Anda di halaman 1dari 26

[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PUSKESMAS
2.1.1 Pengertian Puskesmas
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi
kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan
masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping
memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat
di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Menurut Depkes RI
(2004) puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di wilayah kerja (Effendi, 2009).
Depkes RI (2004), Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kesehatan. Menurut Ilham
Akhsanu Ridho (2008:143) Puskesmas adalah suatu unit organisasi yang
bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan yang berada di garda terdepan
dan mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan,
yang melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara
menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat di suatu wilayah kerja tertentu
yang telah ditentukan secara mandiri dalam menentukan kegiatan
pelayanan namun tidak mencakup aspek pembiayaan.
2.1.2 Fungsi Puskesmas
Menurut Mubarak dan Chayatin (2009), pusmesmas memiliki tiga
fungsi, yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan yang berwawasan
kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam
pembangunan kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan masyarakat
tingkat pertama. Sebagai langkah awal dari program keperawatan
kesehatan masyarakat, fungsi dan peran puskesmas bukan saja persoalan
teknis medis tetapi juga berbagai keterampilan sumber daya manusia yang
mampu mengorganisir model sosial yang ada di masyarakat, juga sebagai
lembaga kesehatan yang menjangkau masyarakat di wilayah terkecil dan

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 1


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

membutuhkan strategi dalam hal pengorganisasian masyarakat untuk


terlibat dalam penyelenggaraan kesehatan secara mandiri.
2.1.3 Tipe Bangunan Puskesmas
• Tahun 1968 dilangsungkan Rapat Kerja Kesehatan Nasional
(Rakerkesnas) I di Jakarta, dengan tujuan menyatukan semua
pelayanan tingkat pertama ke dalam suatu organisasi yang dipercaya
dan diberi nama Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
• Puskesmas pada waktu itu dibedakan dalam 4 macam yaitu:
1. Puskesmas tingkat desa
Adapun puskesmas tingkat desa diantaranya:
• POLINDES
• POLIKLINIK
• PUSTU (Puskesmas Pembantu)
• POSKESDES
• POSYANDU
2. Puskesmas tingkat kecamatan
Puskesmas ini membawahi puskesmas yang ada di tingkat Desa
3. Puskesmas tingkat kewedanan
Puskesmas ini membawahi beberapa puskesmas kecamatan serta
memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap
4. Puskesmas tingkat kabupaten
Puskesmas ini harus memiliki tingkat pelayanan minimum sesuai
dengan PMK_No_4_Th_2019_ttg_Standar_Teknis_Pelayanan_ Dasar
_Pada_Standar_Pelayanan_Minimal_Bidang_Kesehatan
• Rakerkesnas ke II tahun 1969, pembagian Puskesmas dibagi menjadi
3 kategori:
1. Puskesmas tipe A, dipimpin oleh dokter penuh (Tingkat Kabupaten)
2. Puskesmas tipe B, dipimpin oleh dokter tidak penuh (Tingkat
Kecamatan
3. Puskesmas tipe C, dipimpin oleh tenaga paramedik (Tingkat Desa)

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 2


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

• Tahun 1970 ditetapkan hanya satu macam Puskesmas (Konsep


Wilayah) dengan wilayah kerja tingkat pada suatu daerah dengan
jumlah penduduk antara 30.000 sampai 50.000 jiwa.
• Tahun 1979 mulai dirintis pembangunan Puskesmas di daerah tingkat
Kelurahan atau Desa dengan jumlah penduduk sekitar 30.000 jiwa
• Untuk mengkoordinasi kegiatan di suatu Kecamatan, maka salah satu
Puskesmas ditunjuk sebagai penanggung jawab dan disebut dengan
nama Puskesmas tingkat Kecamatan/Puskesmas Pembina.
• Puskesmas yang ada di tingkat Kelurahan atau Desa disebut
Puskesmas Kelurahan/Puskesmas Pembantu.
• Sejak itu Puskesmas dibagi dalam 2 kategori hingga sekarang,yaitu:
1. Puskesmas Kecamatan (Puskesmas Pembina)
2. Puskesmas Kelurahan/Desa (Puskesmas Pembantu)
1. Puskesmas Pembantu (Pustu)
Menunjang & membantu melaksanakan kegiatan Pkm dalam
masyarakat lingkungan wilayah yg lebih kecil serta jenis dan
kompetensi pelayanan disesuaikan dgn kemampuan tenaga & sarana
yg tersedia.
2. Puskesmas Keliling
‐ Tim pelayanan kesehatan tdd tenaga yg dilengkapi kendaraan
bermotor, peralatan kesehatan & komunikasi dari Pkm
‐ berfungsi menunjang & membantu kegiatan pelaksanaan program
Pkm dlm wilayah kerja yg belum terjangkau/lokasi yg sulit
terjangkau oleh sarana kesehatan.
‐ Kegiatan Puskesmas Keliling
1. Memberikan pelayanan kesehatan kpd masyarakat di daerah
terpencil yg tidak terjangkau oleh pelayanan Pkm/Pustu, 4 hari
dlm seminggu
2. Melakukan penyelidikan thd KLB
3. Melakukan rujukan bagi kasus gawat darurat
4. Melakukan penyuluhan dgn menggunakan alat audio visual

