Kita sebagai manusia hidup di dunia internasional, dimana dunia internasional tersebut
merupakan sebuah lingkungan antar bangsa atau antar negara. Di dalam lingkungan tersebut,
sudah pasti ada sistem atau aturan yang mengatur tata cara perlakuan untuk setiap hal yang kita
Perdagangan Internasional sebenarnya telah dimulai semenjak masa kuno, sekitar ribuan tahun
lalu sebelum Masehi. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya suatu peninggalan barang buatan
Sumeria di Mesir ataupun Babilonia yang ditemukan di pesisir laut tengah. Hal ini membuktikan
Internasional di dunia, muncul juga hukum yang mengatur Perdagangan Internasional tersebut.
Hukum Perdagangan Internasional merupakan bidang hukum yang berkembang cepat dan
mempunyai ruang lingkup yang cukup luas. Walaupun perkembangan nya berjalan dengan cepat,
namun masih belum ada kesepakatan tentang definisi yang pas untuk bidang Hukum
Perdagangan Internasional ini. Namun, jika kita memakai definisi dari beberapa ahli, maka
1. Definisi Schmitthoff
komersial yang bersifat hukum privat yang melibatkan negara-negara yang berbeda".
Definisi ini dikeluarkan kembali oleh Sekretaris Jenderal PBB di dalam laporannya pada
tahun 1966.
Michelle Sanson adalah seorang sarjana Australia yang memberikan definisi hukum
parties involved in the exchange of goods, services and technology between nations" atau
Dari 2 definisi tersebut, bisa disimpulkan bahwa Hukum Perdagangan Internasional adalah
kumpulan aturan yang mengatur perilaku antar pihak ataupun antar negara terhadap pertukaran
barang, jasa dan teknologi. Kumpulan aturan ini mempunyai banyak sumber hukum, namun
salah satu sumber hukum terpenting nya berasal dari Perjanjian Internasional. Salah satu contoh
perjanjian internasional ini adalah perjanjian pembentukan AFTA (ASEAN Free Trade Area)
pada tanggal 8 Agustus 1967, yang dibentuk dengan tujuan untuk menjadikan kawasan ASEAN
sebagai tempat produksi yang kompetitif dan membuat produk-produk ASEAN memiliki daya
Hukum Perdagangan Internasional mempunyai tujuan yang tidak jauh berbeda dengan tujuan
Hukum Perdagangan Internasional, walaupun dengan adanya hukum ini persengketaan antar
pihak tetap saja terjadi. Hal ini bisa terjadi karena di setiap transaksi atau hubungan dagang yang
banyak bentuknya tersebut, selalu membawa potensi melahirkan sengketa. Umumnya sengketa-
sengketa dagang kerap diselesaikan menggunakan negosiasi, jika cara ini gagal atau tidak
berhasil, maka dapat ditempuh cara lain seperti melalui pengadilan atau arbitrase.
Penyerahan sengketa kepada pengadilan atau arbitrase harus didasarkan pada suatu perjanjian
antara para pihak. Jika salah satu pihak tidak setuju, maka sengketa tidak dapat dibawa ke
pengadilan ataupun arbitrase tersebut. Salah satu badan peradilan yang menangani sengketa
Indonesia pun pernah telibat dalam persengketaan dagang dengan negara lain yang harus
diselesaikan di WTO. Salah satu kasus tersebut adalah ketika Indonesia kalah terhadap Amerika
Serikat di sidang banding WTO (November, 2017) yang dimana Indonesia dinilai bersalah
karena menerapkan 18 hambatan non-tarif pada produk impor hortikultura dan hewan. Amerika
Serikat meminta WTO menjatuhkan sanksi sebesar US$ 350 juta atau sekitar Rp. 5 triliun
terhadap Indonesia.
Hukum Perdagangan Internasional memberi kebebasan dan peluang yang cukup besar kepada
para pihak untuk menyelesaikan sengketanya. Dalam kebebasan memilih cara-cara penyelesaian
sengketa termasuk pula kebebasan untuk memilih hukum yang akan diterapkan untuk
menyelesaikan sengketa. Untuk kedua hal ini badan peradilan harus menghormatinya.