Anda di halaman 1dari 2

Kritik Ekspresif Puisi "Cinta Yang Agung"

Menelaah dalam sastra muncul sejalan dengan adanya kepercayaan bahwa karya
sastra mencangkup perasaan serta ekspresi yang ingin dicurahkan pengarang. Dalam
konteks ini, makna karya sastra sebagai sebuah pendekatan yang fokus kajiannya pada
perasaan atau temperamen penulis (Abrams, 1981 : 189). Jika disangkutpautkan dengan
bidang sastra, representasi dalam karya sastra merupakan penggambaran terhadap
perasaan ikhlas. Penggambaran ini tentu saja melalui pengarang sebagai kreator.

Sebuah deklarasi tentang cinta berhasil dibangun Kahlil Gibran dalam puisi ini.
Sebuah pengorbanan seseorang yang mencintai dengan tulus dan selalu ingin melihat
orang yang dia cintai bahagia dengan pilihannya. Cinta yang dimaksud oleh Kahlil
Gibran ini tidak serta merta tentang definis cinta kepada lawan jenis. Lumrahnya, yang
beredar di masyarakat memang seperti itu.

Namun, di puisi ini Gibran memanifestasikan cinta ke dalam suatu hal yang sangat
publik sukai. Yang seseorang passion dalam melakukannya. Yang membuat pagi
seseorang selalu ada alasan untuk bangun. Cinta terhadap pekerjaan misalnya. Terhadap
hal lain yang membuat semakin terpacu mengakselerasikan diri.

Puisi 'Cinta Yang Agung' merupakan kristalisasi sebuah pengorbanan. Karena,


seseorang yang mencintai dengan tulus dan ingin selalu melihat pasangannya berbahagia
haruslah berkorban untuk melihat sang dambaan hati bahagia dengan pilihannya. Kahlil
Gibran bermaksud untuk memberi motivasi atau semangat kepada seseorang yang
cintanya tak terbalaskan agar teteap meneruskan hidup.

Pemilihan kata (diksi) yang digunakan Kahlil Gibran dalam Puisi "Cinta Yang
Agung" cukup tepat sehingga mudah mengerti apa maksud yang ingin diutarakan Kahlil
Gibran. Ia menggunakan gaya bahasa repetisi (pengulangan) guna menjelaskan hakikat
cinta yang sebenarnya. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan penggunaan frasa "adalah
ketika" pada bait pertama. Kahlil Gibran juga menggunakan gaya bahasa personifikasi
pada bait kedua yang menyiratkan nasihat serta motivasi untuk berhati-hati dalam
mengambil keputusan, apalagi soal asmara. Berdasarkan nada, Puisi "Cinta Yang Agung"
tergolong jenis gaya bahasa menengah. Gaya bahasa yang yang mengacu terhadap usaha
agar terciptanya suasana damai dan senang, maka nada yang terdapat dalam puisi harus
memiliki sifat yang penuh kasih sayang, kemudian memiliki kelembutan, dan
mengandung motivasi yang sederhana.

Anda mungkin juga menyukai