OLEH :
I. TUJUAN
Menentukan konstanta disosiasi dari asam metil merah secara spektrofotometri.
II. DASAR TEORI
Indikator asam basa pada umumnya akan mengalami perubahan warna yang
dipengaruhi oleh kondisi asam atau basa. Salah satu indikator asam basa adalah metil
merah. Metil merah merupakan salah satu zat yang dapat menunjukkan sifat suatu asam
maupun basa. Indikator metil merah digunakan untuk mengetahui pH larutan dengan
trayek pH 4,2–6,3.
Dalam larutan air, metil merah ditemukan sebagai suatu “zwitter ion”. Dalam
suasana asam, senyawa metil merah berupa HMR yang berwarna merah dan mempunyai
dua bentuk resonansi. Jika berada dalam suasana basa, sebuah proton hilang dan
terbentuk anion MR- yang berwarna kuning. Keadaan kesetimbangan antara HMR (metil
merah dalam suasana asam) dengan MR- (metil merah dalam suasana basa) ditunjukkan
pada Gambar 1.
H+ OH-
COO-
N
CH3 N N
CH3 H
Reaksi pengionan metil merah di atas dapat dinyatakan oleh persamaan reaksi
sebagai berikut.
HMR MR- + H+
Tetapan disosiasi (Ka) dapat dinyatakan oleh persamaan berikut.
[H ][MR ]
Ka ………………………………….(1)
[HMR]
Sehingga pKa dinyatakan,
[MR ]
pKa pH log …………………(2)
[HMR]
HMR dan MR- mempunyai absorbansi maksimum pada panjang gelombang yang
berbeda, yaitu pada selang pH 4–6.Harga tetapan kesetimbangan ini dapat dihitung
dengan persamaan (2) dari pengukuran perbandingan [MR-]/[HMR] pada pH tertentu.
Perbandingan [MR-]/[HMR] dapat ditunjukkan secara spektrofotometri karena kedua
bentuk metil merah mengabsorbsi kuat pada daerah cahaya tampak (400-800 nm).
Spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya pengabsorpsi energi cahaya oleh
suatu system kimia sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi serta pengukuran
pengabsorpsi yang menyendiri pada suatu panjang gelombang tertentu. Metode
spektrofotometri dibedakan menjadi dua, yaitu spektrofotometri ultraviolet dan
spektrofotometri cahaya tampak. Pada umumnya, penerapan spektrofotometri ultraviolet
dan cahaya tampak pada senyawa organik didasarkan pada transisi n-π* atau π-π* dan
karenanya memerlukan hadirnya gugus kromoforat (C=C, C=O, N=N) dalam molekul.
Transisi ini terjadi dalam daerah spektrum antara 200-700 nm yang praktis digunakan
dalam eksperimen. Pada spektrofotometri UV-Vis, absorbsi hanya terjadi jika selisih
kedua tingkat energi elektronik tersebut (ΔE = E2 – E1) bersesuaian dengan energi cahaya
(foton) yang datang.
Jika I dan I0 masing-masing adalah intensitas cahaya dengan panjang gelombang
tertentu yang telah melalui larutan dan pelarut murni, maka absorbansi optik (A)
didefinisikan oleh Hukum Lambert-Beer.
A = - log I/I0 = εbc......................................................(3)
dimana I = Intensitas cahaya yang diemisikan oleh larutan dalam sel
Io = Intensitas cahaya yang diemisikan oleh pelarut dalam sel pada I yang
sama ε = Koefisien ekstingsi dari spesies penyerap atau konstanta pembanding
Semakin besar intensitas sinar yang diserap maka nilai A akan semakin besar dan
intensitas sinar yang diteruskan akan semakin kecil.
Jika hanya zat terlarut saja yang dapat mengabsorbsi cahaya,
maka A = a.b.c.................................................(4)
dimana a = indeks absorbansi zat terlarut
b = panjang/tebal larutan yang dilewati
cahaya c = konsentrasi zat terlarut
Harga a bergantung pada panjang gelombang cahaya, pada suhu dan pada jenis pelarut.
Pada daerah berlakunya hukum Lambert-Beer, aluran A terhadap konsentrasi berupa garis
lurus. Jika dalam larutan terdapat lebih dari satu zat terlarut dan masing-masing zat
mengabsorbsi secara bebas, maka absorbansi campuran ini bersifat aditif.
A = ΣA1 = Σa1.b.c............................................(5)
Pada percobaan ini pertama-tama ditentukan spektrum absorpsi metil merah bentuk I
(dalam larutan asam) dan bentuk II (dalam larutan basa) dan kemudian dipilih dua panjang
gelombang λ1 dan λ2 untuk kedua larutan sedemikian hingga bentuk asam mengadsorpsi jauh
lebih kuat pada λ1 dibandingkan dengan basanya, dan sebaliknya pada λ2 bentuk basa
mengadsorpsi kuat sedangkan bentuk asam tidak. Secara ideal, λ1 dan λ2 berupa puncak
absorpsi.
