Anda di halaman 1dari 39

Panduan

Asesmen Pasien
ASESMEN PASIEN

1. TUJUAN
• pengumpulan data yang komprehensif untuk menilai kondisi dan masalah pasien
• identifikasi kondisi yang mengancam nyawa
• intervensi segera
• tatalaksana cedera yang tidak mengancam nyawa dan manajemen transfer

2. PENGERTIAN
• asesmen pasien: adalah serangkaian proses yang berlangsung sejak dari fase pre-rumah
2
sakit hingga manajemen pasien di rumah sakit.
• asesmen tempat kejadian: suatu tindakan yang dilakukan oleh paramedis saat tiba di
tempat kejadian.
• asesmen awal: suatu proses untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang
mengancam nyawa, berfokus pada tingkat kesadaran pasien, stabilisasi leher dan tulang
belakang, menjaga patensi jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
• Asesmen segera-kasus trauma: dilakukan terhadap pasien yang mengalami cedera
signifikan untuk mengidentifikasi cedera yang berpotensi mengancam nyawa. Perkirakan
juga derajat keparahan cedera, tentukan metode transfer, dan pertimbangkan Bantuan Hidup
Lanjut.
• Yang dimaksud dengan cedera signifikan adalah tabrakan motor; tabrakan mobil-pejalan
kaki; penetrasi pada kepala, dada, atau perut; terjatuh melebihi jarak 6 meter (dewasa) dan
3 meter (anak).
• Asesemen segera-kasus medis: dilakukan terhadap pasien yang tidak sadar, delirium,
atau disorientasi; berupa identifikasi segera kondisi yang berpotensi mengancam nyawa.
• Asesmen terfokus-kasus trauma: dilakukan terhadap pasien yang tidak mengalami
cedera signifikan, dan telah dipastikan tidak memiliki cedera yang dapat mengancam
nyawa. Berfokus pada keluhan utama pasien.
• Asesmen terfokus-kasus medis: dilakukan pada pasien yang sadar, memiliki orientasi
baik, dan tidak mempunyai kondisi yang mengancam nyawa. Berfokus pada keluhan utama
pasien.
• Asesmen secara mendetail: hanya dilakukan jika terdapat jeda waktu di tempat kejadian
saat menunggu ambulans tiba atau pada saat transfer ke rumah sakit. Pemeriksaan
dilakukan dari
kepala-kaki untuk mengidentifikasi masalah yang tidak mengancam nyawa yang
dimiliki oleh pasien.
• Asesmen berkelanjutan: dilakukan selama transfer terhadap semua pasien,
untuk mengidentifikasi adanya perubahan pada kondisi pasien, berupa
3
perburukan/perbaikan kondisi.

3. URUTAN ASESMEN PASIEN


Urutan asesmen ini diterapkan pada seluruh pasien tanpa kecuali. Asesmen ini terbagi
menjadi 5 bagian, yaitu:
1) Asesmen tempat kejadian
2) Asesmen awal
3) Asesmen segera dan terfokus
4) Asesmen secara mendetail
5) Asesmen berkelanjutan

A. ASESMEN TEMPAT KEJADIAN


a) Amankan area
b) Gunakan alat pelindung diri
c) Kenali bahaya dan hindari cedera lebih lanjut
d) Panggil bantuan (ambulans, polisi, pemadam kebakaran)
e) Observasi posisi pasien
f) Identifikasi mekanisme cedera
g) Pertimbangkan stabilisasi leher dan tulang belakang
h) Rencanakan strategi untuk melindungi barang bukti dari tempat kejadian.

B. ASESMEN AWAL
a) Keadaan umum:
- identifikasi keluhan utama/mekanisme cedera
- tentukan status kesadaran (dengan Glasgow Coma Scale-GCS) dan orientasi
3
iii. temukan dan atasi kondisi yang mengancam nyawa

b) Jalan napas:

- pastikan patensi jalan napas (head tilt dan chin-lift pada pasien kasus medik,
dan jaw thrust pada pasien trauma).
- fiksasi leher dan tulang belakang pada pasien dengan risiko cedera spinal
- identifikasi adanya tanda sumbatan jalan napas (muntah, perdarahan, gigi
patah/hilang, trauma wajah)
- gunakan oropharyngeal airway (OPA) / nasopharyngeal airway (NPA) jika
perlu.
c) Pernapasan:
- lihat (look), dengar (listen), rasakan (feel); nilai ventilasi dan oksigenasi
- buka baju dan observasi pergerakan dinding dada; nilai kecepatan dan
kedalaman napas
- nilai ulang status kesadaran
- berikan intervensi jika ventilasi dan atau oksigenasi tidak adekuat (pernapasan
< 12x/menit), berupa: oksigen tambahan, kantung pernapasan (bag-valve
mask), intubasi setelah ventilasi inisial (jika perlu). Jangan menunda defibrilasi
(jika diperlukan)
- Identifikasi dan atasi masalah pernapasan lainnya yang mengancam nyawa

d) Sirkulasi:
- Nilai nadi dan mulai Resusitasi Jantung-Paru (RJP) jika diperlukan
1. Jika pasien tidak sadar, nilai arteri karotis
2. Jika pasien sadar, nilai arteri radialis dan bandingkan dengan
arteri karotis
3
3. Untuk pasien usia ≤ 1 tahun, nilai arteri brakialis
- Atasi perdarahan yang mengancam nyawa dengan memberi tekanan langsung
(direct pressure)dengan kassa
bersih.

