Anda di halaman 1dari 17

9

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)


2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)
Robbins (2003) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap umum
individu pada pekerjaannya, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima
seorang pekerja dengan banyaknya yang pekerja yakini seharusnya diterima.
Definisi lain dikemukakan oleh Church (1995) yang menyatakan bahwa
kepuasan kerja merupakan hasil dari berbagai macam sikap (attitude) yang
dimiliki oleh karyawan. Dalam hal ini dimaksud dengan sikap tersebut adalah halhal yang berhubungan dengan pekerjaan beserta faktor-faktor yang spesifik
seperti pengawasan atau supervisi, gaji dan tunjangan, kesempatan untuk
mendapatkan promosi dan kenaikan pangkat, kondisi kerja, pengalaman
terhadap kecakapan, penilaian kerja yang adil dan tidak merugikan, hubungan
sosial di dalam pekerjaan yang baik, penyelesaian yang cepat terhadap keluhankeluhan dan perlakuan yang baik dari pimpinan terhadap karyawan.
Sementara Mc Nesse Smith (1996) menyatakan bahwa kepuasan kerja
merupakan perasaan pekerja atau karyawan terhadap pekerjaannya, hal ini
merupakan sikap umum terhadap pekerjaan yang didasarkan penilaian aspek
yang berada dalam pekerjaan. Jrges (2003) berpendapat bahwa kepuasan
kerja adalah hasil yang penting dalam aktivitas pasar tenaga kerja. Berdasarkan
pendapat yang dinyatakan oleh beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja atau job satisfaction ialah perasaan yang dirasakan oleh
karyawan terhadap pekerjaannya dan juga karena faktor-faktor yang mendukung
dalam menyelesaikan pekerjaannya, seperti supervisi, gaji dan tunjangan,

10

kesempatan untuk mendapatkan promosi dan kenaikan pangkat, kondisi kerja,


pengalaman terhadap kecakapan, penilaian kerja yang adil dan tidak merugikan,
hubungan sosial didalam pekerjaan yang baik, penyelesaian yang cepat
terhadap keluhan-keluhan dan perlakuan yang baik dari pimpinan terhadap
karyawan.

2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)


Menurut Rivai (2006, p.478) Faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan
kerja karyawan pada dasarnya secara praktis dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu: faktor intrinsik dan faktor ektrinsik. Faktor intrinsik ialah faktor
yang berasal dari diri karyawan dan dibawa oleh setiap karyawan sejak mulai
bekerja ditempat pekerjaannya. Faktor ekstrinsik ialah menyangkut hal-hal yang
berasal dari luar diri karyawan, antara lain kondisi fisik, lingkungan kerja, interaksi
dengan karyawan lain, sistem penggajian, dan lain sebagainya.
Hasibuan (2003) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja di pengaruhi
oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1. Balas jasa yang adil dan layak
2. Penempatan yang tepat dan sesuai dengan keahlian
3. Suasana dan lingkungan pekerjaan
4. Berat ringannya pekerjaan
5. Peralatan yang menunjang
6. Sikap pemimpin dalam kepemimpinannya

2.1.3 Teori Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)


Berikut beberapa teori kepuasan kerja yang dikemukakan oleh beberapa
ahli:

11

A. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)