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 3


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

3. Puskesmas Perawatan (Rawat Inap)


‐ Dilengkapi ruangan tambahan dan fasilitas untuk menyelamatkan
pasien gawat darurat
‐ Tindakan yang diberikan = tindakan operatif terbatas (kecelakaan
lalu lintas, persalinan dengan penyulit dan penyakit lain yang
bersifat gawat darurat), serta rawat inap sementara (paling sedikit 24
jam perawatan).
‐ Berdasarkan Surat Keputusan Bupati/Walikota menjalankan fungsi
perawatan yang sekaligus merupakan pusat rujukan pasien gawat
darurat sebelum dibawa ke rumah sakit.
‐ Sebagai puskesmas rawat inap tingkat pertama memberikan
pelayanan kesehatan meliputi observasi, diagnosa, pengobatan,
rehabilitasi medik dengan tinggal di ruang rawat inap puskesmas
(Kepmenkes nomor 28/MENKES/SK/IX/2008).
4. Puskesmas Non Perawatan
‐ Hanya melakukan pelayanan kesehatan rawat jalan
Kegiatan di pelayanan kesehatan rawat jalan : observasi, diagnosis,
pengobatan, dan atau pelayanan kesehatan lainnya tanpa dirawat
inap.
2.2 URAIAN UMUM PERENCANAAN BANGUNAN
Pada perencanaan suatu bangunan gedung diperlukan beberapa
landasan teori berupa analisa struktur, ilmu tentang kekuatan bahan serta
hal lain yang berpedoman pada peraturan-peraturan yang berlaku di
Indonesia. Ilmu teoritis diatas tidaklah cukup karena analisa secara teoritis
tersebut hanya berlaku pada kondisi struktur yang ideal sedangkan gaya-
gaya yang dihitung hanya merupakan pendekatan dari keadaan yang
sebenarnya atau yang diharapkan terjadi. Perencanaan bangunan
merupakan suatu usaha untuk menyusun dan mengorganisasikan suatu
proyek konstruksi baik berupa perhitungan-perhitungan maupun tulisan-
tulisan sehingga bangunan yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan
dan tetap memperhatikan standar ekonomis, aman, kuat, dan nyaman.

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 4


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

2.2.1 Ruang Lingkup Perencanaan


Ruang lingkup dari perencanaan bangunan ini meliputi beberapa tahapan
yaitu persiapan, studi kelayakan, mendesain bangunan (perencanaan),
2.2.2 Perencanaan Konstruksi
Struktur adalah suatu kesatuan dan rangkaian dari beberapa elemen yang
direncanakan agar mampu menerima beban luar maupun berat sendiri
tanpa mengalami perubahan bentuk yang melampaui batas persyaratan.
Ada dua struktur pendukung bangunan yaitu :
a. Struktur Bangunan Atas
Struktur bangunan atas harus sanggup mewujudkan perencanaan dari
segi arsitektur dan harus mampu menjamin mutu baik dari segi
keamanan maupun kenyamanan bagi penggunanya. Untuk itu, bahan
bangunan yang nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar dari
konstruksi hendaknya memenuhi kriteria sebagai berikut :
 Tahan Api
 Kuat dan Kokoh
 Mudah diperoleh, dalam arti tidak memerlukan biaya mobilisasi
bahan yang demikian tinggi
 Awet untuk jangka waktu pemakaian yang lama
 Ekonomis, dengan perawatan yang relatif murah
b. Struktur Bawah
Struktur bangunan bawah merupakan sistem pendukung bangunan
yang menerima beban struktur atas, untuk diteruskan ke tanah
dibawahnya. Perhitungan perencanaan struktur bagian bawah (Sub
Structure) ini eliputi:
 Perhitungan Sloof
 Perhitungan Pondasi
2.3 PERATURAN PERENCANAAN GEDUNG NEGARA
2.3.1 Persyaratan Bangunan Secara Umum
persyaratan teknis bangunan gedung negara secara umum
mengikuti ketentuan yang diatur dalam :
- Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 5


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

- Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan


Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
- Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 10/KPTS/2000
tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran
pada Bangunan Gedung dan Lingkungan;
- Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 11/KPTS/2000
tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di
Perkotaan;
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang
Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung;
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang
Pedoman Teknis Aksesibilitas dan Fasilitas pada Bangunan Gedung
dan Lingkungan;
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Umum Penyusunan RTBL;
- Peraturan daerah setempat tentang bangunan gedung; serta
- Standar teknis dan pedoman teknis yang dipersyaratkan. Persyaratan
teknis bangunan gedung negara harus tertuang secara lengkap dan
jelas pada Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) dalam Dokumen
Perencanaan.
2.3.2 Secara Garis Besar
Secara garis besar, persyaratan teknis bangunan gedung negara
adalah sebagai berikut :
1. Persyaratan tata bangunan dan lingkungan
Persyaratan tata bangunan dan lingkungan bangunan gedung
negara meliputi ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam
pembangunan bangunan gedung negara dari segi tata bangunan dan
lingkungannya, meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan
gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian
dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan/atau Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL) Kabupaten/ Kota atau Peraturan Daerah tentang

