TESIS
ANGGANETA M HEIPON
NIM. 2015 02 034
TESIS
ANGGANETA M HEIPON
NIM. 2015 02 034
Telah diuji oleh tim penguji ujian akhir dan dinyatakan LULUS
pada tanggal 14 Juni 2017
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Nama Penguji
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini adalah karya saya sendiri, dan
semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan bebas plagiat. Apabila
dikemudian hari ternyata terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai dengan PERMENDIKNAS RI No.17 Tahun 2001 dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang berlaku.
Meterai 6000
Angganeta M Heipon
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Papua, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Angganeta M Heipon
NIM : 2015 02 034
Program Studi : Ilmu Lingkungan
Program Pendidikan : Strata 2
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini kepada
PPs UNIPA untuk berhak menyimpan, mengalih media / formatkan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Manokwari
Pada tanggal :14 Juni 2017
Yang menyatakan,
Meterai 6000
Angganeta M Heipon
RIWAYAT HIDUP
kedua dari enam bersaudara dari ayah bernama Yered Heipon dan ibu Adolina Ayatanoi.
Pendidikan formal diawali pada tahun 1988 di TK Kuncup Harapan Amban dan tamat
belajar tahun 1990. Pada tahun 1990 penulis diterima di SD Negeri 01 Amban Manokwari dan
tamat belajar pada tahun 1997. Pada tahun 1997, penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri
06 Anggori Manokwari dan tamat pada tahun 2000. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan
pendidikan ke SMU Negeri 01 Manokwari dan tamat tahun 2003. Pada tahun 2003, penulis
melanjutkan pendidikan melalui UMPTN masuk Universitas Negeri Papua (UNIPA) Jurusan
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) dan lulus pada tahun 2008.
Penulis mengabdi sebagai staf Honorer (Sebagai Honor lepas) di Dinas Sosial Provinsi Papua
Barat pada tahun 2010 sampai sekarang. Pada tahun 2015 penulis melanjutkan studi pada
ABSTRAK
Burung merupakan salah satu kelompok terbesar vertebrata yang banyak dikenal,
diperkirakan lebih dari 9000 jenis yang tersebar di dunia. Indonesia memiliki tidak kurang dari
1600 jenis, diantaranya terdapat lebih dari 700 jenis burung di Papua. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui keanekaragaman Jenis Burung, mengkaji habitat dan ancaman yang terjadi di
Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM) Kabupaten Manokwari Propinsi Papua
Barat, dan mempelajari dinamika populasi jenis burung berdasarkan penelitian – penelitian yang
pernah dilakukan di TWA Gunung Meja. Penelitian di lakasanakan satu bulan yaitu pada
November 2016 dengan menggunakan metode deskriptif dengan teknik sensus burung metode
Point Count (titik hitung) atau IPA (Indices Ponctuels d’Abondence) menurut Bibby et al.,
(1992) jarak antara titik tidak tetap dan ditentukan secara acak sebanyak 16 (enam belas) titk
pengamatan. Jarak antara titik tidak boleh kurang dari 200 m untuk menghindari perhitungan
ganda.
Hasil pengamatan burung pada ke-16 titik pengamatan ditemukan 28 jenis burung yang
dapat dikelompokkan ke dalam 14 famili. Beberapa diantara jenis burung diambil gambar secara
langsung dan beberapa yang lainnya dengan panduan buku burung karangan Beehler, Pratt dan
Zimmerman (2001) dan rekaman suara burung. Nilai keanekaragaman jenis (H’) burung di
TWAGM berkisar 2,13 – 2,78 tergolong sedang. Dinamika jenis burung di TWAGM adalah
sebanyak 119 jenis burung dari 35 Family sejak pendataan tahun 1957 – 2016.
ABSTRAK
Birds is one of the largest known group of vertebrata. An estimation shows that more
than 9,000 kinds of birds are spread all over the world. Indonesia has 1,600 kinds, which 700 of
them are in Papua.
The object of the research is to find out the diversity of birds kinds, study their habitat and threat
in area of Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM) in Regency of Manokwari, West Papua
Province; and study population dynamics of bird kinds based on researches done in TWAGM.
The research was conducted for 1 (one) month in November 2016, using descriptive method with
technic of bird census in Point Count Method or IPA (Indices Ponctuels d’Abondence) according
to Bibby et al., (1992). Distances between observation points are irregular, with 16 random
observation points.
Distances between each points should not be less than 200 meters to avoid double count.
The result of bird observation on 16 points is the finding of 28 kinds of birds that can be
classified into 14 families. Some of the bird pictures were captured with camera, while some
others were taken from the guidance book of birds by Beehler, Pratt, and Zimmerman (2001).
Recording of birds sounds are also used.
Score of birds diversity (H’) in TWAGM range from 2.13 – 2.78 (medium).
Dynamics of bird kinds in TWAGM are 119 kinds out of 35 families from 1957 – 2016.
Research has resulted in finding of 28 species out of 14 families.
Keywords: fauna dynamics, birds, habitat zonation, threat.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas kasih dan
Anugerah-Nya penulis dapat menyajikan tesis yang berjudul : Keanekaragaman Jenis Burung,
Habitat dan Ancaman di Kawasan Taman wisata alam Gunung Meja Manokwari sebagai syarat
memperoleh gelar Magister Ilmu Lingkungan pada Program Studi Ilmu Lingkungan Program
Pascasarjana Universitas Papua. Didalam tulisan ini, disajikan pokok-pokok bahasan yang
meliputi : Dinamika jenis burung, komposisi jenis burung status konservasi, waktu dan aktivitas
burung, zona habitat dan ancaman.
Nilai penting penelitian ini adalah mengkaji nilai keanekaragaman jenis burung, ancaman
dan habitat di kawasan TWAGM. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi
ilmiah mengenai dinamika jenis burung, habitat dan ancaman yang ada di kawasan TWA
Gunung Meja Kabupaten Manokwari Propinsi Papua Barat. Penting pula sebagai informasi dasar
bagi institusi terkait yang mengelolah kawasan dalam upaya pelestarian burung baik di saat ini
maupun yang akan datang.
Disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki penulis, walaupun
telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi masih dirasakan banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini
berbobot lebih dan bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Angganeta M Heipon
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji, syukur dan hormat penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas
anugrah hikmat, berkat, dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang
berjudul " Keanekaragaman Jenis Burung, Habitat dan Ancaman di Kawasan Taman Wisata
Alam Gunung Meja Manokwari" Tesis ini sebagai syarat memperoleh gelar Magister Ilmu
Lingkungan pada Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascaarjana Universitas Papua.
Proses penelitian dan penyusunan tesis ini adalah hasil kontribusi dari berbagai pihak.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih setulusnya kepada: Dr.
Keliopas Krey, S.Pd.M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Agus Kilmaskossu, M.Si
selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu, menyumbangkan tenaga
dan pikiran dalam memberikan bimbingan dan arahan serta memotivasi penulis dalam
penyusunan hingga selesainnya tesis ini.
Terima kasih dan penghargaan pula penulis sampaikan kepada:
1. Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah II Manokwari beserta jajarannya
yang mana telah membantu penulis dalam pengambilan data di lapangan serta
memfasilitasi alat – alat penelitian.
2. Rektor, Direktur dan Wakil Direktur Program Pascasarjana Universitas Papua beserta
seluruh jajarannya yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi
di Universitas Papua.
3. Ketua dan sekretaris program studi masing – masing Dr.Ir. Eko Martanto, MP, dan
Dr.Alce Iloria Noya, SP.M.Si
4. Semua Dosen dan staf dosen Pascasarja UNIPA
5. Teman – teman angkatan 2015 Ilmu Lingkungan atas kebersamaan dan kekompakkan
selama ini.
6. Kepada ketiga adik kekasih yang selalu membantu dalam pengambilan data di lapangan
:Hendrik Burwos, S,Hut, Tetei Mandabayam, A.Md. Hut dan Dumangus Wutoi,
A.Md.Hut
7. Kepada keluarga kekasih yang selalu menopang didalam rohani kel. Bpk. Yunus
Ayatanaoi
8. Kepada sdr kekasih kel. Frits Heipon dan kel Yoyo Kamer yang selalu membantu dalam
tenaga, doa, dana dan kepada kedua sdr kekasih Yunus dan Andreas Heipon yang selalu
membantu dalam dukungan moral dan doa
9. Kepada sdri kekasih Ame Sesa yang selalu membantu dalam susah dan senang
10. Kepada Sdri kekasihi Marta Rita Ullo, SH yang slealu menopang didalam doa dan dana
11. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan tesis ini yang penulis tidak sempat
sebutkan namanya satu persatu.
12. Yang terakhir tesis ini penulis persembahkan bagi orang tua tercinta Bpk. Yered Heipon
dan Ibu Adolina Ayatanoi serta anak kekasih Ester Claudia Heipon yang selalu
menopang didalam doa, dana dan memberikan semangat dan dorongan bagi penulis
dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata semoga Tuhan Yesus Kristus yang mempunyai kehidupan ini selalu
memberkati kita dalam mengejar ilmu dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua
yang membutuhkannya.
LAMPIRAN..............................................................................................................124
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 kandungan Kimia Tanah Kawasan TWAGM ........................................... 16
Tabel 4.2 Nama Jenis Burung & Status Konservasi di TWAGM ............................ 73
Tabel 4.8 Dinamika Temuan Jenis Burung di TWAGM Tahun 1957 - 2017 ..........142
DAFTAR GAMBAR
dikenal, diperkirakan lebih dari 9000 jenis yang tersebar di dunia. Indonesia
memiliki tidak kurang dari 1600 jenis, diantaranya terdapat lebih dari 700 jenis
vegetasi tropis basah, sehingga kesempatan yang sangat luas bagi konservasi
(2001), kawasan ini memiliki fauna burung yang sangat kaya dengan jenis-jenis
mambruk (Goura sp.), namdur (Amblyornis sp.), Jenis Nuri Paruh bengkok (Psitta
Mengapoda (Megapodidae).
memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia. Manfaat ini dapat berupa
sekedar dipelihara untuk dinikmati tingkah laku hidupnya yang unik dan indah
kebutuhan hidup (manfaat sosial ekonomi), berpengaruh terhadap tradisi dan adat
1
istiadat, serta tidak jarang pula menjadi bagian dari upacara keagamaan (manfaat
penangkapan burung semakin meningkat. Di sisi lain, banyak habitat burung yang
rusak dan makin sempit karena pengubahan fungsi hutan sebagai lahan
Habitat merupakan bagian terpenting bagi distribusi dan jumlah burung. Bagi
kawasan hutan yang tidak dilindungi, habitat cenderung akan berubah oleh adanya
Salah satu kawasan hutan yang terdapat di kota Manokwari adalah hutan
Gunung Meja. Kawasan Hutan Gunung Meja merupakan salah satu kebanggaan
dan kekhasan Kota Manokwari, karena kota di Provinsi Papua Barat yang
memiliki hutan hujan tropis dataran rendah dengan formasi hutan primer yang
masih cukup baik adalah kota Manokwari. Hutan Gunung Meja seluar 500 hektar
2
Sebagai suatu ekosistem TWA Gunung Meja (TWAGM) dapat dimanfaatkan
dalam penyediaan air bersih, udara bersih, dan pemenuhan kebutuhan rekreasi
beberapa sisinya terdapat tebing terjal dan lereng yang curam menampakan
panorama alam yang indah. Panorama yang sama jika kita berada pada salah
panorama laut dengan pantai pasir putih dan pantai karang serta birunya
3
mengagumkan lagi bila dinilai dari tipe hutan, keanekaragaman flora-fauna
yang merupakan keterwakilan type hutan tropis dataran rendah yang hampir
tersebut menjadi daya tarik bagi penjelajah alam dan pemerhati lingkungan
untuk menguak rahasia alam. Daya tarik ini akan semakin kuat apabila
TWAGM dapat menjadi saksi sejarah dari zaman Belanda, Jepang dan
potensi dengan nilai estetika dan keunikan. Fauna yang banyak dijumpai di
keanekaragaman jenis burung yang telah dilakukan, antara lain: Mess pada tahun
meningkat menjadi 43 jenis. Sedangkan pada tahun 2005 sampai 2006 mengalami
2014 menurut Balai Besar KSDA Papua Barat mencatat bahwa ditemukan 35
4
modesta). Jenis-jenis tersebut ada yang hanya pernah tercatat oleh Mess pada
tahun 1957 dan ada pula yang hanya tercatat oleh Dwiyanto (1995), tetapi dalam
menjadi Ibu Kota Provinsi Papua Barat membuka peluang yang besar untuk
TWAGM dapat dilakukan dengan mudah, karena letaknya yang berada di tengah-
terus menerus, maka keberadaan hutan sebagai habitat berbagai jenis satwa
termasuk burung akan rusak atau bahkan sudah tidak dapat berfungsi sebagaimana
5
Burung memiliki banyak manfaat dan fungsi bagi manusia, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Manfaat dan fungsi burung secara garis besar dapat
penting dari segi penelitian, pendidikan, dan untuk kepentingan rekreasi dan
pariwisata.
Manfaat dan fungsi burung yang begitu besar bagi kehidupan manusia,
akhir-akhir ini kehidupan burung semakin lama semakin terdesak yang sebagian
besar disebabkan oleh manusia dengan merusak dan mengubah fungsi habitat
mampu memberikan kesan estetika dan keunikan tersendiri yang menjadi ciri khas
bagi kawasan tersebut. Hutan Gunung meja dikenal memiliki fauna yang cukup
tidak ditemukan lagi. Hal ini disebahkan oleh adanya penggunaan sebagian lahan
hutan untuk lahan kebun oleh masyarakat setempat, pengambilan kayu bakar dan
6
Rusaknya habitat berbagai jenis burung. merupakan suatu ancaman yang
terjadi karena setiap orang dapat dengan mudah masuk ke dalam kawasan
TWAGM. Sehingga bagi jenis-jenis fauna yang sangat peka terhadap perubahan
lingkungan seperti pada beberapa jenis burung menjadi terganggu dan cenderung
mencari daerah yang belum terjamah dalam kawasan yang sama atau melakukan
hilangnya beberapa jenis burung dan sampai sejauh ini belum diketahui
mengkaji habitat dan ancaman yang terjadi di Kawasan TWA Gunung Meja
Gunung Meja.
