Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

PENENTUAN TETAPAN DISOSIASI METIL MERAH SECARA


SPEKTROFOTOMETRI

DISUSUN OLEH:

NI PUTU YUNI NARITA DEWI 1913031003


NI KOMANG RATNASARI 1913031015
NI LUH PUTU CITRA DEWI 1913031016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2021/2022
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

I. JUDUL PERCOBAAN

Penentuan Tetapan Disosiasi Metil Merah Secara Spektrofotometri

II. TUJUAN PERCOBAAN


Menentukan tetapan disosiasi metil merah secara spektrofotometri
III. DASAR TEORI
Spektrofotometri adalah suatu metode analisa kimia yang pada dasarnya merupakan
perbandingan intensitas warna suatu larutan dengan larutan standar. Metode ini juga
merupakan bagian dari analisa fotometri. Selain itu, dikenal pula tetapan metode analisa
kalorimetri yang lain, di antaranya adalah analisa turbidimetri, nefalometri, dan fluoresensi.

Indikator asam-basa pada umumnnya mempunyai perubahan warna yang


dipengaruhi oleh kondisi asam atau basa. Salah satu indikator asam basa adalah metil
merah, yang digunakan untuk mengetahui pH larutan dengan trayek pH 4,2-6,3. Dalam
larutan air, metil merah ditemukan sebagai suatu zwitterion. Dalam suasana asam, senyawa
ini berupa HMR, yang berwarna merah dan mempunyai dua bentuk resonansi. Jika
ditambahkan basa, sebuah proton hilang dan terjadi anion MR-, yang berwarna kuning.
Kesetimbangan antara kedua bentuk metil merah tersebut ditunjukkan sebagai berikut.

COO- COO-
.. +
CH3 N N N CH3 N N N

CH3 H CH3 H

Metil merah dalam bentuk asam HMR (merah)

