Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN RANCANGAN MODIFIKASI PERILAKU SCREEN

TIME DENGAN TEKNIK TOKEN EKONOMI

Diajukan Sebagai Tugas Ujian Akhir Semester


Pada Mata Kuliah Modifikasi Perilaku

Dosen Pengampu:
Novita Sari, S.Psi., M.Psi., Psikolog
(198711232019032014)

Disusun Oleh:
Muhammad Ghifary
2007101130087

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2022
RANCANGAN PROGRAM

A. BIODATA SUBJEK
Nama : AK

Pendidikan : SD

Umur : 10 tahun

Alamat : Peuniti

TTL : Banda Aceh, 29 April 2012

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

B. PERMASALAHAN AWAL
Seiring dengan berkembangnya teknologi, permainan balita digantikan oleh permainan yang tidak
memerlukan banyak gerak tubuh. Permainan elektronik, seperti komputer, gadget, atau televisi cukup
dilakukan dengan duduk. Akibatnya balita menjadi kurang aktivitas fisik. Kegiatan duduk sambil
menikmati hiburan elektronik dapat memicu terjadinya kegemukan.10 Tiga dari lima balita biasa
menghabiskan waktu untuk menonton TV, menggunakan komputer, bermain game melebihi screen
time yang direkomendasikan.10 Screen time adalah waktu yang digunakan selama terpapar media
elektronik seperti TV, gadget, dan komputer. Menurut American Academy of Pediatrics, screen time
perlu dibatasi yaitu kurang dari dua jam. Penelitian yang dilakukan di Kanada tahun 2006
menunjukkan screen time pada anak mencapai rata-rata lebih dari 4 jam/hari. Sementara penelitian di
Semarang, screen time tertinggi sebesar 5 jam/hari dan terendah 1,82 jam/hari.11 Aktivitas screen time
yang melebihi dari 2 jam dapat meningkatkan 50% resiko mengalami peningkatan IMT dan
kegemukan (Zulfah, 2016).

Boone et al. (2007) menyebutkan bahwa kegiatan menonton televisi, penggunaan laptop,
komputer, handphone dan bermain game console seperti playstation termasuk dalam kegiatan screen
time. Screen time adalah total waktu yang dihabiskan untuk penggunaan media elektronik dalam satu
hari. Penggunaan media elektronik lebih dari dua jam per hari termasuk dalam kategori High Screen
Time (HST) sedangkan kurang dari 2 jam termasuk kategori Low Screen Time (LST). American
Academy Of Pediatric tahun 2001 merekomendasikan screen time pada anak kurang dari 2 jam per
hari. Namun, pada kenyataannya terdapat 65 persen dari anak usia 4 sampai 11 tahun di Amerika yang
menggunakan media elektronik lebih dari sama dengan 2 jam perhari (Anderson et al. 2008).

Intensitas screen time yang tinggi tidak hanya terjadi di negara-negara maju, penelitian Asshidiqie
dan Panunggal (2013) pada anak Sekolah Dasar di Kota Semarang, Indonesia menyebutkan bahwa
66.2 persen anak obesitas usia 9 sampai 12 tahun termasuk dalam kategori high screen time.
Tingginya intensitas screen time seperti menonton televisi kemungkinan akan menyebabkan
perubahan pola konsumsi pangan anak. Hal ini dapat terjadi karena terpaparnya berbagai iklan
makanan ditelevisi sehingga akan menarik perhatian anak untuk mengonsumsinya. Terjadinya
penurunan kualitas konsumsi pangan anak selama penggunaan media elektronik yaitu tingginya
konsumsi makanan siap saji dan rendahnya konsumsi sayur dan buah (Lipsky&Lannotti 2012).