7
1.4. Manfaat Penelitian
kawasan TWA Gunung Meja Kabupaten Manokwari Propinsi Papua Barat juga
sebagai informasi dasar bagi institusi yang bergerak di bidang konservasi dalam
upaya pelestarian burung baik di masa kini maupun yang akan datang.
8
II TINJAUAN PUSTAKA
sejak jaman Pemerintahan Hindia Belanda yaitu berawal pada bulan Agustus
1953, saat kunjungan Tim Kehutanan Pemerintah Hindia Belanda, yang terdiri
dari: Ir. J.F.V.Zieck (Kepala Seksi Inventarisasi Hutan); Ir. J. Fokkinga (Ketua
Pada saat itu, disepakati areal hutan primer seluas 100 ha dan hutan sekunder
seluas 360 ha termasuk jurang dan tebing-tebing karang yang ada diusulkan
sebagai hutan lindung dengan fungsi utama pengatur tata air (Hidroorologi).
inventarisasi hutan primer seluas 100 ha, dan pada tahun 1956 dan 1957 mencapai
360 ha. Selain itu juga dilakukan survey tanah dan analisis vegetasi untuk jenis-
Jance Ainusi (pengenal jenis lokal) dan Ir. Faber (ahli botani Belanda).
Perusahaan Air Minum (PAM) Manokwari menggagas untuk memasang pipa dari
sumber mata air di Gunung Meja ke daerah Kuawi dan Fanindi Ujung. Pemerintah
9
Hindia Belanda mengembangkan aneka fungsi Hutan Lindung Gunung Meja
sebagai berikut :
(2)Fungsi penelitian
Hutan Gunung Meja pada Ordonansi Perlindungan Tanah (Lembar Negara nomor
pembayaran ganti rugi Hutan Lindung Gunung Meja kepada 6 orang masyarakat
pemilik adat sebesar 3.075,- Gulden. Kemudian pada tanggal 25 Mei 1957
Nieuw Guinea nomor 158 menetapkan hasil pemetaan Kawasan Hutan Gunung
Selain aneka fungsi tersebut pada tahun 1959, Pemerintah Hindia Belanda
Gunung Meja tersebut belum sempat terwujud, karena situasi politik yang
10
Guinea (Tanah Papua) dan menyerahkan kekuasaannya di Tanah Papua (termasuk
Gubernur Irian Barat memperluas kawasan Hutan Lindung Gunung Meja menjadi
tanggal 10 September 1963). Gagasan perluasan itu sendiri telah muncul sejak
Gunung Meja sebagai Hutan Wisata dengan luas 500 Ha (SK Menteri Pertanian
nomor 19/Kpts/Um.1/1980 tanggal 12 Januari 1980). Saat ini TWA Gunung Meja
dikelola oleh Resort KSDA Manokwari, Sub Balai KSDA Papua I, Balal KSDA
VIII Ambon yang sekarang menjadi Resort KSDA Gunung Meja, Seksi
dan Balai Besar KSDA Papua Barat. Berbagai penelitian ilmiah telah banyak
dilakukan, baik yang dikerjakan oleh Balai KSDA sendiri selaku pengelola
maupun yang dilakukan oleh instansi terkait, Perguruan Tinggi dan Lembaga
dan penelitian di dalam kawasan TWA Gunung Meja antara lain: Balai Penelitian
11
Pada tahun 1980, Menteri Pertanian Republik Indonesia dengan
pertimbangan dan rekomendasi dari Pemerintah daerah menilai kawasan hutan ini
letaknya strategis dekat pusat kota Manokwari dan mudah dijangkau, memiliki
nilai keindahan alam yang artistik dan situs sejarah perang dunia II, menerbitkan
menunjuk kawasan Hutan Gunung Meja seluas 500 ha (termasuk Hutan Lindung
Gunung Meja) sebagaI Kawasan Wisata dengan nama Taman Wisata Gunung
1990, nama Taman Wisata Gunung Meja berubah menjadi Taman Wisata Alam
pada tahun 1982. Hasil dari kegiatan penataan batas ini diperoleh luas definitif
TWA Gunung Meja adalah 460,25 ha dengan panjang jalur batas kawasan 10,97
km dan telah dipasang pal batas yang terbuat dari beton bertulang sebanyak 240
buah. Kemudian pada tahun 1990 Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan
Manokwari melakukan rekonstruksi batas dengan hasil luasan dan panjang jalur
batas kawasan TWA Gunung Meja yang sama dengan hasil penataan batas.
Untuk memantapkan status kawasan TWA Gunung Meja pada tahun 2001
dan 2002 Pemenintah Kabupaten Manokwari melakukan ganti rugi atas tanah
kawasan TWA Gunung Meja kepada masyarakat pemegang hak ulayat sebesar 4.6
milyar rupiah. Selanjutnya pada tahun 2007 Balai Besar KSDA Papua Barat
melakukan pemeliharaan jalur batas kawasan TWA Gunung Meja dan diketahui
12
ada 19 pal batas telah hilang dan ada beberapa bangunan yang masuk dalam
kawasan.
tentang Pembentukan Panitia Tata Batas Kawasan Hutan dan Perairan, telah
dilakukan tata batas ulang terhadap kawasan hutan TWAGM oleh Balai
134°04’05 Bujur Timur dan 0°51’29” sampai 0°52’59” Lintang Selatan dengan
luas kawasan adalah 460,25 ha. Kawasan ini terletak pada bagian Utara Pusat
Kota Manokwari dengan jarak ± 3 km, untuk mencapai kawasan ini dapat
ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua ataupun roda empat. Jalan
membelah kawasan dari arah Barat (Asrama mahasiswa UNIPA) ke arah timur
13
Batas Kawasan TWAGM secara administrasi berbatasan dengan 4
2.1.3. Iklim
Kawasan TWAGM tergolong dalam tipe iklim hutan hujan basah dicirikan
oleh tingginya jumlah curah hujun tahunan tanpa ada perbedaan yang jelas antara
sekitar 26,8°C, dan suhu udara maksimum sekitar 33,0°C. Curah hujan tercatat
1.492 milimeter. Curah hujan cukup merata sepanjang tahun. Tidak terdapat bulan
tanpa hujan. Banyaknya hari hujan rata-rata setiap bulan antara 7- 27 hari,
2.1.4. Topografi
timur dan bergelombang berat dari timur ke arah Barat dengan puncak tertinggi
(puncak Bonay) ±210 meter dpl. Sedangkan, pada sisi bagian selatan dan utara
terdapat beberapa tempat tebing karang yang terjal dan lereng yang curam. Pada
14
puncak terdapat daerah relief yang kecil hampir datar menyerupai permukaan
dinamakan Gunung Meja (Tafelberg). Fisiografi lahan dengan tebing karang terjal
dan berteras pada sisi sebelah selatan ke Barat laut kawasan merupakan wilayah
penyebaran mata air. Kondisi topografi areal TWAGM memiliki kelas lereng
Formasi Manokwari (formasi befoor). Formasi ini terdiri dari batu gamping
foraminifera (Potret Taman Wisata Alam Gunung Meja Manokwari, 2004). Jenis
tanah yang dominan pada kawasan ini tanah kapur kemerahan dan tanah endapan
luvial (Potret Taman Wisata Alam Gunung Meja Manokwari, 2004). Leppe dan
dalam empat jenis yang umumnya memiliki lapisan tanah atas (top soil) yang
sangat tipis yaitu < 30 cm. Keempat jenis tanah tersebut adalah tanah liat, tanah
kapur, tanah berbatu dan tanah berkarang. Pengelompokan jenis tanah tersebut
tanah di kawasan TWAGM kedalam kelompok tanah marjinal. Hal ini karena
15
beberapa kandungan kimia tanah berkisar antara sangat rendah sampai tinggi (
Tabel 2.1.).
2.1.6. Hidrologi
Kawasan TWAGM memiliki ± 30 mata air berupa gua-gua dan mata air
yang tersebar di dalam dan sekitar kawasan (Zieck, 1960). Perusahaan Daerah Air
yang dijadikan sumber pasokan air bagi masyarakat kota Manokwari dan 7
diantaranya terdapat di dalam dan sekitar TWA Gunung Meja. Mata air ini
Pasokan air yang bersumber dari mata air Gunung Meja tersebut
menyumbang 10,30 % dari total pasokan sumber air yang dimanfaatkan oleh
PDAM Manokwari. Jika rata-rata jumlah air tersimpan di bawah tegakan hutan
Meja yang luasannya 462,166 ha, maka kemampuan dalam tanah di hutan Gunung
16
Meja menyimpan air sebesar 1.648.134 ton. Inilah jumlah cadangan air yang akan
mengisi mata air dan sumur penduduk di musim kemarau pada daerah-daerah
2.1.7. Estetika
flora dan fauna serta nilai historis. Empat faktor tersebut bagi pemerhati dan
pencinta alam adalah suatu keunikan yang mengandung nilai artistik alam yang
mempunyai panorama dengan nilai keindahan alam yang sangat unik. Terletak
sepanjang pantai Teluk Doreri dan dihiasi dua pulau kecil “Pulau Lemon dan
pepohonan, tebing yang terjal dan curam membentuk suatu gugusan bukit yang
indah dan gagah perkasa. yaitu Gunung Meja, apabila kita memandang Iebih jauh
Bentangan alam ini, baik berupa pulau di depan Teluk Doreri. jajaran Pegunungan
Arfak dan Gunung Meja merupakan kawasan penyangga (Buffer zone) Kota
Manokwari terhadap kejadian dan gejala alam yang mungkin terjadi di alam
17
Kawasan Gunung Meja yang berbatasan Iangsung dengan wilayah kota
keunikan ini semakin diperkuat oleh karakteristik fisiografi lahan Gunung Meja
meter di atas permukaan laut yang di beberapa sisinya tebing yang terjal dan
lereng yang curam menampakan panorama alam yang indah. Panorama yang sama
jika kita berada pada salah satu sisi tertinggi di kawasan sejauh mata memandang
tampak panorama laut dengan pantai pasir putih dan pantai karang serta birunya
lebih mengagumkan lagi bila dinilai dari tipe hutan, keanekaragaman serta
tropis dataran rendah yang hampir dijumpai di sepanjang pantai utara pulau New
Guinea. Keunikan-keunikan tersebut menjadi daya tarik bagi penjelajah alam dan
pemerhati lingkungan untuk menguak rahasia alam ini. Daya tarik ini akan
semakin kuat apabila dipadukan dengan nilai sejarah yang terkandung dalam
kawasan, karena Gunung Meja dapat menjadi saksi sejarah dari zaman Belanda,
Jepang dan zaman Sekutu dalam masa penjajahan di tanah ini. ( Balai Besar
Gunung Meja sebagai salah satu kawasan pelestarian alam di Manokwari dengan
fungsi utama Wisata Alam. Keunggulan dan keunikan potensi alam inilah yang
18
salah satu upaya meningkatkan pendapatan daerah serta penunjang kebutuhan
hidup masyarakat.
2.2. Potensi
A. Flora
penelitian dan informasi diketahui bahwa kawasan ini memiliki kekayaan flora
yang cukup tinggi dimana 40 jenis diantaranya merupakan jenis penghasil buah-
dalam dua kelompok, yaitu kelompok tumbuhan berkayu (woody plant) dan
kelompok tumbuhan bukan kayu (non woody plant) (Leppe dan Tokede, 2008).
hutan alam (primer) dan tegakan hutan tanaman. Tegakan hutan alam terdapat
pada bagian utara dengan potensi semai 22.250 ind/ha; pancang 1.580 ind/ha;
tiang 240 ind/ha dan pohon 124 ind/ha, dan bagian Timur kawasan TWAGM
dengan potensi semai 10.300 ind/ha, pancang 2.133 ind/ha, tiang 1.130 ind/ha dan
Meja dengan luas total 27 Ha dan rata-rata potensi tegakan 27,70 m3/Ha (Rencana
19
Tabel 2.2. Potensi Tegakan Hutan Tanaman di TWAGM
kawasan TWAGM dapat dijumpai 101 jenis tingkat pohon, 89 jenis tingkat tiang,
147 jenis tingkat pancang dan 162 jenis tingkat anakan. Pada tingkat pohon
kayu (non woody plant) menjadi 8 kelompok, yaitu palm dan rotan, anggrek,
herbal, bambu, paku-pakuan, semak dan perdu, pandan dan liana. Atas dasar
20
berpembulu lunak dan 18 herbal berpembulum keras), 8 jenis bambu, 35 jenis
kelompok liana.
liana yaitu Mucuna novoguinensis Scheff dan Archingelesia flava (L.) Merr yang
oleh LIPI dinyatakan sebagai jenis rawan kepunahan dan 1 jenis kelompok
anggrek, yaitu Phalaenopsis amabilis (L) Blum yang dinyatakan LIPI sebagal
B. Fauna
satwa liar. Menurut Tokede (2008), di kawasan TWA Gunung Meja dapat
dijumpai 15 jenis dari 6 famili mamalia, 35 jenis burung (aves) dari 20 famili, 20
jenis herpetofauna (7 kadal, 3 ampibia, 9 jenis ular dan 1 jenis kura -kura).
Tabel 2.3.
