Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH TUTORIAL

BLOK KELUHAN BERKAITAN DENGAN SISTEM RESPIRASI

SKENARIO 1

NGIK NGIK NGIK

OLEH : KELOMPOK I

DOSEN TUTOR : dr. Laily Agustina dan dr. Bimo Harmaji

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2019
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK

SAMANTHA ROULI REBECCA HUTABARAT 1810911120012

EMILIA ZULAIHA 1810911120015

RIESY NOR FATIMAH 1810911120016

RAHAYU PERTIWI 1810911120017

FIRMAN APRILIANTO WIDODO 1810911210005

LILIS TANGKEALLO 1810911220064

FIKRA SAFA ADVANCYA IMAN 1810911220065

WIDYA WULAN FITRI 1810911220066

SITI HAFIZHAH FATIMAH 1810911220071

MILLENIA BELLA PUTRI SYAFRINA 1810911220072

M. IHRAMMUF TEZAR 1810911310014

MOHAMMAD AGUNG RAIHAN RUDIANSYAH 1810911310018

ADE SATRIA WIGUNA 1810911310022

SIDNAN NAUFA SULAIMAN 1810911310045


Skenario 1

NGIK NGIK NGIK

Seorang anak perempuan 5 tahun (18 kg), dibawa orangtuanya ke IGD Rumah
Sakit A karena mengalami sesak nafas. Keluhan ini dirasakan sejak 3 jam yang lalu
setelah mengkonsumsi Udang. Suara napas terdengar seperti bunyi ngik...
ngik.....ngik Tiga hari sebelumnya pasien kehujanan sehingga mengalami keluhan
demam dan batuk pilek. Pasien sudah diberikan inhaller oleh ibunya tetapi tidak ada
perbaikan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya wheezing ekspirasi. Penderita
sudah beberapa kali mengalami kejadian serupa sejak umur 1,5 tahun. Kakek
penderita juga mengalami sakit yang sama.
LANGKAH 1 : IDENTIFIKASI DAN KLARIFIKASI ISTILAH

1. Inhaler
Adalah alat semprot mengandung obat untuk meringankan gejala sesak nafas
terutama pada penderita asma.
2. Wheezing
Adalah suara pernapasan dengan frekuensi tinggi dan nyaring pada akhir ekspirasi
yang disebabkan oleh penyempitan jalan napas pada saluran pernapasan distal.
3. Sesak napas
Dalam istilah medis dikenal dengan sebutan “dyspnea”, yaitu suatu kondisi tidak
nyaman dimana seseorang tidak bisa bernapas secara teratur dikarenakan
berkurangnya pasokan udara ke paru-paru.
4. Demam
Adalah suatu kondisi dimana suhu tubuh di atas batas normal (>37℃), biasanya
disebabkan oleh infeksi bakteri/virus.
5. Batuk
Yaitu respon tubuh untuk mengeluarkan partikel-partikel asing dari dalam saluran
napas.
6. Pilek
Adalah kondisi ketika hidung mengeluarkan lendir atau ingus, baik sesekali
maupun terus menerus.
LANGKAH 2 : MEMBUAT DAFTAR MASALAH

1. Hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan utama?


2. Apa penyebab sesak napas?
3. Mengapa setelah pemberian inhaler tidak ada perubahan?
4. Apakah keluhan utama merupakan penyakit keturunan?
5. Hubungan batuk pilek dengan suara Wheezing?
6. Mengapa sesak napas disertai dengan suara Wheezing?
7. Bagaimana mekanisme sesak napas?
8. Apa yang terjadi jika keluhan tidak ditangani dengan segera?
9. Apakah hubungan makanan yang dikonsumsi dengan keluhan?
10. Bagaimana mekanisme Wheezing?
11. Apakah keluhan yang diderita pasien bisa sembuh total?
12. Apa hubungan sesak napas dengan kehujanan?
13. Apakah pertolongan pertama pada orang sesak napas?
14. Apakah Wheezing bisa terdengar saat inspirasi?
15. Apakah faktor yang menyebabkan keluhan muncul lagi sejak umur 3,5 tahun?
16. Dari gejala dan hasil pemeriksaan fisik, kemungkinan penyakit yang diderita?
17. Apa pemeriksaan yang mungkin dilakukan?
18. Apa saja macam-macam suara napas?
19. Setelah diberi inhaler namun tidak membaik, apa obat lain yang bisa membantu
kondisi pasien?
20. Apakah batuk pilek bisa memperparah keluhan?
21. Kenapa sesak napas disertai demam?
22. Apa hubungan kehujanan dengan demam, batuk dan pilek?
23. Bagaimanakah mekanisme dari pernapasan normal?
24. Apa kemungkinan komplikasi yang terjadi?
25. Apabila dilakukan pemeriksaan darah, bagaimana interpretasinya?
LANGKAH 3. KLARIFIKASI MASALAH

1. Mungkin untuk secara spesifik umur dan jenis kelamin mempengaruhi sesak
nafas tidak ada karena balik lagi bagaimana kualitas hidup seseorang, aktifitas
yang dilakukan , gaya hidup , lingkungan dan juga faktor keturunan yang
tergantung pada setiap individu
2. Sesak nafas terjadi akibat adanya penyempitan saluran nafas, adanya udara
kotor, atau adanya sputum pada saluran pernapasan. Adapun beberapa hal
yang dapat memicu terjadinya sesak nafas adalah :
 Alergi

Alergi dan asma saling berkaitan satu sama lain. Sekitar 80 persen
orang dengan kondisi ini mengalami alergi seperti alergi debu, bulu
binatang, kecoa, hingga serbuk sari. Dalam kasus yang kurang umum,
alergi makanan juga bisa jadi penyebab seseorang mengalami gejala dari
penyakit pernapasan kronis ini.

 Batuk

Batuk terus-terusan karena flu, rhintis kronis, sinusitis atau bronkitis


sering kali berujung pada serangan asma. Oleh karena itu, bila Anda
mengalami batuk berkepanjangan, ada baiknya segera periksa ke dokter
spesialis paru-paru.