H+ OH-
COO-

CH3 N N N

CH3 H
Metil merah bentuk basa MR- (kuning)
Gambar 1. Keadaan Kesetimbangan Metil Merah dalam Suasana Asam dan Basa
Reaksi pengionan metil merah di atas dapat dinyatakan oleh persamaan reaksi sebagai
berikut.
HMR MR- + H+
Tetapan disosiasi (Ka) dapat dinyatakan oleh persamaan berikut.
[ H + ][ MR − ]
Ka = ………………..…….(1)
[ HMR]
Sehingga pKa dinyatakan,
[ MR − ]
pKa = pH − log …………………(2)
[ HMR]
HMR dan MR- mempunyai absorbansi maksimum pada panjang gelombang yang berbeda,
yaitu pada selang pH 4–6.Harga tetapan kesetimbangan ini dapat dihitung dengan
persamaan (2) dari pengukuran perbandingan [MR-]/[HMR] pada pH tertentu.
Perbandingan [MR-]/[HMR] dapat ditunjukkan secara spektrofotometri karena kedua
bentuk metil merah mengabsorbsi kuat pada daerah cahaya tampak (400-800 nm).
Spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya pengabsorpsi energi cahaya oleh suatu
system kimia sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi serta pengukuran
pengabsorpsi yang menyendiri pada suatu panjang gelombang tertentu. Metode
spektrofotometri dibedakan menjadi dua, yaitu spektrofotometri ultraviolet dan
spektrofotometri cahaya tampak. Pada umumnya, penerapan spektrofotometri ultraviolet
dan cahaya tampak pada senyawa organik didasarkan pada transisi n-π* atau π-π* dan
karenanya memerlukan hadirnya gugus kromoforat (C=C, C=O, N=N) dalam molekul.
Transisi ini terjadi dalam daerah spektrum antara 200-700 nm yang praktis digunakan
dalam eksperimen. Pada spektrofotometri UV-Vis, absorbsi hanya terjadi jika selisih kedua
tingkat energi elektronik tersebut (ΔE = E2 – E1) bersesuaian dengan energi cahaya (foton)
yang datang.
Jika I dan I0 masing-masing adalah intensitas cahaya dengan panjang gelombang tertentu
yang telah melalui larutan dan pelarut murni, maka absorbansi optik (A) didefinisikan oleh
Hukum Lambert-Beer.
A = - log I/I0 = εbc …………………………………..(3)
dimana :
I = Intensitas cahaya yang diemisikan oleh larutan dalam sel
Io = Intensitas cahaya yang diemisikan oleh pelarut dalam sel pada I yang sama
ε = Koefisien ekstingsi dari spesies penyerap atau konstanta pembanding
Semakin besar intensitas sinar yang diserap maka nilai A akan semakin besar dan intensitas
sinar yang diteruskan akan semakin kecil.
Jika hanya zat terlarut saja yang dapat mengabsorbsi cahaya, maka
A = a.b.c……………………………………...(4)
dimana ,
a = indeks absorbansi zat terlarut
b = panjang/tebal larutan yang dilewati cahaya
c = konsentrasi zat terlarut
Harga a bergantung pada panjang gelombang cahaya, pada suhu dan pada jenis pelarut.
Pada daerah berlakunya hukum Lambert-Beer, aluran A terhadap konsentrasi berupa garis
lurus. Jika dalam larutan terdapat lebih dari satu zat terlarut dan masing-masing zat
mengabsorbsi secara bebas, maka absorbansi campuran ini bersifat aditif.
A = ΣA1 = Σa1.b.c ……………………………(5)
Pada percobaan ini pertama-tama ditentukan spektrum absorpsi metil merah bentuk I
(dalam larutan asam) dan bentuk II (dalam larutan basa) dan kemudian dipilih dua panjang
gelombang λ1 dan λ2 untuk kedua larutan sedemikian hingga bentuk asam mengadsorpsi
jauh lebih kuat pada λ1 dibandingkan dengan basanya, dan sebaliknya pada λ2 bentuk basa
mengadsorpsi kuat sedangkan bentuk asam tidak. Secara ideal, λ1 dan λ2 berupa puncak
absorpsi.

HMR

MR-

1 2

Gambar 2. Alur Absorbansi Terhadap Panjang Gelombang untuk HMR dan MR-
Dalam suasana sangat asam (seperti dalam HCl) metil merah dapat dianggap hanya
terdapat dalam bentuk asam dan sebaliknya dalam suasana basa (seperti dalam NaOH)
metil merah ditemukan dalam bentuk II.
Indeks absorbansi molar HMR pada λ1 (= a1.HMR) dan pada λ2 (= a2.HMR) dan juga indeks
absorbansi molar MR- pada λ1 (= a1.MR-) dan pada λ2 (= a2.MR-) ditentukan pada berbagai
konsentrasi dengan menggunakan persamaan (4) untuk mengetahui apakah hukum Beer
dipenuhi. Untuk maksud ini dapat juga dibentuk grafik absorbansi A terhadap konsentrasi.
Kemudian komposisi campuran HMR dan MR- pada suatu pH tertentu dihitung dari
absorbansi A1 dan A2, masing-masing pada λ1 dan λ2 dan dengan tebal sel satu cm (b = 1
cm) dengan menggunakan persamaan (6) dan persamaan (7)
A1 = a1.HMR [HMR] + a1.MR- [MR-]………………………………..(6)
A2 = a2.HMR [HMR] + a2.MR- [MR-]………………………………..(7)
IV. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
Tabel 1. Daftar Nama Alat

No. Nama Alat Ukuran Jumlah


1. Spektofotometer UV-Vis - 1 buah
2. Labu ukur 100 mL 1 buah
3. Pipet volumetri 10 mL 1 buah
4. Labu ukur 50 mL 2 buah
5. Labu ukur 10 mL 1 buah
6. Labu erlenmeyer 10 mL 8 buah
7. Labu erlenmeyer 100 mL 4 buah
8. Pipet volumetri 50 mL 1 buah
9. Gelas kimia 100 mL 2 buah
10. Pipet tetes - 2 buah
11. Gelas ukur 25 mL 1 buah
12. Kaca arloji - 1 buah
13. Spatula - 1 buah
14. Botol semprot - 1 buah
b. Bahan
Tabel 2. Daftar Nama Bahan

