ASMA BRONKIALE
PLEURA
PULMO
Pulmo mempunyai:
1. Apex, ujung superior tumpul yang naik di atas kosta 1 ke dalam radix leher
2. Basis, permukaan inferior konkaf, di seberang apex, bertengger pada
diaphragma.
3. 2 atau 3 Lobus
4. 1 atau 2 fissura
5. 3 facies: costalis, mediastinalis, diafragmatica.
6. 3 margo: anterior, inferior, superior
Pulmones melekat pada mediastinum oleh radix pulmonis: 1 bronchus principalis (dan
vasa bronchiales), arteriae pulmonales, venae pulmonalis superior dan inferior, plexus
pulmonalis, vasa lymphatica.
Berdekatan dengan struktur penting di mediastinum dan pangkal leher: Cor, vena cava
inferior,vena cava superior, vena azygos.dan esophagus.
Pulmo Sinister:
SEGMENTUM
TRACHEOBRONCHIALIS
1. Bronkus principalis dexter: lebih lebar, lebih pendek, dan berjalan lebih vertikal
2. Bronkus principalis sinister: berjalan ke arah inferolateral, inferior arkus aorta dan
anterior esofagus dan aorta torakalis
VASKULARISASI
Arteri Pulmonales
● Berasal dari truncus pulmonalis
● Arteriae pulmonales dextra dan arteriae pulmonales sinistra
● Arteriae lobares superiores superiores dextri dan arteriae lobares superiores
sinistri
● Arteriae lobares inferiores dextri dan arteriae lobares inferiores sinistri
● Arteriae lobares media
● Arteriae segmentales
Vena Pulmonales
● Vena pulmonales superior dan vena pulmonales inferior
● Bermuara ke atrium sinistrum
ALIRAN LIMFATIK
Pulmones
Plexus lymphaticus bronchopulmonalis terletak di submucosa bronchi dan jaringan ikat
peribronchial → nodi pulmonales sepanjang peribronchial → nodi pulmonales
sepanjang bronchi lobares → nodi bronchopulmonales.
Pleura Visceralis
Plexus lymphaticus subpleuralis mendrainase parenchyma pulmonis dan pleura
visceralis→ nodi bronchopulmonales (nodi hili) di regio hilum pulmonis.
Pleura Parietalis
Lympha pleura parietalis → nodi lymphoidei dinding thorax.
INERVASI
Nervi dari pulmones dan pleura visceralis diturunkan dari plexus pulmonalis anterior
dan (terutama) posterior terhadap radix pulmonis.
Plexus nervosus tersebut berisi:
- Serabut parasimpatis dalam plexus pulmonalis → serabut presinaptik dari
nervus vagus.
- Serabut simpatis dari plexus pulmonalis → serabut postsinaptik.
- Serabut aferen viseral dari plexus pulmonalis → refleksif atau nosiseptif
2. Tunica muscularis
● Musculus levis yang mengatur diameter lumen
● Mulai pada trachea, yang bergabung dengan ujung terbuka kartilago hyalin
berbentuk C
● Pada bronchus, beberapa lapis otot berjalan spiral
● Ketebalan otot makin berkurang dan menghilang pada ductus alveolaris
3. Tunica adventitia
● Banyak ditemukan fibra elastica dan fibra collageni
Bronchiolus terminalis
● Komponen terkecil dari pars conductoria
● Dilapisi epithelium simplex columnare ciliatum, atau epithelium simplex
cuboideum ciliatum dengan beberapa sel goblet atau tanpa sel goblet (Sel hilang
terlebih dahulu sebelum cilia untuk mencegah goblet mucus terkumpul tanpa
bisa disingkirkan bila tidak ada cilia)
● mulai terdapat exocrinocytus bronchiolaris (sel Clara) berbentuk bundar tanpa
cilia dengan sitoplasma mengandung granula glikogen. Fungsi belum diketahui.
● Setiap bronchiolus terminalis bercabang 2 atau lebih bonchiolus respiratorius.
