Anda di halaman 1dari 8

B.

Kognitif Dewasa Madya

1. Kepuasan Kerja

Locke (1969) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai keadaan emosi senang atau emosi
positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja
oleh Locke pula didefinisikan selaku hasil anggapan karyawan mengenai seberapa baik
pekerjaan mereka membagikan perihal yang dinilai berarti. Robbins serta Judge (2015)
menarangkan kalau kepuasan kerja merupakan sesuatu perasaan positif tentang pekerjaan, yang
dihasilkan dari sesuatu penilaian pada karakteristik- karakteristiknya. Seorang yang memiliki
kepuasan kerja besar akan mempunyai perasaan positif mengenai pekerjaannya, sebaliknya
seorang dengan tingkatan kepuasan kerja rendah memiliki perasaan negatif.

1.1 Teori Kepuasan Kerja


a. Teori Hierarki Kebutuhan (Hierarchy of Needs)
Teori ini ialah teori yang lumayan populer yang dibesarkan oleh seseorang
psikologbernama Abraham Maslow pada tahun 1943. Dalam teori ini, Maslow
mengembangkan tentang gimana seluruh motivasi silih berkaitan. Dia menarangkan
kalau manusia membagi tingkatan kebutuhan mereka ke dalam 5 jenis universal yang
mempunyai tingkatan yang berbeda- beda. Kala satu tingkatan kebutuhan terpenuhi
ataupun mendominasi, seorang tidak lagi menemukan motivasi dari kebutuhan tersebut.
Berikutnya, seseorang hendak berupaya penuhi kebutuhan ke tingkatan selanjutnya.
Maslow membagi tingkat kebutuhan manusia jadi:
1) Kebutuhan fisiologis: kebutuhan dasar, misalnya rasa lapar, haus, tempat
berteduh, seks, tidur, oksigen, serta kebutuhan jasmani yang lain.
2) Kebutuhan hendak rasa nyaman: mencakup antara lain keselamatan serta
proteksi terhadap kerugian raga serta emosional.
3) Kebutuhan sosial: mencakup kebutuhan hendak rasa mempunyai dan dipunyai,
kasih sayang, diterima baik, serta persahabatan.
4) Kebutuhan hendak penghargaan: mencakup aspek penghormatan internal
semacam harga diri, otonomi, serta prestasi; serta aspek eksternal semacam status,
pengakuan, serta atensi.
5) Kebutuhan hendak aktualisasi diri: mencakup hasrat buat kian jadi diri sepenuh
kemampuannya sendiri, menjadi apa saja bagi kemampuannya
(Maslow: 1984) dalam ( Qurrotul’aini, 2011).

b. Study Kepuasan Kerja Herzberg

Herzberg serta teman-temannya meningkatkan teori Herzberg pada tahun 1959,


untuk mengetahui hal-hal yang jadi sumber kepuasan serta ketidakpuasan kerja. Ia
mendasarkan teorinya pada sesuatu riset pemuas kebutuhan dengan responden sejumlah
200 pakar metode serta Akuntan (Gibson, James, Ivancevich, Donelly, 1996) dalam
(Noermijati, 2008). Didasarkan pada hasil riset tersebut, Herzberg menggapai 2
simpulan:

1) Sebagian keadaan dari sesuatu pekerjaan paling utama menimbulkan


ketidakpuasan para pegawai apabila keadaan tersebut tidak terdapat. Tetapi perihal
tersebut tidak membentuk motivasi yang kokoh. Herzberg menyebut keadaan ini selaku
maintenance factor, sebab keadaan itu dibutuhkan buat memelihara tingkatan kepuasan
yang layak. Herzberg menyebutkan 10 aspek pemeliharaan/ hygiene factor selaku
berikut: kebijakan industri serta administrasi, supervisi, ikatan interpersonal dengan
supervisor, hubungan interpersonal dengan bawahan, ikatan dengan rekan kerja,
pendapatan, keamanan kerja, kehidupan individu, keadaan kerja, serta status.