- Palpasi arteri radialis: nilai kualitas (lemah/kuat), kecepatan denyut (lambat,


normal, cepat), teratur atau tidak.
- Identifikasi tanda hipoperfusi / hipoksia (capillary refill, warna kulit, nilai
ulang status kesadaran). Atasi hipoperfusi yang terjadi.

e) Identifikasi prioritas pasien: kritis, tidak stabil, berpotensi tidak stabil, stabil

- Pada pasien trauma yang mempunyai mekanisme cedera signifikan, lakukan


asesmen segera-kasus trauma dan imobilisasi spinal.
- Pada pasien medis yang tidak sadar, lakukan asesmen segera.

C. ASESMEN SEGERA DAN TERFOKUS

1) Asesmen segera: dilakukan pada pasien yang mengalami mekanisme


cedera signifikan atau pasien medis yang tidak sadar di tempat kejadian sambil
mempersiapkan transfer pasien.
- Kasus Medis – Tidak Sadar

1. Pertahankan patensi jalan napas


2. Periksa kepala, leher, dada, abdomen, pelvis, anggota gerak, dan tubuh
bagian belakang

3. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna

4. Nilai SAMPLE:

a. S = sign& symptoms - tanda dan gejala, keluhan


utama b. A = alergi
c. M = medikasi / obat-obatan
d. P = penelusuran riwayat penyakit terkait

e. L = last oral intake / menstrual period – asupan


makanan terkini / periode mestruasi terakhir

f. E = etiologi penyakit

5. Inisiasi intervensi yang sesuai

6. Transfer sesegera mungkin

7. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh

8. Lakukan asesmen berkelanjutan

- Trauma

1. Dilakukan pada pasien, baik sadar maupun tidak sadar, yang


mengalami mekanisme cedera signifikan untuk mengidentifikasi cedera yang
mengancam nyawa.

2. Imobilisasi spinal dengan collar-neck

3. Nilai status kesadaran dengan GCS

4. Periksakepala, leher, dada, abdomen, pelvis, anggota gerak, dan


punggung belakang; menggunakan DCAP-BTLS:
a. D = deformitas
b. C = contusions – kontusio /
krepitasi c. A = abrasi
d. P = penetrasi / gerakan
paradoks e. B = burns – luka
bakar
f. T = tenderness –
nyeri g. L = laserasi
h. S = swelling – bengkak
5. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna.
6. Nilai SAMPLE
7. Inisiasi intervensi yang sesuai
8. Transfer sesegera mungkin
9. Lakukan asesmen berkelanjutan

2) Asesmen terfokus: dilakukan pada pasien medis yang sadar atau pasien yang
tidak mengalami mekanisme cedera signifikan, dengan fokus pada keluhan
utama pasien dan pemeriksaan fisik terkait.
- . Kasus Medis
1. Asesmen berfokus pada keluhan utama
2. telusuri riwayat penyakit sekarang (onset, pemicu, kualitas,
penjalaran nyeri, derajat keparahan, durasi)
3. nilai SAMPLE
4. nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna.
5. Inisiasi intervensi yang sesuai
6. Transfer sesegera mungkin
7. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
8. Lakukan asesmen
berkelanjutan
- Trauma
1. Pemeriksaan berfokus pada area/ bagian tubuh yang
mengalami cedera dengan menggunakan DCAP-BTLS
2. nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna.
3. nilai SAMPLE
4. Inisiasi intervensi yang sesuai
5. Transfer sesegera mungkin
6. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
7. Lakukan asesmen berkelanjutan

D. ASESMEN SECARA MENDETAIL

Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh dan sistematis untuk mengidentifikasi masalah


yang tidak mengancam nyawa pada pasien tetapi dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.
a) Nilai tanda vital

b) Kepala dan wajah:


- Inspeksi: deformitas, asimetris, perdarahan
- Palpasi: deformitas, nyeri, krepitasi
- Nilai ulang potensi sumbatan jalan napas: gigi palsu,
perdarahan, gigi patah, muntah, tidak adanya refleks batuk
- Mata: isokoritas danrefleks cahayapupil, benda asing, lensa
kontak
- Hidung: deformitas, perdarahan, secret
- Telinga: perdarahan, sekret, hematoma di belakang telinga
(Battle’s sign)

c) Leher:
- Nilai ulang deformitas dan nyeri, jika pasien tidak diimobilisasi
- Inspeksi adanya luka, distensi vena jugularis, penggunaan otot
bantu napas, perubahan suara.
- Palpasi adanya krepitasi, pergeseran posisi trakea

d) Dada:
- Inspeksi adanya luka, pergerakan dinding dada, penggunaaan otot
bantu napas ii. Palpasi adanya nyeri, luka, fraktur, krepitasi,
ekspansi paru
- Perintahkan pasien untuk menarik napas dalam; inspeksi
adanya nyeri, kesimetrisan, keluarnya udara dari luka.
- Auskultasi: ronki, mengi (wheezing), penurunan suara napas
pokok.