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 6


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

Bangunan Gedung Kabupaten/Kota yang bersangkutan, yaitu:


a. Peruntukan Lokasi
Setiap bangunan gedung negara harus diselenggarakan sesuai
dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW
Kabupaten/Kota dan/atau RTBL yang bersangkutan.
b. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Ketentuan besarnya koefisien dasar bangunan mengikuti
ketentuan yang diatur dalam peraturan daerah setempat tentang
bangunan gedung untuk lokasi yang bersangkutan.
c. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Ketentuan besarnya koefisien lantai bangunan mengikuti
ketentuan yang diatur dalam peraturan daerah setempat tentang
bangunan gedung untuk lokasi yang bersangkutan.
d. Ketinggian Bangunan
Ketinggian bangunan gedung negara, sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan daerah setempat tentang ketinggian
maksimum bangunan pada lokasi, maksimum adalah 8 lantai.
e. Ketinggian Langit-langit
Ketinggian langit-langit bangunan gedung kantor minimum
adalah 2,80 meter dihitung dari permukaan lantai. Untuk bangunan
gedung olah-raga, ruang pertemuan, dan bangunan lainnya dengan
fungsi yang memerlukan ketinggian langit-langit khusus, agar
mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dipersyaratkan.
f. Jarak Antar Blok/Massa Bangunan
Sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah
setempat tentang bangunan gedung, maka jarak antar blok/massa
bangunan harus mempertimbangkan hal-hal seperti :
- Keselamatan terhadap bahaya kebakaran;
- Kesehatan termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan;
- Kenyamanan;
- Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan.
g. Koefisien Daerah Hijau (KDH)

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 7


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

‐ Perbandingan antara luas area hijau dengan luas persegi


bangunan gedung negara, sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan daerah setempat tentang bangunan gedung,
harus diperhitungkan dengan mempertimbangkan :
‐ daerah resapan air;
‐ ruang terbuka hijau kabupaten/kota. Untuk bangunan gedung
yangmempunyai KDB kurang dari 40%, harus mempunyai
KDH minimum sebesar 15%.
h. Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Ketentuan besarnya garis sempadan, baik garis sempadan
bangunan maupun garis sempadan pagar harus mengikuti ketentuan
yang diatur dalam RTBL, peraturan daerah tentang bangunan
gedung, atau peraturan daerah tentang garis sempadan bangunan
untuk lokasi yang bersangkutan.
i. Wujud Arsitektur
Wujud arsitektur bangunan gedung negara harus memenuhi
kriteria sebagai berikut :
‐ mencerminkan fungsi sebagai bangunan gedung negara;
‐ seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya;
‐ indah namun tidak berlebihan; efisien dalam penggunaan
sumber daya baik dalam pemanfaatan maupun dalam
pemeliharaannya;
‐ mempertimbangkan nilai sosial budaya setempat dalam
menerapkan perkembangan arsitektur dan rekayasa; dan
‐ mempertimbangkan kaidah pelestarian bangunan baik dari
segi sejarah maupun langgam arsitekturnya.
j. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Bangunan
Bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan prasarana
dan sarana bangunan yang memadai, dengan biaya
pembangunannya diperhitungkan sebagai pekerjaan non-standar.
Prasarana dan sarana bangunan yang harus ada pada bangunan
gedung negara, seperti :

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 8


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

‐ Sarana parkir kendaraan;Sarana untuk penyandang cacat dan


lansia;
‐ Sarana penyediaan air minum;
‐ Sarana drainase, limbah, dan sampah;
‐ Sarana ruang terbuka hijau;
‐ Sarana hidran kebakaran halaman;
‐ Sarana pencahayaan halaman;Sarana jalan masuk dan keluar;
‐ Penyediaan fasilitas ruang ibadah, ruang ganti, ruang
bayi/ibu, toilet, dan fasilitas komunikasi dan informasi.
k. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), serta Asuransi
‐ Setiap pembangunan bangunan gedung negara harus
memenuhi persyaratan K3 sesuai yang ditetapkan dalam
Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor : Kep.174/MEN/1986 dan
104/KPTS/ 1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Tempat Satuan Kerja Konstruksi, dan atau peraturan
penggantinya.
‐ Ketentuan asuransi pembangunan bangunan gedung negara
sesuai dengan peraturan perundang - undangan.
2. Persyaratan bahan bangunan
Bahan bangunan untuk bangunan gedung harus memenuhi SNI yang
dipersyaratkan, diupayakan menggunakan bahan bangunan
setempat/produksi dalam negeri, termasuk bahan bangunan sebagai bagian
dari komponen bangunan sistem fabrikasi. Spesifikasi teknis bahan
bangunan gedung meliputi ketentuan-ketentuan:
a. Bahan Penutup Lantai
1) Bahan penutup lantai menggunakan bahan teraso, keramik,
papan kayu, vinyl, marmer, homogenius tile dan karpet yang
disesuaikan dengan fungsi ruang dan klasifikasi
bangunannya;
2) Adukan/perekat yang digunakan harus memenuhi persyaratan
teknis dan sesuai dengan jenis bahan penutup yang

