Anda di halaman 1dari 64

i

ii
iii
iv
• Ebook ini diadaptasi dari pembahasan tema
terkait dalam buku Middle East Conflict
Reference Library: Almanac (Thomson Gale,
2006) dan The Cambridge History of Turkey
Volume 4 (Cambridge UP, 2008).

Judul : K e r u n t u h a n T u r ki U t s m a n i :
B e r ke m b a n g n y a s e ka t N e g a r a
Bangsa di Dunia Islam
Penyusun : Septian AW (Edtior)
Penerbit : ILKI, Bogor, 2023
Desain & Layout : NgajiBukuID
WA : 0852 6000 1924

v
vi
DAFTAR ISI

Daftar Isi .............................................................. vii


Kronologi & peta ................................................... ix
PENDAHULUAN .................................................. 1
Kesultanan Utsmaniyah
Mercusuar Islam Yang Cemerlang ....................... 5
Melemahnya Militer
Jalan Menuju Perang Yang Membawa Petaka .. 13
Kekuatan perdagangan
yang mengubah Keadaan .................................... 27
Runtuhnya Sebuah imperium ............................. 33
Perang Yang membawa perubahan .................... 37
Sistem mandat ..................................................... 41
Setelah Utsmaniyah ............................................ 47

vii
viii
KRONOLOGI & PETA

1839 keputusan gulhane meresmikan tanzimat

1853–6 perang krimea

1856 dekrit reformasi, perjanjian paris

1876 deklarasi konstitusi utsmaniyah

1877–8 perang utsmaniyah–rusia

1878 penangguhan konstitusi

kongres berlin mengakhiri perang rusia

1881 administrasi utang publik ottoman (opda)


dibentuk

protektorat perancis di tunisia

1882 pendudukan inggris atas mesir

1895–6 pembantaian orang-orang armenia di


anatolia timur

ix
1897 perang utsmaniyah–yunani

1902 pertemuan pertama oposisi komite


persatuan dan kemajuan (cup) di paris

1907 pertemua kedua kongres oposisi di paris

1908 revolusi turki muda, awal dari monarki


konstitusional kedua

1909 kontra-revolusi gagal; abdulhamid ii


diasingkan ke salonica

1911 italia menginvasi libya

1912–13 perang balkan pertama

1913 perang balkan kedua

1914–18 perang dunia pertama

1915 rusia mengalahkan kesultanan


utsmaniyah di timur
deportasi dan pembantaian orang
armenia

1915–16 kemenangan utsmaniyah melawan


pasukan sekutu di gallipoli

1916 orang arab memberontak melawan


pemerintahan utsmaniyah

1918 gencatan senjata moudro dan


pendudukan sekutu atas istanbul

x
1919 15 mei - pasukan yunani mendarat di
izmir
19 mei - mustafa kemal mendarat di
samsun
4–13 september - kongres sivas;
pengukuhan pakta nasional
desember - pemilihan parlemen
utsmaniyah
23 april - pembukaan grand national
1920 assembly di ankara; mustafa kemal
terpilih sebagai presidennya
22 juni - pasukan yunani menduduki
anatolia barat dan trakia timur
10 agustus - perjanjian sevres
ditandatangani `
27 september - serangan pasukan turki
terhadap orang armenia di timur

1921 13 oktober - perjanjian kars dengan uni


soviet ditandatangani
20 oktober - perjanjian ankara
ditandatangani dengan prancis

1922 26–30 agustus - pertempuran dumlupinar

9 september - pasukan yunani dikalahkan

11 oktober - gencatan senjata mudanya

xi
1 november - penghapusan kesultanan

17 november - penerbangan sultan


mehmet vi dari istanbul
20 november - konferensi perdamaian
lausanne dimulai

1923 30 januari - perjanjian pertukaran


penduduk yunani-turki ditandatangani
24 juli - perjanjian lausanne
ditandatangani
6 oktober - pasukan sekutu terakhir
meninggalkan istanbul

29 oktober - proklamasi republik

1924 7 februari - persatuan wanita turki (turk


kadin birligi) didirikan
3 maret - kekhalifahan dihapuskan.
dinasti diasingkan

8 april - penghapusan pengadilan syariah

20 april - konstitusi baru diadopsi

1925 februari – juni - pemberontakan syekh


said kurdi
4 maret - undang-undang pemeliharaan
ketertiban dicanangkan

xii
25 november - proklamasi aturan
berpakaian yang mewajibkan semua pria
memakai topi
30 november - persaudaraan agama
dilarang
26 desember - kalender dan waktu
internasional diadopsi
17 februari - hukum perdata baru
1926 diadopsi; perempuan mendapatkan hak-
hak sipil
5 juni - perjanjian ditandatangani dengan
inggris raya untuk menyelesaikan
masalah mosul
15 juni - polisi menemukan
persekongkolan untuk membunuh
mustafa kemal di izmir
juli–agustus - pengadilan kemerdekaan di
izmir dan ankara menghukum mati
sembilan belas orang yang dituduh
melakukan konspirasi

1927 7 maret - pengadilan kemerdekaan


dihapuskan
28 mei - undang-undang untuk
mendorong industri diadopsi

15 –20 oktober - pidato enam hari ataturk

1928 23 mei - undang-undang


kewarganegaraan turki diadopsi

xiii
1 november - aksara latin diadopsi dan
penggunaan aksara arab untuk umum
dilarang

1929 4 maret - undang-undang pemeliharaan


ketertiban dicabut
3 april - wanita mendapatkan hak untuk
1930 memilih dan mencalonkan diri dalam
pemilihan kota
juli - pemberontakan kurdi di sekitar
gunung ararat
23 desember - kerusuhan yang diilhami
secara religius di menemen

1932 18 juli - turki bergabung dengan liga


bangsa-bangsa
18 juli - pengumuman resmi bahwa
adzan akan dikumandangkan dalam
bahasa turki

1934 9 januari - rencana lima tahun pertama


disetujui
14 juni - hukum penyelesaian (untuk
perantau dan pengungsi) diadopsi
21 juni - undang-undang nama keluarga
diadopsi
21 juni–6 juli - kerusuhan anti-yahudi di
trakia

xiv
5 desember - perempuan mendapatkan
hak untuk memilih dan mencalonkan diri
dalam pemilihan parlemen