HM
MR-
1 2
Gambar 2. Alur Absorbansi Terhadap Panjang Gelombang untuk HMR dan MR-
Dalam suasana sangat asam (seperti dalam HCl) metil merah dapat dianggap hanya
terdapat dalam bentuk asam dan sebaliknya dalam suasana basa (seperti dalam NaOH) metil
merah ditemukan dalam bentuk II.
Indeks absorbansi molar HMR pada λ1 (= a1.HMR) dan pada λ2 (= a2.HMR) dan juga indeks
absorbansi molar MR- pada λ1 (= a1.MR-) dan pada λ2 (= a2.MR-) ditentukan pada berbagai
konsentrasi dengan menggunakan persamaan (4) untuk mengetahui apakah hukum Beer
dipenuhi. Untuk maksud ini dapat juga dibentuk grafik absorbansi A terhadap konsentrasi.
Kemudian komposisi campuran HMR dan MR- pada suatu pH tertentu dihitung dari
absorbansi A1 dan A2, masing-masing pada λ1 dan λ2 dan dengan tebal sel satu cm (b = 1 cm)
dengan menggunakan persamaan (6) dan persamaan (7)
A1 = a1.HMR [HMR] + a1.MR- [MR-]......................................................(6)
Apabila suatu larutan mendapat radiasi sinar polikromatik yaitu sinar yang terdiri dari
beberapa macam warna, maka ada suatu sinar dengan panjang gelombang tertentu yang
diserap, sedangkan yang lainnya diteruskan melalui larutan tersebut. Panjang gelombang
yang diperlukan dalam suatu analisis kuantitatif secara spektrofotometri adalah panjang
gelombang yang sesuai dengan absorbansi maksimum (puncak serapan).
Keterangan:
Violet : 400 - 420 nm
Indigo : 420 - 440 nm
Blue : 440 - 490 nm
Green : 490 - 570 nm
Yellow: 570 - 585 nm
Orange: 585 - 620 nm
Red : 680 – 780 nm
B. Cara Kerja
Asam asetat 50 mL 25 mL 10 mL 5 mL
0,02 M
Air 15 mL 40 mL 55 mL 60 mL
(pengenceran
)
pH (di cek 4,85 5,51 5,73 5,81
kembali)
a. Tabel Data:
Volume asam oksalat yang dititrasi = 25 mL
Sampel HMR
Sampel MR-
b. Analisis Data
1. Pembuatan larutan
a. Berat jenis HCl = 1,19 kg/L
10 x kadar x p
N=
Be
10 x 37 x 1,19 kg /L
N =
36,5 gr /mol
N = 12,06 N
(V1 . N1)pekat = V2 . N2
10 m L
V=
12,06
V = 0,83 mL
1mL . N
V=
0,1 N
V = 10 mL
V1.N1 = V2N2
V1 = 50 mL
W = N . V . Be
= 0,4 gr
N = 17,5 N
M=N
M = 17,5 M
A
a=
b.c
keterangan :
A = Absorbansi
a = Tetapan absorbtivitas (M-1cm-1 )
c = kosentrasi larutan yang diukur
b = tebal larutan
b = 1 cm
c = 0,1 N
b = 1 cm
c = 0,01 N
b = 1 cm
c = 0,05 N
λ = 400 nm, A = 0,039 λ = 475 nm, A = 0,415
0,039 0,415
a¿ a¿
1cm . 0,05 N 1cm . 0,05 N
= 0,78 = 8,30
b = 1 cm
c = 0,1 N
b = 1 cm
c = 0,01 N
b = 1 cm
c = 0,05 N
Λ HMR MR-
0,1 N 0,01 N 0,05 N 0,1 N 0,01 N 0,05
Terendah 0,23 3,30 0,78 2,71 39 5
Puncak 3,46 35,50 9,22 3,99 52,90 8,60
-0,85808 = - 8,4589 y
y = 1,014 x 10-1
b) Kosentrasi 0,01 N
A1 = 0,355
A2 = 0,390
a1 (HMR) = 35,50
a2 (HMR) = 3,30
a1 (MR-) = 52,90
a2 (MR-) = 39
-1267,35 = - 12099300 y
y = 1,047 x 10-4
c) Kosentrasi 0,05 N
A1 = 0,461
A2 = 0,25
a1 (HMR) = 9,22
a2 (HMR) = 8,60
a1 (MR-) = 0,78
a2 (MR-) =5
194,542 = - 393920 y
y = 4,93 x 10-4
1) Kosentrasi 0,1 N
−1
¿ 1,014 x 10
= log MR− HMR ¿ = log
1,41 x 10−2
= log (7,191)
= 0,89
1) Kosentrasi 0,01 N
−4
¿ 1,047 x 10
= log MR− HMR ¿ = log −5
5,58 x 10
= log (1,876)
= 0,27
2) Kosentrasi 0,05 N
−4
¿ 4,93 x 10
= log MR− HMR ¿ = log
4,49 x 10−5
= log (10,979)
= 1,04
e) Perhitungan nilai pKa
Kosentrasi ¿ pH
log MR− HMR ¿
0,1 0,89 5
0,01 N 0,27 5
0,05 N 1,04 5
¿
pKa = pH - log MR− HMR ¿
a. Kosentrasi 0,1 N
pKa = 5 - 0,89
= 4,11