No. Nama Bahan Konsentrasi Jumlah


1. Metil merah - 0,1 gram
2. Larutan natrium asetat 0,04 M 50 mL
3. Larutan asam asetat 0,02 M 45 mL
4. Larutan HCl 0,1 M 100 mL
5. Larutan HCl 0,01 M 50 mL
6. Larutan NaOH 0,04 M 25 mL
7. Larutan NaOH 0,01 M 50 mL
8. Aquades - 500 mL
9. Etanol 95% - 30 mL

V. CARA KERJA
I. Pembuatan Larutan Metil Merah
1. Sebanyak 0,1 gram metil merah kristalin murni dilarutkan ke dalam etanol 95%,
kemudian diencerkan hingga tepat 50 mL dengan air suling (larutan induk)
2. Sebanyak 5 mL larutan induk tersebut diambil dan diencerkan dengan air hingga
volume menjadi 100 mL (larutan ini disebut larutan standar)
II. Pembuatan Larutan HMR
1. Sebanyak 10 mL larutan standar metil merah ditempatkan dalam labu ukur 100
mL
2. Sebanyak 10 mL larutan HCl 0,1 M ditambahkan kedalam labu ukur dan
diencerkan dengan aquades hingga tepat 100 mL
III. Pembuatan Larutan MR-
1. Sebanyak 10 mL larutan standar metil merah tempatkan dalam labu ukur 100 Ml
2. Sebanyak 25 mL larutan NaOH 0,04 M ditambahkan dan diencerkan dengan
aquades hingga tepat 100 mL (pH larutan kira-kira 8)
IV. Penentuan  maks HMR dan MR-
1. Absorbansi larutan HMR diukur dengan spektrofotometer dan diukur pada
panjang gelombang mulai dari 350 – 750 nm
2. Absorbansi diplot terhadap panjang gelombang sehingga didapatkan λ maks dari
HMR
3. Melakukan cara yang sama untuk pengukuran absorbansi dari larutan MR- pada
kisaran panjang gelombang 400-500 nm
V. Penentuan d atau εb dari HMR dan MR- pada λ maks HMR dan MR-
1. Sebanyak 8 mL, 6 mL, 4 mL, 2 mL larutan HMR dimasukkan dalam labu ukur
10 mL, kemudian diencerkan masing-masing dengan menggunakan larutan HCl
0,01 M
2. Absorbansi diukur pada larutan tersebut pada panjang gelombang maksimum dari
HMR dan MR- yang telah diperoleh pada perlakuan 4
3. Buat kurva absorbansi terhadap konsentrasi, harga d merupakan slope dari kurva
tersebut
4. Langkah pertama diulangi untuk larutan MR- dan diencerkan dengan
menggunakan NaOH 0,01 M serta dihitung absorbansinya
VI. Penetapan Kuantitas Relatif HMR dan MR- pada Berbagai Harga Ph
1. Dibuat campuran larutan dengan komposisi sebagai berikut.
Nomor labu 1 2 3 4
Larutan indikator standar 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL
(MR)
Natrium asetat 0,04 M 25 mL 25 mL 25 mL 25 mL

Asam asetat 0,02 M 50 mL 25 mL 10 mL 5 mL


Air (pengenceran) 15 mL 40 mL 55 mL 60 mL

pH (di cek kembali) 4,85 5,51 5,73 5,81

2. Ukur absorbansi dari masing-masing larutan tersebut pada panjang gelombang


maksimum untuk HMR dan MR-
VI. DATA HASIL PENGAMATAN
1. Sampel HMR
λ (nm) HCl 0,1 M HCl 0,01 M HCl 0,05 M