e) Abdomen:
- Inspeksi: luka, hematoma, distensi
- Palpasi semua kuadran: nyeri, defans muskular

f) Pelvis dan genitourinarius:


- Palpasi dan tekan kedua spina iliaka anterior
superior (SIAS) secara bersamaan untuk menilai
adanya nyeri, instabilitas, atau krepitasi
- Inspeksi dan palpasi: inkontinensia, priapismus, darah di
meatus uretra iii. Palpasi denyut arteri femoralis

g) Anggota gerak:
- Inspeksi: angulasi, penonjolan tulang abnormal (protrusion),
simetris
- Palpasi: nyeri, krepi
- Nilai nadi distal: intensitas (kuat/lemah), teratur, kecepatan
(lambat, normal, cepat)
- Nilai sensasi (saraf sensorik)
- Nilai adanya kelemahan / parese (jika tidak ada
kecurigaan fraktur minta pasien untuk meremas tangan
pemeriksa
- Nilai pergerakan anggota gerak (jika tidak ada kecurigaan
fraktur)

h) Punggung:
- Imobilisasi jika ada kecurigaan cedera tulang belakang
- Palpasi: luka, fraktur, nyeri
- Nilai ulang fungsi motorik dan sensorik pasien

E. ASESMEN BERKELANJUTAN
a) Dilakukan pada semua pasien saat transfer ke rumah
sakit b) Tujuan:
- menilai adanya perubahan pada kondisi pasien yang mungkin
membutuhkan intervensi tambahan
- mengevaluasi efektifitas intervensi sebelumnya
- menilai ulang temuan klinis sebelumnya

c) Pada pasien stabil: ulangi dan catat asesmen awal setiap 15 menit

d) Pada pasien tidak stabil: ulangi dan catat asesmen awal setiap 5
menit :
- Nilai ulang status kesadaran
- Pertahankan patensi jalan napas
- Pantau kecepatan dan kualitas pernapasan
- Nilai ulang kecepatan dan kualitas denyut nadi
- Pantau warna dan suhu kulit
- Nilai ulang dan catat tanda vital

e) Ulangi asesmen terfokus sesuai dengan keluhan


pasien f) Periksa intervensi:
- Pastikan pemberian oksigen adekuat
- Manajemen perdarahan
- Pastikan intervensi lainnya adekuat

4. ASESEMEN PEDIATRIK
• Penting untuk melakukan pemeriksaan sistematis karena anak sering tidak
dapat mengungkapkan keluhannya secara verbal.
• Amati adanya pergerakan spontan pasien terhadap area tertentu yang dilindungi.
• Tahapan asesmen berupa:
a) Keadaan umum:
- tingkat kesadaran, kontak mata, perhatian terhadap lingkungan sekitar
- tonus otot: normal, meningkat, menurun / flaksid
- respons kepada orang tua / pengasuh: gelisah, menyenangkan

b) kepala:
- tanda trauma
- ubun-ubun besar (jika masih terbuka): cekung atau menonjol

c) wajah:
- pupil: ukuran, kesimetrisan, refleks cahaya
- hidrasi: air mata, kelembaban mukosa mulut

d) leher: kaku kuduk

e) dada:
- stridor, retraksi sela iga, peningkatan usaha napas
- auskultasi: suara napas meningkat/menurun, simetris kiri dan kanan,
ronki, mengi (wheezing); bunyi jantung: regular, kecepatan, murmur

f) abdomen: distensi, kaku, nyeri,


hematoma g) anggota gerak:
- Nadibrakialus
- tanda trauma
- tonus
ototpergerakan
simetris
- suhu dan
warna kulit,
capillary refill
- nyeri, gerakan
terbatas akibat
nyeri
h) pemeriksaan
neurologis

5. ASESMEN
NEUROLOGIS
• Dilakukan pada pasien dengan cedera kepala atau gangguan neurologis.
• Pemeriksaaan status neurologi awal digunakan sebagai dasar untuk memantau
kondisi pasien selanjutnya
• Tahapan asesmen berupa:
a) Tanda vital: nilai keadekuatan ventilasi (kedalaman, kecepatan,
keteraturan, usaha napas)
b) Mata: ukuran dan refleks cahaya pupil
c) Pergerakan: apakah keempat ekstremitas bergerak simetris
d) Sensasi: nilai adanya sensasi abnormal (curiga cedera spinal)
e) Status kesadaran menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS): secara
akurat menggambarkan fungsi serebri.
- Pada anak kecil, GCS sulit dilakukan. Anak yang kesadarannya baik
dapat memfokuskan pandangan mata dan mengikuti gerakan tangan
pemeriksa, merespons terhadap stimulus yang diberikan, memiliki tonus
otot normal dan tangisan normal
Glasgow Coma Scale Dewasa
Mata Terbuka spontan 4
Terbuka saat dipanggil/diperintahkan 3
Terbuka terhadap rangsang nyeri 2

