Anda di halaman 1dari 13

ARTIKEL

PRINSIP-PRINSIP DASAR PEMERINTAHAN DALAM ISLAM DALAM PIAGAM


MADINAH

Muhammad Arief Fadillah


182621546
Ryzka Srikandi
182621555

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Fiqih Siyasah

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM


JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
BENGKALIS
T.A. 2022/ 2023

PRINSIP-PRINSIP DASAR PEMERINTAHAN DALAM ISLAM DALAM PIAGAM


MADINAH
Muhammad Arief Fadillah
Ryzka Srikandi
Jurusan Hukum, Prodi ,Hukum Keluarga Islam,
Sekolah Tinggi Agama Islam Negri (STAIN) Bengkalis
E-Mail: Stain.bengkalis@gmail.com

Abstrak
prinsip-prinsip pemerintahan dalam Piagam Madinah, beserta perbandingan di antara
keduanya. Dalam mengupas masalah tersebut, metode analisa deskriptif komparatif. Yaitu
memaparkan prinsip-prinsip pemerintahan dalam Piagam Madinah dan UUD 1945 kemudian
mengomparasikan. Berdasarkan analisa, Piagam Madinah mengandung prinsip-prinsip
pengakuan dan perlindungan HAM, persamaan di depan hukum, legalitas, demokrasi, dan
Peradilan yang tidak memihak. Sementara dalam islam mengandung prinsip-prinsip
pengakuan dan perlindungan HAM, persamaan di depan hukum, legalitas, Pembagian
Kekuasaan, demokrasi, dan Peradilan yang tidak memihak.
KATA KUNCI :prinsip-prinsip,piagam Madinah, metode Analisa.

PENDAHULU
Nabi Muhammad SAW adalah nabi dan rasul akhir zaman yang diutus oleh Allah
SWT utuk meluruskan kesesatan dan kejahiliyahan. Beliau menjalani masa kerasulannya
selama 22 tahun 2 bulan dan 22 hari1 pada dua kota, Mekah dan Madinah. Selama di Mekah,
Nabi SAW mendapatkan tantangan yang besar dan berat dari Kafir Quraisy, sehingga
akhirnya Nabi SAW pun hijrah ke Madinah. Berbeda halnya dengan Mekah, keberadaan
Nabi Muhammad SAW di Madinah adalah kehendak dari penduduk Madinah. Sehingga
kedatangan dan keberadaan Nabi SAW di Madinah mendapat sambutan positif. Masyarakat
Madinah berharap bahwa keberadaan Nabi dapat membawa kerukunan dan ketentaraman,
setelah sebelumnya dalam keadaan yang berpecah belah dan bertikai antara satu suku dengan
suku yang lainnya, antara yahudi dan nasrani. Keberadaan Nabi Saw di Madinah, menurut
ahli politik Islam, tidak sekedar sebagai seorang Nabi semata, tetapi juga sebagai Kepala
Negara Madinah yang baru saja terbentuk dengan adanya pengakuan (bai’at) dari penduduk
Madinah. Selaku kepala Negara, untuk menciptakan kerukunan dan ketenteraman bangsa dan
Negara, maka Nabi SAW menerbitkan Piagam Madinah yang harus dipatuhi. Terwujudnya
piagam Madinah merupakan bukti sifat kenegarawanan Muhammad SAW. Sebab, Piagam
Madinah telah mengakomodir kepentingan orang Yahudi, Nasrani dan suku-suku yang ada di
Madinah. Sehingga, melalui Piagam Madinah terwujudlah persatuan dan kesatuan serta
persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar, juga antara suku-suku dan agama yang
berkembang di Madinah. Dengan demikian, kerukunan yang berhasil diwujudkan oleh Nabi
Muhammad SAW, melalui Piagam Madinah, adalah kerukunan antar agama, keerukunan
intern beragama, kerukunan antara umat beragama dengan Negara, dan kerukunan antar suku
yang ada di Madinah