Kecenderungan screen time secara berlebihan akan menjadikan anak bersikap tidak peduli pada
lingkungannya baik dalam lingkungan keluarga, teman, maupun masyarakat (Desiningrum et al.,
2017). Ketidakpedulian anak akan keadaan di sekitarnya dapat menjadikan anak dijauhi bahkan
terasing di lingkungannya. Dengan adanya kemudahan dalam mengakses berbagai media infomasi dan
teknologi, menjadikan anak menjadi malas bergerak dan beraktivitas. Mereka lebih memilih duduk
diam dan menikmati di depan media elektronik. Lambat laun anak akan melupakan kesenangan
bermain dengan teman sebaya maupun dengan keluarganya. Hal tersebut akan berdampak buruk
terhadap kesehatan maupun tumbuh kembang anak. Selain itu, terlalu lama menghabiskan waktu di
depan layar media elektronik akan membuat sosialisasi anak juga mengalami gangguan (Inge Velysta,
2018)

Anak dengan addiksi terhadap internet akan terpapar layar monitor dalam jangka waktu yang lama
sehingga dapat mengganggu durasi dari tidur anak. Hal ini dikarenakan cahaya terang dari monitor
akan menghambat sekresi melatonin yang berperan sebagai desinkronasi eksternal ritme sirkadian
sehingga menghasilkan withdrawal syndrome atau keterlambatan fase tidur (Sarah Nabila & Rika
Lisiswanti., 2017).
C. HASIL ASESMEN

Har Waktu Jumlah (menit)


i
1 16.34-18.50 265
19.03-21.12
2 16.28-18.54 259
19.10-21.03
3 16.20-18.55 270
19.05-21.00
Rata-rata 264 menit/ hari

Berdasarkan hasil observasi diatas dapat dilihat pada hari pertama subjek mulai melakukan perilaku
screen time pada pukul 16.34 yang mana subjek sebelumnya pulang dari sekolah pada pukul 15.30
setibanya dirumah pada pukul 16.00 subjek terlebih dahulu mandi dan mengganti bajunya. Ia
melakukan perilaku screen time ini hingga pukul 18.50 yang mana setelah itu subjek bersiap untuk
melakukan ibadah solat maghrib. Subjek Kembali melakukan perilaku screen time pada pukul 19.03
hingga pukul 21.12, setelah itu subjek telah bersiap untuk tidur dan tidur pada pukul pukul 22.00. pada
hari pertama durasi subjek melakukan screen time adalah 265 menit.

Hari kedua subjek mulai melakukan perilaku screen time pada pukul 16.28 setelah ia mandi dan
mengganti pakaiannya. Ia melakukan perilaku itu hingga pukul 18.54 lalu ia bersiap untuk shalat
maghrib. Subjek selesai shalat pada pukul 19.08 dan melakukan perilaku screen time lagi pada pukul
19.10. subjek terus memainkan hp dan tabletnya sampai pada pukul 21.03 lalu ia Menyusun buku dan
bersiap untuk tidur. Pada hari ini durasi screen time yang dilakukan subjek adalah 259 menit yang
mana ini lebih rendah dibandingkan dengan hari sebelumnya.

Hari ketiga subjek mulai bermain gadgetnya pada pukul 16.20, ia tak hanya bermain game pada
gadgetnya tapi dia juga menonton video. Pada pukul 18.55 subjek mematikan gadget yang ia gunakan
ketika ia disuruh shalat oleh ibunya. Subjek pun selesai melaksanakan shalat pada pukul 19.03, lalu
pada pukul 19.05 ia Kembali bermain dengan gadgetnya hingga pukul 21.00 ketika ibu subjek
menyuruhnya untuk berhenti bermain hp dan Menyusun bukunya untuk besok lalu bersiap untuk tidur.
Subjek tdiur pada pukul 22.00. pada hari ketiga durasi screen time subjek adalah 270 menit yang mana
ini adalah durasi terlama diantara 3 hari dilakukannya asesmen. Dapat dilihat bahwa rata-rata durasi
screen time subjek dalam sehari adalah 264 menit perharinya.

