Arti Persahabatan
Suasana pagi cerah di SMPN Pelita Harapan Jakarta mengiringi sebuah kisah keempat
sekawan dengan karakter yang berbeda-beda. Namun perbedaan tersebut tidak
menjadikan mereka berempat berselisih, tetapi menjadikan mereka mascot dalam
persahabatan yang sejati. KARA, MIMI, IGO, dan AFIKA, itulah nama mereka. Mereka selalu
kompak dan tampak ceria setiap hari. Jadi tidak heran jika mereka memiliki ribuan teman.
Ke epat sekawan tersebut berbincang-bincang sambil berjalan di koridor sekolah.
IGO : “Hey sob, sebentar lagi kita UAN nich, pastinya waktu untuk kumpul-
kumpul kita akan tersita buat belajar. Gimana nich?”
MIMI : “Iya bener juga Zha, jadwal kita bakalan jungkir balik gara-gara persiapan
UAN. Jadwal shopping, ke salon, creambath, manypadhy, dan pastinya
jadwal kencan bareng bakalan ancur. Aduch, bisa-bisa rambut aku rontok
nich.”
KARA : “Gak segitunya kalik, tergantung kita juga. Jika kita rajin menabung ilmu,
maka kita tidak akan sibuk belajar.”
MIMI : “Ah kamu ini Cha, mentang-mentang anak pintar jadinya sok ceramah.
Huh nyebelin.”
IGO : “Sudah-sudah jangan berdebat, apa yang di omongin KARA itu ada
benarnya juga. Coba dech kalian bayangin, jika kita rajin belajar kita tidak
perlu sibuk-sibuk mikirin UAN, itung-itung siap senjata dulu sebelum
perang. Enjoy aja lagi, bener gak?”
MIMI : “Iya-iya Bu guru. Belum masuk kelas aja sudah dapat ceramah dari Ibu
KARA dan Ibu IGO, capek dech.”
AFIKA : “Ha…ha…ha…MIMI MIMI dari dulu penyakit marah kamu gak sembuh-
sembuh yach.”
IGO : KARA ini sukanya kok ngledekin aku terus. Kalau ngefans sama aku
bilang aja dech.”
Bel masuk kelas berbunyi, merekapun masuk kelas untuk mengikuti pelajaran. Waktu
cepat berlalu, tak terasa sudah saatnya pulang sekolah.
MIMI : “Guys, mau ke mana nich? Kalian mau langsung pulang atau mau
shopping dulu?”
AFIKA : “Maybe, I go home now because I’m tired. Seharian ulangan terus.”
KARA : “Iya sama. Aku juga mau langsung pulang banyak tugas yang harus di
kerjakan plus jadwal les aku yang numpuk banget. Maklumlah, aku itukan
orang sibuk.”
(Seraya tertawa)
IGO : “Aduch, jadi anak kelas tiga capek banget ya. Dikit-dikit tugas, dikit-dikit
ulangan pusing.”
Hari demi hari berganti, namun ada keganjilan dari sikap KARA, sehingga terjadi
perselisihan di antara mereka.
MIMI : “Cha, akhir-akhir ini kamu kok sibuk banget yach? Sampai-sampai
sahabat sendiri di lupain.”
KARA : “Sorry dech. Akhir-akhir ini aku sibuk ngerjain tugas, les, and belajar buat
persiapan UAN nanti.”
KARA : “Emh, beneran kok. Masak sich kalian nggak percaya sama sahabat
sendiri.”
MIMI : “Bukan gitu, akhir-akhir ini kita liat kamu pulang lebih awal, kalau kita
ajak kumpul-kumpul, kamu ada aja alasan inilah, itulah, HP kamu juga
tidak pernah aktif.”
KARA : “Nggak ada apa-apa kok guys. Sudah jangan di bahas. Nggak ada topik lain
yach?”
(Mulai menitikan air mata)
KARA : “Aku nggak kenapa-kenapa kok guys. Kenapa sich kalian nggak percaya?”
AFIKA : “Ugh tau wes. Kamu sudah nggak nganggep kita sahabat lagi.”
Ternyata KARA ada masalah dengan orang tuanya, dan masalah itu membuat KARA tidak
semangat untuk belajar. Saat pulang sekolah IGO, MIMI, dan AFIKA berkumpul di rumah
AFIKA.
MIMI : “Guys aku kasian nich sama KARA, dia les uterus.”
IGO : “Sudahlah nggak usah berantem terus. Tau nggak, kalian itu seperti
kucing dan tikus, rebut melulu.”
IGO : “Gimana kalau kita tanya ke orang tuanya KARA aja? Jadi kita tau apa
yang sebenarnya terjadi antara KARA dengan orang tuanya.”
Akhirnya mereka bertiga datang ke rumah KARA, dan kebetulan pada saat mereka ke
rumah KARA, dia sedang les. Setelah mereka dipersilahkan masuk, mereka berbincang-
bincang dengan Ibu KARA. Mereka bertiga menanyakan apa yang terjadi antara KARA
dengan orang tuanya. Setelah bercerita panjang lebar, dan mereka telah mengetahui apa
penyebabnya, mereka mohon undur diri kepada Ibu KARA.
