Anda di halaman 1dari 7

Nama : Risalah Devi Anugrah

NIM : 3401418084
Kelas : C/Semester 6
Mata Kuliah : Sosiologi Kesehatan
Dosen Pengampu : Antari Ayuning Arsi, S. Sos., M. Si.

REFLEKSI DIRI TERHADAP PENANGANAN SAKIT ASMA

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2019), asma merupakan gangguan saluran


pernafasan kronik akibat menyempitnya bronkus atau hiper reaksi terhadap stimulus fisik baik
secara langsung dan tidak langsung yang diindikasikan munculnya gejala episodik seperti sesak
nafas serta dada terasa berat. Prevalensi morbiditas dan moratitas asma yang semakin mengalami
eskalasi disebabkan penderita tidak menyadari telah mengidap asma dan hanya berpersepsi
sebagai gangguan pernafasan lain atau batuk biasa. Ketika nafas penderita terdengar bunyi
seperti peluit maka sudah terjadi gangguan emfisema dan membutuhkan obat secara kontinyu.
Tanpa pengelolaan yang tepat asma dapat mengganggu kehidupan penderita bahkan bertendensi
mengalami eskalasi, sehingga mengakibatkan komplikasi maupun kematian (Sukartini, 2020).

Menurut Gina (dalam Nursalam, 2009) penyakit asma tidak dapat disembuhkan, namun
manifestasi klinis dari asma berpeluang untuk dikendalikan yakni dengan cara menghindari
kontak terhadap faktor risiko asma yang menyebabkan hipereaktivitas terhadap saluran nafas.
Faktor yang dimaksud antara lain faktor internal (host factor) dan faktor eksternal
(environmental factor). Faktor internal disebabkan pengaruh seperti obesitas, genetik, usia, jenis
kelamin, aktivitas fisik, dan ekspresi emosi yang terlalu berlebihan. Sedangkan faktor eksternal
yaitu occupational irritant, infeksi virus di saluran nafas, asap rokok alergen, polusi udara,
obat-obatan, dan transofrmasi suhu baik karena perubahan musim maupun kondisi geografis
lainnya (Suyono, 2001). Selain itu, Izzati (2011); Gaol (2013) menegaskan bahwa penderita
asma perlu memahami edukasi yang komprehensif baik penyebab timbulnya asma, faktor
pemicu, gejala hingga penanganan yang tepat ketika terjadi serangan asma. Pemberian edukasi

1
dapat dilaksanakan melalui beragam sarana, seperti sosialisasi maupun penyuluhan. Edukasi
yang memadai dapat meningkatkan pemahaman dan control diri terhadap penyakit asma.

Dalam istilah lokal di Desa Ngembal Rejo penyakit asma disebut mengi maupun bengek.
Asma umumnya dapat disebabkan oleh alergi terhadap debu di lingkungan dan faktor keturunan.
Hal ini dialami oleh Penulis, di mana penyakit asma disebabkan oleh Ayah yang memiliki
riwayat yang sama pula (faktor keturunan). Dalam pencegahan penyakit tersebut, terdapat
beberapa pantangan makanan yang dilarang oleh dokter pribadi seperti kambing, nanas, durian
yang disinyalir memicu pembengkakan saluran pernafasan. Akibatnya, paru-paru akan terasa
panas dan mengakibatkan kondisi asma semakin memburuk. Adapun pantangan makanan
lainnya yang memang dilarang masyarakat di Desa Ngembal Rejo seperti kelengkeng, anggur,
yang berpotensi memicu alergi dan menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan. Selain itu,
terdapat buah-buahan yang dipercaya dapat mempercepat tingkat penyembuhan asma karena
khasiatnya yang membantu membersihkan paru-paru seperti pisang, lemon, apel dan wortel.

Selain dari faktor genetika, penyakit asma juga disebabkan oleh daya tahan tubuh yang
lemah terhadap kondisi tertentu dan kurangnya asupan makanan. Secara fisis, lingkungan di
Desa Ngembal Rejo yang notabennya sebagai industri genteng menyebabkan lahan sekitar di
rumah-rumah warga banyak dibangun gobong sebagai tempat pembakaran genteng mentah.
Dalam setiap proses pembakaran genteng setidaknya membutuhkan waktu seharian penuh yang
mana menggunakan material berupa laras (daun tebu yang sudah di keringkan) maupun
menggunakan sampah kering dari plastik. Aktivitas pembakaran yang dilakukan akan
menghasilkan polutan berupa kepulan asap hitam yang pekat berbau menyengat dan serpihan
hitam dari material yang dibakar yang terbang ke rumah-rumah karena terbawa oleh angin.
Polutan tersebut tentu saja berbahaya bagi pengidap asma karena menimbulkan efek alergen
terhadap udara yang kotor sebagai potensi pemicu kambuhnya penyakit asma. Ketika pengidap
asma mencium polutan pembakaran genteng maka seringkali mengalami batuk-batuk dan pengap
di bagian dada. Dalam melakukan tindakan preventif agar asma tidak kambuh yakni menutup
semua pintu dan jendela jika akan dilangsungkan proses pembakaran genteng maupun
menghirup aroma therapy baik dari minyak kayu putih atau sejenisnya untuk melegakan area
pernafasan terutama bagian hidung. Potensi pemicu asma lainnya juga disebabkan oleh cuaca
ekstrim seperti dingin.