D. TUJUAN MODIFIKASI PERILAKU


a. Identifikasi Perilaku target
Perilaku yang hendak di modifikasi pada subjek adalah perilaku screen time. Menurut Boone et al.
(2007), screen time adalah kegiatan menonton televisi, penggunaan laptop, komputer, handphone dan
bermain game console seperti playstation termasuk dalam kegiatan screen time.
b. Identifikasi Penyebab Munculnya Perilaku
- Antecendent
Antecedent merupakan segala hal yang dapat mencetuskan perilaku yang dipermasalahkan termasuk
faktor-faktor yang mejadi latar belakang masalah tersebut muncul. Pada kasus ini dan antisendent
yang didapat adalah sebagai berikut:
 Minimnya aktifitas lain yang dapat dilakukan
- Consequency
Consequence merupakan konsekuensi yang menjadi akibat yang harus ditanggung oleh subjek karena
perilaku screen time. Dari hasil refrensi dan observasi didapatkan konsekuensi sebagai berikut:
 Pola makan yang buruk
 Kurangnya aktifitas fisik
 Obesitas
 Kurangya interaksi dengan keluarga, teman, atau orang sekitar
 Kualitas tidur yang buruk

E. TEKNIK MODIFIKASI PERILAKU YANG AKAN DILAKUKAN


Pada prosedur modifikasi perilaku screen time yang berlebihan ini, teknik yang akan digunakan
adalah Token Ekonomi. Token economy merupakan sistem penguatan di mana penguat terkondisi
yang disebut token dikirimkan kepada orang-orang untuk perilaku yang diinginkan, token kemudian
ditukar dengan penguat cadangan. Tujuan dari token ekonomi adalah untuk memperkuat perilaku yang
diinginkan klien yang terlalu jarang terjadi dan untuk mengurangi perilaku mereka yang tidak
diinginkan dalam lingkungan yang terstruktur atau setting Pendidikan.
Token adalah sesuatu yang dikirimkan kepada seseorang segera setelah perilaku yang diinginkan,
diakumulasikan oleh orang tersebut, dan kemudian ditukar dengan cadangan penguat. Dalam token
economy, tingkah laku yang diharapkan muncul bisa diperkuat dengan sesuatu yang diinginkan oleh
anak, sehingga hasil perilaku yang diharapkan bisa ditukar dengan sesuatu yang diinginkan oleh anak
(Sran, 2010) (dalam Rika Vira, dkk. 2020). Karena token dipasangkan dengan penguat lain, itu
menjadi penguat terkondisi yang memperkuat perilaku yang diinginkan yang diikutinya. Penguat
cadangan hanya dapat diperoleh dengan membayarnya dengan token, dan token dapat diperoleh hanya
dengan menunjukkan perilaku yang diinginkan.

Ada beberapa komponen-komponen ekonomi token, yaitu sebagai berikut :