Keesokan harinya MIMI, IGO, dan AFIKA menghampiri KARA yang sedang duduk
termenung di dalam kelas.
AFIKA : “Woi.”
IGO : “Kok kamu jadi nyalahin kita Cha? Kamu sich pagi-pagi sudah
ngelamun, kena setan sekolah baru tau rasa kamu.”
AFIKA : “Cha, kita sudah tau kenapa akhir-akhir ini sikap kamu jadi aneh.”
KARA : “Kalian ini ada-ada aja, aku biasa aja kalian malah bilang aku
berubah segala. Emang apa yang berubah? Aku tetap KARA yang
dulu.”
KARA : “Emang kalian tau apa tentang masalah aku ini? Kalian itu nggak
tau apa-apa!”
AFIKA : “Iya kita tau dong. Kemarin kita bertiga sengaja ke rumah kamu
buat tanya masalah ini ke ibu kamu, dan ibu kamu cerita
semuanya ke kita.”
KARA : “Napa sich kalian ngelakuin hal ini? Lagian kalian bisa langsung
tanya sama aku.”
AFIKA : “Kita ngelakuin hal ini karena kita kasian liat kamu kayak gini
Cha?”
IGO : “Kita sudah tanya sama kamu tentang hal ini, tapi kamu cuma
bilang ada masalah sama orang tua kamu. Kamu nggak jelasin apa
masalah yang sebenarnya. Ya udah kita cari tau aja sendiri.”
MIMI : “Terus kita tanya ke ibu kamu dan kita tau kamu kayak gini
karena HP sama fasilitas yang kamu punya di tarik sama ibu
kamu kan?”
KARA : “Iya, HP sama fasilitas yang ada buat aku ditarik sama orang tua
aku. Karena itu aku nggak semangat belajar, lagian tanpa itu
semua rasanya hampa. Untung I-pod aku nggak ikut di sandra.”
MIMI : “Aduch, please dech Cha, tinggal pinjemin aja apa susahnya sich?”
KARA : “Iya ini aku pinjemin, tapi jangan sampai rusak ya?”
MIMI : “Gitu dong, dri tadi napa? Masak pakai ceramah dulu?”
KARA : “Anak ini udah di pinjemin masih aja nyebelin, dasar Miss Lebay.”
IGO : “Kalian ini kok malah rebut soal I-pod sich? Kalian nggak inget
kita seKARAng lagi bahas tentang apa?”
AFIKA : “Menurut aku sikap orang tua kamu ada benarnya juga Cha. Jadi,
kamu nggak perlu jadi pendiam kayak gini. Bawa Enjoy aja Cha.”
KARA : “Emang bener. Tapi, tanpa semua itu aku jadi tambah malas
belajar karena bosen nggak ada hiburan. Aku sudah cukup
tertekan harus belajar terus menerus. Orang tua aku nggak peduli
sama aku lagi, mereka selalu nuntut ini, itu tapi mereka nggak
mikir gimana perasaanku. Merek hanya tau keinginan mereka
harus terpenuhi, tanpa berfikir kemampuan aku. Mereka egois!”
(Sambil menangis)
IGO : “Sudah hapus aia mata kamu. Lebih baik seKARAng kita cari jalan
keluarnya.”
MIMI : “Aha, aku punya ide, aku punya ide, ide ini bagus, ide ini untuk
kita.”
MIMI : “Emh, bagaimana kalau kita batasi pemakaian fasilitas yang ada.
Selama inikan setiap hari, setiap jam, setiap menit and setiap
detik kita selalu tergantung sama fasilitas yang ada.”
KARA : “Bener juga kamu Ra. Aku jadi sadar, kalau kita selalu tergantung
sama fasilitas yang kita punya, kita bakalan jadi anak manja dan
selalu tergantung sama apa yang ada. Emang susah buat kita
merubah kebiasaan yang sudah mengakar di dalam diri kita. Tapi,
apa kalian bisa ninggalin itu semua? Biar aku aja yang
menjalankan ini semua. Aku punya sahabat seperti kalian juga
sudah cukup buat aku. tapi aku masih butuh paling tidak HP sich.”
AFIKA : “Aku bisa kok. Ra, inikan ide kamu, kok malah kamu yang jadi
ragu sich?”
MIMI : “Uh, tadi aku nggak usul enak yach. Tapi, aku bisa kok. Demi
sahabat aku tersayang. Tapi sesekali nggak apakan?”
AFIKA : “Ya nggak apalah. Namanya juga masih proses. Tpi jangan terlalu
sering yach?”
IGO : “Intinya kita setuju sama usul MIMI tadi. Lagian selayaknya
sahabat sejati itu selalu ada buat sahabatnya yang lagi butuh
bantuan. Kamu sedih, kita juga ikut sedih Cha. Karena kita merasa
ada yang hilang. Kita juga ngerasa nggak enak kalau kita having
fun, tapi kamunya malah sedih, susah, campur aduk dech. Lagian
kita juga harus konsentrasi sama UAN. Bener nggak?”
(Sambil berpelukan)