1935 2 februari - aya sophia di istanbul dibuka


sebagai museum
april - persatuan wanita turki menjadi
tuan rumah kongres aliansi internasional
untuk hak pilih dan kewarganegaraan
yang setara kedua belas
20 juli - konvensi montreux
1936 ditandatangani, yang mengatur status
selat

1937 maret–agustus - pemberontakan kurdi di


dersim
29 mei - liga bangsa-bangsa memutuskan
bahwa hatay harus merdeka

1938 10 november - ataturk meninggal; ismet


inonu menjadi presiden

xv
xvi
PENDAHULUAN

KEBANGKITAN ISLAM selama abad ketujuh


masehi di Timur Tengah berkontribusi pada
periode penyatuan yang hebat, ketika orang-
orang yang tersebar di wilayah itu mengubah,
atau beralih, ke satu keyakinan. Banyak
negeri mulai menganggap diri mereka sebagai
bagian dari kekuatan Islam yang lebih besar,
yang menawarkan dirinya sebagai
penyempurna dari agama-agama monoteistik
sebelumnya, agama yang percaya pada satu
tuhan saja, seperti Yahudi dan Nasrani.
Pertama di bawah Kekhilafahan Islam
(sistem pemerintahan yang menyatukan
kekuatan agama dan politik), kemudian di
bawah Kesultanan Utsmaniyah (sebuah
kekuatan besar di Asia barat daya, Afrika
timur laut, dan Eropa tenggara yang
memerintah dari abad ketiga belas hingga
awal abad kedua puluh), yang mana menjadi

1
kekuatan regional yang dominan pada awal
tahun 1500-an, Timur Tengah menikmati
hampir satu milenium kemajuan dan
pertumbuhan sosial dan budaya.
Namun dimulai pada akhir abad ke-17,
Utsmaniyah perlahan menyusut, atau menjadi
semakin kecil, karena wilayah yang hilang
selama berbagai konflik. Pada saat yang sama,
ekonomi atau teknologi negeri-negeri Islam
tidak tumbuh secepat seperti negara-negara
Barat (Inggris, Prancis, Jerman, dan kemudian
Amerika Serikat).
Menjelang awal abad ke-20, Kesultanan
Utsmaniyah begitu lemah sehingga
dihancurkan oleh kekuatan Barat selama
Perang Dunia I (1914–18; perang di mana
Inggris Raya, Prancis, Amerika Serikat, dan
sekutunya mengalahkan Jerman, Austria-
Hongaria, dan sekutu mereka). Timur Tengah
dibagi menjadi beberapa negara yang lemah
dan negara mandat yang dikendalikan oleh
Inggris dan Prancis.

2
Gambar 1 | Pasukan Prancis berbaris melalui Suriah, salah satu
dari banyak negara yang dibuat dari sisa-sisa Kekuasaan Ottoman.

Kisah penurunan panjang kepentingan


ekonomi, militer, dan budaya dunia di Timur
Tengah jika dibandingkan dengan Barat
membantu untuk menjelaskan permusuhan
yang dirasakan banyak orang Timur Tengah
terhadap orang Barat. Banyak konflik modern
di Timur Tengah mencerminkan masalah yang
diciptakan oleh meningkatnya kekuatan
negara-negara Barat dan kekuatan yang
terkait dengan Barat, seperti kebangkitan
Zionisme sebagai kekuatan politik yang

3
berniat menciptakan tanah air Yahudi di
Palestina.
Unsur-unsur lain dari konflik modern
mencerminkan cara-cara gerakan politik Barat
seperti nasionalisme (pengabdian kepada
budaya dan bangsa sendiri di atas segalanya),
sosialisme (sistem dimana pemerintah
mengendalikan distribusi barang dan jasa),
atau sekularisme (sistem di mana agama
memegang sedikit atau tidak ada atas
kekuasaan hukum dan kebijakan politik) telah
diadaptasi agar sesuai dengan keadaan sosial
dan politik di Timur Tengah.
Selain itu, masih ada unsur-unsur
konflik lainnya yang mencerminkan
perbedaan agama yang terus berlanjut antara
Islam dan Kristen. Jelas bahwa pengaruh
Barat dan reaksi Arab terhadap mereka
memainkan peran penting dalam membentuk
kembali Timur Tengah hingga awal abad ke-
20, dan terus memengaruhi kehidupan Timur
Tengah hingga hari ini.

4
KESULTANAN UTSMANIY AH
MERCUSUAR ISLAM YANG CEMERLANG

MENJELANG awal abad keenam belas,


Kesultanan Utsmaniyah merupakan salah
satu peradaban paling kuat dan maju secara
budaya di dunia. Dari awalnya sebagai sebuah
negara kecil yang didirikan pada tahun 1299 di
wilayah yang menjadi Turki saat ini,
Kesultanan ini berkembang secara dramatis
selama bertahun-tahun.
Pada tahun 1453 Utsmani merebut
Konstantinopel, sehingga menghancurkan
sisa-sisa terakhir Kekaisaran Bizantium
(bagian dari kekaisaran Romawi yang
memerintah sejak 330 hingga 1453 M di Asia
dan Timur Tengah), dan pada tahun 1516–
1517 mereka telah merebut banyak wilayah
Timur Tengah, yang saat ini mencakup Mesir,
Irak, Lebanon, Palestina, dan Suriah. Pada
awal abad ketujuh belas Utsmani telah

5
berkembang mengusai sebagian besar Afrika
utara dan Eropa tenggara, termasuk wialayah-
wilayah Yunani, Bulgaria, Rumania, dan
negara-negara Balkan (Serbia, Montenegro,
Kroasia, Makedonia, Slovenia, dan Bosnia dan
Herzegovina).

Gambar 2 | Kesultanan Utsmaniyah terus memperbesar


kekuasaannya hingga abad ke-16 dengan mengambil alih daratan
dengan pasukan tentara Utsmaniyah yang dikenal sebagai
janissari.

