Disusun oleh:
Chintya Wulandarie
S531908009
PROGRAM PASCASARJANA
PRODI ILMU GIZI PEMINATAN HUMAN NUTRITION
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus merupakan sumber daya
manusia serta memiliki kontribusi besar untuk meningkatkan indeks pembangunan
manusia (IPM). Oleh sebab itu, menjadi suatu keharusan bagi semua pihak untuk
memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatan demi kesejahteraan seluruh
masyarakat Indonesia. Departemen kesehatan RI (2010) merumuskan definisi promosi
kesehatan sebagai upaya meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan
factor kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat agar
mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber
daya masyarakat sesuai social budaya setempat dan didukung oleh kebijakan public yang
berwawasan kesehatan.
Promosi gizi tidak sesederhana pendidikan gizi karena melibatkan factor
psikologis, politis, dan pengaruh social ekonomi terhadap konsumsi makanan. Promosi
gizi akan menjamin setiap orang mendapat makanan yang sesuai dengan social budaya
dan kebutuhan gizinya. Promosi gizi dapat dilaksanakan diberbagai institusi. Misalnya
pada promosi gizi di sekolah, ada beberapa stakeholder yang harus dilibatkan antara lain :
murid, orang tua, petugas gizi, industry makanan, pemerintah, dan tokoh masyarakat.
Sumber daya lokal atau potensi lokal adalah Kemampuan atau kekuatan atau daya
yang dimiliki oleh suatu daerah yang dapat dikembangkan untuk menghasilkan
manfaat/keuntungan bagi daerah tersebut. Industri pangan lokal yang umumnya berskala kecil
mempunyai potensi untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Untuk itu diperlukan
usaha yang komprehensif untuk mengembangkan industri pangan lokal yanag skala kecil. Industri
pangan lokal dalam skala kecil mempunyai potensi untuk dikembangkan, khususnya dalam era
perdagangan bebas. Syukriah (2013) menyatakan bahwa usaha skala kecil di Indonesia
mempunyai prospek yang baik di era perdagangan bebas “Masyarakat Ekonomi Asean”, asalkan
bisa memanfaatkan keunggulan komparatifnya, antara lain dengan meningkatkan inovasi
teknologi guna menghasilkan produk yang khas, unik dan memberikan pelayanan yang baik.
Dalam pengembangan produk harus diperhatikan berbagai faktor yang berkaitan dengan
prospek yanag ada. Prospek dilihat dari berbagai sisi antara lain citarasa, keragaman produk,
skala usaha (bisa diusahakan dalam skala kecil), pariwisata (makanan oleh-oleh/souvenir bagi
wisatawan). Selain itu perlu juga diperhatikan berbagai kendala yang ada seperti kontinyuitas
bahan baku (mutu dan jumlah), kualitas SDM (tenaga kerja), modal usaha, manajemen usaha
(manajemen produksi dan pemasaran), standar mutu (sanitasi, SOP/standar pengolahan,
kemasan). Sehingga tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mempromosikan sumber
daya lokal yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan program gizi.
B. Tujuan
1. Mempromosikan sumber daya lokal yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan
program gizi di Palangka Raya, Kalimanta Tengah
2. Mengangkat makanan lokal wadi patin menjadi makanan khas yang bernilai gizi
tinggi
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Promosi Kesehatan
1. Pengertian Promosi Gizi
World Health Organization (WHO) mendefinisikan promosi kesehatan
sebagai proses pemberdayaan individu dan masyarakat untuk meningkatkan
kemampuan mereka mengendalikan determinan kesehatan sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan mereka. Promosi gizi pengertiannya lebih luas
dari Pendidikan gizi, karena kalua kita bicara promosi gizi didalamnya sudah
termasuk Pendidikan gizi. Worsley Tony (2008) juga menyimpulkan promosi
nutrisi adalah tentang promosi pengetahuan pangan dan gizi di kalangan
konsumen pangan serta modifikasi produksi dan distribusi sektor makanan
sehingga mereka mendorong kesehatan populasi yang optimal.
