Dosen Pengampu:
Novita Sari, S.Psi., M.Psi., Psikolog
(198711232019032014)
Disusun Oleh:
Muhammad Ghifary
2007101130087
A. BIODATA SUBJEK
Nama : AK
Pendidikan : SD
Umur : 10 tahun
Alamat : Peuniti
Agama : Islam
B. PERMASALAHAN AWAL
Seiring dengan berkembangnya teknologi, permainan balita digantikan oleh permainan yang tidak
memerlukan banyak gerak tubuh. Permainan elektronik, seperti komputer, gadget, atau televisi cukup
dilakukan dengan duduk. Akibatnya balita menjadi kurang aktivitas fisik. Kegiatan duduk sambil
menikmati hiburan elektronik dapat memicu terjadinya kegemukan.10 Tiga dari lima balita biasa
menghabiskan waktu untuk menonton TV, menggunakan komputer, bermain game melebihi screen
time yang direkomendasikan.10 Screen time adalah waktu yang digunakan selama terpapar media
elektronik seperti TV, gadget, dan komputer. Menurut American Academy of Pediatrics, screen time
perlu dibatasi yaitu kurang dari dua jam. Penelitian yang dilakukan di Kanada tahun 2006
menunjukkan screen time pada anak mencapai rata-rata lebih dari 4 jam/hari. Sementara penelitian di
Semarang, screen time tertinggi sebesar 5 jam/hari dan terendah 1,82 jam/hari.11 Aktivitas screen time
yang melebihi dari 2 jam dapat meningkatkan 50% resiko mengalami peningkatan IMT dan
kegemukan (Zulfah, 2016).
Boone et al. (2007) menyebutkan bahwa kegiatan menonton televisi, penggunaan laptop,
komputer, handphone dan bermain game console seperti playstation termasuk dalam kegiatan screen
time. Screen time adalah total waktu yang dihabiskan untuk penggunaan media elektronik dalam satu
hari. Penggunaan media elektronik lebih dari dua jam per hari termasuk dalam kategori High Screen
Time (HST) sedangkan kurang dari 2 jam termasuk kategori Low Screen Time (LST). American
Academy Of Pediatric tahun 2001 merekomendasikan screen time pada anak kurang dari 2 jam per
hari. Namun, pada kenyataannya terdapat 65 persen dari anak usia 4 sampai 11 tahun di Amerika yang
menggunakan media elektronik lebih dari sama dengan 2 jam perhari (Anderson et al. 2008).
Intensitas screen time yang tinggi tidak hanya terjadi di negara-negara maju, penelitian Asshidiqie
dan Panunggal (2013) pada anak Sekolah Dasar di Kota Semarang, Indonesia menyebutkan bahwa
66.2 persen anak obesitas usia 9 sampai 12 tahun termasuk dalam kategori high screen time.
Tingginya intensitas screen time seperti menonton televisi kemungkinan akan menyebabkan
perubahan pola konsumsi pangan anak. Hal ini dapat terjadi karena terpaparnya berbagai iklan
makanan ditelevisi sehingga akan menarik perhatian anak untuk mengonsumsinya. Terjadinya
penurunan kualitas konsumsi pangan anak selama penggunaan media elektronik yaitu tingginya
konsumsi makanan siap saji dan rendahnya konsumsi sayur dan buah (Lipsky&Lannotti 2012).
Kecenderungan screen time secara berlebihan akan menjadikan anak bersikap tidak peduli pada
lingkungannya baik dalam lingkungan keluarga, teman, maupun masyarakat (Desiningrum et al.,
2017). Ketidakpedulian anak akan keadaan di sekitarnya dapat menjadikan anak dijauhi bahkan
terasing di lingkungannya. Dengan adanya kemudahan dalam mengakses berbagai media infomasi dan
teknologi, menjadikan anak menjadi malas bergerak dan beraktivitas. Mereka lebih memilih duduk
diam dan menikmati di depan media elektronik. Lambat laun anak akan melupakan kesenangan
bermain dengan teman sebaya maupun dengan keluarganya. Hal tersebut akan berdampak buruk
terhadap kesehatan maupun tumbuh kembang anak. Selain itu, terlalu lama menghabiskan waktu di
depan layar media elektronik akan membuat sosialisasi anak juga mengalami gangguan (Inge Velysta,
2018)
Anak dengan addiksi terhadap internet akan terpapar layar monitor dalam jangka waktu yang lama
sehingga dapat mengganggu durasi dari tidur anak. Hal ini dikarenakan cahaya terang dari monitor
akan menghambat sekresi melatonin yang berperan sebagai desinkronasi eksternal ritme sirkadian
sehingga menghasilkan withdrawal syndrome atau keterlambatan fase tidur (Sarah Nabila & Rika
Lisiswanti., 2017).