2) Sebagian keadaan kerja membentuk tingkatan motivasi serta kepuasan kerja


yang besar. Tetapi bila keadaan ini tidak terdapat, keadaan tersebut tidak meyakinkan
munculnya ketidakpuasan (Gerstmann, 2001) dalam (Noermijati, 2008). Herzberg
menarangkan enam aspek motivator selaku berikut: prestasi, penghargaan, peningkatan
pangkat, pekerjaan itu sendiri, perkembangan individu, tanggung jawab.

c. Teori X dan Y menurut McGregor

Douglas Mc Gregor (Robbins de Judge, 1990) dalam (Nugroho, Hassanuddin,


Brasit, 2011) mengemukakan 2 anggapan nyata menimpa manusia: anggapan awal pada
dasarnya negatif, diucap Teori X (Theory X), serta yang kedua pada dasarnya positif,
disebut Teori Y (Theory Y). Sehabis mengkaji metode para supervisor berhubungan
dengan para karyawan, Mc Gregor merumuskan kalau anggapan supervisor menimpa
watak manusia didasarkan atas sebagian kelompok anggapan tertentu serta kalau
mereka cenderung membentuk sikap mereka terhadap karyawan bersumber pada
asumsi- asumsi tersebut.

Bagi Teori X, ada 4 anggapan yang dipunyai oleh supervisor ialah:

1) Karyawan pada dasarnya tidak menggemari pekerjaan, serta sebisa bisa jadi
menghindarinya.
2) Sebab karyawan tidak menggemari pekerjaan, mereka wajib dituntut,
dikendalikan atau diancam dengan hukuman buat menggapai tujuan-tujuan.
3) Karyawan hendak menjauhi tanggung jawab serta mencari perintah resmi
apabila bisa jadi.
4) Sebagian karyawan menempatkan keamanan diatas seluruh aspek lain terpaut
pekerjaan serta menampilkan sedikit tekad.
Berlawanan dengan persepsi- persepsi negatif diatas, kebalikannya dalam Teori Y
Mc Gregor mengatakan 4 anggapan positif yang disebutkan selaku berikut:

1) Karyawan menyangka kerja selaku perihal yang mengasyikkan, semacam


halnya istirahat ataupun bermain
2) Karyawan hendak berlatih mengatur diri serta emosi buat menggapai
bermacam tujuan.
3) Karyawan bersedia belajar buat menerima, apalagi mencari tanggung jawab.
4) Karyawan sanggup membuat bermacam keputusan inovatif yang diedarkan
keseluruh populasi, serta bukan cuma untuk mereka yang menduduki posisi
manajemen.

Ikatan kerangka dasar yang terbuat oleh Maslow dengan teori X serta Y adalah
Teori X berasumsi kalau kebutuhan- kebutuhan tingkatan yang lebih rendah
mendominasi orang. Teori Y berasumsi kalau kebutuhan- kebutuhan tingkatan yang
lebih tinggi mendominasi orang. Mc Gregor sendiri percaya kalau asumsi- asumsi Teroi
Y lebih valid daripada Teori X. Oleh sebab itu, dia mengemukakan bermacam ilham
semacam pembuatan keputusan partisipatif, pekerjaan yang menantang, dan ikatan
kelompok yang baik selaku pendekatan yang hendak mengoptimalkan motivasi
pekerjaan seseorang karyawan.

1.2 Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja


a. Isi dan Penilaian Pekerjaan
Salah satu faktor dari kepuasan kerja ialah isi pekerjaan ataupun biasa disebut
kepuasan mengenai pekerjaan itu sendiri ialah sumber utama kepuasan (Luthans, 2006).
Umpan balik pekerjaan terhadap pekerjaan itu sendiri serta otonomi ialah 2 aspek
motivasi utama yang berhubungan dengan pekerjaan. Ciri pekerjaan serta kompleksitas
pekerjaan berhubungan dengan kepuasan kerja. Tidak hanya itu, terpenuhinya
persyaratan kreatif kerja pula tingkatkan kepuasan kerja. Pekerjaan yang menantang
serta menarik pula ialah perihal berarti buat timbulnya kepuasan kerja. Penilaian kinerja
merupakan sesuatu tata cara serta proses evaluasi serta penerapan tugas seorang ataupun
sekelompok orang ataupun unit- unit kerja dalam satu industri atau organisasi cocok
dengan standar kinerja ataupun tujuan yang diresmikan lebih dulu.
Penilaian kinerja ialah metode yang sangat adil dalam membagikan imbalan atau
penghargaan kepada pekerja. Tujuan penilaian kinerja merupakan buat menjamin
pencapaian target serta tujuan industri serta pula buat mengenali posisi industri serta
tingkat pencapaian target industri, paling utama buat mengenali apabila terjalin
keterlambatan ataupun penyimpangan biar lekas diperbaiki, sehingga target ataupun
tujuan tercapai. Hasil penilaian kinerja orang bisa dimanfaatkan buat banyak pemakaian
yaitu buat kenaikan kinerja, pengembangan SDM, pemberian kompensasi, program
kenaikan produktivitas, program kepegawaian serta menjauhi perlakuan diskriminasi
(Robbins, 2012).
Penilaian kinerja dibangun dari keseriusan serta keefektifan penerapan penilaian
kinerja. Penilaian kinerja yang teratur dilaksanakan hendak membawa akibat baik untuk
pertumbuhan industri. Dimana secara berkala pengawasan maupun penilaian yang
dicoba oleh atasan bisa tingkatkan efektifitas supervisi. Penerapan penilaian kinerja
yang baik serta benar hendak membagikan umpan balik yang optimal kepada karyawan.
Sokongan manajemen ataupun pula diucap sokongan organisasi yang dirasakan
(perceived organization support) merupakan tingkatan dimana para karyawan
mempercayai kalau organisasi memperhitungkan donasi karyawan serta hirau terhadap
kesejahteraan karyawan (Robbins serta Judge, 2015). Bagi Rocha (2008) penanda
dukungan manajemen merupakan keadilan distributif yang dialami karyawan dan
keadilan prosedural.

