Anda di halaman 1dari 12

BAB 3

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Perkembangan Arsitektur Sunda

Arsitektur sunda merupakan sebuha langgam bangunan yang menjadi identitas Suku
Sunda. Suku Sunda dapat ditemui di Jawa Barat dan Sebagian wilayah Jawa Tengah.
Wilayah tersebut dikenal dengan istilah Tatar Sunda yang dibagi menjadi dataran tinggi dan
dataran rendah.

Kata ‘Sunda’ yang berarti segala sesuatu yang mengandung kebaikan membuat Tatar
Sunda disebut Parahyangan atau tempat tinggal pada dewa. Wujud tempat tinggal para dewa
direpresentasikan dengan kekayaan goegrafis yang ada di Tatar Sunda. Kekayaan geografis
Tatar Sunda mempengaruhi budaya urang Sunda. Budaya tersebut menciptakan karakter
urang Sunda yaitu cageur (sehat), bageur/bener (baik/benar), singer (mawas diri), dan pinter
(cerdas).

B. Arsitektur Tradisional Sunda

Arsitektur tradisional dibangun berdasarkan kaidah-kaidah tradisi yang dianut


masyarakat setempat. Arsitektur tradisional juga merupakan suatu bentukan dari unsur
kebudayaan yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan pertumbuhan suatu suku
bangsa sehingga dijadikan sebagai suatu identitas suku bangsa tersebut.

Menurut (Herwindo,2016) aspek-aspek penting yang ada di dalam bangunan hunian


tradisional yakni dengan adanya penggunaan :

1. Wujud ornamental

Wujud ornamental yang berupa pola ragam hias sulur-suluran, bentuk binatang,
moulding berupa padma, ragam hias geometrik persegi, bentuk persegi dan kurva untuk
pintu dan jendela. Ornamen pada rumah tradisional Sunda atau pada daerah Jawa Barat
biasanya memiliki beberapa motif yang digunakan. Motif-motif tersebut berupa motif floral,
fauna, alam, maupun kaligrafi-kaligrafi.
a) Ragam hias Flora dan Fauna

b) Ragam hias alam

Sumber: (Sahril et al., 2019)


2. Wujud pembagian tiga,

Wujud pembagian atap ini dimaksudakan pada pembagian tiga buah bagian
bangunan. Tiga buah bagian tersebut diantaranya adalah yang menunjukkan elemen kaki,
badan, dan atap. Struktur dan kontruksi rumah panggung Masayarakt Sunda terlihat ringan
dan sederhana,karena bahan-bahan yang dipakai seluruhnya berasal dari alam sekitar dan
dibuat sendiri. Masyarakat Sunda memiliki sistem kosmologi mengenai alam semesta. Di
dalam sistem tersebut terdapat pembagian tiga jenis dunia, yakni:

1) Buana nyungcung atau ambu luhur, artinya dunia atas sebagai tempat tinggal
Sanghyang, para dewa, batara, atau leluhur yang sangat disucikan.
2) Buana panca tengah atau ambu tengah, adalah dunia tengah sebagai tempat
tinggal manusia atau makhluk ciptaan Sanghyang;
3) Buana larang atau ambu handap, artinya dunia bawah sebagai tempat kembalinya
manusia ke asalnya yaitu tanah (kematian) (Nuryanto, 2014).

Susunan rumah tradisional terdiri dari tiga bagian yaitu:

Sumber: (Sahril et al., 2019)