2
Perilaku kesehatan dari penyakit asma akan dianalisis menggunakan teori help seeking
behavior dari Suchman. Model Suchman berorientasi terhadap pola sosial dan perilaku sakit
yang tampak pada cara orang mencari, menemukan, dan melakukan perawatan. Pendekatan yang
digunakan mencakup 4 unsur yang merupakan faktor utama dalam perilaku sakit, yaitu perilaku
itu sendiri, sekuensinya, tempat atau ruang lingkup dan variasi perilaku selama tahap-tahap
perwatan. (Rosmalia, 2017). Berdasarkan analisis konsep perilaku kesehatan dari Suchman,
maka terdapat 5 substansi pokok antara lain:

1. Shopping, adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan guna menemukan


seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan pengobatan sesuai dengan harapan si
sakit.
2. Fragmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi
yang sama.
3. Procastination ialah proses penundaan, menangguhkan atau mengundurkan upaya
pencarian pengobatan meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan.
4. Self medication adalah proses pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan
atau obat-obatan yang dinilainya tepat baginya.
5. Discontinuity adalah melakukan proses membatalkan atau penghentian pengobatan

Pengalaman yang diperoleh oleh Penulis dan ayah yang merupakan penderita asma,
termasuk ke dalam Procastination atau proses penundaan. Proses penundaan dalam mencari
pengobatan ke klinik dilakukan karena keluarga sudah mengetahui teknik-teknik yang diperlukan
untuk mengendalikan asma. Ketika menjelang kambuh, pengidap penyakit asma menunjukkan
indikasi antara lain batuk-batuk, nyeri dada, keringat dingin, tubuh lemas, wajah pucat pasi,
nafas terganggu yang disertai sengalan atau bunyi tertentu. Batuk dapat terjadi saat malam hari,
dini hari, cuaca dingin maupun saat beraktivitas dengan beban berat. Gejala asma akan
berlangsung selama 2-3 hari atau bahkan lebih tergantung kondisi imunitas tubuh penderita yang
bersangkutan. Setelah serangan asma di rasakan membaik, penderita membutuhkan pereda
serangan 3-4 kali per hari sampai batuk dan mengi hilang.

Dalam lingkup keluarga apabila diketahui terdapat riwayat penderita asma maka secara
langsung akan memberikan informasi mengenai tata cara pengelolaan penyakit asma. Saat

3
serangan asma berlangsung, maka penderita dilarang bungkuk, berbaring atau tidur terlebih
dahulu. Posisi bungkuk maupun berbaring menyebabkan sirkulasi pernafasan akan terganggu
sehingga memperburuk gejala asma. Posisi yang dianjurkan ketika terjadi serangan asma secara
mendadak yakni duduk dengan postur tegak. Tindakan tersebut dilakukan agar penderita asma
dapat bernafas dengan lebih baik. Selama asma yang dialami masih dirasa menunjukkan gejala
ringan seperti tidak mengeluarkan suara mengi yang keras, maka Penulis dan ayah hanya
memilih tidur maupun tidak melakukan aktivitas yang berat untuk meredakan gejala tersebut.
Selain itu, dilakukan proses selanjutnya yakni self medication melalui pengobatan mandiri di
rumah. Pengobatan mandiri dilakukan setelah gejala-gejala asma teridentifikasi kambuh dan
membutuhkan proses tindak lanjut diselingi teknik pengendalian asma yang tepat. Pengobatan
tersebut menggunakan bahan-bahan alami berkhasiat obat seperti tumbuhan, ramuan herbal dan
hewan yang meliputi:

1. Buah mengkudu
Dalam mengatasi penyakit asma menggunakan buah mengkudu matang (istilah lokal:
pace) yang dihaluskan kemudian dicampur air dan madu murni yang dipercaya mampu
meredakan inflamasi dan meningkatkan imunitas tubuh dari serangan alergi.
2. Daun Sirih
Daun sirih dipercaya memiliki kandungan minyak atsiri yang baik untuk mengatasi asma.
Masyarakat menggunakan daun sirih (karuk) yang dihaluskan, diseduh dengan air panas
lalu disaring serta dicampur gula batu. Campuran tersebut dipercaya mampu
mengencerkan lendir di saluran pernapasan.
3. Bekicot
Bekicot merupakan salah satu hewan yang diyakini mampu mengobati berbagai penyakit
seperti gatal, luka bakar dan gangguan saluran pernafasan. Dalam menggunakannya
sebagai penyembuh penyakit asma maka bekicot harus dimasak dagingnya. Masyarakat
Desa Ngembal Rejo mempercayai jika bekicot dapat menyembuhkan asma apabila
dikonsumsi secara rutin.
4. Air garam
Menggunakan air putih biasa yang dilarutkan dengan garam, ditempatkan di pelataran
rumah dalam kondisi terbuka dan dibiarkan semalaman sampai mengembun. Larutan

4
embun dengan air garam tadi dipercaya dapat memperlancar sirkulasi saluran pernafasan
sehingga mencegah asma.
5. Kunyit
Kunyit merupakan obat herbal yang memiliki sifat anti peradangan. Sedangkan madu
digunakan untuk mengencerkan lender yang menghambat saluran pernafasan.
Masyarakat menggunakan campuran madu, kuning telur dari ayam kampung, dan air
perasan kunyit yang dipercaya membantu mendetoksifikasi racun dalam paru-paru.

