangan ini, puji syukur kepada Tuhan
Yesus Kristus Gereja tetap berdiri dan bahkan berkembang.

(Foto Pak Hadi sekalian)


V. PERKEMBANGAN GEREJA
1. Dengan semangat tinggi, pada tahun 1971 Jemaat Damarwulan berhasil
membangun gedung gereja dengan ukuran 18 m x 7 m secara gotong
royong. Batu bata membuat sendiri, batu, pasir mengambil sendiri dari
sungai Pedut.
2. Pada tanggal 10 Maret 1971 Bapak Darwijoto (adik Bapak K.
Hadiwijoto) dari Klepu Keling Jepara diangkat sebagai Guru Injil oleh
GITJ Kelet dan ditempatkan di kelompok GITJ Damarwulan. Anggota
Jemaat waktu itu ada 50 kepala keluarga.

Susunan pengurus periode 1971 – 1975


1. Ketua : K. Hadiwijoto
2. Penulis : J. Kamino
3. Bendahara : Sastro Suki
4. Guru Injil : Darwiyoto
5. Anggota : Suto Parso
Towijoyo Sabar
Tamsir
Djaman BS
3. Pada tahun 1972 sebagian warga Jemaat mengikuti program pemerintah,
yaitu transmigrasi ke Lampung (Waiabung dan Makarti) juga ke
Kalimantan, sebanyak 11 KK. Transmigrasi kedua tahun 1974 ke
Lampung, Sumatera.
4. Pada bulan Juni 1974 GITJ Damarwulan dipiliuh Sinode untuk tempat
sidang para pendeta selama 3 hari yang membahas tentang liturgi. Sebagai
gereja yang baru dan berada di pelosok desa, sehingga untuk
mempersiapkan tempat dan kelengkapannya, gereja membeli 20 buah
meja dan 40 buah kursi di Desa Blingoh. Pak Suto P. dan Pak Jaman BS
yang ditugasi berembuk dengan mebel ke Blingoh. Meski dengan jalan
kaki dari Ngipik. Sedangkan untuk penginapan peserta sidang
ditempatkan di rumah-rumah warga dengan fasilitas yang sangat
sederhana.
5. Pada tanggal 3 Nopember 1975 gereja kelompok Damarwulan yang mula-
mula menginduk GITJ Kelet didewasakan oleh sinode dengan No. SK.
075/b/GITJ/K/75 Bapak Darwiyoto ditetapkan menjadi Guru Injil di GITJ
Damarwulan.
SUSUNAN MAJELIS PERIODE 1975 – 1981
Ketua : Bapak K. Hadiwijoto
Wakil : Bapak Djaman Budisono
Penulis : Bapak Johanes Kamino\
Bendahara : Bapak Warto Wasiyo
Guru Injil : Darwiyoto
Anggota : Bapak Suto Parso
Bapak Sabar
Bapak Tamsir
Bapak Suki
6. Pada 10 Oktober 1976 GITJ Damarwulan Ngipik membuka pos /
kelompok GITJ Gilikebon Damarwulan Keling Jepara dengan pengurus
sebagai berikut :

Ketua : Bapak Kartono


Jumlah anggota : 38 orang

Bapak Kartono Bapak Tikno Wakijan


Lahir : 06 – 04 – 1935 Lahir : 05 – 06 – 1950
7. Tanggal 15 April 1978 membuka kelompok GITJ Ngetuk Damarwulan
Keling Jepara. Pengurusnya :

Ketua : Bapak Sutarno


Wakil : Krisnadi
Jumlah anggota : 32 orang

Bapak Sutarno Bapak Krisnadi


Lahir : 17 – 09 – 1956

8. Susunan majelis periode 1981 – 1986


Ketua umum : Bapak K. Hadiwijoto
Ketua I : Bapak Djaman Budisono
Ketua II : Bapak Darwijoto
Ketua III : Bapak Martono
Sekretaris : Bapak Johanes Kamino
Bendahara : Bapak Warto Wasiyo
Anggota : Bapak Sastro Suki
Bapak Suto Parso
Bapak Maryono
Bapak Wardoyo Th.

9. Tahun 1986 gedung gereja di renovasi total. Dana dari warga gereja dan
pemerintah 2,5 juta.
10. Susunan majelis periode 1986 – 1991
Ketua umum : Bapak K. Hadiwijoto
Ketua I : Bapak Djaman Budisono
Ketua II : Bapak Darwijoto
Ketua III : Bapak Martono
Sekretaris : Bapak Johanes Kamino
Bendahara : Bapak Sartawi
Anggota : Bapak Sastro Suki
Bapak Suto Parso
Bapak Maryono

11. Pada tanggal 2 Desember 1984 GITJ Damarwulan membuka Kelompok


GITJ Tempur Keling Jepara

Ketua : Waris
Wakil : Poniah
Jumlah anggota : 23 orang

Waris Poniah
Lahir : xx – xx – 19xx

12. Pentabisan pendeta


Tanggal 6 Desember 1988, Bapak Darwiyoto selaku guru Injil
ditahbiskan menjadi pendeta di GITJ Damarwulan Ngipik.
Karena situasi dan kondisi Jemaat dan warga gereja belum tahu alamat
yang diundang, maka Bapak Darwiyoto sendiri yang mengedarkan
undangan yang diantarkan oleh Bapak Djaman Bs.
Undangan diedarkan : Payak, Ngablak, Tayu, Trangkil, Juwana, Gabus,
Pati, Kudus, Jepara dan daerah Mlonggo sebagian dari pagi sampai jam 8
malam.
Demikianlah mengapa Bapak Darwiyoto (yang akan ditahbiskan) menjadi
pendeta mnegedarkan undangan sendiri bahkan satu sepeda dinaiki dua
orang. Meskipun tidak etis dilakukan, sekali lagi oleh karena situasi dan
kondisi Jemaat.
Adapun undangan yang dekat diedarkan oleh Bapak K. Hadiwijoto dan
Bapak Johanes Kamino.
Pentahbisan berjalan lancar, dilaksanakan oleh BPH Sinode. Bapak
Darwiyoto sebagai pendeta melaksanakan tugas mulai tanggal 20 Januari
1989.