Bronchiolus respiratorius
● Epithelium simplex cuboideum /simplex squamosum tinggi
● (+) clara cell, pneumocytus I, pneumocytus II
● (-) sel goblet, kelenjar,cartilago
● Di bawah epitel → jarkat elastis dan otot polos tipis
● Dinding → berhubungan dengan alveolus
● Makin ke bagian distal → cilia menghilang
Ductus alveolaris
● Merupakan pintu masuk ke alveoli, seluruh dinding terdiri dari alveoli
● Epithelium simplex squamosum tinggi (-) cilia
● Alveolus dan ductus alveolaris dilapisi pneumocytus I dan II
● Lamina propria alveolus → terdapat sel otot. Berkas otot mirip
sphincter, tampak sebagai simpul diantara alveolus
Sacculus alveolaris
● Terdiri dari beberapa alveoli
● Beberapa alveoli mempunyai muara bersama disebut atrium
Alveolus
● Epithelium simplex squamosum
● Jenis sel
- Pneumocytus typus I → gepeng, mengisi 97%
- Pneumocytus typus II → kuboid
● Diantara alveoli → kapiler darah
HIPERSENSITIVITAS
● Hipersensitivitas terbagi menjadi 5 tipe → hipersensitivitas I - V
● Pada asma bronkiale, hipersensitivitas yang terlibat adalah hipersensitivitas tipe I
dan IV
Hipersensitivitas tipe I
➢ Prosesnya dimulai ketika alergen menginduksi pembentukan IgE yang kemudian
berikatan dengan Fc sel mast dan basofil.
➢ Pada pajanan ulang dengan alergen yang sama kemudian akan terjadi
degranulasi sel mast dan pelepasan mediator ( histamin, Eosinophil chemotactic
factor of anaphylaxis (ECF-A), heparin, triptase, dll)
➢ Fase lambat ( late phase) terjadi kurang lebih 6 jam setelah pajanan alergen dan
terutama diakibatkan oleh leukotrien, PgD2, IL-4, dll. Yang menyebabkan
masuknya sel inflamasi seperti neutrofil dan eosinofil.
Hipersensitivitas tipe IV
➢ Terjadi ketika eosinophil diaktivasi kemudian terjadi pelepasan IL-4, IL-5, eotaxin,
dll. Yang menginduksi inflamasi kronik saluran pernapasan remodelling)
ASMA BRONKIALE
DEFINISI
Menurut GINA Tahun 2014
Asma adalah penyakit saluran napas, biasanya ditandai dengan peradangan saluran
napas kronis. Hal ini ditentukan oleh riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak
napas, dada seperti terikat dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu dan
intensitasnya, dan juga dijumpai adanya keterbatasan aliran udara ekspirasi yang
bervariasi.
ETIOLOGI
- Alergen lingkungan (tungau debu rumah, alergen kucing dan anjing, alergen
kecoa, dan jamur
- Infeksi saluran pernapasan: virus
- Latihan, hiperventilasi
- Penyakit GERD
- Sinusitis kronis/rinitis
- Aspirin, NSAID, sensitivitas sulfit
- Penggunaan penghambat reseptor beta adrenergik
- Obesitas
- Polusi lingkungan seperti asap rokok
- Paparan pekerjaan iritan (semprotan rumah tangga), emosi, faktor perinatal
(premature, ibu merokok)
FAKTOR RISIKO
Terdapat 3 faktor risiko pada asma:
1. Faktor endogen: genetik, atopi, gender
2. Faktor lingkungan: keberadaan allergen indoor/outdoor, asap rokok aktif/pasif
3. Faktor pencetus: infeksi saluran nafas, udara dingin, obat tertentu, aktivitas,
stres, dan iritan lain
EPIDEMIOLOGI
- Asma adalah penyakit kronis yang umum di seluruh dunia dan mempengaruhi
sekitar 26 juta orang di Amerika Serikat. Mempengaruhi sekitar 7 juta anak-anak.
- Prevalensi asma di indonesia menurut RISKESDAS tahun 2018 adalah 2,4%,
Jawa Barat 2,8%
- Semakin tua umur prevalensi asma di Indonesia semakin meningkat ( < 1 tahun:
0,4%, >75 tahun: 5,1%)
- Laki-laki 2,3%, Wanita 2,5%
KLASIFIKASI
PATOGENESIS
Sumber : Modul Dokter
● Asma adalah suatu proses inflamasi kronik yang khas, melibatkan dinding
saluran respiratorik, menyebabkan obstruksi saluran nafas intermiten dan
hiperesponsif bronkial.
● Hipereaktivitas ini merupakan predisposisi terjadinya penyempitan saluran
respiratorik sebagai respons terhadap berbagai macam rangsang. Gambaran
khas adanya inflamasi saluran respiratorik adalah aktivasi eosinofil, sel mast,
makrofag, dan limfosit-T pada mukosa dan lumen saluran respiratorik.
Perubahan ini dapat terjadi meskipun asmanya tidak bergejala.
● Faktor etiologi utama pada asma adalah predisposisi genetik terhadap reaksi
hipersensitif tipe I (atopi) pada keadaan akut dan hipersensitivitas tipe IV jika
menjadi kronis.