21
Tabel 2.3.Jenis Satwa Liar Di Kawasan TWAGM Kabupaten Berdasakan
Tropic Level Manokwari
Tingkat
No Nama Ilmiah Famili Nama Daerah Tropik Ket
C H I
1 2 3 4 5 6 7 8
A. Mamalia
1 Spilocuscus maculatus Phalangeridae Kuskus Bertolol v L
2 Phalanger orientalis Phalangeridae Kuskus Timur v L
3 Petaurus breviceps Petauridae Opossum, Layang
v
Biasa
4 Echymipera rufescens Peroryctidae Kalubu Rufescens v v
5 Echynnoera clara Peroryctidae Kalubu Kaki
v v
Panjang
6 Pogonomelomys sp Muridae Tikus pohon v v
7 Echymipera sp Peroryctidae Kalubu v v
8 Rattus sp Muridae Tikus Rumah v v
9 Sus scorva Suidae Babi Hutan v
10 Ruosettus Pteropodideae Codot Roset
v
amplexicaudatus
11 Pteropus electo Pteropodideae Kalong Liat v
12 Nyctimene sp Pteropodideae Codot Tabung v
13 Peroryctes raffrayana Peroryctidae Bandekut Raffray v
14 Rattus preator Muridae Tikus Besar berduri v v
15 Melomys platyops Muridae Melomys Dataran
v
renfah
Jumlah Jenis Mamalia 15 2 13 6 2
Jumlah Jenis Mamalia Dilindungi 2
Jumlah Jenis Mamalia Endemik 0
B Aves
1 Merops ornatus Meropidae Kirik – Kirik
v
Australia
2 Ptilois magnificus Paradisaeidae Toowa Cemerlang v L
3 Nectarinia Jugularis Nectariniidae Burung madu
v
Sriganti
4 Nectarinia qspia Nectariniidae Burung Madu v
5 Meliphaga aruensis Meliphagidae Meliphaga aru v L
6 Philemon buceroides Meliphagidae Cikukua tanduk v v L
7 Toxorhampus novaeguineae Meliphagidae Cucuk panjang v v L
perut kuning
8 Ducula pinon Columbidae Pergam pinor v
9 Macropygia nigrirostris Columbidae Uncal paruh hitam v
10 Ptilinopus perlatus Columbidae Walik mutiara v
11 Ptilinopus magnificus Colurmbidae Walik wompu v
12 Chalcophaps stephani Columbidae Delimukan timur v
13 Rhypidura albolimbata Rhipiduridae Kipasan ramah v v
14 Sericornis spilodora Acanthizidae Sericornis paruh v v L
putih
15 Cracticus quoyi Cracticidae Jagal hitam v
16 Cracticus cassicus* Cracticidae Jagal Papua v E
17 Corvus tristis Corvidae Gagak kelabu v
18 Corvus orru Corvidae Gagak orru v
22
19 Melanocharis nigra Dicrudae Burung buah hitam v
20 Pitohui kirchocephalus Pachycephalidae Pitohui belang v
21 Dacelo gaudichaud Alcedinidae Kukabura perut v L
merah
22 Halcyon macleayi Alcedinidae Gekakak rimba v L
23 Melidora macrorrhina Alcedinidae Raja udang paruh v L
kait
24 Dicrurus huttentottus * Dcruridae Srigunting lencana E
25 Haliastur Indus Accipitridae Elang bondot v v L
26 Monarcha manadensis Myiagridae Kehicap bertopi
27 Monarcha guttula Myiagridae Kehicap tutul v
28 Aplonis metalica Stumidae Perling ungu v
29 Geoffroyus geoffroyi Psittacidae Nuri pipi merah v
30 Cydopsitta diophthalma Psittacidae Nuri ata mata v
ganda
31 Eclectus roratus Psittacidae Nuri bayan v L
32 Cacatua galerita Psittacidae Kakatua koki v L
33 Coracina melaena Campephagidae Kepudang sungu v
hitam
34 Ninox rufa Strigidae Punggok merah v
35 Rhyticeros plicatus Buceroidae Julang papua v L
Jumlah Jenis Aves 35 7 27 5 14
Jumlah Jenis Aves 12
Dilindungi
Jumlah Jenis Aves Endemik 2
C. Herpetofauna
Kadal/ Lizards
1 Lamprolepis smaradigna Scincidae Kadal/ Cicak v v
2 Carlia sp Scincidae - v
3 Emoia caeruleocauda Scincidae - v
4 Emoia sp Scincidae - v
5 Tiliqua sp Scincidae Ular Kaki Empat v
6 Hypsilutus sp 1 Agamidae - v
7 Varanus sp Varanidae Biawak/ Soa-soa v
Reptil (Ular)
8 Morelia viridis - v
9 Dendrelaphis punctulatus - v
10 Stegonotus cf parvus - Ular Tanah v
11 Boiga irregularis - v
12 Acanthopis sp. - v
13 Morelia amethistina - v
14 Stegonotus cuculatus - v
15 Candoia sp. - v
16 Aspidomorphus sp. - v
Kura – Kura
17 Elseya Novaguinea - Kura-Kura Irian v
Amphibia
18 Litoria infrafrenata Hylidae Katak Pohon Besar v
19 Bufo melanostictus Bufonidae v E
20 Platymantis papuensis Ranidae v
23
1 2 3 4 5 6 7 8
Jumlah Jenis Herpetofauna 20 15 2 4 1
Jumlah Jenis Herpetofauna 0
Dilindungi
Jumlah Jenis Herpetofauna 1
Endemik
D Kupu-Kupu
1 Ornithopera priamus Kupu-Kupu Sayap v L
burung
2 Pachlyopta polydonus Kupu-Kupu v
3 Papilio ulysses Kupu-Kupu v
4 Papilio aegeus Kupu-Kupu v
5 Papilio ambrax Kupu-Kupu v
6 Tilodes oblongamaculatus Kupu-Kupu v
7 Crapalum sarpedon Kupu-Kupu v
8 Pareronia Jobaea Kupu-Kupu v
9 Vindula arsine Kupu-Kupu v
10 Lexias aeropus Kupu-Kupu v
11 Taenaris catops Kupu-Kupu v
12 Taenaris dioptrica Kupu-Kupu v
Jumlah Jenis Kupu-Kupu 12 0 1 0 1
Jumlah Jenis Kupu-Kupu 1
Dilindungi
Jumlah Jenis Kupu-Kupu 0
Endemik
Jumlah Seluruh Jenis Satwa 82 24 54 15
Jumlah Seluruh Jenis Satwa 15
Dilindungi
Jumlah Seluruh Jenis Satwa 3
Endemik
Sumber : Potensi Biofisik Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Gunung Meja. 2008 dalam Rencana
Pengelolaan TWAGM Periode 2009-2028
24
(1) Tugu Jepang
bersejarah pada masa penjajahan Jepang. Monumen tersebut dikenal dengan nama
daya tarik tersendiri bagi warga negara Jepang, karena memiliki sejarah bagi
bangsa mereka.
Selain obyek wisata berupa tugu, dan lokasi tugu dapat dinikmati
pemandangan lepas Kota Manokwari yang menawan, Saat ini kondisi Tugu
25
Gambar 2.2.Kondisi Tugu Jepang Saat ini (Mei,2013)
26
(2) Mata Air
TWAGM memiliki mata air yang cukup banyak dan tersebar di seluruh
kawasan. Mata air yang ada dipergunakan oleh masyarakat dan PDAM Kabupaten
Periode 2009-2028) terdapat 44 (empat puluh empat) mata air yang masih aktif
digunakan oleh masyarakat, yaitu tujuh mata air dikelola oleh pihak pemerintah,
satu mata air dikelola dan dimanfaatkan oleh Korem 1703 Manokwari dan tiga
Pemanfaatan air oleh masyarakat, ada yang sudah dibuat dengan baik
dengan menggunakan bak dan ditarik menggunakan selang. Pasokan mata air
Gunung Meja tersebut menyumbangkan 10,30% dari total pasokan sumber mata
sejak jaman Belanda, yaitu sekitar tahun 1957-an. Pada waktu itu PDAM
penampungan. Setidaknya ada 7 bak penampungan air yang telah dibangun oleh
Belanda, yaitu 3 bak terletak di Kampung Ambon Atas, 2 bak di sekitar KOREM
1703, 1 bak daerah Brawijaya dan 1 bak di daerah Bukit Doa. Ketujuh bak air
27
Gambar 2.4. Bak Air Peninggalan Belanda di Kampung Ambon Atas
28
Gambar 2.6. Saluran Air Masyarakat di Bukit Doa dari TWAGM
(Formasi Manokwari), yang dicirikan oleh adanya daerah tebing karang yang
yang mengalirkan air bersih dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai reservoir
cadangan air.
29
(4) Goa
belas) goa alam dan 4 (empat) cliantarnya merupakan goa berukuran besar dan
berpotensi sebagai obyek daya tarik wisata. Goa-goa tersebut umumnya menyebar
30
Gambar 2.10. Satwa Nocturnal Penghuni Goa
Selain Goa Alam & kawasan TWA Gunung Meja juga terdapat beberapa
goa peninggalan Perang Dunia II atau sering disebut sebagai Goa Jepang. Goa
Tentara Sekutu. Sebagian besar posisi Goa Jepang berdara disebelah Selatan di
dekat Kampung Ayambori, depan markas kodim 1703, dan kompleks misi
katolok.
31
(5) Panorama Teluk Doreri
dari dalam kawasan dapat terilbat pemandangan sebagian kota dan Teluk Doreri
32
(1) Jalan
dibelah oleh dua jalan, yaitu jalan Sarinah-Ayambori, dan Jalan dari Kampus
telah ada sejak jaman Belanda. Jalan Sarinah-Ayambori pada tahun 2010 telah
33
Jalan Jalan dari Kampus UNIPA ke Sarinah/ Ayambori merupakan akses
utama masuk ke Tugu Jepang dan Goa Alam, dan hutan alam di dalam TWAGM.
Keberadaan jalan ini tidak sebagus jalan Sarinah/ Ayambori, namun demikian
jalan ini dapat dilalui oleh kendaraan roda dua dan roda empat.
(2) Gapura
Gapura TWAGM dibuat dari bahan beton, namun tetap menonjolkan ciri khas
kawasan hutan. Gapura TWAGM tidak berada pada bagian terluar TWAGM,
tetapi dibuat pada pertemuan ruas Jalan Sarinah/ Ayambori dengan Jalan dari
34
Kampus UNIPA ke Sarinah/Ayambori. Pemilihan lokasi gapura ini dengan
(3) Gazzebo
dilaksanakannya atraksi wisata budaya bagi para pengunjung. Selain itu juga
35
(4) Pusat Informasi
pengelolaan telah dilakukan pada tahun 2009. Keberadaan pusat informasi ini
sangat strategis karena berada di samping gapura TWAGM dan tepi Jalan
Sarinah-Ayambori.
Sumber Gambar 2.1 – 2.17 : Potensi Biofisik Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Gunung Meja.
2008 dalam Rencana Pengelolaan TWAGM Periode 2009-2028
Padarmi dan Manokwari Timur secara rinci disajikan pada Tabel 2.2.
36
Tabel 2.4. Estimasi Jumlah Penduduk di Sekitar TWAGM
Jumlah Penduduk
No. Lokasi Jumlah KK
(Jiwa)
1 Kelurahan Amban 1134 9.241
2 Kelurahan Pasir Putih 715 3.106
3 Kelurahan Padarni 1.679 10.271
4 Kelurahan Manokwari Timur 1.201 6.177
Total 4.729 28.795
Sumber ; Rencana Pengelolaan TWAGM Periode 2009-2028.
Manokwari dan etnik pendatang. Etnik penduduk asli terutama dan suku Mole,
Hatam, Sough dan Meyakh. Sedangkan etnik pendatang atau urban umumnya
berasal dari Sorong, Biak, Seruai serta pendatang dari luar, yaitu dari Makasar,
bakar, pengambilan hasil hutan kayu dan non kayu, perburuan, pengambilan tanah
fisik Iainnya.
yaitu kelompok suku Hatam dan Suku Sough yang bermukim di sekitar kawasan,
memandang Hutan Gunung Meja sebagai AYAMFOS yang artinya dapur hidup.
Ayamfos yang berarti Hutan Gunung Meja baik berupa tanah, air dan hutan yang
37
terkandung di dalam kawasan adalah sumber penghidupan masyarakat yang perlu
Periode 2009-2028).
sudah sangat paham akan pentingnya Hutan Gunung Meja sebagai sumber
kehidupan mata air bagi kehidupannya. Berdasarkan Filosopi budaya dan sumber
mata air, terutama daerah hulu merupakan “tanah larangan” atau tempat pamali
sehingga filosopi Hutan Gunung Meja telah terpolarisasi. Tanah larangan yang
tidak boleh diganggu telah dimasuki oleh masyarakat luar, pengembangan dan
mestinya.
Hutan Gunung Meja tidak akan menjadi “Ayamfos”. Hutan Gunung Meja tidak
38
akan lagi memberikan penghidupan berupa sumber air dan hasil hutanya kepada
masyarakat.
didefinisikan dalam dua cara. Pertama, sebagai kumpulan individu yang secara
morfologi, fisiologi atau biokimia berbeda dari kelompok lain dalam hal ciri-ciri
spesies dapat dibedakan sebagai suatu kelompok individu yang dapat berkembang
biak di antara mereka sendiri dan tidak bisa dengan individu dari kelompok
jumlah jenis burung yang ditemukan pada suatu kawasan, dimana secara
morfologi dan biologi berbeda antara jenis yang satu dengan jenis yang lain.
adalah proporsi jenis yang mendukung pada kelimpahan total (McNaughton dan
Wolf, 1998).
39
Menurut Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia
Bagian Timur (1985), terdapat dua konsep keanekaragaman jenis di dalam suatu
yang ada.
areal heterogen yang tersusun dari ekosistem yang saling berinteraksi dan
memiliki pola semacam yang berulang-ulang (Forman & Godron 1986). Ekologi
yang hidupnya tidak hanya pada suatu habitat tunggal saja, melainkan berpindah-
pindah antara beberapa habitat atau hidup di perbatasan antara dua tipe habitat.
ukuran-ukuran dari kepingan habitat dan dipengaruhi pula oleh seberapa jauh
terbesar yang dapat dicapai. Penggunaan lanskap oleh manusia merupakan salah
40
satu hal yang harus diperhatikan dalam merancang kawasan perlindungan
pada selurus daerah aliran sungai atau barisan pegunungan, dimana ukuran dari
disamakan dengan sebuah tipe ekosistem. Pada setiap elemen pembentuk lanskap
bisa dirinci menjadi elemen yang lebih homogen. Misalnya, tanah pertanian bisa
dirinci menjadi sawah ladang, dan pekarangan. Hutan bisa dibagi menjadi hutan
payau, hutan campuran ataupun hutan mangrove. Elemen yang relatif lebih
a) Struktur, yaitu hubungan spasial antara ekositem yang berbeda (atau elemen
b) Fungsi, yaitu interaksi diantara elemen spasial, yaitu aliran energi, materi, dan
41
c) Perubahan, yaitu perubahan struktur dan fungsi dari lanskap.
menjadi :
ukuran dan bentuknya, karena itu memiliki perbedaan dalam distribusi spesies,
energi, materi diantara patch, koridor dan matriks yang ada. Sebagai
konsekuensinya, fungsi lanskap akan berbeda dalam hal aliran spesies, energi
membutuhkan dua atau lebih efemen lanskap. Selain dari itu akan
42
5) Prinsip perpindahan energi
untuk menjadi lebih homogen. Sedangkan bila ada gangguan yang moderat,
maka akan menjadi lebih heterogen, dan bila terjadi gangguan yang sangat
a) Sistem yang secara fisik sangat stabil, dicirikan dengan ketiadaan biomassa,
2.6.a. Patch
Terbentuknya Patch
dan gangguan. Gangguan ini bisa dibedakan menjadi gangguan alami dan
43
gangguan manusia. Gangguan alami misalnya bencana alam (banjir, gunung
ukuran tipe dan luasan elemen lanskap (Forman & Godron 1986).
dibedakan menjadi matriks dan patch. Matriks adalah habitat homogen yang
paling berbeda dalam suatu lanskap. Sedangkan patch adalah habitat homogen
yang berbeda dergan habitat sekelilingnya. Teiadinya patch dapat dibagi menjadi
tiga yaitu disturbance patch (patch yang terganggu), remnant patch dan
environmental patch (Forman & Godron 1986). Disturbance patch dan remnant
yaitu gangguan yang terjadi cukup lama dan terus menerus. Single disturbance
yaitu gangguan yang hanya terjadi sementara dan tidak menganggu aktifitas
ekologi.