Dalam praktiknya, pengobatan mandiri di rumah dilakukan sendiri ataupun dibantu oleh
keluarga lainnya dan menggunakan inhaler yang dihirup untuk meredakan asma. Upaya mencari
pengobatan menurut Suchman (dalam Demartoto, 2007) terdapat 3 dimensi gejala yang menjadi
indikasi sesuatu yang ganjal dalam diri seseorang. Pertama, timbulnya rasa sakit, kurang enak
badan atau sesuatu yang tidak biasa sedang dialami. Penulis maupun ayah sendiri ketika asma
akan kambuh merasa batuk-batuk, dada terasa nyeri dan keringat dingin di malam hari. Kedua,
pengetahuan individu tentang gejala penyakit mendorongnya membuat intepretasi yang berkaitan
dengan akibat penyakit serta gangguan terhadap fungsi sosialnya. Dalam konteks ini, setelah
asma dirasa sebentar lagi akan kambuh, maka Penulis dan ayah menghentikan aktivitas yang
berat dan lebih memilih istirahat. Ketiga, perasaan terhadap gejala penyakit menimbulkan takut
atau rasa cemas. Meskipun dapat mengetahui indikasi bahwa asma dapat kambuh secara tiba-tiba
dan telah meminum obat dari dokter, Penulis terkadang merasa cemas jika penyakit asma yang
diderita belum juga menunjukkan potensi untuk reda. Hal ini terkadang dari pengaruh obat yang
digunakan berbeda-beda, seperti yang pernah dialami oleh Penulis yang justru mengalami kejang
karena dosis obat yang diberikan terlalu tinggi. Kondisi tersebut disebabkan Penulis meminum
obat asma dari apotik bukan dari rujukan dokter pribadi.
Suchman (dalam Irwan2017) juga mengemukakan hipotesis bahwa perilaku medis yang
terjadi pada setiap tahap penyakit mencerminkan orientasi kesehatan serta afiliasi masing-masing
kelompok sosial. Peristiwa medis dibagi atas 5 tingkat, yaitu: (1) pengalaman dengan gejala
penyakit. (2) penilaian terhadap peran sakit; (3) kontak dengan perawatan medis; (4) jadi pasien;
dan (5) sembuh atau masa rehabilitasi. Pada setiap tingkat, setiap orang harus mengambil
keputusan-keputusan dan melakukan perilaku-perilaku tertentu yang berkaitan dengan kesehatan.
Apabila gejala asma dirasa semakin buruk dan pengobatan di rumah belum mampu

5
mengatasinya maka akan melakukan pengobatan ke dokter. Pengobatan medis dipilih sebagai
alternatif untuk mencari kesembuhan terutama dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang
diresepkan oleh dokter. Dokter yang dimaksud adalah dokter pribadi biasanya dari rumah sakit
negeri, bukan swasta karena terdapat insting sudah terpercaya dalam melakukan pengobatan
asma sejak dahulu dan memang lebih banyak terbukti sembuh.

DAFTAR PUSTAKA

Demartoto, A. (2007). Sosiologi Kesehatan. Fisip UNS .

Gaol, T. L. (2013). Pengaruh Faktor SosioDemografi, SosioEkonomi dan Kebutuhan terhadap


Perilaku Masyarakat dalam Pencarian Pengobatan di Kecamatan Medan Kota Tahun
2013. Medan : Universitas Sumatera Utara: Tesis.

Irwan. (2017). Etika dan Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: CV Absolute Media.

Izzati, Z. S. (2011). Analisis Pemahaman Penderita Asma tentang Penyakit Asma sebagai Cara
untuk Mengontrol Penyakit Asma. Jurnal Kesehatan, 2(1), 144-156.

Kementerian Kesehatan RI. (2019). Penderita Asma di Indonesia. Jakarta: Pusat data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Nursalam, d. (2009). Faktor Risiko Asma dan Perilaku Pencegahan Berhubungan dengan
Tingkat Kontrol Penyakit Asma (Asthma Risk Factors and Prevention Behaviour Relate
to Asthma Level of Control). Jurnal Ners, 4(1), 9-18.

Rosmalia, D., & Yustina, S. (2017). Sosiologi Kesehatan Bahan Ajar Keperawatan Gigi. Jakarta:
Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Sunarto, K. (n.d.). Modul Sosiologi Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sukartini, T. (2020). Development of Asthma Management Based on Health Belief Model in


Parents. International Journal of Psychosocial Rehabilitation, 24(7), 4092- 4103.

6
Suyono. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
UI.

Anda mungkin juga menyukai