b. Lingkungan pekerjaan

Lingkungan kerja adalah suasana yang nyaman dimana sekelompok orang bekerja
untuk mencapai suatu tujuan Kepuasan terhadap lingkungan kerja adalah perasaan
tentang segala sesuatu yang melingkupi karyawan di tempat kerja, baik fisik maupun
non fisik, secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat mempengaruhi diri dan
pekerjaannya selama bekerja, yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Tio (2014) menjelaskan bahwa lingkungan kerja fisik
merupakan komponen lingkungan kerja, selain lingkungan manusia dan lingkungan
organisasi. Lingkungan kerja fisik meliputi area ruang kerja, privasi ruang kerja,
infrastruktur ruang kerja, peralatan kerja, kebisingan, suhu, dan pencahayaan. Hasil
penelitian Tio (2014) mengungkapkan bahwa lingkungan kerja fisik berpengaruh positif
terhadap kepuasan kerja karyawan. Kukiqi (2017) mendefinisikan lingkungan kerja fisik
sebagai lingkungan kerja yang berkaitan dengan kondisi fisik atau kerentanan di
lingkungan kerja, yang terdiri dari mesin, lingkungan kantor, suhu, ventilasi dan
Pencahayaan.
Hasil penelitian Kukiqi (2017) mengungkapkan dampak positif lingkungan kerja
terhadap kepuasan kerja khususnya lingkungan kerja material. Lingkungan kerja non
material meliputi hubungan antara atasan dengan rekan kerjanya. Indikator hubungan
antara atasan dan atasan adalah hubungan yang erat dengan atasan dan transparansi
(Parvin dan Karbin, 2011). Raziq dan Maulabakhash (2015) mengungkapkan bahwa
atasan yang tidak menghargai bawahan, atasan yang berperilaku kasar terhadap
bawahan, atasan yang tidak memberikan kenyamanan saat berbagi ide, dan kurangnya
apresiasi atas tindakan inovatif yang dilakukan bawahan mengurangi kerja karyawan.
Sedangkan terkait hubungan antara karyawan dan rekan kerja, karyawan menginginkan
rekan kerja yang saling mendukung dan bersahabat. Lin dan Lin (2011)
mengungkapkan bahwa hubungan antara rekan kerja adalah persepsi karyawan itu
sendiri.
Interaksi kelompok kerja dan dukungan sesama rekan kerja berkorelasi positif dengan
kepuasan kerja. Hubungan dengan rekan kerja yang dapat meningkatkan kepuasan kerja
antara lain persahabatan, penerimaan, dan loyalitas yang dibangun antar anggota
kelompok. Lin dan Lin (2011) mengungkapkan bahwa kualitas hubungan dengan rekan
kerja menunjukkan efektivitas komunikasi antara kedua belah pihak dan mencerminkan
seberapa baik kedua pihak berkoordinasi satu sama lain. Selanjutnya, perilaku rekan
kerja juga akan mempengaruhi hubungan antar rekan kerja. May, et al (2004)
mengungkapkan bahwa hubungan antara rekan kerja meningkatkan signifikansi
psikologis di tempat kerja. Hubungan ini mempromosikan persahabatan dan rasa
memiliki. Selain itu, pengakuan dari rekan kerja akan meningkatkan kesadaran dan
meningkatkan keselamatan kerja. Kondisi ini pada akhirnya menumbuhkan kepuasan
kerja.