1. Mendefinisikan Perilaku Target
Tujuan dari ekonomi token adalah untuk memperkuat perilaku yang diinginkan pada klien, oleh
karena itu langkah pertama dalam merencanakan ekonomi token adalah mengidentifikasi dan
menentukan perilaku yang diinginkan yang akan diperkuat dalam program. Kriteria utama untuk
memilih perilaku sasaran adalah bahwa perilaku tersebut signifikan secara sosial atau bermakna bagi
orang-orang yang terlibat dalam program. Setelah perilaku target telah diidentifikasi, penting untuk
mendefinisikannya dengan hati-hati.
2. Mengidentifikasi Item untuk Digunakan sebagai Token
Token harus berupa sesuatu yang nyata yang dapat disampaikan oleh agen perubahan segera setelah
setiap contoh perilaku target. Token harus praktis dan nyaman bagi agen perubahan untuk dibawa dan
dikeluarkan di lingkungan perlakuan ketika perilaku target terjadi. Mereka harus dalam bentuk yang
dapat dikumpulkan oleh klien dan, dalam banyak kasus, dibawa bersama mereka.
3. Identifikasi beberapa item lain yang dapat digunakan sebagai token dalam ekonomi token.
Token yang dipilih tidak boleh tersedia dari sumber apa pun selain agen perubahan. Token tidak
efektif jika klien bisa mendapatkannya dari sumber luar. Ini berarti bahwa agen perubahan harus
mencegah klien mencuri token dari satu sama lain atau dari agen perubahan, memalsukan token, dan
memperoleh token dari sumber lain di dalam atau di luar program.
4. Mengidentifikasi Penguat Cadangan
Token memperoleh keefektifannya sebagai penguat terkondisi karena dipasangkan dengan penguat
cadangan; oleh karena itu, efektivitas ekonomi token tergantung pada penguat cadangan. Penguat
cadangan tidak tersedia untuk klien kecuali untuk pembelian dengan token. Membatasi akses ke
penguat cadangan meningkatkan nilai penguatnya karena keadaan deprivasi relatif terbentuk. Namun,
klien tidak dapat dirampas dari hal-hal yang menjadi hak mereka.
5. Memutuskan Jadwal Penguatan yang Tepat
gen perubahan memberikan token bergantung pada contoh perilaku target yang diinginkan. Sebelum
ekonomi token diimplementasikan, mereka harus menentukan jadwal penguatan untuk pengiriman
token. Secara umum, perilaku yang lebih penting atau lebih sulit menerima lebih banyak tanda
daripada perilaku yang kurang penting atau kurang sulit.
6. Menetapkan Nilai Tukar Token
Penguat cadangan harus dibeli dengan token yang diperoleh untuk perilaku yang diinginkan. Dengan
demikian, semua penguat cadangan harus memiliki harga, atau tingkat pertukaran token untuk mereka.
Item yang lebih kecil ditukar dengan lebih sedikit token dan item yang lebih besar dengan lebih
banyak token. Selain itu, agen perubahan harus menentukan jumlah token maksimum yang dapat
diperoleh klien dalam sehari dan menetapkan nilai tukar yang sesuai. Nilai tukar harus sedemikian
rupa sehingga klien dapat memperoleh beberapa penguat cadangan untuk menunjukkan tingkat
perilaku yang diinginkan yang wajar tetapi tidak memperoleh begitu banyak penguat sehingga terjadi
kekenyangan.
7. Menetapkan Waktu dan Tempat untuk Bertukar Token
Secara berkala, klien diizinkan untuk menukar token mereka dengan penguat cadangan. Waktu dan
tempat penukaran sudah direncanakan sebelumnya. Dalam beberapa kasus, ada toko token (yaitu,
ruangan khusus tempat penyimpanan penguat cadangan). Klien yang mendapatkan token tidak
memiliki akses ke ruangan ini kecuali pada waktu yang ditentukan. Ketika mereka memutuskan apa
yang ingin mereka beli, mereka menukar jumlah token yang sesuai dan menerima barangnya.
8. Memutuskan Apakah Akan Menggunakan Biaya Respons
Komponen biaya respons tidak selalu digunakan dengan ekonomi token. Jika ada perilaku yang tidak
diinginkan yang bersaing dengan perilaku yang diinginkan, biaya respons dapat dimasukkan dalam
ekonomi token. Ketika program biaya respons disertakan, itu harus diperkenalkan setelah ekonomi
token telah ada untuk jangka waktu tertentu.Hilangnya token dalam komponen biaya respons akan
efektif sebagai hukuman hanya setelah token telah ditetapkan dengan kuat sebagai penguat yang
dikondisikan untuk peserta.
9. Pelatihan dan Manajemen Staf
Sebelum ekonomi token diimplementasikan untuk pertama kalinya, anggota staf harus menerima
pelatihan dalam penggunaan yang tepat. Supervisor atau manajer harus memantau implementasi dan
menyediakan prosedur manajemen staf yang tepat (seperti pujian, umpan balik, atau pelatihan ulang)
untuk memastikan implementasi yang konsisten dari waktu ke waktu.
Token ekonomi harus diterapkan secara konsisten jika ingin menghasilkan perbaikan dalam perilaku
target. Ini berarti bahwa staf harus memenuhi tanggung jawab berikut:
● Membedakan setiap contoh dari semua perilaku target
● Kirimkan token segera setelah perilaku target, sesuai dengan jadwal penguatan yang benar

