Anda di halaman 1dari 12

Prestasi dan Wanprestasi

TUGAS INDIVIDU MINGGU KE-5


MATA KULIAH ASPEK HUKUM DALAM BISNIS

Oleh :
SEPTIANA DWI ASTUTI
041711233051

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
Pada saat kontrak telah dirancang dan disepakati oleh para pihak, maka tiba saatnya bagi para
pihak tersebut untuk melaksanakan kontrak.

PELAKSANAAN KONTRAK (PRESTASI)


Prestasi adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitor dalam setiap perikatan atau
perjanjian. Bentuk (wujud) dari suatu prestasi pada kontrak sebagaimana Pasal 1234
KUHPerdata adalah: 
1. Memberikan sesuatu. Kontrak yang prestasinya memberikan sesuatu barang/benda
ditegaskan secara normatif dalam Pasal 1237 KUH Perdata. Memberikan sesuatu berarti
berupa penyerahan sesuatu barang atau memberikan sesuatu kenikmatan atas suatu
barang, misalnya dalam jual beli, penjual berkewajiban menyerahkan barangnya atau
orang yang menyewakan berkewajiban memberikan kenikmatan atas barang yang
disewakan.
2. Berbuat sesuatu. Kontrak yang prestasinya berbuat sesuatu ditegaskan secara normatif
dalam Pasal 1241 KUH Perdata. Prestasi dalam bentuk “berbuat sesuatu” adalah setiap
prestasi untuk melakukan sesuatu, misalnya mengosongkan rumah, membongkar tembok,
melukis, dsb.
3. Tidak berbuat sesuatu. Kontrak yang prestasinya tidak berbuat sesuatu ditegaskan
secara normatif dalam Pasal 1242 KUH Perdata. Prestasi dalam bentuk “tidak berbuat
sesuatu” adalah jika debitur berjanji untuk tidak melakukan perbuatan tertentu, misalnya
perjanjian tidak mendirikan bangunan, tidak membuat tembok yang tingginya
mengganggu pemandangan, perjanjian tidak akan menggunakan merk dagang tertentu,
dsb.

Prestasi juga merupakan objek perikatan. Supaya objek perikatan itu dapat dipenuhi oleh debitur,
maka perlu diketahui sifat-sifatnya yaitu :
1. Harus sudah tertentu dan dapat ditentukan. Sifat ini memungkinkan debitur
memenuhi perikatan. Jika prestasi tidak tertentu atau tidak ditentukan mengakibatkan
perikatan batal (nietig).
2. Harus mungkin. Artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar dengan
segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal (nietig).
3. Harus diperbolehkan (halal). Artinya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak
bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Jika prestasi itu tidak halal,
perikatan batal (nietig).
4. Harus ada manfaat bagi kreditur. Artinya kreditur dapat menggunakan, menikmati,
dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan dapat dibatalkan (vernietigbaar).
5. Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi terdiri dari satu
perbuatan dilakukan lebih dari satu, mengakibatkan pembatalan perikatan
(vernietigbaar). Satu kali perbuatan itu maksudnya pemenuhan mengakhiri perikatan,
sedangkan lebih dari satu kali perbuatan maksudnya pemenuhan yang terakhir
mengakhiri perikatan.

INGKAR JANJI (WANPRESTASI)


Pengertian wanprestasi (breach of contract) adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau
kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu
seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. Faktor penyebab wanprestasi ada dua,
yaitu :
1. Karena kesalahan debitur, baik yang disengaja maupun karena kelalaian.
2. Karena keadaan memaksa (force majeure), jadi di luar kemampuan debitur. Debitur tidak
bersalah. Unsur-unsur keadaan memaksa adalah sebagai berikut:
 Terjadi peristiwa yang membinasakan/memusnahkan benda objek perikatan.
 Terjadi peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi.
 Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat
perikatan.
Untuk menentukan bagaimana debitur dikatakan wanprestasi, ada tiga keadaan yaitu :
1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali. Contoh : A dan B telah sepakat untuk
jual-beli motor dengan merek Scoopy dengan harga Rp 13.000.000,00 yang
penyerahannya akan dilaksanakan pada Hari Minggu, Tanggal 25 Oktober 2014 pukul
10.00. Setelah A menunggu lama, ternyata si B tidak datang sama sekali tanpa alasan
yang jelas.
2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru. Contoh : (Konteks contoh
nomor 1). Si B datang tepat waktu, tapi membawa motor merk Mio bukan
merk Scoopy yang telah diperjanjikan sebelumnya.
3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktu atau terlambat. Contoh :
(Konteks contoh nomor 1). Si B datang pada hari itu membawa motorSnoopy, namun
datang pada 26 Oktober 2014.