A A A

400 0,023 0,033 0,039

415 0,043 0,053 0,064

430 0,086 0,095 0,124

445 0,162 0,165 0,233

460 0,274 0,28 0,388

475 0,301 0,311 0,415

490 0,321 0,335 0,443

505 0,335 0,341 0,456

520 0,346 0,355 0,461

2. Sampel MR-
λ (nm) NaOH 0,1 M NaOH 0,01 M NaOH 0,05 M

A A A

400 0,376 0,500 0,407

415 0,396 0,526 0,428

430 0,399 0,529 0,430

445 0,382 0,508 0,414

460 0,332 0,497 0,360

475 0,313 0,461 0,330

490 0,301 0,431 0,31


505 0,292 0,410 0,29

520 0,271 0,390 0,25

VII. PENGOLAHAN DATA

1. Perhitungan konstanta disosiasi metil merah:


Diketahui:
a. Massa metil merah = 0,1 gram
b. Mr metil merah = 269 gram/mol
c. Volume pelarut (etanol 95%) = 30 mL
a. Tentukan konsentrasi larutan induk dan larutan standar metil merah.
• Larutan induk
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
M1 = 𝑥
𝑀𝑟 𝑃
0,1 𝑔𝑟𝑎𝑚 1000
M1 = 𝑥
269 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚𝑜𝑙 30 𝑚𝐿

M1 = 0,0124
M1 = 1,2 x 10-2 M
Selanjutnya untuk mencari konsentrasi larutan induk, diencerkan dengan
aquades hingga V=50 mL
V1 x M1 = V2 x M2
30 mLx1,2 x 10-2 M = 50 mL x M2
M2 = 7,2 x 10-3 M
• Larutan standar

V1 X M1 = V2 x M2
10 mLx7,2 x 10-3 M = 50 mL x M2
M2 = 1,44 x 10-3 M
b. Tentukan konsentrasi larutan HMR awal dan larutan MR- awal.
• Konsentrasi larutan HMR
V1 x M 1 = V2 x M2
10 mL x 1,44 x 10-3 M= 100 mL x M2
M2 = 1,44 x 10-4 M
• Konsentrasi larutan MR-
V1 x M 1 = V2 x M2
10 mLx1,44 x 10-3 M = 100 mL x M2
M2 = 1,44 x 10-4 M
c. Hitung konsentrasi larutan HMR dan MR- hasil pengenceran.
1. Pengenceran 40 mL larutan HMR dan
MR- V1 x M1 = V2 x M2
40 mL x 1,44 x 10-4 M = 50 mL x M2
M2 = 1,152 x 10-4 M
2. Pengenceran 30 mL larutan HMR dan
MR- V1 x M1 = V2 x M2
30 mL x 1,44 x 10-4 M = 50 mL x M2
M2 = 8,64 x 10-5 M
3. Pengenceran 20 mL larutan HMR dan
MR- V1 x M1 = V2 x M2
20 mL x 1,44 x 10-4 M= 50 mL x M2
M2 = 5,76 x 10-5 M
4. Pengenceran 10 mL larutan HMR dan
MR- V1 x M1 = V2 x M2
10 mL x 1,44 x 10-4 M= 50 mL x M2
M2 = 2,88 x 10-5 M
5. Pengenceran 5 mL larutan HMR dan
MR- V1 x M1 = V2 x M2
5 mL x 1,44 x 10-4 M= 50 mL x M2
M2 = 1,44 x 10-5 M
2. Perhitungan Nilai Absorbansi Larutan Terhadap Konsentrasi dan
Perhitungan Nilai d dengan Menggunakan Persamaan Lambert-
Beer

3. Perhitungan Indeks Absorbansi pada  =  nm-520 nm


A=axbxc
a=
a. Indeks Absorbansi HMR dari HCl 0,1 M
Diketahui:
b = 0,01 cm
c = 0,1 M
 =  nm; A = 0,023  =  nm; A = 0,301
= 23 =