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 9


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

digunakan.
b. Bahan Dinding
Bahan dinding terdiri atas bahan untuk dinding pengisi atau
partisi, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Bahan dinding pengisi : batu bata, beton ringan, bata tela,
batako, papan kayu, kaca dengan rangka kayu/aluminium,
panel GRC dan/atau aluminium;
2) Bahan dinding partisi : papan kayu, kayu lapis, kaca, calsium
board, particle board, dan/atau gypsum-board dengan rangka
kayu kelas kuat II atau rangka lainnya, yang dicat tembok
atau bahan finishing lainnya, sesuai dengan fungsi ruang dan
klasifikasi bangunannya;
3) Adukan/perekat yang digunakan harus memenuhi persyaratan
teknis dan sesuai jenis bahan dinding yang digunakan;
4) Untuk bangunan yang telah ada komponen pracetaknya,
bahan dindingnya dapat menggunakan bahan pracetak yang
telah ada.
c. Bahan Langit-langit
Bahan langit-langit terdiri atas rangka langit-langit dan
penutup langit-langit:
1) Bahan kerangka langit-langit: digunakan bahan yang
memenuhi standar teknis, untuk penutup langit-langit kayu
lapis atau yang setara, digunakan rangka kayu klas kuat II
dengan ukuran minimum:
• 4/6 cm untuk balok pembagi dan balok penggantung;
• 6/12 cm untuk balok rangka utama; dan
• 5/10 cm untuk balok tepi;
• Besi hollow atau metal furring 40 mm x 40 mm dan 40 mm x
20 mm lengkap dengan besi penggantung Ø 8 mm dan
pengikatnya.
Untuk bahan penutup akustik atau gypsum digunakan
kerangka aluminium yang bentuk dan ukurannya disesuaikan

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 10


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

dengan kebutuhan;
2) Bahan penutup langit-langit: kayu lapis, aluminium, akustik,
gypsum, atau sejenis yang disesuaikan dengan fungsi dan
klasifikasi bangunannya;
3) Lapisan finishing yang digunakan harus memenuhi
persyaratan teknis dan sesuai dengan jenis bahan penutup
yang digunakan.
d. Bahan Penutup Atap
1) Bahan penutup atap bangunan gedung harus memenuhi
ketentuan yang diatur dalam SNI yang berlaku tentang bahan
penutup atap, baik berupa atap beton, genteng metal,
fibrecement, calcium board, sirap, seng, aluminium, maupun
asbes/asbes gelombang. Untuk penutup atap dari bahan beton
harus diberikan lapisan kedap air (water proofing).
Penggunaan bahan penutup atap disesuaikan dengan fungsi
dan klasifikasi bangunan serta kondisi daerahnya;
2) Bahan kerangka penutup atap: digunakan bahan yang
memenuhi Standar Nasional Indonesia. Untuk penutup atap
genteng digunakan rangka kayu kelas kuat II dengan ukuran:
• 2/3 cm untuk reng atau 3/4 cm untuk reng genteng beton;
• 4/6 cm atau 5/7 cm untuk kaso, dengan jarak antar kaso
disesuaikan ukuran penampang kaso.
3) Bahan kerangka penutup atap non kayu:
• Gording baja profil C, dengan ukuran minimal 125 x50 x 20
x 3,2;
• Kuda-kuda baja profil WF, dengan ukuran minimal 250 x150
x 8 x 7;
• Baja ringan (light steel);
• Beton plat tebal minimum 12 cm.
e. Bahan Kosen dan Daun Pintu/Jendela
Bahan kosen dan daun pintu/jendela mengikuti ketentuan
sebagai berikut:

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 11


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

1) Digunakan kayu kelas kuat/kelas awet II dengan ukuran jadi


minimum 5,5 cm x 11 cm dan dicat kayu atau dipelitur sesuai
persyaratan standar yang berlaku;
2) Rangka daun pintu untuk pintu yang dilapis kayu
lapis/teakwood digunakan kayu kelas kuat II dengan ukuran
minimum 3,5 cm x 10 cm, khusus untuk ambang bawah
minimum 3,5 cm x 20 cm. Daun pintu dilapis dengan kayu
lapis yang dicat atau dipelitur;
3) Daun pintu panil kayu digunakan kayu kelas kuat/kelas awet
II, dicat kayu atau dipelitur;
4) Daun jendela kayu, digunakan kayu kelas kuat/kelas awet II,
dengan ukuran rangka minimum 3,5 cm x 8 cm, dicat kayu
atau dipelitur;
5) Rangka pintu/jendela yang menggunakan bahan aluminium
ukuran rangkanya disesuaikan dengan fungsi ruang dan
klasifikasi bangunannya;
6) Penggunaan kaca untuk daun pintu maupun jendela
disesuaikan dengan fungsi ruang dan klasifikasi
bangunannya;
7) Kusen baja profil E, dengan ukuran minimal 150 x 50 x 20 x
3,2 dan pintu baja BJLS 100 diisi glas woll untuk pintu
kebakaran.
f. Bahan Struktur
Bahan struktur bangunan baik untuk struktur beton bertulang,
struktur kayu maupun struktur baja harus mengikuti Standar
Nasional Indonesia (SNI) tentang Bahan Bangunan yang berlaku
dan dihitung kekuatan strukturnya berdasarkan SNI yang sesuai
dengan bahan/struktur konstruksi yang bersangkutan.