Bentuk Patch
Ukuran dan bentuk patch beragam, ada yang membulat (isodiametric) dan
besar daripada edge-nya, sebaliknya elongated patch memiliki edge area yang
lebih luas. Dengan kata lain isodiametric patch menampung fauna interior lebih
44
interior-to-edge-ratio nya maka bentuk patch tersebut semakin mendekati
mempunyai pusat yang berada relatif lebih jauh dan tepi. Kawasan yang
mempunyai bentuk memanjang akan memiliki tepi atau pinggir yang luas, dan
seluruh lokasi di kawasan tersebut akan berada dekat tepi. Kebanyakan kawasan
Koridor habitat adalah salah satu struktur lanskap yang merupakan jalur-
jalur lahan yang dilindungi yang menghubungkan satu kawasan dengan kawasan
besar. Koridor tersebut memungkinkan satwa untuk menyebar dari satu cagar ke
cagar yang lain. Selain itu koridor tidak hanya memberikan lebih dari sekedar
perlindurigan saja, tetapi juga menyediakan sumberdaya bagi burung (Forman &
Godron 1986). Hutan merupakan koridor yang paling efektif untuk menunjang
45
2.6.b. Hubungan Antara Bentuk Patch dan Keanekaragaman Burung
Primack et al, (1998) menyatakan bahwa cagar alam yang besar dapat
mengurangi edge effects (efek tepi), serta dapat mencakup lebih banyak spesies
dan mempunyai keanekaragaman yang lebih besar dibandingkan cagar alam yang
berukuran lebih kecil. Hal ini disebabkan karena cagar alam yang berukuran besar
akan lebih mampu menampung banyak spesies, karena mampu menampung lebih
banyak individu dan karena memiliki habitat yang lebih beragam. Antara
lingkungan dengan kehidupan satwaliar baik dalam areal yang sempit maupun
areal yang luas selalu terjadi hubungan yang bersifat timbal balik (Alikodra
2002).
pada umumnya wilayah yang lebih besar dapat menampung spesies yang lebih
banyak. Tetapi luas wilayah tidak begitu berarti bila dibandingkan dengan jumlah
jumlah spesies yang lebih besar dari pada pulau - pulau yang sempit. Pulau -
pulau yang luas biasanya memiliki tipe lingkungan dan komunitas yang lebih
kemungkinan isolasi geografis yang lebih sedikit dan jumlah populasi yang lebih
memperkecil kemungkinan kepunahan dari spesies yang baru terbentuk atau dari
spesies yang baru datang. Asumsinya adalah penyempitan habitat alami pada
46
Primack et a.l, (1998) Cagar kecil yang terpecah-pecah menjadi satuan-
satuan habitat berukuran kecil mungkin mempunyai jumlah spesies yang tinggi,
manusia.
Gordon, 1986), karena fragmentasi lanskap yang terjadi menyebabkan gap yang
pergerakan satwa. Pergerakan satwa melintasi gap antar patch akan bervariasi
antar tiap spesies, tipe patch habitat, tipe matrik, dan faktor lain seperti variasi
cuaca, musim, rute alternatif, serta resiko yang mungkin dihadapi predator dan
tinggi pada habitat yang makin luas. Area yang lebih kecil memiliki daya dukung
yang lebih rendah untuk populasi burung dan meningkatkan isolasi yang
kecil memiliki diversitas burung yang lebih kecil dari pada fragmem besar.
kumpulan spesies-spesies pada fragmen besar. Pada fragmen yang luas sering
dihuni oleh banyak spesies, sedang pada fragmen yang lebih kecil dihuni oleh
47
Primack et al., (1998) menyatakan bahwa suatu habitat yang luas dapat
mendukung satu populasi yang besar, tetapi jika sudah terbagi dalam fragmen
mungkin saja tidak ada satu fragmen pun yang dapat mendukung sub populasi
yang cukup untuk bertahan. Habitat yang telah terfragmentasi, berbeda dari
habitat asalnya karena fragmen memiliki daerah tepi yang lebih luas dari pada
habitat asal dan daerah tengah (pusat) lebih dekat ke daerah tepi sehingga
lingkungan mikro daerah tepi berbeda dengan lingkungan mikro di bagian tengah
hutan. Hal ini disebabkan karena fragmentasi dapat memperkecil potensi suatu
spesies untuk menyebar dan melakukan kolonisasi serta fragmentasi habitat dapat
mengurangi daerah jelajah dari hewan asli. Kemudian Jati (1998) menyatakan
bahwa dengan adanya fragmentasi maka merupakan salah satu faktor terjadinya
daerah tepi berbeda dengan lingkungan mikro di bagian tengah hutan. Efek tepi
ini terasa nyata sampai sejauh 500 m ke dalam hutan, daerah tepi hutan
memegang peranan penting untuk menjaga komposisi spesies dari fragmen hutar
tetapi dalam proses selanjutnya, komposisi spesies dari daerah tepi hutan akan
berubah sehingga daerah sebelah dalam akan semakin berkurang. Daerah tepi
al, (1998).
48
2.7. Ekologi Burung
Kebanyakan dari famili burung di Asia Tropis pada masa dahulu lebih
tersebar luas di seluruh Eurasia. Contoh dari famili-famili yang kini terbatas
fosil di daerah sedang dari Eropa atau Asia, ialah Anhingidae dan Psittacidae.
Rata-rata burung tropis mempunyai suatu peluang daya hidup yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan burung-burung daerah sub tropis. Hal ini disebabkan
produksi keturunan ditujukan kepada jumlah yang sedikit tetapi memiliki kualitas
Burung dapat menempati tipe habitat yang beranekaragam, baik habitat hutan
pekarangan, gua, padang rumput, savana dan habitat perairan (Alikodra 2002).
dominasi burung, dimana jenis yang memiliki penyebaran dan dominasi yang
tinggi maka jenis tersebut lebih survival terhadap perubahan lingkungan yang
49
Penyebaran burung dipengaruhi oleh kesesuaian lingkungan tempat hidup
pakan, sehingga habitat burung berbeda antara jenis satu dengan yang lainnya,
dikarenakan jenis makanan yang berbeda pula. Banyak spesies burung yang hanya
menempati habitat tertentu atau tahapan tertentu dari suatu habitat (Primack et al,
1998).
Ada burung yang hidup di hutan lebat, hutan kurang lebat, semak-semak, dan
rerumputan. Sebaliknya ada juga burung yang hidup di lapangan terbuka tanpa
makanannya pada tumbuhan atau di tanah. Ada burung yang menangkap burung
1992). Pergerakan satwaliar baik dalam skala sempit maupun luas merupakan
pengaruh luas kawasan, ketinggian tempat dan letak geografis. Burung merupakan
50
2.7.2. Keanekaragaman Habitat
ruang untuk mencari makan, minum, berlindung, bermain dan tempat untuk
kesatuan yang disebut habitat. Habitat adalah suatu kawasan yang terdiri dari
berbagai komponen, baik fisik maupun abiotik yang merupakan satu kesatuan dan
dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biak satwa liar. Habitat itu
Pengertian lain dari habitat yang dinyatakan Alikodra (2002) yaitu suatu kawasan
yang dapat memenuhi semua kebutuhan dasar dari populasi yang ada di
dalamnya.
tempat hidup burung itu berada. Pada prinsipnya burung memerlukan tempat
untuk mencari makan, berlindung, berkembang biak dan bermain. Tempat yang
habitat (Odum 1993), karena habitat merupakan bagian penting bagi distribusi
dan jumlah burung (Bibby et al., 2000). Habitat juga berfungsi sebagai tempat
mendukung kehidupannya. Habitat yang sesuai bagi suatu jenis belum tentu
sesuai untuk jenis lainnya, karena setiap jenis satwaliar menghendaki kondisi
51
habitat yang berbeda-beda karena habitat mempunyai fungsi dalam penyediaan
dan struktur vegetasi, banyaknya tipe ekosistem dan bentuk habitat. Burung
merasa betah tinggal di suatu tempat apabila terpenuhi tuntutan hidupnya antara
lain habitat yang mendukung dan aman dari gangguan. Kelengkapan komponen
hidup burung tidak hanya ditentukan oleh jumlahnya saja, melainkan harus
didukung oleh kondisi lingkungan yang cocok (Alikodra 2002). Suatu wilayah
burung (Bibby et al., 2000). Struktur hutan memberikan pengaruh nyata terhadap
menurut waktu dan ruang. Secara umum berbagai jenis burung memanfaatkan
relungnya pada siang hari (Alikodra 2002). Jati (1998) menambahkan bahwa
52
terhadap habitatnya, yaitu dengan melihat sejauh mana burung tersebut
keragaman (diversity) yaitu banyaknya jenis yang biasanya diberi istilah kekayaan
jenis (species richnes). Odum (1993) mengatakan bahwa keragaman jenis tidak
hanya berarti kekayaan atau banyaknya jenis, tetapi juga kemerataan (evenness)
Krebs, (1978) menyebutkan ada enam faktor yang saling berkaitan yang
hal ini tergantung pada kondisi lingkungan dan faktor yang mempengaruhinya.
Distribusi vertikal dari dedaunan atau stratifikasi tajuk merupakan faktor yang
bagi suatu komunitas yang berhubungan dengan banyaknya jenis dan jumlah
53
Keanekaragaman jenis menyangkut dua hal yaitu kekayaan dan sebaran
keseragaman.
Kelimpahan adalah istilah umum yang digunakan untuk suatu populasi satwa
dalam hal jumlah yang sebenarnya dan kecenderungan naik turunnya populasi
atau keduanya (Shaw 1985 diacu dalam Mahmud 1991). Kelimpahan erat
organisme per unit area (kepadatan absolut), atau sebagai kepadatan relatif, yaitu
lahan pertanian, perkebunan, kota, jalan raya dan kawasan industri berakibat
54
buruk bagi burung. Walaupun modifikasi tertentu habitat alami dapat membawa
Faktor sejarah juga penting dalam menentukan pola kekayaan spesies, wilayah
wilayah yang lebih muda. Wilayah yang lebih tua memiliki lebih banyak waktu
menerima spesies yang tersebar dari bagian dunia dan lebih banyak waktu bagi
spesies yang ada untuk menjalant radiasi adaptif pada kondisi lokal. Pola
kekayaan spesies juga dipengaruhi oleh variasi lokal seperti topografi, iklim dan
daerah yang lebih rendah, radiasi matahari yang lebih banyak, dan curah hujan.
Kekayaan spesies juga lebih besar dimana tidak ada topografi yang rumit yang
Keanekaragaman burung telah dapat diterima sebagai indikator yang baik bagi
(Bibby et a., 2000). Hal tersebut disebabkan karena satwa burung terdapat
hampir di seluruh habitat daratan pada permukaan bumi ini dan bersifat sensitif
banyak diketahui, dan lebih baik dibandingkan biota yang berukuran besar dan
55
hayati merupakan satu jalan tengah yang terbaik antara akan kebutuhan informasi
ilmiah yang akurat dengan keterbatasan waktu yang yang ada bagi aksi
konservasi. Primack et al., (1998). Ada beberapa jenis burung yang memiiki
dinamika lingkungan hutan tropis. Banyak di antaranya yang tidak mampu untuk
dengan kondisi hutan yang tidak mengalami gangguan. Hubungan antara satwa
liar (burung) dan vegetasi sekitarnya bersifat dua arah. Kebanyakan burung
tergantung pada hutan terutama untuk memenuhi kebutuhan makanan dan tempat
berlindung. Siklus hidup tumbuhan hutan juga banyak tergantung pada satwa liar.
berkecambah kalau tidak dibawa dan dijatuhkan pada tempat-tempat yang cocok.
mempunyai ciri-ciri :
56
Dapat menyediakan berbagai jenis makanan burung, seperti nektar buah,
Bentuk tajuk yang aman bagi burung untuk tempat istirahat, bersembunyi
dan bersarang.
Baik dari segi keindahan, iklim mikro dan pencegah erosi tanah.
Pakan alami burung sangat bervariasi baik dilihat dari bentuk maupun
ukuran. Menurut Beehle et al., (1983), pakan burung terdiri dari jenis buah-
buahan yang sangat bervariasi dan berukuran kecil sampai ukuran yang sedang
pakan dari burung, khususnya buah dari 31 spesies pohon kedalam tiga kelompok
morfologi yaitu bentuk fig (F) seperti bentuk buah kurma, drupe (D) seperti buah
beri atau pala, dan capsul (C) seperti bentuk kapsul. Beberapa spesies pohon yang
buahnya dapat dimakan adalah Disoxylum sp. (C), Endospernum sp. (D),
Pandanus sp. (D), Myristica sp. (D), Aglaia sp. (C) dan Stercuila sp. (C). Ukuran
buah Disoxylum sp., Myristica sp., Ficus sp., adalah 5 x 6 mm sampai 5 x 26 mm,
Disoxylum sp. ( 35%, 13%, 6,6%), Myristica sp. (57%, 6%, 1,9%) dan Ficus sp.
sesuai dengan kebutuhan nutrisi. Jenis pakan burung dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu: faktor lingkungan, tekstur, warna dan bentuk makanan, sedangkan
57
untuk kebutuhan energi dan protein dipengaruhi oleh faktor umur, suhu, tingkat
keras, misalnya biji kenari selain itu jenis pakan lain yang disukai adalah jagung
muda segar, biji matahari, kacang tanah dan ada juga burung yang menyukai
pepaya, pisang, dan ulat khususnya burung yang berada pada penangkaran
buah (termasuk pohon ara) dan atropoda, cara makannya seperti burung pelatuk di
dahan-dahan dan batang pohon. Sering terdapat di hutan dan tepi dataran rendah
Menurut Beehler et al., (2001) terdapat 725 jenis burung yang sudah
dikenal, atau diduga berada di Kawasan Papua, yang terdiri dari Pulau Papua yang
besar dan terletak di sepanjang khatulistiwa dan beberapa pulau kecil sekitarnya.