C. HASIL ASESMEN
Berdasarkan hasil observasi diatas dapat dilihat pada hari pertama subjek mulai melakukan perilaku
screen time pada pukul 16.34 yang mana subjek sebelumnya pulang dari sekolah pada pukul 15.30
setibanya dirumah pada pukul 16.00 subjek terlebih dahulu mandi dan mengganti bajunya. Ia
melakukan perilaku screen time ini hingga pukul 18.50 yang mana setelah itu subjek bersiap untuk
melakukan ibadah solat maghrib. Subjek Kembali melakukan perilaku screen time pada pukul 19.03
hingga pukul 21.12, setelah itu subjek telah bersiap untuk tidur dan tidur pada pukul pukul 22.00. pada
hari pertama durasi subjek melakukan screen time adalah 265 menit.
Hari kedua subjek mulai melakukan perilaku screen time pada pukul 16.28 setelah ia mandi dan
mengganti pakaiannya. Ia melakukan perilaku itu hingga pukul 18.54 lalu ia bersiap untuk shalat
maghrib. Subjek selesai shalat pada pukul 19.08 dan melakukan perilaku screen time lagi pada pukul
19.10. subjek terus memainkan hp dan tabletnya sampai pada pukul 21.03 lalu ia Menyusun buku dan
bersiap untuk tidur. Pada hari ini durasi screen time yang dilakukan subjek adalah 259 menit yang
mana ini lebih rendah dibandingkan dengan hari sebelumnya.
Hari ketiga subjek mulai bermain gadgetnya pada pukul 16.20, ia tak hanya bermain game pada
gadgetnya tapi dia juga menonton video. Pada pukul 18.55 subjek mematikan gadget yang ia gunakan
ketika ia disuruh shalat oleh ibunya. Subjek pun selesai melaksanakan shalat pada pukul 19.03, lalu
pada pukul 19.05 ia Kembali bermain dengan gadgetnya hingga pukul 21.00 ketika ibu subjek
menyuruhnya untuk berhenti bermain hp dan Menyusun bukunya untuk besok lalu bersiap untuk tidur.
Subjek tdiur pada pukul 22.00. pada hari ketiga durasi screen time subjek adalah 270 menit yang mana
ini adalah durasi terlama diantara 3 hari dilakukannya asesmen. Dapat dilihat bahwa rata-rata durasi
screen time subjek dalam sehari adalah 264 menit perharinya.
● Terapkan biaya respons segera ketika perilaku bermasalah terjadi (jika berlaku)
Selain komponen dasar token ekonomi yang sudah dijelaskan, keberhasilan implementasi token
ekonomi tergantung pada hal-hal tertentu lainnya, yaitu :
1. agen perubahan harus selalu mengirimkan token segera setelah perilaku sasaran yang
diinginkan.
2. agen perubahan harus memuji klien saat mengirimkan token untuk perilaku yang diinginkan.
Pujian adalah penguat terkondisi alami bagi kebanyakan orang, dan menjadi lebih kuat sebagai
penguat ketika dipasangkan dengan token.
3. untuk anak kecil atau individu dengan disabilitas intelektual berat, di awal program, penguat
cadangan harus diberikan kepada klien di saat yang sama token diberikan sehingga
pemasangannya langsung dan tokennya lebih mungkin untuk menjadi penguat terkondisi.
4. Karena token ekonomi adalah buatan dan tidak ditemukan di sebagian besar lingkungan
kehidupan sehari-hari , seperti sekolah, tempat kerja, dan pengaturan rumah, itu harus selalu
dihilangkan secara perlahan sebelum klien meninggalkan program pengobatan. Setelah klien
secara konsisten mencapai kesuksesan, token ekonomi dihentikan, dan kemungkinan alam
penguatan (misalnya, pujian, nilai bagus, dan hasil kerja) digunakan untuk mempertahankan
perilaku yang diinginkan. Pemudaran meningkatkan kemungkinan bahwa perubahan perilaku
akan digeneralisasi dari program pengobatan ke kehidupan sehari-hari. Dalam contoh Sammy,
token ekonomi dihentikan setiap kali dia mencapai 2 minggu untuk pencapaian poin
maksimum atas perilaku yang diinginkan. Ketika penguatan token tidak lagi ada, penguat
alami seperti sebagai pujian, prestasi, dan peningkatan hak istimewa mempertahankan perilaku
yang diinginkan. Ini adalah jenis penguatan yang paling mungkin dia temukan di lingkungan
rumahnya ketika dia keluar dari program.
Penggunaan Token Economy dalam modifikasi perilaku membawa beberapa keuntungan (Ayllon
& Azrin, 1965; Kazdin & Bootzin, 1972; Maag, 1999). Adapun keuntungan dari Token Economy
tersebut adalah sebagai berikut.
Token dapat digunakan untuk memperkuat perilaku target segera setelah perilaku tersebut
terjadi.
Sistematikanya yang sangat terstruktur
Termasuk ke dalam penguat terkondisi umum karena sering dipasangkan dengan berbagai
penguat lainnya.