Ketentuan penggunaan bahan bangunan untuk bangunan


gedung di atas, dimungkinkan disesuaikan dengan kemajuan
teknologi bahan bangunan, khususnya disesuaikan dengan
kemampuan sumberdaya setempat dengan tetap harus

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 12


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

mempertimbangkan kekuatan dan keawetannya sesuai dengan


peruntukan yang telah ditetapkan. Ketentuan lebih rinci agar
mengikuti ketentuan yang diatur dalam SNI.
3. Persyaratan Struktur Bangunan
Struktur bangunan gedung negara harus memenuhi persyaratan
keselamatan (safety) dan kelayanan (serviceability) serta SNI konstruksi
bangunan gedung, yang dibuktikan dengan analisis struktur sesuai
ketentuan. Spesifikasi teknis struktur bangunan gedung negara secara
umum meliputi ketentuan-ketentuan:
a. Struktur Pondasi
Struktur pondasi harus diperhitungkan mampu menjamin
kinerja bangunan sesuai fungsinya dan dapat menjamin kestabilan
bangunan terhadap berat sendiri, beban hidup, dan gaya-gaya luar
seperti tekanan angin dan gempa termasuk stabilitas lereng apabila
didirikan di lokasi yang berlereng. Untuk daerah yang jenis
tanahnya berpasir atau lereng dengan kemiringan di atas 15° jenis
pondasinya disesuaikan dengan bentuk massa bangunan gedung
untuk menghindari terjadinya likuifaksi (liquifaction) pada saat
terjadi gempa;
Pondasi bangunan gedung disesuaikan dengan kondisi
tanah/lahan, beban yang dipikul, dan klasifikasi bangunannya.
Untuk bangunan yang dibangun di atas tanah/lahan yang
kondisinya memerlukan penyelesaian pondasi secara khusus, maka
kekurangan biayanya dapat diajukan secara khusus di luar biaya
standar sebagai biaya pekerjaan pondasi non-standar;
Untuk pondasi bangunan bertingkat lebih dari 3 lantai atau
pada lokasi dengan kondisi khusus maka perhitungan pondasi harus
didukung dengan penyelidikan kondisi tanah/lahan secara teliti.
b. Struktur Lantai
Bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Struktur lantai kayu

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 13


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

• Dalam hal digunakan lantai papan setebal 2 cm, maka jarak


antara balok-balok anak tidak boleh lebih dari 60 cm, ukuran
balok minimum 6/12 cm;
• Balok-balok lantai yang masuk ke dalam pasangan dinding
harus dilapis bahan pengawet terlebih dahulu;
• Bahan-bahan dan tegangan serta lendutan maksimum yang
digunakan harus sesuai dengan ketentuan SNI yang
dipersyaratkan.
2) Struktur lantai beton
• Lantai beton yang diletakkan langsung di atas tanah, harus
diberi lapisan pasir di bawahnya dengan tebal sekurang-
kurangnya 5 cm, dan lantai kerja dari beton tumbuk setebal 5
cm;
• Bagi pelat-pelat lantai beton bertulang yang mempunyai
ketebalan lebih dari 10 cm dan pada daerah balok (¼ bentang
pelat) harus digunakan tulangan rangkap, kecuali ditentukan
lain berdasarkan hasil perhitungan struktur;
• Bahan-bahan dan tegangan serta lendutan maksimum yang
digunakan harus sesuai dengan ketentuan SNI yang
dipersyaratkan.
3) Struktur lantai baja
• Tebal pelat baja harus diperhitungkan, sehingga bila ada
lendutan masih dalam batas kenyamanan;
• Sambungan-sambungannya harus rapat betul dan bagian yang
tertutup harus dilapis dengan bahan pelapis untuk mencegah
timbulnya korosi;
• Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai
dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.
c. Struktur Kolom

1) Struktur kolom kayu


• Dimensi kolom bebas diambil minimum 20 cm x 20 cm;

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 14


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

• Mutu Bahan dan kekuatan yang digunakan harus sesuai


dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.
2) Struktur kolom praktis dan balok pasangan bata:
• Besi tulangan kolom praktis pasangan minimum 4 buah Ø 8
mm dengan jarak sengkang maksimum 20cm;
• Adukan pasangan bata yang digunakan sekurang-kurangnya
harus mempunyai kekuatan yang sama dengan adukan 1PC :
3 PS;
• Mutu bahan dan kekuatan yang digunakan harus sesuai
dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.
3) Struktur kolom beton bertulang:
• Kolom beton bertulang yang dicor di tempat harus
mempunyai tebal minimum 15 cm diberi tulangan minimum
4 buah Ø 12 mm dengan jarak sengkang maksimum 15 cm;
• Selimut beton bertulang minimum setebal 2,5 cm;
• Mutu bahan dan kekuatan yang digunakan harus
• Sesuai dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.
4) Struktur kolom baja:
• Kolom baja harus mempunyai kelangsingan (λ) maksimum
150;
• Kolom baja yang dibuat dari profil tunggal maupun tersusun
harus mempunyai minimum 2 sumbu simetris;
• Sambungan antara kolom baja pada bangunan bertingkat
tidak boleh dilakukan pada tempat pertemuan antara balok
dengan kolom, dan harus mempunyai kekuatan minimum
sama dengan kolom;
• Sambungan kolom baja yang menggunakan las harus
menggunakan las listrik, sedangkan yang menggunakan baut
harus menggunakan baut mutu tinggi;
• Penggunaan profil baja tipis yang dibentuk dingin, harus
berdasarkan perhitungan-perhitungan yang memenuhi syarat
kekuatan, kekakuan, dan stabilitas yang cukup;