2. Tujuan
Promosi gizi melibatkan tiga stategi dasar sesuai dengan konsep kesehatan
masyarakat, dengan tujuan :
a. Meningkatkan kondisi social masyarakat, seperti menurunkan angka
kemiskinan
b. Mencegah kondisi social dari ancaman kesehatan
c. Menetralisir kondisi social yang menyebabkan kesakitan, seperti tingginya
angka pengangguran dapat dikurangi dengan mengadakan pendidikan dan
latihan (diklat) yang dapat meningkatkan keterampilan tertentu.
Jadi, dengan promosi kesehatan akan menjaminsetiap orang mendapatkan
makanan yang sesuai dengan social budaya dan kebutuhan gizinya (Supariasa,
2012).
Promosi gizi dapat dilaksanakan diberbagai institusi. Misalnya pada
promosi gizi disekolah, ada beberapa stakeholder yang harus dilibatkan antara
lain:
a. Murid (the leaner)
Anak didik perlu dipersiapkan untuk dapat belajar gizi sesuai dengan
kemampuannya. Makanan apa yang boleh dimakan dan makanan apa yang
tidak boleh dimakan sesuai dengan konsep ilmu gizi, kepercayaan, budaya dan
agama.
b. Orang tua/wali murid
Orang tua mempunyai harapan agar anaknya dapat makan makanan yang
bergizi dan menghindari makanan yang dapat merugikan kesehatan . anak
mempunyai keyakinan yang kuat tentang pentingnya gizi seimbang untuk
meningkatkan kecerdasan dan mencapai status gizi yang baik.
c. Petugas gizi (ahli gizi)
Ahli gizi dan petugas kesehatan lainnya harus dapat mengajarkan prinsip dasar
ilmu gizi. Materi yang perlu diberikan antara lain triguna makanan, jenis zat
gizi dan fungsinya, gizi seimbang, memilih makanan yang aman dan bergizi,
akibat kelebiham dan kekurangan makan dan gizi hubungannya dengan
kecerdasan.
d. Industri makanan
Industri makanan harus dilibatkan dalam promosi gizi. Dalam promosi
produknya, sebaiknya tetap mengikuti kaidah ilmu gizi dan tidak menyesatkan
anak didik dan masyarakat. Industri makanan memasarkan produknya di
berbagai tempat baik di mall, supermarket dan disekolah.
e. Pemerintah
Pemerintah dalam hal ini pihak sekolah dapat mempromosikan pentingnya gizi
seimbang dan bagaimana cara memilih makanan sesuai dengan kondisi di suatu
daerah. Setiap daerah mempunyai makanan tradisional yang justru sangat baik
di konsumsi, misalnya di jawa ada makanantumpeng dan di dalam tumpeng
tersebut terkandung pesan yang sangat bagus, yaitu anjuran makan
beranekaragam makanan. Dalam pengaturan makanan, pemerintah dapat
mengeluarkan peraturan yang berkenaan dengan makanan. Dan gizi disekolah
termasuk keberadaan kantin sekolah yang sehat.
f. Tokoh masyarakat
Tokoh kunci yang dapat dilibatkan dalam program gizi di sekolah, misalnya
tokoh agama, tokoh bidang Pendidikan, ketua organisasi profesi seperti
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), dan tokoh organisasi Lembaga
Swalayan Masyarakat (LSM). Keterlibatan tokoh-tokoh tersebut penting
artinya untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungan sekolah
(Supariasa, 2012).
B. Metode Promosi Kesehatan
Di dalam suatu proses Pendidikan kesehatan yang menuju tercapainya tujuan
promosi, yakni perubahan perilaku dipengaruhi oleh banyak factor. Faktor yang
mempengaruhi suatu proses pendidikan di samping faktor masukannya sendiri juga
faktor metode, factor materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang
melakukannya, dan alat-alat bantu atau media yang digunakan untuk menyampaikan
pesan. Agar tercapai suatu hasil yang optimal maka factor-faktor tersebut harus
bekerja sama secara harmonis. Hal ini berarti bahwa untuk masukan (sasaran
pendidikan) tertentu harus menggunakancara tertentu pula. Materi juga harus
disesuaikan dengan sasaran.untuk sasaran kelompok maka metodenya harus berbeda
dengan sasaran massa dan sasaran individu. Dibawah ini beberapa metode promosi
atau pendidikan individual, kelompok dan massa (public).
1. Metode Individual (perorangan)
Metode yang bersifatindividual ini digunakan untuk membina perilaku baru, atau
membina seseorang yang telah mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku
atau inovasi. Bentuk pendekatan ini antar lain :
a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counceling)
Dengan cara ini kontak klien dengan petugas lebih intensif. Setiap
masalahyang di hadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya.
Akhirnya klien akan dengan sukarela berdasarkan kesadaran dan penuh
pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku).
b. Interview (wawancara)
Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan.
Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi
mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum
menerima perubahan, untuk mempengaruhi apakah perilaku yang sudah atau
yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat.
Apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
2. Metode Kelompok
Dalam memilih metode kelompok, harus mengingat besarnya kelompok sasaran
serta tingkat Pendidikan formal dari sasaran. Untuk kelompok yang besar,
metodenya akan lain dengan kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan
tergantung pula pada besarnya sasaran Pendidikan.
a. Kelompok besar
Yang dimaksudkelompok besar di sini adalah apabila peserta penyuluhan itu
lebihdari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini antara lain
ceramah dan seminar.
Ceramah : metode inibaikuntuk sasaran yang berpendidikan tingi
maupun rendah
Seminar : metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar
dengan Pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian
(persentasi) dari seorang ahli atau beberapa orang ahli tentang suatu
topik yang dianggap penting dan dianggap hangat dimasyarakat.
b. Kelompok kecil
Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya kita sebut
kelompok kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil ini antara
lain :
kesimpulnnya
peranan
permainan monopoli.
3. Metode Massa
Metode pendidikan kesehatan secara massa dipakai untuk
mengomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat
yang sifatnya massa atau publik. Oleh karena sasaran promosi ini bersifat umum,
dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status
social ekonomi, tingkat pendidikan dan sebagainya, maka pesan-pesan kesehatan
yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
ditangkap oleh massa tersebut. Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) massa
ini tidak langsung. Bisanya dengan menggunakan atau melalui media massa.
Beberapa contoh metode pendidikan kesehatan secara massa diantaranya
(Notoatmodjo, 2010) : ceramah umum (public speaking), pidato-pidato/ diskusi
tentang kesehatan melalui media elektronik, simulasi, tulisan-tulisan di majalah
atau Koran, dan bill board yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, poster dan
sebagainya.
C. Diversifikasi Pangan
Pengertian diversifikasi pangan mencakup konteks produksi, ketersediaan,
dan konsumsi pangan (Suhardjo, 1998). Akan tetapi, dalam tulisan ini pembahasan
hanya terfokus pada konteks konsumsi pangan. Diversifikasi pangan berkonotasi
pada adanya pilihan bahan pangan alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada
satu jenis pangan yang dominan. Fakta selama ini, jenis pangan dominan di
Indonesia adalah beras. Oleh sebab itu, diversifikasi pangan menjadi salah satu
strategi mencapai ketahanan pangan (Setiawan, 2012). Sasaran percepatan
keragaman konsumsi pangan adalah tercapainya pola konsumsi pangan yang aman,
bermutu, dan bergizi seimbang yang dicerminkan oleh tercapainya skor Pola Pangan
Harapan (PPH) sekurang-kurangnya 93. Konsumsi umbi-umbian, sayuran, buah-
buahan, dan pangan hewani ditingkatkan dengan mengutamakan produksi lokal,
sehingga konsumsi beras diharapkan turun sekitar 3 persen/tahun pada tahun 2014.
Data menunjukkan bahwa rakyat Indonesia mengonsumsi beras lebih banyak
daripada asupan karbohidrat yang dibutuhkan, yakni mencapai 62,2 persen untuk
tahun 2007.