Tidak merespons 1

Verbal Orientasi baik 5


Disorientasi / bingung 4
Jawaban tidak sesuai 3
Suara yang tidak dapat dimengerti (erangan, teriakan) 2
Tidak merespons 1
Pergerakan Mengikuti perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik diri (withdraw) dari rangsang nyeri 4
Fleksi abnormal anggota gerak terhadap rangsang nyeri 3
Ekstensi abnormal anggota gerak terhadap rangsang nyeri 2
Tidak merespons 1
-
-
- Total skor: mata + verbal + pergerakan = 3-15
-
- • Skor 13 – 15 = ringan
- • Skor 9 – 12 = sedang
- • Skor 3 – 9 = berat
Glasgow Coma Scale Anak
> usia 2 tahun < usia 2 tahun skor
Mata Terbuka spontan Terbuka spontan 4
Terbuka terhadap suara Terbuka saat dipanggil 3
Terbuka terhadap rangsang nyeri Terbuka terhadap rangsang nyeri 2

Tidak merespons Tidak merespons 1

Verbal Orientasi baik Berceloteh 5


Disorientasi / bingung Menangis, gelisah 4
Jawaban tidak sesuai Menangis terhadap rangsang nyeri 3
Suara yang tidak dapat dimengerti Merintih, mengerang 2
(erangan,
teriakan) Tidak Tidak merespons 1
Pergerakan merespons perintah
Mengikuti Pergerakan normal 6
Melokalisasi nyeri Menarik diri (withdraw) terhadap sentuhan 5
Menarik diri (withdraw) dari Menarik diri (withdraw) dari 4
rangsang nyeri rangsang nyeri
Fleksi abnormal anggota gerak Fleksi abnormal anggota gerak 3
terhadap rangsang nyeri terhadap rangsang nyeri
Ekstensi abnormal anggota gerak Ekstensi abnormal anggota gerak 2
terhadap rangsang nyeri terhadap rangsang nyeri
Tidak merespons Tidak merespons 1

Total skor: mata + verbal + pergerakan = 3-15


• Skor 13 – 15 = ringan
• Skor 9 – 12 = sedang
• Skor 3 – 9 = berat
6. ASESMEN STATUS NUTRISI
• Status nutrisi dinilai dengan menggunakan kriteria Malnutrition Universal
Screening Tool (MUST), yang betujuan untuk mengidentifikasi dan menatalaksana
pasien dewasa yang mengalami gizi buruk, kurang gizi, atau obesitas.
gunakan panduan tatalaksana untuk merencanakan strategi keperawatan berikut ini.
1. Risiko rendah
− Perawatan rutin: ulangi skrining pada pasien di rumah sakit
(tiap minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan), masyarakat
umum dengan usia > 75 tahun (tiap tahun).
2. Risiko sedang
− Observasi:
o Catat asupan makanan selama 3
hari
o Jika asupan adekuat, ulangi skrining: pasien di rumah
sakit (tiap minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan),
masyarakat umum (tiap 2-3 bulan).
o Jika tidak adekuat, rencanakan strategi untuk perbaikan
dan peningkatan asupan nutrisi, pantau dan kaji ulang
program
pemberian nutrisi secara
teratur.
3. Risiko tinggi
− Tatalaksana:
o Rujuk ke ahli gizi
o Perbaiki dan tingkatkan asupan nutrisi
o Pantau dan kaji ulang program pemberian nutrisi: pada
pasien di rumah sakit (tiap minggu), pada pasien rawat jalan
(tiap bulan), masyarakat umum (tiap bulan).
Untuk semua kategori:
a) Atasi penyakit yang mendasari dan berikan saran dalam pemilihan jenis
makanan
b) Catat kategori risiko malnutrisi
c) Catat kebutuhan akan diet khusus dan ikuti kebijakan setempat.
7
7. ASESMEN RISIKO JATUH
• Faktor predisposisi untuk risiko jatuh:
Intrinsik (berhubungan dengan Ekstrinsik (berhubungan
kondisi dengan
Dapat diperkirakan • Riwayat jatuhpasien)
sebelumnya • Lantai lingkungan)
basah/silau, ruang
• Inkontinensia berantakan, pencahayaan kurang,
• Gangguan kognitif/psikologis kabel longgar/lepas
• Gangguan keseimbangan/mobilitas • Alas kaki tidak pas
• Usia > 65 tahun • Dudukan toilet yang rendah
• Osteoporosis • Kursi atau tempat tidur beroda
• Status kesehatan yang buruk • Rawat inap berkepanjangan
• Peralatan yang tidak aman
• Peralatan rusak
• Tempat tidur ditinggalkan
dalam posisi tinggi

Tidak dapat diperkirakan • Kejang • Reaksi individu terhadap obat-obatan


• Aritmia jantung
• Stroke atau Serangan
Iskemik Sementara (Transient
Ischaemic Attack-TIA)
• Pingsan
• ‘Serangan jatuh’ (Drop Attack)