Para pemimpin Kesultaan Utsamaniyah


adalah sultan, atau emperor, yang merupakan
keturunan dari pendiri kesultanan, Usman I

6
(1259–1326). Sultan memegang kekuasaan
yang sangat besar dalam pemerintahan. Selain
sebagai sultan, ia juga dihormati dengan gelar
khalifah, gelar yang membuatnya menjadi
pemimpin politik dan agama umat Islam.
Sebagian besar orang Turki adalah
Muslim, begitu pula sebagian besar orang yang
tinggal di Timur Tengah, dan mereka
memandang khalifah sebagai pemimpin
mereka. Sementara Kekhilafahan Utsmaniyah
resmi menjadi negara Muslim, ekspansinya
yang cepat menempatkannya pada kendali
atas daerah-daerah dengan populasi besar
orang Kristen dan populasi yang lebih kecil
orang Yahudi.
''Hebatnya masyarakat polietnis [banyak
etnis] dan multireligius ini berhasil,’’ tulis
Benjamin Braude and Bernard Lewis dalam
Christians and Jews in the Ottoman Empire:
The Functioning of a Plural Society. ‘‘Tradisi
dan praktik hukum setiap komunitas,
khususnya dalam hal urusan pribadi—
kematian, pernikahan, dan warisan—
dihormati dan ditegakkan di seluruh

7
kekhilafahan. ... Peluang untuk kemajuan dan
kemakmuran terbuka dalam berbagai
tingkatan untuk semua rakyat Kekhilafahan.''
Meskipun mereka tidak menerima
semua hak umat Islam, warga agama
minoritas menikmati kualitas hidup yang jauh
lebih baik di bawah kekuasaan Muslim
daripada minoritas serupa di Eropa pada saat
yang sama.
Di puncak kekuasaan dan pengaruhnya,
Khilafah Utsmaniyah mungkin merupakan
peradaban paling maju di dunia. Mereka
memiliki sistem pemerintahan yang luas yang
mampu mengumpulkan pajak dan
mengumpulkan pasukan untuk menghadapi
musuh-musuhnya. Mereka memiliki budaya
agama yang stabil, bersama jutaan orang
beriman yang setia.
Selama Abad Pertengahan (500–1500
M), ketika pembelajaran dan seni sebagian
besar menghilang dari Eropa karena jatuhnya
peradaban Yunani dan Romawi dan
penciptaan kerajaan-kerajaan kecil yang
berfokus pada kelangsungan hidup dan

8
peperangan, warga Muslim Utsmaniyah
melestarikan pembelajaran dan filosofi
Yunani, dan mereka membangun masjid besar
dan karya seni.
Pada tahun-tahun awal Khilafah
Utsmaniyah, umat Islam pada umumnya
memandang rendah orang-orang dari Barat
sebagai orang barbar yang mengikuti agama
yang bobrok dan memiliki masyarakat yang
lebih primitif.
Namun, seiring kemajuan budaya Eropa
selama abad kelima belas, keenam belas, dan
ketujuh belas, interaksi antara Utsmaniyah
dan Eropa meningkat. Muslim menawarkan
barang-barang pertanian kepada orang Barat
seperti kapas, gula, dan buah jeruk; mereka
memperkenalkan teknik pembuatan kertas
yang telah mereka pelajari dari orang Cina,
memungkinkan penyebaran buku cetak lebih
cepat; dan mereka berbagi pengetahuan
unggul mereka tentang matematika, kimia,
dan sains lainnya.
Sultan Sulaiman I (1494–1566)
memerintah dari tahun 1520 hingga 1566, dan

9
Khilafah Utsmaniyah mempertahankan
kekuatannya hingga abad ke-17. Akan tetapi,
menjelang akhir abad ke-17, tanda-tanda yang
jelas mulai muncul tentang pergeseran besar
dalam perbandingan kekuatan antara negara-
negara Barat dan wilayah yang dikuasai oleh
Utsmaniyah.
Banyak sejarawan memandang tahun
1683 sebagai tanda pergeseran tersebut,
karena pada tahun inilah pasukan Austria
mengalahkan pasukan Utsmaniyah yang
berusaha merebut ibu kota Austria, Wina.
Tidak hanya tentara Utsmaniyah tampil
sangat buruk, tetapi adanya perjanjian yang
akhirnya mengakhiri perang antar negara
(perjanjian Carlowitz, ditandatangani pada
tahun 1699) menghukum Utsmaniyah,
memberi penghargaan kepada Austria, dan
mengungkap kemampuan negosiasi
perwakilan dari Inggris dan Belanda.
Kekalahan militer dan syarat-syarat
perjanjian yang memalukan telah
mengirimkan gelombang kejutan ke seluruh
komunitas Muslim Utsmani.

10
Menurut Bernard Lewis, menulis dalam
The Middle East: A Brief History of the Last
2.000 Years, umat Islam saat itu bertanya,
‘‘Mengapa orang-orang kafir yang malang
[orang yang tidak percaya pada agama
tertentu], yang sebelumnya selalu ditaklukkan
oleh tentara Islam yang gemilang, sekarang
menang, dan mengapa tentara Islam
menderita kekalahan di tangan mereka?”
Jawabannya, terungkap selama beberapa abad
berikutnya, yakni Barat telah mulai
mengungguli Timur Tengah dalam hal
kekuatan militer dan teknologi, perdagangan,
organisasi politik, dan keyakinan.

11
12
M ELEM AHNY A M ILITER
JALAN MENUJU PERANG YANG
MEMBAWA PETAKA

SELAMA BERTAHUN-TAHUN, kekuatan militer


Utsmaniyah bertumpu pada kemampuan
tentara terlatih yang menggunakan senjata
tangan, seperti pedang, kapak, dan busur,
serta melakukan perjalanan dengan
menunggang kuda atau berjalan kaki. Di awal
sejarah kesultanan, tentara Utsmaniyah, yang
disebut janisari, sangat dihormati dan sangat
terlatih. Mereka juga menerima hak istimewa
dan gengsi, dan sangat bangga dengan
keterampilan mereka sebagai pejuang.
Namun, pada akhir abad keenam belas,
keterampilan dan prestise para prajurit ini
telah menurun karena perubahan dalam cara
mereka diorganisir dan direkrut. Setelah
ditakuti akan kekuatan dan daya tahan