 Olahraga terlalu berat

Aktivitas berat, termasuk olahraga, dapat memicu serangan asma bagi


beberapa orang. Biasanya kondisi ini lebih mudah dialami oleh orang
yang memang sebelumnya sudah punya riwayat penyakit ini. Meski
begitu, tak menutup kemungkinan kalau orang yang tidak punya riwayat
penyakit ini (termasuk atlet) justru mengalaminya hanya ketika mereka
olahraga.

 Paparan iritan

Paparan iritan seperti asap rokok, polusi udara, bahan kimia, atau debu
di tempat kerja dapat membuat saluran pernapasan Anda lebih reaktif
terhadap zat di udara. Akibatnya, Anda akan lebih mudah untuk
mengalami penyakit peradangan saluran napas.
 Obat-obatan tertentu

Sejumlah obat-obatan seperti obat NSAID hingga obat penyakit


jantung beta blocker dapat memicu serangan asma. Bahkan tak jarang,
efek samping obat-obatan tersebut dapat berakibat fatal bagi orang
dengan kondisi ini.

 GERD

Data menyebutkan bahwa orang dengan penyakit penyakit ini dua kali
lebih rentan terkena GERD ketimbang mereka yang sehat. GERD dapat
membuat gejala asma memburuk dan asma dapat memperburuk gejala
GERD.

 Malam hari

Meningkatnya suhu udara, paparan alergen, posisi tidur berbaring,


hingga produksi hormon tertentu pada malam hari dapat memicu
serangan asma. Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa kasus kematian
akibat penyakit ini paling banyak terjadi di malam hari.

 Penyebab lainnya

Bau-bauan yang kuat, udara dingin, serta stres psikologis ternyata juga
dapat menjadi penyebab asma. Bahkan, berteriak dan tertawa terlalu keras
pun dapat memicu hal serupa.

3. karena ada alergi sehingga beban kerja obat menjadi lebih berat. Adapun
inhaler ada dua macam, yaitu reliever inhaler dan ventolin inhaler.
4. keluhan utama berupa sesak napas dapat diturunkan melalui genetik, misal
seperti penyakit asma bronkial yang mana faktor keturunan menjadi salah satu
faktor resiko terjadinya penyakit tersebut.
5. Biasanya pada anak-anak, wheezing umumnya disebabkan oleh infeksi
saluran respiratorik akut akibat virus, seperti batuk dan pilek.
6. karena ketika ada obstruksi pada saluran napas dan penumpukkan mukus yang
berlebihan menyebabkan penyempitan saluran napas, penyempitan ini
mengakibatkan udara dengan tekanan yang besar menggetarkan dinding di
sekitarnya sehingga timbullah suara wheezing.
7. Sesak napas (dispnoe) didefenisikan sebagai kesadaran bernafas yang tidak
nyaman secara abnormal (sulit bernafas). Kekurangan oksigen (O2)
Gangguan konduksi maupun difusi gas keparu-paru Obstruksi dari jalan nafas
Agar kebutuhan O2 yang meningkat ini terpenuhi maka dibutuhkan frekuensi
pernapasan yang tinggi sehingga timbullah sesak napas.
8. Apabila keluhan sesak napas pada pasien yang merupakan manifestasi klinis
dari asma bronchial, maka keluhan tersebut akan berdampak mulai dari
terganggunya fisiologis pasien hingga dapat menimbulkan komplikasi-
komplikasi lainnya, antara lain:
 Tidak bebas beraktivitas

Asma membuat penderita tidak bisa melakukan aktivitas dengan baik,


bahkan bisa sampai menyebabkan produktivitas menurun. Memiliki
asma yang tak terkendali akan membuat penderita cepat lelah, karena
oksigen yang masuk ke dalam tubuh tidak optimal.

 Mengalami gangguan tidur

Menurut penelitian yang dilakukan di 2016, sebanyak 75 persen


pengidap asma mengalami gangguan tidur di malam hari . Padahal,
gangguan tidur ini akan menyebabkan berbagai masalah dan gangguan
lain, misalnya pusing, tubuh jadi semakin lemas, dan stres.

 Timbul masalah psikologi

Penyakit asma yang tak terkendali berhubungan langsung dengan


stres, gangguan kecemasan , hingga depresi. Bila asma tak diobati dan
dikendalikan dengan baik, bukan tidak mungkin Anda mengalami
gangguan psikologis tersebut.

9. Udang mengandung protein yang dapat menyebabkan alergi dan menyerang


antibodi, karena adanya serangan dari alergen maka akan terbentuk histamin
yang akhirnya menjadi gejala bahwa seseorang sedang mengalami alergi.
Karena telah terpapar alergen tubuh mengeluarkan antibodi IgE, antibodi yang
bererdar didarah dikenal dengan sel mast. Sel mast ini bisa berada di
pernapasan. Sel mast mengandung histamin yang dapat mengeluarkan gejala-
gejala respon kekebalan tubuh. Sesak napas merupajan gejala dari alergi yang
berat.
10. Wheezing adalah suara pernapasan frekuensi tinggi nyaring yang terdengar di
akhir ekspirasi. Hal ini disebabkan penyempitan saluran respiratorik distal.
11. Menurut saya itu tidak dapat disembuhkan total. Tapi pengobatannya yang
ada ditujukan untuk mengurangi gejala dan mencegah timbulnya kekambuhan
dari keluhan tersebut. Keluhan tersebut dapat dicegah dengan cara mencegah
pemicu dan zat alergen, immunotherapy,menggunakan pengobatan
pencegahan seperti pada skenario diatan pasien mengalami sesak nafas bisa
dengan pemberian inhaler dan kemudian bisa memeriksa fungsi paru-paru
12. Kita ketahui pada saat hujan temperatur suhu badan sedang turun. Pada saat
menghirup udara dari cuaca dingin (hujan) saluran nafas akan
menghangatklan udara dengan cara mensekresikan mucus disepanjang saluran
nafas dan menyebabkanpenyempitan saluran nafas sehingga kita merasa sulit
bernafas (sesak nafas).
13. - Posisikan pasien setengah duduk dengan kedua kaki lurus
- Rebahan dengan diberi bantal di bawah punggung agar posisi tubuh
bagian atas lebih tinggi
- Menenangkan pasien
- Longgarkan pakaian dan apa saja yang dapat membuat sesak pada pasien
semakin parah
- Tes kesadaran pasien, apabila pasien sadar tanyakan apakah pasien memiliki
inhaler
- Beri air hangat untuk dihirup uapnya
- Jangan lupa untuk menelpon ambulance.
14. Wheezing adalah suara pernapasan frekuensi tinggi nyaring yang terdengar di
akhir ekspirasi. Hal ini disebabkan penyempitan saluran respiratorik distal dan
tidak terjadi saat inspirasi. Jika terdengar saat inspirasi maka biasanya adalah
stridor. Stridor adalah bunyi kasar saat inspirasi, karena penyempitan saluran
udara pada orofaring, subglotis atau trakea. Namun jika sumbatan berat,
stridor juga bisa terjadi saat ekspirasi.
15. Karena asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa
gejala tidak menggganggu terhadap aktifitas tetapi dapat ksaserbasi dengan
gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian. Pencetus
serangan asma dapat disebabkan sejumlah faktor salah satunya allergen.
16. Diagnosis yang didapat adalah Asma Bronkial, karena didapatkan beberapa
gejala dariasma bronkial yaitu sesak nafas, batuk dari demam, dan juga suara
wheezing pada saat ekspirasi.
17. - pemeriksaan spirometri, tujuannya untuk mengukur kerja paru.
- pemeriksaan darah
- photothorax
- pemeriksaan kada IgE
- pemeriksaan spesifik jika ada sputum
18. - Rhonchi (suara nafas bernada rendah)
- Crackles merupakan suara nafas seperti daun dipatahkan, kresek-kresek atau
bergumam. suara ini biasa didapatkan apabila terdapat penumpukan cairan
didalam rongga dada terutama paru-paru.
- Suara ngik-ngik atau wheezing (suara bersuit bernada tinggi diakibatkan
penyempitan saluran nafas )
- Stridor (suara bergetar yang kasar yang disebabkan penyempitan jalur nafas
bagian atas)
19. pada pasien asma yang mengalami serangan sesak napas, apabila pemberina
inhaler tidak menunjukan perkembangan ke arah perbaikan. Maka, hal yang
harus dilakukan adalah membawa pasien tersebut ke rumah sakit sesegera
mungkin. Salah satu penanganan yang dilakukan adalah pemberian oksigen
pada serangan berat.
20. Jadi batuk merupakan salah satu gejala klinis dari suatu penyakit, dan pada
orang normal batuk bisa terjadi sebagai mekanisme fisiologis pertahanan
tubuh yang dimiliki oleh sistem pernapasan seseorang. Pencentus dari batuk
ini ada berbagai macam, bisa karena iritasi, infeksi ataupun alergi. Pada
scenario diketahui bahwa anak tersebut mengalami alergi udang. Udang
mengandung protein yang yang dikenal dengan trompoiosin. Adanya protein
dalam udang ini oleh tubuh dianggap sebagai musuh. Sehingga sistem
kekebalan tubuh mengeluarkan IgE yang nantinya akan memicu pengeluaran
dari pada histamine, dimana histamine inilah yang menyebabkan terjadinya
sesak napas
21. sesak nafas tidak menyertai demam demam merupakan kompensasi tubuh
untuk melawan patogen.
22. Hujan menyebabkan kondisi suhu tubuh menurun sehingga sensitifitas tubuh
meningkat. temperature tubuh diatur oleh hypothalamus yang menstimulus
pyrogen untuk memicu suhu tubuh meningkat sehingga membuat tubuh
demam. Demam merupakan mekanisme tubuh untuk melawan agen
pengganggu seperti virus dan bakteri. Dengan adanya gangguan
keseimbangan dan sistem imun menurun, tubuh lebih mudah terpapar
pathogen penyebab batuk dan pilek.
23. Pernafasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
A. Pernafasan dada

Pada pernafasan dada otot yang berperan penting adalah otot antar
tulang rusuk. Otot tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot
tulang rusuk luar yang berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk
dan tulang rusuk dalam yang berfungsi menurunkan atau mengembalikan
tulang rusuk ke posisi semula. Bila otot antar tulang rusuk luar
berkontraksi, maka tulang rusuk akan terangkat sehingga volume dada
bertanbah besar. Bertambah besarnya akan menybabkan tekanan dalam
rongga dada lebih kecil dari pada tekanan rongga dada luar. Karena
tekanan uada kecil pada rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir
dari luar tubuh dan masuk ke dalam tubuh, proses ini disebut proses
’inspirasi’ Sedangkan pada proses espirasi terjadi apabila kontraksi dari
otot dalam, tulang rusuk kembali ke posisi semuladan menyebabkan
tekanan udara didalam tubuh meningkat. Sehingga udara dalam paru-paru
tertekan dalam rongga dada, dan aliran udara terdorong ke luar tubuh,
proses ini disebut ’ekspirasi’.

B. Pernafasan perut

Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma
dan otot dinding rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi
diafragma akan mendatar. Hal itu menyebabkan volume rongga dada
bertambah besar sehingga tekanan udaranya semakin kecil. Penurunan
tekanan udara menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara
mengalir masuk ke paru- paru(inspirasi). Pernapasan adalah suatu proses
yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun
karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.
Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat
dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam.
Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam
alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah
pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan
tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh.
Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk.
Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara
akan keluar. Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan
udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme
pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan
pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.

24. Komplikasi yang paling mungkin terjadi dari sesak nafas adalah hipoksia ,
karena opasti gangguan pernafasan akan menghambat keluar masuknya udara
dari luar ke dalam ,hipoksia yang terlalu lama memungkinkan tubuh perle
penyesuaian sehingga akibatnya akan merambat ke keluhan ke organ organ
yang lain
25. Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan hitung jenis eosinofil lebih dari
4%, namun kurang dari 4% tidak menyingkirkan diagnosis asthma. Dapat
juga dilakukan pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara
radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan
(pada dermographism). Apabila Serum IgE, lebih dari 100 IU menandakan
suatu kondisi alergi.
Diagnosis banding : Asma bronkial, Bronkiolitis, Rhinitis, dan Bronkitis kronis.

Diagnosis
Symptom
Asma bronkial Bronkiolitis Rhinitis Bronkitis
kronis
Anak + +/- + +
Perempuan + + + +
Sesak napas + + + +
Alergi (udang) + - + -
Wheezing + + - +
Keturunan + - + -
Demam +/- + +/- +/-
Batuk + + - -

Diagnosis Kerja : Asma bronkial


LANGKAH 4. POHON MASALAH

Anamnesis

Pemeriksaan
Fisik

Diagnosis
Banding

Pemeriksaan
Penunjang

Diagnosis Kerja :
Definisi Prognosis
Asma Bronchial

Etiologi Pencegahan

Epidemiologi Diagnosis

Klasifikasi Tata Laksana

Komplikasi Faktor Resiko Patofisiologi Manifestasi


Klinik
LANGKAH 5: SASARAN BELAJAR

1. Definisi Asma Bronchial

2. Epidemiologi Asma Bronchial

3. Etiologi Asma Bronchial

4. Klasifikasi Asma Bronchial

5. Faktor Resiko Asma Bronchial

6. Patofisiologi Asma Bronchial

7. Manifestasi Klinik Asma Bronchial

8. Diagnosis Asma Bronchial

9. Tata Laksana Asma Bronchial

10. Komplikasi Asma Bronchial

11. Pencegahan Asma Bronchial

12. Prognosis Asma Bronchial


LANGKAH 6. BELAJAR MANDIRI
LANGKAH 7. SINTESIS HASIL BELAJAR

1. Definisi Asma Bronchial


Asma berasal dari kata “Ashtma” yang diambil dari bahasa Yunani yang
berarti “sukar bernapas”. Penyakit Asma merupakan proses inflamasi kronik
saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi
kronik ini menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif, sehingga
memudahkan terjadinya bronkokonstriksi, edema, dan hipersekresi kelenjar, yang
menghasilkan pembatasan aliran udara di saluran pernapasan dengan manifestasi
klinik yang bersifat periodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-
batuk terutama pada malam hari atau dini hari/subuh. Gejala ini berhubungan
dengan luasnya inflamasi, yang derajatnya bervariasi dan bersifat reversible
secara spontan maupun dengan atau tanpa pengobatan. (1)

2. Epidemiologi Asma Bronchial

Prevalensi asma menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016


memperkirakan 235 juta penduduk dunia saat ini menderita penyakit asma dan
kurang terdiagnosis dengan angka kematian lebih dari 80% di negara
(2)
berkembang. Menurut data dari laporan Global Initiatif for Asthma (GINA)
tahun 2017 dinyatakan bahwa angka kejadian asma dari berbagai negara adalah
1-18% dan diperkirakan terdapat 300 juta penduduk di dunia menderita asma.(3)
Pada tahun 2009 di Amerika Serikat diperkirakan 8,2% orang (24,6 juta)
penduduknya menderita asma. Di Amerika Serikat menurut National Center
Health Statistic (NCHS) tahun 2016 prevalensi asma berdasarkan umur, jenis
kelamin, dan ras berturut-turut adalah 7,4% pada dewasa, 8,6% pada anak-anak,
6,3% laki-laki, 9,0% perempuan, 7,6% ras kulit putih, dan 9,9% ras kulit hitam.
(4)
Di Amerika Serikat, asma tidak terkontrol dengan baik hingga mencapai angka
41-55%.(5)
Angka kejadian asma di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mencapai 4,5%. Survei Kesehatan Rumah Tangga
tahun 2005 mencatat 225.000 orang meninggal karena asma, dan menurut
Kementrian Kesehatan RI tahun 2011 Penyakit asma masuk dalam sepuluh besar
penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia dengan angka kematian yang
disebabkan oleh penyakit asma diperkirakan akan meningkat sebesar 20% pada
10 tahun mendatang, jika tidak terkontrol dengan baik.(6) Di Indonesia
berdasarkan data di Poliklinik Alergi Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo didapatkan, 64% pasien tidak terkontrol, 28% terkontrol
sebagian, dan 8% terkontrol penuh.(7) Faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol
asma diantaranya adalah usia, jenis kelamin, merokok, genetik, infeksi saluran
pernapasan, dan berat badan yang berlebih.(5)

Prevalensi menurun sesuai dengan meningkatnya usia, dimana terdapat


9,6% dari anak-anak (±7,1 juta) menderita asma dibandingkan dengan 7,7% dari
orang dewasa (±17,5 juta). (8)
Hasil penelitian pada anak sekolah usia 13 – 14 tahun dengan menggunakan
kuesioner International Study on Asthma and Allergy in Children (ISAAC) pada
tahun 1995 menyatakan bahwa prevalensi asma 2,1%. Pada tahun 2003
prevalensi asma meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey asma pada anak sekolah
di beberapa kota besar seperti Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang,
Yogyakarta, Malang, dan Denpasar menunjukkan prevalensi asma pada anak SD
usia 6 – 12 tahun berkisar 3,7% - 6,4%. Pada anak sekolah tingkat SMP,
prevalensi asma di Jakarta Pusat sebesar 5,8% pada tahun 1995. Di Jakarta Timur
prevalensi asma pada anak 26 Volume 4 Nomor 1 – Maret 2014 SMP mencapai
8,6% pada tahun 2001. (9)
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala
pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala
pertamanya muncul sebelum umur 4-5 tahun. (2) Subyek penelitian yang
mendapat serangan asma terbanyak adalah balita, sebanyak 37%. Tingginya
kejadian serangan asma pada balita disebabkan oleh belum matangnya sistem
imun (keseimbangan Th1/Th2) . (10)

3. Etiologi Asma Bronchial

Menurut The Lung Association ada 2 faktor yang menjadi pencctus asma (klinik
citama, 2011): (11)

 Pemicu (trigger) yang mengakibatkan terganggunya aliran pernafasan dan


mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernafasan
(bronkokonstriksi) tetapi tidak menyebabkan peradangan seperti :
a) Perubahan cuaca atau suhu udara.
b) Rangsangan sesualu yang bersifat alergen, misal : asap rokok, serbuk sari,
debu, bulu binatang, asap, uap dingin dan olahraga, insektisida, polusi
udara dan hewan peliharaan.
c) Infeksi saluran pernafasan.
d) Gangguan emosi.
e) Kerja fisik atau olahraga yang berlebihan. (11)
 Penyebab (inducer) yaitu sel mast disepanjang bronchi melepaskan bahan
seperti histamin dan leukotrien sebagai respon terhadap benda asing
(allergen) seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat didalam rumah atau
bulu binatang yang menyebabkan terjadinya:
a) Kontraksi otot polos
b) Peningkatan pembentukan lendir
c) Perpindahan sel darah putih tertentu ke bronchi yang mengakibatkan
peradangan pada saluran pernafasan dimana hal ini akan memperkecil
diameter dari saluran udara (bronkokonstriksi) dan penyempitan ini
menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat
bernafas. (11)
4. Klasifikasi Asma Bronchial

A. Klasifikasi Berdasarkan Tipe Asma


Tipe asma berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi, idiopatik, dan
nonalergik atau campuran (mixed).
1. Asma Alergik/Ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan alergen
seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-lain.
Alergen terbanyak adalah airborne dan musiman (seasonal). Pasien
dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada
keluarga dan riwayat pengobatan eksim atau rinitis alergik. Paparan
terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Bentuk asma ini
biasanya dimulai sejak kanak-kanak, mekanisme serangannya melalui
reaksi alergi tipe ! terhadap alergen. (3)
2. Idiopatik atau Nonalergik Asma/Intrinsik, tidak ditemukan tanda-tanda
reaksi hipersensivitas terhadap alergen. Faktor-faktor seperti common
cold, infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi/stress, dan polusi
lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologi,
seperti antagonis β-adrenergik dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga
dapat menjadi faktor penyebab. Serangan dari Asma idiopatik atau
nonalergik menjadi lebih berat dan sering kali dengan berjalannya waktu
dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya
dimulai ketika dewasa (>35 tahun). (3)
3. Asma campuran (Mixed Asma), merupakan bentuk Asma yang paling
sering. Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan
idiopatik atau nonalergi. (3)
B. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Beratnya Asma
Berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa (12)
Gejala
Derajat Asma Gejala Faal Paru
Malam
Intermitten Bulanan APE≥ 80%
-Gejala ≤ 2x/ - VEP ≥ 80% nilai
<1x/Minggu Bulan prediksi APE≥80%
- Tanpa Gejala nilai terbaik.
diluar serangan. - Variabiliti
- Serangan APE<20%
Singkat
Persisten
Mingguan APE≥ 80%
Ringan
-Gejala >2x/ - VEP ≥ 80% nilai
>1x/Minggu Bulan prediksi APE≥80%
tetapi <1x/ Hari nilai terbaik.
- Serangan dapat - Variabiliti
mengganggu APE<20-30%
aktifitas dan tidur
Persisten
Harian APE≥ 80%
Sedang
-Gejala tiap hari > - VEP 60-80% nilai
- Serangan 1x/minggu prediksi APE 60-
mengganggu 80% nilai terbaik.
aktifitas dan tidur - Variabiliti APE
30%
Persisten Berat Kontinyu APE ≤ 60%
- Gejala terus Sering - VEP1 ≤ 60% nilai
menerus prediksi
- Sering kambuh APE ≤ 60% nilai
- Aktivitas fisik terbaik
terbatas - Variabiliti APE
>30%

Keterangan :
APE = Arus Puncak Ekspirasi
VEP = Volume Ekspirasi Paksa

Sedangkan pada anak, secara arbiteri Pedoman Nasional Asma Anak


(PNAA) mengklasifikasikan derajat asma menjadi

1) Asma episodik jarang:


2) Asma episodik sering
3) Asma persisten (tabel)
Parameter klinis, Asma Asma Asma persisten
kebutuhan obat episodik episodik
dan faal paru asma jarang sering
1.Frekuensi <1x/Bulan >1x/bulan Sering
serangan
2. Lama serangan <1minggu >1minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
periode bebas
serangan
3. Intensitas Biasanya Biasanya Biasanya Berat
serangan ringan sedang
4. Diantara Tanpa gejala Sering ada Gejala siang dan
serangan gejala malam
5. Tidur dan Tidak Sering Sangat teganggu
aktifitas teganggu teganggu
6. Pemeriksaan Normal Mungkin Abnormal
fisik diluar (ditemukan
serangan kelainan)
7. Obat pengendali Tidak perlu Perlu Perlu
(anti inflamasi)
8. Uji faal paru PEF atau PEF atau PEV atau FEV <60%
(diluar serangan) FEV>80% FEV <60-
80%
9. Variabilitas faal Variabilitas Variabilitas Variabilitas 20-30%
paru (bila ada >15% >30% Variabilitas >50%
serangan)

Ket:
PEF= Peak expiratory flow, PEV = Forced expiratory volume in second (13)

5. Faktor Resiko Asma Bronchial

Faktor risiko asma dibagi menjadi dua, faktor risiko yang


berhubungandengan terjadinya asma dan faktor risiko yang berhubungan dengan
terjadinya eksaserbasi atau serangan asma yang disebut faktor pencetus. Faktor
risiko yang mencetuskan terjadinya Asma Bronkial diantaranya asap rokok, tungau
debu rumah, polusi udara, perubahan cuaca, dan jenis makanan. (14)

Asap rokok dapat menyebabkan asma, baik pada perokok itu sendiri
maupun orang- orang yang terkena asap rokok. Suatu penelitian di Finlandia
menunjukkan bahwa orang dewasa yang terkena asap rokok berpeluang menderita
asma dua kali lipat dibandingkan orang yang tidak terkena asap rokok. Studi lain
menunjukkan bahwa seseorang penderita asma yang terkena asap rokok selama
satu jam, maka akan mengalami sekitar 20% kerusakan fungsi paru. Pada anak-
anak, asap rokok akan memberikan efek lebih parah dibandingkan orang dewasa,
ini disebabkan lebar saluran pernafasan anak lebih sempit, sehingga jumlah nafas
anak akan lebih cepat dari orang dewasa. Akibatnya, jumlah asap rokok yang
masuk ke dalam saluran pernapasan menjadi lebih banyak dibanding berat
badannya. Selain itu, karena sistem pertahanan tubuh yang belum berkembang,
munculnya gejala asma pada anak-anak jauh lebih cepat dibanding orang dewasa.
Tungau debu rumah adalah hewan (Dermatophagoides Pteronyssinus) yang sangat
kecil sekitar 0,5 mm yang umum di jumpai di tempat tinggal manusia. Tungau
debu rumah biasanya berada di karpet dan jok kursi yang kotor, terutama yang
berbulu tebal dan lama tidak dibersihkan, juga dari tumpukan koran, buku, pakaian
yang kotor. Tungau debu rumah yang menyerang penderita asma bronkial
disebabkan oleh masuknya suatu alergen ke dalam saluran napas seseorang
sehingga merangsang terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe I atau reaksi alergi.
(14)

Polusi udara adalah suatu keadaan dimana udara mengandung bahan kimia,
partikel, organisme hidup lainnya yang menyebabkan kerugian atau
ketidaknyamanan pada manusia. Polusi udara di bagi menjadi 2 yaitu : Polusi
udara dalam ruangan dapat menimbulkan ancaman kesehatan yang serius, seperti
semprotan minyak wangi, semprotan nyamuk, debu dalam lemari, dan lain-lain.
Menurut Studi EPA ( Environment Protecting Agency/Badan Perlidungan
Lingkungan Hidup) menunjukkan bahwa tingkat polusi udara sebanyak 2-5 kali
lebih tinggi udara dalam ruangan dibandingkan udara luar ruangan. Tingkat
tingginya polusi udara dalam ruangan menjadi perhatian khusus, karena banyak
orang yang menghabiskan sebanyak 90 persen dari waktu mereka di dalam
ruangan. Efek kesehatan polusi udara dalam ruangan bisa menjadi lebih buruk bagi
orang-orang dengan gangguan pernapasan seperti asma. (14)

Kualitas udara di luar ruangan merupakan masalah kesehatan masyarakat


yang utama. Di luar ruangan, seperti polusi akibat zat kimia hasil pabrikan,
kendaraan bermotor, dan orang yang bekerja di lingkungan berdebu atau asap
dapat memicu serangan sesak napas yang berkepanjangan. Polusi udara di luar
ruangan memberikan efek yang merugikan kesehatan seperti penyakit jantung,
kanker, asma, penyakit pernapasan, dan bahkan kematian. Paling berisiko dari
polusi udara di luar ruangan adalah anak-anak, remaja, orang dewasa yang lebih
tua, dan orang dengan penyakit paru-paru, seperti asma dan penyakit paru
obstruktif kronis. (14)

Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya


kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat membuat
asma menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan meningkatnya
konsentrasi partikel alergenik. Dimana partikel tersebut dapat menyapu pollen
sehingga terbawa oleh air dan udara. Perubahan tekanan atmosfer dan suhu
memperburuk asma dengan serangan sesak napas dan pengeluaran lendir yang
berlebihan. Ini umum terjadi ketika kelembaban tinggi, hujan, badai selama musim
dingin. Udara yang kering dan dingin menyebabkan sesak di saluran pernafasan.
(14)

Penderita asma berisiko mengalami reaksi anafilaksis akibat alergi


makanan fatal yang dapat mengancam jiwa. Makanan yang terutama sering
mengakibatkan reaksi yang fatal tersebut adalah kacang, ikan laut dan telur. Alergi
makanan seringkali tidak terdiagnosis sebagai salah satu pencetus asma meskipun
penelitian membuktikan alergi makanan sebagai pencetus bronkokontriksi pada
2% - 5% anak dengan asma. (14)

Serangan asma ditandai adanya kalor (panas karena vasodilatasi), rubor


(kemerahan karena vasodilatasi), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (rasa
sakit karena rangsang sensoris), dan functio laesa (fungsi terganggu). Gejala-
gejala tersebut dapat ditemukan pada penderita asma tanpa membedakan
penyebabnya baik yang alergik maupun non alergik. Baik asma yang alergik
maupun non alergik ditemukan adanya inflamasi dan hiperaktivitas saluran napas.
(14)
6. Patofisiologi Asma Bronchial (15)

Pencetus serangan

Reaksi antigen & antibodi

reaksi antigen ini terdapat 2 macam

1. Reaksi cepat yang akan muncul dalam hittungan detik – menit dan hanya
melibatkan sistem imun humoral tubuh
2. Reaksi lambat yang akan muncul setelah 6-9 jam setelah ada pencetus dan
melibatkan sel neutrofil , eosinofil dan juga makrofag

Release Vasoactive Substance

( histamin , bradikinin , anafilatoxin )

Kontraksi otot polos Peningkatan permiabilitas Peningkatan sekresi mukosa


kapiler
( brankospasme ) ( hipersekresi mukosa )
( edema )

Obstruksi saluran nafas


7. Manifestasi Klinik Asma Bronchial
Gejala klinis asma klasik terdiri dari trias sesak nafas, batuk, dan mengi.
Gejala lainnya dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan
toleransi kerja, nyeri tenggorokan dan pada asma alergik dapat disertai dengan
pilek atau bersin. Gejala tersebut dapat bervariasi menurut waktu dimana gejala
tersebut timbul musiman atau perenial, beratnya, intensitas, dan juga variasi
diurnal. Timbulnya gejala juga sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus
seperti paparan terhadap alergen, udara dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan,
atau aktivitas fisik. Faktor sosial juga mempengaruhi munculnya serangan pada
pasien asma, seperti karakteristik rumah, merokok atau tidak, karakteristik tempat
bekerja atau sekolah, tingkat pendidikan penderita, atau pekerjaan. (2)

8. Diagnosis Asma Bronchial

Walaupun asma merupakan kondisi yang sudah dikenal secara umum, tetapi
tidak terdapat kesepakatan universal mengenai definisi asma.(16) Definisi yang
ditetapkan oleh Global Initiative for Asthma adalah "kelainan peradangan kronis
pada saluran napas di mana banyak sel dan elemen sel berperan. Kelainan
peradangan kronis tersebut berhubungan dengan respons berlebih dari saluran
napas yang menyebabkan mengi berulang, sesak napas, rasa berat di dada dan
batuk terutama di malam hari atau dini hari. Semua kejadian ini biasanya
berhubungan dengan penyumbatan saluran napas yang luas namun bervariasi di
paru-paru yang dapat pulih secara spontan atau setelah pemberian terapi.” (17)

Pada saat ini tidak ada uji yang tepat untuk melakukan diagnosis melainkan
dengan melihat pola gejala penyakit dan reaksinya terhadap terapi.(16) Dugaan
diagnosis asma adalah bila ditemukan riwayat: mengi berulang, batuk atau sesak
napas dan semua gejala ini terjadi atau memburuk karena aktivitas olahraga,
infeksi virus, alergen atau polusi udara.(18) Spirometri digunakan untuk konfirmasi
diagnosis asma. Untuk anak-anak dibawah usia enam tahun diagnosis asma
menjadi lebih sulit karena anak-anak pada usia tersebut terlalu muda untuk
menggunakan alat spirometri. (18)

Spirometri direkomendasikan untuk membantu diagnosis penyakit dan


manajemen terapi. Alat itu satu-satunya alat uji untuk mendeteksi asma.
Jika FEV1 diukur oleh teknik ini menunjukkan pengingkatan lebih dari 12% pasca
pemberian bronkodilator seperti salbutamol, maka hal ini akan mendukung
diagnosis. Hasil pemeriksaan ini dapat saja normal untuk individu yang memiliki
riwayat asma ringan, walau saat ini tidak dalam serangan.Single-breath diffusing
capacity dapat membantu membedakan asma dari PPOK. Sebaiknya pemeriksaan
spirometri dilakukan setiap satu atau dua tahun untuk memastikan seberapa baik
kondisi asma seseorang terkontrol dengan terapi.(16)

9. Tata Laksana Asma Bronchial

Tatalaksana pasien asma adalah manjemen kasus untuk meningkatkan dan


mempertahankan kualitas hidup pasien asma agar dapat normal tanpa hambatan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari(asma terkontrol).pada prinsipnya
tatalaksana pasien asma diklasifikasikan menjadi 2, yaitu 1) penatalaksanaan
asama akut/serangan asma, dan 2) penatalaksanaan asma jangka panjang. (19)

1. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)

Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah bronkodilator (beta


2 agonis) dan kortikosteroid sistemik. Penanganan pada kasus ini harus cepat
dan sesuai dengan derajat serangan. Pada serangan ringan diberikan beta 2
agonis kerja cepat yang sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Pada
serangan sedang diberikan beta 2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral,
pada orang dewasa bisa ditambahkan ipratropium bromide inhalasi. Sedangkan
pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, beta 2
agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV dan
aminofilin IC (bolus atau drip). Apabila beta 2 agonis kerja cepat tidak tersedia
dapat digantikan dengan adrenalin subkutan. Pemberian obat-obat
(19)
bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser.

2. Penatalaksanaan asma jangka panjang

Ada 3 prinsip pengobatan asma jangka panjang meliputi: edukasi, obat asma
dan menjaga kebugaran.

a. Edukasi

Mencakup, kapan pasien berobat/mencari pertolongan, mengenal


gejala serangan sejak dini, mengetahui opbat-obat pelega dan pengontrol
serta cara dan waktu penggunaannya, mengenali dan menghindari factor
pencetus serta control teratur. (19)

b. Obat Asma

Obat yang digunakan meliputi :

- Inhalasi kortikosteroid

- Beta 2 agonis kerja panjang

- Antileukotrein teofilin lepas lambat (19)

c. Kebugaran bisa lakukan dengan melakukan senam asma. (19)


10. Komplikasi Asma Bronchial

 Status Asthmaticus

Asma berat akut, sebelumnya dikenal sebagai status asthmaticus,


didefinisikan sebagai asma berat yang tidak responsif terhadap terapi beta-
agonis berulang seperti inhalasi albuterol, levalbuterol, atau epinefrin
subkutan. Ini adalah keadaan darurat medis yang membutuhkan pengakuan
dan perawatan segera. Sekitar 50% dari pasien yang didiagnosis dengan asma
berat akut memiliki infeksi saluran pernapasan yang bersamaan. Faktor-faktor
lain yang memperburuk yang menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa
pada pasien asma termasuk ketidakpatuhan medis, paparan anti inflamasi
nonsteroid pada pasien alergi aspirin, paparan alergen (terutama hewan
peliharaan) di individu atopik berat, inhalasi iritan (asap, cat, dll.), olahraga,
dan penggunaan kortikosteroid oral atau inhalasi yang tidak mencukupi. (20)

 Pneumorrhachis

Pneumorrhachis yang terkait dengan asma bronkial sangat jarang, dan


hanya 13 kasus yang dilaporkan dalam seluruh literatur. Peningkatan akut
pada tekanan intraalveolus menyebabkan ruptur alveoli sehingga udara keluar
ke ruang perivaskular. Udara ini selanjutnya bergerak melalui bidang wajah
ke posterior mediastinum dan dengan demikian ke ruang epidural. Pada asma
bronkial, mungkin, pecahnya alveolus paru perifer akibat peningkatan
mendadak tekanan intraalveolar bisa menjadi kejadian awal. Udara yang
bocor ke interstitium perivaskular paru membedah jalur resistensi paling
sedikit dari mediastinum ke bidang wajah leher. Tidak ada hambatan wajah
untuk mencegah komunikasi mediastinum posterior atau ruang retrofaring
dengan ruang epidural. Dengan demikian, udara berkomunikasi secara bebas
melalui foramina saraf dan terkumpul di ruang epidural. Karena resistansi
yang rendah dari jaringan ikat longgar dibandingkan dengan jaringan vaskular
kaya yang ada di anterior, udara yang dibedah sebaiknya dikumpulkan di
ruang epidural posterior. (21)

 Pneumomediastinum

Pneumomediastinum didefinisikan sebagai adanya udara bebas di


mediastinum. Pneumomediastinum dapat dibagi menjadi pneumomediastinum
spontan (SPM) tanpa sumber primer yang jelas dan menjadi
pneumomediastinum sekunder atau traumatis dengan cedera organ
mediastinum atau peristiwa pencetus lainnya yang diketahui seperti trauma,
pembedahan, atau prosedur medis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
pneumomediastinum spontan (SPM) terjadi secara merata pada pria dan
wanita, sementara yang lain menunjukkan bahwa kebanyakan terjadi pada
pria. Secara umum, penelitian mendukung bahwa kondisi ini disajikan
sebagian besar pada orang dewasa muda yang sehat, terutama pada pengidap
asma (22%). (22)