● Patologi : inflamasi saluran pernafasan, dan hiperresponsif dari bronkhi
GEJALA KLINIS
Sumber : Modul Dokter
● Riwayat gejala saluran pernapasan yang bervariasi
- Gejala tipikal adalah wheezing, napas pendek, dada sesak, dan batuk
- Penderita asma umumnya memiliki lebih dari satu gejala tipikal
- Gejala yang terjadi bervariasi setiap waktu dan bervariasi dalam intensitas
- Gejala ini biasanya terjadi dan memburuk pada malam hari dan saat berjalan
- Gejala sering dipicu oleh aktivitas fisik, tertawa, allergen, atau udara dingin
- Gejala sering terjadi atau memburuk dengan infeksi virus
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan / Asesmen pasien ASMA
1. Kontrol Asma - periksa gejala dan faktor risiko
● Periksa gejala-gejala yang terkontrol dalam waktu 4 minggu
● Identifikasi modifikasi faktor risiko untuk pasien dengan outcome buruk
● Ukur fungsi paru sebelum pengobatan mulai, 3-6 bulan kemudian, dan
secara periodik, sedikitnya setiap tahun
2. Apakah ada komorbid?
● Komorbid yang dimaksud termasuk rhinitis, rhinosinusitis kronik,
gastroesophageal reflux (GERD), obesitas, Obstructive sleep apnea,
depresi, dan ansietas.
● Komorbid harus diidentifikasi berpengaruh terhadap gejala saluran
pernapasan, yang juga berpengaruh terhadap kualitas hidup.
Pengobatannya mungkin mempersulit penanganan asma.
3. Issue Pengobatan
● Catat riwayat pengobatan pasien asma, dan tanyakan efek samping yang
mungkin timbul
● Perhatikan pasien dalam penggunaan inhaler untuk memastikan
penggunaannya benar
● Memiliki empati dan berdiskusi dengan pasien
● Periksa apakah pasien membuat rencana penanganan asma
● Tanyakan pada pasien tentang kebiasaannya dan target pengobatan
asmanya
PENATALAKSANAAN
A. TUJUAN
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkat dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktivitas normal yang termasuk melakukan olahraga
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
g. Mencegah kematian karena asma
B. NON - FARMAKOLOGI
a. Edukasi :
i. Hindari merokok/paparan asap rokok
ii. Hindari obat-obat yang membuat asma memburuk
iii. Hindari allergen indoor
iv. Hindari allergen outdoor
v. Hindari makanan pemicu alergi
vi. Hindari stress
vii. Diet sehat & mengurangi berat badan untuk pasien obese
viii. Aktivitas fisik
ix. Latihan pernapasan
x. Tingkatkan asupan cairan tubuh
b. Memonitor asma secara berkala
c. Merencanakan pengobatan jangka panjang dan untuk serangan akut
d. Pemberian O2 jika saturasi <93%
C. FARMAKOLOGI
a. Kategori :
i. Controller - Inhaler Corticosteroid
Utamanya untuk menurunkan inflamasi jalan napas. Bisa untuk
mengendalikan gejala, mencegah eksaserbasi, dan
mempertahankan fungsi paru.
1. Steroid inhalasi (SI) - menekan inflamasi saluran
respiratorius (2x sehari)
2. Long Acting Beta Agonist (LABA) - kombinasi dengan SI.
untuk anak >5thn hanya jika SI inadekuat. Contoh :
formoterol.
3. Leukotriene Receptor Antagonist (LRTA) - mengurangi
batuk, memperbaiki fungsi paru, dan mengurangi
eksaserbasi juga inflamasi. Alternatif SI. contoh :
Montelukast.
4. Teofilin lepas lambat - Kombinasi SI, tapi banyak ESO jika
sudah dosis tinggi (>10 mg/kg BB/hari).
5. Anti IgE - Mengurangi kadar IgE bebas. Contoh :
Omalizumab SC /2-4minggu.
ii. Reliever
Pereda yang digunakan saat serangan akut asma. Contohnya saat
terjadi bronkokonstriksi ketika olahraga.
1. Short Acting Beta Agonist (SABA) - Asma serangan ringan -
sedang & bekerja cepat. Contoh : Salbutamol. Sediaan ada
MDI (metered dose inhaler), DPI (dry powder inhaler), atau
nebulizer. ESO : tremor, takikardi.
2. Ipratropium bromida - Dilatasi bronkus lewat penurunan
tonus parasimpatis. Kombinasi dgn SABA sebagai
pertimbangan inhaler ke-3.
3. Steroid Sistemik - perlu kira-kira 4 jam untuk perbaikan
klinis. Contoh : Prednisolon/prednison PO 1-2 mg/kgBB/hari
(max. 40 mg/hari). Lama 3-5 hari tanpa tappering off.