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI


Akibat hukum atau sanksi hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi ialah sebagai
berikut:
1. Debitur diharuskan membayar ganti rugi yang diderita oleh kreditur (pasal 1243
KUHPerdata)
2. Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat meminta pembatalan perjanjian melalui
pengadilan (pasal 1266 KUHPerdata)
3. Kreditur dapat minta pemenuhan perikatan, atau pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi
dan pembatalan perjanjian dengan ganti rugi (pasal 1267 KUHPerdata)
4. Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkarakan di muka pengadilan negeri dan
debitur dinyatakan bersalah.

Disamping debitur harus menanggung hal tesebut diatas, maka yang dapat dilakukan


oleh kreditur dalam menghadapi debitur yang wanprestasi ada lima kemungkinan, antara lain
sebagai berikut:
1. Dapat menuntut pemenuhan perjanjian, walaupun pelaksanaannya terlambat;
2. Dapat menuntut penggantian kerugian, berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata, ganti rugi
tersebut dapat berupa biaya, rugi atau bunga;
3. Dapat menuntut pemenuhan prestasi disertai penggantian kerugian
4. Dapat menuntut pembatalan atau pemutusan perjanjian; dan
5. Dapat menuntut pembatalan dan penggantian kerugian, ganti rugi itu berupa pembayaran
uang denda.
KASUS 1 : OYO RUGIKAN MITRA DAN PELANGGAN

OYO adalah startup yang bergerak di bisnis jaringan hotel. Perusahaan ini bermarkas di India.
Pada 18 Oktober 2018, OYO resmi beroperasi di Indonesia. Properti-properti di bawah jaringan
OYO akan mengadopsi model manchise (management and franchise), dimana kendali dan
manajemen akan dipegang penuh oleh OYO. Semua properti akan dioperasikan dalam perjanjian
sewa atau mengizinkan pemilik properti menjalankan properti mereka dalam kesepakatan
waralaba.

Pada bulan Maret 2020, muncul sebuah akun instagram dan twitter bernama
@oyobikinrugi yang menyajikan informasi terkait dengan kondisi perusahaan kemitraan hotel
OYO, yang disebut bermasalah. 

Lewat sebuah thread di Twitter yang diunggah Selasa, 11 Agustus 2020, akun
@oyobikinrugi membeberkan kecurangan yang klaimnya dilakukan pihak OYO Indonesia.
Kerugiannya dijelaskan tak hanya dirasakan pelanggan, namun juga mitra. Pembuat thread
meminta bantuan masyarakat agar dapat membagikan (share) thread tersebut agar kasus menjadi
viral dan penjahat bisa ditangkap.

Ia menjabarkan, kasus yang sering dialami pelanggan adalah terpaksa mengajukan


pengembalian dana (refund) karena mereka gagal menginap di akomodasi OYO Indonesia.
"Kebanyakan bukan atas permintaan sendiri, tapi karena alasan seperti properti yang ternyata
sudah tidak bekerja sama dengan OYO," imbuhnya. Beberapa kasus yang sering ditemui korban
saat memesan hotel melalui OYO adalah :