13
mereka, pasukan Utsmaniyah menjadi
semakin lemah selama bertahun-tahun.
Pada saat yang sama, tentara Barat
semakin kuat. Keunggulan pertama mereka
adalah persenjataan, terutama dalam
penggunaan senjata, dari senapan hingga
meriam. Umat Islam awalnya menghindari
penggunaan senjata semacam itu, melihat
penggunaannya entah bagaimana di luar
aturan perang yang tepat. Tetapi ketika
tentara Rusia dan Austria mulai
menggunakan senjata secara efektif melawan
tentara Utsmaniyah, orang Timur Tengah
segera mengadopsi penggunaannya. Namun,
karena Barat mendominasi produksi senjata
semacam itu, dan memiliki sarana keuangan
yang lebih besar untuk membelinya, Timur
Tengah tertinggal dari Barat dalam jumlah
dan daya tembak senjatanya.
Keunggulan Barat lainnya adalah
pelatihan militer mereka. Pengenalan senjata,
dan juga kapal perang, mengubah cara
pertempuran dilancarkan. Negara-negara
Barat mengembangkan sekolah militer

14
profesional untuk melatih prajurit mereka.
Seperti halnya senjata, orang-orang Utsmani
pertama-tama meremehkan, dan kemudian
mencoba meniru pelatihan dan strategi Barat
ketika terbukti lebih efektif dalam
pertempuran. Berkali-kali, dominasi Barat
dalam mengakses alat dan strategi perang
modern terbukti sulit diatasi.
Sejak didirikan pada tahun 1299 hingga
penyerangan ke Austria pada tahun 1683,
Kesultanan Utsmaniyah telah menikmati
hampir empat abad pertumbuhan fisik yang
dimungkinkan oleh invasi militer ke negara
lain. Namun, sejak 1683 dan seterusnya,
kemenangan militer Utsmaniyah menjadi
semakin jarang, dan kekuatan militer negara-
negara sekitarnya pertama-tama menyamai
dan kemudian melampaui kekuatan
Utsmaniyah.
Austria memenangkan kemenangan
nyata pertamanya melawan Utsmaniyah pada
tahun 1683, dan mendorong maju untuk
mendapatkan kembali sebagian besar
Hongaria. Pada abad ke-19, Austria dan

15
Hongaria bergabung dalam Kekaisaran
Austro-Hongaria dan memperluas kendali
mereka ke negara-negara Balkan, yang
sebelumnya dikuasai oleh Khilafah
Utsmaniyah.
Musuh yang jauh lebih berbahaya bagi
Utsmaniyah adalah Rusia, yang terletak di
sebelah utara. Rusia naik ke tampuk
kekuasaan pada awal abad kedelapan belas
dengan meniru Inggris, Prancis, dan Spanyol,
dan mengarahkan pandangannya untuk
memperluas ke selatan. Setelah kemunduran
awal, Rusia memulai serangan yang sangat
sukses di wilayah Kekhilafahan Utsmaniyah.
Perang Rusia- Utsmani 1768–74 (juga
disebut Perang Rusia-Turki) membuat Rusia
menguasai wilayah yang dikenal sebagai
Krimea di pantai utara Laut Hitam. Mereka
juga memenangkan hak pengapalan melalui
selat, atau jalur air, yang menghubungkan
Laut Hitam ke Laut Mediterania, dan
memantapkan diri sebagai pelindung anggota
Gereja Ortodoks Yunani (cabang agama
Kristen yang memisahkan diri dari Katolik) di

16
dalam Kekhilafahan Utsmaniyah. Dengan
menjadi pelindung Gereja Ortodoks Yunani,
Rusia kemudian dapat mempengaruhi politik
di dalam Kekhilafahan.
Peperangan lebih lanjut pada tahun
1828–29, 1854–57 (Perang Krimea), dan 1877–
78 membuat kekuasaan Khilafah Utsmaniyah
menyusut secara signifikan karena Rusia
memperoleh sebagian kendali di negara-
negara Balkan, Rumania, Bulgaria, dan
Yunani, selain menguasai sepenuhnya pantai
utara Laut Hitam. Pada awal abad ke-20,
kekuasaan Utsmaniyah telah surut di utara
dan barat hampir ke perbatasan Turki saat ini.

17
18
KONFLIK INTERNAL
DI DUNIA MUSLIM

SELAIN TANTANGAN yang ditimbulkan oleh


penjajah Barat, Khilafah Utsmaniyah
menghadapi tantangan dari dalam dunia
Muslim, terutama dari kekuatan besar Muslim
lainnya, Kerajaan Persia, yang berpusat di
Iran saat ini. Pada tahun 1501 seorang Muslim
Syiah berbahasa Turki bernama Ismail I
(1487–1524) naik ke tampuk kekuasaan
sebagai syah (raja), atau pemimpin tertinggi,
dari Kekaisaran Persia, yang terletak di
sebelah timur. Seperti halnya khalifah dalam
Muslim Sunni, Syah Persia memegang
kekuasaan baik agama maupun politik.
Ismail dan Syah kemudian memimpin
Persia dalam kontes yang sengit dengan
Khilafah Utsmaniyah untuk menguasai

19
Jazirah Arab timur (daerah barat daya Asia
antara Laut Merah dan Teluk Persia).

Gambar 3 | Orang Persia adalah musuh Khilafah Utsmaniyah dan


mereka sering menginvasi wilayah Utsmaniyah untuk menguasai
Timur Tengah.

Sebagian besar pertempuran sebenarnya


mereka lakukan di wilayah Irak saat ini;
Bagdad, ibu kota wilayah tersebut, yang dinilai

20
sangat berharga oleh kedua imperium
tersebut. Konflik antara kedua imperium ini
berlanjut dalam berbagai pertempuran dan
peperangan hingga tahun 1823, ketika kedua
belah pihak menyetujui perbatasan baru yang
memberikan tanah yang setara untuk Utsmani
maupun Persia.
Salah satu alasan perdamaian akhirnya
dibuat antara keduanya adalah karena mereka
terancam oleh ekspansi Rusia dan perlu
mengirim pasukan dan sumber daya untuk
melawan Rusia. Terlepas dari perdamaian
yang dibuat, bentrokan militer yang panjang
antara kedua kekuatan Muslim ini
memberikan kontribusi besar terhadap
berlanjutnya ketidakpercayaan dan
permusuhan antara Muslim Sunni dan Syiah.
Selain itu, Utsmani juga menghadapi
sejumlah tantangan dari gerakan-gerakan
kemerdekaan di dalam wilayah kekuasaannya.
Sejak Mesir dibawa dalam Kekhilafahan
Utsmaniyah pada tahun 1517, terbukti
menjadi wilayah yang sulit dikendalikan.
Meskipun dihuni oleh etnis Arab, orang Mesir