• Etiologi jatuh:
a) Ketidaksengajaaan:
31%
b) Gangguan gaya berjalan / keseimbangan:
17%
c) Vertigo:
13%
d) Serangan jatuh (drop attack):
10%
e) Gangguan kognitif:
4% f) Hipotensi postural:
3% g) Gangguan visus:
3%
h) Tidak diketahui:
18%
• Asesmen risiko jatuh menggunakan Morse Fall Scale (Skala Jatuh Morse) sebagai berikut.

skor

riwayat jatuh ya 25
tidak 0
diagnosis sekunder (≥ 2 diagnosis ya 15
tidak 0
alat bantu Berpegangan pada perabot 30
tongkat/alat penopang 15
tidak ada/kursi roda/perawat/tirah baring 0
terpasang infus ya 20
tidak 0
gaya berjalan terganggu 20
lemah 10
normal/tirah baring/imobilisasi 0
status mental sering lupa akan keterbatasan yang dimiliki 15
sadar akan kemampuan diri sendiri 0
Total

Kategori:
Risiko tinggi = ≥ 45
Risiko sedang = 25 – 44
Risiko rendah = 0 - 24

• Setiap pasien akan dinilai ulang dan dicatat kategori risiko jatuh dua kali sehari, saat
transfer ke unit lain, dan saat terdapat perubahan kondisi pasien.
• Untuk mengubah kategori dari risiko tinggi ke risiko rendah, diperlukan skor < 25 dalam
2 kali pemeriksaan berturut-turut.
• Pencegahan risiko jatuh:
a) Tindakan pencegahan umum(untuk semua kategori):
i. Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
ii. Posisi tempat tidur rendah, roda terkunci, kedua sisi pegangan tempat
tidur tepasang dengan baik
iii. Ruangan rapi
iv. Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan (telepon genggam,
tombol panggilan, air minum, kacamata)
iv. 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)9

c) Pada pasien yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan
asesmen Wong Baker FACES Pain Scale (gambar wajah tersenyum – cemberut – menangis)

• Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan memperingan nyeri kepada
pasien

• Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri:

a) lokasi nyeri

b) kualitas dan atau pola penjalaran / penyebaran c) onset, durasi, dan faktor pemicu

d) riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya e) efek nyeri terhadap aktivitas
sehari-hari

f) obat-obatan yang dikonsumsi pasien10

• Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen dan
penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal
akan rasa nyeri.

• Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:

a) Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik pada pasien

b) Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap empat jam
(pada pasien yang sadar/ bangun), pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer
pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.

c) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 5 menit
setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena

d) Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah pemberian obat

v. Pencahayaan yang adekuat (disesuaikan dengan kebutuhan pasien)


vi. Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang)
vii. Optimalisasi penggunaan kacamata dan alat bantu dengar (pastikan
bersih dan berfungsi)
viii. Pantau efek obat-obatan
ix. Sediakan dukungan emosional dan psikologis
iv. 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)9

c) Pada pasien yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan
asesmen Wong Baker FACES Pain Scale (gambar wajah tersenyum – cemberut – menangis)

• Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan memperingan nyeri kepada
pasien

• Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri:

a) lokasi nyeri

b) kualitas dan atau pola penjalaran / penyebaran c) onset, durasi, dan faktor pemicu

d) riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya e) efek nyeri terhadap aktivitas
sehari-hari

f) obat-obatan yang dikonsumsi pasien10

• Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen dan
penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal
akan rasa nyeri.

• Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:

a) Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik pada pasien

b) Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap empat jam
(pada pasien yang sadar/ bangun), pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer
pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.

c) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 5 menit
setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena

d) Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah pemberian obat
x. Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan keuarga

b) Kategori risiko tinggi: lakukan tindakan pencegahan umum dan hal-hal


berikut ini. i. Beri tulisan di depan kamar pasien ‘Pencegahan Jatuh’
ii. Beri penanda berupa gelang berwarna kuning yang dipakaikan di
pergelangan tangan pasien
iii. Sandal anti-licin
iv. 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)9

c) Pada pasien yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan
asesmen Wong Baker FACES Pain Scale (gambar wajah tersenyum – cemberut – menangis)

• Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan memperingan nyeri kepada
pasien

• Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri:

a) lokasi nyeri

b) kualitas dan atau pola penjalaran / penyebaran c) onset, durasi, dan faktor pemicu

d) riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya e) efek nyeri terhadap aktivitas
sehari-hari

f) obat-obatan yang dikonsumsi pasien10

• Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen dan
penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal
akan rasa nyeri.

• Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:

a) Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik pada pasien

b) Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap empat jam
(pada pasien yang sadar/ bangun), pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer
pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.

c) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 5 menit
setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena

d) Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah pemberian obat
iv. Tawarkan bantuan ke kamar mandi / penggunaan pispot
v. Kunjungi dan amati pasien setiap 2 jam oleh petugas
medis vi. Nilai kebutuhan akan:
• Fisioterapi dan terapi okupasi
• Alarm tempat tidur
• Lokasi kamar tidur berdekatan dengan pos perawat (nurse
station)
iv. 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)9

c) Pada pasien yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan
asesmen Wong Baker FACES Pain Scale (gambar wajah tersenyum – cemberut – menangis)

• Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan memperingan nyeri kepada
pasien

• Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri:

a) lokasi nyeri

b) kualitas dan atau pola penjalaran / penyebaran c) onset, durasi, dan faktor pemicu

d) riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya e) efek nyeri terhadap aktivitas
sehari-hari

f) obat-obatan yang dikonsumsi pasien10

• Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen dan
penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal
akan rasa nyeri.

• Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:

a) Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik pada pasien

b) Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap empat jam
(pada pasien yang sadar/ bangun), pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer
pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.

c) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 5 menit
setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena

d) Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah pemberian obat

8. ASESMEN NYERI
• Perawat atau dokter melakukan asesmen awal mengenai nyeri terhadap semua
8
pasien yang datang ke bagian IGD, poliklinik, ataupun pasien rawat inap.
• Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale
iv. 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)9

c) Pada pasien yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan
asesmen Wong Baker FACES Pain Scale (gambar wajah tersenyum – cemberut – menangis)

• Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan memperingan nyeri kepada
pasien

• Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri:

a) lokasi nyeri

b) kualitas dan atau pola penjalaran / penyebaran c) onset, durasi, dan faktor pemicu

d) riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya e) efek nyeri terhadap aktivitas
sehari-hari

f) obat-obatan yang dikonsumsi pasien10

• Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen dan
penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal
akan rasa nyeri.

• Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:

a) Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik pada pasien

b) Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap empat jam
(pada pasien yang sadar/ bangun), pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer
pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.

c) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 5 menit
setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena

d) Pada nyeria)akut / kronik,digunakan


Indikasi: lakukan asesmen ulang tiap
pada pasien 30 menit
dewasa dan –anak
1 jamberusia
setelah pemberian
> 9 tahun obat
yang
dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang
dirasakannya.
b) Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang
dirasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
i. 0 = tidak nyeri
ii. 1 – 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
iv. 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)9

c) Pada pasien yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan
asesmen Wong Baker FACES Pain Scale (gambar wajah tersenyum – cemberut – menangis)

• Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan memperingan nyeri kepada
pasien

• Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri:

a) lokasi nyeri

b) kualitas dan atau pola penjalaran / penyebaran c) onset, durasi, dan faktor pemicu

d) riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya e) efek nyeri terhadap aktivitas
sehari-hari

f) obat-obatan yang dikonsumsi pasien10

• Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen dan
penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal
akan rasa nyeri.

• Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:

a) Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik pada pasien

b) Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap empat jam
(pada pasien yang sadar/ bangun), pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer
pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.

c) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 5 menit
setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena

d) Pada nyeri akutiii.


/ kronik,
4 –lakukan asesmen
6 = nyeri sedangulang tiap 30nyata
(gangguan menitterhadap
– 1 jam setelah
aktivitaspemberian obat
sehari-hari)
iv. 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)9

c) Pada pasien yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan
asesmen Wong Baker FACES Pain Scale (gambar wajah tersenyum – cemberut – menangis)

• Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan memperingan nyeri kepada
pasien

• Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri:

a) lokasi nyeri

b) kualitas dan atau pola penjalaran / penyebaran c) onset, durasi, dan faktor pemicu

d) riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya e) efek nyeri terhadap aktivitas
sehari-hari

f) obat-obatan yang dikonsumsi pasien10

• Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen dan
penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal
akan rasa nyeri.

• Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:

a) Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik pada pasien

b) Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap empat jam
(pada pasien yang sadar/ bangun), pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer
pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.

c) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 5 menit
setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena

d) Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah pemberian obat
nyeri.

• Tatalaksana nyeri:
Pengukuran alternatif:

i. Jika tinggi badan tidak dapat diukur, gunakan pengukuran panjang


lengan bawah (ulna) untuk memperkirakan tinggi badan dengan
menggunakan tabel di bawah ini.

ii. Untuk memperkirakan IMT, dapat menggunakan pengukuran lingkar lengan


atas (LLA).
o
− Lengan bawah sisi kiri pasien harus ditekuk 90 terhadap siku,
dengan
lengan atas paralel di sisi tubuh. Ukur jarak antara tonjolan
tulang bahu (akromion) dengan siku (olekranon). Tandai titik
tengahnya.
− Perintahkan pasien untuk merelaksasikan lengan atasnya, ukur
lingkar lengan atas di titik tengah, pastikan pita pengukur tidak
terlalu menempel terlalu ketat
2
− LLA < 23,5 cm = perkiraan IMT < 20 kg/m
2
− LLA > 32 cm = perkiraan IMT > 30 kg/m
c)
b) Langkah 3:nilai adanya
2: nilai efek/pengaruh
persentase akut dari
kehilangan beratpenyakit
badan yang
yang diderita
tak pasien,
dan
direncanakan

berikan skor (rentang antara 0-2). Sebagai contoh, jika pasien sedang mengalami
penyakit akut tabel
menggunakan dan disangat
bawahsedikit
ini, dan/ berikanlah
tidak terdapat
skor. asupan makanan > 5 hari,
diberikan skor 2.
c)
b) Langkah 3:nilai adanya
2: nilai efek/pengaruh
persentase akut dari
kehilangan beratpenyakit
badan yang
yang diderita
tak pasien,
dan
direncanakan