Papua merupakan rumah bagi avifauna hutan hujan yang sangat kaya dan unik,
maleo.
bentuk / pola yang dapat berbentuk acak, berkelompok dan sistematis. Pola
58
penyebaran ini merupakan strategi individu atau kelompok untuk
tempat dengan batas penyebaran mulai dan 0 meter sampai 3500 meter di atas
permukaan laut. Semakin tinggi tempat tersebut di atas permukaan laut, jenis-jenis
Wilayah jelajah yaitu wilayah yang dikunjungi satwa liar karena dapat
Teritori adalah tempat yang khas dan suatu spesies yang selalu dipertahankan
secara aktif misalnya tempat bersarang untuk burung. Batas-batas teritori ini
biasanya ditandai dengan urine, feses, sekresi dan sarang. Dalam mempertahankan
daerah teritori ini dilakukan dengan perilaku yang agresif misalnya dengan
59
III METODE PENELITIAN
Provinsi Papua Barat pada bulan November Tahun 2016. Peta lokasi penelitian
Megapixel dengan 4x perbesaran, arloji, perekam suara burung, alat – alat tulis,
alat hitung (counter), sedangkan alat untuk merekam data keadaan habitat yaitu:
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Peta lokasi penelitian,
buku identifikasi burung karangan Beehler,et al., (2001) dan buku panduan (Field
Guide) burung lainnya, sedangkan subjek dalam penelitian ini adalah berbagai
burung metode Point Count (titik hitung) atau IPA (Indices Ponctuels
60
d’Abondence) menurut Bibby et al., (1992) dengan jarak antara titik tidak tetap
dan ditentukan secara acak. Jarak antara titik tidak boleh kurang dari 200 m untuk
dengan radius pengamatan 25m dan rentang waktu pengamatan 15 menit pada
satu titik pengamatan. Pengamatan dilakukan pada pagi hari pukul 5:30 – 09:00
dan sore hari 15:00 – 18:00 WIT. Pengamatan dilakukan secara berulang
sebanyak 3 kali dengan mencatat semua jenis burung yang terlihat atau terdengar
(1).Tahap persiapan
vegetasi.
61
(2).Tahap penelitian
burung.
Pengamatan habitat
3.5.Variabel Pengamatan
sebagai berikut:
H’ = Pi Ln Pi
Dimana
62
Arti nilai indeks keanekaragaman jenis menurut Brower dan Zar (1998)
adalah :
Kekayaan jenis merupakan jumlah spesies yang terdapat pada suatu area
S
DMn =
N
Dimana :
63
H1
E=
LnS
Dimana :
E = Indeks Evenness
Arti nilai Indeks Evenness menurut Brower dan Zar (1998) adalah
sebagai berikut:
komunitas tertekan.
stabil
ni
Di = x 100%
N
64
Dimana :
Jika
atau bertengker, dll. Setiap jenis burung yang dijumpai dicatat waktu dan
Dicatat pada jenis vegetasi apa ditemukan jenis burung tertentu dan strata
65
(7). Variable penunjang
penelitian berlangsung.
66
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL
spesies burung tergolong sedang dijumpai pada zona vegetasi pohon (2,78) dan
Gunung meja adalah 5,88 spesies dengan sebaran zona vegetasi disajikan pada
Tabel 4.2.
67
Tabel 4.2. Kekayaan/Kelimpahan jenis burung di TWAGM, November
2016
No Habitat Jumlah Individu DMn
1 Habitat Vegetasi Pohon 75 2,63
2 Habitat Vegetasi Pemukiman 36 1,26
3 Habitat Vegetasi Perkebunan 19 0,66
4 Habitat Vegetasi Penebangan 38 1,33
Jumlah 168 5,88
Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWA-GM) terdapat jumlah individu burung
168 individu dengan nilai kekayaan/kelimpahan 5,88 individu yang tersebar pada
beberapa zona vegetasi habitat yaitu : habitat vegetasi pohon terdapat 75 individu
terdapat 36 individu dengan niklai kekayaan atau kelimpahan jenis 1,26, pada
habitat hutan vegetasi perkebunan terdapat 19 individu dengan nilai kekayaan atau
68
Dari Tabel 4.3. terlihat bahwa dominansi (Di) spesies burung di Taman
Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM) terdapat jumlah spesies burung 168
beberapa zona vegetasi habitat yaitu : habitat vegetasi pohon terdapat 75 spesies
dengan nilai dominansi (Di) jenis 9 %, pada habitat vegetasi pemukiman terdapat
36 spesies dengan niklai dominansi (Di) jenis 4 %, pada habitat hutan vegetasi
habitat vegetasi penebangan terdapat 38 spesies dengan nilai dominansi (Di) jenis
4 %. Jenis yang dominan muncul pada keempat zona vegetasi adalah M. Montana,
frekuensi rata - raja jenis burung di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung meja
adalah 3,9 dengan frekuensi relative suatu aktivitas disajikan pada Tabel 4.4.
No Aktivitas Frekuensi
aktivitas harian
( Presentase %)
1 Bertengker 15
2 Terbang 39
3 Bersuara 21
4 Makan 11
5 Istirahat 7
6 Bermain 7
69
Dari Tabel 4.4. terlihat bahwa aktivitas burung ditemukan sebagai berikut
yang terbang sebanyak 39 % spesies, untuk aktivitas burung yang sedang bersuara
Gunung meja disajikan pada Tabel 4.7. Gambar jenis burung dapat dilihat pada
Lampiran 2.
70
Corease
8 Psittacidae Eclectus roratus Nuri Bayan Terbang, bertengker,
bersuara diatas pohon
Pometia Corease
9 Psittacidae Lorius lory Kasturi Kepala Terbang, bersuara,
Hitam bersuara diatas
kanopi
10 Alcedinidae Clytoceyx rex Raja Udang Paruh Terbang,
Sekop bersuara,istirahat
didalam kanopi
11 Alcedinidae Halcyon sancta Cikakak Suci Terbang, bersuara,
makan mengejar
antopoda
12 Sturnidae Mino dumontil Mino muka kuning Terbang, bersuara,
suara di atas kanopi
13 Sturnidae Aplonis mystacea Perling Ungu Terbeng, bersuara di
atas kanopi pohon
Ficus benjamina
14 Cracticidae Cracticus cassicus Jagal Papua Terbang, bertengker,
bersuara diatas pohon
yang kering
15 Cracticidae Cracticus quoyi Jagal Hitam Terbang,
bertengker,istirahat,
bersuara diatas
kanopi
16 Campephagidae Caracina tenuirostris Kepudang-Sunggu Terbang, bersuara,
Meniak (Mirip berkejaran diatas
Burung Hitam) kanopi
71
makan diatas hutan
24 Bucerotidae Rhyticeros plicatus Julang Papua Terbang, bertengker,
hinggap makan buah
Pometia sp
25 Myiagridae Myiagra alecto Sikatan Kilap Terbang, bermain,
makan
26 Rhipiduridae Rhipidura Kipasan Semak Terbang, bersuara,
threnothorax bayan pada semak – semak
penelitian. Data jenis burung dari tahun 1957 – 2016 dapat di lihat pada Lampiran
3. Tercatat jumlah jenis burung yang ditemukan secara keseluruhan adalah 119
jenis. Jumlah jenis burung terbanyak ditemukan pada tahun 2006 oleh
Pattiselanno, dkk sebanyak 45 spesies dan paling sedikit pada tahun 2004 oleh
Putra sebanyak 22 spesies. Fruktuasi jumlah jenis burung dari tahun 1957 – 2016
72
Gambar 4.1. Fluktuasi Jumlah Burung Tahun 1957 – 2016.
50
45
40
Jumlah Jenis Burung
35
30
25
20
15
10
5
0
menjadi empat zona, yaitu: (1) zona kebun, (2) zona pemukiman, (3) zona
penebangan, dan (4) zona vegetasi pohon. Pada zona-zona tersebut dibuat 16
73
Tabel 4.7. Letak, Kondisi Titik Pengamatan Jumlah dan Aktivitas
Burung, November 2016.
Letak Titik Jumlah dan Aktivitas
Pengamatan, Zona Kondisi burung
Koordinat &
Ketinggian
Pohon Topografi datar, bertanah 2 – 15 ekor, sedang bertengger
dan sedikit berbatuan. dan mencari makan di kanopi.
1 Pertumbuhan vegetasi Jenis yang ditemukan:
bervariasi dari semai, M.montana,N.aspasia,M.keien
Di bagian barat pancang, tiang dan pohon. sis,M.pusio,C.rex,H.chloris,C.
TWAGM Jenis pohon utama Pometia tenuirostris,M.amboinensis,M.
E: 00 50 88,2 Coreaceae. nigrirostris, R.threnothorax.
S: 134 04 36,9 Ganguan habitat :
Bekas penebangan, bekas
102 m dpl. penebangan, pohon tumban,
bekas lahan perkebunan,
bekas persemaian, bekas
lahan baru dibakar
Diameter pohon:
Pometia coreaceae (ϴ) :
110,
Tingkat kerusakan: 60 %
Pohon Topografi, jurang, bertanah, 3 – 10 ekor, sedang
2 sedikit berbatuan. bertengger dan mencari makan
Pertumbuhan vegetasi di kanopi. Jenis yang
Di bagian barat bervariasi dari semai, ditemukan:M.montana,N.aspa
TWAGM pancang, tiang dan pohon. sia,M.keiensis,M.pusio,H.chlo
E: 00 50 97,5 Jenis pohon utama Pometia ris,M.amboinensis,M.nigrirost
S: 134 04 99,2 eoreaceae ris , R. threnothorax
Ganguan habitat :
100 m dpl. Bekas penebangan, pohon
tumbang dan bekas galian,
pembukaan lahan
perkebunan, bekas
penebangan, pohon
tumbang, bekas galian tanah.
Diameter pohon: Octomeles
sumatrana
(ϴ) : 115,
Kerusakan : 80 %
Perkebunan Topografi, datar, bertanah, 2 – 9 ekor, sedang bertengger
3 sedikit berbatuan. dan mencari makan di kanopi.
Di bagian barat Pertumbuhan vegetasi Jenis yang ditemukan:
TWAGM bervariasi dari semai, M.montana,N.aspasia,M.keien
E: 00 51 55,5 pancang, tiang dan pohon. sis,M.pusio,T.haematodus,C.r
S: 134 04 94,1 Jenis pohon utama Pometia ex,M.dumonti,A.metallic,C.ten
eoreaceae uirostris,C.melaena,M.amboin
161 m dpl. Ganguan habitat : ensis,M.nigrirostris,R.threnot
Lahan perkebunan, bekas horax
timbunan sampah,
persemaian, bekas galian
tanah, bekas perkebunan,
persemaian., bekas galian
74
sampah.
Kerusakan : 60 %
4 Pohon Topografi, datar, bertanah. 3 – 12 ekor, sedang bertengger
Pertumbuhan vegetasi di bawa kanopi dan mencari
Di bagian Utara bervariasi dari semai, makan di atas kanopi. Jenis
TWAGM pancang, tiang dan pohon. yang ditemukan: M.montana,
E: 00 51 45,2 Jenis pohon utama Myristica P.buceroides, N.aspasia,
S: 134 04 83,1 fatua M.keiensis,M.pusio, C.quoyi,
Ganguan habitat : C.tenuirostris, C.melaena,
174 m dpl. Ditemukan pohon tumban, P.papuensis, R.threnothorax
bekas penebangan, bekas
galian, pembuangan sampah,
jalan, pemancar
Diameter pohon:
Falcataria moluccana
(ϴ) : 55,
Tingkat kerusakan : 60 %
75
180 m dpl Ganguan habitat : M.amboinensis M.nigrirostris,
Ditemukan pohon tumban, M.alecto
jeratan, bekas penebangan,
bekas perkebunan, bekas
penebangan pohon, pohon
tumbang.
Kerusakan : 30 %
8 Pohon Topografi, datar,bertanah. 3 – 10 ekor, sedang bertengger
Di bagian Tengah Pertumbuhan vegetasi di bawa kanopi dan mencari
TWAGM bervariasi dari semai, makan di atas kanopi. Jenis
E: 00 51 49,0 pancang, tiang dan pohon. yang ditemukan: M.montana,
S: 134 05 00,1 Jenis pohon utama N.aspasia, M.keiensis
Dysoxylum mollissimum M.pusio,T.haematodus,C.gale
154 m dpl Ganguan habitat : rita,
Ditemukan pohon tumban, E.roratus, M.dumonti,
bekas penebangan, bekas C.melaena, D.Pinon,
galian tanah, persemaian D.rufigaster, M.amboinensis
Diameter pohon: C.membeki.
