Anda di halaman 1dari 152

Tuberkulosis

TB - MDR
• TB MDR: Tb resisten obat terhadap minimal 2 obat anti Tb yang
paling poten yaitu isoniazid (INH) dan rifampisin (R) secara
bersama-sama atau disertai resisten terhadap obat anti Tb lini
pertama lainnya, seperti; pirazinamid, etambutol, streptomisin.
FLEK
• sejenis penyakit pernapasan yang ditandai oleh adanya flek (bercak
putih) pada paru-paru. Tidak selalu identik dengan TB
Mikrobiologi
Microbacterium
Tuberculosis
• Berasal dari bahasa yunani myces (fungus) & bacterion (batang)
• Ordo : Actinomycetales
• famili : Mycobactericiae
• Genus : Mycobacterium
• Spesies yang patogen untuk manusia itu ada 7 yaitu :
• M.tuberculosis
• M.bovis
• M. africanum
• M. microti
• M. pinnipedii
• M. caprae
• M.canetti
Morfologi dan Sifat
• batang halus lurus/ bengkok,
• pada media sintetik berbentuk kokoid/ filamentous,
• ukurannya 0,3-0,6 x 1-4 mikro meter,
• non motil,
• tidak membentuk kapsul dan spora
• tidak membentuk endotoksin maupun ekstoksin,
• hidup aerob obligat,
• tumbuhnya lama (12-24 jam ) dan
• bakteri ini hidup berkelompok membentuk serpentine cords •
• Ciri khas : dinding sel mengandung kadar lilin ( waxy ) dan lemak yang tinggi sehingga
sulit diwarnai dengan pewarnaan gram.
• Bakteri ini juga dikenal sebagai basil tahan asam
• Dinding sel terdiri atas :
1. Inner cytoplasmic membrane
2. Peptidoglycan : N-
acetylglucosamine dan N-
acetylmuramine
3. Arabinogalactan : D- arabinose
dan D- galactose
4. Mycolate layer : mycolic acid
5. Outer lipid layer : polypeptides
dan free lipid  wax-D, Mycoside,
Cord Factor
Histologi Sistem Respirasi
Struktur Dinding saluran pernafasan
1. Epitel
• sel silindris bertingkat bersilia  terbanyak
• Sel goblet  produksi mucus berupa glikoprotein
• Brush cell  2 tipe : sel imatur & brush cell pd basal mempunyai ujung saraf afferen
• Sel basal  f/mengganti sel diatasnya
• Sel granula kecil  mirip sel basal tetapi banyak granula
2. Lamina propria
• Jar. Ikat longgar yg mengandung kelenjar mukosa dan kartilago
• Dari rongga hidung sampai bronki
3. Otot polos
• F/mengatur diameter lumen
• Dari trakea sampai duktus alveolaris
4. Tunika Adventitia : mengandung serabut kolagen dan elastis
Rongga Hidung
Terdiri dari :
• Fossa Vestibularis
Paling anterior dan paling lebar
Kulit luar hidung memasuki cuping hidung (nares) dan berlanjut ke dalam vestibulum.
Epitel kulit luar hidung dalam vestibulum akan beralih menjadi epitel respirasi
• Fossa Nasalis
 dilapisis epitel respirasi dan disokong oleh tulang yang mengandung glandula mukosa
dan sinus venosus dalam lamina propia
• Pars olfactoria
– Daerah kecil di atap rongga hidung, bagian atas septum nasi & conchae nasalis
superior. Mempunyai 3 macam sel.
• Sel reseptor olfactorius.
• Sel penyokong.
• Sel basal.
Pharinx
• Epitel : respirasi
• Tunika submukosa : terdiri dari jar. Ikat longgar yg banyak
mengandung jaringan limfoid:
• tonsillae pharyngica
• tonsillae palatinae
• tonsillae lingialis (pada akar lidah)
• tonsillae tubaria
Epiglotis