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 15


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

• Mutu bahan dan kekuatan yang digunakan harus sesuai


dengan ketentuan dalam SNI yang dipersyaratkan.
5) Struktur Dinding Geser
• Dinding geser harus direncanakan untuk secara bersama-
sama dengan struktur secara keseluruhan agar mampu
memikul beban yang diperhitungkan terhadap pengaruh-
pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin
bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan
tetap maupun muatan beban sementara yang timbul akibat
gempa dan angin;
• Dinding geser mempunyai ketebalan sesuai dengan ketentuan
dalam SNI.
d. Struktur Atap

1) Umum

• Konstruksi atap harus didasarkan atas perhitungan


perhitungan yang dilakukan secara keilmuan/keahlian teknis
yang sesuai;
• Kemiringan atap harus disesuaikan dengan bahan penutup
atap yang akan digunakan, sehingga tidak akan
mengakibatkan kebocoran;
• Bidang atap harus merupakan bidang yang rata, kecuali

dikehendaki bentuk-bentuk khusus.

2) Struktur Rangka Atap Kayu

• Ukuran kayu yang digunakan harus sesuai dengan ukuran


yang dinormalisir;
• Rangka atap kayu harus dilapis bahan anti rayap;
• Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai
dengan ketentuan SNI yang diper-syaratkan.
3) Struktur rangka atap beton bertulang Mutu bahan dan
kekuatan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan SNI
yang dipersyaratkan.

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 16


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

4) Struktur rangka atap baja


• Sambungan yang digunakan pada rangka atap baja baik
berupa baut, paku keling, atau las listrik memenuhi ketentuan
pada Pedoman Perencanaan Bangunan Baja untuk Gedung;
• Rangka atap baja harus dilapis dengan pelapis anti korosi;
• Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai
dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan;
• Untuk bangunan yang telah ada komponen fabrikasi, struktur
rangka atapnya dapat menggunakan komponen prefabrikasi
yang telah ada.
• Persyaratan struktur bangunan sebagaimana butir 3 huruf a

s.d. d di atas secara lebih rinci mengikuti ketentuan yang

diatur dalam SNI yang dipersyaratkan.

e. Struktur Beton Pracetak

1) Komponen beton pracetak untuk struktur bangunan gedung


dapat berupa komponen pelat, balok, kolom dan/atau panel
dinding;
2) Perencanaan komponen struktur beton pracetak dan
sambungannya harus mempertimbangkan semua kondisi
pembebanan dan “kekangan” deformasi mulai dari saat
pabrikasi awal, hingga selesainya pelaksanaan struktur,
termasuk pembongkaran cetakan, penyimpanan,
pengangkutan, dan pemasangan;
3) Gaya-gaya antar komponen-komponen struktur dapat
disalurkan menggunakan sambungan grouting, kunci geser,
sambungan mekanis, sambungan baja tulangan, pelapisan
dengan beton bertulang cor setempat, atau kombinasi;
4) Sistem struktur beton pracetak boleh digunakan bila dapat
ditunjukan dengan pengujian dan analisis bahwa sistem yang
diusulkan akan mempunyai kekuatan dan “ketegaran” yang

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 17


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

minimal sama dengan yang dimiliki oleh struktur beton


monolit yang setara;
5) Komponen dan sistem lantai beton pracetak
• Sistem lantai pracetak harus direncanakan agar mampu
menghubungkan komponen struktur hingga terbentuk sistem
penahan beban lateral diafragma dan komponen-komponen
struktur yang ditopang lateral harus mempunyai kekuatan
tarik nominal minimal 45 KN/m;
• Komponen pelat lantai yang direncanakan komposit dengan
beton cor setempat harus memiliki tebal minimum 50 mm;
• Komponen pelat lantai yang direncanakan tidak komposit
dengan beton cor setempat harus memiliki tebal minimum 65
mm;
6) Komponen kolom pracetak harus memiliki kuat tarik nominal
tidak kurang dari 1,5 luas penampang kotor (Ag dalam KN);
7) Komponen panel dinding pracetak harus mempunyai
minimum dua tulangan pengikat per panel dengan memiliki
kuat tarik nominal tidak kurang dari 45 KN per tulangan
pengikat;
a. Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai

dengan ketentuan SNI yang dipersyaratkan.