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


1. Piagam Madinah
Piagam Madinah ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad
SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku
suku dan kaum kaum penting di Yatsrib (kemudian bernama Madinah) pada tahun
622 M. Dokumen tersebut disusun sejelas jelasnya dengan tujuan utama untuk
menghentikan pertentangan sengit antara Bani Aus dan Bani Khazraj di Madinah.
Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak hak dan kewajiban kewajiban
bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas komunitas lain di Madinah,
sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa
Arab disebut ummah.
Piagam Madinah merupakan dokumen perjanjian yang diusulkan oleh
Rasulullah SAW kepada kaum Yahudi dan kelopok lainnya di wilayah Madinah.
Secara umum isi Piagam Madinah terdiri dari 5 bahasan yang ditujukan untuk
menyelesaikan konflik sosial di Madinah demi terwujudnya kehidupan yang damai
dan toleran. Piagam Madinah dicetuskan oleh Rasulullah, SAW pada tahun pertama
beliau melakukan hijrah ke Madinah (saat itu bernama Yastrib), atau tepatnya pada
tahun 662 masehi.
Adapun tujuan dari dibentuknya isi Piagam Madinah tersebut ialah untuk
menyepakati perdamaian antara kaum Muslimin dan Yahudi sekaligus membuat
perundang-undangan tertulis yang mengatur segala aspek kehidupan di Madinah.
kesepakatan antara kaum Muslimin dan kaum Yahudi tersebut dikenal pula sebagai
konstitusi atau hukum tertulis pertama yang ada dalam sejarah perjalanan manusia.
Pada dasarnya isi Piagam Madinah disepakati untuk mencapai perdamaian di wilayah
Madinah dimana setiap individu dan kelompok memiliki kesetaraan hak dan
kewajiban sebagai manusia.
isi Piagam Madinah kemudian dikenal juga sebagai puncak dari ajaran
toleransi dalam Islam agar setiap kelompok yang hidup di Madinah bisa saling
menghargai perbedaan yang ada dan dapat hidup dengan damai dalam perbedaan
tersebut. Secara umum terdapat 5 poin penting dalam isi Piagam Madinah sebagai
perjanjian antara kaum muslimin dengan penduduk Madinah lainnya. Adapun
diantaranya ialah:
1) Kesetaraan umat di Madinah, tanpa memandang latar belakang agama ataupun
ras
2) Kebebasan beragama bagi penduduk Madinah
3) Perdamaian, dimana setiap penduduk wajib menciptakan keamanan nasional
dan menentang orang-orang zalim yang berbuat kerusakan
4) Toleransi dan pluralisme demi menguatkan kesatuan dan persatuan penduduk
Madinah
5) Setiap penduduk membayar diat dan membebaskan tawanan.

Bila diamati setiap butir dari Piagam Madinah tersebut, terdapat beberapa bentuk kerukunan
yang ingin diwujudkan dalam Negara Madinah yang telah dideklarasikan oleh Nabi SAW
tersebut.
Berikut ini beberapa fungsi dari Piagam Madinah yang perlu kamu ketahui:
1. Kerukunan antarumat Islam
Berdasarkan pasal-pasal yang terdapat dalam Piagam Madinah, terdapat beberapa
pilar penting yang diajarkan Nabi SAW dalam membina kerukunan antara sesama
umat Islam, yaitu:
1. Mengikat persaudaraan antara sesama umat Islam yang terdiri dari kaum
kalangan Quraisy dan Yatsrib.
2. Tidak dibenarkan seorang muslim membunuh atau menzhalimi muslim
lainnya hanya dikarenakan membela kepentingan orang kafir.
3. Seorang muslim hendaknya melindungi yang lemah di antara mereka.

2. Kerukunan antarsuku
Madinah merupakan suatu wilayah yang sangat majemuk, terdiri dari banyak
qabilah/bani/suku. Sehingga, dalam naskah Piagam Madinah banyak ditemukan pasal-
pasal yang mencantumkan nama-nama qabilah/bani/suku yang ada di Madinah.
Guna menjaga kerukunan antar suku yang ada, maka bagian upaya yang dituangkan
dalam bentuk Piagam Madinah tersebut adalah pengakuan terhadap keyakinan
(aqidah) yang dipercayai oleh setiap qabilah/bani/suku yang ada.