- Kepala (hulu), sebagai posisi yang agung, mulia, tinggi dan terhormat. Dalam struktur
bangunan, kepala merupakan atap bangunan. Bentuk umum atap rumah tradisional
Sunda adalah bentuk pelana dan jure/ suhunan. Menurut Info Budaya (2018) bagian
kepala disusun berdasarkan dua komponen, yaitu kuda-kuda dan langit-langit. Kuda-
kuda berbentuk segitiga terbuat dari material kayu dan bambu.
- Badan (awak), Badan merupakan bagian tengah yang bermakna keseimbangan (area
netral) dan kehidupan. Di dalam bagian tengah ini digunakan sebagai tempat tinggal
manusia dan pusat dunia. Struktur pangadeg merupakan kerangka rumah yang
disusun berdasarkan dua komponen: dinding dan lantai. Struktur dinding disusun
berdasarkan tiga komponen utama: tihang pangadeg/tihang adeg, pananggeuy dan
tihang nu ngabagi. Dinding terbuat dari bilik bambu yang dianyam dengan sistem
kepang, dan dinding papan dengan sistem susun sirih. Konstruksi pananggeuy dan
tihang adeg menggunakan teknik sambungan pupurus (penlubang) dan bibir miring
berkait diperkuat dengan paku, pasak dan tali, demikian juga pada sunduk awi.

a. Struktur Dinding Bambu dan susun sirih

Sumber: (Sahril et al., 2019)

- Kaki (suku), Kaki sebagai posisi paling bawah (tanah). Posisi tersebut sebagai tempat
tinggal makhluk-makhluk gaib, roh-roh jahat yang mengganggu manusia. Tanah
merupakan simbol kematian. Oleh karena itu lantai dibuat tidak menempel langsung
dengan tanah. Lantai ditinggikan dengan menggunakan umpak.

Sumber: (Sahril et al., 2019)

Secara umum, Masyarakat Sunda mengenal tiga jenis umpak, yaitu: bentuk utuh
(buleud), yaitu batu alam yang diambil dari sungai bekas letusan gunung pada masa lampau,
merupakan batu tanpa pengerjaan lebih lanjut dan biasa dipakai untuk alas kaki golodog.
Bentuk lesung (lisung), yaitu batu berbentuk balok yang berdiri tegak dengan permukaan
pada sisi alas lebih kecil daripada permukaan sisi bawah, banyak dipakai pada rumah dan
leuit. Bentuk kubus (balok), yaitu batu berbentuk kubus ditegakkan dengan sisi-sisi atas dan
bawah sama besar.

3. Wujud atap, Wujud atap ini menunjukkan adanya proporsi yang dominan. Proporsi ini
bersifat dominan dibandingkan dengan elemen lain seperti bagian badan dan kaki.
Biasanya bentuk atap ini dibagi menjadi dua bentuk yakni bentuk atap pelana dan perisai.
Meskipun demikian, banyak bentuk atap lain yang ada di rumah Tradisional di
Indonesia. Bentuk kaki bangunan biasanya dapat berupa bentuk panggung, ataupun
bagian pondasi yang diperlihatkan. Terdapat beberapa tipologi rumah tradisional Sunda
dengan berbagai bentuk atapnya, yakni sebagai berikut:

- Suhunan Jolopong

Suhunan jolopong (suhunan panjang) memiliki arti tergolek lurus. Bentuk jolopong ini
memiliki dua bidang atap saja. Kedua bidang atap dipisahkan dengan jalur suhunan di tengah
bangunan rumah. Bentuk atap suhunan jolopong ini merupakan bentuk dasar atap rumah adat
Sunda. Hampir di seluruh rumah adat Sunda di perkampungan Jawa Barat Menggunakan
bentuk ini.

Sumber: (Sahril et al., 2019)

- Suhunan Julang Ngapak

Atap julang ngapak memiliki bentuk yang melebar di kedua sisi bidang atapnya.
Dilihat dari arah muka rumahnya, bentuk atap menyerupai sayap burung julang (nama sejenis
burung) yang merentangkan sayapnya. Bentuk atap julang ngapak memiliki empat buah
bidang atap. Dua bidang pertama merupakan bidang-bidang yang menurun dari arah haris
suhunan, dua bidang lainnya sebagai kelanjutan dari bidang tersebut dengan bentuk sudut
tumpul pada garis pertemuannya. Bidang atap lanjutan atau disebut sebagai leang-leang lebih
landai dibanding bidang utama

Sumber: (Sahril et al., 2019)

- Suhunan Buka Palayu

Buka palayu merupakan istilah yang memiliki arti “menghadap ke bagian panjangnya”.
Selain itu, nama palayu juga sebagai letak pintu muka dari rumah yang menghadap ke arah
salah satu sisi dari bidang atapnya. pada umumnya menggunakan bentuk atap parahu
tengkureb (parahu kumureb) dan atap suhunan jolopong.