Token mudah dibagikan dan diakumulasikan untuk penerima
Penguatan token dapat diukur dengan mudah
Penerima token dapat mempelajari berbagai keterampilan yang terlibat dengan
perencanaan ke depan.
Screening yang kedua menggunakan metode observasi. Hasil dari metode observasi yang
telah dilakukan adalah
Gambaran data diperoleh dengan menggunakan kuesioner screen time dan observasi.
Setelah itu, ditentukan langkah selanjutnya mengenai teknik modifikasi perilaku apa yang
akan dilakukan dan siapa yang akan diberikan teknik tersebut
2. Fase Baseline
Berdasarkan hasil screening, subjek melakukan perilaku screen time dengan durasi yang
tinggi dan termasuk dalam kategori High Screen Time. Bagi subjek, perilaku screen time ini
dapat dipicu dari kurangnyaaktivitas lain yang dapat dilakukan selain bermain dengan
gadgetnya. Subjek cenderung tidak memanfaatkan waktu senggang yang ia miliki untuk
bermain game, menonton, menggambar pada gadget yang ia miliki.
Fase ini akan diberikan selama 2 bulan yang mana pada bulan pertama subjek akan
mendapatkan token ekonomi setiap hari dalam 4 minggu dan dapat menukarkannya tiap hari
minggu pada bulan pertama.
Pada bulan kedua subjek akan menerima token ekonomi untuk perilaku yang
diingankan muncul setiap hari per 2 minggu dalam bulan kedua tersebut dan menukarna
setiap 2 minggu, hal ini dikarenakan pada Teknik token ekonomi harus dihentikan secara
perlahan setelah subjek secara konsisten mencapai kesuksesan lalu akan digantikan dengan
penguat alami seperti pujian.
Seminggu setelah bulan kedua subjek hanya akan diberikan penguat alami untuk setiap
perilaku yang diinginkan muncul. 8 hari terakhir subjek tidak akan diberikan treatment sama
sekali.
4. Fase Follow Up
Fase follow up adalah fase untuk mengevaluasi kesungguhan atau ketekunan perilaku
yang diinginkan untuk berubah setelah mengikuti program (Martin & Pear, 2003). Setelah
diberikan treatment modifikasi perilaku dengan Teknik token ekonomi , maka penguji akan
melihat apakah durasi perilaku screen time subjek berkurang dari sebelumnya dengan
observasi dan memberikan kuesioner screen time kepada orang tua subjek lagi.
J. KESIMPULAN
Tujuan dari rancangan modifikasi perilaku ini yaitu untuk memodifikasi perilaku screen time yang
berlebihan. Teknik yang digunakan dalam rancangan modifikasi perilaku ini adalah token ekonomi.
Estimasi waktu yang diperlukan dalam melakukan modifikasi perilaku ini adalah selama 2 bulan 15
hari. Rancangan modifikasi ini telah disetujui dan diikuti secara sukarela oleh orang tua subjek.
DAFTAR PUSTAKA
Inge Velysta Resly. (2018). HUBUNGAN SCREEN TIME DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL
ANAK USIA SEKOLAH DI SD NEGERI WONOSARI BARU GUNUNGKIDUL. Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta dapat diakses
melalui http://digilib.unisayogya.ac.id/4603/1/NASKAH%20PUBLIKASI_INGE%20VELYSTA
%20RESLY_1710201272.pdf
Zulfah Asy Syahida. (2016). PERBEDAAN AKTIVITAS FISIK, SCREEN TIME, DAN PERSEPSI
IBU TERHADAP KEGEMUKAN ANTARA BALITA GEMUK DAN NON-GEMUK DI KOTA
SEMARAN. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang
dapat diakses melalui http://eprints.undip.ac.id/62121/1/894_Zulfah_Asy_Syahidah.pdf
Isna Nurlela Nasution. (2014). SCREEN TIME, ASUPAN LEMAK DAN SERAT SERTA STATUS
GIZI SISWA SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR. Departemen Gizi Masyarakat Fakultas
Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dapat diakses melalui https://adoc.pub/screen-
time-asupan-lemak-dan-serat-serta-status-gizi-siswa-s.html
Sarah Nabila Istiqomah, Rika Lisiswanti. (2017). DAMPAK EKSPOSUR LAYAR MONITOR
TERHADAP GANGGUAN TIDUR DAN TINGKAT OBESITAS PADA ANAK ANAK. Fakultas
Kedokteran, Universitas Lampung. Dapat diakses melalui
http://repository.lppm.unila.ac.id/5088/1/1016-1642-1-PB%20sarah.pdf
Marti, garry., & Pear, Joseph. (2019). BEHAVIOR MODIFICATION WHAT IT IS AND HOW TO
DO IT (11TH ed.). New York, NY : Routledge
LAMPIRAN
DOKUMENTASI
27 NOVEMBER 2022