● Membedakan setiap contoh dari semua perilaku bermasalah yang teridentifikasi

● Terapkan biaya respons segera ketika perilaku bermasalah terjadi (jika berlaku)

● Pertahankan integritas token dan cegah pencurian atau pemalsuan

● Ketahui nilai tukar dan waktu dan patuhi aturan pertukaran

Selain komponen dasar token ekonomi yang sudah dijelaskan, keberhasilan implementasi token
ekonomi tergantung pada hal-hal tertentu lainnya, yaitu :

1. agen perubahan harus selalu mengirimkan token segera setelah perilaku sasaran yang
diinginkan.
2. agen perubahan harus memuji klien saat mengirimkan token untuk perilaku yang diinginkan.
Pujian adalah penguat terkondisi alami bagi kebanyakan orang, dan menjadi lebih kuat sebagai
penguat ketika dipasangkan dengan token.
3. untuk anak kecil atau individu dengan disabilitas intelektual berat, di awal program, penguat
cadangan harus diberikan kepada klien di saat yang sama token diberikan sehingga
pemasangannya langsung dan tokennya lebih mungkin untuk menjadi penguat terkondisi.
4. Karena token ekonomi adalah buatan dan tidak ditemukan di sebagian besar lingkungan
kehidupan sehari-hari , seperti sekolah, tempat kerja, dan pengaturan rumah, itu harus selalu
dihilangkan secara perlahan sebelum klien meninggalkan program pengobatan. Setelah klien
secara konsisten mencapai kesuksesan, token ekonomi dihentikan, dan kemungkinan alam
penguatan (misalnya, pujian, nilai bagus, dan hasil kerja) digunakan untuk mempertahankan
perilaku yang diinginkan. Pemudaran meningkatkan kemungkinan bahwa perubahan perilaku
akan digeneralisasi dari program pengobatan ke kehidupan sehari-hari. Dalam contoh Sammy,
token ekonomi dihentikan setiap kali dia mencapai 2 minggu untuk pencapaian poin
maksimum atas perilaku yang diinginkan. Ketika penguatan token tidak lagi ada, penguat
alami seperti sebagai pujian, prestasi, dan peningkatan hak istimewa mempertahankan perilaku
yang diinginkan. Ini adalah jenis penguatan yang paling mungkin dia temukan di lingkungan
rumahnya ketika dia keluar dari program.

Penggunaan Token Economy dalam modifikasi perilaku membawa beberapa keuntungan (Ayllon
& Azrin, 1965; Kazdin & Bootzin, 1972; Maag, 1999). Adapun keuntungan dari Token Economy
tersebut adalah sebagai berikut.
 Token dapat digunakan untuk memperkuat perilaku target segera setelah perilaku tersebut
terjadi.
 Sistematikanya yang sangat terstruktur
 Termasuk ke dalam penguat terkondisi umum karena sering dipasangkan dengan berbagai
penguat lainnya.
 Token mudah dibagikan dan diakumulasikan untuk penerima
 Penguatan token dapat diukur dengan mudah
 Penerima token dapat mempelajari berbagai keterampilan yang terlibat dengan
perencanaan ke depan.

F. ESTIMASI WAKTU PELAKSANAAN MODIFIKASI PERILAKU


Estimasi rogram modifikasi perilaku ini dijalankan selama 2 bulan 15 hari.