Sumber: (Sahril et al., 2019)

Atap buka Palayu bentuk suhunan jolopong dan parahu kumureb.

- Suhunan Buka Pongpok

Bentuk atap ini sama saja dengan bentuk atap buka palayu. Perbedaannya hanya pada
letak pintunya saja. Pada bentuk atap ini, letak pintu berada pada sisi atap yang nampak
bentuk segitiganya, bukan pada bidang atap yang menjalar keluar.
Sumber: (Sahril et al., 2019)

Atap buka Pongpok

- Suhunan Perahu Kumerep

Sumber: (Sahril et al., 2019)

Bentuk atap ini memiliki empat bidang atap. Sepasang atap yang berseberangan
memiliki luas bidang yang sama. Letak kedua bidang atap lainnya berbentuk segitiga sama
kaki dengan kedua titik ujung suhunan sebagai titik puncak segitiga itu.

- Badak Heuay

Sumber: (Sahril et al., 2019)

Bentuk atap badak heuay ini menyerupai bentuk badak dengan mulut yang menganga.
Bentuk atap badak heuay ini sangat mirip dengan bentuk atap tagog anjing. Perbedaannya
pada bidang atap yang belakang. Bidang atap yang belakang ini dilebihkan sedikit hingga
melewati bidang atap yang ada di depannya. Bidang atap yang melewati ini dinamakan
rambu.

- Tago Anjing / Tagog Anjing

Bentuk tagog anjing ini adalah bentuk atap yang menyerupai sikap anjing yang
sedang duduk. Bentuk atap ini bidang pertamanya lebih lebar disbanding dengan bidang atap
lainnya yang keduanya merupakan penutuo ruangan. Umumnya sisi bawahnya tidak disangga
dengan tiang. Bidang atap yang sempit ini berfungsi sebagai penutup cahaya maupun air
hujan agar tidak silau dan tampias air. Ruangan berada pada atap belakangnya. Bentuk ini
mendapat pengaruh dari kebudayaan Jawa (Matarm).

Sumber: (Sahril et al., 2019)

C. Material,Elemen dominan, dan Ragam Hias.

Hunian tradisional Sunda menggunakan material yang sumbernya didapatkan dari


kekayaan alam di tatar Sunda. Bambu dan kayu menjadi salah satu kekayaan alam tatar
Sunda yang digunakan sebagai bahan untuk membangun hunian tradisional Sunda. Kayu
digunakan sebagai kolom, balok, rangka pintu serta jendela, dan bambu biasanya digunakan
sebagai lantai dan dinding dalam bentuk anyaman. Sedangkan pada bagian atap hunian
biasanya menggunakan daun nipah, ijuk, alang-alang, atau genteng tanah liat.

Hunian tradisional Sunda erat pula kaitannya dengan elemen-elemen alam sekitar
yang berada di tatar Sunda. Elemen yang berpengaruh misalnya flora dan fauna, diwujudkan
dengan adanya motif ukiran tanaman rambat, bunga dan buah-buahan, serta ukiran kepala
harimau yang dikenal sebagai identitas kerajaan Siliwangi yang menjadi sejarah di tatar
Sunda. Selain flora dan fauna, elemen dominan lainnya adalah air. Air dianggap sebagai
sumber kehidupan bagi masyarakat karena kondisi tatar Sunda dikelilingi pegunungan
yang memiliki sumber mata air di dalamnya.
D. Tata Ruang dan Orientasi Arah Hadap Bangunan

Masyarakat sunda memiliki budaya bersosialisasi atau ngaring (berkumpul). Budaya


tersebut membentuk tata rusang sevara makro yang terdiri dari tiga pola dasar tata ruang
dalam Kawasan perkempungan Sunday aitu linera,terpusat, dan radial.

a) Linear

Pola linear bersifat fleksibel karena mengikuti kondisi topografi yang telah
ada, mislanya mengikuti alur sungai,alur garis pantai, atau jalan raya.