b. Kosentrasi 0,01 N
pKa = 5 – 0,27
= 4,73
c. Kosentrasi 0,05 N
pKa = 5 – 1,04
= 3,96
f) Menenentukan nilai konstanta disosiasi (Ka)
a. Kosentrasi 0,1 N
pKa = - log Ka
4,11 = - log Ka
log Ka = - 4,11
Ka = 10-4,11
Ka = 7,762 x 10-5
b. Kosentrasi 0,01 N
pKa = - log Ka
4,73 = - log Ka
log Ka = - 4,73
Ka = 10-4,73
Ka = 1,862 x 10-5
c. Kosentrasi 0,05 N
pKa = - log Ka
3,96 = - log Ka
log Ka = - 3,96
Ka = 10-3,96
Ka = 1,096 x 10-4
D. Pembahasan
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan pada pengukuran
serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwana pada panjang gelombang
spesifik tertentu. Alat yang digunakan disebut spektrofometer. Alat ini bekerja pada
panjang gelombang dari 400-500 nm, sehingga pada pengukuran lebih dari 500 nm akan
error. Skema ini adalah sumber cahayamonokromatorsel sampel detectorred out
(pembaca). Pada percobaan ini larutan yang digunakan adalah HCl dan NaOH yang
ditambah metil merah. Metil merah digunakan karena metil merah adalah zwitter ion
yaiut berwarna merah pada suasana asam dengan bentuk HMR dan berwarna kuning pada
suasana basa dengan bentuk MR-.
HCl sebagai sampel asamdimasukan dalam sel sampel pada alat spektrofotometer,
kemudia alat ini akan menginformasikan besar absorbansi, kosentrasi dan transmitasi.
Begitu juga untuk sampel basa. Namun sebelum sampel dimasukan ke dalam sel sampel
harus dimasukkan terlebih dahulu blanko dalam hal ini adalah aquades. Larutan blanko
berfungsi sebagai patokan atau standar perhitungan.
Pada pengukuran percobaan ini, berlaku hukum Lembert Beer karena metil merah
mengabsorbsi cahaya. Hukum Lambert Beer digunakan untuk mencari indeks absorbsi
zat terlarut atau absorbtivitas. Puncak tertinggi untuk sampel terletak pada panjang
gelombang 520 nm, maka didapat nilai absortivitas untuk HCl 0,1 N sebesar 3,46, HCl
0,01N sebesar 35,50 dan HCl 0,05 N sebesar 9,22. Dan untuk sampel basa nilai
absorbtivitas untuk NaOH 0,1 sebesar 3,99, NaOH 0,1 N sebesar 52,90 dan NaOH 0,05 N
sebesar 8,60. Untuk nilai Ka dapat ditentukan pada persamaan
pKa = pH - log ¿ ¿
pKa = - log Ka
Ka untuk kosentrasi 0,1 sebesar 7,762 x 10-5 , Ka untuk kosentrasi 0,01 sebesar 1,862 x
10-5 dan untuk kesentrasi 0,05 sebesar 1,096 x 10-4
E. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat dibuat simpulan bahwa harga
konstanta disosiasi suatu asam dapat ditentukan secara spektrofotometer melalui
pengukuran absorbansinya pada panjang gelombang tertentu. Besarnya harga Ka asam
metil merah berdasarkan hasil percobaan Ka untuk kosentrasi 0,1 sebesar 7,762 x 10-5
, Ka untuk kosentrasi 0,01 sebesar 1,862 x 10-5 dan untuk kesentrasi 0,05 sebesar 1,096 x
10-4
F.
Daftar Pustaka
Basuki, A.S. dan Setijo Bismo, 2003, Buku Petunjuk Laboratorium Kimia Fisika, Depok:
Laboratorium Dasar Proses Kimia, TGP FTUI.
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/setijo.bismo/material/panduankimiafisika.pdf
Isana, S.Y.L., P. Yatiman dan Suharto, 2003, Petunjuk Praktikum Kimia Fisika I, Yogyakarta:
Laboratorium Kimia Fisika, FMIPA UNY.
Suardana, I. N., I.M. Kirna, I.N. Retug, 2001, Buku Ajar Kimia Fisika I, Singaraja: Jurusan
Pendidikan Kimia, FPMIPA, IKIPN Singaraja.
Retug, Nyoman dan Dewa Sastrawidana. 2004. Penuntun Praktikum Kimia Fisika. Singaraja:
IKIP N Singaraja.