G. LANGKAH-LANGKAH MODIFIKASI PERILAKU


1. Fase Screening
Fase screening adalah fase untuk mengklasifikan masalah dan menentukan siapa yang
akan diberikan treatment. Pada fase ini pula, terdapat beberapa metode yang digunakan untuk
melakukan screening untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Screening pertama
dilakukan dengan cara meminta orang tua subjek untuk mengisi lembar kuesioner mengenai
screen time yang disusun oleh Zulfah (2016). Kuesioner screen time, menggambarkan
kegiatan anak yang berkaitan dengan penggunaan media elektronik, seperti TV, gadget, dan
smartphone, serta durasinya dalam sehari. Kuesioner diisi oleh ibu. Durasi tiap aktivitas
dicatat dalam satuan menit per hari, kemudian dijumlahkan. Hasilnya kemudian dikategorikan
menjadi Low Screen Time (LST) jika ≤120 menit/hari dan High Screen Time (HST) jika
>120 menit/hari.

Screening yang kedua menggunakan metode observasi. Hasil dari metode observasi yang
telah dilakukan adalah

Gambaran data diperoleh dengan menggunakan kuesioner screen time dan observasi.
Setelah itu, ditentukan langkah selanjutnya mengenai teknik modifikasi perilaku apa yang
akan dilakukan dan siapa yang akan diberikan teknik tersebut

2. Fase Baseline
Berdasarkan hasil screening, subjek melakukan perilaku screen time dengan durasi yang
tinggi dan termasuk dalam kategori High Screen Time. Bagi subjek, perilaku screen time ini
dapat dipicu dari kurangnyaaktivitas lain yang dapat dilakukan selain bermain dengan
gadgetnya. Subjek cenderung tidak memanfaatkan waktu senggang yang ia miliki untuk
bermain game, menonton, menggambar pada gadget yang ia miliki.

Berikut adalah table kegiatan


No Perilaku yang Token Penguat Nilai
diinginkan ekonomi yang cadangan tukar
didapatkan
1 Membaca buku 1 bintang Snack 3
2 Bermain berwarna biru yang bintang
dengan kucing disukai biru/ 1
3 Bersosialisasi oleh snack
dengan subjek
anggota besertas
keluarga pujian
verbal
4 Perilaku screen 1 bintang Rekreasi 6
time < 120 berwarna ke tempat bintang
menit per hari kuning yang kuning
diinginkan
subjek
beserta
pujian
verbal
3. Fase Treatment
Fase treatment adalah fase di mana dilakukan atau diberikan teknik modifikasi perilaku.
Pada fase ini akan diterapkan teknik modifikasi perilaku token ekonomi kepada subjek yang
berupa 2 jenis bintang dengan warna putih dan kuning yang diberikan kepada subjek
tergantung dengan perilaku yang diingankan apa yang muncul.

Fase ini akan diberikan selama 2 bulan yang mana pada bulan pertama subjek akan
mendapatkan token ekonomi setiap hari dalam 4 minggu dan dapat menukarkannya tiap hari
minggu pada bulan pertama.

Pada bulan kedua subjek akan menerima token ekonomi untuk perilaku yang
diingankan muncul setiap hari per 2 minggu dalam bulan kedua tersebut dan menukarna
setiap 2 minggu, hal ini dikarenakan pada Teknik token ekonomi harus dihentikan secara
perlahan setelah subjek secara konsisten mencapai kesuksesan lalu akan digantikan dengan
penguat alami seperti pujian.

Seminggu setelah bulan kedua subjek hanya akan diberikan penguat alami untuk setiap
perilaku yang diinginkan muncul. 8 hari terakhir subjek tidak akan diberikan treatment sama
sekali.

4. Fase Follow Up
Fase follow up adalah fase untuk mengevaluasi kesungguhan atau ketekunan perilaku
yang diinginkan untuk berubah setelah mengikuti program (Martin & Pear, 2003). Setelah
diberikan treatment modifikasi perilaku dengan Teknik token ekonomi , maka penguji akan
melihat apakah durasi perilaku screen time subjek berkurang dari sebelumnya dengan
observasi dan memberikan kuesioner screen time kepada orang tua subjek lagi.