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 22 tahun 2009
tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis
Sumber Daya Lokal. Tujuan kebijakan ini adalah untuk menfasilitasi dan mendorong
terwujudnya pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman yang
diindikasikan oleh skor PPH 95 pada tahun 2015. Strategi yang ditempuh dalam
Perpres adalah: (1) internalisasi penganekaragaman konsumsi pangan melalui
advokasi, kampanye, promosi, pendidikan formal dan nonformal, serta sosialisasi
tentang konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman pada berbagai
tingkatan aparat dan masyarakat; dan (2) pengembangan bisnis dan industri pangan
lokal melalui fasilitasi kepada UMKM untuk pengembangan bisnis pangan segar,
industri bahan baku, industri pangan olahan, dan pangan siap saji yang aman berbasis
sumber daya lokal serta advokasi, sosialisasi dan penerapan standar mutu dan
keamanan pangan bagi pelaku usaha pangan terutama usaha rumah tangga dan
UMKM. Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Badan Ketahanan Pangan (2013),
Kementerian Pertanian terutama menyusun program kerja utamanya antara lain
percepatan penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP) yang bertujuan untuk
meningkatkan diversifikasi pangan melalui: (a) pengembangan Kawasan Rumah
Pangan Lestari di 6.280 desa (5.000 desa baru dan 1.280 desa lanjutan) pada 497
kabupaten/kota di 33 provinsi, (b) pengembangan pangan pokok lokal pada 30
kabupaten di 18 provinsi, dan (c) promosi dan sosialisasi P2KP di 33 provinsi.
Dalam Road Map Diversifikasi Pangan 2011–2015 disebutkan bahwa
diversifikasi pangan dan gizi dapat dilihat dari beberapa aspek berikut: (1) aspek
konsumsi, sebagai upaya membudayakan pola konsumsi pangan beragam, bergizi,
seimbang, dan aman untuk mendukung hidup sehat, aktif, dan produktif; (2) aspek
pengembangan bisnis pangan memberi dorongan dan insentif pada rantai bisnis
pangan yang lebih beragam dan aman, yang berbasis sumber daya lokal; (3) aspek
produksi mendorong pengembangan berbagai ragam produksi pangan, dan
menumbuhkan beragam usaha pengolahan pangan (rumah tangga, UMKM, dan
swasta); dan (4) aspek kemandirian pangan akan dapat mengurangi ketergantungan
nasional terhadap pangan impor, dan secara mikro mengurangi ketergantungan
konsumen pada satu jenis pangan tertentu, serta mendorong setiap wilayah untuk
mengoptimalkan potensi sumber daya pangan setempat dalam memenuhi kebutuhan
pangan penduduk. Selain empat aspek tersebut, juga dapat dilihat dari aspek
swasembada, yang akan lebih menjamin dicapainya swasembada pangan berbasis
potensi sumber daya lokal secara berkelanjutan (BKP, 2012).
C. Kandungan Gizi
Ikan patin (Pangasius sp.) termasuk famili Pengasidae, yaitu jenis ikan yang
memiliki lubang mulut kecil berpinggiran bola mata yang bebas, sirip punggung
tambahan sangat kecil dan bersungut di hidung. Ikan patin habitatnya di perairan umum
seperti di sungai-sungai. Ikan patin lokal di Indonesia tersebar di Kalimantan dan
Sumatera. Ikan patin lokal termasuk ikan dasar dan biasanya banyak melakukan aktifitas
di malam hari (nocturnal). Berikut perbandingan kandungan gizi beberapa jenis ikan rawa
dengan sumber gizi lain dari ikan lainnya dapat dilihat pada table di bawah :
Tabel 1. Komposisi proksimat perikanan rawa (hitaman dan putihan) (100g)
Nama ikan Porsi Edible Energi Air Protein Lemak KH Abu
(%) (kkal) (g) (g) (g) (g) (g)