3. Kerukunan antarumat beragama


Melalui Piagam Madinah, Nabi SAW menjalin persahabatan dan kerukunan antara
umat Islam dengan Yahudi dan Nasrani. Begitu harmonisnya kerukunan antar umat
beragama ketika itu, pada awal keberadaan Nabi SAW di Madinah, ia memiliki
seorang sekretaris dari golongan Yahudi.
Nabi membutuhkan tenaganya karena ia menguasai bahasa Ibrani dan Suryani.
Namun setelah Yahudi Bani Nadhir diusir dari Madinah akibat pengkhianatan
mereka, barulah Nabi mengangkat Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris beliau.
4. Kerukunan antarumat beragama dan negara
Kemajemukan yang ada di kota Madinah dijadikan sebagai suatu kekuatan bagi
kemajuan Negara Madinah. Untuk menjaga kerukunan, keharmonisan dan persatuan
antara umat beragama dengan Negara, Piagam Madinah menjadi dasar pijakannya.
Selain itu, dalam Piagam Madinah juga terdapat kalimat-kalimat yang mengandung
makna dan mengarah kepada kerukunan, kesatuan dan persatuan

Piagam Madinah atau yang biasa dikenal dengan Perjanjian Madinah merupakan kesepakatan
damai sekaligus draf perundang-undangan yang mengatur kemajemukan komunitas dan
berbagai sektor kehidupan Madinah.
Piagam ini memuat berbagai urusan, seperti politik, sosial, hukum, ekonomi, hak asasi
manusia, kesetaraan, kebebasan beragama, pertahanan, keamanan, dan perdamaian.
Perjanjian Madinah ini bisa disebut juga sebagai kesepakatan damai karena seluruh
perwakilan kelompok di Madinah turut menandatangani perjanjian itu, termasuk kelompok
Yahudi bani Qainuqa, bani Nadhir, dan bani Quraizhah. Melaui piagam inilah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam memperkenalkan sistem kehidupan yang harmonis dan damai
bagi masyarakat Madinah yang majemuk dan plural. Dalam Piagam Madinah, Rasulullah
meletakkan dasar kehidupan yang kuat bagi pembentukan tatanan masyarakat yang baru,
yaitu masyarakat madani yang rukun dan damai. Masyarakat itu setidaknya berasal dari 3
kelompok yang berbeda, yakni muslim dari kalangan Muhajirin dan Anshar sebagai
kelompok mayoritas, non-muslim dari suku Aus dan Khazraj yang belum masuk Islam
sebagai kelompok minoritas, dan kelompok Yahudi. Piagam madinah di anggap sebagai titik
tolak pembentukan negara yang demokratis. Hal ini karena Piagam Madinah dibentuk
berdasarkan kesepakatan seluruh kelompok masyarakat, seperti kelompok agama, suku, dan
komunitas yang ada. Konsensus atau kesepakatan yang tertuang dalam Piagam Madinah
berdasarkan asas keadilan untuk semua bangsa, baik Muslim, Yahudi, Nasrani, kabilah, dan
suku-suku yang hidup di Madinah.
Hal tersebut dilakukan mengingat saat itu Madinah menjadi salah satu negara yang
memiliki masyarakat majemuk. Terdapat berbagai agama, suku, komunitas, dan budaya
masyarakat yang berbeda-beda.
Adapun faktor penyusunan Piagam Madinah ialah:
1. Faktor universal, yaitu mengokohkan kemuliaan kemanusiaan (karomah insaniyyah).
2. Faktor-faktor lokal, yaitu kemajemukan, kecenderungan bertanah air, dan semangat
toleransi keagamaan dan kemanusiaan.
Itulah beberapa garis besar isi Piagam Madinah yang berfokus untuk menciptakan
kehidupan yang toleran, damai dan saling bersatu padu antara penduduk Madinah.
Semoga informasi singkat tadi dapat bermanfaat untuk menambah wawasan kita
terhadap sejarah kebudayaan Islam.
2. Piagam Madinah dengan empat prinsip saja:
a) Seluruh kaum Muslim, dari berbagai golongan adalah satu umat yang
bersatu.
b) Saling menolong dan saling melindungi di antara rakyat yang baru itu
atas dasar keagamaan.
c) Masyarakat dan negara mewajibkan atas setiap rakyat untuk
mempertahankan keamanan dan melindunginya dari serangan musuh.
d) Persamaan dan kebebasan bagi kaum Yahudi dan pemeluk-pemeluk
agama lainnya di dalam urusan dunia bersama kaum muslim.