2.4 STUDI LITERATUR


2.4.1 Persyaratan Lokasi Puskesmas
a. Geografis
Puskesmas tidak didirikan di lokasi berbahaya, yaitu :
• Tidak di tepi lereng
• Tidak dekat kaki gunung yang rawan terhadap tanah longsor
• Tidak dekat anak sungai, sungai atau badan air yang dapat
mengikis pondasi
• Tidak di atas atau dekat dengan jalur patahan aktif
• Tidak di daerah rawan tsunami;
• Tidak di daerah rawan banjir;

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 18


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

• Tidak dalam zona topan;


• Tidak di daerah rawan badai, dan lain-lain.
b. Aksesibilitas Untuk Jalur Transportasi
Puskesmas didirikan di lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat
dan dapat diakses dengan mudah menggunakan transportasi umum.
Tersedia jalur untuk pejalan kaki dan jalurjalur yang aksesibel untuk
penyandang disabilitas.
c. Kontur Tanah
Kontur tanah mempunyai pengaruh penting pada perencanaan struktur,
dan harus dipilih sebelum perencanaan awal dapat dimulai. Selain itu
kontur tanah juga berpengaruh terhadap perencanaan sistem drainase,
kondisi jalan terhadap tapak bangunan dan lain-lain.
d. Fasilitas Parkir
Perancangan dan perencanaan prasarana parkir cukup penting karena
prasarana parkir kendaraan akan menyita banyak lahan. Kapasitas
parkir harus memadai, menyesuaikan dengan kondisi lokasi, sosial dan
ekonomi daerah setempat.
e. Fasilitas Keamanan
Perancangan dan perencanaan prasarana keamanan sangat penting
untuk mendukung pencegahan dan penanggulangan keamanan minimal
menggunakan Pagar.
f. Ketersediaan Utilitas Publiik
Puskesmas sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
membutuhkan air bersih, pembuangan air kotor/limbah, listrik, dan
jalur telepon. Pemerintah daerah harus mengupayakan utilitas tersebut
selalu tersedia untuk kebutuhan pelayanan dengan mempertimbangkan
berbagai sumber daya yang ada pada daerahnya.
g. Pengelolaan Kesehatan Lingkungan
Puskesmas harus menyediakan fasilitas khusus untuk pengelolaan
kesehatan lingkungan antara lain air bersih, pengelolaan limbah B3
seperti limbah padat dan cair yang bersifat infeksius dan non infeksius
serta pemantauan limbah gas/udara dari emisi incinerator dan genset.

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 19


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

h. Kondisi Lainnya
Puskesmas tidak didirikan di area sekitar Saluran Udara Tegangan
Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).
2.4.2 Persyaratan Bangunan Puskesmas
A. Arsitektur Bangunan
1. Tata Ruang Bangunan
• Rancangan tata ruang/bangunan agar memperhatikan fungsi
sebagai fasilitas pelayanan kesehatan.
• Bangunan harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan lokasi
yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten/Kota dan/Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL) yang bersangkutan.
• Tata ruang Puskesmas mengikuti Peraturan Tata Ruang Daerah:
1) Ditetapkan nilai Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal
untuk Puskesmas adalah 60%.
2) Ditetapkan nilai Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimal
untuk Puskesmas adalah 1,8.
3) Ditetapkan nilai Koefisien Daerah Hijau (KDH) minimal untuk
Puskesmas adalah 15%.
4) Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Garis Sempadan Pagar
(GSP).
2. Desain
• Tata letak ruang pelayanan pada bangunan Puskesmas harus diatur
dengan memperhatikan zona Puskesmas sebagai bangunan fasilitas
pelayanan kesehatan.
• Tata letak ruangan diatur dan dikelompokkan dengan
memperhatikan zona infeksius dan non infeksius.
• Zona berdasarkan privasi kegiatan:
1) area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung dengan
lingkungan luar Puskesmas, misalnya ruang pendaftaran.
2) area semi publik, yaitu area yang tidak berhubungan langsung
dengan lingkungan luar Puskesmas, umumnya merupakan area

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 20


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

yang menerima beban kerja dari area publik, misalnya


laboratorium, ruang rapat/diskusi.
3) area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung
Puskesmas, misalnya ruang sterilisasi, ruang rawat inap.
• Zona berdasarkan pelayanan:
Tata letak ruang diatur dengan memperhatikan kemudahan
pencapaian antar ruang yang saling memiliki hubungan fungsi,
misalnya:
1) Ruang rawat inap pasien letaknya mudah terjangkau dari ruang
jaga petugas.
2) Perawatan pasca persalinan antara ibu dengan bayi dilakukan
dengan sistem rawat gabung.
• Pencahayaan dan penghawaan yang nyaman dan aman untuk
semua bagian bangunan.
• Harus disediakan fasilitas pendingin untuk penyimpanan obat-
obatan khusus dan vaksin dengan suplai listrik yang tidak boleh
terputus.
• Lebar koridor disarankan 2,40 m dengan tinggi langitlangit
minimal 2,80 m. Koridor sebaiknya lurus. Apabila terdapat
perbedaan ketinggian permukaan pijakan, maka dapat
menggunakan ram dengan kemiringannya tidak melebihi 7°.