 Hotel yang sudah berhasil dipesan lewat OYO, setelah didatangi ternyata sudah full-
booked. Padahal seharusnya jika sudah berhasil melakukan pemesanan lewat OYO, nama
kita otomatis sudah terdaftar di daftar tamu di sistem milik hotel. Unggahan akun
Instagram @oyobikinrugi_ dilakukan pada 17 Maret 2020. Dalam unggahan ini
diperlihatkan curahatan hati (curhat) seseorang yang telah melakukan pemesanan hotel
melalui aplikasi OYO. Namun, ketika dia sampai di hotel tersebut kamar yang ada
ternyata sudah penuh. "Ada yang ngalamin gini juga gak? Terlantar akibat kamarrnya
overbooked?," tulis admin akun ini dalam unggahannya tersebut.
 Hotel yang ada di aplikasi OYO ternyata belum berdiri (baru dibangun, tetapi sudah
dipasarkan oleh pihak OYO).

Di awal Juni 2020, pihaknya sempat menghimpun jumlah nominal kerugian korban. Dari hanya
44 orang korban, totalnya Rp3.028.202.257.  "Padahal, jumlah korban refund setidaknya ada
300 orang yang kita temukan di Instagram. Nggak kebayang berapa total kerugian yang asli,"
sambung pihaknya. Selain merugikan customer, pihak OYO ternyata juga bermasalah dengan
mitra nya (pihak pemilik properti hotel yang dipasarkan oleh OYO). Beberapa diantaranya
adalah :

 Kasus pengembalian dana oleh pelanggan digadang-gadang adalah buntut dari


dari perselisihan antara OYO dengan mitra pemilik properti. Permasalahan yang
melatarbelakangi antara lain pembayaran ngadat (terhambat), pembayaran pihak
OYO kepada mitra tidak pernah sesuai, kontrak kerja tidak berjalan, hingga
akhirnya mitra meminta putus kerja sama.

 Lebih lanjut, OYO Indonesia dituduh membanting harga kamar di bawah floor


price yang disepakati. Alasan OYO, dengan tarif murah tentu akan menarik pelanggan
untuk menginap di hotel mitra. Menurut Ningsih, eks karyawan OYO Room Indonesia
divisi Business Development, strategi subsidi harga menjadi cara jitu untuk menarik
mitra bergabung. Namun seiring perjalanan waktu, banyak mitra properti yang merasa
sistem subsidi harga lebih banyak merugikan mereka. Jika harga terus menerus diobral,
imbasnya properti menjadi cepat rusak karena owner kesulitan untuk mem-filter tamu.
Kalau harga kamar terlalu murah, siapa saja bisa menginap termasuk remaja. Hal ini bisa
merusak image properti. Sehingga, sistem subsidi harga banyak menimbulkan
kerugian bukan hanya dari sisi financial, tapi juga citra properti.

 Kontrak yang sering berubah dan tidak sesuai. Menurut eks Business Development
OYO (yang sekarang sudah resign), tugasnya adalah membantu pemilik properti yang
ingin membutuhkan bantuan pengelolaan secara profesional agar menjadi lebih maju.
Namun seiring perjalanannya sebagai BD, banyak sekali klausul kontrak dengan mitra
yang seringkali berubah. Kalau klausul awalnya menguntungkan mitra properti, tapi
malah kemudian merugikan. Contoh salah satunya adalah fasilitas amenitas. Sebelumnya
dalam klausul disebutkan bahwa mitra kerja akan mendapatkan fasilitas amenitas seperti
penyediaan air mineral dan dispenser di setiap kamar hotel. Namun dalam perjalanannya,
fasilitas amenitas itu tidak ada. Ini membuat berkurangnya keuntungan owner properti,
karena mereka harus mengeluarkan biaya untuk investasi.

ANALISIS KASUS 1 :

 Dalam kasus yang merugikan pelanggan seperti kamar yang dipesan ternyata sudah full-
booked, atau hotel yang dipesan ternyata belum dibangun / tidak tersedia, menurut kami
dalam kedudukannya sebagai pelaku usaha, OYO memiliki kewajiban seperti diatur
dalam Pasal 7 UU Nomor 8 Tahun 1999 (tentang perlindungan konsumen) dimana pada
ayat b yaitu memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan; dan ayat c yaitu memperlakukan atau melayani konsumen secara benar
dan jujur serta tidak diskriminatif. Berdasarkan hal tersebut, apabila pelaku usaha
melanggar larangan memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan
janji, maka ia dapat dipidana berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU 8 Tahun 1999 yang
menyatakan: bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.