Intsia bijuga (ϴ) : 75
Kerusakan : 30 %
9 Pohon Topografi, datar,bertanah. 3 – 8 ekor, sedang bertengger
Di bagian Tengah Pertumbuhan vegetasi di bawa kanopi dan mencari
TWAGM bervariasi dari semai, makan di atas kanopi. Jenis
E: 00 51 38,2 pancang, tiang dan pohon. yang ditemukan:
S: 134 05 03,4 Jenis pohon utama P.buceroides, N.aspasia,
Dysoxylum mollissimum M.keiensis, M.pusio,C.cassicus,
191 m dpl Ganguan habitat : C.melaena, D.Pinon,
Pohon tumban, bekas D.rufigaster, C.membeki.
penebangan, jerat
Kerusakan : 10%
76
kayu bakar, jerat
Diameter pohon:
Elaeocarpus angustifolius
(ϴ) : 85,
Kerusakan : 10 %
12 Pemukiman Topografi, juran,bertanah, 3 – 11 ekor, sedang bertengger
tanah. Pertumbuhan vegetasi di bawa kanopi dan mencari
Di bagian Timur bervariasi dari semai, makan di atas kanopi. Jenis
TWAGM pancang, tiang dan pohon. yang ditemukan :
E: 00 51 66,6 Jenis pohon utama M.montana, P.buceroides,
S: 134 05 29,3 Falcataria moluccana N.aspasia, M.keiensis, M.pusio,
Ganguan habitat :
201 m dpl Pohon tumban, bekas T.haematodus, M.dumonti, P.
bakaran, jerat dan bekas papuensis, D.rufigaster,
penebangan liar D.hottentottus.
Kerusakan: 10%
13 Penebangan Topografi, datar,bertanah. 3 – 13 ekor, sedang bertengger
Pertumbuhan vegetasi di bawa kanopi dan mencari
Di bagian Selatan bervariasi dari semai, makan di atas kanopi. Jenis
TWAGM pancang, tiang dan pohon. yang ditemukan :
E: 00 51 60,9 Jenis pohon utama M.montana, M.pusio,
S: 134 05 40,3 Haplolobus lanceolatus M.dumonti,
Ganguan habitat : C.tenuirostris, C.melaena,
181 m dpl Bekas lahan perkebunan, M.amboinensis
bekas penebangan, pohon
tumban
Diameter pohon: Dysoxylum
mollissimum
(ϴ) : 65,
Kerusakan : 10%
77
15 Pohon Topografi, datar, berbatuh. 1 – 9 ekor, sedang bertengger
Pertumbuhan vegetasi di bawa kanopi dan mencari
Di bagian Utara bervariasi dari semai, makan di atas kanopi. Jenis
TWAGM pancang, tiang dan pohon. yang ditemukan :
E: 00 50 78,4 Jenis pohon utama M.montana, P.buceroides,
S: 134 05 09,6 Dysoxylum mollissimum N.aspasia,C.galerita,
Ganguan habitat : ditemukan L.lorry,M.keiensis M.pusio,
112 m dpl pohon tumban penebangan C.tenuirostri, C.melaena,
kayu. D.rufigaster, M.amboinensi
Diameter pohon:
Pimelodendron amboinicum
(ϴ) : 60,Pometia coreaceae
(ϴ) : 70
Kerusakan : 30 %
16 Pohon Topografi, datar, bertanah. 3 – 7 ekor, sedang bertengger
Pertumbuhan vegetasi di bawa kanopi dan mencari
Di bagian Utara bervariasi dari semai, makan di atas kanopi. Jenis
TWAGM pancang, tiang dan pohon. yang ditemukan :
E: 00 50 90,9 Jenis pohon utama M.montana,P.buceroides,T.hae
S: 134 05 14,6 Terminalia canalicuata matodus,M.dumonti,
Ganguan habitat :
C.cassicus, C.melaena,
137 m dpl Pohon tumban, penebangan,
P.papuensis, D.rufigaster,
tumpukan sampah
C.membeki.
Diameter pohon:
Calophyllum inophyllum
(ϴ) : 80,Dysoxylum
mollissimum (ϴ) : 101,
Pometia coreaceae (ϴ): 80,
Artocarpus Sp. (ϴ):60,
Octomeles sumatrana (ϴ):
120
Keruskan : 10 %
diambil gambar secara langsung dan beberapa yang lainnya dengan panduang
buku burung karangan Beehler, Pratt dan Zimmerman (2001) dan rekaman suara
burung dan gambar burung. Dapat dilihat pada Lampiran 6. Nama burung dan
78
Tabel 4.8. Nama Burung dan Status Konservasi di TWAGM, November
2016
Distrib IUC CITE PP
No Famili/Nama Ilmiah Nama Inggris/Indonesia
usi N S RI
Meliphagidae
1 Meliphaga montana Forest Honey P, G
Meliphaga Rimba AB
2 Philemon buceroides Helmeted Friarbird/ T, P, > AB
Cikukua Tanduk
Nectariniidae
3 Nectarina aspasia Black Sunbird P, G
Burung Madu Hitam
Psittacidae
4 Micropsitta keiensis Yellow-capped pygang M, P, G II
Parrot
Nuri Kate Topi Kuning
5 Micropsitta pusio Buff-faced pigmy parrot P, G II
Nuri Kate Pusio
6 Trichoglossus haematodus Rainbow - Larikeet J, <, M, II
Perkici - Pelangi T, P, >
7 Cacatua galerita Sulphur crested Cockatoo R, P, >, II AB
Kakatua koki
8 Eclectus roratus Eclectus Parrot M, T,P, II AB
Nuri Bayan >
9 Lorius lory Western Black-capped lory P, G, II A
Kasturi Kepala Hitam
Alcedinidae
10 Clytoceyx rex Shovel-billed Kingfisher P, G, AB
Raja Udang Paruh Sekop
11 Halcyon sancta Sacred Kingfisher S, K, J, AB
Cikakak SucI C, M,
T, P,
<,>
Sturnidae
12 Mino dumontii Yellow - aced Myna P, >
Mino muka kuning
13 Aplonis metallica Metallic Starling M, T,
Perling Unggu P,>
Cracticidae
14 Cracticus cassicus Hooded Butcherbird P, G
Jagal Papua
15 Cracticus quoyi Black Butcherbird P, >
Jagal Hitam
Campephagidae
16 Coracina tenuirostris Common Cicadabrird M, T, P
Kepudang-Sunggu Meniak
( Mirip burung hitam)
17 Coracina monata Black – bellied Cicadabird P, G
Kepudang- Sunggu Hitam
(Burung hitam)
Podargidae
18 Podargus papuensis Papuan Frogmouth P, >
Paruh-Kodok Papua (
79
Burung hantu)
Columbidae
19 Ducula Pinon Pinoris Imperial Pigeon P, G
Pergam Pinon
20 Ducula rufigaster Purple – tailed – Imperial P, G
Pigeon
Pergam Ekor Ungu
21 Macropygia amboinensis Brown Cuckoo-Dove M, P, >
Uncal Ambon
22 Macropygia nigrirostris Black billed Cuckoo-dove P, >
Uncal Paruh Hitam
23 Chalcophaps indica Cemmon Emerald Ground S, K, J,
Dave C, M,
Delimukan Zamrud T, P, <,
>
Bucerotidae
24 Rhyticeros plicatus Papua Hornboill M, P, II AB
Julang papua
Monarchidae
25 Myiagra alecto Shining Flycatcher P, G
Sikatan kilap
Rhipiduridae
26 Rhipidura threnothorax Sooty Thicketa Fantail P, G
Kipasan Semak Bayan
Centropodidae
27 Centropus menbeki Greater Black Coucal P, G
Bubut Hitam
Dicruridaes
28 Dicrurus hottentottus Spangled Drongo S, K, J,
Srigunting Jambul – M, C, <
Rambut.
Ket : A= UU no 5 Thn 1990, B = PP no 7 Thn 1999, P = Papua, G = Spesies terancam di Papua
dan Nieuw Guinea, T = Spesies terancam di kepulauan Timur, M = Maluku, J = Jawa, Bali dan
Madura, S = Sumatra, K = Kalimatan, C = Sulawesi, < = Spesies tersebut tercatat di Filipina
atau Asia Tenggara, > = Spesies tersebut tercatat di kepulauan Bismarck, Solomon dan Australia.
80
4.2. Pembahasan
burung di Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM) berkisar 2,13 – 2,78
tergolong sedang dari kisaran keanekaragaman jenis (H’) burung berdasar hutan
zona vegetasi pada lokasi penelitian dibagi empat hutan zona vegetasi yaitu (1)
hutan zona vegetasi pohon dengan nilai keanekaragaman jeni (H’) 2,78 dimana H’
2.30. (2) Hutan vegetasi pemukiman nilai keanekaragaman jenis (H’) 2,74
yang terdapat di kawasan hutan Taman Wisata Alam gunung Meja (TWAGM).
Empat hutan vegetasi memiliki nilai keanekaragaman jenis (H’) yang sama yaitu
berkisar 2,13 – 2,78 dengan kisaran nilai keanekaragaman jenis (H’). Jika H’
jenis (H’) pada kawasan Taman Wisata alam Gunung Meja (TWAGM) memiliki
tergolong rendah Alikodra (1990). Hal ini menunjukan bahwa kawasan Taman
81
Wisata Alam gunung Meja (TWAGM) tidak memiliki daya dukung lingkungan
yang memadai bagi kehidupan jenis burung yang ada di kawasan tersebut.
pembuangan sampah, pohon tumban, dll. Hal ini dapat menyebabkan burung tidak
habitat yang menyababkan ketersedian pakan, air minum, tempat beristirahat bagi
jenis cenderung rendah dalam suatu ekosistem dikarenakan gangguan habitat pada
kawasan tersebut dan tidak adanya daya dukung lingkungan seperti ketersediaan
burung suatu spesies dibagi jumlah semua burung dalam Taman Wisata Alam
dari penjumlaaan kelimpahan tiap jenis burung dalam satu zone vegetasi habitat.
Setelah melakukan analisis data didapatkan bahwa hasil kelimpahan jenis burung
di Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM) memiliki jumlah 168 jenis
habitat burung di Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM) yaitu: pada zona
82
vegetasi habitat pohon memiliki nilai (DMn) = 2,63, pada zona vegetasi habitat
pemukiman memiliki nilai (DMn) = 1,26, pada zona vegetasi habitat perkebunan
memiliki nilai (DMn) = 0,66 dan pada zona vegetasi habitat penebangan memiliki
Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM) pada empat zona vegetasi habitat
pemukiman 1,26, jumlah zona vegetasi perkebunan 0,66 dan penebangan 1,33.
kondisi lingkungan disetiap zona vegetasi. Selain itu factor yang menyebabkan
kemampuan jenis burung untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun terdapat
gangguan terhadap habitat, terdapatnya tutupan kanopi yang baik untuk tempat
(2012) areal zona vegetasi pohon memiliki tingkat jenis burung tinggi
dikarenakan terdapatnya tutupan kanopi yang baik sebagai tempat berlinding bagi
predator, tempat beristirahat yang baik dan tempat aktivitas burung yang baik.
83
(3) Dominansi Burung di TWA – GM
jenis burung yang dominan, sub-dominan atau tidak dominan dalam suatu
jumlah individu dari total seluruh jenis burung pada areal penelitian kali seratus
persen.
jenis burung di Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM) memiliki jumlah
168 spesies dengan nilai dominansi (Di) 19% yang tersebar di beberapa zona
vegetasi habitat burung di Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM) yaitu:
pada zona vegetasi habitat pohon memiliki nilai (Di) = 9 %, pada zona vegetasi
perkebunan memiliki nilai (Di) = 2 % dan pada zona vegetasi habitat penebangan
(TWAGM).Empat hutan vegetasi memiliki nilai dominansi jenis (Di) yang yang
dominan. Tingkat dominansi jenis (Di) pada kawasan Taman Wisata alam
Gunung Meja (TWAGM) memiliki kisaran tidak dominan, sub – dominan dan
84
dominan. Zona vegetasi pohon dengan nilai dominansi jenis (Di) = 9 %
tersebut yang ditemukan paling dominan dikarenakan factor pakan yang sesuai
dan bentuk tubuh yang kecil untuk mudah melewati tutupan kanopi serta
vegetasi pemukiman dan penebangan memiliki jumlah nilai dominansi jenis (Di)
jenis burung yang dominan, sub-dominan, dan tidak dominan dalam komonitasi
burung yang diamati pada suatu kawasan. Jenis burung yang dominan pada zona
dominansi yang tinggi, selain itu jumlah individu dan jenis –jenis burung tersebut
spesies tersebut sebagai aktivitas. Hal ini terkait dengan pakan, aktivitas harian,
perilaku harian yang mampu memanfaatkan jenis tutupan lahan dan kanopi.
85
(4) Waktu Dan Aktivitas Burung di TWAGM
Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM). Untuk menghitung nila aktivitas burung
persen.
Setelah dilakukan analisis data dari aktivitas burung adalah sebagai berikut
dominan adalah aktivitas terbang 39 %. Hal ini sesuai dengan perilaku burung
yang suka terban. Menurut Alikodra (1980) burung cenderung terbang diatas
pohon dan dibawa kanopi serta pada saat mencari makan, bermain dikarenakan
gangguan habitat. Berikut adalah keterangan aktivitas burung yang ada di Taman
(1) Bertengker
Bertengker merupakan perilaku burung yang berdiri dengan satu atau dua
kaki, bulu relaks dan mata terbuka (Pettinggill, 1969). Burung yang ada di Taman
Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM). Burung yang ada di Taman Wisata Alam
86
di pohon Pometia Corease dan Ficu Benjamina pada pagi hari hal ini di duga
untuk mendapatkan cahaya matahari, sedangkan pada sore hari burung bertengker
(2) Terbang
biasanya terbang ke areal perkebunan dan ke areal pohon hal ini memungkinkan
(3) Bersuara
Suara adalah bunyi yang dikeluarkan oleh burung yang dihasilkan oleh
(4) Makan
dan suatau pola yang tetap dilakukan oleh burung (Alikodra, 1980). Burung
Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM) pada saat pengamatan burung sesekali
memakan bijirumput dan tanah yang ada dipermukaan, selain itu di areal
perkebunan yaitu buah pisang dan sari bunga. Kegiatan memakan tanah adalah
perilaku burung memilih jenis tanah tertentu yang digunakan untuk membantu
87
(5) Istirahat
Istirahat merupakan perilaku burung yaitu berdiri dengan satu atau dua
kaki, bulu relaks dan mata yang tetutup (Pettingill, 1969). Burung lebih sering
melakukan aktivitas istirahat di atas pohon jati diduga karena pohon tersebut
(6) Bermain
bergerak merupakan aktivitas pindahnya suatu jenis dari satu tempat ke tempat
burung melakukan aktivitas berpindah atau bermain dari pohon satu ke pohon
yang lain, seperti pindahnya burung dari pohon beringin ke pohon matoa.