H. PERSIAPAN YANG HARUS DILAKUKAN SEBELUM MELAKUKAN


MODIFIKASI PERILAKU
Yang perlu disiapkan peneliti sebelum melakukan modifikasi perilaku adalah:
- Rancangan Program yang tepat dan efektif
- Cara untuk building rapport dengan subjek
- Informed consent yang berisi penjelasan mengenai teknik modifikasi perilaku yang akan
diterapkan, keuntungan subjek, kerugian yang akan didapat subjek, dan izin dari subjek
- Penawaran bentuk negative reinforcement
- Token ekonomi
- Kriteria penilaian treatment

I. PERTIMBANGAN ETIK YANG HARUS DILAKUKAN


Pertimabang etik yang harus dilakukan yaitu harus memperhatikan data-data yang diperoleh agar
terjamin kerahasiaannya. SAS juga harus melakukan modifikasi perilaku ini dengan sukarela tanpa
ada keterpaksaan. Peneliti juga harus memberikan kejelasan mengenai Teknik yang akan dilakukan,
keuntungan serta kerugian yang akan didapatkan oleh subjek, dan memenuhi setiap hak subjek selama
dilaksanakannya modifikasi perilaku.

J. KESIMPULAN
Tujuan dari rancangan modifikasi perilaku ini yaitu untuk memodifikasi perilaku screen time yang
berlebihan. Teknik yang digunakan dalam rancangan modifikasi perilaku ini adalah token ekonomi.
Estimasi waktu yang diperlukan dalam melakukan modifikasi perilaku ini adalah selama 2 bulan 15
hari. Rancangan modifikasi ini telah disetujui dan diikuti secara sukarela oleh orang tua subjek.
DAFTAR PUSTAKA

Inge Velysta Resly. (2018). HUBUNGAN SCREEN TIME DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL
ANAK USIA SEKOLAH DI SD NEGERI WONOSARI BARU GUNUNGKIDUL. Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta dapat diakses
melalui http://digilib.unisayogya.ac.id/4603/1/NASKAH%20PUBLIKASI_INGE%20VELYSTA
%20RESLY_1710201272.pdf
Zulfah Asy Syahida. (2016). PERBEDAAN AKTIVITAS FISIK, SCREEN TIME, DAN PERSEPSI
IBU TERHADAP KEGEMUKAN ANTARA BALITA GEMUK DAN NON-GEMUK DI KOTA
SEMARAN. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang
dapat diakses melalui http://eprints.undip.ac.id/62121/1/894_Zulfah_Asy_Syahidah.pdf
Isna Nurlela Nasution. (2014). SCREEN TIME, ASUPAN LEMAK DAN SERAT SERTA STATUS
GIZI SISWA SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR. Departemen Gizi Masyarakat Fakultas
Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dapat diakses melalui https://adoc.pub/screen-
time-asupan-lemak-dan-serat-serta-status-gizi-siswa-s.html
Sarah Nabila Istiqomah, Rika Lisiswanti. (2017). DAMPAK EKSPOSUR LAYAR MONITOR
TERHADAP GANGGUAN TIDUR DAN TINGKAT OBESITAS PADA ANAK ANAK. Fakultas
Kedokteran, Universitas Lampung. Dapat diakses melalui
http://repository.lppm.unila.ac.id/5088/1/1016-1642-1-PB%20sarah.pdf
Marti, garry., & Pear, Joseph. (2019). BEHAVIOR MODIFICATION WHAT IT IS AND HOW TO
DO IT (11TH ed.). New York, NY : Routledge
LAMPIRAN
DOKUMENTASI

25 NOVEMBER 2022 26 NOVEMBER 2022

27 NOVEMBER 2022

Anda mungkin juga menyukai