 OYO telah melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kontrak, seperti pembayaran
kepada mitra yang sering terhambat dan tidak sesuai, menetapkan harga di bawah floor
price sehingga bukan malah menguntungkan mitra, tetapi justru merugikan mitra. Dalam
hal ini OYO telah melakukan wanprestasi. Istilah wanprestasi sering disebut juga dengan
breach of contract atau cidera janji. Berdasarkan KUHPerdata, ada empat bentuk
wanprestasi, yakni:

1. Tidak melaksanakan perjanjian atau tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya;
2. Tidak sempurna dalam melaksanakan kewajibannya, artinya pihak tersebut melaksanakan
kewajiban namun tidak sebagaimana dijanjikan;
3. Terlambat dalam melaksanakan kewajibannya; dan
4. Melakukan hal yang dilarang dalam perjanjian.

Dalam hal ini, OYO tidak berlaku sesuai apa yang telah disetujui di dalam kontrak, tidak
sempurna dan terlambat dalam melakukan kewajibannya (pembayaran kepada mitra terhambat).
KASUS 2 : Perjuangan Buruh Kontrak (Kasus pekerja kontrak di PT Framas Indonesia)

Ratusan pegawai PT Framas yang tergabung dalam Aliansi Pembela Buruh Hak Framas-Adidas,
besok (18/3) akan mengelar aksi damai. Aksi itu untuk menuntut keadilan, lantaran 300 pekerja
PT Framas yang berlokasi di Bekasi diputus kontraknya oleh Adidas.

Selama ini, PT Framas adalah sebuah perusahaan subkontraktor Adidas. "Kami


diberhentikan kontrak secara sepihak, tanpa mengikuti aturan hukum ketenagakerjaan yang
berlaku," keluh salah satu pegawai PT Framas-Adidas, Sinta Romaida pada JPNN, Minggu
(17/3).

Dijelaskan Sinta, PT Framas berdalih para pekerja telah melebihi durasi kontrak. Hal itu
dijadikan alasan PT Framas untuk  memperpanjang kontrak kerja dengan melanggar semua hak
para pekerja. Pasalnya, PT Framas melakukan 3 bulan kontrak kerja dan terus memperpanjang
status mereka sebagai pekerja tidak tetap (pekerja kontrak) per 3 bulan, selama lebih dari 3
tahun.

Padahal, kata Sinta, sesuai UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka
perusahaan diizinkan untuk mempekerjakan seorang dengan masa percobaan selama 3 bulan
untuk Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). "Setelah durasi tiga bulan, seorang
pekerja harus diangkat menjadi pekerja tetap. Sedangkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT) yang ada di PT. Framas tidaklah patut disebut sebagai PKWT, karena jenis pekerjaan
yang dilakukan merupakan pekerjaan inti dan dilakukan secara kontinyu setiap harinya," papar
Sinta.

ANALISIS KASUS 2 :

Pada hukum positif ketenagakerjaan dari segi masa berlakunya perjanjian kerja dibagi 2 yaitu
perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).
Implementasi PT Framas dan pekerjanya tidak sesuai dengan ketentuan perjanjian kerja tertentu
(PKWT) yang terdapat dalam UU No 13 Tahun 2003, dan PT Framas juga sudah melanggar
karena sudah memPHK karyawannya secara tidak adil. Ini bertentangan dengan UU No 13
Tahun 2003 Pasal 151 ayat 2 dan pihak PT Framas mengakui bahwa mereka melanggar aturan
mengenai PHK namun pihak PT Framas tidak ada upaya untuk memperbaiki atau menyelesaikan
masalah ini.
KASUS 3 : Pelanggaran Kontrak pembangunan yang terjadi antara PT Hotel Indonesia
Notour dan PT Cipta Karya

Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Arminsyah, mengatakan penyidik telah
menyita sejumlah dokumen dari kantor PT Hotel Indonesia Natour (HIN), Jakarta Pusat. Di
antaranya dokumen kontrak built operate transfer (BOT) antara HIN dengan PT Cipta Karya
Bersama Indonesia dan Grand Indonesia.