Konsep Maslow tentang hierarki kebutuhan berasumsi bahwa kebutuhan
yang lebih rendah tingkatannya harus dipuaskan terlebih dahulu sebelum
kebutuhan yang lebih tinggi. Lima kebutuhan yang membentuk hirarki
kebutuhan ini merupakan kebutuhan-kebutuhan konotatif, artinya bercirikan
motivasi. Kebutuhan ini sering kali disebut kebutuhan dasar (Maslow dalam
Feist & Feist, 2008).
(Maslow, 1970: Feist & Feist, 2008) mendata kebutuhan-kebutuhan
berikut berdasarkan potensinya:
1. Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan paling dasar setiap orang adalah kebutuhan-kebutuhan
fisiologis seperti makanan, air, oksigen, mempertahankan suhu tubuh,
dan sebagainya.
2. Kebutuhan akan rasa aman
Setelah kebutuhan dasar terpenuhi, mereka mulai termotivasi oleh
kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan rasa aman diantarnya: rasa aman
dari perang, terorisme, penyakit, rasa takut, rasa cemas, bahaya,
kerusuhan, dan bencana alam. Kebutuhan terhadap hukum, aturan dan
struktur juga menjadi bagian dari kebutuhan akan rasa aman.
3. Kebutuhan untuk dicintai
Setelah terpenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa aman, manusia mulai
termotivasi oleh kebutuhan untuk dicintai dan dimiliki, seperti: dorongan
untuk bersahabat, keinginan memiliki pasangan dan memiliki keturunan,
kebutuhan untuk melekat pada sebuah keluarga, lingkungan bertetangga
dan berbangsa.

12

4. Kebutuhan untuk dihargai


Setelah kebutuhan dimiliki dan dicintai, manusia akan bebas mengejar
kebutuhan untuk dihargai yang mencakup penghargaan diri, keyakinan,
kompetensi, dan pengetahuan bahwa orang lain memandang mereka
dengan perasaan menghargai.
5. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri
Kebutuhan aktualisasi diri mencakup pemenuhan diri (self-fulfillment),
realisasi semua potensi, dan keinginan untuk menjadi kreatif dalam
makna-kata sepenuhnya.

B. Teori dua faktor Herzberg (Herzbergs two factor theory)


Teori dua faktor (two factor theory) dikemukakan oleh seorang psikolog
yang bernama Frederick Herzberg. Keyakinan bahwa hubungan seorang individu
dengan pekerjaan adalah mendasar dan bahwa sikap seorang terhadap
pekerjaan bisa sangat baik menentukan keberhasilan atau kegagalan (Herzberg,
1996). Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas
menurut Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor
pemotivasian (motivativational factors) karena kondisi itu diperlukan untuk
memelihara tingkat kepuasan yang layak (Herzberg, 1996). Faktor pemeliharaan
disebut pula dissatisfiers, hygiene factors, job context, extrinsic factors,
sedangkan faktor pemotivasian disebut juga dengan satisfiers, motivators, job
content, intrinsic factors.
Herzberg menyebutkan faktor pemeliharaan atau hygiene factor sebagai
berikut (Herzberg et al 1959, Schwab dan Heneman 3, 1970; Whittset and
Winslow, 1967; Gibson et al, 1997; Gerstmann, 2001):

13

1. Kebijakan perusahaan dan administrasi (company policies). Kebijakan


yang dilakukan adil bagi karyawan. Yang termasuk dalam kebijakan
perusahaan dan administrasi ialah semua yang berkaitan dengan
prosedur yang dilakukan perusahaan dalam mengatur jalannya pekerjaan
diperusahaan.
2. Supervisi (supervision). Bimbingan dan bantuan teknis yang diberikan
atasan kepada karyawan, diantaranya: bimbingan, dorongan, semangat,
bantuan teknis, komunikasi informasi.
3. Hubungan interpersonal dengan rekan kerja. Derajat kesesuaian yang
dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya. Bagi
kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial
oleh karena itu mempunyai rekan kerja yang ramah, membina hubungan,
mendukung pelaksanaan tugas, dapat diajak bekerja sama, mempunyai
rasa kesatuan yang kuat akan menghantarkan seorang karyawan kepada
kepuasan kerja yang meningkat.
4. Hubungan interpersonal dengan atasan. Perilaku atasan juga merupakan
unsur utama dari kepuasan kerja pada umumnya. Kepuasan kerja
karyawan akan meningkat apabila pimpinan bersifat ramah, dapat
memahami, memberikan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan
pandapat

pegawai,

menunjukkan

suatu

pribadi

pada

karyawan,

memberikan kebebasan karyawan untuk berpendapat, mengkritik atau


memberi saran, kerja sama, cara komunikasi.
5. Gaji (salary). Imbalan yang sesuai dengan hasil kerja karyawan.
Karyawan menginginkan sistem upah yang dipersepsikan sebagai adil,
tidak

meragukan,

segaris

dengan

pengharapan

karyawan.