(foto bapak/ibu
darwiyoto)

............
Lahir : 03 – 06 – 1936
13. Susunan majelis periode 1991 – 1996
Ketua umum : Bapak K. Hadiwijoto
Ketua I : Bapak Djaman Budisono
Ketua II : Bapak Darwijoto
Ketua III : Bapak Martono
Sekretaris : Bapak Johanes Kamino
Bendahara : Bapak Sartawi
Anggota : Bapak Suto Parso
Bapak Maryono
Bapak Andres K.
Ibu Sripah
Ibu Suginah
Ibu Titi Ariyani

14. Pada tahun 1994 GITJ Damarwulan ditempati kuliah terbuka PTE
(Pendidikan Theologia Ekstensif) dari Yayasan Christopherus Semarang
cabang Jepara. Dosennya adalah Bapak Pdt. Bambang Eko Mulyono,
S.Th dengan Ibu Pdt. Debora, S.Th. siswanya ada 14 diantaranya adalah :
1) Y. Kamino
2) Djaman BS
3) Sumarjono
4) Darsono
5) A. Kusnadi
6) Sunar
7) Martono
8) Sartawi
9) Maryono
Tanggan 11 Mei 1988, Bapak J. Kamino, Bapak Djaman BS, dan Bapak
Sumarjono wisuda di Salatiga. Dari 4 orang ini yang melanjutkan S1
hanya seorang Bapak yang bertalenta seni pujian dan kidung ialah Bapak
Sumarjono. Ia sudah mempelajari/menyerap materi sebagian besar
Theologia. Berarti Bapak Sumarjono satu-satunya majelis waktu itu yang
punya bekal melayani Jemaat.
Pengalaman yang diperoleh ini diterapkan dengan teman-teman
pelayan/majelis. Dan terbukti gereja makin mencapai visi dan misi
“GEREJA YANG HIDUP BERAKAR KUAT, TUMBUH
BERKEMBANG BERBUAH LEBAT”.
Tahun 2001 PTE pindah ke GITJ Klepu. Mahasiswanya dari Klepu dan
dari gereja lain.
15. Susunan majelis periode 1996 – 2001
Ketua umum : Bapak K. Hadiwijoto
Ketua I : Bapak Djaman Budisono
Ketua II : Bapak Pdt. Darwijoto
Ketua III : Bapak Sunar
Sekretaris I : Bapak Johanes Kamino
Sekretaris II : Bapak Sumarjono
Bendahara I : Bapak Andres
Bendahara II : Bapak Darsono
Anggota : Bapak Suto Parso
Bapak Maryono
Bapak Sunar
Bapak Sartawi
Bapak Martono

16. Pada tanggal 7 Agustus 1997, Bapak K. Hadiwijoto pendiri Gereja


Damarwulan dipanggil Tuhan (mneinggal dunia).
(Bapak Djaman BS yang menjalankan tugas Ketua umum)
VI. KEADAAN GEREJA TAHUN 2000

A. GITJ DAMARWULAN NGIPIK


Jumlah KK : 56 KK
Anggota Baptis : 208 orang
Susunan majelis lihat periode 1996 – 2001
Pendeta : Bapak Pdt. Darwiyoto
B. GITJ KELOMPOK GILIKEBON
Jumlah anggota : 115 orang
Pengurus
Ketua : Bapak Kartono
Wakil : Bapak Ngaesan
Penulis : Bapak Sakheus
Bendahara : Bapak Suwarno
C. GITJ KELOMPOK NGETUK
Jumlah anggota : 85 orang
Pengurus
Ketua : Bapak Krisnadi
Wakil : Bapak Sakipan
Penulis I : Bapak Andreas Suwadi
Penulis II : Bapak Darmin
Bendahara : Bapak Parnyo
D. GITJ KELOMPOK TEMPUR
Jumlah anggota : 55 orang
Pengurus
Ketua : Bapak Sukijan
Wakil : Bapak Poniah
Penulis : Bapak Suwadi
Bendahara : Bapak Suri
E.
VII. MAJELIS PERIODE 2001 – 2005

Tanggal 25 Pebruari 2001 reorganisasi majelis GITJ Damarwulan, Ngipik.


Menetapkan 12 orang. Majelis terpilihmenempati kedudukannya sebagai berikut :
Ketua umum : Bapak Djaman Budisono
Ketua Bd I Koinonia : Bapak Darsono
Ketua Bd II Martoria : Bapak Pdt. Darwijoto
Ketua Bd III Diakonia : Bapak Sunar
Sekretaris I : Bapak Johanes Kamino
Sekretaris II : Bapak Sumarjono
Bendahara : Bapak Andreas Kusnadi
Anggota : Bapak Kardino
Bapak Suto Parso
Bapak Sartawi
Bapak Martono
Bapak Maryono
Bapak Sutrisno

Demikianlah sejarah GITJ Damarwulan Ngipik tahun 1968 – 2001. Tuhan


memberkati, Amin !

(foto majelis 2001-2005)


GEREJA TAHUN 2010 - 2020

Anda mungkin juga menyukai