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 21


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

Gambar 2.1 Contoh Model Puskesmas Non Rawat Inap


Sumber : Internet

Gambar 2.2 Contoh Model Puskesmas Rawat Inap


Sumber : Internet

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 22


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

B. Ruang
Jumlah dan jenis ruang di Puskesmas ditentukan melalui analisis
kebutuhan ruang berdasarkan pelayanan yang diselenggarakan dan
ketersediaan sumber daya. Tabel dibawah ini menunjukkan program
ruang minimal pada puskesmas, sebagai berikut :
1. Puskesmas Non Rawat Inap
Tabel 2.1 program ruang minimal pada puskesmas non rawat inap

No. Nama Ruang Keterangan

Ruang Kantor
1 Ruangan Administrasi Kantor
2 Ruangan Kepala Puskesmas
Dapat digunakan untuk
kegiatan lain dalam
3 Ruangan Rapat mendukung pelayanan
kesehatan (ruang
multifungsi).
Ruang Pelayanan
Ruangan pendaftaran dan rekam
4
medik
5 Ruangan tunggu
6 Ruangan pemeriksaan umum
Ruang tindakan juga
7 Ruangan tindakan digunakan untuk pelayanan
gawat darurat.
8 Ruangan KIA, KB dan imunisasi
9 Ruangan kesehatan gigi dan mulut
10 Ruangan ASI
Dapat dipergunakan untuk
11 Ruangan promosi kesehatan
konsultasi dan konseling.
‐ Sesuai dengan Standar
Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas.
‐ Ruang penerimaan resep
dapat digabungkan dengan
12 Ruang farmasi
ruang penyerahan obat
dan dirancang agar tenaga
kefarmasian dapat
bertatap muka dengan
pasien.
13 Ruangan persalinan

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 23


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

14 Ruangan rawat pasca persalinan Hanya 1 tempat tidur


Sesuai dengan Standar
15 Laboratorium Pelayanan Laboratorium di
Puskesmas.
16 Ruangan sterilisasi
Dapat memiliki fungsi hanya
Ruangan Penyelenggaraan
17 sebagai tempat penyajian
Makanan
makanan.
Dikondisikan untuk dapat
Kamar mandi/WC pasien (laki-
18 digunakan oleh penyandang
laki dan perempuan terpisah)
disabilitas.
Dikondisikan untuk dapat
19 KM/WC untuk persalinan digunakan oleh penyandang
disabilitas
Dikondisikan untuk dapat
20 KM/WC petugas digunakan oleh penyandang
disabilitas
21 Gudang umum
Pendukung
Merupakan rumah jabatan
tenaga kesehatan dan
22 Rumah dinas tenaga kesehatan
berjumlah paling sedikit 2
(dua) unit.
Parkir kendaraan roda 2 dan 4
23 serta garasi untuk ambulans dan
Puskesmas keliling
Sumber : Internet
2. Puskesmas Rawat Inap
Tabel 2.1 program ruang minimal pada puskesmas rawat inap

No. Nama Ruang Keterangan

Ruang Kantor
1 Ruangan Administrasi Kantor
2 Ruangan Kepala Puskesmas
Dapat digunakan untuk
kegiatan lain dalam
3 Ruangan Rapat mendukung pelayanan
kesehatan (ruang
multifungsi).
Ruang Pelayanan
Ruangan pendaftaran dan rekam
4
medik
5 Ruangan tunggu

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 24


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

6 Ruangan pemeriksaan umum


7 Ruang Gawat Darurat
Ruang Kesehatan Anak &
8
Imnunisasi
9 Ruang Kesehatan Ibu & KB
10 Ruangan kesehatan gigi dan mulut
11 Ruangan ASI
Dapat dipergunakan untuk
12 Ruangan promosi kesehatan
konsultasi dan konseling.
‐ Sesuai dengan Standar
Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas.
‐ Ruang penerimaan resep
dapat digabungkan dengan
13 Ruang farmasi
ruang penyerahan obat
dan dirancang agar tenaga
kefarmasian dapat
bertatap muka dengan
pasien.
14 Ruangan persalinan
15 Ruangan rawat pasca persalinan Hanya 1 tempat tidur
16 Ruang Tindakan
17 Ruang Rawat Inap
Kamar Mandi / WC Pasien (Laki-
18
laki dan Perempuan Terpisah)
Sesuai dengan Standar
19 Laboratorium Pelayanan Laboratorium di
Puskesmas.
20 Ruang Cuci Linen
21 Ruangan sterilisasi
Dapat memiliki fungsi hanya
Ruangan Penyelenggaraan
22 sebagai tempat penyajian
Makanan
makanan.
Dikondisikan untuk dapat
Kamar mandi/WC untuk Petugas
23 digunakan oleh penyandang
Rawat Inap
disabilitas.
Dikondisikan untuk dapat
24 KM/WC petugas digunakan oleh penyandang
disabilitas
25 Ruangan Jaga Petugas
26 Gudang umum
Pendukung
27 Rumah dinas tenaga kesehatan Merupakan rumah jabatan
tenaga kesehatan dan

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 25


[LAPORAN KKP 2, UNIVERSITAS KALTARA] 2019

berjumlah paling sedikit 2


(dua) unit.
Parkir kendaraan roda 2 dan 4
28 serta garasi untuk ambulans dan
Puskesmas keliling

C.

2.4.3

2.5

KKP II, KAMELIA-201511010-FK-TEKNIK ARSITEKTUR Page 26

Anda mungkin juga menyukai