Pola perkampunan linear

Sumber: (Anwar&Nugraha,2013)

b) Terpusat

Pola terpusat biasanya terdapat sebuha ruang komunal sebagai pusat dari Kawasan
yang dapat berupa alun-alun, balong (kolam), dan lapangan.
Pola perkampungan terpusat

Sumber: (Anwar&Nugraha,2013)

c) Radial

Pola radial adalah penggabungan pola linear dengan terpusat dimana massa
bangunan menyebar namun memiliki satu sumbu sebagai titik tengah yang biasanya
terdapat ruang komunal.

Pola perkampungan Radial

Sumber: (Anwar&Nugraha,2013)

Tata ruang hunian Sunda secara mikro juga dipengaruhi oleh faktor budaya.
Dalam kebudayaan masyarakat sunda terdapat pemisahan ruang antara laki-laki dan
perempuan. Ruang-ruang tersebut terdiri dari:

a. Ruang depan atau teras

Teras atau disebut tepas/emper dalam masyarakat sunda digunakan sebagai


tempat menerima tamu laki-laki. Pada ruang ini tidak terdapat perabot dan hanya
diberi atas tikar. Ruang untuk kegiatan laki-laki diletakkan paling depan sebagai
simpbol bahwa laki-laki bertugas untuk melindungi.

b. Ruang Tengah

Ruang tengah adalah pembatas sekaligus ruang bertemunya antara laki -laki
dengan perempuan. Ruang tengah terbagi lagi menjadi dua ruangan tidur dengan satu
ruang komunal yang biasanya digunakan sebagai tempat berlangsungnya acara
keluarga atau syukuran.

c. Ruang Belakang

Ruang belakang berisi dapur atau pawon dan Gudang atau gaah. Dalam
ruangan ini seluruh kegiatan dilakukan oleh perempuan. Biasanya jika seorang
perempuan bertamu akan langsung dijamu di ruang belakang dan bukan di ruang
depan.

(
a) (b) (c)

Tata ruang menurut Adat Istiadat Masyarakat Sunda. Gambar (a)&(b) tata
ruang konvensional, gambar (c) merupakan perkembangan Denah pada Era yang
lebih Maju.

Sumber: (Anwar&Nugraha,2013)
Daftar Pustaka

Iii, B. A. B. (2005). Bab iii tinjauan pustaka 3.1. Perencanaan Perbaikan Sungai Tulang
Bawang Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung, 7, 13–54.

Herwindo, R. P (2016). Dialog Pengembangan Potensi Bentuk dan Ruang Pada Arsitektur
Tradisional Indonesia dengan Konteks Masa Kini dan Mendatang. Prosising Seminar
Nasional Jelajah Arsitektur Nusantara, 1-12.

Nuryanto, Ahdiat, D. (2014). Kajian Hubungan Makna Kosmologi Rumah Tinggal Antara
Arsitektur Tradisional Masyarakat Sunda dengan Arsitektur Tradisional Masyarakat Bali.
Seminar Nasional Arsitektur Hijau, Bali.

Info Budaya. (2018). Teknologi Di Balik Arsitektur Rumah Sunda.


http://www.infobudaya.net/2018/12/teknologi-di-balik-arsitektur-rumah-sunda/ (diakses pada
09 April 2022 pukul 10.00 WIB)

Sahril, M., Saputra, A., & Satwikasari, A. F. (2019). Kajian Arsitektur Tradisional Sunda
Pada Desain Resort. PURWARUPA Jurnal Arsitektur, 3(4), 65–74.
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/purwarupa/article/view/3991

Anda mungkin juga menyukai