21
bangga dengan sejarah budaya mereka yang
khas, yang berasal dari zaman kuno, dan
mereka tidak suka menerima instruksi dari
para pemimpin Kesultanan Turki. Mereka
berperang dengan penguasa Utsmani mereka
untuk mengendalikan kekayaan yang
dihasilkan oleh pertanian maju mereka, dan
mereka berusaha untuk tetap mengontrol jalur
perdagangan yang menyediakan jalur antara
Laut Tengah dan Laut Merah. Banyak
gubernur Mesir setempat memperebutkan
kekuasaan dengan kepala militer Utsmani.
Salah satu gubernur Mesir tersebut, Ali
Bey (1728–1773), menguasai Mesir pada tahun
1768, merebut wilayah Hijaz di Jazirah Arab,
dan untuk sementara menguasai Suriah
sebelum dia kehilangan kekuasaan.
Menawarkan bantuannya kepada Utsmani
pada tahun-tahun setelah pemberontakan Bey,
pasukan Prancis menaklukkan Mesir pada
1798 dan berusaha membangun kendali
Prancis di sana. Tetapi kekuatan Eropa
lainnya, Inggris, membantu Utsmani
menyingkirkan Prancis pada tahun 1801.

22
Keterlibatan Inggris dimaksudkan
untuk memulihkan kekuasaan Utsmani, tetapi
setelah 1801 sekutu sultan Utsmani kelahiran
Albania bernama Mohammad Ali (1769–1849)
muncul sebagai kekuatan baru di wilayah itu.
Ali adalah pemimpin yang cakap. Dia dengan
cepat memodernisasi Mesir, membangun
saluran irigasi untuk menyediakan air ke
daerah gurun, meningkatkan teknologi
pertanian, membangun sekolah, dan
mengembangkan militer yang lebih kuat.
Salah satu penerus Ali, Ismail Pasha
(1830–1895), melanjutkan pekerjaan Ali dan
memimpin pembangunan Terusan Suez, jalur
air penting yang menghubungkan Laut
Mediterania dan Laut Merah. Ketika
kebijakan Pasha membawa Mesir ke dalam
krisis keuangan, Inggris dan Prancis terlibat,
hampir mengambil kendali negara pada tahun
1879 sebelum Inggris memantapkan dirinya
sebagai satu-satunya kekuatan di Mesir pada
tahun 1882, peran yang dipegangnya sampai
negara tersebut mendeklarasikan
kemerdekaan pada tahun 1953.

23
Tantangan besar lainnya terhadap
pemerintahan Utsmani datang dari gerakan
keagamaan Arab yang dikenal sebagai
Wahhabi, sebutan yang muncul mengikuti
nama pendirinya, Muhammad bin Abdul
Wahhab (1703–1792).
Ibn Abdul Wahhab dan para
pengikutnya mengkhotbahkan versi Islam
secara fudamental: mereka ingin umat Islam
hanya mentakzimkan Nabi Muhammad dan
mengikuti Syariah, atau hukum Islam, dengan
sangat ketat. Wahhabi percaya pada ketaatan
yang ketat terhadap sholat sehari-hari dan
mengecualikan perempuan dari hal-hal seperti
pekerjaan, posisi kepemimpinan, kepemilikan
tanah, dan bidang kehidupan lainnya yang
dianggap oleh Wahhabi hanya diperuntukkan
bagi laki-laki.
Pada 1744 Ibn Abdul Wahhab bersekutu
dengan seorang pemimpin suku, atau syekh,
bernama Muhammad bin Saud (1710–1765),
yang memerintah di wilayah Semenanjung
Arab di Najd. Bersama-sama, Ibn Saud dan Ibn
Abdul Wahhab membangun pengikut dan

24
pasukan, dan mulai merebut kekuasaan di
Jazirah Arab bagian selatan. Pada akhir abad
itu mereka menguasai kota-kota suci Mekkah
dan Madinah, dan memiliki pasukan maju
sejauh utara Suriah. Sementara pasukan
Mesir mampu membatasi penyebaran gerakan
Wahhabi, Ibn Saud dan keluarganya
mempertahankan kendali di daerah gurun
Arabia.
Selama Perang Dunia I, Saudi
memberikan dukungan untuk Inggris
melawan Khilafah Utsmaniyah yang sekarat.
Pada tahun 1932 wilayah tersebut memperoleh
kemerdekaan sebagai Arab Saudi. Sampai hari
ini, orang Saudi mengikuti ajaran Wahhabi
yang konservatif.

25
26
KEKUATAN PERDAGANGAN
Y ANG M ENGUBAH KEADAAN

JAUH LEBIH HEBAT dari daya tembak Rusia,


hasrat Mesir akan kemerdekaan, atau
fundamentalisme Wahhabi, yakni kekuatan
perdagangan Eropa Barat. Sejak abad ke-15
hingga ke-19, negara-negara Eropa
mengembangkan infrastruktur domestik
mereka (jalan, kanal, dan sistem tenaga,
seperti listrik dan uap), membangun kelas
menengah yang kuat berdasarkan bisnis, dan
membangun ekonomi yang kuat berdasarkan
perdagangan.
Namun, perdagangan ini tidak seperti
perdagangan yang relatif bebas yang ada di
zaman modern, di mana negara mengimpor
(membawa) dan mengekspor (mengirimkan)
baik barang mentah maupun barang jadi.
Sebaliknya, negara-negara Eropa berusaha

27
menemukan pasar di mana mereka dapat
membeli bahan mentah yang murah, seperti
kapas, sutra, atau tembakau, dan mengekspor
bahan jadi yang mahal, seperti senjata atau
pakaian.

Gambar 4 | Pasar Timur Tengah tempat para pedagang Eropa


sering datang untuk menjual teknologi dan mode Barat.

Kapal-kapal Eropa berlayar ke banyak


tempat dan para pedagang Eropa berusaha

28
mengembangkan kontak dan membuka pasar
di wilayah-wilayah di seluruh dunia. Di daerah
kurang maju, kekuatan Eropa mendirikan
koloni. Misalnya, Inggris mendirikan koloni di
India, dan Prancis mendirikan koloni di
Indocina (sekarang Vietnam, Kamboja, dan
Laos).
Di daerah yang lebih maju atau yang
sudah berada di bawah kendali politik—seperti
Kesultanan Utsmaniyah atau Cina—kekuatan
Eropa ini berusaha untuk menegosiasikan pola
jual beli yang menguntungkan. Sejak
perdagangan dimulai di Timur Tengah,
kekuatan Eropa menggunakan barang dan
teknologi unggul mereka untuk mendapatkan
kekuasaan dan menciptakan kekayaan
melalui interaksi mereka dengan Utsmani.
Interaksi ekonomi pertama antara
negara-negara Eropa dan Khilafah
Utsmaniyah terjadi ketika negara-negara
Eropa berusaha mengamankan atau
memperluas jalur perdagangan mereka—rute
darat atau laut yang digunakan untuk

29
mengirimkan barang, biasanya ke dan dari
Timur Jauh.
Perjanjian atau persetujuan pertama
yang ditandatangani Utsmani dengan Rusia
dan Austria memberi orang Eropa hak untuk
berdagang di wilayah Balkan. Karena wilayah
ini berada di bawah kekuasaan Islam, banyak
pedagang Eropa mencari kemampuan untuk
melindungi hak-hak orang Kristen yang
mungkin datang untuk berdagang di tempat-
tempat ini. Hak perlindungan ini, yang
pertama kali diberikan kepada Prancis pada
tahun 1740, menjadi jalan bagi banyak orang
non-Islam untuk menjadi kaya di Timur
Tengah.
Orang Kristen yang dilindungi dan
beberapa orang Yahudi menjadi perantara
dalam pengaturan perdagangan, mendirikan
bisnis dan memperluas kekayaan mereka.
Utsmani sering membatasi kemampuan umat
Islam untuk berdagang dengan negara asing,
tanpa sengaja meningkatkan kekuatan
ekonomi orang Eropa yang tinggal di negara-
negara Muslim. Pengaturan ini tidak hanya

30
memajukan ketidaksetaraan ekonomi, tetapi
juga membangun kebencian antara Muslim
dan non-Muslim, karena non-Muslim
memperoleh keuntungan yang lebih besar
berkat relasi Barat mereka.
Sejak awal abad ke-19 dan seterusnya,
efek gabungan dari revolusi pertanian dan
industri (pergeseran dari perkakas tangan dan
manufaktur rumah tangga ke perkakas yang
digerakkan oleh tenaga dan produksi pabrik)
hanya mempertinggi jurang perbedaan antara
kedua budaya tersebut.
Di Barat, petani belajar untuk secara
dramatis meningkatkan jumlah makanan
yang dapat mereka hasilkan per hektar, dan
produsen menggunakan sumber tenaga
modern dan teknik produksi untuk
memperluas jumlah barang yang dapat
mereka hasilkan sekaligus mengurangi biaya.
Akibatnya, standar hidup meningkat untuk
orang-orang di seluruh Barat dan
meningkatkan keuntungan ekonomi negara-
negara Barat.

31
Revolusi serupa tidak sampai di Timur
Tengah hingga memasuki abad ke-20. Para
petani Timur Tengah masih menggarap tanah
mereka menggunakan perkakas tangan, dan
sebagian besar barang rumah tangga—
pakaian, makanan, dan selimut—adalah
buatan tangan dan diproduksi secara lokal.
Akibatnya, Timur Tengah tertinggal dari
Barat secara teknologi, dan mayoritas orang
mengalami standar hidup yang jauh lebih
rendah daripada yang dikenal di Barat. Di
dunia di mana uang semakin disamakan
dengan kekuasaan, Timur Tengah semakin
melemah karena Barat terus mendapatkan
kekuasaan.

32
RUNTUHNYA
SEBUAH IMPERIUM

SEJAK AKHIR ABAD KE-18 dan seterusnya, para


penguasa Utsmaniyah menyadari bahwa
negara mereka sedang mengalami
kemunduran. Mereka berusaha untuk
mereformasi militer mereka, hanya
menemukan bahwa pertikaian antara pasukan
baru dan pasukan lama mengancam stabilitas
negara.
Perang Krimea (1854–1857; perang
memperebutkan wilayah antara Khilafah
Utsmaniyah dan pasukan Eropa di Ukraina
dekat Laut Hitam) mengungkapkan betapa
buruknya teknologi militer Utsmani
dibandingkan dengan negara-negara Eropa:
mereka tidak memiliki jalur kereta api untuk
memindahkan pasukan atau sistem telegraf
untuk mengirim pesan. Pada tahun 1870-an

33
serangkaian pemberontakan di wilayah
Balkan, yang didukung oleh Rusia, memaksa
Khilafah Utsmaniyah menyerahkan sebagian
besar wilayah Eropa yang tersisa.
Namun di lain sisi, runtuhnya Khilafah
Utsmaniyah yang terus berlanjut mulai
menimbulkan masalah nyata bagi kekuatan
Eropa, terutama Inggris, Prancis, Rusia, dan
Jerman yang semakin kuat. Perdamaian
antara negara-negara ini bergantung pada
konndisi Utsmani yang stabil, karena tidak
ada kekuatan Eropa yang ingin melihat
saingan mereka mengambil alih kekuasaan di
wilayah yang ditinggalkan oleh Utsmani.
Diplomat Eropa mulai berbicara tentang
bagaimana langkah mereka dalam
menghadapi runtuhnya Khilafah Utsmani
yang dulunya perkasa.
Di dalam Kekhilafahan, kerusuhan
meningkat pada akhir abad ke-19. Orang-
orang muda yang tertarik pada politik mulai
berpendapat bahwa sudah waktunya sultan
turun, dan agar kesultanan menghentikan
upayanya untuk menguasai wilayah yang

34
jauh. Orang-orang ini, yang kemudian disebut
Turki Muda, akhirnya membentuk organisasi
politik yang disebut Komite Persatuan dan
Kemajuan (Committee of Union and Progress -
CUP). CUP merebut kekuasaan dari sultan
pada tahun 1908, kehilangan kekuasaan pada
tahun 1912, dan merebutnya kembali pada
tahun 1913—tepat pada waktu dimana
Khilafah Utsmani dilemparkan ke dalam
konflik terbesar yang pernah ada di dunia.

