SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperolehgelar Sarjana Hukum (SH) pada Program Studi
Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah) Fakultas Syari'ah
Institut Agama Islam Darussalam (IAID) Ciamis
Oleh:
Farid Mahmud Anshori
17.02.1896
FAKULTAS SYARI'AH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
(IAID)
CIAMIS JAWA BARAT
2021
Hak Hadhanah Anak yang Belum Mumayyiz Setelah Perceraian
(Studi Komparatif Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang No 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak)
Oleh:
Farid Mahmud Anshori
17.02.1896
FAKULTAS SYARI'AH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
(IAID)
CIAMIS JAWA BARAT
2021
ABSTRAK
Farid Mahmud Anshori, 2021. Hadhanah Anak yang Belum Mumayyiz Setelah
Perceraian (Studi Komparatif Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang No
23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak)
Skripsi: Program Studi Ahwal Syakhsiah, Fakultas Syariah, IAID, 2021.
Skripsi dengan judul Hadhanah Anak yang Belum Mumayyiz Setelah Perceraian
2002 Tentang Perlindungan Anak) telah diperiksa dan disetujui oleh dosen
Pembimbing I
Pembimbing II
i
PENGESAHAN
Munaqasyah pada tanggal 07 Desember 2022 Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Ahwal
Ciamis.
Sidang Munaqasyah
Penguji
Dekan
ii
Dr. Sumadi, M.Ag
PERNYATAAN
NPM : 17.02.1896
Anak) adalah asli, tidak mengandung unsur plagiasi, fabrikasi, dan falisifikasi.
Apabila dalam skripsi karya saya ini mengandung unsur-unsur plagiasi, fabrikasi,
dan falisifikasi; maka saya bersedia untuk dihadapkan pada sidang etik yang
iii
iv
RIWAYAT HIDUP
melanjutkan ke jenjang SLTP di MTS. Utama pada tahun 2011 dan lulus pada
tahun 2014. Setelah lulus MTS penulis melanjutkan sekolah ke Smk Al-Huda
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Moto
Teriring salam dan do’a serta untaian rasa syukur dan terimakasih tak
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN
1. Penulisan konsonan
vii
Arab Latin Contoh
2. Vokal pendek
3. Vokal panjang
viii
4. Diftong
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, berkat kudrot dan
Muhammad Saw, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta para tabi’in dan
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari masih banyak kesalahan dan
penulis. Akan tetapi, berkat dorongan, bimbingan, arahan, dan bantuan dari
berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu,
1. Yth. Bapak Dr. H. Fadlil Munawar Manshur, M.S., selaku Pembina Institut
2. Yth. Ibu Dr. Hj. N. Hani Herlina, S.Ag., M.Pd.I., selaku Rektor Institut
3. Yth. Bapak Dr Sumadi, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari’ah Institut Agama
x
4. Yth. Bapak Ayi Ishak Sholih Muchtar, S.Sy., M.H. selaku Ketua Program
Ciamis.
6. Yth. Bapak Prof. Hasan Bisri, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing I yang telah
dalam menyusun skripsi ini dan selama kuliah di Institus Agama Islam
kepada penulis dalam menyusun skripsi ini dan selama kuliah di Institus
khususnya kepada kedua orang tuaku, atas do’a dan pengorbanannya, kakek
dan nenek atas do’a dan motivasinya, atas do’a, dukungan, pengorbanan, dan
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
xi
Farid Mahmud Anshori
DAFTAR ISI
ABSTRAK...............................................................................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................................i
PENGESAHAN.......................................................................................................ii
PERNYATAAN.....................................................................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Konsep Hadhanah.........................................................................................8
1.Pengertian Hadhanah...........................................................................................8
2.Dasar Hukum Hadhanah.............................................................................12
3.Syarat-Syarat Hadhanah.............................................................................16
4.Urutan yang Berhak atas Hadhnah.............................................................24
5.Batas Umur Hadhanah................................................................................28
6.Upah dan Nafkah Hadhanah.......................................................................31
B. Konsep Anak Mumayiz..............................................................................36
1. Pengertian Anak.............................................................................................36
xii
2. Karakateristik Anak.......................................................................................39
3. Hak-Hak Anak...............................................................................................42
4. Pengertian Mumayiz......................................................................................43
5. Pendapat Para Ulama Tentang Mumayiz.....................................................44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................46
A. HASIL PENELITIAN.................................................................................55
1. Hadhanah Anak Menurut Kompilasi Hukum Islam...................................55
a. Latar Belakang Kompilasi Hukum Islam....................................................55
b. Anak Menurut Kompilasi Hukum Islam.....................................................56
c. Hadhanah anak menurut Kompilasi Hukum Islam...................................58
d. Hadhanah Anak yang Belum Mumayyiz Setelah Perceraian dalam
Kompilasi Hukum Islam.......................................................................................60
2. Hak Hadhanah Anak yang Belum Mumayyiz Menurut UU No 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak......................................................................61
a. Latar Belakang UU NO 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak...................62
b. Anak Menurut UU NO 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.....63
c. Pengertian Perlindungan Anak.....................................................................64
d. Asas dan Tujuan Perlindungan Anak..........................................................65
e. Hak dan Kewajiban Anak.................................Error! Bookmark not defined.
f. Hadhanah Anak menurut UU NO 23 tahun 2002.....................................70
3. Relevansi Hadhanah Anak dengan Kompilasi Hukum Islam dan Undang-
Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak..................................72
B. PEMBAHASAN.........................................................................................85
BAB V PENUTUP...............................................................................................90
xiii
A. Kesimpulan.................................................................................................90
B. Saran............................................................................................................91
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................92
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
mencintai dan hendak hidup bersama Allah SWT menjadikan syariat pernikahan
sebagai media bagi pria dan wanita untuk menyalurkan nafsu biologisnya untuk
berhubungan seksual secara sah dan juga untuk menghasilkan keturunan dari
perkawinan tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri. Dengan tujuan membentuk keluarga
ternyata banyak sekali krikil-krikil yang menjadi sebab retaknya hubungan rumah
tangga seperti adanya perslingkuhan di antara pasangan suami istri tersbut atau
Perceraian adalah suatu insiden dalam rumah tangga yang mana sudah
barang tentu dalam suatu insiden ada banyak hal yang terdampak akibat dari
perceraian tersebut, diantara yang sudah pasti terdampak akibat dari percaraian
1
perdebatan baik dari pihak ayah ataupun dari pihak ibu sehingga kedudukan anak
menjadi problematika yang hadir pasca perceraian yang mesti di dudukan sesuai
orang tua kepada anakanya yang mana kewajiban ini melekat kepada keduanya
sampai anak itu mencapai usia akil baligh Allah SWT memerintahkan kepada
kaum muslimin agar senantiasa menjaga kelurganya agar selamat di dunia dan di
Para ulama sendiri banyak yang berpendapat terkait hukum dari hadhanah
anak setelah perceraian, menurut Sayyid Sabiq, apabila orang tua bercerai,
sedangkan mereka mempunyai anak kecil maka ibu lebih berhak daripada
ayahnya, terkecuali ada hal-hal yang menghalanginya atau selama anak tersebut
yang utama dalam hadhanah adalah mendidik anak yang belum bisa mandiri
sampai anak tersebut tamyiz adalah ibunya, selama ibunya belum menikah lagi
dengan orang lain. Sedangkan kan anak yang sudah mumayyiz jika kedua orang
Anak usia 6 atau 7 tahun yang dalam segi perkembangan pola pikir telah
mampu untuk membedakan mana yang baik dan buruk dalam Kompilasi Hukum
2
Islam belum diberikan haknya untuk memilih ayah atau ibunya sebagai orang tua
asuh. Tetapi dalam pandangan Hukum Islam anak usia 6 atau 7 tahun yang telah
cakap terhadap apa yang terjadi disekelilingnya, telah memahami khitob Allah,
maka anak tersebut dapat dikatakan mumayyiz sehingga anak tersebut dapat
tentunya bila melihat perspektif ini saja ketentuan anak yang di anggap mumayyiz
adalah anak yang berusia 12 tahun ini harus di kaji ulang karena bila melihat
perspektif agama saja yang disebut mumaayiz banyak ulama yang berpendapat
bahwa yang disebut anak mumayyiz adalah anak yang sudah memahami khitob
Indonesia sendiri sering terjadi perbedaan dengan apa yang telah di atur dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) karena dalam memutuskan perkara yang terjadi
hakim juga bisa menggunakan Yurisprudensi yag merupakan salah satu hukum
formil dan menggunakan kitab-kitab fiqih yang merupakan hukum materil yang
yang putusannya berbeda dengan aturan Kompilasi Hukum Islam yang beralaku
Pengadilan Agama Pasuruan dan juga kasus-kasus para artis Indonesia yang
mempermasalahkan hak asuh anak dan telah di putus oleh Pengadilan Agama
setempat.
Kasus yang dialami oleh pasangan selebriti Indonesia misalnya seperti yang
dialami oleh Tamara Blezynski dengan mantan suaminya Teuku Rafli Pasya, yang
3
telah bercerai pada tahun 2007 dan kemudian memperebutkan hak asuh putra
semata wayangnya yang bernama Teuku Rasya Islamy Pasya. Pada kasus ini
perkara sudah sampai ke Mahkamah Agung namun hak asuh anak tetap diberikan
kepada Teuku Rafli Pasya sebagai ayah kandungnya karena Rasya tidak mau
tinggal bersama ibunya Tamara yeng pernah berlaku kasar kepadanya dan belaku
buruk dihadapannya.
Selain itu ada kasus yang tidak jauh berbeda dengan kasus yang dialami
oleh Tamara dan Rafli yaitu kasus yanag dialami oleh Anang Hermansyah dan
istrinya Krisdayanti. Dalam kasus ini hak asuh kedua anaknya yang bernama
keduanya menolak untuk dirawat oleh ibunya dan telah bersepkaat antara
keduanya bahwa apabila terjadi perceraian maka keduanya bersepakat bahwa akan
Selain kesepakatan antara Krisdayanti dan juga Anang dalam masalah hak
asuh anak, dilain kesempatan kedua buah hatinya telah menyatakan bahwa
berkeinginan untuk tinggal bersama Anang karena salah satu dari buah hatinya
mengetahui perbuataan buruk yang ibunya lakukan. Selama ini juga keduannya
lebih dekat dengan Anang karena dalam keseharian Aurel dan Azriel lebih sering
Krisdayanti sangat sibuk bekerja sehingga sangat beralasan sekali bila hak asuh
4
Beberapa kasus diatas menunjukan fenomena baru terkait dengan hadhanah
anak yang belum mumayyiz dimana anak yang belum mumayyiz memilih sendiri
siapa yang berhak mengasuh dirinya, yaitu ayah kandung atau ibu kandungnya.
Banyak fakta yang menyebutkan kasus yang muncul terkait kasus hadhanah anak
termasuk memlih salah satu dari kedua orang tuanya yang berhak mengasuh
dirinya. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah tentang
Undang yang berlaku di Indonesia yaitu menurut Kompilasi Hukum Islam dan
hadhanah anak yang belum mumayyiz untuk itu judul yang diangkat dalam
kesempatan kali ini, judul yang diangkat adalah “Hak Hadhanah Yang Belum
5
B. Rumusan Masalah
sebagai penarik kesimpulan dari penelitian ini ada beberapa rumusan masalah
C. Tujuan Penelitian
6
D. Kegunaan Penelitian
Dari hasil peneitian ini diharapkan memiliki kegunaan yang baik secara
1. Kegunaan Teoritis
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Peneliti
jenjang pendidikan Strata Satu (S1) dan mendapat gelar sarjana, juga untuk
menambah wawasan keilmuan tentang hak hadhanah anak yang belum mumayyiz
b. Bagi Masyarakat
pemikiran untuk masyarakat dalam hak hadhanah anak yang belum mumayyiz
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Hadhanah
1. Pengertian Hadhanah
dan kafalah. Secara etimologi, hadhanah berasal dari bahasa arab dari akar kata
hadhana, yahdhunu, hadhnan, hadhanatan( حض انت, حض نا, يحض ن, )حض نyang berarti
berarti meletakan sesuatu dekat tulang rusuk atau di pangkuan, karena ibu waktu
sampai sanggup berdiri sendiri mengurus dirinya yang dilakukan oleh kerabat
Menurut Sayyid Sabiq ( 1983:288) kata hadhanah diambil dari kata al-
8
Menurut Zainal Arifin dan Muh. Anshori (2019:150), pengertian hadhonah
secara etimologi, hadhonah berasal dari kata hiddona yang berarti sesuatu yang
perempuan, atau yang sudah besar tetapi belum mumayiz, menyediakan sesuatu
merusaknya, mendidik jasmani, rohani, dan akhlaknya agar mampu berdiri sendiri
menghadapi hidup dan memikul tanggung jawab. Menurut Prof. Abdul Manan
membahayakan jiwanya.
hadhanah sebagai:
الصغِْيَر ِة اَ ِوالْ َمْت ِو ِه اَلَّ ِذ ْي اَل مُيَِّي ُز َواَل يَ ْستَ ِق ُل َّ بِاَنَّ َها ِعبَ َارةٌ َع ِن الْ ِقيَ ِام حِبِ ْف ِظ
َّ الصغِرْيِ اَ ِو
ض ِر ِه َوَت ْربِيَتِ ِه ِج ْس ِميًّا َو َن ْف ِسيًا ِ ِ مِم ِ بِاَم ِر ِه و ُتع ِه ِد ِه مِب ا ي
ُ َصل ُحهُ َو ِوقَ َايتُهُ َّا يُْؤ ذيْه َوي َْ َ َ َ ْ
ِ
ْ ِات اْحلَيَ ِاة َوااْل
ض ِطاَل ِع مِب َ ْسَئ لَتِ َها ِ ض بِتِّبع
َ َ ِ ُّه ْو ُ َو َع ْقليًا َك ْي َي ْف َوى َعلَى الن
Artinya: melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil laki-laki atau
perempuan atau yang sudah besar, tetapi belum tamyiz atau yang kurang akalnya,
yang belum dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk yang belum
mampu dengan bebas mengurus dirinya sendiri dan belum tahu mengerjakan
sesuatu atau kebaikan nya dan memelihara dari sesuatu yang menyakiti dan
membahayakannya, mendidik serta mengasuhnya, baik secara fisik ataupun
mental atau akalnya agar mampu menempuh tantangan hidup serta memikul
tanggung jawab.