berikan skor (rentang antara 0-2). Sebagai contoh, jika pasien sedang mengalami
penyakit akut dan sangat sedikit / tidak terdapat asupan makanan > 5 hari,
diberikan skor 2.
adanya risiko malnutrisi.
i. Skor 0 = risiko
rendah ii. Skor 1 = risiko
sedang iii. Skor ≥ 2 =
risiko tinggi
e) Langkah 5: gunakan panduan tatalaksana untuk merencanakan strategi
keperawatan berikut ini.
i. Risiko rendah
− Perawatan rutin: ulangi skrining pada pasien di rumah sakit
(tiap minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan), masyarakat
umum dengan usia > 75 tahun (tiap tahun).
ii. Risiko
sedang
− Observasi:
o Catat asupan makanan selama 3
hari
o Jika asupan adekuat, ulangi skrining: pasien di rumah
sakit (tiap minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan),
masyarakat umum (tiap 2-3 bulan).
o Jika tidak adekuat, rencanakan strategi untuk perbaikan
dan peningkatan asupan nutrisi, pantau dan kaji ulang
program
pemberian nutrisi secara
teratur.
iii. Risiko tinggi
− Tatalaksana:
o Rujuk ke ahli gizi
o Perbaiki dan tingkatkan asupan nutrisi
o Pantau dan kaji ulang program pemberian nutrisi: pada
pasien di rumah sakit (tiap minggu), pada pasien rawat jalan
(tiap bulan), masyarakat umum (tiap bulan).
• Untuk semua kategori:
a) Atasi penyakit yang mendasari dan berikan saran dalam pemilihan jenis
makanan b) Catat kategori risiko malnutrisi
c) Catat kebutuhan akan diet khusus dan ikuti kebijakan setempat.

7. ASESMEN RISIKO
7
JATUH
• Faktor predisposisi untuk risiko jatuh:
Intrinsik (berhubungan dengan Ekstrinsik (berhubungan
kondisi dengan
Dapat diperkirakan • Riwayat jatuhpasien)
sebelumnya • Lantai lingkungan)
basah/silau, ruang
• Inkontinensia berantakan, pencahayaan kurang,
• Gangguan kognitif/psikologis kabel longgar/lepas
• Gangguan keseimbangan/mobilitas • Alas kaki tidak pas
• Usia > 65 tahun • Dudukan toilet yang rendah
• Osteoporosis • Kursi atau tempat tidur beroda
• Status kesehatan yang buruk • Rawat inap berkepanjangan
• Peralatan yang tidak aman
• Peralatan rusak
• Tempat tidur ditinggalkan
dalam posisi tinggi

Tidak dapat diperkirakan • Kejang • Reaksi individu terhadap obat-obatan


• Aritmia jantung
• Stroke atau Serangan
Iskemik Sementara (Transient
Ischaemic Attack-TIA)
• Pingsan
• ‘Serangan jatuh’ (Drop Attack)

• Etiologi jatuh:
a) Ketidaksengajaaan:
31%
b) Gangguan gaya berjalan / keseimbangan:
17%
c) Vertigo:
13%
d) Serangan jatuh (drop attack):
10%
e) Gangguan kognitif:
4% f) Hipotensi postural:
3% g) Gangguan visus:
3%
h) Tidak diketahui:
18%
• Asesmen risiko jatuh menggunakan Morse Fall Scale (Skala Jatuh Morse) sebagai berikut.

skor

riwayat jatuh ya 25
tidak 0
diagnosis sekunder (≥ 2 diagnosis ya 15
tidak 0
alat bantu Berpegangan pada perabot 30
tongkat/alat penopang 15
tidak ada/kursi roda/perawat/tirah baring 0
terpasang infus ya 20
tidak 0
gaya berjalan terganggu 20
lemah 10
normal/tirah baring/imobilisasi 0
status mental sering lupa akan keterbatasan yang dimiliki 15
sadar akan kemampuan diri sendiri 0
Total

Kategori:
Risiko tinggi = ≥ 45
Risiko sedang = 25 – 44
Risiko rendah = 0 - 24

• Setiap pasien akan dinilai ulang dan dicatat kategori risiko jatuh dua kali sehari, saat
transfer ke unit lain, dan saat terdapat perubahan kondisi pasien.
• Untuk mengubah kategori dari risiko tinggi ke risiko rendah, diperlukan skor < 25 dalam
2 kali pemeriksaan berturut-turut.
• Pencegahan risiko jatuh:
a) Tindakan pencegahan umum(untuk semua kategori):
i. Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
ii. Posisi tempat tidur rendah, roda terkunci, kedua sisi pegangan tempat
tidur tepasang dengan baik
iii. Ruangan rapi
iv. Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan (telepon genggam,
tombol panggilan, air minum, kacamata)
v. Pencahayaan yang adekuat (disesuaikan dengan kebutuhan pasien)
vi. Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang)
vii. Optimalisasi penggunaan kacamata dan alat bantu dengar (pastikan bersih
dan berfungsi)
viii. Pantau efek obat-obatan
ix. Sediakan dukungan emosional dan psikologis
x. Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan keuarga