Gambar 5 | Pada tahun 1914, Kesultanan Utsmaniyah telah


kehilangan sebagian besar wilayahnya di Eropa dan Asia, dan
hanya menguasai Turki modern, dan sebagian besar Timur Tengah.

35
Pada tahun-tahun terakhir abad ke-19
dan tahun-tahun pertama abad ke-20, negara-
negara besar Eropa telah terlibat dalam upaya
yang semakin bermusuhan untuk memperluas
kendali mereka di Afrika, membangun koloni,
mendukung pemerintahan yang bersahabat,
dan membangun hubungan perdagangan. Tak
satu pun dari negara-negara ini yang mau
melihat keseimbangan kekuatan berubah di
Eropa, jadi ketika perang dimulai di negara-
negara Balkan, semua kekuatan utama
bergabung dalam apa yang kemudian dikenal
sebagai Perang Dunia I. Dalam sistem aliansi
yang rumit yang menang, Inggris, Prancis,
Rusia, dan (setelah 1917) Amerika Serikat —
dikenal sebagai Sekutu — bergabung bersama
untuk memerangi Austria-Hongaria, Jerman,
dan Utsmani.
Pada akhir perang, kemenangan Sekutu,
dikombinasikan dengan revolusi politik di
Rusia dan runtuhnya Khilafah Utsmaniyah,
telah mengubah kondisi politik di Timur
Tengah secara radikal.

36
PERANG Y ANG M EM BAWA
PERUBAHAN

MASING-MASING KOMBATAN utama (negara


yang berperang) dalam Perang Dunia I
berusaha menggunakan perang tersebut untuk
memajukan kepentingannya di Timur Tengah.
Utsmani ingin mempertahankan peran
mereka sebagai kekuatan dominan di Timur
Tengah dan menghentikan upaya Rusia untuk
merebut wilayah mereka. Awalnya mereka
berharap untuk tetap netral, tetapi hal ini
segera terbukti tidak mungkin.
Sementara itu, Jerman ingin
memperluas kekuasaan mereka ke Timur
Tengah, dan mereka yakin dapat
melakukannya dengan mendukung Utsmani.
Keduanya dengan demikian berbagi tujuan
untuk mempertahankan dan meningkatkan
kekuatan masing-masing di wilayah tersebut.

37
Segera setelah Utsmani berkomitmen
untuk bersekutu dengan Jerman, Rusia,
Inggris, dan Prancis menjadi bebas untuk
bertindak sesuai kepentingan mereka di Timur
Tengah. Kepentingan bersama mereka adalah
membatasi kekuatan Jerman, yang muncul
sebagai negara adidaya industri dan militer
dan ancaman bagi kekuatan ekonomi Sekutu.
Inggris adalah yang paling terlibat dengan
negara-negara Timur Tengah: Inggris sudah
menguasai Mesir, dan memiliki kepentingan
ekonomi di tempat yang kemudian menjadi
Irak—terutama setelah penemuan minyak
pada tahun 1908.
Kemudian yang terpenting, Inggris juga
menawarkan dukungan mereka untuk tujuan
yang dikenal sebagai Zionisme, upaya orang
Yahudi untuk mendirikan tanah air nasional
Yahudi di wilayah Palestina. Prancis memiliki
komitmen serupa, meski lebih terbatas, karena
mendukung gerakan kemerdekaan lokal di
Lebanon dan Suriah. Rusia yagn telah lama
menjadi musuh Khilafah Utsmani, terus
menginginkan wilayah di ujung timur laut

38
kesultanan serta kontrol atas ladang minyak
yang ditemukan dan dibor di Irak dan Iran.
Pada tahun-tahun awal perang, kedua
belah pihak bertempur sampai berujung
kebuntuan di Timur Tengah, berkat dukungan
militer Jerman untuk Utsmani. Tetapi ketika
keunggulan di Eropa bergeser ke arah Sekutu,
Inggris dan Prancis mulai membuat kemajuan
nyata di Timur Tengah. Inggris merebut pulau
Siprus di Mediterania timur, dan pasukannya
membangun kekuatan di Irak selatan, sampai
ke Baghdad. Prancis mengamankan
kepentingan ekonominya di Suriah. Kemudian
Inggris serta Prancis mulai merencanakan
bagaimana mereka akan mengelola wilayah
tersebut setelah perang.
Adapun, Rusia terbukti tidak mampu
memajukan kepentingannya dalam merebut
wilayah Utsmani. Pasukan Rusia tidak hanya
dibutuhkan untuk memerangi Jerman, tetapi
pada tahun 1917 sebuah revolusi komunis di
Rusia menggulingkan pemerintahan dan
secara efektif menyingkirkan Rusia dari

39
pertarungan untuk membagi kekuasaan di
wilayah tersebut.
Di akhir perang, Inggris dan Prancis,
bekerja melalui Liga Bangsa-Bangsa
(organisasi negara-negara yang dibentuk
untuk mempromosikan perdamaian dan untuk
membantu negara-negara dalam hubungan
internasional), menyusun rencana rumit yang
akan memengaruhi masa depan Timur
Tengah. Rencana itu dikenal dengan sistem
mandat.

40
SISTEM M ANDAT

WILAYAH YANG DIAMBIL ALIH selama masa


perang biasanya dibagi antara negara-negara
yang memenangkan perang dan menjadi
bagian dari negara-negara tersebut. Namun, di
Timur Tengah, masalahnya jauh lebih rumit.
Meskipun Inggris dan Prancis jelas
merupakan pemenang di Timur Tengah
setelah Perang Dunia I, mereka tidak
menginginkan tanggung jawab untuk
memelihara koloni di wilayah tersebut.
Namun, mereka ingin memastikan akses
berkelanjutan mereka ke perdagangan,
minyak, dan transportasi di wilayah tersebut.
Mereka juga merasa perlu untuk
menghormati keinginan akan pemerintahan
sendiri yang diungkapkan oleh gerakan
kemerdekaan lokal yang telah berkontribusi
pada kemenangan Sekutu. Pekerjaan