2. Prinsip-prinsip dasar pemerintahan dalam islam dalam piagam Madinah


Di dalam shahih Bukhari Muslim, Abu Daud dan Ahmad ibn Hanbal, Piagam
Madinah ini dikenal dengan sebutan “shahifah, al-Kitab atau watsiqah”. Pada
perkembangan berikutnya para peneliti mengartikannya dengan perjanjian, undang-
undang, konstitusi atau piagam. Mengenai isi piagam tersebut menurut Suyuthi 1 terdiri
atas 47 pasal, yang secara garis besarnya memuat 6 prinsip yang menjadi dasar
pemerintahan dalam islam:
1) Al-ikhâ’ yang berarti persaudaraan.
Al-ikhâ’ adalah salah satu asas terpenting masyarakat Islam yang diletakkan
oleh Rasulullah Saw. Sebelumnya bangsa Arab menonjolkan identitas dan
loyalitas kesukuannya, setelah masuknya Islam identitas diganti dengan
identitas Islam. Atas dasar inilah Rasulullah Saw. Kemudian
mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar. Rasul mempersaudarakan Abu
Bakar dengan Haritsah bin Zaid, Ja’far bin Abi Thalib dengan Mu’adz bin
Jabal dan lain sebagainya. Ikatan tersebut membuat keluarga-keluarga
Muhajirin dan Ansor dipertalikan dengan persaudaraan berdasarkan agama,
menggantikan persaudaran berdasarkan nasab dan kesukuan.
Menurut maman imanul haq persaudaran biasa di sebut dengan
ukhuwah islamiah. Ukhuwah Islamiah merupakan suatu ikatan akidah yang
dapat menyatukan hati semua umat Islam walaupun tanah tumpah darah
mereka berjauhan, bahasa dan bangsa mereka berbeda, sehingga setiap
individu di umat Islam senantiasa terikat antara satu sama lainnya membentuk
suatu bangunan umat yang kokoh Berikut hadits yang menjelaskan tentang
persaudaraan sesama muslim. Adapun Hadits tentang tata cara bersaudara:
Dari Abu Hurairah rodhiallohu „anhu berkata, Rasulullah sholallahu „alaihi
wa sallam bersabda, “Janganlah kalian saling dengki, jangan saling menipu,
jangan saling membenci, jangan saling membelakangi, dan jangan kalian
membeli suatu barang yang (akan) dibeli orang. Jadilah kamu sekalian hamba-
hamba Alloh yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim
yang lainnya, tidak layak untuk saling menzhalimi, berbohong kepadanya dan
acuh kepadanya. Taqwa itu ada disini (beliau sambil menunjuk dadanya 3
kali). Cukuplah seseorang dikatakan jahat jika ia menghina saudaranya sesama
muslim. Haram bagi seorang muslim dari muslim yang lainnya, darahnya,
hartanya, dan harga dirinya” (HR. Muslim)2
2) Al- Musâwâh yang berarti persamaan.