301
 =  nm; A = 0,043  =  nm; A = 0,321
= 43 =

321

 =  nm; A = 0,086  =  nm; A = 0,335


= 86 =

335

 =  nm; A = 0,162  =  nm; A = 0,346


= 162 =

346
 =  nm; A = 0,274
= 274

b. Indeks Absorbansi HMR dari HCl 0,01 M


Diketahui:
b = 0,01 cm
c = 0,01 M
 =  nm; A = 0,033  =  nm; A = 0,311
= =

330 3110
 =  nm; A = 0,053  =  nm; A = 0,335
= =

530 3350
 =  nm; A = 0,095  =  nm; A = 0,341
= =

950 3410
 =  nm; A = 0,165  =  nm; A = 0,355
= =

1650 3550
 =  nm; A = 0,28
=

2800
c. Indeks Absorbansi HMR dari HCL 0,05 M
Diketahui:
b = 0,01 cm
c = 0,05 M
 =  nm; A = 0,039  =  nm; A = 0,415
= 78

= 830
 =  nm; A = 0,064  =  nm; A = 0,443
=
= 886
128
 =  nm; A = 0,124  =  nm; A = 0,456
=

248 = 912
 =  nm; A = 0,233  =  nm; A = 0,461
=

466 = 922
 =  nm; A = 0,388
=77

6
d. Indeks Absorbansi MR- dari NaOH 0,1 M
Diketahui:
b = 0,01 cm
c = 0,1 M
 =  nm; A = 0,376  =  nm; A = 0,313
= =

376 313

 =  nm; A = 0,396  =  nm; A = 0,301


= =

396 301

 =  nm; A = 0,399  =  nm; A = 0,292


= =

399 292
 =  nm; A = 0,382  =  nm; A = 0,271
= =

382 271
 =  nm; A = 0,332
= 332

e. Indeks Absorbansi MR- dari NaOH 0,01 M


Diketahui:
b = 0,01 cm
c = 0,01 M
 =  nm; A = 0,500  =  nm; A = 0,461
= =

5000 4610
 =  nm; A = 0,526  =  nm; A = 0,431
= =

5260 4310
 =  nm; A = 0,529  =  nm; A = 0,410
= =

5290 4100
 =  nm; A = 0,508  =  nm; A = 0,390
= =

5080 3900
 =  nm; A = 0,497
=

4970
f. Indeks Absorbansi MR- dari NaOH 0,05 M
Diketahui:
b = 0,01 cm
c = 0,05 M
 =  nm; A = 0,407  =  nm; A = 0,330
= =

814 660
 =  nm; A = 0,428  =  nm; A = 0,31
= =

856 620
 =  nm; A = 0,430  =  nm; A = 0,29
= =

860 580
 =  nm; A = 0,414  =  nm; A = 0,25
= =

828 500
 =  nm; A = 0,360
=

720

4. Perhitungan Komposisi Campuran HMR dan MR-


 (nm) HMR MR-
0,1 M 0,01 M 0,05 M 0,1 M 0,01 M 0,05 M
Terendah 23 330 78 271 3900 500
Puncak 346 3550 922 - - -
HMR
Puncak - - - 399 5290 860
MR-

5. Data absorbansi larutan 1,2,3, dan 4 pada λ1 (430 nm) dan λ2


(520 nm)

Absorbansi Larutan pada:


Larutan
λ1 (440 nm) λ2 (550 nm)
1 = pH 4,85
2 = pH 5,51
3 = pH 5,73
4 = pH 5,81

6. Menentukan Konsentrasi HMR dan MR-


Untuk menentukan konsentrasi HMR dan MR- digunakan persamaan
sebagai berikut:
(i) A1 = a1[HMR] + a1[MR-] (HCl)
(ii) A1 = a2[HMR] + a2[MR-] (NaOH)
7. Perhitungan Nilai Tetapan Disosiasi (Ka) Metil Merah
VIII. PEMBAHASAN
Pratikum ini dilakukan untuk menentukan tetapan disosiasi metil
merah secara spektrofotometri. prinsip kerjanya spektrofotometri
bersasarkan Hukum Lambert-Beer. apabila cahaya monokromatik melalui
suatu media misalkan pada larutan, maka sebagaian cahaya tersebut akan
dipantulkan dan sebagaian lagi dipancarkan. Alat yang pada pratikum ini
adalah spektrofotometer UV-Vis serta larutan yang digunakan adalah HCl
dan NaOH yang ditambakan meti merah. Dalam hal ini metil merah
digunakan karena dalam larutan air ditemukan sebagai zwitter ion. Metil
merah merupakan salah satu zat yang dapat menujukkan sifat asam
ataupun basa. Adanya pengaruh kondisi asam maupun basa dapat
menyebabkan perubahan warna pada indikator metil merah, yang mana
dalam suasana asam senyawa metil merah berupa HMR berwarna merah,
sedangkan dalam suasana basa berupa MR- berwarna kuning. Seluruh
sampel asam dan basa dengan panjang gelombang 400-520 nm diukur
masing-masing absorbansinya.
Pada pratikum dalam menghitung indeks absorbansi zat terlarut
digunakan hukum Lambert-Beer. tujuan menghitung indeks absorbansi zat
terlarut dari masing-masing panjang gelombang yaitu untuk mendapatkan
indeks absorbansi tertinggi dan terendah. Dalam percobaan diperoleh
indeks absorbansi tertinggi pada HCl 0,1 M sebesar 346; HCl 0,01 M
sebesar 3550 dan HCl 0,05 M sebesar 922. Nilai indeks absorbansi
terendah pada HCl 0,1 M sebesar 23; HCl 0,01 M sebesar 330; dan HCl
0,05 M sebesar 78. Demikian juga dengan basa, nilai indeks absorbansi
tertinggi pada NaOH 0,1 M sebesar 399; NaOH 0,01 M sebesar 5290; dan
NaOH 0,05 M sebesar 860. Nilai indeks absorbansi terendah pada NaOH
0,1 M sebesar 271; NaOH 0,01 M sebesar 3900 dan NaOH 0,05 M sebesar
500. Dapat diketahui melalui perhitungan indeks absorbansi yang
memiliki nilai tertinggi, bahwa puncak tertinggi pada asam (HMR) terletak
pada panjang gelombang 520 nm dan puncak tertinggi pada basa (MR-)
terletak pada panjang gelombang 430 nm.
IX. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diketahui bahwa nilai
tetapan disosiasi metil merah dapat ditentukan secara spektrofotometer
melalui pengukuran absorbansinya pada panjang gelombang 400-520 nm.
Namun dalam pengolahan data dan perhitungan pada praktikum ini, nilai
tetapan disosiasi metil merah tidak diketahui dikarenakan adanya
ketidaklengkapan atau kekurangan pada data sekunder yang diberikan
untuk mengolah data sehingga dalam proses perhitungan tidak dapat
terselesaikan.
X. SARAN
Dalam melakukan percobaan ini, praktikan harus teliti saat
percobaan dan melakukan percobaan harus sesuai dengan prosedur yang
ada, hal tersebut bertujuan agar dapat meminimalisir kesalahan-kesalahan
yang mungkin terjadi selama percobaan dan hasil yang didapatkan pada
percobaan bisa maksimal
XI. DAFTAR PUSTAKA
Ananda, Putu. 2020. Penuntun Praktikum Kimia Fisika. Undiksha.
http://jurusankimia.undiksha.ac.id/wp-
content/uploads/2020/11/Modul- Penuntun-Praktikum-Kimia-
Fisika.pdf

Wiratini, Ni Made dan I Nyoman Retug. 2014. Buku Penuntun Pratikum


Kimia Fisika. Singaraja: Undiksha.

Anda mungkin juga menyukai