41
menentukan apa yang akan dilakukan dengan
wilayah tersebut jatuh ke Liga Bangsa-
Bangsa, yang mengatur sistem mandat untuk
memungkinkan Prancis dan Inggris pada
akses yang mereka butuhkan sambil
menciptakan negara yang pada akhirnya akan
dapat berfungsi tanpa bantuan dari luar.
Iklim politik setelah Perang Dunia I
mendukung nasionalisme—hak suatu bangsa
dengan identitas etnik, budaya, atau agama
yang sama untuk membentuk diri mereka
sendiri menjadi badan politik
berpemerintahan sendiri yang disebut bangsa.
Beberapa orang di Timur Tengah siap untuk
pemerintahan sendiri.
Turki mengorganisir dirinya sendiri
segera setelah perang dan menjadi badan
politik independen serta menetapkan
perbatasan yang jauh berkurang dari
perbatasan Kesultanan Utsmai dan
mengumumkan kemerdekaan pada 20 Januari
1921. Baik Inggris maupun Prancis tidak
dapat mempengaruhi kebijakan politik atau

42
ekonomi apa pun di Turki setelah mengklaim
kemerdekaan.
Mesir dan Iran juga telah
mengembangkan beberapa karakteristik
negara modern: mereka memiliki sistem untuk
memungut pajak dan menggunakannya untuk
menjalankan proyek demi kebaikan negara,
seperti membangun jalan dan sistem saluran
pembuangan; mereka telah membangun
sistem hukum dan pendidikan; mereka
memiliki ekonomi yang aktif; dan mereka
memiliki perwakilan politik (walaupun itu
bukanlah perwakilan yang dipilih, seperti di
banyak negara Barat).
Tetapi wilayah lain, termasuk Palestina,
Mesopotamia, Suriah, dan Lebanon, dan di
selatan hamparan padang pasir yang luas di
Jazirah Arab, membutuhkan pengembangan
lebih lanjut sebelum mereka dapat menjadi
negara merdeka. Meskipun masing-masing
wilayah ini memiliki kelompok lokal yang
ingin mengklaim tanggung jawab untuk
memerintah, Liga Bangsa-Bangsa menerima

43
argumen Inggris dan Prancis bahwa wilayah
ini belum siap untuk pemerintahan sendiri.
Sebaliknya, Liga Bangsa-Bangsa setuju
untuk membagi wilayah itu menjadi beberapa
wilayah yang akan diperintah di bawah
otoritas Inggris atau Prancis sampai mereka
siap untuk pemerintahan sendiri. Bentuk
kekuasaan mereka akan disebut mandat, dan
ini harus diawasi dan disetujui oleh Liga
Bangsa-Bangsa sehingga mandat ini tidak
sekedar menjadi koloni negara-negara sponsor.
Dengan pemahaman inilah pada tahun 1920
Liga Bangsa-Bangsa, sebagian besar
mengikuti arahan Inggris dan Prancis,
membagi Timur Tengah menjadi negara-
negara yang mirip dengan yang ada saat ini.
Bagian timur wilayah itu diberikan
kepada Inggris. Sebagian besar wilayah ini
pertama kali dikenal sebagai Mesopotamia,
tetapi namanya segera diubah menjadi Irak
dan gubernur setempat ditunjuk sebagai Raja
Faisal I (1885–1933). Segmen yang lebih kecil,
yang dikenal sebagai Kuwait, ditempatkan di
bawah perlindungan Inggris. Bagian barat

44
wilayah itu lebih rumit. Bagian tengah dan
utara ditugaskan ke Prancis, yang
membaginya menjadi dua republik: Lebanon,
sebuah negara kecil di pantai Mediterania; dan
Suriah, wilayah yang lebih besar yang
membentang ke arah timur menuju Irak.
Bagian selatan ditugaskan ke Inggris,
dan itu juga dibagi. Tanah antara Mediterania
di barat dan Sungai Yordan di timur dikenal
sebagai Palestina. Kontrol atas wilayah ini
diperebutkan dengan sengit antara penduduk
asli Arab yang dikenal sebagai orang Palestina
dan imigran Yahudi yang ingin mendirikan
sebuah negara di wilayah yang telah
diperintah oleh orang Yahudi sebagai Israel
dua ribu tahun sebelumnya. Karena konflik
ini, Inggris menempatkan mandat ini di bawah
kendali langsungnya. Di sebelah timur Sungai
Yordan adalah sebuah wilayah bernama
Transyordania (kemudian menjadi Yordania),
menjadi kontrol lokal yang berada di tangan
Raja Abdullah I (1882–1951).
Di selatan adalah padang pasir Arabia
yang luas. Sementara Inggris mengklaim

45
beberapa ikatan dengan wilayah tersebut,
faktanya Inggris memiliki sedikit kekuatan
atau pengaruh nyata di wilayah tersebut.
Sebaliknya, kontrol diperebutkan antara
berbagai syekh dan pemimpin suku, yang
paling menonjol di antaranya adalah Abdul
Aziz bin Saud (1880–1953). Percaya bahwa
hanya ada sedikit kepentingan ekonomi atau
strategis di Arab, Inggris dan Prancis
membiarkan orang-orang Arab ini
menyelesaikan masalah mereka sendiri.
Selama lima belas tahun berikutnya, ibn Saud
mengkonsolidasikan kekuasaan di wilayah
tersebut dan mendirikan Kerajaan Arab Saudi.

46
SETELAH UTSM ANIY AH

MENURUT BERNARD LEWIS dalam The Middle


East, "Perang Dunia Pertama menandai
puncak mundurnya Islam sebelum majunya
Barat." Pertempuran panjang antara Timur
Tengah Islam dan Barat ini berakhir dengan
pecahnya Khilafah Utsmaniyah dan
penciptaan banyak negara dengan latar
belakang politik dan agama yang saling
bertentangan.
Negara-negara yang baru didirikan ini
akan berjuang untuk menciptakan identitas
independen mereka sendiri seiring berjalannya
waktu, tetapi ini bukanlah proses yang mudah.
Setiap negara akan menghadapi banyak
masalah baik secara internal maupun dari
kekuatan luar.
Konflik agama di wilayah tersebut,
upaya kelompok-kelompok dengan sudut

47
pandang ekstrim untuk mendapatkan
kekuasaan, pengelolaan sumber daya seperti
minyak dan air, dan pertempuran terus-
menerus untuk menjaga agar budaya Barat
tidak merusak tradisi Timur Tengah,
semuanya akan berkontribusi dalam
membentuk Timur Tengah dan akan
memengaruhi cara masing-masing negara
berkembang.

48

Anda mungkin juga menyukai