Anda di halaman 1dari 4

Mustahik Maliki – Muhamad Pathurrozi

Fiki Rahmana - Isnarani Apryani – Verra Selviana

KONEKSI ANTAR MATERI

Perjalanan pendidikan nasional sebelum dan sesudah kemerdekaan menjadi


dasar pengembangan sistem pendidikan saat ini. Pendidikan sebelum kemerdekaan
banyak dipengaruhi oleh negara penjajah seperti portugal, belanda, dan jepang. Saat itu,
pendidikan hanya diberikan kepada masyarakat yang akan dipekerjakan di
pemerintahan. Setelah itu, beberapa bupati menginisiasi untuk mendirikan sekolah
kabupaten untuk mendidik calon pegawai. Lahirlah sekolah bumi putera yang
Mustahik Maliki – Muhamad Pathurrozi
Fiki Rahmana - Isnarani Apryani – Verra Selviana

mengajarkan masyarakat membaca, menulis dan berhitung secukupnya. Banyak tokoh


masyarakat yang mulai menyadari pentingnya pendidikan untuk lepas dari belenggu
penjajahan. Oleh karena itu, lahirlah organisasi Budi Utomo, dan Perguruan Taman Siswa
yang menjadi gerbang emas pendidikan nasional. Setelah meraih kemerdekaan,
masyarakat Indonesia lebih mudah mendapatkan pendidikan karena saat itu sudah
banyak didirikan sekolah. Sejak merdeka, pendidikan Indonesia sering mengalami
perubahan sistem kurikulum, hingga saat ini pendidikan nasional menerapkan kurikulum
merdeka. Pembelajaran saat ini biasa disebut dengan pembelajaran abad 21 yang
mengintegrasikan kemampuan literasi, kecakapan pengetahuan, keterampilan dan sikap,
serta penguasaan terhadap teknologi.

Salah satu tokoh yang pemikirannya banyak mempengaruhi sistem pendidikan


nasional adalah Ki Hajar Dewantara. Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan diartikan
sebagai tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak, dimana guru menuntun segala kodrat
yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Pendidikan hanya dapat menuntun tumbuh dan hidupnya kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan
tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Pendidikan dan pengajaran merupakan usaha
persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup
bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya.

Ki Hajar Dewantara memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia


indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk
mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan tumbuhnya nilai-nilai
kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan. Berdasarkan pemikiran KHD
menunjukkan peran guru dalam menuntun dan menumbuh kembangkan anak sesuai
kodrat alam dan kodrat zamannya. Artinya, cara belajar dan interaksi peserta didik abad
21 akan berbeda dengan peserta didik sebelumnya. Oleh karena itu, guru memiliki peran
penting dalam mewujudkan peserta didik yang memiliki profil pelajar Pancasila.
Mustahik Maliki – Muhamad Pathurrozi
Fiki Rahmana - Isnarani Apryani – Verra Selviana

Pancasila bukan hanya sebagai dasar negara, jika menggali nilai-nilai luhur yang
sudah dihidupi masyarakat di kepulauan nusantara, pancasila dijadikan sebagai identitas
manusia Indonesia. Bangsa Indonesia memiliki keragaman baik dari suku, agama, ras dan
sebagainya. Oleh karena itu, Pancasila sebagai dasar pendidikan nasional dijadikan
wadah untuk melestarikan keragaman, membantu masyarakat untuk menghargai
keragaman, dan melawan segala bentuk perbuatan yang mengganggu kesatuan bangsa.
Tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, bahwa
pendidikan diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”.
Berdasarkan pedoman tersebut, maka profil pelajar pancasila dijadikan pedoman oleh
guru untuk mewujudkan pembelajaran yang dapat memfasilitasi seluruh kebutuhan
peserta didik.

Dalam merancang kegiatan pembelajaran, guru harus memperhatikan kebutuhan


peserta didik agar dapat berkembang sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya.
Guru harus menunjukkan sikap yang sesuai dengan sosio-kultural peserta didik dengan
harapan guru dapat mewujudkan profil pelajar Pancasila. Guru harus mampu
mencontohkan budaya baik yang sesuai dengan sosio-kultural peserta didik untuk dapat
menunjukkan identitas manusia indonesia yang tercermin dalam profil pelajar pancasila.
Guru tidak hanya memberikan perhatian kepada peserta didik yang memiliki prestasi di
bidang akademik, namun seluruh peserta didik berhak mendapatkan perhatian yang
sama dengan mendapatkan fasilitas sesuai kebutuhan masing-masing. Guru harus
mampu memberikan perlakuan yang tepat sesuai dengan sosio-kultural masing-masing
peserta didik. Kegiatan pembelajaran yang direncanakan harus mampu mengembangkan
moralitas dan mengarahkan kodrat yang telah dimiliki anak. Oleh karena itu, profil
pelajar pancasila diwujudkan melalui proyek penguatan profil pelajar pancasila (P5).
Pembelajaran diselenggarakan dengan terintegrasi pada teknologi sesuai dengan
kebutuhan peserta didik di abad 21. Selain itu, pentingnya budaya positif di sekolah
Mustahik Maliki – Muhamad Pathurrozi
Fiki Rahmana - Isnarani Apryani – Verra Selviana

untuk menanamkan moralitas yang baik dalam diri anak. Meskipun pendidikan di
Indonesia telah berkembang mengikuti perubahan zaman, namun pendidikan nasional
harus tetap berpedoman pada Pancasila sebagai landasan dan memperhatikan identitas
manusia dalam pendidikan. Oleh karena itu, setiap guru perlu menanamkan nilai-nilai
dan pola pikir sebagai penuntun atau pamong seperti pemikiran KHD.

Anda mungkin juga menyukai