4. Aminofilin IV - untuk serangan berat/ancaman henti napas
dan tidak merespon beta agonis/steroid sistemik.
b. Tatalaksana secara garis besar
h. Kriteria Rujukan
i. Sering eksaserbasi
ii. Serangan asma akut sedang-berat
iii. Asma berkomplikasi
PENCEGAHAN
Menghindari faktor pencetus asma
● Tungau debu rumah
- Membersihkan lantai dari debu setiap hari
- Membersihkan perabot rumah yang potensial menyimpan debu 2 minggu
sekali
- Menghindari boneka bulu atau mencucinya minimal seminggu sekali
● Asap rokok
- Memaksimalkan ventilasi udara dan penggunaan pembersih udara
- Menghentikan kebiasaan merokok atau setidaknya tidak merokok didalam
rumah terutama pada saat anak berada di dalamnya
● Serbuk sari/pollen
- Mengurangi aktivitas yang menyebabkan paparan
- Segera mandi setelah melakukan aktivitas yang terpapar dengan pollen
● Allergen makanan
- Menghindari jenis makanan penyebab alergi (susu, telur, ikan, kacang,
ragi, keju, gandum, dan coklat)
● Exercise induced Asthma (EIA)
- Pemanasan serta pendinginan yang benar sebelum atau sesudah
melakukan aktivitas
- Memodifikasi jenis olahraga atau aktivitas ke arah olahraga yang bersifat
aerobik.
● Menghindari perubahan musim/cuaca, suhu AC yang terlalu dingin, atmosfer
yang mendadak dingin
● Menghindari stress/emosional
KOMPLIKASI
● Kandidiasis oral
● Irreversible airflow obstruction
● Pneumothorax
● Atelectasis
● Gagal nafas
PROGNOSIS
Ad vitam biasanya ad bonam, functionam dan sanationam tergantung apakah dapat
menghindari pencetus atau tidak.
IDENTIFIKASI SKENARIO
Keluhan yang serupa ini telah dirasakan pasien sejak masih kecil, terjadi sesekali sekali
jika makan telur atau terkena debu, setelah berobat ke dokter sembuh (bisa sebagai
faktor pencetus dimana reaksi hipersensitivitas type 1) . Pasien belum pernah dirawat
setahun ini.
Disangkal adanya riwayat hipertensi, atau diabetes mellitus. (mencari adanya suspek
kelainan jantung dan faktor penyakit pasien)
Kakek pasien diketahui menderita penyakit asma,(faktor risiko) tetapi tidak ada
anggota keluarga yang menderita hipertensi, atau diabetes mellitus.
Pasien alergi terhadap debu rumah (faktor risiko , hipersensitivitas tipe 1), tetapi tidak
diketahui alergi obat
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Kesadaran kompos mentis, agak gelisah Pasien lebih memilih untuk
duduk pada meja pemeriksaan
Suhu : 36,8oC
Kepala : (DBN)
Hidung: sekret (-), mukosa tidak hiperemis, pernapasan cuping hidung (-). Mulut: lidah
kotor (-), bibir kering (-), sianosis (-)
Leher : (DBN)
Trakea: tidak ada deviasi, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid KGB: Tidak teraba
pembesaran
Toraks
Pulmo: Inspeksi : Bentuk & pergerakan simetris, kanan=kiri; Retraksi sela iga -/-
VBS +/+; Wheezing expiratoir +/+ kanan=kiri (GK asma) , Ronki -/-
Cor : Batas jantung normal. Bunyi jantung S1, S2, regular. Murmur (-)
Abdomen: (DBN)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas (DBN)
Superior: oedem -/-; sianosis -/-; akral dingin -/-; turgor kulit normal, capillary refill time <
2 detik
Inferior: oedem -/-; sianosis -/-; akral dingin -/-; turgor kulit normal, capillary refill time < 2
detik
Laboratorium
Darah rutin:
Diagnosis kerja
Asma bronkiale serangan akut sedang pada asma tidak terkontrol
Dasar Diagnosis
Anamnesis
- Dyspnoe
- Paroxysmal dyspnoea
- Ada faktor genetik
- Memberat di malam hari
- Batuk dengan sputum jernih dan lengket
- Pasien bisa berbicara dalam satu kalimat
- Aktivitas terbatas
Pemeriksaan Fisik
Tidak terkontrol
- X-foto thorax
- Spirometri/Uji faal paru (APE)
- Kadar IgE dan eosinofil total
- Pulse oximeter
Prognosis
- Quo ad vitam: ad bonam
- Quo ad functionam: ad bonam
- Quo ad sanationam: dubia ad bonam