Upah

dipandang adil apabila didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat

14

keterampilan individu, standar pengupahan komunitas kemungkinan


besar akan menghasilkan kepuasan.
6. Keamanan kerja (security). Rasa aman yang dirasakan karyawan
terhadap lingkungan kerja, suasana kerja yang aman baik berupa materil
maupun nonmaterial.
7. Kondisi kerja (working conditions). Lingkungan kerja yang baik dan
nyaman akan memudahkan karyawan untuk mengerjakan tugas dengan
baik. Lingkungan kerja yang nyaman dapat dinilai dari fasilitas yang
bersih dan modern, peralatan atau perlengkapan kantor yang memadai,
lingkungan kerja yang tenang dan aman.
Herzberg menjelaskan faktor motivator (Herzberg et al 1959, Schwab dan
Heneman 3, 1970; Whittset and Winslow, 1967; Gibson et al, 1997; Gerstmann,
2001):
1. Prestasi (achievement). Keberhasilan menyelesaikan tugas, besar
kecilnya karyawan mencapai prestasi kerja yang tinggi, melakukan
pekerjaan yang terbaik, berprestasi, penilaian prestasi kerja dilakukan
secara konsisten, adil, objektif, komitmen terhadap prestasi yang di capai
selama bekerja.
2. Penghargaan

(recognition).

Besar

kecilnya

penghargaan

atau

penghormatan, pujian, pengakuan dari atasan yang diberikan kepada


karyawan atas kinerjanya.
3. Kenaikan pangkat (advancement). Kesempatan untuk maju yang dicapai
selama bekerja. Yang termasuk dalam kenaikan pangkat ialah kebijakan
promosi yang adil. Karyawan berusahan mendapatkan kebijakan praktek
promosi yang adil. Promosi memberikan kesempatan untuk pertumbuhan

15

pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, status sosial yang meningkat
dan kesempatan untuk maju.
4. Pekerjaan itu sendiri (work it self). Besar kecilnya tantangan bagi tenaga
kerja dari pekerjaannya. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan
yang

memberi

kesempatan

untuk

menggunakan

keterampilan,

menawarkan beragam tugas, kebebasan, umpan balik mengenai betapa


baik

karyawan

bekerja.

Pada

kondisi

tantangan

yang

sedang,

kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.


5. Tanggung jawab (responsibility). Tanggung jawab yang diemban atau
dimiliki seseorang terhadap tugas yang harus diselesaikan, diberi
kekuasaan, kewenangan untuk melaksanakan dan menyelesaikan
pekerjaannya sebagai tanggung jawab, sanksi yang tegas atas sikap dari
pelaksanaan tugas.
Herzberg

(2006)

selanjutnya

menetapkan

bahwa

kepuasan

dan

ketidakpuasan kerja adalah dua hal yang berbeda. Teori ini membedakan dua
kelompok faktor pekerjaan. Kelompok yang pertama berhubungan dengan aspek
intrinsik pekerjaan yang disebut sebagai faktor motivator atau faktor intrinsik.
Kelompok kedua berhubungan dengan lingkungan pekerjaan atau faktor ektrinsik
pekerjaan (Yuen, 1986; Moorhead dan Griffin, 1992).
Secara ringkas, dinyatakan oleh Herzberg (1996), bahwa hygiene factor
atau faktor pemeliharaan menyebabkan banyak ketidakpuasan bila faktor
tersebut tidak ada, tetapi memberi motivasi jika faktor itu ada. Sebaliknya
motivator membimbing kearah motivasi yang kuat dan pemuasan bila faktor itu
ada, tetapi tidak menyebabkan ketidakpuasan jika faktor tersebut tidak ada.