1
J.Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah Ajaran Sejarah dan Pemikiran, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, hlm. 79
2
Dja’far Amin, HADITS ARBA’IN, Solo: CV RAMADHANI, 1985, Hal.101-102
Manusia adalah sama. Semua manusia merupakan keturunan Nabi Adam As.
yang diciptakan dari tanah. Berdasarkan asas inilah setiap warga masyarakat
memiliki hak kemerdekaan dan kebebasan atau hurriyah. Rasulullah Saw.
sangat memuji para sahabat yang memerdekakan budak-budak dari tangan
orang-orang Quraisy.
didalam hadist prinsip persamaan juga di jelaskan oleh rasullah yang
mendeskripsikan tentang persamaan hukum bagi umat muslim. Nabi
Muhammad dalam hadisnya berfirman: “Dari Aisyah bahwa orang-orang
Quraisy dibuat susah oleh urusan seorang wanita Makhzumiyah yang mancuri.
Mereka berkata: “Siapa yang mau berbicara dengan Rasulullah untuk meminta
keringanan baginya? Mereka berkata, siapa lagi yang berani melakukannya
selain dari Usamah bin Zaid kesayangan Rasulullah? Maka Usamah berbicara
dengan beliau, lalu beliau bersabda, adakah engkau meminta syafa’at dalam
salah satu huku-hukum Allah? Kemudian beliau berdiri dan menyampaikan
pidato seraya bersabda: “Sesungguhnya telah binasa orangorang sebelum
kalian karena jika orang yang terpandang diantara mereka mencuri, mereka
membiarkannya, dan sekiranya yang mencuri itu orang lemah diantara
mereka, maka mereka menegakan hukuman atas dirinya. Demi Allah,
sekiranya 39 Fatimah Binti Muhammad mencuri, niscahya kupotong
tangannya” (H.R Bukhari Muslim).3
Hadis ini mengisyaratkan, keadilan mutlak ditegakan demi
mewujudkan masyarakat Islam yang memiliki persamaan hak dan kewajiban
di hadapan hukum Allah. Tidak ada perbedaan hukum dan diskriminasi antara
si kaya dan si miskin, dan antara bangsawan dan rakyat jelata. Seluruh
manusia sama dihadapan allah, yang membedakan hanyalah kualitas
ketaqwaannya.4
3) Al tasâmuh yang berarti toleransi.
Piagam Madinah memuat asas toleransi. Maksud toleransi di sini adalah
bahwa umat Islam siap dan mampu berdampingan dengan kaum Yahudi.
Mereka mendapat perlindungan dan kebebasan dalam melaksanakan