Gunung Meja (TWAGM) jenis pohon yang dominan dijadikan sebagai tempat
gangguan ) baik pada pagi hari maupun pada sore hari. Berdasarkan pengamatan
diduga Taman Wisata alam Gunung Meja (TWAGM) memiliki kondidi habitat
yang kurang nyaman bagi burung karena dapat dilihat bahwa kondisi habitat yang
88
Alam Gunung Meja (TWAGM) yang dimana terdapat lahan perkebunan sebagai
ketersediaan pakan namun tidak maksimal karena factor gangguan manusia dan
ketersedaan air hanya terdapat di bagian Timur Taman Wisata Alam Gunung
bersarang, dan berlindung. Selain itu juga ditentukan oleh suatu areal untuk
menampung burung ditentukan juga oleh luasnnya areal, komposisi dan struktur
vegetasi. Taman Wisata Alam Ginung Meja (TWAGM) memiliki kondisi habitat
yang terganggu dengan aktivitas manusia dan luas areal yang sempit dikarenakan
oleh factor manusia yang menjadikan sebagai lahan pertanian, pemukiman, dan
aktivitas burung. Hal ini merupakan perilaku tingkat adaptasi suatu hewan untuk
(Stenley, 1984).
Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM) pada saat cuaca mendung burung
sedikit dibandingkan pada saat cuaca cerah burung lebih banyak ditemukan
melakukan aktivitas, hal ini diduga pada saat cuaca mendung burung merasa suhu
mengembangkan bulu – bulunya untuk menjaga kestabilan suhu tubuh. Pada saat
cuaca cerah burung lebih banyak melakukan aktivitas seperti bermain, terbang,
89
(7) Penggunaan Vegetasi Burung di TWAGM
ditemukan jumlah spesies burung yang ada di Taman Wisata Alam Gunung Meja
(TWA) 35 spesies burung. Dari hasil penelitian ini yang ditemukan berjumlah 28
spesies dari 14 famili. Aspek penunjang dari dari spesies burung ditentukan juga
Wisata Alam Gunung Meja (TWA) cukup menarik. Pada dataran rendah plot
kekayaan spesies penyusun habitat yang menjadi bagian dari suatu ekosistem
hutan. Hal ini juga menunjukan bahwa kelimpahan burung sangat ditentukan oleh
90
vegetasi sebagai penyusun habitat. Dimana burung akan memilih habitat yang
menyatakan bahwa, aktivitas satwa liar biasannya sangat tergantung dari sifat
cuaca serta air yang memegang peran penting untuk hadirnya spesies di kawasan
hutan.
Burung merupakan sumber daya alam yang bemilai tinggi, baik secara
langsung maupun secara tidak langsung. Manfaat langsung dari burung dilihat
adalah dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Berhubungan dengan hal tersebut
Melestarikan suatu komunitas hayati yang utuh merupakan suatu cara yang
pengelolaan ini harus dapat meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat
dan berbagai sektor pemeritah lainnya untuk dapat melindungi komunitas hayati
tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Alikodra, 1990) untuk menjaga suatu
91
peran serta masyarakat dalam kesadaran untuk melindunggi komunitas hayati
tersebut.
penting dalam upaya pelestariannya. Dalam hal ini adalah masyarakat yang
tinggal berdekatan dengan Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWA) tidak
lainnya dari masyarakat sekitar yang dapat mengancam habitat dari burung yang
sebagai daerah pemukiman yang luas serta pengambilan kayu secara berlebihan
sebagai bahan bangunan dan kayu bakar yang diambil pada lokasi habitat
bermainnya burung.
Taman Wisata alam Gunung Meja (TWA) merupakan salah satu lokasi
hutan wisata yang berada di tengah Kabupaten Manokwari yang merupakan ibu
kota Provinsi Papua Barat. Aspek konservasi pakan maupun lokasi tempat
populasi dari burung. Menjaga keberadaan pakan dan habitat burung dapat
pakan dan habitat dari burung tersebut. Spesies tumbuhan seperti Matoa dan
92
tersebut sangat disukai oleh burung sebagai pakan dan tempat bermain, maka
Salah satu upaya telah dilakukan oleh pemerhati konservasi yaitu Balai
konservasi dan wisata. Pada lokasi habitat burung yaitu pada titik pengamatan 4
habitat burung. Luas habitat burung diperkirakan 2,5 km². Hal ini sesuai dengan
pernyataan Beehler, dkk (1986) yang menyatakan bahwa satu ekor burung
membutuhkan daerah jelajah atau homrage sekitar 2,5 km². Habitat burung dapat
dengan tumbuhan yang tinggi dimana mempunyai percabangan lateral dan agak
bertingkat dimana burung dapat hinggap dan berlompat – lompat antar cabang
satu dengan yang lain atau berayun pada liana. Sebaliknya habitat makan dan
93
beristirahat dicirikan dengan tumbuhan yang tinggi dan rimbun dengan tegak yang
rapat.
sampai 14. Hal ini disebabkan lingkungan hutan pada daerah tersebut sangat
menunjang aktivitas burung. Dimana pada daerah tersebut berada agak jauh dari
pemukiman dan terdapat tumbuhan yang menjadi pakan, pohon yang banyak
sebagai tempat berlindung dangan tutupan kanopi yang baik. Hal ini perlu
menjadi perhatian karena hanya pada bagian ini memiliki variasi vegetasi cukup
strategis untuk tempat berlindung, baik dari terpaan angin, sinar matahari, air
hujan, bahkan dari perburuan liar. Habitat yang sesuai bagi suatu spesias belum
tentu sesuai bagi spesies lainnya, karena setiap spesies satwa liar memiliki kondisi
habitat yang berbeda Alikodra (1990). Dari hasil pengamatan selama penelitian
TWAGM adalah sebanyak 119 jenis burung dari 35 Family dari tahun 1957 –
2016. Hasil penelitian hanya ditemukan 28 Species dari 14 family atau sekitar 25
%. Kehadiran burung pada Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM) sangat
dan Rhyticeros plicatus. Spesies yang sudah tidak ditemukan pada periode
94
penelitian adalah : Caracina quoyi Calage atrovirens, Cocomontis variolosus,
kerusakan alam yang menyebabkan berkurangnya pakan dan kebisingan. Hal ini
habitat yang sudah dijamah atau terbuka (Beehler, dkk. 2001). Kecenderungan
burung tersebut yang menyukai daerah agak terbuka dan kemampuan bertahannya
di dalam lingkungan hutan yang sudah terjamah membuat burung ini masih
besar adalah jenis – jenis burung yang memiliki ukuran kecil sampai sedang.
Eclectus roratus, Lorius lory, Cracticus quoyi, yang tidak dapat secara jelas
keberadaannya dan juga dapat diketahui melalui suara dan bayangan burung
Rhyticeros placate, Ducula pinon walaupun diamati secara tidak jelas (samar –
samar) tetapi keberadaannya dapat diketahui melalui suara dan bayangan burung
tersebut yang terdapat didahan pohon. Sebagian besar burung dapat di identifikasi
95
berdasarkan suara burung. Sangat sulit untuk mengamati burung – burung secara
langsung. Hal ini disebabkan sebagian besar burung memiliki ukuran tubuh yang
burung sangat berbeda. Burung cenderung sangat kurang pada daerah yang
terdapat banyak pohon tumbang ( titik pengamatan 2,7,10,11 13 dan 16) dan jalan
– jalan setapak yang sering dilewati masyarakat. Burung banyak ditemukan pada (
titik pengamatan 1,3,4,5,8,9,12,14 dan 15). Dari hasil penelitian juga ditemukan
banyak jalan – jalan setapak yang dibuat agar mempermudah dalam akses
pelewatan jalan oleh manusia. Pembuatan jalan setapak ini agar mempermudah
liar yang melewati pengangkutan kayu melalui truuk. Kondisi ini sangat berkaitan
dengan sifat – sifat burung yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan.
Sehingga kecendurungan untuk mencari tempat yang lebih aman dan sesuai
ini telah dibuktikan dengan beberapa penelitian yang perna dilakukan. Namun,
kehadiran jenisnya dalam beberapa periode tidak selalu stabil. Beberapa jenis
burung yang perna menepati kawasan tersebut, saat ini sudah tidak terlihat lagi,
bahkan burung – burung yang sebelumnya belum perna terlihat kini telah
menempati kawasan tersebut. Burung – burung yang telah hilang disebabkan oleh
potensi sumber daya yang sangat mendukung keberlangsungan hidup bagi burung
96
– burung tersebut. Hutan TWAGM dikenal dengan memilk potensi alam yang
beberapa jenis burung yang dilindungi seperti Cacatua galerita, Eclectus raratus,
Kehadiran burung sangat didukung oleh ketinggian tempat, apabila semakin tinggi
kawasan adalah ketersedianya vegetasi yang secara alami sangat dibutuhkan oleh
burung, hal ini sangat berkait erat dalam ketersediaan pakan. Vegetasi tersebut
juga akan digunakan sebagai tempat untuk melakukan segala ativitas, misalnnya
Ficus sp dan Instia sp, hal ini dilihat dari keaktifan burung – burung pada pohon –
cukup mendukung kehadiran burung – burung lain seperti : Aglaia sp, Alstonia
,Colophyllum sp, Ficus sp, instia sp, palaquium sp, Pometia sp, Pterocarpus sp
dan Vatica sp. Banyak vegetasi tingkat tiang dan pohon yang menempati sebagian
97
besar hutan tersebut. Namun banyak dari pohon – pohon tersebut yang telah
belum terlalu banyak aktivitas manusia di dalamnya, kini menjadi sangat sulit dan
lingkungan. Hal ini disebabkan beberapa jenis burung yang pernah mendiami
kawasan tersebut mencari tempat yang lebih sesuai dan nyaman bagi
TWAGM. Perkembangan daerah saat ini yang semakin pesat menjadi peluang
berubahnya suatu kondisi lingkungan. Hal ini sangat berkatan erat dengan daerah
– daerah yang masi memiliki potensi sumber daya alam seperti hutan, yang pada
mengalami fluktusi, dari yang pernah ada menjadi hilang, selain itu banyak
burung yang semula tidak nampak, sekarang menjadi bagian dalam kawasan
TWAGM. Jenis – jenis burung yang bermigrasi dari luar kawasan TWAGM
(territorial). Burung yang bisa bertahan yang mampu sampai saat ini masih
suatu kawasan yang sudah tidak ditempati lagi akibat adanya perpindahan oleh
98
oleh burung – burung yang bermigrasi dari luar kawasan untuk menempati daerah
sumber pakan disuat tempat sehingga harus mencari tempat lain yang
memasuki daerah tertentu. Pergerakan ini adalah suatu perilaku yang sangat erat
Grafik dinamika kehadiran jenis burung dalam beberapa periode dapat dilihat
pada Lampiran 2. Pada tahun 1957, Mess mencatat 34 jenis burung, kemudian
pada tahun 1995 Dwiyanto mencatat 35 jenis burung, pada tahun 1996 Hariadi
dan Wajo mencatat 43 jenis burung, pada tahun 2005 Putra Satria mencatat 22
jenis burung, pada tahun pada tahun 2006 Patiselano mencatat 45 jenis burung
,pada tahun 2014 BBKSDA-PB mencatat 35 jenis burung dan tahun penelitian ini
tersebar dapat dilihat pada Lampiran 2. Selama 6 periode berlangsung, ada yang
Cracticus quoyi ( hadir dari tahun 1957 – 2016), yang hadir dalam 4 periode
99
misalnya :Philemon buceroides, Larius lory, Centropus bernsteini, Dicrurus
sebagian hadir hanya satu periode sisanya. Burung –burung yang ditemukan dari
tahun 1959 sampai 2016, memiliki kemampuan berdaptasi dengan baik, selain
dari ketersediaan pakan dan vegetasi inang yang dimanfaatkan oleh burung –
dijumpai tahun 1957, secara bertahap muncul pada periode berikutnya, baik pada
salah satu periode, tahun 1995, 1996, pada tahun 195 dan 2016 hampir sebagian
besar muncul kembali. Selain itu spesies yang diintroduksi ke dalam kawasan oleh
yang diperoleh. Selain itu, waktu pengamatan yang berkaitan dengan musin buah
100
4.1.2. Kondisi Habitat Penelitian
4 (empat) zona yaitu: (1) zona vegetasi Pohon, (2) zona kebun, (3) zona
merupakan salah satu marga satwa yang terdapat hampir di setiap tempat, tetapi
yaitu adanya kondisi habitat yang cocok, baik serta aman dari segala macam
habitat dengan topografi yang bervariasi datar, bertanah, sedikit berbatuan dan
juran. Selain itu memiliki pertumbuhan vegetasi juga beragaman dari tingkat
semai, pancang, tiang dan pohon. Pada saat ini telah terjadi perubahan kondisi
tinggi yaitu 8 % pada titik pengamatan 2 di Korem dan Brawijaya, di ikuti pada
titik pengamatan: 1,3 dan 4 di Amban, Manguapi, Korem, Sarina dan Ayambori
dengan jumlah 6 %, diikuti tittik pengamatan 6,7,8 dan 14,15 dengan jumlah 3 %
Likban, Anggori, Amban, Mangguapi dan pada titik pengamatan : 5,10,11,12 dan
dengan luasan yang cukup besar dengan tipe kerusakan yaitu perladangan,
101
terjadi secara bebas dengan luas yang besar hal ini dikarenakan pemukimanan
masyarakat berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Jarak yang dekat dan
kerusakan lahan 3 % hal ini dikaitakan dengan topografi yang mudah dijangkau
namun masyarakat tidak terlalu melakukan praktik pembukaan lahan pada waktu
yang sama sehingga terjadi jumlah luasan tidak terlalu besar dan jarak antara jalan
Menurut Ali, et al, (2013) hutan saat ini dalam keadaan kritis. Penyebab
waktu yang jangka panjang. Dari segi konservasi, perambahan kawasan hutan
dan daya tamping lingkungan. Daya dukung dan daya tamping lingkungan dari
102
perambahan lahan pada umumnya adalah masyarakat setempat yang dimana
karena kondidi ekonomi terbatas sehingga pada saat yang sama memerlukan lahan
terjadi juga pada kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM).
perladangan dari masyarakat : ladang baru buka, bekas ladang dan ladang, bekas
dilakukan adalah dengan menebang hutan dan membakar biomasa. Ladang yang
baru dibuka merupakan areal lahan kosong yang dibabat habis tanpa adanya
tumbuhan datasnnya. Areal ini biasannya dibuka dengan tujuan untuk melakukan
pembersihan terhadap berbagai jenis tumbuhan yang perna tumbuh dan akan
103
merupakan langkah yang memudahkan masyarakat untuk membuka lahan secara
udara bersih yang dapat dihasilkan oleh vegetasi hutan serta hilangnnya fungsi
hutan sebagai pengatur tata air dan pencegahan terjadinya erosi. Dampak global
dari kebakaran hutan dan kerusakan lahan yang langsung dirasakan adalah
manusia berupa kerugian ekonomis dengan hilangnya manfaat dari potensi hutan
yaitu tegakan pohon hutan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya akan
bahan bagunan, bahan makanan dan obat – obatan serta satwa untuk memenuhi
(3) Ladang
kawasan pingiran Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM). Ladang ini
kemudian akan dijual demi menunjang perekonomian keluarga dan sebagian lagi
dikonsumsi.