16

Not Satisfied

Satisfied

Motivators
Hygienes
Dissatisfied

Not Satisfied

Gambar 2.1
Teori Dua Faktor Herzbergs
Sumber: Leadership: Enhancing The Lessons Of Experience, 2006

C. Teori ERG Alderfer


Alderfer hanya melibatkan tiga rangkaian kebutuhan (dalam Ivancevich,
John M., Robert Konopaske., Michael T. Matteson, 2006) yaitu:
1. Eksistensi (existance)
Kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor-faktor seperti makanan, udara,
imbalan dan kondisi kerja.
2. Hubungan (relatedness)
Kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan interpersonal yang
berarti.
3. Pertumbuhan (growth)
Kebutuhan yang terpuaskan jika individu membuat kontribusi yang
produktif atau kreatif.

D. Teori Keseimbangan (Equity Theory)


Menurut Adam (dalam Donovan, 2001) komponen dari teori ini adalah
input, outcome, comparison person, dan equity in equity. Wexley dan Yukl dalam
Mangkunegara (2001), menyatakan bahwa input adalah semua nilai yang

17

diterima karyawan yang dapat menunjang pelaksanaan kerja, seperti pendidikan,


pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja. Outcome adalah
semua nilai yang diperoleh yang dirasakan karyawan, seperti upah, keuntungan
tambahan, status simbol, pengenalan kembali, kesempatan untuk berkembang,
berprestasi dan mengekspresikan diri. Comparison person adalah seorang
karyawan dalam organisasi yang sama, seorang karyawan dalam organisasi
yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya. Menurut teori
ini, puas atau tidaknya karyawan merupakan hasil pembanding antara input dan
outcome dirinya dengan comparison person. Jika input, outcome dan comparison
person dirasakan seimbang (equity), maka karyawan itu merasa puas, namun
apabila terjadi ketidakseimbangan maka karyawan tersebut akan merasa tidak
puas.
Dari beberapa pendapat teori diatas, peneliti menggunakan teori dua
faktor milik Herzberg sebagai landasan teori untuk penelitian kali ini. Alasan
peneliti menggunakan teori dua faktor, karena ada beberapa faktor dan
pertimbangan yang sesuai dengan kondisi di PT. Panarub Industry. Berdasarkan
data yang diperoleh dari hasil wawancara dan obeservasi sebelumnya, peneliti
mendapatkan beberapa alasan utama yang menyebabkan karyawan untuk
mengundurkan diri, diantaranya:
1. Gaji
2. Ketidakpuasan pada atasan
3. Perkembangan karir
4. Beban kerja
5. Wiraswasta
Selain alasan utama diatas, ada beberapa alasan lain yang menyebabkan
karyawan mengundurkan diri, alasan lainnya ada dilampiran pada tabel 2.1. Dari

18

alasan-alasan tersebut dapat diidentifikasi ke dalam hygiene factor atau


motivator factor yang paling berpengaruh terhadap pengunduran diri karyawan.
Maka dari itu penelitian kali ini menggunakan teori Herzberg untuk mengetahui
faktor mana yang paling berpengaruh terhadap pengunduran diri karyawan PT.
Panarub Industry.

2.1.4 Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja


Menurut Robbins (2006) ketidakpuasan karyawan dapat dinyatakan
dalam sejumlah cara, yaitu:
-

Keluar (exit): perilaku yang ditunjukkan untuk meninggalkan organisasi,


termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.

Pengabaian (neglect): secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih


buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan secara terus
menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.

Aspirasi (voice): secara aktif dan konstruktif mengusahakan suatu kondisi,


termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan
atasan, dan beberapa bentuk aktifitas serikat kerja.

Kesetiaan (loyalty): secara pasif tetapi optimistis menunggu kondisi


membaik, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan
kecaman ekternal serta mempercayai organisasi dan manajemennya
untuk melakukan hal yang benar.

2.2 Turnover
2.2.1 Pengertian Turnover
Cascio (1987) mendefinisikan turnover sebagai berhentinya hubungan
kerja secara permanen antara perusahaan dengan karyawannya. Maier (dalam

19

Mobley, 1986) dan Staw (1991) mengartikan turnover sebagai perpisahan antara
perusahaan dan pekerja. Mobley (1986) menyatakan bahwa turnover adalah
berhentinya individu sebagai anggota sebuah organisasi yang disertai pemberian
imbalan uang oleh organisasi yang bersangkutan. Scott (1997) mendefinisikan
gejala turnover sebagai perpindahan tenaga kerja dari dan ke sebuah
perusahaan.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
turnover ialah keluar masuknya pekerja dari suatu organisasi secara permanen.
Turnover juga dapat menunjukkan ketidakstabilan karyawan. Semakin tinggi
turnover, maka akan semakin sering terjadi pergantian karyawan dalam suatu
perusahaan tersebut. Menurut Flippo (1984, p.547) dalam bukunya Personal
Management, disebutkan bahwa turnover dapat ditinjau dari beberapa sudut
pandang, diantaranya:
-

Dari sudut pandang organisasi


Turnover dapat memberikan gambaran mengenai biaya yang tidak kecil,
yang menyangkut hilangnya nilai perekrutan, pelatihan, investasi
pemasyarakatan, biaya terjadinya perselisihan dan pergantian karyawan,
serta berbagai macam biaya yang tidak langsung.

Dari sudut pandang individual


Turnover dapat ditinjau bahwa keputusan karyawan untuk berhenti dapat
berarti keinginannya untuk meningkatkan karir diluar perusahaan atau
dapat pula kehilangan kesempatan kerja yang diperoleh diperusahaan
yang lama, yang tidak akan diperoleh diperusahaan barunya.

Dari sudut pandang masyarakat


Turnover dapat dikaitkan dengan mobilitas dan perpindahan ke industri
dan organisasi baru yang penting bagi perkembangan ekonomi atau

20

sebaliknya

dapat

mengakibatkan

produktivitas

yang

rendah

dan

perkembangan kerja yang tidak wajar atau semestinya.


Abelson (1987) juga menyatakan bahwa sebagian besar karyawan yang
meninggalkan organisasi karena alasan sukarela dapat dikategorikan atas
perpindahan kerja sukarela yang dapat dihindarkan (avoidable voluntary
turnover) dan perpindahan kerja sukarela yang tidak dapat dihindarkan
(unavoidable voluntary). Avoidable voluntary turnover dapat disebabkan karena
alasan berupa gaji, kondisi kerja, atasan atau ada organisasi lain yang dirasakan
lebih baik. Unavoidable voluntary turnover dapat disebabkan oleh perubahan
jalur karir atau faktor keluarga.

2.2.2 Pengukuran TurnOver


Beberapa cara pengukuran tingkat turnover menurut Mowdey dkk (dalam
Sunarso, 2000) adalah sebagai berikut:
1. Rata-rata masa kerja, yakni jumlah masa kerja tiap karyawan dibagi
jumlah karyawan
2. Tingkat pertambahan adalah jumlah karyawan baru pada satu periode
dibagi rata-rata jumlah karyawan pada periode tersebut
3. Tingkat pemisahan diri, adalah jumlah karyawan yang memisahkan diri
dari perusahaan untuk satu periode dibagi rata-rata karyawan pada
periode tersebut.
4. Tingkat stabilitas adalah jumlah karyawan yang tetap menjadi anggota
yang tetap menjadi anggota perusahaan itu dari awal hingga akhir satu
periode dibagi jumlah karyawan pada awal periode tersebut.

21

5. Tingkat ketidakstabilan adalah banyaknya karyawan yang keluar dari


perusahaan itu dari awal hingga satu periode dibagi jumlah karyawan
pada awal periode tersebut.
6. Tingkat ketahanan adalah jumlah karyawan baru yang tetap menjadi
karyawan dalam satu periode dibagi jumlah karyawan baru.
7. Tingkat kehilangan adalah jumlah karyawan baru yang keluar dalam satu
periode dibagi jumlah karyawan baru.
Formulasi yang paling sering digunakan menurut Mobley dan Seashore,
dkk (1986) adalah rumus pengukuran karyawan sebagai berikut:

LSP =
Keterangan:
LSP

= Laju seluruh pergantian karyawan

= Jumlah keseluruhan pengunduran diri pada jarak yang berbeda,


misalnya bulan dan tahun

= Jumlah rata-rata karyawan dalam daftar gaji yang telah ditelaah

2.2.3 Manfaat dan Kerugian Turnover


2.2.3.1 Manfaat Turnover
Menurut Yoder dan Paul Staudohar (1986, p.304) dalam bukunya
Personnel Management & Industrial Relations berpendapat bahwa:
Bagaimanapun, disisi lain turnover juga dapat memberikan
manfaat. Dengan adanya turnover, maka terbukalah kesempatan dalam
membawa orang baru dalam segala kemampuan dan ide-ide baru dalam
suatu organisasi. Keuntungan finansial juga dapat diperoleh dari turnover
tersebut. Misalnya dalam beberapa jenis pekerjaan, produktivitas yang
dihasilkan tidak sesuai dengan tingkat kemampuan karyawan. Bila
karyawan tersebut keluar, dapat digantikan dengan karyawan baru
dengan gaji yang lebih rendah dan sesuai dengan produktifitas yang

22

dihasilkan. Turnover juga dapat mengurangi biaya pendanaan pensiun


dalam suatu organisasi atau perusahaan

2.2.3.2 Kerugian Turnover


Kerugian yang ditimbulkan akibat turnover menurut Winterton (2004),
ialah:
1. Menghabiskan biaya yang cukup banyak untuk proses pergantian
karyawan
2. Perusahaan mempertahankan pengetahuan dan keahlian bagi karyawan
yang meninggalkan perusahaan
3. Perusahaan

perlu

mengeluarkan

biaya

untuk

pendidikan

dan

pengembangan.

2.3 Hubungan Kepuasan Kerja dengan Turnover


Mitchell (1982), menyebutkan ada empat hal yang merupakan akibat dari
ketidakpuasan kerja, yaitu turnover, absensi, kesehatan, produktivitas. Turnover
dan absensi merupakan akibat langsung yang muncul karena tidak adanya
kepuasan kerja pada karyawan suatu perusahaan. Karyawan yang melakukan
turnover pada umumnya ditemukan sebabnya kerena mereka tidak puas dengan
manajemen perusahaan, kualitas dan sifat dari kondisi kerja, besarnya upah,
perasaan diperlakukan secara tidak adil oleh perusahaan dan mutu pengawasan
yang tidak memadai. Kondisi tersebut akan membuat karyawan merasa
dikecewakan dan tidak dihargai (Sunarso, 2000). Trevor (2001) dalam San
Hwang dan Huei Kuo (2006, p.255) menguatkan pendapat serupa dengan hasil
yang nyata mengenai hubungan antara kepuasan kerja dengan turnover yang
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang negatif antara kepuasan kerja dan
turnover.

23

Menurut Hamdia Mudor dan Phadet Tooksoon (2011, p.41 49), hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa kepuasan kerja secara langsung berpengaruh
pada turnover dengan hubungan negatif. Dengan kata lain, kepuasan kerja dapat
mengurangi perilaku pengunduran diri karyawan begitu juga sebaliknya.
Organisasi perlu mengambil pertimbangan tentang kepuasan kerja dan
menerapkan praktek HRM ditempat kerja untuk mengurangi turnover dan
mendapatkan tujuan organisasi. Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa,
jika karyawan memiliki kepuasan kerja (job satisfaction) yang tinggi maka
semakin kecil kemungkinan karyawan untuk resign dan begitu juga sebaliknya.

2.4 Penelitian Terdahulu


Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan intensi turnover dan
kepuasan kerja. Narwisan (2008), melakukan penelitian dengan judul Hubungan
antara kepuasan kerja dengan intensi turnover pada karyawan PT. PG. Kebon
Agung Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
kepuasan kerja dengan intensi turnover. Sedangkan metode penelitian dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan skala likert. Hasil dari penelitian ini
didapatkan koefisien korelasi r = -0,473 dan p = 0,001. Ini berarti bahwa ada
hubungan negatif yang sangat signifikan antara kepuasan kerja dengan intensi
turnover. Artinya bahwa apabila kepuasan kerja karyawan tinggi, maka akan
diikuti dengan intensi turnover karyawan yang rendah. Dan sebaliknya, jika
kepuasan kerja karyawan rendah, maka akan diikuti dengan intensi turnover
karyawan yang tinggi.
Heni Triastuti dan B. Anggun Hilendri. L (2007), dengan judul Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap turnover intention auditor dengan locus of
control sebagai variable moderator. Ada beberapa tujuan dari penelitian ini,

24

salah satunya ialah untuk menganalisis dan mendapatkan bukti empiris tentang
pengaruh kepuasan kerja terhadap turnover intention. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan metode kuesioner dengan cara mail survey.
Kuesioner terdiri dari 38 pertanyaan dengan jawaban seberapa jauh responden
setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaanpertanyaan yang diajukan dalam
kuesioner. Hasil peneltian ini adalah terdapat pengaruh negatif antara kepuasan
kerja (job Satisfaction JSC) terhadap keinginan untuk berpindah (turnover
intention TI). Sedangkan penelitian Noermijati (2008) yang berjudul Aktualisasi
teori Herzberg, suatu kajian terhadap kepuasan kerja manajer operasional
penelitian di perusahaan kecil yang memproduksi rokok sigaret kretek tangan di
wilayah Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber kepuasan
manajer operasional dengan menggunakan teori dua faktor Herzberg. Metode
dalam penelitian ini eksplanatoris. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa teori dua
faktor Herzberg tidak bisa sepenuhnya diterapkan atau diaktualisasikan bagi para
manajer operasional di perusahaan kecil yang memproduksi rokok SKT.

2.5 Kerangka Berpikir


PT. Panarub Industry sudah berdiri selama 36 tahun dan mendapatkan
kepercayaan dari perusahaan asing seperti perusahaan Adidas. PT. Panarub
Industry dipercaya memproduksi sepatu untuk pertandingan-pertandingan besar
dunia. Dengan mempertahankan kepercayaan dari perusahaan asing, maka PT.
Panarub Industry harus meningkatkan kepercayaan dan hasil produktivitasnya.
Hal tersebut dapat diatasi dengan adanya sumber daya manusia yang cukup
besar di Indonesia. Namun pada tiga tahun terakhir PT. Panarub Industry
menunjukkan tingkat turnover yang cukup tinggi.

25

Turnover mempengaruhi keefektifan perusahaan dan juga berakibat pada


meningkatnya biaya investasi pada sumber daya manusia (SDM). Selain itu
dapat menyebabkan ketidakstabilan dan ketidakpastian terhadap kondisi tenaga
kerja karyawan. Hal ini dapat berimplikasi pada kinerja perusahaan.
Di PT. Panarub Industry angka turnover dari bulan Januari sampai Juni
tahun 2011 mencapai 8%, jika diestimasikan menjadi satu tahun, maka angka
turnover menjadi 16%. Harapan perusahaan pada tingkat turnover ialah 2,4%.
Dari selisih angka turnover, terlihat masih ada gap yang terjadi. Pada penelitian
kali peneliti menggunakan teori dua faktor milik Herzberg. Tujuannya untuk
melihat variabel-variabel yang rendah pada hygiene factor dan motivator factor.

2.6 Hipotesis
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Herzberg, hygiene factor
menyebabkan ketidakpuasan bila faktor tersebut tidak ada, tetapi memberikan
kepuasan kerja yang kuat jika faktor itu ada. Sebaliknya, motivator factor
membimbing kearah kepuasan kerja yang kuat dan pemuasan bila faktor itu ada,
tetapi tidak menyebabkan ketidakpuasan jika faktor tersebut tidak ada.
Berikut hipotesis untuk penelitian kali ini:
Ha: Ada variabel-variabel yang rendah pada hygiene factor dan variabel
motivator factor
H0: Tidak ada variabel-variabel yang rendah pada hygiene factor dan variabel
motivator factor

Anda mungkin juga menyukai