Lele 52 113 75,3 19,3 3,8 0,5 1,1
Papuyu 40 141 72,0 19,5 7,0 0 1,2
Mas 46 91 79,4 15,0 2,6 2,0 1,0
Balida 57 105 75,7 20,1 2,5 0,5 1,2
Gurami 42 110 75,9 19,0 3,8 0,2 1,1
Betutu 42 79 79,9 18,4 0,5 0,1 1,1
Grass carp 51 104 79,2 17,6 3,7 0 1,0
Javanese carp 62 145 74,7 16,3 8,9 0 1,1
Jelawat 50 165 70,6 18,8 1,0 0 1,1
Tambakan 49 85 78,3 19,8 0,6 0 1,3
Patin sungai 50 118 76,2 16,6 5,5 0,6 1,1
Baung 30 81 80,3 17,1 1,3 0,3 1,0
Gabus/haruan 42 100 78,2 20,6 1,9 0 1,2
Sepat siam 54 91 78,1 19,9 1,3 0 1,2
Toman 47 81 78,8 19,7 0,2 0,1 1,2
Sumber : Tee et al (1989)
Perikanan rawa selain memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, juga
memiliki kandungan mineral dan vitamin yang relatif lengkap, masing-masing dapat
dilihat pada table 2
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Wadi ikan adalah salah satu produk hasil fermentasi ikan, dengan tujuan
mengawetkan daging ikan dengan cara menciptakan suasana asam dalam wadah
tertutup. Agar proses pengasaman dapat berlangsung cepat maka dapat diberikan
media penumbuh mikroba seperti beras atau padi sangrai yang di tumbuk halus.
2. Produk olahan yang diproduksi oleh Poklahsar Tampung Parei (Wadi Ikan Patin)
merupakan produk kearifan lokal yang diolah dengan cara tradisional dan turun
temurun, untuk itu dalam kegiatan ini akan di tambahkan bahan lain sebagai nilai
tambah untuk produk dengan tujuan antara lain meningkatkan nilai jual ikan sehingga
akan meningkatkan pendapatan pengolah, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
ikan sehingga meningkatkan konsumsi protein masyarakat, dan meningkatkan
pendapatan pengolah.
3. Kandungan gizi ikan patin yaitu protein 16,6 gram, lemak 5,5 gram, karbohidrat 0,6
gram dan abu 1,1 gram.
Gambar Produk
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, J. 2017. Potensi, Peluang, Dan Tantangan Pengembangan Perikanan Rawa Di Kalimantan
Selatan. Pusat Pengelolaan Jurnal Dan Penerbitan Universitas Lambung Mangkurat.
Banjarmasin
Handono. G. S. 2014. Strategi Pengembangan Diversifikasi Pangan Lokal. Analisis Kebijakan
Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 1-17
Kasmini. O. W., Raharjo. B., Nugroho. E., Hermawati. B. 2017. Sumber Daya Lokal Sebagai
Dasar Perencanaan Program Gizi Daerah Urban. Jurnal Mkmi, Vol. 13 No. 1, Maret
2017
Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. PT Rineka Cipta, Jakarta
Senas. P., Evnaweri., Sulistyaningrum. T. W. 2019. Pengolahan Produk Inovasi Bernilai Tambah
Dari Kearifan Lokal Berupa Wadi Ikan Patin (Pangasius Sp.) Dengan Penambahan
Wijen Pada Poklahsar Tampung Parei Kota Palangka Raya. Pengabdianmu: Jurnal
Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat Volume 5, Issue 1, Page 72–76 December 2019
Suryana. A., 2008. Penganekaragaman Konsumsi Pangan Dan Gizi Faktor Pendukung
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia. Pangan. Edisi No. 52/XVIL''Oktober-
Desember.'2008
Supariasa,I. D. N. 2011. Pendidikan & Konsultasi Gizi. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta
Taib. G., Roswita. R,. 2018. Analisis Prospek Dan Kendala Pengembangan Produk Industri
Pangan Lokal* Di Sumatera Barat. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas Vol. 22, No.1,
Maret 2018, ISSN 1410-1920, EISSN 2579-4019
Waty. K,. Purwijantiningsih. E., Pranata.S,. 2019. Kualitas Fermentasi Spontan Wadi Ikan Patin
(Pangasius Sp.) Dengan Variasi Konsentrasi Garam. Biota Vol. 4 (1): 24-32, Februari
2019 ISSN 2527-323X