3
Fuad Thohari, Hadis Ahkam Kajian Hadis-Hadis Hukum Pidana Islam (Hudud, Qishash, dan Ta’zir), (Yogyakarta:
Grup Penerbitan CV Budi Utama, 2018), h. 75
4
Ibid, 77
agamanya masing-masing. Asas ini dipertegas dalam al-Qur’an surat Al
Mumtahanah: 8-9
Allah Ta’ala berfirman,
َ ‫ار ُك ْم َأ ْن تَبَرُّ وهُ ْم َوتُ ْق ِسطُوا ِإلَ ْي ِه ْم ِإ َّن هَّللا‬ ِ ‫اَل يَ ْنهَا ُك ُم هَّللا ُ ع َِن الَّ ِذينَ لَ ْم يُقَاتِلُو ُك ْم فِي الد‬
ِ َ‫ِّين َولَ ْم ي ُْخ ِرجُو ُك ْم ِم ْن ِدي‬
‫ظاهَرُوا َعلَى‬ ِ َ‫) ِإنَّ َما يَ ْنهَا ُك ُم هَّللا ُ َع ِن الَّ ِذينَ قَاتَلُو ُك ْم فِي الدِّي ِن َوَأ ْخ َرجُو ُك ْم ِم ْن ِدي‬8( َ‫ي ُِحبُّ ْال ُم ْق ِس ِطين‬
َ ‫ار ُك ْم َو‬
َ ‫ِإ ْخ َرا ِج ُك ْم َأ ْن ت ََولَّوْ هُ ْم َو َم ْن يَتَ َولَّهُ ْم فَُأولَِئ‬
)9( َ‫ك هُ ُم الظَّالِ ُمون‬
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan
sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan
mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu.
Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim.” (QS. Al Mumtahanah: 8-9)
Ayat ini mengajarkan prinsip toleransi, yaitu hendaklah setiap muslim berbuat
baik pada lainnya selama tidak ada sangkut pautnya dengan hal agama.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah tidak melarang kalian berbuat baik
kepada non muslim yang tidak memerangi kalian seperti berbuat baik kepada
wanita dan orang yang lemah di antara mereka. Hendaklah berbuat baik dan
adil karena Allah menyukai orang yang berbuat adil.” (Tafsir Al Qur’an Al
‘Azhim, 7: 247).
4) Al-Tasyâwur yang berarti musyawarah.
Musyawarah sebenarnya telah diisyaratkan Al-Qur’an dalam surat Ali Imran
ayat 159. Meskipun Rasulullah Saw. Memiliki status yang tinggi dan
terhormat dalam masyarakat, beliau sering meminta pendapat para sahabat
dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan urusan
dunia dan sosial budaya. Pendapat para sahabat tersebut kerap kali beliau ikuti
jika dianggap benar.
Tentang prinsip musyawarah, Al-Qur’an mengajarkan, “Maka
disebabkan rahmat dari Allahlah, engkau bersikap lemah lembut terhadap
mereka. Seandainya engkau bersikap kasar dan berhati keras, niscaya mereka
akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan (tertentu). Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad,
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakal kepada-Nya.” (QS Ali ‘Imran [3]: 156)
Menurut Prof Quraish Shihab, ayat ini dari segi redaksional ditujukan kepada
Nabi Muhammad agar memusyawarahkan persoalan-persoalan tertentu
dengan sahabat atau anggota masyarakatnya. Tetapi ayat ini juga merupakan
petunjuk kepada setiap Muslim, khususnya kepada setiap pemimpin, agar
bermusyawarah dengan anggota-anggotanya.
Bermusyawarah Dari ayat Surat Ali Imran di atas bisa digarisbawahi
tentang lemah lembut, bersikap kasar dan berhati keras serta saling
memaafkan. Hal itu merupakan poin-poin penting dalam bermusyawarah,
termasuk dalam memilih pemimpin dalam proses pemilihan umum seperti di
Indonesia. Hendaknya sikap lemah lembut, tidak kasar dan tidak keras hati
serta saling memaafkan menjadi fondasi kokoh dalam mempererat tali
persaudaraan warga sebangsa dan setanah air.
5) Al-Ta’âwun yang berarti tolong menolong.
Tolong menolong dalam ajaran Islam antara sesama Muslim telah dibuktikan
dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Isi dalam
Piagam Madinah adalah bukti kuat bahwa tolong-menolong dalam ajaran
agama Islam tidak memandang siapa pun yang akan ditolong, dan dalam Surat
Al-Maidah ayat 2, Allah SWT berfirman:

۟ ُ‫وا َعلَى ٱ ْث ِم َو ْٱل ُع ْد ٰ َون ۚ َوٱتَّق‬


ِ ‫وا ٱهَّلل َ ۖ ِإ َّن ٱهَّلل َ َش ِدي ُ†د ْٱل ِعقَا‬
 ‫ب‬ ۟ ُ‫وا َعلَى ْٱلب ِّر َوٱلتَّ ْق َو ٰى ۖ َواَل تَ َعا َون‬
۟ ُ‫َوتَ َعا َون‬
ِ ‫ِإْل‬ ِ
”Dan tolong-menolong lah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan
janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwa lah kamu kepada Allah, sesungguhnya siksa Allah sangat berat."
perintah tolong-menolong dalam agama ini kerap direpresentasikan dalam aksi
kepedulian. Tak sedikit misalnya, di Indonesia, hadirnya lembaga-lembaga
filantropi juga diusung oleh semangat kepedulian dan sikap tolong-menolong
yang tinggi.
Budaya gotong-royong dan turut serta mengulurkan bantuan dalam Islam
diterapkan di banyak lini. Tak terkecuali dalam unsur aspek ekonomi syariah.
Di mana kepedulian dalam perkara perekonomian juga ditonjolkan dengan
berhati-hati dalam mengambil langkah ekonomi agar tak merugikan atau
menzhalimi ekosistem dan masyarakatnya.
6) Al-Adâlah yang berarti keadilan.
Al-Adâlah berkaitan erat dengan hak dan kewajiban setiap individu dalam
kehidupan bermasyarakat yang sesuai dengan posisi masing-masing. Keadilan
pada hakikatnya adalah  memperlakukan seseorang atau orang lain sesuai
haknya atas kewajiban yang telah di lakukan.Tentang keadilan Allah SWT
berfirman dalam QS Al-Maidah ayat 8:

ُ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ُكوْ نُوْ ا قَوَّا ِم ْينَ هّٰلِل ِ ُشهَد َۤا َء بِ ْالقِ ْس ِۖط َواَل يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم َشن َٰانُ قَوْ ٍم ع َٰلٓى اَاَّل تَ ْع ِدلُوْ ا ۗاِ ْع ِدلُوْ ۗا ه َُو اَ ْق َرب‬
َ‫لِلتَّ ْق ٰو ۖى َواتَّقُوا هّٰللا َ ۗاِ َّن هّٰللا َ َخبِ ْي ۢ ٌر بِ َما تَ ْع َملُوْ ن‬
Artinya ; “hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil.
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Jika   keadilan   disandingkan   dengan supremasi hukum, maka keduanya
ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Keadilan akan terwujud jika
didukung dengan tegaknya supremasi hukum. Begitu pula, keadilan akan
terpuruk jika supremasi hukum tidak ditegakkan. Islam mengajarkan agar 
keadilan  dapat  diejawantahkan  dalam  setiap  waktu  dan  kesempatan.
Tegaknya keadilan akan melahirkan konsekwensi logis berupa terciptanya
sebuah tatanan masyarakat yang harmonis.
Sampai di sini, kita bisa menyimpulkan bahwa prinsip-prinsip demokrasi tersimpul dalam
ajaran-ajaran Islam yang ditetapkan Nabi Muhammad Saw. Dalam menjalankan roda
pemerintahan di Madinah sebagai pusat pemerintahan Islam. Ada dua prinsip yang menjadi
urat nadi demokrasi yang diterapkan di Madinah, dan juga diterapkan hampir di semua
negara demokrasi, yakni prinsip musyawarah atau syûrâ dan ulil amri atau perwakilan, yang
sekarang lebih dikenal dengan istilah parlementarisme.
KESIMPULAN
Piagam Madinah ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW,
yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku suku dan kaum
kaum penting di Yatsrib (kemudian bernama Madinah) pada tahun 622 M. Dokumen tersebut
disusun sejelas jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit antara
Bani Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah
hak hak dan kewajiban kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas
komunitas lain di Madinah, sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas,
yang dalam bahasa Arab disebut ummah.
Piagam Madinah yang terdiri dari 47 pasal dan dibuat pada masa klasik yaitu abad ke
VII menjadi piagam tertua di dunia, namun tetap dapat memenuhi sebagai konstitusi modern
karena di dalamnya memuat prinsip-prinsip, seperti: 1) prinsip-prinsip persaudaraan 2)
prinsip keadilan, 3) prinsip persamaan , 4) prinsip tolong menolong, 5) prinsip musyawaroh,
6) prinsip toleransi.
Yang dapat kita eplementasikan di kehidupan sehari-hari.
REFERENSI

Al-Thabari, Ibnu Jarir (1991), Tarikh Al-Thabari, (Beirut-Lebanon: Dar al-Kutub Ilmiyyah,
cet ke-3.

https://islami.co/konsep-persaudaraanumat-manusia-dalam-islam/ Shihab, M. Quraisy, 2007.

Sayuti Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah (Ditinjau dari


Pandangan Al-Qur'an), Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan, Jakarta, 1996.
Abidin, Zainal Ahmad, Piagam Madinah Konstitusi Tertulis Pertama di Dunia,
( Jakarta:Pustaka Al Kautsar, 2014).
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi: Jilid 28. Cetakan II.
Semarang: CV. Toha Putra

Anda mungkin juga menyukai