c. Kompensasi
Kepuasan kerja terkait gaji adalah faktor multidimensi kepuasan kerja (Luthans,
2006). Uang tidak hanya dapat membantu orang memperoleh kebutuhan dasar, tetapi
juga alat untuk memenuhi kebutuhan tingkat yang lebih tinggi. Karyawan memandang
kompensasi sebagai cerminan bagaimana manajemen memandang kontribusi mereka
kepada perusahaan. Gaji mencakup gaji dan imbalan.
Menurut Dessler (2010), gaji adalah segala bentuk pembayaran atau imbalan yang
diberikan kepada karyawan oleh perusahaan. Ada dua cara pembayaran, yaitu
pembayaran langsung (gaji, gaji, imbalan, bonus dan komisi) dan pembayaran tidak
langsung (tunjangan). Gaji berpengaruh terhadap kepuasan kerja (Malik et al., 2012).
Menurut teori dua faktor, upah merupakan salah satu faktor kesehatan dari
ketidakpuasan kerja. Teori harapan menggambarkan orang-orang yang berusaha untuk
mendapatkan imbalan dalam bentuk uang, promosi, dll. Ketika mereka bekerja keras,
mereka berkinerja baik dan secara otomatis menerima kenaikan gaji dan kesempatan
promosi. Inilah alasan untuk meningkatkan kepuasan karyawan. Yanseen (2013)
mengungkapkan bahwa upah merupakan faktor kompensasi yang secara langsung
mempengaruhi kepuasan kerja.Kepuasan upah ini menunjukkan persepsi karyawan
bahwa upah dan apa yang mereka terima sesuai dengan harapan (Handaru dan Muna,
2012). Dipboye (1994) menunjukkan bahwa karyawan selalu menginginkan gaji yang
sesuai dengan yang mereka harapkan.
Jika gaji tampak adil berdasarkan tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan
standar gaji masyarakat luas, kepuasan yang dihasilkan juga akan tinggi. Hal ini sesuai
dengan teori keadilan bahwa individu dalam bekerja membandingkan apa yang dia
berikan kepada organisasi sebagai input dengan apa yang dia terima (result) dari
organisasi, kemudian membandingkannya dengan input (input) karyawan lain dengan
hasil (results). diterima oleh pegawai lainnya. Upah yang tidak sesuai dengan tanggung
jawab merupakan faktor ekstrinsik ketidakpuasan kerja.
Rewards (imbalan) adalah penghargaan, penghargaan, atau hadiah, dan dimaksudkan
untuk membuat karyawan senang, aktif, antusias, dan lebih rajin dalam pekerjaan.
bekerja di perusahaan. Penghargaan juga didefinisikan sebagai bentuk pengakuan
karyawan yang ditawarkan oleh perusahaan sebagai imbalan atas kontribusi karyawan.
Reward berhubungan positif dengan kepuasan kerja (Bustaman, 2014).
Imbalan dalam bentuk penghargaan berupa pengakuan, pertumbuhan, dan umpan
balik lebih cenderung meningkatkan kinerja dan motivasi karyawan, yang lebih tinggi
dari gaji. Imbalan berupa hadiah pada dasarnya merupakan bentuk apresiasi dan status
sebagai bagian dari perusahaan. Yanseen (2013) juga mengungkapkan bahwa
pengakuan berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja. Tidak hanya itu, keadilan
dalam sistem reward juga dinilai sangat penting. Imbalan juga bisa berupa upah, gaji,
bonus, komisi, asuransi karyawan, kesejahteraan karyawan, tunjangan, liburan atau
liburan, tetapi tetap dibayar, dll. Imbalan non-finansial seperti tugas keren, tantangan
pekerjaan rumah, tanggung jawab pekerjaan rumah, kesempatan promosi, pengakuan,
dan lain-lain. Sementara itu, Mathis dan Jackson (2002) mengungkapkan bahwa
penghargaan dapat bersifat intrinsik (internal) atau ekstrinsik (eksternal). Penghargaan
intrinsik adalah penghargaan yang diberikan dalam bentuk pengayaan pekerjaan,
penugasan tanggung jawab, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan upaya lain
untuk meningkatkan kepercayaan diri karyawan dan mendorong mereka untuk
berprestasi. Sedangkan, penghargaan ekstrinsik adalah penghargaan yang diberikan
kepada karyawan berupa kompensasi langsung, kompensasi tidak langsung, dan
penghargaan non-finansial.

Referensi;

Muayyad, D.M. (2016). Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Bank
Syariah X Kantor Wilayah Y. Vol.9 No.1 Hal 3-6

Pitasari, N. A,. & Perdhana, M.S (2014). Kepuasan Kerja Karyawan: Studi Literatur. Vol. 7
No.4 Hal 2-5

Anda mungkin juga menyukai