9
Menurut wahbah az-zuhaili (2005:233), hadhanah menurut syara’ adalah
memberikan pedidikan kepada anak oleh orang yang mempunyai hak pengasuhan
atau mendidik anak dan mememelihara orang yang tidak mampu mandiri untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri karena belum tamyiz seperti anak kecil dan orang
mengatur makan, pakaian, tidur, kebersihan, mandi, dan mencuci pakaiannya pada
mendidik atau mengasuh anak yang belum mampu mandiri atau belum mampu
dari sesuatu yang membahayakannya walaupun dalam keadaan dewasa yang gila,
pendidikan, dan segala sesuatu yang menjadi kebutuuhan anak. Konsep ajaran
Islam tanggung jawab ekonomi berada di pundak suami sebagai kepala rumah
tangga, meskipun dalam hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa istri dapat
itu, yang terpenting adanya kerja sama dan tolong menolong antar sumi istri
(Rofiq, 2015:27).
10
Menurut Hasbi Ash shidqy (2001:92) hadhanah adalah mendidik anak dan
mengurusi semua kepentingannya dalam batas umur tertentu oleh orang yang
Definisi yang sama senada juga dikemukakan oleh Amir Nurdin, hadhanah
adalah “merawat dan mendidik seorang yang belum mumayiz atau kehilangan
Demikian juga dikemukakan oleh Zainudin Ali, pemeliharaan anak biasa disebut
dengan hadhanah yang berarti memelihara seorang anak yang belum mampu
hidup mandiri yang meliputi pendidikan dan segala sesuatu yang di perlukannya
hadhanah atau pemeliharaan anak disebutkan dalam pasal 1 huruf a yaitu kegiatan
mengasuh memelihara dan mendidik anak hingga dewasa atau mampu berdiri
sendiri.
dengan hadhanah atau kuasa asuh adalah kegiatan orang tua atau lainnya yang
penumbuh kembangan anak sesuai agama yang dianutnya dan sesuai dengan
11
kemampuan, bakat, serta minatnya sampai anak tersebut tumbuh dewasa mampu
berdiri sendiri (mandiri) supaya menjdi manusia yang hidup sempurna dan
bertanggung jawab.
berdiri sendiri tanpa mengharapkan bantuan dari orang lain. Oleh karena itu,
mengasuh anak yang masih kecil adalah wajib karena apabila anak yang masih
dibawah umur dibiarkan begitu saja akan mendapatkan bahaya jika tidak
mendapatkan pengasuhan dan perawatan sehingga anak harus dijaga agar tidak
sampai membahayakan dirinya. Selain itu, ia juga harus tetap diberi nafkah dan di
Sudah disepakati oleh ulama fiqih bahwa pada perinsipnya hukum merawat
dan mendidik anak adalah kewajiban bagi kedua orang tuanya. Karena apabila
anak yang masih kecil, belum mumayiz tidak dirawat dan dididik dengan baik
maka akan berakibat buruk pada diri masa depan anak, bahkan bisa mengancam
eksistensi jiwa mereka. Oleh sebab itu anak-anak tersebut wajib dipelihara,
tanggung jawab kedua orang tuanya (suami istri) masalah biaya dan pemeliharaan
dan pendidikan anak merupakan tanggung jawab ayahnya (suami) seperti halnya
اعةَ َو َعلَى
َض َّ ت يُْر ِض ْع َن اَْواَل َد ُه َّن َح ْولَنْي ِ َك ِاملَنْي ِ لِ َم ْن اََر َاد اَ ْن يُّتِ َّم
َ الر
ِ
ُ َوالْ َوال ٰد
ِ ف اَل ت َكلَّف ن ْف ِ الْمولُو ِد لَه ِر ْز ُقه َّن وكِسو ُته َّن بِالْمعرو
َ ُس ااَّل ُو ْس َع َها اَل ت
ضاَّۤر ٌ َ ُ ُ ْ ُْ َ ُ َ ْ َ ُ ُ ْ ْ َ
12
ِ ِ ِث ِمثْل ٰذل ِِ ِ ِ
صااًل َع ْن َ ك فَا ْن اََر َادا ف َ ُ ِ َوال َدةٌ بَِولَد َها َواَل َم ْولُْو ٌد لَّهُ بَِولَده َو َعلَى الْ َوا ِر
اح َعلَْي ِه َما َواِ ْن اََر ْدمُّتْ اَ ْن تَ ْسَت ْر ِضعُ ْوا اَْواَل َد ُك ْم فَاَل
َ َاض ِّمْن ُه َما َوتَ َش ُاو ٍر فَاَل ُجن
ٍ َتَر
ِ جنَاح علَي ُكم اِ َذا سلَّمتم َّما اَٰتيتم بِالْمعرو
ف َو َّات ُقوا ال ٰلّهَ َو ْاعلَ ُم ْوا اَ َّن ال ٰلّهَ مِب َا ْ ُ ْ َ ْ ُْ ْ ُ ْ َ ْ ْ َ َ ُ
ِ َتعملُو َن ب
صْيٌر َ ْ َْ
Artinya: Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun
penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah
menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak
dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena
anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris
pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan
persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka
tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut.
Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan. (Q.S Al-Baqarah 233)
kepada orang tua untuk memelihara anak mereka, ibu berkewajiban menyusuinya
sampai umur dua tahun dan bapak berkewajiban memberi nafkah kepada ibu.
tahun apabila ada kesepakatan antara kedua orang tua dan mereka boleh
memberi upah yang pentas. Hal ini demi keselamatan anak itu sendiri (Alam,
2008:115). Bukan saja keselamatan ketika hidup di dunia namun keselamatan dari
َّاس َواحْلِ َج َارةُ َعلَْي َها ن ال ا ه ود ُقو اار َن م ك
ُ يِياَأيُّها الَّ ِذين آمنوا قُوا َأن ُفس ُكم وَأهل
ُ َ ُ َ ً ْ َْْ َ َُ َ َ
ِ ِ ِئ
ُ َماَل َكةٌ غاَل ٌظ ش َد ٌاد اَّل َي ْع
صو َن اللَّهَ َما ََأمَر ُه ْم َو َي ْف َعلُو َن َما يُْؤ َم ُرو َن
13
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu (QS Al-Tahrim 66:
6)
Ayat diatas menjelaskan bahwa setiap manusia mukmin mempunyai beban
kewajiban dan tanggung jawab memelihara diri dan keluarga dalam bentuk
apapun dari api neraka karena api neraka dapat membuat diri dan jiwa manusia
menderita dan sengsara, yang bertanggung jawab dari itu semua adalah manusia
itu sendiri. Untuk memelihra dirinya dan keluarganya (anak-anak dan istrinya)
dari api neraka, dengan berusaha agar seluruh anggota keluarganya melaksanakan
ِ ِ ِ ِِ ِ
ًت يَا َر ُس ْو َل اهلل ا َّن ابْيِن ْ َه َذا َكا َن بَطْيِن ْ لَهُ ِو َعاءً وثَ ْدي ْي لَهُ س َقاء ْ َاَ َّن ا ْمَرَأَة قَال
ِ ْال هَل ا رسو ُل ا ِ ِ ِ ِ
هلل ْ ُ َ َ َ َوح ْج ِري لَهُ ح َواءً َوا َّن اَبَاهُ طَلَّ َقيِن ْ َواََر َاد اَ ْن يَّْنتَ ِز َعهُ م ْين َف َق
ت اَ َح ُّق بِِه َمامَلْ ُتْن ِك ِح ْي(رواه امحد وابو داوود وصححه ِ ْصلَّى اهلل عليه وسلم اَن
َ
)احلكم
Kandungan hadits diatas adalah apabila terjadi perceraian antara suami istri
dan meninggalkan anak, selama ibunya belum menikah lagi, maka diutamakan
untuk mengasuhnya, sebab ibu lebih mengetahui dan lebih mampu mendidik
menyusui mengingat lebih mengerti dan dan mampu mendidik anak. Kesabaran
14
ibu dalam hal ini lebih besar dari pada bapak. Karena itu, ibu lebih diutamakan
demi menjaga kemaslahatan anaknya. Jika si ibu telah menikah dengan laki-laki
ِ ِ ِ ِ ِ
صلَى اهلل عليه ْ َُع ْن َراف ْع بْ ِن سنَان اَنَّه
َ َّ َأسلَ َم َوَأبَت ْإمَرَأتُهُ َأ ْن تُ ْسل َم فََأ ْق َع َد النَّيِب
َ ال اِىَل َُّأم ِه َف َق
ال اَللّ ُه َّم َ الصيِب ِّ َبْيَن ُه َما فَ َم ِ َاَأْلب ن
َّ احيَةً َواَْق َع َد ِ احيةً و ِ َوسلم ا
َ َ َُأْلم نُ
ِ َ اِه ِد ِه فَم
)َأخ َذهُ ( أخرجه ابو دود والنسائي وو صححه احلاكم َ َال اَبِْيه ف َ ْ
Artinya; dari rafi’ ibnu sinan RA bahwa ia masuk islam namun istrinya
menolak untuk masuk islam. Maka Nabi SAW mendudukan sang ibu di sebuah
sudut , sang ayah di sudut lain dan sang anak beliau dudukan di antara keduanya.
Lalu anak itu cenderung kepada ibunya. Maka beliau berdoa: “Ya Allah, berilah ia
hidayahnya. Kemudian ia cenderung mengikuti ayahnya, lalu ia mengambilnya.
( HR. Abu Dawud An-Nasai dan di sahihkan oleh al-Hakim)
Para pakar hukum islam sepakat bahwa pengasuhan dimulai sejak lahir
sampai usia tamyiz, namun para ulama sendiri berbeda pendapat apakah
pengasuhannya tetap pada ibunya ketika anak tersebut sudah mumayiz. Mazhab
15
Hanafi dan Maliki, hak hadhanah tetap berada pada ibunya, baik ibunya bercerai
atau ditinggal mati suaminya, sedangkan mazhab Syafii dan Hambali, diberikan
kepada anak untuk memilih untuk tinggal bersama ayah atau ibunya ( Az-zuhaili,
2011:742).
mereka mempunyai anak kecil maka ibu lebih berhak daripada ayahnya, selama
tidak ada hal-hal yang menghalanginya atau selama anak tersebut belum dapat
yang paling utama hadhanah adalah mendidik anak yang belum bisa mandiri
sampai anak tersebut tamyiz adalah ibunya, selama ibunya belum menikah lagi
dengan orang lain. Sedangkan anak yang sudah mumayiz jika kedua orang tuanya
3. Syarat-Syarat Hadhanah
Pemeliharaan atau pengasuh anak itu berlaku antara dua unsur yang menjadi
rukun dalam hukumnya, yaitu orang tua yang mengasuh yang disebut hadhin dan
anak yang diasuh mahdhun keduanya harus memenuhi syarat yang ditentukan
untuk wajib dan sahnya tugas pengasuhan itu. Dalam masa ikatan perkawinan ibu
dan ayah secara bersama berkewajiban untuk memelihara anaknya secara sendiri-
16
syarat-syarat tertentu ini tidak dipenuhi satu saja maka gugurlah kebolehan
a. Berakal Sehat
Tidak berhak menjadi Hadhin orang yang kurang akal dan gigih karena
meraka tidak dapat mengurusi dirinya sendiri, sehingga tentulah ia tidak dapat
mengurus orang lain karena mereka tidak bisa memberikan pendidikan kepada
b. Dewasa (baligh)
Anak kecil tidak berhak menjadi hadhin (pengasuh) karena ia sendiri masih
c. Mampu mendidik
Orang yang tidak berhak menjadi pengasuh adalah orang yang buta atau
rabun, sakit menular atau sakit yang melemahkan jasmaniya untuk mengurus
kepentigannya (anak), tidak berusia lanjut yang bahkan ia sendiri perlu diurus,
bukan orang yang meninggalkan urusan rumah tangga sehingga merugikan anak
kecil yang di asuh atau bukan orang yang ditinggal bersama orang yang sakit
menular atau bersama orang yang suka marah kepada anak-anak, sekalipun
kerabat anak kecil itu sendiri, sehingga akibat dari kemarahannya itu tidak bisa
baik, bahkan sifat yang semacam itu dapat tertanam dalam sifat anak.