“Yang jelas itu ada pembangunan di luar perjanjian. Nah, kemudian dibangun dan dijual,
tapi tidak ada pembayaran ke BUMN atau negara,” kata  Arminsyah di kantornya, Jumat, 19
Februari 2016.

Adapun bangunan di luar kontrak yakni Menara BCA setinggi 56 lantai dan Kempinski
Residence dengan 57 lantai. Selain soal bangunan, ada beberapa hal yang dilakukan di luar
kontrak. Di antaranya kompensasi yang tidak sesuai pendapat, penjaminan hak guna bangunan,
serta masa kontrak yang melebihi 30 tahun. Arminsyah belum dapat menyebutkan kerugian
negaranya.“Nah, ini apakah betul, kami masih menyelidikinya,” ujarnya.

Komisaris PT HIN, Michael Umbas menceritakan kasus ini bermula saat kontrak BOT
antara BUMN PT HIN dengan Cipta Karya Bersama Indonesia dan Grand Indonesia pada 13
Mei 2004. Grand Indonesia diwajibkan membangun empat objek bangunan fisik di atas lahan
milik negara.

Di antaranya hotel bintang lima seluas 42.815 meter persegi, pusat perbelanjaan I seluas
80 ribu meter persegi, pusat perbelanjaan II seluas 90 meter persegi, dan fasilitas parkir seluar
175 ribu meter persegi. “Tapi sampai Maret 2009, ada tambahan bangunan dua gedung yang
tidak tercantum dalam perjanjian,” kata Michael.

Tim penyelidik, kata Arminsyah, akan segera memanggil pihak-pihak yang terkait
dengan kontrak itu. “Mau perusahaan siapa kek, tidak ada urusan. Yang jelas, ada perbedaan
antara kontrak dan pembangunan,” tutur dia.
ANALISIS KASUS 3 :

Apabila terjadi pelanggaran terhadap kontrak, yaitu tidak dipenuhinya isi kontrak, maka


mekanisme penyelesaiannya dapat ditempuh seperti yang diatur dalam isi kontrak karena kontrak
berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Hal ini juga dapat dilihat
pada UUJK pada bab X yang mengatur tentang sanksi dimana pada pasal 43 ayat (1), (2), dan
(3).Secara prinsip isinya sebagai berikut, barang siapa yang merencanakan, melaksanakan
maupun mengawasi pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan
mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi (saat berlangsungnya pekerjaan) atau kegagalan
bangunan (setelah bangunan diserahterimakan), maka akan dikenai sanksi pidana paling lama 5
(lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5 % (lima persen) untuk pelaksanaan
pekerjaan konstruksi dan 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak untuk perencanaan dan
pengawasan, dari pasal ini dapat dilihat penerapan Sanksi pidana tersebut merupakan pilihan dan
merupakan jalan terakhir bilamana terjadi kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan
bangunan karena ada pilihan lain yaitu denda.
DAFTAR PUSTAKA

Al-kaltary_ prestasi, wanprestasi, risiko, keadaan memaksa, dan somasi dalam hukum
perjanjian.html
Hernoko, Agus Yudha, prof. Dr. 2010, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas Dalam Kontrak
Komersial, Kencana, Jakarta
Hs, Salim, S.H.,M.S. 2002,  Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta
Makalah “Hukum Perjanjian” _ audia novrita _D.html
Meliala Djaja S., SH.MH.2008, Perkemabangan hukum perdata tentang benda dan hukum
perikatan, CV nuansa aulia, Bandung
Muhammad, Abdulkadir, S.H. 2010, Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung
Subekti. 1980, Kumpulan Karangan Hukum Perdata, Alumni, Bandung
Subekti. 2002, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta
Widjaja,Gunawan. 2006, Memahami Prinsip Keterbukaan (Aanvullend Recht) Dalam Hukum
Perdata, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai