Anda di halaman 1dari 27

Modul 1 Blok 13-14

ASMA BRONKIALE

ANATOMI PLEURA, PULMO, DAN TRAKEOBRONKIALIS

PLEURA

Pulmonalis dilapisi oleh Pleura

1. Pleura Visceralis: Melapisi permukaan


paru
2. Pleura Parietalis: Melapisi cavitas
pulmonalis
3. Cavitas Pleuralis: Ruangan potensial di
antara pleura

PULMO

Pulmones adalah organ respirator vital

Pulmo mempunyai:

1. Apex, ujung superior tumpul yang naik di atas kosta 1 ke dalam radix leher
2. Basis, permukaan inferior konkaf, di seberang apex, bertengger pada
diaphragma.
3. 2 atau 3 Lobus
4. 1 atau 2 fissura
5. 3 facies: costalis, mediastinalis, diafragmatica.
6. 3 margo: anterior, inferior, superior

Pulmones melekat pada mediastinum oleh radix pulmonis: 1 bronchus principalis (dan
vasa bronchiales), arteriae pulmonales, venae pulmonalis superior dan inferior, plexus
pulmonalis, vasa lymphatica.

Pulmo dexter: lebih besar, lebih berat


3 lobus dan 2 fissura:
1. Fissura Oblique: Memisahkan lobus inferior dari lobus superior dan lobus medius
2. Fissura Horizontalis: Memisahkan lobus superior dan lobus medius

Berdekatan dengan struktur penting di mediastinum dan pangkal leher: Cor, vena cava
inferior,vena cava superior, vena azygos.dan esophagus.

Pulmo Sinister:

● Berukuran lebih kecil dibandingkan pulmo dexter


● Fissura obliqua membagi menjadi 2 lobus( lobus superior dan lobus inferior)
● Margo anterior pulmonis sinistri mempunyai incisura cardiaca pulmonis sinistri
● Incisura cardiaca mengindentasi aspek anterior inferior lobus superior.
● Lingula pulmonis sinistri, memanjang di bawah incisura cardiaca dan bergerak
masuk dan keluar recessus costomediastinalis selama inspirasi dan ekspirasi.
● Berdekatan dengan struktur penting di mediastinum dan pangkal leher: cor,
arcus aortae, aorta thoracica, dan esophagus.

SEGMENTUM
TRACHEOBRONCHIALIS

Trakea berada di mediastinum superior

1. Bronkus principalis dexter: lebih lebar, lebih pendek, dan berjalan lebih vertikal
2. Bronkus principalis sinister: berjalan ke arah inferolateral, inferior arkus aorta dan
anterior esofagus dan aorta torakalis

Bronchus principalis → bronchus lobaris → bronchus segmentalis yang menyuplai


segmenta bronchopulmonalia → bronchioli condukctantes → bronchioli respiratorii →
ductus alveolares → sacculus alveolaris → alveoli.

VASKULARISASI
Arteri Pulmonales
● Berasal dari truncus pulmonalis
● Arteriae pulmonales dextra dan arteriae pulmonales sinistra
● Arteriae lobares superiores superiores dextri dan arteriae lobares superiores
sinistri
● Arteriae lobares inferiores dextri dan arteriae lobares inferiores sinistri
● Arteriae lobares media
● Arteriae segmentales

Vena Pulmonales
● Vena pulmonales superior dan vena pulmonales inferior
● Bermuara ke atrium sinistrum

ALIRAN LIMFATIK

Pulmones
Plexus lymphaticus bronchopulmonalis terletak di submucosa bronchi dan jaringan ikat
peribronchial → nodi pulmonales sepanjang peribronchial → nodi pulmonales
sepanjang bronchi lobares → nodi bronchopulmonales.
Pleura Visceralis
Plexus lymphaticus subpleuralis mendrainase parenchyma pulmonis dan pleura
visceralis→ nodi bronchopulmonales (nodi hili) di regio hilum pulmonis.
Pleura Parietalis
Lympha pleura parietalis → nodi lymphoidei dinding thorax.
INERVASI

Nervi dari pulmones dan pleura visceralis diturunkan dari plexus pulmonalis anterior
dan (terutama) posterior terhadap radix pulmonis.
Plexus nervosus tersebut berisi:
- Serabut parasimpatis dalam plexus pulmonalis → serabut presinaptik dari
nervus vagus.
- Serabut simpatis dari plexus pulmonalis → serabut postsinaptik.
- Serabut aferen viseral dari plexus pulmonalis → refleksif atau nosiseptif

HISTOLOGI DINDING SISTEM RESPIRATORIUM


1. Tunica mucosa respiratoria
- Epithelium (lapisan endoderm)
● Pada umumnya dilapisi oleh epithelium pseudostratificatum columnare ciliatum
dengan epitheliocytus caliciformis (= epithelium respiratorium)
● Sel-sel penyusun epithelium respirasi adalah :
a. Sel columnare ciliatum (300 ciliatum motil)
b. Exocrinocytus caliciformis (sel goblet)
c. Epitheliocytus penicillatus (Brush cell)
● Bentuk sel columnar, sedikit cilia, namun di bagian apikal banyak microvilli
Ada 2 tipe Brush cell:
● Brush cell yang mirip sel imatur yang berperan untuk mengganti sel Goblet atau
Silia yang rusak
● Brush cell yang mempunyai ujung saraf afferen pada bagian basal, merupakan
reseptor sensoris
● Epitheliocytus basalis : Bentuk sel bulat, terletak di lamina basalis
● Sel granula kecil sel basal, tetapi mengandung banyak granula sitoplasmik kecil,
dan menunjukkan aktivitas DNES
- Lamina propria
Terdiri dari textus connectivus laxus
● Glandula mucosa, hanya pada cavits nasalis sampai bronchus
● Textus connectivus skeletal: cartilago dan os pada cavitasnasi, cartilago pada
larynx, makin berkurang, akhirnya hilang mulai dari bronkiolus
● Cartilago cegah kolaps dinding tractus respiratoria

2. Tunica muscularis
● Musculus levis yang mengatur diameter lumen
● Mulai pada trachea, yang bergabung dengan ujung terbuka kartilago hyalin
berbentuk C
● Pada bronchus, beberapa lapis otot berjalan spiral
● Ketebalan otot makin berkurang dan menghilang pada ductus alveolaris

3. Tunica adventitia
● Banyak ditemukan fibra elastica dan fibra collageni

Arbor Bronchial (Bronchial Tree)


● Mulai saat bifurcatio trachea membentuk bronchus primarium sinistra dan dextra,
masing-masing penetrasi ke hilum setiap pulmo
● Ada bagian extrapulmonari bronchus seperti bronchus primarium dan
intrapulmonari bronchus yaitu bronkus secundarium sampai dengan bronchiolus
respiratorius.
● Bronkus bercabang sampai 15-20 kali sebelum Br. terminalis
● Jalan nafas secara progresif mengalami perubahan dalam ukuran, penurunan
jumlah kartilago, glandula, sel goblet, dan ketinggian epitel; terjadi peningkatan
otot polos dan jaringan ikat elastin
● Gambaran bronkus ditandai dengan adanya kartilago bronchialis dan glandula
bronchialis
● Bronchus dilapisi oleh epithelium respirasi yaitu epithelium pseudostratificatum
columnare ciliatum
Bronchiolus
● Cabang bronkus terkecil bercabang menjadi bronkiolus.
● Cartilago mulai tidak ada
● Glandula tidak ada
● Bronkiolus cabang terbesar masih dilapisi epithelium respirasi, selanjutnya
mengalami perubahan ketinggian epitel, berangsur-angsur menjadi epithelium
simplex columnare atau cuboideum
● Setiap bronchiolus bercabang 5- 7 bronchiolus terminalis.

Bronchiolus terminalis
● Komponen terkecil dari pars conductoria
● Dilapisi epithelium simplex columnare ciliatum, atau epithelium simplex
cuboideum ciliatum dengan beberapa sel goblet atau tanpa sel goblet (Sel hilang
terlebih dahulu sebelum cilia untuk mencegah goblet mucus terkumpul tanpa
bisa disingkirkan bila tidak ada cilia)
● mulai terdapat exocrinocytus bronchiolaris (sel Clara) berbentuk bundar tanpa
cilia dengan sitoplasma mengandung granula glikogen. Fungsi belum diketahui.
● Setiap bronchiolus terminalis bercabang 2 atau lebih bonchiolus respiratorius.
Bronchiolus respiratorius
● Epithelium simplex cuboideum /simplex squamosum tinggi
● (+) clara cell, pneumocytus I, pneumocytus II
● (-) sel goblet, kelenjar,cartilago
● Di bawah epitel → jarkat elastis dan otot polos tipis
● Dinding → berhubungan dengan alveolus
● Makin ke bagian distal → cilia menghilang

Ductus alveolaris
● Merupakan pintu masuk ke alveoli, seluruh dinding terdiri dari alveoli
● Epithelium simplex squamosum tinggi (-) cilia
● Alveolus dan ductus alveolaris dilapisi pneumocytus I dan II
● Lamina propria alveolus → terdapat sel otot. Berkas otot mirip
sphincter, tampak sebagai simpul diantara alveolus

Sacculus alveolaris
● Terdiri dari beberapa alveoli
● Beberapa alveoli mempunyai muara bersama disebut atrium

Alveolus
● Epithelium simplex squamosum
● Jenis sel
- Pneumocytus typus I → gepeng, mengisi 97%
- Pneumocytus typus II → kuboid
● Diantara alveoli → kapiler darah
HIPERSENSITIVITAS
● Hipersensitivitas terbagi menjadi 5 tipe → hipersensitivitas I - V
● Pada asma bronkiale, hipersensitivitas yang terlibat adalah hipersensitivitas tipe I
dan IV

Hipersensitivitas tipe I
➢ Prosesnya dimulai ketika alergen menginduksi pembentukan IgE yang kemudian
berikatan dengan Fc sel mast dan basofil.
➢ Pada pajanan ulang dengan alergen yang sama kemudian akan terjadi
degranulasi sel mast dan pelepasan mediator ( histamin, Eosinophil chemotactic
factor of anaphylaxis (ECF-A), heparin, triptase, dll)
➢ Fase lambat ( late phase) terjadi kurang lebih 6 jam setelah pajanan alergen dan
terutama diakibatkan oleh leukotrien, PgD2, IL-4, dll. Yang menyebabkan
masuknya sel inflamasi seperti neutrofil dan eosinofil.
Hipersensitivitas tipe IV
➢ Terjadi ketika eosinophil diaktivasi kemudian terjadi pelepasan IL-4, IL-5, eotaxin,
dll. Yang menginduksi inflamasi kronik saluran pernapasan remodelling)
ASMA BRONKIALE

DEFINISI
Menurut GINA Tahun 2014
Asma adalah penyakit saluran napas, biasanya ditandai dengan peradangan saluran
napas kronis. Hal ini ditentukan oleh riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak
napas, dada seperti terikat dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu dan
intensitasnya, dan juga dijumpai adanya keterbatasan aliran udara ekspirasi yang
bervariasi.

ETIOLOGI
- Alergen lingkungan (tungau debu rumah, alergen kucing dan anjing, alergen
kecoa, dan jamur
- Infeksi saluran pernapasan: virus
- Latihan, hiperventilasi
- Penyakit GERD
- Sinusitis kronis/rinitis
- Aspirin, NSAID, sensitivitas sulfit
- Penggunaan penghambat reseptor beta adrenergik
- Obesitas
- Polusi lingkungan seperti asap rokok
- Paparan pekerjaan iritan (semprotan rumah tangga), emosi, faktor perinatal
(premature, ibu merokok)

FAKTOR RISIKO
Terdapat 3 faktor risiko pada asma:
1. Faktor endogen: genetik, atopi, gender
2. Faktor lingkungan: keberadaan allergen indoor/outdoor, asap rokok aktif/pasif
3. Faktor pencetus: infeksi saluran nafas, udara dingin, obat tertentu, aktivitas,
stres, dan iritan lain

EPIDEMIOLOGI
- Asma adalah penyakit kronis yang umum di seluruh dunia dan mempengaruhi
sekitar 26 juta orang di Amerika Serikat. Mempengaruhi sekitar 7 juta anak-anak.
- Prevalensi asma di indonesia menurut RISKESDAS tahun 2018 adalah 2,4%,
Jawa Barat 2,8%
- Semakin tua umur prevalensi asma di Indonesia semakin meningkat ( < 1 tahun:
0,4%, >75 tahun: 5,1%)
- Laki-laki 2,3%, Wanita 2,5%
KLASIFIKASI

PATOGENESIS
Sumber : Modul Dokter
● Asma adalah suatu proses inflamasi kronik yang khas, melibatkan dinding
saluran respiratorik, menyebabkan obstruksi saluran nafas intermiten dan
hiperesponsif bronkial.
● Hipereaktivitas ini merupakan predisposisi terjadinya penyempitan saluran
respiratorik sebagai respons terhadap berbagai macam rangsang. Gambaran
khas adanya inflamasi saluran respiratorik adalah aktivasi eosinofil, sel mast,
makrofag, dan limfosit-T pada mukosa dan lumen saluran respiratorik.
Perubahan ini dapat terjadi meskipun asmanya tidak bergejala.
● Faktor etiologi utama pada asma adalah predisposisi genetik terhadap reaksi
hipersensitif tipe I (atopi) pada keadaan akut dan hipersensitivitas tipe IV jika
menjadi kronis.
● Patologi : inflamasi saluran pernafasan, dan hiperresponsif dari bronkhi

1. Antigen akan ditangkap oleh dendritik


2. Dendritik sel mempresentasikan ke sel limfosit-T naive/Th-0 (sama seperti
proses sel imun innate) :
- mengeluarkan IL-12 → respon Th-1 aktif → dikeluarkan mediator inflamasi
(IFN-gamma, lymphotoxin, IL-2) `→ keluarnya cell mediated immunity/ innate
immunity dan neutrofil
3. Akan terjadi juga respons dari Th-2 (sama seperti proses sel imun adaptif) →
pengeluaran sitokin → limfosit B aktif → limfosit B berdiferensiasi menjadi
sel plasma → menghasilkan antibodi IgE → IgE menempel dengan sel mast
→ mengeluarkan histamin, prostaglandin (vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas vaskular), leukotrienes(bronkospasme), enzim → bronkus
hiperresponsif dan obstruksi aliran udara/bronkospasme → gejala asma
PATOFISIOLOGI
Sumber : Modul Dokter
● Patofisiologi asma kompleks dan melibatkan peradangan saluran napas,
obstruksi aliran udara intermiten, dan hiperresponsif bronkus yang menyebabkan
gejala dyspnea, wheezing, batuk.
*Tambahan mekanisme dyspnea dari dr Djaja
Sensasi dyspnea berawal dari aktivasi sistem sensorik yang terlibat dalam sistem
respirasi. Informasi sensorik sampai pada pusat pernapasan di otak dan memproses
respiratory-related signals dan menghasilkan pengaruh kognitif, kontekstual, dan
perilaku hingga terjadi dyspnea
● Hipersekresi mucus : batuk berdahak
● Peningkatan estrogen memiliki peran pada setiap proses sensitisasi alergi yaitu ;
Presentasi allergen, polarisasi sel T helper tipe 2, isotype IgE dan degranulasi sel mast
melalui reseptor estrogen

GEJALA KLINIS
Sumber : Modul Dokter
● Riwayat gejala saluran pernapasan yang bervariasi
- Gejala tipikal adalah wheezing, napas pendek, dada sesak, dan batuk
- Penderita asma umumnya memiliki lebih dari satu gejala tipikal
- Gejala yang terjadi bervariasi setiap waktu dan bervariasi dalam intensitas
- Gejala ini biasanya terjadi dan memburuk pada malam hari dan saat berjalan
- Gejala sering dipicu oleh aktivitas fisik, tertawa, allergen, atau udara dingin
- Gejala sering terjadi atau memburuk dengan infeksi virus

● Keterbatasan ekspirasi yang bervariasi


- Sedikitnya sekali selama proses diagnosis seperti FEV1 rendah, rasio FEV1/FVC
lebih rendah dari normal. Rasio FEV1/FVC normal : > 0.75-0,80 pada orang
dewasa dan lebih dari 0,85 pada anak-anak.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan / Asesmen pasien ASMA
1. Kontrol Asma - periksa gejala dan faktor risiko
● Periksa gejala-gejala yang terkontrol dalam waktu 4 minggu
● Identifikasi modifikasi faktor risiko untuk pasien dengan outcome buruk
● Ukur fungsi paru sebelum pengobatan mulai, 3-6 bulan kemudian, dan
secara periodik, sedikitnya setiap tahun
2. Apakah ada komorbid?
● Komorbid yang dimaksud termasuk rhinitis, rhinosinusitis kronik,
gastroesophageal reflux (GERD), obesitas, Obstructive sleep apnea,
depresi, dan ansietas.
● Komorbid harus diidentifikasi berpengaruh terhadap gejala saluran
pernapasan, yang juga berpengaruh terhadap kualitas hidup.
Pengobatannya mungkin mempersulit penanganan asma.
3. Issue Pengobatan
● Catat riwayat pengobatan pasien asma, dan tanyakan efek samping yang
mungkin timbul
● Perhatikan pasien dalam penggunaan inhaler untuk memastikan
penggunaannya benar
● Memiliki empati dan berdiskusi dengan pasien
● Periksa apakah pasien membuat rencana penanganan asma
● Tanyakan pada pasien tentang kebiasaannya dan target pengobatan
asmanya

USUL PEMERIKSAAN PENUNJANG


Note: Kebanyakan belum banyak dipakai (untuk penelitian, dll) atau untuk
menyingkirkan DD lain. Usulan PP kasus sudah ada di identifikasi skenario
● Eosinofil sputum dan darah (eosinofil darah > 4%/300-400μL)
● Serum IgE ( > 100 IU)
● Analisa gas darah
● Periostin marker Th2/eosinophilic inflammation dan airway remodeling (under
investigation)
● Pulse oximetry
● X - foto thorax: bisa normal/hiperinflasi dan untuk menyingkirkan penyakit lain
● CT Scan: jika gejala kronik dan mencari komplikasi spt aspergillosis /
bronchiectasis.
● MRI: jika diduga ada lesi paru
● EKG: Sinus takikardi atau mencari SVT akibat toksisitas teofilin
● Skin prick test
● Spirometri
● Bronchoprovocation test: untuk memastikan diagnosis terutama pada asma
intermiten dengan spirometry normal
● Peak expiratory flow
● Exhaled nitric oxide: menilai kontrol asma dan inflamasi
● CT scan sinus: menilai ada atau tidaknya sinusitis
● 24 hour pH monitoring
● Pemeriksaan histologi: menunjukkan infiltrasi sel inflamasi, penyempitan lumen
saluran napas, denudasi epitel bronkus dan bronkiolus, dan sumbatan mukus
KRITERIA DIAGNOSIS
● Anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai asma plus
● Terdapat dokumentasi fungsi paru yang bervariasi melebihi orang sehat, sebagai
contoh
- FEV1 meningkat lebih dari >200 ml dan >12% dari nilai baseline (atau
pada anak anak, meningkat > 12% dari nilai prediksi) setelah pemberian
bronkodilator per inhalasi → reversibilitas bronkodilator
- Rata-rata terdapat variasi diurnal PEF > 10% (pada anak anak > 13%)
- FEV1 meningkat lebih dari 12% dan 200 ml dari baseline (pada anak-anak
>12% dari nilai prediksi) setelah 4 minggu pemberian terapi antiinflamasi
(diluar infeksi saluran napas)
- Makin besar variasi, atau makin sering terjadi variasi fungsi paru, maka
makin yakin diagnosis asma
- Tes dapat diulang saat timbul gejala, pagi-pagi sekali, atau setelah terapi
bronkodilator
- Reversibilitas bronkodilator mungkin menghilang pada eksaserbasi asma
yang berat atau setelah infeksi virus

PENATALAKSANAAN
A. TUJUAN
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkat dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktivitas normal yang termasuk melakukan olahraga
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
g. Mencegah kematian karena asma
B. NON - FARMAKOLOGI
a. Edukasi :
i. Hindari merokok/paparan asap rokok
ii. Hindari obat-obat yang membuat asma memburuk
iii. Hindari allergen indoor
iv. Hindari allergen outdoor
v. Hindari makanan pemicu alergi
vi. Hindari stress
vii. Diet sehat & mengurangi berat badan untuk pasien obese
viii. Aktivitas fisik
ix. Latihan pernapasan
x. Tingkatkan asupan cairan tubuh
b. Memonitor asma secara berkala
c. Merencanakan pengobatan jangka panjang dan untuk serangan akut
d. Pemberian O2 jika saturasi <93%
C. FARMAKOLOGI
a. Kategori :
i. Controller - Inhaler Corticosteroid
Utamanya untuk menurunkan inflamasi jalan napas. Bisa untuk
mengendalikan gejala, mencegah eksaserbasi, dan
mempertahankan fungsi paru.
1. Steroid inhalasi (SI) - menekan inflamasi saluran
respiratorius (2x sehari)
2. Long Acting Beta Agonist (LABA) - kombinasi dengan SI.
untuk anak >5thn hanya jika SI inadekuat. Contoh :
formoterol.
3. Leukotriene Receptor Antagonist (LRTA) - mengurangi
batuk, memperbaiki fungsi paru, dan mengurangi
eksaserbasi juga inflamasi. Alternatif SI. contoh :
Montelukast.
4. Teofilin lepas lambat - Kombinasi SI, tapi banyak ESO jika
sudah dosis tinggi (>10 mg/kg BB/hari).
5. Anti IgE - Mengurangi kadar IgE bebas. Contoh :
Omalizumab SC /2-4minggu.
ii. Reliever
Pereda yang digunakan saat serangan akut asma. Contohnya saat
terjadi bronkokonstriksi ketika olahraga.
1. Short Acting Beta Agonist (SABA) - Asma serangan ringan -
sedang & bekerja cepat. Contoh : Salbutamol. Sediaan ada
MDI (metered dose inhaler), DPI (dry powder inhaler), atau
nebulizer. ESO : tremor, takikardi.
2. Ipratropium bromida - Dilatasi bronkus lewat penurunan
tonus parasimpatis. Kombinasi dgn SABA sebagai
pertimbangan inhaler ke-3.
3. Steroid Sistemik - perlu kira-kira 4 jam untuk perbaikan
klinis. Contoh : Prednisolon/prednison PO 1-2 mg/kgBB/hari
(max. 40 mg/hari). Lama 3-5 hari tanpa tappering off.
4. Aminofilin IV - untuk serangan berat/ancaman henti napas
dan tidak merespon beta agonis/steroid sistemik.
b. Tatalaksana secara garis besar

c. Algoritma starting treatment dewasa & >12thn


i. Dinilai terlebih dahulu dari diagnosisnya, gejala, komorbiditas, dll.
ii. Bisa gunakan ICS-Formoterol sebagai reliever
1. Dosis rendah jika gejala dirasakan kurang dari 4-5 hari
seminggu (step 1-2)
2. Dosis rendah maintenance jika gejala hampir setiap hari
atau bangun tidur dengan asma seminggu sekali atau lebih
(step 3)
3. Dosis sedang jika gejala dirasakan setiap hari atau bangun
tidur dengan asma seminggu sekali atau lebih dan fungsi
paru menurun (step 4)
4. Tambahkan LAMA + anti igE, anti Ige, anti IL5/5R, anti IL4R.
pertimbangkan dosis tinggi ICS Formoterol. Ini jika
presentasi gejala sudah lebih dari step 4 (step 5)
iii. Atau bisa gunakan SABA sebagai reliever, tapi harus dicek apakah
terapi controllernya teratur.
1. Gunakan ICS setiap SABA dikonsumsi jika gejala <2x
perbulan (step 1)
2. Dosis rendah maintenance ICS jika gejala 2 atau lebih
perbulan, tetapi <4-5x perminggu (step 2)
3. Dosis rendah maintenance ICS-LABA jika gejala hampir
setiap hari atau bangun tidur dengan asma seminggu sekali
atau lebih (step 3)
4. Dosis sedang/tinggi maintenance ICS-LABA jika gejala
dirasakan setiap hari atau bangun tidur dengan asma
seminggu sekali atau lebih dan fungsi paru menurun (step 4)
5. Tambahkan LAMA + anti igE, anti Ige, anti IL5/5R, anti IL4R.
pertimbangkan dosis tinggi ICS-LABA. Ini jika presentasi
gejala sudah lebih dari step 4 (step 5)
d. Algoritma starting treatment anak 6-11 tahun

e. Algoritma manajemen eksaserbasi asma

i. Untuk pasien menunjukan gejala asma akut /subakut


ii. pastikan diagnosis asma, faktor pencetus, dan keparahan
eksaserbasi
iii. Untuk mild atau moderate gunakan SABA 4-10 puff setiap 20 menit
selama 1 jam, prednisolone 40-50 mg (dewasa) atau 1-2 mg/kg
(anak), O2 jika tersedia untuk memperbaiki saturasi oksigen (target
93-95%). Selanjutnya gunakan SABA dan nilai progress setelah 1
jam.
iv. Untuk severe dan mengancam nyawa (kesadaran menurun,
kebingungan, suara dada tidak terdengar sama sekali) langsung
harus ke Acute Care Facility untuk ditangani sambil menunggu
pemberian SABA, ipratropium bromide, O2, kortikosteroid sistemik.
f. Kriteria dipulangkan
g. Tatalaksana cepat untuk semua pasien
Bronkodilator sesuai kebutuhan untuk gejala: 2-agonis inhalasi
short-acting dengan nebulizer (0,05 mg/kg dalam 2-3 cc saline) atau
inhaler dengan masker wajah dan spacer (2-6 isapan; untuk eksaserbasi,
ulangi setiap 20 menit sampai sampai 1 jam)

h. Kriteria Rujukan
i. Sering eksaserbasi
ii. Serangan asma akut sedang-berat
iii. Asma berkomplikasi

PENCEGAHAN
Menghindari faktor pencetus asma
● Tungau debu rumah
- Membersihkan lantai dari debu setiap hari
- Membersihkan perabot rumah yang potensial menyimpan debu 2 minggu
sekali
- Menghindari boneka bulu atau mencucinya minimal seminggu sekali
● Asap rokok
- Memaksimalkan ventilasi udara dan penggunaan pembersih udara
- Menghentikan kebiasaan merokok atau setidaknya tidak merokok didalam
rumah terutama pada saat anak berada di dalamnya
● Serbuk sari/pollen
- Mengurangi aktivitas yang menyebabkan paparan
- Segera mandi setelah melakukan aktivitas yang terpapar dengan pollen
● Allergen makanan
- Menghindari jenis makanan penyebab alergi (susu, telur, ikan, kacang,
ragi, keju, gandum, dan coklat)
● Exercise induced Asthma (EIA)
- Pemanasan serta pendinginan yang benar sebelum atau sesudah
melakukan aktivitas
- Memodifikasi jenis olahraga atau aktivitas ke arah olahraga yang bersifat
aerobik.
● Menghindari perubahan musim/cuaca, suhu AC yang terlalu dingin, atmosfer
yang mendadak dingin
● Menghindari stress/emosional

KOMPLIKASI
● Kandidiasis oral
● Irreversible airflow obstruction
● Pneumothorax
● Atelectasis
● Gagal nafas

PROGNOSIS
Ad vitam biasanya ad bonam, functionam dan sanationam tergantung apakah dapat
menghindari pencetus atau tidak.

IDENTIFIKASI SKENARIO

Ny B berusia 25 tahun datang ke klinik dengan keluhan dyspnoe (suspek saluran


pernapasan, kelainan jantung), yang dirasakan sejak 2 hari yang lalu (fase akut).
Pasien merasa dyspnoe saat berbicara, dan berhenti setiap kalimat, setelah makan
telur (serangan asma sedang) . Sejak kemarin memakai inhaler ventolin 2x sehari
(RPO) , dyspnoe berkurang tetapi beberapa jam kemudian sesak timbul Kembali
(pengobatan simtomatik , bukan untuk etiologi). Sejak sebulan terakhir dyspnoe
dirasakan seminggu sekali terutama malam hari (paroxysmal dyspnoe) sehingga pasien
terbangun. Selama 1 bulan ini masih bisa beraktivitas sehari-hari seperti biasa. Tetapi 2
hari ini terasa mengganggu aktivitas (asma tidak terkontrol menurut GINA). Keluhan
dirasakan memberat pada malam hari terutama jika udara dingin (Faktor yang
memperberat). Pasien juga mengeluhkan adanya batuk dengan sedikit sputum jernih
tapi lengket (diakibatkan oleh kerusakan endotel, adanya alergi meningkatkan mukus
meningkat) , tetapi tidak ada hemoptoe, bersin, febris atau nyeri terbakar di dada/ ulu
hati (Menyingkirkan suspek adanya infeksi virus atau bakteri). Selama ini pasien tidak
rutin kontrol ke klinik, dan pasien memakai obat inhaler ventolin yang dipakai jika
dyspnoe sejak 3 bulan terakhir (asmanya tidak terkontrol menurut GINA).

Keluhan yang serupa ini telah dirasakan pasien sejak masih kecil, terjadi sesekali sekali
jika makan telur atau terkena debu, setelah berobat ke dokter sembuh (bisa sebagai
faktor pencetus dimana reaksi hipersensitivitas type 1) . Pasien belum pernah dirawat
setahun ini.

Disangkal adanya riwayat hipertensi, atau diabetes mellitus. (mencari adanya suspek
kelainan jantung dan faktor penyakit pasien)

Kakek pasien diketahui menderita penyakit asma,(faktor risiko) tetapi tidak ada
anggota keluarga yang menderita hipertensi, atau diabetes mellitus.

Riwayat kebiasaan : Pasien merokok 1 batang sehari (faktor risiko)

Pasien alergi terhadap debu rumah (faktor risiko , hipersensitivitas tipe 1), tetapi tidak
diketahui alergi obat
Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Kesadaran kompos mentis, agak gelisah Pasien lebih memilih untuk
duduk pada meja pemeriksaan

BB: 51 kg TB: 160 cm (19,9 : normal)

Tekanan darah : 120 / 80 mmHg

Nadi : 100 kali / menit

Respirasi : 28 kali / menit (takipnea)

Suhu : 36,8oC

Kepala : (DBN)

Rambut hitam, lurus, tidak mudah dicabut

Mata: Konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik

Telinga: dalam batas normal

Hidung: sekret (-), mukosa tidak hiperemis, pernapasan cuping hidung (-). Mulut: lidah
kotor (-), bibir kering (-), sianosis (-)

Leher : (DBN)

Retraksi suprasternal (-)

Trakea: tidak ada deviasi, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid KGB: Tidak teraba
pembesaran

JVP: dalam batas normal

Toraks

Pulmo: Inspeksi : Bentuk & pergerakan simetris, kanan=kiri; Retraksi sela iga -/-

Palpasi : Tactile Fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor kanan = kiri

Auskultasi : Suara nafas: ekspirasi memanjang kanan=kiri (gejala klinis asma)

VBS +/+; Wheezing expiratoir +/+ kanan=kiri (GK asma) , Ronki -/-
Cor : Batas jantung normal. Bunyi jantung S1, S2, regular. Murmur (-)

Abdomen: (DBN)

Inspeksi : Datar, simetris, retraksi epigastrium (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-) Hepar: tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi: Bising usus (+) normal

Ekstremitas (DBN)

Superior: oedem -/-; sianosis -/-; akral dingin -/-; turgor kulit normal, capillary refill time <
2 detik

Inferior: oedem -/-; sianosis -/-; akral dingin -/-; turgor kulit normal, capillary refill time < 2
detik

Laboratorium

Darah rutin:

Hb: 14 g/dL Hematokrit: 41,5% Leukosit: 9.800/mm3 LED: 20 mm/1 jam

Hitung jenis: 0 / 12 / 3 / 60 / 24 / 1 (eosinofilia)

Urine rutin: tak ada kelainan

Diagnosis kerja
Asma bronkiale serangan akut sedang pada asma tidak terkontrol

Dasar Diagnosis

Anamnesis

- Dyspnoe
- Paroxysmal dyspnoea
- Ada faktor genetik
- Memberat di malam hari
- Batuk dengan sputum jernih dan lengket
- Pasien bisa berbicara dalam satu kalimat
- Aktivitas terbatas

Pemeriksaan Fisik

- Respirasi 28x per meni -> takipnea


- Wheezing expiratoir
- Eosinofilia -> hipersensitivitas tipe 1

Serangan akut sedang

- Masih bisa berbicara dalam satu kalimat


- Frekuensi napas meningkat
- Pasien masih bisa posisi duduk
- Pasien agak gelisah

Tidak terkontrol

- Pasien sering terbangun di malam hari


- Gejala asma muncul 2x per minggu
- Konsumsi obat pereda
- Aktivitas terbatas

Usulan Pemeriksaan Penunjang Tambahan

- X-foto thorax
- Spirometri/Uji faal paru (APE)
- Kadar IgE dan eosinofil total
- Pulse oximeter

Terapi Non Farmakologi:

1. Hindari pemicu alergi spt : makan telur, debu dan merokok


2. Hentikan kebiasaan memakai inhaler pelega secara rutin jika sesak
3. Menyarankan agar pasien kontrol teratur untuk mengontrol derajat keparahan
asma
4. Memberi pengetahuan mengenai pemakaian inhaler yang benar
5. Pemberian oksigen jika saturasi < dari 93

Penatalaksanaan Serangan Akut


● Terapi inhalasi pengontrol dan pelega (low/ medium dose ICS-LABA ):
Low dose
R/ Budesonide 80 mcg + formoterol fumarate 4,5 mcg turbuhaler tb no I f2 dd I
Medium dose
R/ Budesonide 160 mcg + formoterol fumarate 4,5 mcg turbuhaler tb no I f2 dd I
● Kontrol 1 minggu, lalu 1-3 bulan, atau jika gejala asma memberat

Tatalaksana Eksaserbasi Akut


- Oksigen sampai saturasi ≥ 92%(93-95%)
- Untuk anak saturasi mencapai 94-98%
- Inhalasi agonis beta 2 kerja singkat (SABA) selama satu jam
- Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi, intravena atau oral
- Pertimbangkan inhalasi ipratropiumbromid
- Pertimbangkan magnesium intravena
- Sedasi merupakan kontraindikasi pada semua eksaserbasi

Prognosis
- Quo ad vitam: ad bonam
- Quo ad functionam: ad bonam
- Quo ad sanationam: dubia ad bonam

Anda mungkin juga menyukai