Anda di halaman 1dari 2

Tari Mowang Sangkal merupakan salah satu icon seni tari di Kabupaten Sumenep, Madura.

Secara harfiah kata moang sangkal terdiri dari dua kata berbahasa Madura yang mempunyai makna
kata sebagai berikut

Kata Mowang berarti membuang, dan kata Sangkal berarti sukerta yang artinya gelap
(sesuatu yang menjadi santapan sebangsa setan, dedemit, jin rayangan, iblis, menurut ajaran Hindu).
Sedangkan kata “sangkal” sendiri mengadopsi dari bahasa Jawi Kuno yang maksudnya Sengkala
(sengkolo). Jadi sangkal yang dimaksudkan pada umumnya oleh masyarakat Songennep adalah: bila
ada orang tua mempunyai anak gadis lalu dilamar oleh laki-laki, tidak boleh ditolak karena membuat
si gadis tersebut akan “sangkal” (tidak laku selamanya).

Secara harfiah mowang artinya membuang sangkal petaka. Artinya tarian tersebut dilakukan
untuk membuang petaka yang ada dalam diri seseorang. Tari Mowang Sangkal sekarang ini telah
terjadi pengembangan di daerah Madura.

Tari moang sangkal sendiri, diciptakan pada tahun 1972 oleh salah seorang seniman
Sumenep, Taufikurrachman yang salah satunya dilatarbelakangi oleh kepedulian para seniman
dalam menerjemahkan alam madura yang sarat akan karya dan keunikan. Disamping juga
mengangkat sejarah kehidupan karaton Sumenep tempo dulu.

Tari Muang Sangkal Tari Muang Sangkal memiliki beberapa fungsi yaitu

1. Sebagai cerminan dan legimitasi tatanan sosial


2. Sebagai wahana ritus yang bersifat religius
3. Sebagai hiburan sosial

Penari Muang Sangkal dipilih perempuan karena gerakan perempuan lebih gemulai dan
lebih indah daripada laki-laki. Tidak berpasangan dengan laki-laki karena menjaga kesucian tarian ini,
dalam keadaan bergerak antara penari laki-laki dan penari perempuan bisa bersentuhan, bila laki-
laki dan perempuan bukan muhrim bersentuhan, maka menodai sucinya tarian ini. Sama halnya
mengapa penari tidak boleh dalam keadaan haid dan harus perawan atau belum menikah. Oleh
sebab itu biasanya jika tidak memenuhi persyaratan maka pelaksana tari pun harus mengundurkan
diri. Tarian ini di anggap suci karena berhubungan dengan permintaan untuk di hindarkan pada
kesialan. Oleh karena itu penarinya juga harus terbebas dari unsur negatif atau harus suci seperti
yang di sebutkan. Jumlah penarinya pun tak sembarangan, yakni harus ganjil, bisa satu, tiga, lima
penari, dan seterusnya yang maknanya tuhan itu Maha Esa.

Dalam pertunjukkan tari Muang Sangkal diawali dengan gerakan cepat. Para penari berjalan
beriiringan menuju panggung. Setelah itu dilanjutkan dengan gerakan yang lebih halus, di mana para
penari menari sambil membawa cemong atau mangkuk kuningan yang berisi kembang beraneka
macam dan beras kuning lalu ditaburkan dengan gerakan yang lembut dan indah. Gerakan yang
semakin lama semakin halus sebagai isyarat atau tanda para putri berjalan ke Mandiyoso.
Mandiyoso merupakan koridor Keraton Dalem ke Pendopo Agung Keraton Sumenep.

Pada gerakan tersebut tentunya diselaraskan dengan musik pengiring, yaitu musik Gamelan
khas keraton. Di mana gending yang digunakan adalah gending sampak, gending oramba-orambe
dan gending lainnya.

Dibalik gerakan tari Muang Sangkal memiliki makna simbolis. Di mana saat penari menabur
beras kuning ketika menjamu kedatangan tamu agung di Pendopo Keraton Sumenep, atau saat acara
resepsi perkawinan. Penaburan beras kuning sebagai simbol ungkapan doa memohon kepada Tuhan
Yang Maha Esa agar tamu yang datang diberi keselamatan dan terhindar dari bahaya. Acara yang
diselenggarakan pun berjalan lancar dan sukses.

Saat acara resepsi pernikahan agar prosesi pernikahan berjalan lancar dan mempelai berdua
dalam menjalani hidupu rumah tangga berjalan langgeng. Selain itu, dari segi gerakan yang halus dan
luwes serta anggun menunjukkan sikap adhep asor. Di mana dapat membentuk karakter penarinya
halus dan lembut serta luwes.

Kostum yang digunakan adalah kostum pengantin legha khas Sumenep dengan warna yang
khas pula, yaitu warna merah dan kuning, perpaduan warna tersebut mengandung filosofi
”kapodhang nyocco’ sare” yang maksudnya ”Rato prapa’na bunga” (raja sedang bahagia). Sedangkan
untuk paduan warna kostum merah dan hijau atau kuning dan hijau mengandung folosofi ”kapodang
nyocco’ daun” yang maksudnya ”Rato prapa’na bendhu” (Raja sedang marah).

Properti tari muang sangkal antara lain

1. Kemben hitam
2. Kain Penutup Dada
3. Kain bawahan panjang
4. Kain penutup tambahan
5. Mahkota bunga
6. Aksesoris tambahan
7. Sampur
8. Cemong
9. Alat musik pengiring

Terjadi perubahan durasi pada tarian ini karena adanya pengembangan. Awalnya tari
mowang sangkal ini berdurasi sekitar 13 menit namun sekarang menjadi 8 menit. Selain itu gerakan
yang awalnya 4 kali putaran di kembangkan menjadi 2 kali putaran. Dan busananya ditambah pernak
pernik sehingga tampak anggun dan elegan. Pengembangan ini tentunya tidak meninggalkan pakem
yang diciptakan Taufikurrachman.

Hingga kini, tarian tersebut terus dilestarikan sebagai wujud kesadaran budaya masyarakat
Madura. Tari Muang Sangkal sering ditampilkan untuk membuka suatu acara, bahkan selalu
ditampilkan saat ulang tahun Sumenep. Muang sangkal adalah identitas seni budaya yang0 akan
terus tumbuh melewati waktu demi waktu.

Anda mungkin juga menyukai