b) Kategori risiko tinggi: lakukan tindakan pencegahan umum dan hal-hal berikut
ini. i. Beri tulisan di depan kamar pasien ‘Pencegahan Jatuh’
ii. Beri penanda berupa gelang berwarna kuning yang dipakaikan di
pergelangan tangan pasien
iii. Sandal anti-licin
iv. Tawarkan bantuan ke kamar mandi / penggunaan pispot
v. Kunjungi dan amati pasien setiap 2 jam oleh petugas
medis vi. Nilai kebutuhan akan:
• Fisioterapi dan terapi okupasi
• Alarm tempat tidur
• Lokasi kamar tidur berdekatan dengan pos perawat (nurse station)

8. ASESMEN NYERI
• Perawat atau dokter melakukan asesmen awal mengenai nyeri terhadap semua pasien
8
yang datang ke bagian IGD, poliklinik, ataupun pasien rawat inap.
• Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale
a) Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang
dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang
dirasakannya.
b) Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan
dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
i. 0 = tidak nyeri
ii. 1 – 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
iii. 4 – 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari)
9
iv. 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)
c) Pada pasien yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan
angka, gunakan asesmen Wong Baker FACES Pain Scale (gambar wajah
tersenyum – cemberut – menangis)
• Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
kepada pasien
• Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri:
a) lokasi nyeri
b) kualitas dan atau pola penjalaran /
penyebaran c) onset, durasi, dan faktor pemicu
d) riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan
efektifitasnya e) efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari
f) obat-obatan yang dikonsumsi pasien10
• Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen
dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi
tubuh atau verbal akan rasa nyeri.
• Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam
dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
a) Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan
fisik pada pasien
b) Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap
empat jam (pada pasien yang sadar/ bangun), pasien yang menjalani prosedur
menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
c) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap
5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena
d) Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah
pemberian obat nyeri.
• Tatalaksana nyeri:
a) Berikan analgesik sesuai dengan anjuran dokter
b) Perawat secara rutin (setiap 4 jam) mengevaluasi tatalaksana nyeri kepada pasien
10
yang sadar / bangun
c) Tatalaksana nyeri diberikan pada intensitas nyeri ≥ 4. Asesmen dilakukan tiap 1
8
jam setelah tatalaksana nyeri sampai intensitas nyeri ≤ 3.
d) Sebisa mungkin, berikan analgesik melalui jalur yang paling tidak menimbulkan
nyeri e) Nilai ulang efektifitas pengobatan
f) Tatalaksana non-farmakologi:
i. Berikan heat / cold pack
ii. Lakan reposisi, mobilisasi yang dapat ditoleransi oleh pasien
iii. Latihan relaksasi, seperti tarik napas dalam, bernapas dengan irama /
pola teratur, dan atau meditasi pernapasan yang menenangkan
10
iv. Distraksi / pengalih perhatian
• Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai:
a) Faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab
nyeri b) Menenangkan ketakutan pasien
c) Tatalaksana nyeri
d) Anjurkan untuk segera melaporkan kepada petugas jika merasa nyeri sebelum
rasa nyeri tersebut bertambah parah

9. ASESMEN KEPERAWATAN DI RUMAH


SAKIT
• Merupakan asesmen yang mendasar dan penting dalam langkah perawatan pasien.
• Perawat memeriksa pasien dari kepala hingga kaki dan membuat asesmen awal.
• Asesmen awal merupakan pegangan bagi perawat lain dalam memantau
perkembangan pasien, menyorot masalah-masalah yang dimiliki pasien dan merencanakan
strategi keperawatan.
11
• Contoh formulir rekam medik saat pasien masuk rumah sakit terdapat di lampiran.
REFERENSI

1. Lucas County Emergency Medical Services. Tab 600: pre-hospital patient assessment.
Ohio: Toledo; 2010.
2. Montana State Hospital Policy and Procedure. Patient assessment policy; 2009.
3. Patient assessment definitions.
4. San Mateo County EMS Agency. Patient assessment, routine medical care,
primary and secondary survey; 2009.
5. Denver Paramedic Division. Pre-hospital protocols; 2012.
6. Malnitrition Advisory Group: a Standing Commitees of BAPEN. Malnutrition
Universal
Screening Tool (MUST);2010.
7. Sizewise. Understanding fall risk, prevention, and protection. USA: Kansas.
8. Sentara Williamsburg Community Hospital. Pain assessment and management policy;
2006.
9. National Institute of Health Warren Grant Magnuson Clinical Center. Pain
intensity instruments: numeric rating scale; 2003.
10. Pain management. [diakses tanggal 23 Februari 2012]. Diunduh dari:
www.hospitalsoup.com
11. Craig P, Dolan P, Drew K, Pejakovich P. Nursing assessment, plan of care, and
patient education: the foundation of patient care. USA: HCPro, Inc; 2006.

Anda mungkin juga menyukai