104
Perladangan yang terjadi didalam kawasan Taman Wisata Alam Gunung
bekas – bekas ladang yang ditinggali oleh masyarakat dalam waktu beberapa
tahun sebagai masa bera. Selama masa bera berlangsung pada masyarakat maka
masyarakat akan membuka lahan baru untuk dijadikan lahan pertanian. Setelah
masa berah berakhir maka masyarakat akan kembali lagi kelahan yang lama yang
upaya yang dapat dilakukan untuk produkvitas ladang meliputi, kesuburan tanah,
pada kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM) dan memiliki luasan
kawasan yang begitu besar, hal ini disebabkan karena masyarakat disekitar
kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM) sangat bergantung pada
menjadi areal perladangan dan dengan demikian manfaat lahan untuk pertanian
dimulai kembali. Apabila masa bera berlangsung cukup lama, struktur dan
komposisi hutan sekunder akan mendekati struktur dan komposisi hutan primer.
Masyarakat melakukan bekas ladang yang sudah perna dibuka sebagai tempat
berkebun. Bekas ladang adalah areal yang pernah menjadi ladang namun telah
105
ditinggalkan untuk beberapa waktu sebagai bentuk dari masa istirahat (masa bara).
Masa bara merupakan masa atau rentang waktu istirahat suatu lahan dengan
bahan organic oleh karena itu waktu dan jenis vegetasi yang tumbuh merupakan
Pada penelitian ditemukan beberapa sampel bekas bakaran dan ada juga
bakaran yang terjadi secara alami dengan faktor musim panas yang
berkepanjangan atau ulah manusia. Areal bekas bakaran ini terjadi di areal Amban
dan Anggori, vegetasi yang ada menjadi kering dan coklat. Menurut Rasyid 2014
kebakaran hutan memiliki dampak yang sangat dirasakan oleh manusia berupa
kerugian ekonomis yaitu hilangnya manfaat dan fungsi hutan seperti tegakan
pohon yang bisa digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan
bahan bagunan, bahan makanan dan obat- obatan, serta bagi satwa sebagai
dapat dihasilkan oleh vegetasi hutan serta hilangnnya fungsi hutan sebagai
pengatur tata air dan pencegah terjadinnya erosi. Menurut Ap et al., 2010 bencana
106
hutan. Bencana kebakaranhutan dan lahan merupakan peristiwa yang hampir
Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM) salah satunya bekas galian tanah,
bibit tanaman, vondasi perumahan, dll. Areal bekas galian ini ditemukan pada
ditemukan pada daerah likban, Amban, Anggori dan Ayambori. Bekas galian
tanah inijika tidak dikendalikan maka akan menimbulkan dampak yang buruk
bagi kawas Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM) dan juga bagi semua
(TWAGM).
menanam atau dalam arti proses awal dengan cara menanam benih yang kemudian
menjadi bibit dan akan dibawa untuk selanjutnya ditanam di areal yang suda
ditentukan. Bekas persemaian ini merupakan salah satu areal terbuka yang
107
(8) Pohon Tumbang
daerah yang terang atau hilangnya kanopi akibat pohon- pohon besar yang tumban
di dalam kawasan. Pohon – pohon tersebut tumban secara alami yang disebabkan
oleh karena hujan ataupun tiupan angin yang kencang. Pohon – pohon yang
dibawahnnya dan juga bagi burung. Pohon yang tumban ini juga menyebabkan
Tempat pembuangan sampah ini terdapat di korem dan brawijaya yang letaknnya
dekat dengan masyarakat, ada juga di dalam kawasan. Masyarakat jika tidak
menyadari dan tetap membuang sampah di dawerah kawasan hutan maka sudah
pasti luasan kerusakan hutan semakin hari semakin bertambah. Jika masyarakat
yang hidup berbatasan langsung dengan kawasan kurang memiliki kesadaran akan
108
(10) Pemukiman
ini berada di Amban, Sarina dan Brawijaya. Hal ini sanggat memprihantinkan jika
kurang adannya sikap dan perhatian yang tegas dari pihak berwajib dan pihak
yang mengelolah kawasan maka akan lebih banyak lagi rumah yang dibagun
didalam kawasan. Pal – pal batas yang suda di buat tidak diidahkan oleh
Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM) yang membuat vegetasi yang ada
(12) Jalan
(TWAGM) ditemukan jalan yang terdapat di dalam kawasan Taman Wisata Alam
Gunung Meja (TWAGM). Areal jalan ini merupakan jalan aspal yang
Ayambori. Jalan ini merupakan bentuk dari deforestasi hutan karena merupakan
109
(13) Pengambilan Kayu Bakar, Pemasangan Jerat dan Penebangan
Pohon
Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM). Menurut Dako (2009) hutan
pelindung sistim penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Salah satu hutan lindung yang berada di ibu kota Provinsi Papua Barat, Kabupaten
Manokwari adalah Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM) yang letaknnya
usaha tani. Hal ini merupakan factor yang mendorong masyarakat memanfaatkan
potensi sumber daya hutan yang ada. Masyarakat local yang mendiami pinggiran
110
perekonomian. Menurut Dako, (2009) masalah kerusakan hutan lindung adalah
Meja (TWA-GM) dari tahun 1995 sampai 2014. Ditemukan bahwa yang termasuk
rumput, pesisir pantai, lautan, perumahan, bahkan wilayah perkotaan. Habitat bagi
kawin, bersarang, bertengker dan berlindung. Dari pernyataan ini dapat dilihat
111
Cacatua galerita, Eclectrus roratus, Lourius lorry, Rhyticeros plicates dapat
mampu untuk beradaptasi. Kondisi habitat dengan tumbuhan yang beragam akan
bagi burung pemakan buah, biji dan bunga adalah ketersediaan pohon sebagai
Komposisi dan struktur vegetasi, banyaknya tipe ekosistem dan bentuk habitat.
Oleh sebabt itu burung akan hidup pada habitat yang dapat mendukung dan aman
dari gangguan.
penyebaran biji dan penyerbu alami bagi tumbuhan guna membantu petani,
burung juga dapat dijadikan sebagai tolak ukur kelestarian dalam pemanfaatan
sumber daya alam. Burung juga banyak memberikan manfaat kehidupan bagi
manusia, baik sebagai sumber protein, pembasmi hama pertanian, dan perlombaan
(INCN, 2004). Selain itu sebagai indicator memiliki peran yang sangat baik untuk
Salah satu komponen ekosistem yaitu hubungan timbal balik dan saling
ketergantungan dengan lingkungan. Atas dasar peran dan manfaat ini maka
112
(1989), menyatakan burung mempunyai peran penting dalam membantu
regenerasi hutan secara alami seperti burung penyebar biji, penyerbukan bunga
sebagai indicator yang sangat baik dari kesehatan dan perubahan lingkungan.
dan sebagai sumber daya fisik, dan sensitive terhadap perubahan lingkungan.
Melestarikan suatu komonitas hayati yang utuh merupakan suatu cara yang
pengelolaan ini harus dapat meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat
dan berbagai sector pemerintah lainnya untuk dapat melindungi komonitas hayati
tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alikodra ( 1990), yaitu untuk menjaga
pelestariannya. Dalam hal ini adalah masyarakat yang tinggal berbatasan dengan
113
bahan bagunan, pembukaan lahan sebagai daerah pemukiman yang luas,
tersebut sudah berkurang hanya terdapat di tengah kawasan dan bagian barat,
spesies baik pakannya maupun lokasi tempat bermainnya burung. Apa bila
kawasan untuk melindungan burung dan tempat – tempat bersejarah yang ada di
dalam Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWA-GM) dengan menjaga
114
V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
(1) Jenis burung yang ditemukan di TWAGM sebanyak 28 jenis yang terdiri
(2) Nilai keanekaragaman (H’) burung di Taman Wisata Alam Gunung Meja
(TWAGM) berkisar 2,13 – 2,78 tergolong sedang Zona vegetasi pada lokasi
penelitian dibagi menjadi empat hutan zona yaitu (1) hutan zona vegetasi pohon
dengan nilai keanekaragaman jeni (H’) 2,78 dimana H’ 2.30. (2) Hutan vegetasi
pemukiman nilai keanekaragaman jenis (H’) 2,74 dimana H’ 2.30. (3) Hutan
vegetasi perkebunan nilai keanekaragaman jenis (H’) 2,44 dimana H’ 2.30. (4)
2.30.
(pakan) dan perubahan rentang alam akibat aktivitas manusia berupa ancaman
atau gangguan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Gangguan
115
persemaian, timbunan sampah, lahan pemukiman, jaringan listrik, jalan, tempat
5.2. Saran
1. Untuk istansi terkait seperti BBKSDA. Perlu adanya perhatian yang lebih
serius dari terkait dalam mengelolah kawasan, terutama pemberian tata batas
yang optimal oleh badan organisasi yang menangani secara penuh dan berwenang
dalam pengelolaan dan upaya pelestarian Taman Wisata Alam Gunung Meja
(TWAGM).
kepada masyarakat yang berada disekitar Taman Wisata Alam Gunung Meja
(TWAGM) untuk turut serta dalam menjaga, melestarikan dan berperang serta
sehingga tetap terjaga, lestari dan dapat juga memberikan sumbangan oksigen.
metode yang lebih akurat pada periode berikutnya untuk memantau kembali
116
penelitian lainnya sehingga kawasan tersebut mendapat perhatian dari pemerintah
117
118
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra. H.S. 1990 Pengelolaan Satwa liar Jilid I. Depdikbud Dirjen Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB, Bogor.
Badan Kerja sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur. 1985. Ekologi
Dasar 2. Lembaga Penerbitan Universiutas Hasanudin, Ujung Pandang
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA). 2014. Penataan Blok Taman
Wisata Alam Gunung Meja Kab. Manokwari Provinsi Papua Barat.
Kementrian Kehutanan, Direktur Jendral Perlindungan Dan Konsevasi
Alam. BBKSDA, Sorong.
Beehler, B.M., 1983. Frugifory and Polygamy In Paradise. The Auk 100: I - 12.
Beehler, B.M., T.K. Pratt dan D.A. Zimmerman. 2001. Burung-burung di kawasan
Papua. Terjemahan Tapilatu, M.D., R. Maharani dan D. N. Rini Puslitbang
Biologi-LIPI, Bogor.
Bibby, C.J., N.D. Buigees and D.A.Hill. 1992. Bird Census Techniques. Academic
Press Limted, London.
Brower, J.E. and J.H Zar (1998), Field and laboratory Methods for general
Ecology. W.n.c. Brown Company Publishers Bubuque,
Coates B.J., bishop K.D., Gardner D, 2000. Panduan Lapangan Burung-Burung
Dove Publications, Bogor.
Daturante, M. 2007. Jenis Pakan Burung Beo di Bagian Utara Kawasan Cagar
Alam Pegunungan Cilocops Jayapura. Skripsi Jurusan Biologi Fakultas
MIPA Universitas Negeri Papua Manokwari. (Tidak diterbitkan).
Forman, R & M. Gordon. 1986. Landscape Ecology. John Willey and Sons. New
York.
Hariadi, B. Tj. dan M.J. Wajo. 1996. Identifikasi Jenis Burung-burung di Taman
Wisata Gunung Meja Manokwari. Laporan Penelitian Faperta Uncen
Manokwari. Tidak diterbitkan.
Hernowo JB, Prasetyo LB. 1989. Konsepsi Ruang Terbuka Hijau Sebagai
Pendukung Pelestarian Burung. Media Konservasi. (2) 4 : 61-71.
Krebs, C.J. 1978. Ecological Methodology. Harper dan Row, Publisher, New York.
MacKinnon J., K. Philips, dan B. Van Balen. 2010. Burung – Burung di Sumatera.
Jawa. Bali. dan Kalimantan. LIPI – Burung Indonesia. Bogor
Setio, P. dan Lekito. 1997. Kajian Habitat Perilaku dan Pakan Alami Burung
Cenderawasih Kuning Kecil ( Parasideae minor.Minor show). Di
Wanariset Tuwanwouwi Manokwari. Jurnal Penelitian Vol. 2, No. 2.
Depertemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
BLK Manokwari.
Syafrudin D., 2011. Keanekaragaman Jenis Burung Pada Beberapa Tipe Habitat
di Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC), Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan Lampung. Skripsi. Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Suratmo., S Said., dan Ganjar OW. 2013. Identifikasi Okupasi Lahan pada
Kawasan Hutan Lindung Pinang Luar Kecamatan Rasau Jaya
Kabupaten Kubu Jaya. Jurnal Hutan Lestari 1 (2).
Tim Fasilitasi Perencanaan Multi Pihak Pengelolaan TWAGM. 2003. Potret Taman
Wisata Alam Gunung Meja. Kerja sama Pemerintah Daerah kabupaten
Manokwari dan NRM III Program. Tidak diterbitkan.
*) Berdasarkan buku panduan lapangan Burung-Burung di kawasan Papua (Beehler dkk, 2001)
Lampiran 2. Dokumentasi Jenis Burung Yang ditemukan di Taman Wisata Alam Gunung
Meja (TWAGM)
Perkici Pelangi
(Trichoglossus haematodus)
Kakaktua Koki (Cacatua galerita)
Penebangan liar
b. Gambar tipe kerusakan di Anggori
Ladang
Timbunan Sampah
f. Gambar tipe kerusakan di Brawijaya
Pemukiman
g. Gambar tipe kerusakan di Manggoapi
Ladang
Ladang