17
d. Amanah dan berakhlak baik
Karena orang fasik itu tidak dapat dipercaya untuk mengurus dan memenuhi
kewajiban mengasuh anak. Amanah ialah menahan diri dari melakukan yang tidak
halal dan tidak terpuji. Dengan demikian, jika seorang tidak memiliki jiwa
amanah maka ia tidak memiliki hak untuk memelihara atau mengasuh anak
(Yanggo, 2004:122)
Lawan kata dari amanah ialah khianat, khianat adalah tidak melaksanakan
itu. Tidak sah bagi hadhin (pengasuh) yang khianat karena bisa menjadikan
terlantarnya anak dan bahkan nantinya anak dapat meniru atas kelakuan seperti
e. Beragama Islam
Menurut mazhab syafi’i, anak kecil muslim tidak boleh diasuh oleh
pengasuh yang non muslim, dikhawatirkan akan merusak agama anak tersebut.
ًني َسبِيالِِ ِٰ ِ ٰ
َ َولَن جَّي َع َل اللّهُ للكف ِر
َ ين َعلَى املُؤمن
Artinya: dan Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan bagi orang-
18
Berdasarkan Nash (ayat)di atas dapat dipahami bahwa seorang hadhin yang
kafir tidak boleh memelihara anak muslim karena berdasarkan firman Allah SWT
tidak membolehkan seorang mukmin berada dalam perwalian orang kafir. Selain
atau harta benda serta dikhawatirkan anak kecil yang berada dibawah asuhannya
Lain halnya dengan pendapat Ibn Hazm, sebagaimana di kutip oleh T.M
Hasbi Ash Shidqy (2001:93-94), beliau membedakan antara masa susuan dan
masa susuan yang sudah lewat: tidak disyaratkan bersatu agama dalam tempo
susuan bersatunya agama disyaratkan sesudah masa asuhan, karena itu tidak ada
hadhanah bagi ibu kafir atas anaknya yang muslim, terkecuali disamakan susuan
saja (dari lahir sampai kepada umur dua tahun). Apabila anak kecil telah sampai
pada umur memahami sesuatu, maka tidak ada hadhanah lagi. Sedangkan Mazhab
Hanafi, Qasim al-Maliki dan Abu tsaur menetapkan kebolehan pengasuhan anak
seorang muslim kepada anak yang non muslim karena pengasuhan hanya sebatas
menyusui dan melayani anak tersebut dan hal itu boleh dilakukan meskipun
1983:292).
Apabila yang sudah meenjadi pengasuh atau yang akan menjadi pengasuh
adalah seorang janda, kemudian ia menikah lagi dengan laki-laki lain maka
haknya menjadi pengasuh tersebut menjadi gugur. Pendapat ini di dasarkan pada
19
hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi: Artinya: “Telah bekata seorang
akulah yang mengandungnya dan air susu akulah yang diminumnya serta
lebih berhak terhadap anakmu selama engkau belum kawin (HR. Ahmad, Abu
Hadits ini berkenaan dengan seorang ibu yang sudah bercerai (janda yang
belum kawin lagi, apabila ia kawin lagi dengan laki-laki lain yang masih deat
dengan kerabatnya denagn si anak kecil tersebut, seperti paman dari ayahnya,
maka hadahanahnya tidak gugur, sebab paman itu masih berhak menjadi hadhin
terhadap anak tersebut krena hubungan kekerabatnnya dengan anak kecil tersebut
haknya, maka akn terjalin hubungan yang smempurna di dalam menjaga si anak
g. Merdeka
tidak ada kesempatan unuk mengasuh anak kecil. Kekhawatiran ketika budak di
perbolehkan mengasuh anak kecil, maka yang terjadi adalah terlantarnya asuhan
karena bagaimanapun sang budak harus bekerja dan mengabdi kepada tuannya.
20
a. Sudah dewasa orang yang belum dewasa tidak akan mampu melakukan
tugas yang berat itu. Oleh karenanya, belum dikenai -kewajiban dan
tindakan yang dilakukannya itu belum dinyatakan memenuhi syarat.
b. Berpikiran sehat. Orang yang kurang akal sehatnya seperti idiot tidak
mampu berbuat untuk dirinya sendiri dan dengan keadaanya itu tidak
memungkinkan untuk mengurusi orang lain.
c. Beragama Islam. Ini pendapat yang dianut jumhur ulama, karena tugas
pengasuhan itu termasuk tugas pendidikan yang akan mengarahkan
agama anak yang diasuhnya. Kalau di asuh oleh orang yang bukan islam
dikhawatirkan anak yang diasuh akan jauh dari agamanya.
d. Adil dalam arti menajalankan agama secara baik dan benar dengan
meninggalkan dosa besar dan menjauhi dosa kecil, kebalikan dari adil
ialah fasik yaitu tidak konsisten dalam beragama. Orang yang komitmen
agamanya rendah tidak diharapkan untuk mengasuh dan memelihara
anak kecil.
pengasuh harus terbebas dari penyakit lepra dan belang yang terpenting dia tidak
21
Menurut Satria Efendi (1995:252-253) untuk kepentingan anak dan
pemeliharaanya diperlukan beberapa syarat bagi yang akan melakukan hadhanah
sebagia berikut;
a. Yang melakukan hadhanah hendaklah sudah baligh/berakal, tidak
terganggu ingatannya, sebab hadhanah itu merupakan pekerjaan yang
penuh tanggung jawab. Oleh sebab itu seorang ibu yang menderita
ganguan jiwa atau gangguan ingatan tidak layak melakukan tugas
hadhanah.
b. Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk memelihara dan mendidik
anak yang di asuh, dan tidak terikat dengan suatu pekerjan yang bisa
meengakibatkan tugas hadhanah menjadi terlantar.
c. Seorang yang melakukan hadhanah hendaklah dapat dipercaya memegang
amanah sehingga dengan itu dapat lebih menjamin pemeliharaan anak.
Orang yang rusak akhlaknya tidak dapat memberi contoh yang baik
kepada anak yang di asuh, oleh Karena itu tidak layak melakukan tugas
ini.
d. Jika yang akan melakukan hadhanah itu ibu kandung dari anak yang dia
asuh, disyaratkan tidak kawin dengan laki-laki lain dasarnya adalah
penjelasan Rasulullah SAW bahwa seorang ibu yang hanya mempunyai
hak hadhanah anak selama ia belum menikah dengan laki-laki lain.
Adanya persyaratan tersebut dikhawtirkan suami baru itu tidak merelakan
istrinya disibukan dengan mengurus anaknya dari suami pertamanya itu.
Oleh sebab itu, seperti dipahami ahli-ahli fikih, hak hadhanahnya tidak
gugur apabila menikah dengan kerabat dekat si anak, yang
memperlihatkan kasih sayang dan kerabat dekat si anak, yang
memperlihatkan kasih sayang dan tanggung jawabnnya. Demikian pula
hak Hadhanah anak tidak gugur jika ia menikah dengan laki-laki lain yang
rela menerima kenyataan. Hal ini terjadi pada diri Ummu Salamah, ketika
menikah dengan Rasulullah anak anak dari suami pertamanya tetap dalam
pengasuhannya. Berdasarkan kenyataan ini Ibnu Hazm berpendapat tidak
gugur hak hadhanah anak seorang ibu dengan menikah lagi dengan laki-
laki lain terkecuali jika suami keduanya jelas menolaknnya.
e. Seseorang yang melakukan hadhanah harus beragama Islam seorang yang
beragama non muslim tidak berhak dan tidak boleh ditunjuk sebagai
pengasuh. Tugas mengasuh termasuk di dalamnya usaha mendidik anak
menjadi muslim yang baik dan hal ini menjadi kewajban mutlak atas
kedua orang tuanya. Para ahli fikih mendasarkan kesimpulan tersebut pada
ayat 6 At-Tahrim yang mengajarkan agar memelihara diri dan keluarga
dari sikasaan api neraka. Untuk tujuan tersebut perlu pendidikan dan
pengarahan dari waktu kecil. Tujuan tersebut akan sulit tercapai bilamana
yang mendampingi atau yang mengasuhnya bukan seorang muslim.
Para ulama mazhab sepakat tentang pengasuhan anak bahwa orang yang
akan mengasuhnya itu harus berakal sehat, dapat dipercaya, suci diri, bukan
pelaku maksiat bukan penari dan bukan penari dan bukan peminum khamar serta
22
tidak mengabaikan anak yang diasuhhnya. Tujuan dari keharusan adanya sifat-
sifat tersebut adalah untuk memelihara dan menjamin kesehatan anak dan
Selain persyaratan untuk hadhin (pengasuh) juga terdapat syarat untuk anak
1. Ia masih berada dalam usia kanak-kanak dan belum dapat berdiri deindiri
2. Ia berada dalam keadaan tidak sempurna akalnya dan oleh karena itu ia tidak
dapat berbuat sendiri, meskipun telah dewasa, seperti orang idiot orang yang
telah dewasa dan sehat sempurna akalnya tidak boleh berada dibawah
pihak yang berhak atas pengasuhan. Ini berbeda dengan aturan fiqih yang
menetapkan bahwa seorang pengasuh harus memenuhi beberapa kriteria jika ingin
namun menurut KHI bagi anak yang belum mumayiz (sebelum usia 12 tahun)
apabila orang tuanya bercerai secara otomatis hak pengasuhannya menjadi hak
ibunya ketentuan seperti ini dianggap problematis dari aspek keadilan jender,
23
berdasarkan pada jenis kelamin bukan berdasarkan pada kualitas, moralitas,
Pengasuhan disamping hak dari anak asuh juga merupakan hak dari
muslim pada masa yang akan datang. Demikian pula halnya pengasuh, ia berhak
kebahagiaan dan kemaslahatan anaknya pada masa yang akan datang. Sebagian
ahli fikih berpendapat bahwa pengasuhan anak yang paling baik adalah apabila
dilaksanakan oleh kedua orang tuanya yang masih terikat oleh perkawinan
(Mukhtar, 1974:131).
Ketika pengasuhan anak merupakan hak dasar ibu, maka para ulama
1974:131). Oleh karena itu, urutan orang-orang yang berhak mengasuh anak
adalah sebagai berikut: ibu, tetapi jika ada faktor yang membuatnya tidak layak di
dahulukan maka hak asuhnya di alihkan kepada ibunya (nenek) dan seterusnya.
Jika ada faktor yang menghalangi mereka didahulukan maka di alihkan kepada
perempuan kandung, saudara perempuan dari ibu, saudara perempuan dari ayah,
putri saudara perempuan kandung, putri saudara perempuan dari ibu, bibi kandung
24
dari ibu (al- khalah As-syaqiqah) bibi dari ibu (al-khalah li umm), bibi dari ayah
(al-kahalah li-abi), putri saudara perempuan dari ayah, putri saudara laki-laki
kandung putri saudara laki-laki dari ayah, bibi kandung dari ayah (al amah
asyaqiqah), bibi dari ibu (al-ammah li-umm) bibi dari ayah (al-ammah li-abi)
saudara perempuan nenek dari ibu (khalah li- umm), saudara perempuan nenek
dari ayah (khalah li-abi), saudara perempuan kakek dari ibu (amah al-umm),
saudara perempuan kakek dari ayah (amah li-ab) dengan mengutamakan yang
Jika anak kecil tersebut tidak memiliki kerabat wanita diantara orang-orang
di atas, atau sekalipun ada tapi tidak layak mengasuh maka hak asuh di alihkan
demikian hak asuh beralih kepada ayah, kakek dari ayah, dan seterusnya.
Berikutnya adalah saudara kandung laki-laki, saudara laki-laki dari ayah, putra
saudara laki-laki kandung, putra saudara laki-laki dari ayah, paman dari ayah,
saudara laki-laki kandung kakek dari ayah(amm abihi asy-syaqiq), dan saudara
laki laki kakek dari ayah (amma abihi li’ab) (Sabiq, 1983:290) .
Jika tidak terdapat kerabat laki-laki ashabah, atau sekalipun ada tapi tidak
layak mengasuhnya. Maka hak asuh di alihkan kepada mahram kerabat laki-
lakinya yang bukan ashhabah. Dengan demikian, hak asuh diberikan secara urut
kepada kakek dari ibu, saudara laki-laki dari ibu putra saudara laki-laki dari ibu,
saudara laki-laki kakek dari ibu, saudara laki laki kandung ibu, saudara laki-laki
nenek dari ayah (al-khal li-ab), dan saudara laki-laki nenek dari ibu (al khal li-
25
Jika anak kecil tersebut tidak memiliki kerabat sama sekali, maka hakim
merupakan suatu keharusan dan orang yang paling pantas yang mengasuhnya
dekat dari pada yang lain. Oleh karena itu, wali-wali anak tersebut didahulukan
kemaslahatannya. Tetapi, jika mereka tidak ada, atau sekalipun ada tapi tidak
layak mengasuh, maka hak asuh dialihkan kepada kerabat yang lebih dekat dan
seterusnya. Jika tidak punya kerabat sama sekali, maka hakim bertanggung jawab
Kalangan mazhab hambali berpendapat bahwa hak asuh anak dimulai dari
ibu kandung, nenek dari ibu, kakek dari ibu, bibi dari kedua orang tua, saudara
perempuan seibu, saudara perempuan seayah, bibi dari kedua orang tua, bibi dari
ibu, bibinya dari ayah, bibinya ibu dari jalur ibu, bibinya ayah dari jalur ibu,
bibinya ayah dari pihak ayah, anak perempuan dari saudara laki-laki, anak
perempuan dari paman ayah dari pihak ayah, kemudian kerabat terdekat (Az-
Zuhaili, 2011:683).
Menurut mazhab Hanafi hak asuh berturut-turut di alihkan dari ibu kepada
seterusnya hingga pada bibi dari pihak ibu dan ayah (Uwaidah, 2004:456).
Menurut Mazhab Maliki, hak asuh berturut-turut dialihkan dari ibu kepada
26
perempuan ibu seibu, saudara perempuan nenek perempuan dari pihak ibu,
saudara perempuan kakek dari pihak ibu, saudara perempuan kakek dari pihak
ayah, ibu ibunya ayah, ibu bapaknya ayah dan seterusnya (Daly, 2005:87)
Menutut madzhab Syafi’i, hak atas asuhan secara berturut turut adalah ibu,
ibunya ibu dan seterusnya hingga ke atas dengan syarat itu mereka adalah
pewaris-pewaris si anak, ibu dari ibunya ayah dan seterusnya hingga ke atas
perempuan dari saudara seibu. Demikian seterusnya hingga pada bibi dari pihak
menyebutkan baik ibu atau bapak berkewajban memelihara dan mendidik anak-
pengasuhnya.
Passal 156 huruf (a) KHI menyebutkan anak yang belum mumayiz berhak
mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia,
maka kedudukannya digantiakan wanita-wanita garis lurus dari ibu, ayah, wanita-
wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah, saudara perempuan dari anak yang
bersangkutan, wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu, dan
a. Kerabat pihak ibu di dahulukan atas kerabat dari pihak ayah jika tingkatannya
sama.
27
b. Nenek perempuan didahulukan atas saudara perempuan, karena anak
perempuan merupakan bagian dari kakek, karena itu nenek lebih berhak
d. Dasar urutan ini ialah urutan kerabat yang ada hubungan mahram, dengan
ketentuan pada tingakatan yang sama pihak ibu didahulukan atas pihak ayah.
e. Apabila kerabat yang ada hubungan mahram tidak ada maka hak hadhanah
pindah pada kerabat yang tidak ada hubungan mahram (Ghozali, 2015:185).
berakhir pada saat anak itu tidak lagi memerlukan penjagaan dan telah dapat
anak perempuan berakhir apabila ia telah baligh atau telah datang masa haid
kegiatan mengasuh, memelihara, dan mendidik anak hingga dewasa dan mampu
berdiri sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut dapat di pahami bahwa masa atau
batas umur hadhanah adalah bermula dari saat dia lahir, yaitu saat dimana diri
28
seorang anak mulai memerlukan pemeliharaan, perawatan, maupun pendidikan
kemudian berakhir bila anak tersebut telah dewasa dan telah bisa berdiri sendiri
batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun,
sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah
melangsungkan perkawinan. Akan tetapi jika terjadi perselisihan antara ayah dan
ibu atau wanita yang mempunyai hak hadhanah maka si anak diminta untuk
ketika anak kecil, laki-laki maupun perempuan, tidak lagi bergantung pada
pelayanan wanita dewasa, mencapai tamyiz dan sudah mandiri, yakni dapat
memebersihkan diri (mandi dan lainnya). Masa ini tidak dapat ditentukan pada
usia tertentu, melainkan ukurannya tamyiz dan lepas dari ketergantungan. Selama
anak kecil sudah mumayiz dan tidak lagi bergantung pada pelayanan wanita, serta
pengasuhannya.
Dalam kajian fikih islam istilah mumayiz digunakan untuk seorang anak
yang berada dalam satu periode dari sekian periode yang dilaluinya semenjak dia
masih dalam kandungan ibunya. Berikut ini periode manusia semenjak terjadi
pembuahan dalam perut ibunya sampai ia lahir dan wafat (M.Zain, 1996:131)
1. Periode janin. Yaitu periode seseorang yang masih dalam kandungan ibunya.
29
2. Periode sebelum mumayiz. Yaitu periode dimana anak belum dapat
bermula sejak manusia lahir sampai berumur lebih kurang tujuh tahun. Pada
periode ini seorang anak belum memiliki pertimbangan karena belum tumbuh
akalnya.
3. Periode mumayiz yaitu dari waktu berumur lebih kurang tujuh tahun sampai
menjelang baligh atau berakal. Pada periode ini seorang anak telah mulai
dirinya. Artinya, pada periode ini anak telah mulai tumbuh akalnya secara
masa mumayiz dan sudah berakal. Masalah petumbuhan akal sesorang apakah
sudah sempurna atau belum sempurna sangat sulit untuk dideteksi secara
pasti dan tidak sama antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk anak
permulaan dari periode baligh atau berakal ketika anak tersebut telah
mengalami masa haid pertamanya. Bagi anak perempuan yang sudah haid,
dianggap baligh atau berakal dan berarti telah berakhir masa mumayiznya.
5. Periode rusyd. Yaitu periode dimana seorang anak yang telah baligh dan
secara baik.
30
Berikut ini masa pemeliharaan anak (hadhanah) menurit mazhab yang
empat yaitu: menurut mazhab syafi’i masa pemeliharaan anak (hadhanah) tidak
ditentukan, akan tetapi anak kecil tetap pada ibunya sampai tamyiz dan mampu
memilih salah satu dari kedua orang tuanya. Maka ketika ia sampai pada usia
dapat memilih antara ibu atau bapaknya, apabila anak laki-laki memilih ibu, maka
ia tinggal bersama ibunya di malam hari ataupun siang hari. Yang demikian itu
baginya tinggal beersama ibunya di malam dan di siang hari. Apabila anak kecil
itu memilih tinggal bersama ayah dan ibunya maka di undi di antara mereka.
Apabila ia diam tidak memilih salah satu dari keduanya maka ia berada pada
ibunya. Menurut madzhab Hanafi, masa hadhanah itu tujuh tahun bagi anak
laki-laki dan Sembilan tahun bagi anak perempuan. Menurut madzhab maliki
masa hadhanah itu mulai anak lahir sampai baligh dan bagi anak perempuan
sampai ia kawin. Menurut madzhab hambali, masa hadhanah itu tujuh tahun bagi
anak laki-laki dan anak perempuan, dan sesudahnya anak disuruh memilih
diantara kedua orang tuanya, maka ia bersama orang yang ia pilih dari mereka
(Mugniyah, 2004:418).
Menurut Kamus Bahasa Indonesia upah adalah uang dan sebagianya yang di
bayarkan sebagai balas jasa atau sebagai pembayar tenaga yag sudah dikeluarkan
pendapatan, belanja yang diberikan atau bekal hidup sehari-hari. Upah tersebut
wajib diberikan oleh seseorang yang memberikan pekerjaan kepada orang yang
31
telah memberikan jasa kepadanya, tidak terkecuali upah pada permasalahan
Upah dalam pengasuhan anak wajib diberikan oleh ayah dari anak kecil
yang diasuh kepada seseorang yang telah mengasuh. Hal ini tidak berlaku
terhadap ibu dari si anak yang di asuh apabila masih berada pada ikatan
pernikahan atau masa iddah, karena apabila masih pada dua masa tersebut
mengasuh anak adalah kewajiban yang dibebankan kepada si ibu itu, karena pada
masa itu pula ayah biasanya memberikan kewajibannya memberikan nafkah baik
sebagai suami jika masih berkeluarga atau tetap memberiikan nafkah pada saat
masa iddah. Hal ini tercermin jelas pada ayat Al-Qur’an pada surat Al-Baqoroh
اعةَ َو َعلَى
َض َّ ت يُْر ِض ْع َن اَْواَل َد ُه َّن َح ْولَنْي ِ َك ِاملَنْي ِ لِ َم ْن اََر َاد اَ ْن يُّتِ َّم
َ الر
ِ
ُ َوالْ َوال ٰد
ف ِ الْمولُو ِد لَه ِر ْز ُقه َّن وكِسو ُته َّن بِالْمعرو
ْ ُْ َ ُ َ ْ َ ُ ُ ْ ْ َ
Artinya: “ para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan dan kewajiban ayah
memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.”(Q S Al-
baqoroh:233)
ِف وا
ٍ مِب ِ ِ
َ َ َ ض ْع َن لَ ُك ْم فَاٰ ُت ْو ُه َّن اُ ُج ْو َر ُه َّن َوْأمَت ُر ْوا َبْينَ ُك ْم َْع ُر ْو
ْاسْرمُت ع ت
َ ن
ْ َ فَا ْن اَْر
فَ َسُت ْر ِض ُع لَهُ اُ ْخ ٰرى
Artinya: “maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka
bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu, maka
berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarhakanlah diantara kamu(segala
32
sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain
boleh menyusukan (anak itu) untuknya”. (QS At Thalaq:6)
1. Imam Syafi’i, dan Imam Hambali berpendapat wanita yang mengasuh berhak
atas upah pengasuhan yang diberikannya, baik dia bersetatus ibu sendiri
maupu oran lain bagi anak itu. Imam Syafi’i, menegaskan bahwa manakala
anak yang di asuh itu mempunyai harta sendiri maka upah tersebut
diambilkan dari hartanya, sedangkan bila tidak upah itu merupakan tanggung
2. Imam Malik dan Syi’ah Imamiah berpendapat wanita pengasuh tidak berhak
menagtakan bahwa siibu berhak atas upah. Kalau anak yang di susui itu
diambilakkan dari hartanya, tetapi kalau tidak punya, upah itu menjadi
tidak ada lagi ikatan perkwinan anatara ibu dan bapak si anak, dan tidak pula
dalam bahasa iddah dan talak raj’i. demikian pula halnya bila ibunya berada
dalam keadaan iddah dari talak bain atau fasakh nikah yang masih berhak
atas nafkah dari ayah si anak. Upah bagi orang yang mengasuh wajb
diambilkan dari harta si anak bila dia mempunyai harta, dan bila tidak, upah
33
itu menjadi tangungan orang yang berkewajiban memberikan nafkah
kepadanya.
kecil dengan bayaran (upah). Seorang ayah wajib membayar upah penyusuan dan
hadhanah, juga wajib membayar ongkos sewa rumah atau perlengkapannya jka
sekiranya si ibu tidak memiliki rumah sendiri sebagai tempat mengasuh anak
kecilnya. Ia juga wajib membayar gaji pembantu rumah tangga atau menyediakan
pembantu tersebut jika si ibu membutuhkannya, dan jika ayah anak tersebut
memiliki kemampuan untuk itu. Hal ini bukan termasuk dalam bagian nafkah
khusus bagi anak kecil seperti makan, minum, tempat tidur, obat-obatan dan
keperluan lain yang pokok yang sangat dbutuhkannya. Tetapi gaji ini hanya wajib
dikeluarkannya saat ibu pengasuh menangni asuhannya. Gaji ini menjadi hutang
yang di tanggung oleh ayah serta baru bisa dilepas dari tanggungan ini kalau
dilunasi atau dibebasakan oleh ibunya (Abidin dan Aminudin, 1999: 182)
Jika diantara kerabat anak kecil ada orang yang pandai mengasuhnya dan
dibayar, maka jika si ayahnya mampu, ia tidak boleh menyerahkan kepada kerabat
perempuannya tersebut bahkan si anak harus tetap pada ibunya. Sebab asuhan
ibunya lebih baik untuknya apabila ayahnya mampu membayar untuk upah
ibunya. Tetapi, kalau ayah nya tidak mampu ia boleh menyerahkan anak kecil itu
kepada kerabatnya itu dengan syarat perempuan itu masih ada hubungan kerabat
dengan si anak dan pandai mengasuhnya. Hal ini berlaku apabila nafkah itu wajib
ditanggung oleh ayahnya. Adapun apabila anak itu memiliki harta untuk
34
membayar nafkahnya maka anak kecil ini lah yang membayar kepada pengasuh
sukarelanya. Di samping untuk menjaga hartanya, juga karena ada salah seorang
kerabatnya yang menjaga dan mengasuhnya. Tetapi, jika ayahnya tidak mampu
sianak juga tidak memiliki harta, sedang ibunya tidak mau mengasuhnya kecuali
kalau dibayar dan tidak ada kerabat yang mau mengasuhnya sukarela, maka siibu
hutang yang wajib dibayar oleh ayahnya dan bisa gugur kalau telah dibayar atau
perlindungan anak dan KHI sudah mengatur secara jelas tentang biaya hadhanah
maupun nafkahnya. Hal ini dapat dilihat pada ketentuan pasal 41 huruf b UU
bapak yang bertanggung jawab atas semua pemeliharaan dan pendidikan yang
diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi
kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya
tersebut”. Demikian juga disebutkan secara jelas dalam KHI Pasal 105, “dalam
156 huruf d KHI, “akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah: semua
biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut
kemampuannya”.
biaya pengasuhan maupun nafkah anak dibebankan kepada ayahnya, baik ketika
suami istri belum bercerai maupun setelah mereka bercerai namun pada saat
kondisi keuangan ayah tidak baik atau kurang mampu maka ibu dapat dibebankan
35
untuk memberi biaya pengasuhan dan nafkah anak. Apabila anak tersebut diasuh
oleh orang lain maka tetap ayah dan ibunya harus menanggung semua biaya ynag
1. Pengertian Anak
Anak merupakan sebuah anugerah yang diberikan oleh tuhan yang maha
kuasa yang mana dengan hadirnya anak aau keturunan menjadi alah satu faktor
kedudukan anak sudah barang tentu harus meamahmi definisi dari anak sehingga
(2013: 8) anak menurut bahasa adalah keturunan sebagai hasil antara hubungan
pria dan wanita. Baik itu anak yang lahir dalam ikatan pernikahan ataupun anak
yang lahir akibat hubungan diluar nikah sejatinya memiliki kedudukan yang sama
dalam kacamata agama karena sesungguhnya setiap anak yang lahir dikahirkan
Anak dalam pengertian yang umum mendapat perhatian tidak saja dalam
kehidupan, seperti agama, hukum dan sosiologis yang menjadikan anak semakin
Allah SWT yang senantiasa berinteraksi dalam lingkungan masyarakat bangsa dan
negara.Dalam hal ini anak diposisikan sebagai kelompok sosial yang mempunyai
setatus sosial yang lebih rendah dari masyarakat dilingkungan tempat berinteraksi.
36
Makna anak dalam aspek sosial ini lebih mengarah pada perlindungan kodrati
Anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun. Mereka
kelompok bermain (usia 3 tahun), sedangkan pada usia 4-6 tahun biasanya mereka
Masa Balita akhir dalam istilah psikologi disebut dengan masa kanak-kanak
awal yaitu masa yang dimulai pada akhir masa bayi (usia 2-5) tahun. Pada
kemampuan untuk bisa berjalan dengan baik dan sudah mulai dapat
kehidupan.
Jadi dari berbagi defenisi tentang anak di atas sebenarnya dapatlah diambil suatu
benang merah yang menggambarkan apa atau siapa sebenarnya yang dimaksud
37
dengan anak dan berbagai konsekwensi yang diperolehnya sebagi penyandang
objek sekaligus subjek utama dalam suatu proses legitimasi, generalisasi dan
sistematika aturan yang mengatur tentang anak. Perlindungan secara hukum inilah
anak.
b. Persamaan hak dan kewajiban anak Seorang anak akan memiliki hak dan
kewajiban yang sama dengan orang dewasa sesuai dengan ketentuan dan
perundang-undangan.
anak, dikatakan bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa
yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia utuh.
38
Berdasarkan pasal 1 butir 1 Undang-undang No. 35 tahun 2014 tentang
perlindungan anak yaitu “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Di dalam KUH
perdata pasal 330 ayat (1) “seseorang belum dapat dikatakn dewasa jika orang
2. Karakateristik Anak
mengurus dan mengasuh anak harus mengetahui tentang apa dan bagaimana
1) Memiliki rasa ingin tahu yang besar. Anak usia dini sangat tertarik dengan
dan memasukkannya ke dalam mulut benda apa saja yang berada dalam
jangkauannya. Pada anak usia 3-4 tahun, selain sering membongkar pasang
segala sesuatu untuk memenuhi rasa ingin tahunya, anak juga mulai gemar
bertanya meski dalam bahasa yang masih sangat sederhana. Pertanyaan anak
usia ini biasanya diwujudkan dengan kata ’apa’ atau ’mengapa’. Sebagai
dengan menyediakan berbagai benda atau tiruannya yang cukup murah untuk
dibongkar pasang, sehingga kita tidak merasa anak telah banyak merusak
berbagai perlengkapan kita yang cukup mahal. Selain itu setiap pertanyaan
anak perlu dilayani dengan jawaban yang bijak dan komprehensif, tidak
39
sekedar menjawab. Bahkan jika perlu, keingintahuan anak bisa kita rangsang
dengan mengajukan pertanyaan balik pada anak, sehingga terjadi dialog yang
masing-masing, misalnya dalam hal gaya belajar, minat, dan latar belakang
keluarga. Keunikan ini dapat berasal dari faktor genetis (misalnya dalam hal
ciri fisik) atau berasal dari lingkungan (misalnya dalam hal minat). Dengan
dengan baik.
3) Suka berfantasi dan berimajinasi. Anak usia dini sangat suka membayangkan
dan mengembangkan berbagai hal jauh melampaui kondisi nyata. Anak dapat
atau mengalaminya sendiri, padahal itu adalah hasil fantasi atau imajinasinya
saja. Kadang, anak usia ini juga belum dapat memisahkan dengan jelas antara
dalam berfantasi. Mereka dapat membuat gambaran khayal yang luar biasa,
misalnya kursi dibalik dijadikan kereta kuda, taplak meja dijadikan perahu,
dan lain-lain (Lubis, 1986). Sedang imajinasi adalah kemampuan anak untuk
menciptakan suatu objek atau kejadian tanpa didukung data yang nyata (Ayah
Bunda, 1992). Salah satu bentuk adanya proses imajinasi pada anak usia 3-4
40
tahun adalah munculnya teman imajiner. Teman imajiner dapat berupa orang,
hewan, atau benda yang diciptakan anak dalam khayalannya untuk berperan
4) Masa Paling Potensial anak usia dini sering juga disebut dengan istilah
golden age atau usia emas, karena pada rentang usia ini anak mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat pada berbagai aspek. Pada
cepat pada 2 pandangnya sendiri, bukan sudut pandang orang lain. tahun
pertama usia anak. Ketika lahir, berat otak bayi kurang lebih 350 gram, umur
3 bulan naik menjadi 500 gram dan pada umur 1,5 tahun naik lagi menjadi
kurang lebih 1kg. Setelah bayi lahir, jumlah sel saraf tidak bertambah lagi
karena sel saraf tidak dapat membelah diri lagi. Namun juluran-julurannya
mampu bercabang dan membuat ranting-ranting hingga usia lanjut. Bila ada
rangsangan untuk belajar, maka ranting dan cabang ini akan semakin rimbun.
sel saraf tetapi karena tumbuhnya percabangan juluran (Markam, Mayza &
Pujiastuti, 2003).
5) Menunjukkan sikap egosentris. Egosentris berasal dari kata ego dan sentris.
Ego artinya aku, sentrisartinya pusat. Jadi egosentris artinya ”berpusat pada
aku”, artinya bahwaanak usia dini pada umumnya hanya memahami sesuatu
dari sudut Anak yang egosentriklebih banyak berpikir dan berbicara tentang
diri sendiri dari pada tentang orang lain dan tindakannya terutama bertujuan
41
6) Memiliki Rentang Daya Konsentrasi Yang Pendek. Berg (1988) mengatakan
bahwa rentang perhatian anak usia 5 tahun untuk dapat duduk tenang
7) Sebagai bagian dari makhluk social Anak usia dini mulai suka bergaul dan
interaksi sosial dengan teman sebaya ini, anak terbentuk konsep dirinya.
segera menjauhinya. Dalam hal ini anak akan belajar untuk berperilaku sesuai
3. Hak-Hak Anak
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
diantara hak tersebut terdapat hak yang bersifat mutlak sehingga perlu dilindungi
oleh setiap orang. Hak yang demikian itu tidak terkecuali juga dimiliki oleh anak,
42
kebutuhan khusus akibat keterbatasankemampuan sebagai anak. Keterbatasan itu
mutlak diperlukan untuk menciptakan masa depan kemanusiaan yang lebih baik
(Djamil 2013;15).
Anak adalah generasi penerus yang akan datang. Baik buruknya masa depan
bangsa tergantung pula pada baik buruknya kondisi anak saat ini. Berkaitan
dengan hal tersebut, maka perlakuan terhadap anak dengan cara yang baik adalah
kewajiban kita bersama, agar ia bisa tumbuh berkembang dengan baik dan dapat
terhadap anak tersebut, maka penting bagi kita mengetahui hak-hak anak dan
kewajiban anak.
menggariskan bahwa “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
Dengan dicantumkannya hak anak tersebut dalam batang tubuh konstitusi, maka
bisa diartikan bahwa kedudukan dan perlindungan hak anak merupakan hal
penting yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dijalankan dalam kenyataan sehari-
hari.
4. Pengertian Mumayiz
Dalam kamus besar bahasa indonesia mumayiz adalah anak yang sudah
dapat membedakan baik dan buruk (Azman, 2008:303).41 Mumayiz adalah anak
yang sudah mencapai usia dimana seorang anak sudah mulai bisa membedakan
mana hal yang bermanfaat baginya dan mana hal yang membahayakan dirinya,
43
sebagian ulama menyatakan bahwa pada usia ini seorang anak memiliki
kemampuan dalam otaknya untuk menggali arti dari suatu hal. Dalam
kenyataannya, pada masa ini seorang anak mudah mampu untuk melakukan
beberapa hal secara mandiri, minum sendiri, dan lain-lain.Umur tamyiz menurut
mayoritas ulama adalah 7 tahun, dan berakhir setelah sampai pada masa baligh.
Baligh adalah apabila salah satu ada padanya: telah berumur 15 tahun, telah keluar
mani, telah haid bagi anak perempuan. Anak-anak dianggap telah pandai apabila
Ketika anak kecil laki-laki atau perempuan sudah mandiri tidak tergantung
kepada pengasuhnya dia telah mencapai usia tamyiz, dan dapat berdiri sendiri.
Kemampuan utama yang perlu dimiliki oleh sang anak adalah mampu melakukan
pekerjaan primer sendiri, dan seperti makan sendiri, memakai pakaian sendiri,
membersihkan diri sendiri. Dalam hal ini tidak ada batasan masa tertentu secara
pasti, menurut pendapat madzhab Hanafi dan juga lainnya usia anak mumayiz
adalah selesainya seorang anak dari fase at-tufulah atau fase anak kecil yang
belum mampu membedakan antara yang bermanfaat dan yang mudharat untuk
dirinya. Seorang anak yang belum mumayiz sudah kelihatan fungsi akalnya, Az-
Zarqa menyebut, mumayiz adalah fase usia dari 7 tahun sampai ia akil baligh yang
44
ditandai haid untuk anak putri dan mimpi basah untuk anak putra. Ada pendapat
lain soal akil baligh, ada ulama yang menetapkan batas minimal bagi perempuan 9
tahun, untuk laki-laki adalah 12 tahun. Dan jika sampai usia 15 tahun, tidak ada
Dengan demikian yang dimaksud anak mumayiz adalah anak yang sudah
memiliki akal yang sehat yang sudah memiliki kemampuan untuk menentukan
mana yang baik dan mana yang buruk juga sudah mampu menentukan mana yang
tersebut maka bisa dikatakan sebagai anak mumayiz. Sebaliknya apabila seorang
anak belum atau tidak memilki kemampuan terebut maka bisa dikatakan belum
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
“cara penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu
disebut dengan metode baru karena popularitasnya belum lama. Metode ini sering
kondisi yang alamiah, metode kualitatif bisa disebut juga metode etnographi
karena karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian
adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah dengan maksud menafsirkan
dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
46
2. Metode Penelitian
merupakan “cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu.
penelitian yang objektif, sistematis, dan deskripsi kuantitatif dari apa yang tampak
B. Sumber Data
Menurut Umar (2003:56), data primer yaitu sumber data yang memberikan
informasi dan data secara langsung sebagai hasil pengumpulan sendiri, kemudian
dipaparkan secara langsung dan data yang dikumpulkan serta dipaparkan sifat
(2018:102), “Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri baik
Adapun sumber data primer yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah data yang diperoleh dari, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang No
47
Menurut Firdaus dan Fakhry Zamzam (2018:102), : "Data sekunder adalah
data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi atau file
digital."
berupa buku-buku yang dianggap relevan dengan judul diatas seperti Masail
maupun bahan hukum tersier atau bahan non hukum. Adapun dokumen yang
dimaksud pada penelitian ini adalah Hak Hadhanah Yang Belum Mumayyiz
Ciamis.
D. Keabsahan Teks
tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak terpisahkan dari tubuh
48
Untuk mendapatkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan,
Menururt Moleong (2007 : 324) ada beberapa kriteria yang digunakan yaitu :
2. Keteralihan (Transferability)
3. Ketergantungan (Dependability)
disebabkan peninjauan dari segi bahwa konsep itu diperhitungkan segalanya yaitu
49
yang ada pada reabilitas itu sendiri ditambah faktor-faktor lainnya yang
tersangkut.
E. Analisis Data
Pengolahan data diperlukan dalam sebuah penelitian, supaya data yang telah
diperoleh tidak mentah melainkan telah menjadi bahan yang siap pakai dan dapat
dipahami. Adapun teknik analisis data yang penulis gunakan adalah analisis
kualitatif.
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-
F. Penelitian Terdahulu
relevan yang telah dilakukan terlebih dahulu. Beberapa karya yang hampir sama
membahas terkait tema dalam penelitian ini.Sekripsi yang ditulis oleh Komsul
Insiyah, tahun 2017 yang berjudul Haḍhanah pasca Perceraian (Studi komparatif
secara rinci mengenai peran para orang tua dalam mengasuh anak
mereka, baik sebelum maupun sesudah mereka bercerai. Dalam hal terjadinya
50
menunjukkan ketegasan Kompillasi Hukum Islam dalam mengatur setiap hak-
siapa dia harus di asuh, apakah dengan bapaknya atau ibunya sesudah
antara suami dan istri yang sudah bercerai untuk memperebutkan hak asuh
batasan lainnya apakah si anak sudah kawin atau tidak. Lain halnya
maksimal usia anak adalah 21 tahun, kecuali apabila dia sudah pernah
melakukan perkawinan maka dia tidak bisa lagi disebut sebagai anak-anak.
51
menyebutkan secara jelas siapa pihak yang berhak memelihara si anak apabila
terjadinya suatu perceraian, apakah untuk pihak suami atau istri, akan tetapi hak
tersebut diberikan kepada si anak untuk memilih kepada siapa dia harus di
Islam telah memberikan peraturan secara rinci tentang hak asuh anak ini, yaitu
ke pihak ibu, dan anak juga diberikan hak memilih kepada siapa dia di asuh
ketika dia sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dalam
kehidupannya (mumayyiz)
Sementara itu dalam sekripsi yang di tulis oleh Irin Sulistiyani tahun 2019
Gunungpati Kota Semarang menurutnya bahwa Pola asuh anak dari ibu pekerja
setelah bercerai untuk pengasuhan anak yang belum mumayyiz anak jatuh di
pangkuanibu, karena ibu mempunyai sifat yang jarang dimiliki oleh bapak seperti
ibu lebih sabar, lebih welas dan kasih sayangnya lebih besar daripada bapak.
Selain menjadi ibu rumah tangga, ibu juga harus mncari nafkah untuk memenuhi
kebutuhan sehari-harinya dengan anak. Maka mantan istri juga harus bekerja
terhadap anak, tetapi masih ada pengawasan, cenderung lebih dapat memberikan
pola asuh yang baik, dengan memberikan pendapat dalam hal baik buruknya
sesuatu. Tanpa disadari bahwa itu merupakan kontrol orang tua terhadap anak.
Pola asuh ini tidak berdampak buruk bagi anak, malah sebaliknya. Tetapi ada juga
pola asuh yang cenderung harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-
52
Kewajiban orang tua dalam memenuhi hak anak sampai batas usia dewasa
anak yang ada di Desa Sumurrejo Dari 4 informan 3 diantaranya tidak dipenuhi
hak anak karena ada beberapa alasan yang membuat mantan suami melalaikan
baru, akan menikah lagi, menghilang tanpa kabar dan tidak ada bentuk tanggung
jawab dari mantan suami. Tetapi dari 4 informan tersebut masih ada yang
bersamanya.
Sementara itu dalam penelitian yang di tulis oleh Dodi Sahrian tahun 2017
moral. Faktor Psikologis yaitu anaknya masih berumur 10 tahun dan tujuh tahun
yang masih memerlukan perhatian, pendidikan. Dan figur seorang ayah yang
bertanggung jawab yang dapat memberikan contoh dan teladan yang baik kepada
kedua anaknya. Agar anaknya dapat menjadi anak yang berguna bagi bangsa dan
perselingkuhan dengan laki-laki lain. Secara moral ibunya memeliki perilaku yang
buruk sedangkan anak-anak pemohon dan termohon perlu dilindungi dan dijauhi
53
pertimbangan pertama : majelis hakim menggunakan ayat Al Baqorah : 233.
105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) karena ibunya telah terbukti selingkuh.
54
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Dasar 1945 adalah mutlak adanya suatu hukum nasional yang menjamin
Indonesia.
materil yang selama ini berlaku di lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum
Islam yang ada garis besarnya meliputi bidang-bidang hukum perkawinan, hukum
55
Perwakafan Tanah milik maka kebutuhan hukum masyarakat semakin
Negara-negara lain.
Hukum materil tersebut perlu dihimpun dan diletakan dalam suatu dokumen
yustisia atau buku kompilasi hukum islam sehingga dapat dijadikan pedoman bagi
memahami anak itu sendiri agar mengetahui objek yang akan diteliti sesuai
dengan paramater teks yang akan diteliti sehingga pembahasan yang akan dibahas
kedepan akan sesuai dengan tujuan dilakukanya penelitian ini. Dalam kompilasi
hukum islam sendiri tidak menyebutakan tentang definisi anak secara jelas hanya
Pasal 98 ayat (1) menyebutkan, “atas usia anak yang mampu berdiri sendiri
atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun
56
Dalam Pasal ini menjelaskan bahwa usia anak yang masih menjadi
tanggung jawab orang tuanya ialah sampa anak tersebut berusia 21 tahun dengan
ketentuan bahwa anak tersebut tidak memiliki cacat fisik maka apabila anak
tersebut memilik cacat fisik maupun mental maka apabila anak tersebut memilik
cacat baik cacat fisik ataupun mental maka apabila tidak ada yang mengurusnya
maka anak tersebut masih tanggung jawab dari orang tunya atau sekalipun belum
berusia 21 tahun anak tersebut sudah melakukan perkawinan maka anak tersebut
sudah bukan tanggung jawab dari orang tua itu lagi akan tetapi merupakan
tentang anak yang sah menurut Kompilasi Hukum Islam bahwa anak yang sah
adalah:
b. Hasil perbuatan suami istri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh
istri tersebut.
Bila merujuk pasal diatas maka anak yang sah ialah anak yang lahir dalam
atau akibat perkawinan sehingga anak yang lahir diluar atau akibat dari hubungan
yang tidak sah maka anak tersebut dianggap anak yang tidak sah dimata hukum
dan Negara sehinnga kedudukannya sangat rapuh dan riskan hak-hak anak
tersebut tidak terpenuhi. Hal ini tentu diakibatkan karena tidak adanya kekuatan
hukum yang mengikat tentang kedudukan anak tesebut. Lebih lanjut dijelaskan
tentang kedudukan anak yang lahir diluar nikah dalam segi nasab maka anak
tersebut dalam segi nasab hanya memiliki hubugan nasab dengan ibunya
57
sebagaimana dalan pasal 100 Kompilasi Hukum Islam menjelaskan “ anak yang
lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan
keluarga ibunya”.
adalah seseorang yang belum berusia 21 tahun dan belum pernah berkeluarga
kemudian anak yang sah menurut Kompilasi Hukum Islam adalah anak yang lahir
didalam atau akibat perkawinan yang sah adapun anak yang lahir di luar
perkawinan hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Hadhanah atau hak asuh anak yang merupakan hak dari seorang anak
dalam rangka mengatur keberlangsungan hak asuh anak maka Kompilasi Hukum
Islam mengatur tentang hadhanah anak. Hal ini sesuai dengan apa yang tertulis
b. Penyusuan dilakukan untuk paling lama dua tahun, dan dapat dilakukan
penyapihan dalam masa kurnag dua tahun atas persetujuan ayah dan ibunya.
Dalam pasal ini menjelaskan tentang proses pengurusan anak ketika anak itu
baru lahir hinnga berusia 2 tahun dalam pasal ini menjelaskan bahwa anak setelah
lahir memerlukan perawatan salah satunya ia lah harus diberikan ASI adapun pola
58
penyusuan dalam pasal tersebut ialah segala macam bentuk pembiayaan
diserahkan kepada ayah maka apabila anak tersebut disusukan kepada orang lain
pada ayat ini dijelaskan bahwa penyusuan paling lama ialah dua tahun, kemudian
apabila penyusuan sudah akan dilakukan penyapihan dan belum berusia dua tahun
harta si anak sebelum ia dewasa maka kepengurusan harta si anak di serahkan dan
dikelola oleh orang tua. Sesuai dengan Pasal 106 Kompilasi Hukum Islam
menyebutakan:
(1) Orang tua berkewajiban merawat dan mengembangkan harta ankanya yang
(2) Orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena
Dalam pasal ini sudah sangat jelas bahwa kepengurusan dan pengeleloaan
harta anak sebelum anak itu dewas sepenuhnya diserahkan kepada orang tua
59
bahkan dalam pasal ini mengatur apabila terjadi kerugian dalam mengelola harta
milik anak maka orang tua wajib bertanggung jawab apabila sampai terjadi
kerugian/
Apabila terjadi perceraian dari orang tua anak tersebut maka tentu akan
sangat berdampak pada sebuah keluarga, terutama orang yang paling terdampak
dari perceraian tersebut adalah si anak oleh karenanya Kompilasi Hukum Islam
mengatur hadhanah atau hak asuh anak apabila orang tua dari anak tersebut
bercerai.
(1) Pemeliiharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun
(2) Pemeliharaan anak yang sudah belum mumayyiz diserahkan kepada anak
pemeliharaannya.
oleh:
60
1. Wanita-wanita dala garis lurus ke atas ibu
2. Ayah
d. Semua biaya hadahanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah
(d)
61
a. Latar Belakang UU NO 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak
warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak
asasi manusia.
anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, anak adalah
tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki
peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan
agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia
secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu
mengenai anak dan secara khusus belum mengatur keseluruhan aspek yang
62
b. Anak Menurut UU NO 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
pengertian anak pada Pasal 1 ayat (1) Anak adalah seseorang yang belum berusia
manusia dikategorikan anak ialah orang yang belum berusia 18 tahun. Bila
mengacu perkembangan anak menurut para ahli memang merupakan masa akhir
dari masa remaja sehingga pada masa ini memang telah mencapai kematangan
dalam berfikir seingga pada usia ini anak memang sudah memiliki kematangan
berfikir sehingga anak akan mampu untuk hidup mandiri dan bisa melindungi diri
sendiri.
bagian, yaitu: (1) masa praremaja atau masa prapubertas (10—12 tahun), (2)
masa remaja awal atau pubertas (12—15 tahun), (3) masa remaja
pertengahan (15—18 tahun), dan (4) masa remaja akhir (18—21 tahun).
Remaja awal hingga remaja akhir inilah yang disebut masa adolescence.
masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif
63
dan sosial-emosional. Dalam kebanyakan budaya, usiaremaja dimulai pada
Dengan demikian bila merujuk pendapat para ahli memang sesuai dengan
seseorang yang belum berusia 18 tahun karena pada masa ini merupakan masa
kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi
perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental dan sosial.
membawa akibat hukum, baik dalam kaitannya dengan hukum tertulis maupun
anak.
secara pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat, perlu dilakukan. Hal
64
pengaruh eksternal yang negatif yang dapat mengganggu tumbuh kembang
anak
Sementara itu Menurut pasal 1 ayat (2) “Perlindungan anak adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan
diskriminasi”.
kegiatan yang dilakukan baik oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah,
dan juga Negara yang dilakukan secara terus menerus yang bertujuan untuk
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup tumbuh,
sebagai manusia.
1. non diskriminasi;
65
4. penghargaan terhadap pendapat anak.
menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
Adapun maksud dari pasal tersebut adalah Asas perlindungan anak di sini
Anak. Yang dimaksud dengan asas kepentingan yang terbaik bagi anak adalah
bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh
yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. Yang dimaksud
dengan asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan adalah hak
asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah,
masyarakat, keluarga, dan orang tua. Yang dimaksud dengan asas penghargaan
66
Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan.
a. Pasal 6
orang tua.
b. Pasal7
(1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh
(2) Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh
kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak
diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain
c. Pasal 8
d. Pasal 9
(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
bakatnya.
(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak
67
sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan
pendidikan khusus.
e. Pasal 10
dan kepatutan.
f. Pasal 11
bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, dan berkreasi sesuai dengan
g. Pasal 12
h. Pasal 13
(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain
1. diskriminasi;
3. penelantaran;
5. ketidakadilan; dan
68
(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk
pemberatan hukuman.
i. Pasal 14
Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada
alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu
terakhir.
j. Pasal 15
k. Pasal 16
(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat
l. Pasal 17
69
1. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan
(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau
m. Pasal 18
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
n. Pasal 19
Hadhanah yang merupakan istilah yang akan di bahas dalam penelitian ini
tidak ada kata eksplisit yang menyebutkan mengenai hadhanah dalam Undang-
70
mengeni hadhanah anak atau kuasa asuh anak dalam Pasal 30 sampai 32
sebagaimana berikut:
a. Pasal 30
(1) Dalam hal orang tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26,melalaikan
(2) Tindakan pengawasan terhadap orang tua atau pencabutan kuasa asuh
b. Pasal 31
(1) Salah satu orang tua, saudara kandung, atau keluarga sampai derajat ketiga,
pengadilan tentang pencabutan kuasa asuh orang tua atau melakukan tindakan
(2) Apabila salah satu orang tua, saudara kandung, atau keluarga sampai dengan
derajat ketiga, tidak dapat melaksanakan fungsinya, maka pencabutan kuasa asuh
orang tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat juga diajukan oleh pejabat
yang berwenang atau lembaga lain yang mempunyai kewenangan untuk itu.
(3) Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menunjuk
yang bersangkutan.
71
(4) Perseorangan yang melaksanakan pengasuhan anak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) harus seagama dengan agama yang dianut anak yang akan
diasuhnya.
c. Pasal 32
(1) tidak memutuskan hubungan darah antara anak dan orang tua kandungnya;
(2) tidak menghilangkan kewajiban orang tuanya untuk membiayai hidup
anaknya; dan
(3) batas waktu pencabutan.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa KHI telah membagi masa hadhanah
kepada dua bagian yaitu ketika anak belum mumayyiz dan ketika anak telah
mumayyiz yaitu berusia 12 tahun. Dalam pasal 105 disebutkan bahwa anak yang
belum mumayyiz yang berhak mengasuhnya adalah ibu sedangkan ketika anak
tersebut telah mumayyiz maka anak diperbolehkan untuk memilih ayah atau ibu
mengikuti aturan yang telah ditetapkan bagi anak yang telah mumayyiz, dan
pilihan yang ditujukan oleh anak lebih sering diberikan kepada ayah, bukan
ibunya. Padahal di dalam pasal 156 telah dijelaskan bahwa anak yang belum
mumayyiz yang lebih berhak atas pengasuhan anak tersebut adalah ibunya, dan
(4)
72
apabila ibunya tidak dapat melakukan pengasuhan tersebut maka akan berpindah
kepada nenek baru kemudian ayah, ibu dari ayah, saudara-saudara dari anak,
asuh, sangat berbeda dengan apa yang ada didalam KHI. Namun yang perlu
diketahui bahwa pada saat anak ingin memilih sendiri kepengasuhan itu, anak itu
belum mumayyiz dan masih berusia 6 tahun, tetapi anak tersebut telah mampu
otak memahami apa yang telah terjadi disekitarnya. Hal itu disebabkan oleh faktor
lingkungan anak yang membuat anak dapat dengan mudah dan cepat memahami
apa yang ada disekitarnya termasuk salah satunya adalah dapat memahami sifat
kedua orang tuanya. Dan ketika anak tersebut ditanya mengenai kedua
jika dilihat dari segi psikologi perkembangan, dapat diketahui bahwa anak
pada usia 6 tahun, telah mulai memasuki fase pertengahan perkembangan anak.
Dan pada masa ini anak sudah mulai memasuki dunia sekolah sehingga seiring
dengan perjalanan usia, anak telah mampu memahami hal-hal yang ada
disekitarnya yang baru anak temukan pada waktu sekolah. Dan secara berangsur-
Pada usia tersebut anak juga telah mampu melaksanakan aktifitasnya sehari-
hari tanpa bantuan dari orang lain (mandiri), seperti mandi sendiri,
73
Keinginan anak usia 6 tahun untuk dapat menentukan pilihannya sendiri
dalam pekara hadhanah ini semakin diperkuat oleh adanya Perlindungan Anak
kesejahteraan anak, dan tercapainya hak dan kewajiban yang harus diberikan
kepada anak, agar perkembangan dan petumbuhan anak dapat berjalan dengan
wajar baik fisik, mental maupun sosial. Selain itu perlindungan terhadap anak
Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 10 juga telah
pasal 10, dapat dipahami bahwa setiap anak dapat diberikan kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya tanpa ada batasan umur. Dan kebolehan anak untuk
kecerdasan yang dimilikinya, seperti halnya dapat memahami apa yang ada
berkaitan dengan orangtuanya anak dapat menjawab dengan lancar tanpa ada
hambatan apapun, begitu pula bagi yang bertanya dapat memahami dengan baik
74
Melihat perkembangan anak usia 6 tahun yang telah mampu secara otak dan
pikiran memahami apa yang telah terjadi disekelingnya dan adanya Undang-
Undang Perlindungan Anak yang telah memberikan hak kepada anak untuk dapat
telah mengalami tamyiz sebelum waktunya dan dapat diberikan haknya untuk
memilih.
Namun dari segi usia anak pada waktu memilih, masih dibawah usia
mumayyiz yang telah ditetapkan oleh KHI dan tidak sesuai dengan kandungan
pasal 105 KHI, sehingga sangat jelas bahwa dari segi usia anak tersebut belum
dapat dikatakan mumayyiz, oleh karena itu anak tersebut belum dapat memilih
sendiri orangtua asuhnya. Tetapi jika melihat alasan kenapa anak tersebut
kekerasan yang dialami anak ketika hidup bersama dengan ibunya, terlebih lagi
jika anak telah mengetahui bahwa ibunya telah melakukan perbuatan yang tercela,
maka hak ibu sebagai pengasuh tersebut dapat berpindah kepada ayahnya.
sebagai seorang hadhinah, terbukti ibu tidak dapat memegang amanah, dan telah
ada yang terlewati adalah berakal, merdeka, beragama islam, dapat menjaga
kehormatan dirinya, dapat dipercaya, tidak bersuami yang tidak muhrim dengan
anak menetap
Syarat-syarat yang disebutkan diatas harus terpenuhi oleh ibu, Sehingga Jika
satu syarat tidak dapat dipenuhi, maka gugurlah pencalonannya untuk menjadi
75
pengasuh. Dan selanjutnya akan bepindah kepada para keluarga yang lebih berhak
alasan diperbolehkannya anak usia 6 tahun untuk memilih, yaitu hukum Islam
melihat bahwa anak usia 6 tahun, sebagaimana yang telah diungkapkan diatas,
telah mampu secara fisik memahami apa yang ada disekitarnya, maka jika
dihubungkan dengan makna dasar mumayyiz itu sendiri yaitu anak yang telah
mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dapat melakukan
mampu menjawab setiap pertanyaan yang ditujukan kepadanya dengan baik dan
bahkan mampu memahami khitab Allah. Dapat dipahami bahwa anak tersebut
telah dapat dikatakan anak mumayyiz. Karena anak tersebut telah memenuhi
syafi’iyah, mumayyiz seorang anak bukan diukur dari usia, melainkan melalui
perkembangan anak, yang telah mampu makan dan minum sendiri, dapat bersuci
sendiri (istinja’), mampu membedakan antara anggota bagian kanan dan anggota
bagian kiri, mampu menjalankan khitab Allah, dan dapat menjawab setiap
antara sesuatu yang membahayakan pada dirinya dan sesuatu yang bermanfaat
bagi dirinya.
76
sebagian ulama Syafi’iyah telah menyatakan bahwa usia mumayyiz pada
umumnya adalah 7 tahun atau 8 tahun, namun hal ini hanya suatu perkiraan saja
dan bukan dijadikan sebuah patokan, karena pada usia tersebut seoang anak
banyak yang telah dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan
telah layak untuk diperintahkan sholat. Selain itu juga usia mumayyiz juga dapat
lebih maju dari biasanya dan terkadang juga lebih mundur dai usia 7 tahun.
menyatakan bahwa anak yang mumayyiz adalah anak yang telah mampu makan
dan minum sendiri, atau dengan kata lain sama dengan pendapatnya Syafi’iyah,
sedangkan menurut hanafiyah usia mumayyiz seoang anak adalah 7 tahun dan
telah berkal. Namun dalam madzhab malikiah peneliti tidak menemukan adanya
definisi mumayyiz yang dijelaskan oleh golongan tersebut, terlebih lagi dalam
pandangan Malikiah, pengasuhan anak tidak dibatasi oleh mumayyiz seorang anak
Adapun perkiraan usia mumayyiz yang telah disebutkan oleh paa ulama
tersebut mengacu pada hadits tentang perintah Allah untuk mengajarkan Sholat
Al-Aziz bin Ar-Rabi’ bin Sabrah Al-Jahiniy, dari pamannya ‘Abdul Al-malik bin
telah berusia Tujuh tahun dan pukullah dia ketika telah berumur sepuluh tahun
77
Usia tujuh tahun yang dijelaskan dalam hadits tersebut mengandung arti
bahwa usia tujuh tahun telah di anggap mumayyiz. Anggapan tersebut bukan
sesuatu yang pasti karena bisa saja anak telah mumayyiz sebelum usia tujuh tahun,
Dari beberapa perbedaan pendapat yang telah diungkapkan oleh para ulama,
menyatakan bahwa mumayyiz adalah anak yang telah mampu secara akal dan
disebutkan diatas. Jadi mumayyiz seorang anak bukan diukur melalui usia
semakin memperjelas bahwa ketika anak usia 6 tahun telah mampu secara akal
maka anak tersebut dapat memilih sendiri dalam penetuan hak asuh anak tersebut.
Walaupun pendapat ini berbeda dengan KHI, tetapi KHI juga akan
Dan kecendungan anak untuk memilih ayah sebagai orangtua asuhnya dapat
yaitu:
a. Tidak terikat dengan suatu pekerjaan yang menyebabkan ayah tidak melakukan
78
b. Hendaklah ayah orang yang mukallaf, yaitu telah baligh, berakal dan tidak
terganggu ingatannya.
yang berhubungan dengan budi pekerti. Orang yang dapat merusak budi
e. Beragama Islam
syarat-syarat tersebut harus benar-benar tepenuhi oleh ayah. Sebab jika satu
syarat tidak terpenuhi, akan menyebabkan gugur hak hadhanah tersebut. Tujuan
terpenuhinya syarat-syarat ayah sebagai orang yang berhak untuk dapat mengasuh
anaknya, untuk lebih meyakinkan para hakim jika terbukti kalau ayah anak
tersebut benar-benar layak memegang hak asuh tersebut dan apa yang telah
menurut peneliti usia mumayyiz yang telah ditetapkan oleh KHI, sangat
berbeda dengan pola perkembangan anak Indonesia yang kebanyakan pada usia
12 tahun telah memasuki usia baligh atau remaja. Usia 12 tahun dalam fase
perkembangan anak juga merupakan tahap awal usia remaja, sehingga pada usia
tersebut anak telah mampu secara matang memahami apa yang ada disekitarnya.
mengatasinya sendiri.
jika kita lihat perkembangan anak indonesia, maka kita akan menemukan
sehingga pada usia tersebut anak telah masuk pada usia baligh, bukan mumayyiz
79
karena dapat dikatakan baligh jika telah melewati usia mumayyiz dan murahaqah
(masa anak yang hampir baligh) yang pada umumnya dimulai antara 12 sampai 15
tahun bagi anak laki-laki dan 10 sampai 13 tahun bagi anak perempuan. Dan anak
Melihat usia mumayyiz yang telah dijelaskan didalam KHI, dan jika peneliti
coba hubungkan dengan perkembangan anak Indonesia yang begitu cepat diluar
dalam Hukum Islam, maka hal tersebut sangat jauh berbeda karena anak usia 12
tahun dalam konteks Indonesia telah banyak yang baligh, dan dapat menggunakan
bukan berusia 12 tahun, melainkan sesuai dengan pola pikir dan perkembangan
anak tersebut.
peneliti jelaskan, semakin diperkuat dengan adanya fakta yang peneliti temukan
hakim banyak yang tidak menggunakan pasal 105 di dalam KHI. hal ini
ijtihad sendiri, sesuai dengan petunjuk Undang-Undang No. 4 tahun 2004 tentang
Agama tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara
yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada tau kurang jelas, melainkan
wajib untuk memiksa dan mengadilinya. Sehingga dalam putusan tersebut hakim
80
hal itu juga telah di jelaskan dalam hasil Rakernas MA pada tahun 2007 di
tersebut tidak berlandaskan pada pasal 105 KHI dan putusan perkara hadhanah
anak yang belum mumayyiz tersebut diserahkan kepada ayah dengan alasan demi
menggunakan pasal 105 KHI sebagai landasan Hukum Fomil Pengadilan Agama.
105 KHI, selain itu alasan hak hadhanah tersebut di menangkan oleh ayah, karena
sejak kecil anak tersebut telah diasuh oleh ayahnya, sehingga anak tersebut tidak
mau tinggal bersama dengan ibunya, terlebih lagi bahwa ibunya tidak pernah
hal tersebut semakin menjadikan penguat bagi hakim untuk tidak memberikan hak
menunjukkan bahwa aturan hukum yang ada di dalam KHI benar-benar belum
81
sesuai dengan fakta yang ada dan juga dalam pelaksanannya belum efektif,
sehingga diperlukan pengkajian lebih lanjut terhadap bunyi pasal 105 KHI.
landasan kitab-kitab fiqh atau yang lainnya sesuai dengan landasan hukum materil
Peradilan agama. Hal ini semakin memperlihatkan ketidak efektifan KHI karena
jika Melihat batasan usia mumayyiz yang telah ditetapkan oleh KHI, tidak
sesuai dengan kenyataan yang ada maka hal tersebut dapat memicu terjadinya
perbedaan pemahaman antara KHI dengan kenyataan yang ada, karena hal
tersebut nantinya akan berkaitan dengan putusan yang harus dibuat ketika terjadi
masalah hadhanah dimana anak yang masih berusia dibawah 6 tahun telah
mampu ikut andil dalam penentuan siapa yang berhak mengasuh anak tersebut.
Oleh kaena itu seharusnya di dalam KHI lebih memperjelas makna mumayyiz
sesuai dengan aturan hukum Islam yang ada, bukan berdasarkan usia anak. Dan
setiap perkara hadhanah yang terjadi harus diputus dengan mengedepankan unsur
Sementara itu mengenai hadhanah anak yang dibahas dalam KHI dan juga
Undang-Undang No23 tahun 2002 terdapat perbedaan dan persamaan maksud dan
tujuan yang terjkandung baik dalam Kompilasi Hukum Islam atau pun dalam
Undang Undang NO23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diantara perbedaan
82
1. Mengenai batasan usia anak didalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-
Anak Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa batasan usia anak adalah 18 tahun.
2. Terkait dalam penentuan hadhanah anak yang belum mumayyiz juga terdapat
perbedaan dimana dalam dalam KHI menyebutkan dalam Pasal 105 dan pasal
156 bahwa anak yang belum mumayyiz dalam hadhanah nya jatuh kepada ibu
dan tidak memiliki hak untuk ikut menentukan kepada siapa dirinya akan
dalam pasal 10 bahwa anak memilik hak untuk menyatakan dan didengar
pendaptnya apalagi terkait dengan hal yang menyangkut dirinya dalam hal ini
tahun 2002 terkait hadhanah anak atau kuwasa asuh anak sebagai berikut
haḍānah yang digunakan oleh KHI yaitu suatu upaya yang dilakukan oleh
orang yang berhak atas haḍānah untuk dapat mengasuh, memelihara dan
2. Pasal 5 menyebutkan “Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas
diri dan status kewarganegaraan”.Pasal ini sangat jelas sekali sesuai dengan
83
ketentuan-ketentuan dalam KHI yang selalu mengedepankan keturunan
yang sah (nasab), dimana dalam hal ini bisa dilihat dalam pasal Pasal 99
KHI yaitutentanganak yang sah adalah:a. anak yang dilahirkan dalam atau
akibat perkawinan yang sah;b. hasil perbuatan suami istri yang sah
diluar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.Pasal 100Anak yang lahir
keluarga ibunya.
usianya, dalam bimbingan orang tua.Pasal ini juga sangat sejalan dengan
KHI, dimana dalam setiap aturan KHI selalu mengedepankan agama dalam
tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. (2) Dalam hal
karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang
anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak
diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang
yang terdapat dalam KHI, yaitu agar kedua orang tua selalu membinkan
anak mereka dengan nama ayahnya, dan kedua orang tua tersebut harus
mereka. Dan jikalau mereka tidak mampu para keluarga terdekat atau para
84
famili agar selalu memberikan bantuan kepada anak tersebut, supaya
anak.
B. PEMBAHASAN
perceraian. dalam poin (a) menjelaskan tentang kepengurusan anak yang belum
mumayyiz dan juga menjelaskan tentang usia anak yang belum mumayyiz bahwa
dalam pasal ini menjelaskan anak yang belum mumayyiz adalah anak yang belum
berusia dua belas tahun. Kemudian anak yang belum mumayyiz itu sendiri apabila
orang tuanya bercerai maka hadhanahnya atau hak asuh anaknya jatuh kepada
ibu.
Sementara itu pada poin (b) menjelaskan tentang hadhanah anak yang telah
mumayyiz. Bahwa disini dijelaskan bahwa anak yang sudah mumayyiz untuk
hadhanah atau hak asuhnya diserahkan kepada sianak untuk memilih sendiri
kepada siapa hak asuhnya diberikan baik kepada ayah atau pun ibunya ini di
85
Pada poin (c) menjelaskan tentang pembiayaan anaknya setelah bercerai.
Menurt poin ini dijelaskan bahwa terkait biaya pemeliharaan anak setelah
perceraian selagi anak itu belum bisa mandiri maka pebiayaan hidup anak tersebut
ditanggung ileh siayah sehingga seorang ayah sekalipun sudah bercerai dengan
istrinya ayah tetap berkewajiban untuk mengurus dan memberi nafkah kepada
anaknya.
Pada pasal 105 di jelaskan bahwa usia tamyiz adalah 12 tahun penetapan
usia 12 tahun dalam Kompilasi Hukum Islam tentu memiliki alasan. Menurut
peneliti jika mengacu pada perkembangan anak bahwa usia 12 tahun adalah usia
anak memasuki masa remaja sehingga pada usia ini anak sudah memiliki
kenyamananya serta sudah bisa memilih kepada siapa anak itu di asuh. Apabila di
perhatikan fenomena di usia 12 tahun justru sudah banyak yang sudah mencapai
usia akil baligh hal ini dibuktikan dengan sudah adanya anak yang sudah
mastrubasi sehingga paada usia ini tidak hanya tamyiz tapi anak juga sudah
mencapai usia baligh. Bahkan bila melihat dari hadits nabi dikatakan bahwa anak
yang berusia 7 tahun sudah dikatakan tamyiz sehingga pada usia ini Rasulullah
sudah memerintahkan bila melihat fakta yang ada maka selayaknya Kompilasi
Hukum Islam memperbaharui prihal usia anak mumayyiz pada Pasal 105
86
Adapun pada Pasal 156 lebih di perinci mengenai hak asuh anak setelah
perceraian dimana pada pasal ini menjelaskan tentang urutan hadhanah anak yang
belum mumayyiz apabila ibu dari anak itu tidak memiliki kelayakan untuk
mengasuh dan merawat anak tersebut. Dalam pasal ini juga disebutkan tentang
si ayah sampai usia anak tersebut telah mencapai usia yang mandiri yaitu pada
usia 21 tahun. Namun dalam pasal ini tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai
posisi hadhanah anak yang belum mumayyiz setelah percerain adapun untuk
hadhanah anak yang belum mumayyiz masih sama dengan pasal 105 Kompilasi
apabila ibu sudah meninggal dunia maka hadhanah ibu digantikan sesuai dengan
urutan yang telah ditentukan pada Poin (a) pasal 156 Kompilasi Hukum Islam
mengenai hadhanah anak dengan istilah kuasa asuh anak yang dijelaskan pada
Pasal 30, 31, dan Pasal 32 Pada ketiga pasal tersebut dijelaskan tentang
mekanisme hadhanah anak atau dalam istilah disini kuasa asuh anak, pada pasal
30 dijelaskan bahwa orang tua wajib melakuka kewajiban yang telah di tetapkan
minatnya; dan
Apabila orang tua tidak melakukan kewajibannya tersebut maka orang tua bisa di
87
Sementara itu apabila terjadi percaraian, maka hak asuh anak akan
Lebih lanjut mengenai hak kuasa asuh anak diatur jelas dalam pasal 31 an tata
cara pengajuan menganai hak asuh anak tersebut, sebagaimana telah dijelaskan
diatas, bahwa pihak keluarga yang memiliki hak dalam pengasuhan anak tersebut
orangtua asuh sebelumnya tidak layak melaksanakan hak asuh anak tersebut, dan
untuk diasuh oleh orang-orang yang dipercaya agar anak dapat tumbuh kembang
sebagaimana mestinya. Dan yang berhak mengasuh anak tersebut, baik orang tua
kandung maupun pihak keluarga sampai derajat ketiga harus dapat memenuhi
yaitu yang dapat melindungi anak dari berbagai macam gangguan dan acaman,
88
menginginkan adanya jaminan terhadap kelangsungan hidup anak bersama orang
yang mengasuhnya, begitu juga dengan orangtua. Sehingga jika orang tua tidak
dapat memenuhinya, maka hak tersebut dapat beralih kepada pihak keluarga yang
lebih mampu untuk menjamin kelangsungan hidup anak dengan proses beracara
dipengadilan.
dalam penetuan siapa yang berhak untuk mengasuh anak, juga tidak terlepas
dari peran anak untuk ikut andil dalam menentukan siapa yang ia inginkan,
sekalipun keikut sertaan tersebut tidak dilakukan secara langsung atau dengan
menggunakan perantara psikologanak yang dapat memahami anak. Karena hal ini
terkait dengan kenyamanan anak hidup bersama dengan siapa yang nantinya akan
menjadi pengasuhan anak. Hal ini terkait dengan bunyi pasal 10 yaitu “Setiap
89
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan dan pembahasan yang telah peneliti uarikan di atas dapat di
1. Alasan ilmiayah usia 12 tahun yang dijadikan sebagai tolak ukur usia
pada masa itu anak telah mampu berpikir secara optimal. Sehingga apabila
anak usia 12 tahun dihadapkan dengan masalah penentuan orang tua asuhnya,
mengenai keadaan kedua orang tuanya. Dan anak dapat dengan tegas
siapa hak hadhanah anak itu diberikan, hal ini di tunjukan dengan adanya hak
persidangan termasuk maka bila mengacu pasal tersebut anak harus diikut
sertakan dalam penentuan hadhanahnya baik melalui anak tersebut hadir atau
menurut KHI anak usia 6 tahun belum dapat menentukan pilihannya sendiri,
90
karena anak tersebut belum mumayyiz, tetapi dalam Hukum Islam anak
tersebut telah mumayyiz sehingga dapat memilih orang tua asuhnya sendiri.
B. Saran
telah dijelaskan dalam hukum islam, agar pada saat menentukan hak
hadhanah anak yang belum mumayyiz atau mumayyiz tidak terjadi kekeliruan.
baik ataupun secara langsung oleh hakim dengan suasana yang santai. Agar
setiap keputusan yang dijatuhkan oleh hakim dapat menjamin masa depan
anak dan kemaslahatan bagi anak. Serta tidak ada lagi anak yang terlantar
91
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Selamet Dan Aminuin. (1999). Fikih Munkahat II. Bandung: Putka Setia.
Al-Faifi, Sulaiman. (2010). Mukhtasar Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq. Solo: Aqwam.
Ali, Zainudin, (2012). Hukum Pendeta Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Amini, Mukti. (2008.) Pengasuhan Ayah Ibu yang Patut, Kunci Sukses
Mengembangkan Karakter Anak, Yogkarta: Tiara Wacana.
Anshari, Abu Yahya Zakariya. (2000). Fathul Wahab Zuz II. Beirut:Dar Al-Fikr.
Dahlan, Abdul Aziz. (2002). Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve.
Daly, Peunoh. (2005). Hukum Perkawin Islam Suatu Studi dalam Kalangan
Ahlussunah dan Negara-Ngara Islam. Jakarta;Bulan Bintang.
92
dan Ermanita. (2018). Urgensi Dwangsom dalam Eksekusi
Hadhnah. Jakarta: Prenada Media Grup.
Djamil, Nasir. (2013) Anak Bukan untuk Dihukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Fanani, Ahmad Zaenal. (2005). Pembahasan Hukum Sengketa Hak Asuh Anak di
Idonesia: prespekif keadilan jender. Yogyakarta: UII Pers.
Jauhari, Iman dan T. Muhammad Ali Bahar. (2013) Buku Ajar Kapita Selekta
Hukum Perdata: kajia Advokasi Hak-Hak Anak. Bandung: Cipta Pustaka
Media Perintis
Jaziriy, Abdul Rahman. (2003). Al-Fiqh ala al-Mazahib al-Arba’ah Zuz V. Bairut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah.
93
Mirudin dan ainal Asikin. (2004). Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta:
Grafindo Perseda.
Shiddieqy, T.M. Hasbi. (2001). Hukum Anntar Golongan: Intreaksi Fikih Islam
Dalam Syariat gama Lain.Semarang: Pustaka Rizki Putra.
94
Umar, Husein. (2003). Metodologi Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis.
Jakarta: PT. Gramedia Pusaka.
Yanggo, Huzaimah Tahido. (2004) Fiqih Anak: Metode Islam dalam Mengasuh
dan Mendidik Anak serta Hukum-hukum yang berkaitan dengan Aktivitas
Anak. Jakarta: Al-Mawardi Prima
95