 Subcutaneous emphysema

Emfisema subkutan (SCE, SE) adalah ketika gas atau udara berada di
lapisan di bawah kulit. Subkutan mengacu pada jaringan di bawah kulit, dan
emfisema mengacu pada udara yang terperangkap. Pada asma akut yang
parah, pneumomediastinum berkembang karena ekspansi berlebihan dari jalan
udara distal karena obstruksi pada jalan udara minor dan pecahnya alveolar
berikutnya. Karena perbedaan tekanan, udara di interstitium paru bergerak ke
arah sentripetal dari parenkim paru menuju mediastinum. Udara bisa lewat di
bawah kulit dan mengalir ke leher dan wajah, yang menyebabkan emfisema
subkutan. (23)

11. Pencegahan Asma Bronchial

1. Menghindari faktor penyebab asma seperti kelelahan bermain,asap


rokok,debu,polusi udara dan berhenti mengonsumsi makanan yang memicu
alergi pada siang hari
2. Berolaraga yang ringan dengan sesuai kemampuan kondisi tubuh seperti
berenang dan jogging dipagi hari
3. Bila penderita atau pasien mengalami kelebihan berat badan sebaiknya
disarankanmuntuk mengurangi berat badan, dikarenakan hal ini bisa
mengakibatkan terjadinya asma
4. Jika dirumah memelihara binatang seperti kucing,maka untuk itu harus
selalu memperhikan kebersihan
5. Selalu menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumah dan upayakan agar
sirkulasi udara didalam rumah tetap berjalan dengan baik dari berbagai sudut
rumah
6. Disarankan agar penderita itu tidak terlalu lelah serta tidak stres
7. Penderita diberikan edukasi mengenai pemilihan makanan yang akan
dikonsumsi, sebaiknya menghindati makanan yang dengan bahan pengawet,
dan makanan yang menimbulkan alergi pada penderita. (24)

12. Prognosis Asma Bronchial

Prognosis pada asma biasanya bagus, terutama untuk anak-anak dengan


penyakit ringan. Mortilitas sudah menurun selama dua decade terakhir ini karena
pengenalan penyakit yang lebih baik dan perbaikan dalam pengobatan.
Pengobatan dini dengan kortikosteroid tampaknya mencegah atau memperbaiki
penurunan fungsi paru-paru. (25)
DAFTAR PUSTAKA

1. Nancy, E. Petunjuk Lengkap Mengatasi Alergi dan Asma Pada Anak.


PT.Prestasi Pustakarya. Jakarta: 2006.

2. O’Byrne, P. Bateman, ED. Bosquet, J. Clark, T. Otha, K. Paggiaro, P. et al.


(2010), Global Initiative for Asthma Global Strategy for Asthma
Management and Prevention, Ontario Canada.
3. Sundaru, H. Sukamto. (2006), Asma Bronkial, In: Sudowo, AW. Setiyohadi,
B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S. (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid I, Edisi Keempat, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, pp: 247-252.
4. Bara, A. Ozier, J-M. Tunon de Lara, R. Marthan and P. Berger.
Pathophysiology of bronchial smooth muscle remodelling in asthma. Eur
Respir J 2010; 36: 1174– 1184
5. Megan Stapleton, PharmD, Amanda Howard-Thompson. Smoking and
Asthma. JABFM May–June 2011 Vol. 24 No. 3, p.313-322
6. Mario Castro, Adalberto S. Rubin, Michel Laviolette. Effectiveness and
Safety of Bronchial Thermoplasty in the Treatment of Severe Asthma. Am J
Respir Crit Care Med Vol 181. pp 116–124, 2010
7. G. Horvath and A. Wanner. Inhaled corticosteroids: effects on the airway
vasculature in bronchial asthma. Eur Respir J 2006; 27: 172–187
8. Akinbami, L.J., Moorman, J.E., and Liu, X., 2011, Asthma Prevalence Health
Care Use and Mortality United States 2005-2009, U.S. Departement of
Health and Human Services Center for Disease Control and Prevention
National Center for Health Statistics.
9. Gerswin, L., 2005, ‘Asthma Gender and ETS Pathogenic Synergy’,
TobaccoRelatedDisease Research Program, diakses pada 10 Mei 2010
10. Hoskins G, McCowan C, Neville RG, Thomas GE, Smith B, Silverman S.
Risk factors and costs associated with an asthma attack. Thorax. 2000;55:19-
24.
11. Setiawan, Kayan. Asma Bronkial. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana. Denpasar. 2018
12. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2004
13. Rahajoe N, et al. Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi, PP
IDAI, 2004.
14. Laksana MA, Berawi KN. Faktor – Faktor Yang Berpengaruh pada
Timbulnya Kejadian Sesak Napas Penderita Asma Bronkial. FK UNILA;
2015.
15. Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC,
Jakarta.
16. Murray and Nadel's .Textbook of respiratory medicine (edisi ke-5th ed.).
Philadelphia, PA: Saunders/Elsevier. 2010. hlm. Chapter 38.
17. Global Strategy for Asthma Management and Prevention" . Global Initiative
for Asthma. 2011., hlm. 2–5
18. Global Strategy for Asthma Management and Prevention" . Global Initiative
for Asthma. 2011., hlm. 20.
19. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Penyakit
Asma. Kementerian Kesehatan Republik Indonesi: Jakarta. 2008.
20. Shah R, Saltoun C. Chapter 14: Acute severe asthma (status asthmaticus).
Allergy and Asthma Proceedings. 2012;33(3):47-50.
21. Manden P, Siddiqui A. Pneumorrhachis, pneumomediastinum,
pneumopericardium and subcutaneous emphysema as complications of
bronchial asthma. Annals of Thoracic Medicine. 2009;4(3):143.
22. Porpodis K, Zarogoulidis P, Spyratos D, et al. Pneumothorax and asthma.
Journal of Thoracic Disease. 2014;6 Suppl 1(Suppl 1):S152–S161.
23. Karakaya Z, Demir Ş, Sagay S, Karakaya O, Özdinç S. Bilateral Spontaneous
Pneumothorax, Pneumomediastinum, and Subcutaneous Emphysema: Rare
and Fatal Complications of Asthma. Case Reports in Emergency Medicine.
2012;2012:1-3.
24. Rogaya R. Pencegahan asma bronkial. J Respir Indo 1995;15:177-81.
25. Rahajoe, N., Pengobatan Pencegahan Asma pada Anak, Cermin Dunia
Kedokteran. 1991. Hal: 45-48

Anda mungkin juga menyukai