• Mempunyai kerangka tulang rawan


elastis. Mempunyai 2 permukaan:
• permukaan pharyngeal
• dilapisi oleh epitel berlapis pipih yang tebal
• permukaan laryngeal
• dilapisi oleh epitel berlapis pipih yang tipis
Larynx
• Penghubung pharynx dan trachea. Mempunyai 2 lipatan mukosa:
• plika ventrikularis/ falls vocal cord
• dilapisi epitel berlapis silindris, tidak mempunyai muskulus vocalis.
• plika vocalis/ true vocal cord
• dilapisi epitel berlapis pipih, mempunyai muskulus dan ligamentum vokalis.
• diantaranya terdapat rongga = sinus laryngis.
Trakhea
• Pada dinding anterior trachea terdapat
tulang rawan hialin (seperti tapal kuda). Di
posterior dijumpai o. polos, jaringan ikat
fibroelastis, kelenjar seromukosa.
– Epitel : respirasi
– Tunika submukosa : jar. Ikat longgar, glandula
seromukosa
– Tunika adventitia : cartilage hyaline, jar.ikat
kolagen.
Bronchus
• Bronchus kanan 3 cabang, kiri 2 cabang. Masing- masing membentuk
lobus pulmonalis.
• epitel : respirasi
• Lamina propria : jar.i. padat yg banyak mengandung serabut elastis, kolagen,
retikuler
• tunika submukosa : terdapat limfosit & nodulus limfatikus
Bronchiolus
• Tunika mukosa bronchiolus berkelok-kelok
• Epitel : respirasi dengan sedikit sel goblet
• Lamina propria tipis mengadung serat elastis, otot sirkuler yang
dibawahnya.
• Tidak punya cartilago dan kelenjar campur
Bronchiolus Terminalis
• Epitel selapis silindris/kuboid bercilia tanpa sel goblet
• Epitelnya mengandung Clara cell, dan mempunyai glandula sekretoris
pada bagian apeks
• Lamina propria terdapat otot polos yang tipis
Bronchiolus Respiratorius
• Epitel selapis silindris bersilia, makin ke distal sel epitel makin rendah
menjadi epitel selapis kuboid bersilia tanpa sel goblet.
• Pada epitel terdapat Clara cell
• Tidak ada cartilago dan kelenjar
• Di bawah epitelnya ada otot polos tipis
Ductus alveolaris
• Dilapisi oleh sel alveolus gepeng
• Sel otot dalam lamina propria alveolus
• Serat otot polos tidak dijumpai lagi pada bagian distal duktus
• Matriks serat elastin dan retikuler merupakan penunjang bagi duktus
dan alveolusnya
Atrium dan Saccus Alveolaris
• Atrium = ujung distal duktus alveolaris
• Pada satu atrium terdapat 2 atau lebih saccus alveolaris.
• Banyak serat elastis dan retikuler sekitar muara atrium, saccus dan
alveolaris.
Alveolus
• gelembung berdinding tipis yang merupakan penonjolan mirip
kantung membuka ke bronchiolus respiratorius, duktus alveolaris dan
atrium atau saccus alveolaris
• Terjadi pertukaran gas O2 dan CO2 antara darah dan udara
Tipe sel alveoli
1. Sel tipe I (Type I alveolar cell = Type I Pneumocyt )
• Sel aveolar gepeng
• 97% dari perm. Alveoli
• Sangat tipis(25nm)  gas permeable komponen dari blood air barrier
• Sitoplasma  organelle (kompleks golgi, RE, mitokondria) yg bergerombol sekitar nukleus
2. Sel tipe II ( Type II alveolar cell = Type II Penumocyt )
• Sel alveolar besar / alveolar septal cell
• 3% dari perm. Alveoli
• Tersebar diantara sel type I & dihub dgn desmosome dan occluding junction
• Bentuk  kuboid dgn nucleus bulat
• (+) kel. Kecil pd sudut dinding septum tempat pertemuan alveolus.
• Merupakan Sel Sekretorius
Alveolus
Makrofag paru (sel debu)
• Ditemukan dlm septum interalveolaris & sering di perm. Alveolus
• Berasal dari monosit dari sumsum tulang
Membrane difusi
Merupakan struktur yang dilalui oleh O2 dan CO2 saat pertukaran gas di
paru, terdiri atas 4 lapis :
• Lapisan pulmonary surfactant pada permukaan alveoli
Mempunyai fungsi sebagai berikut :
Membantu menurunkan tegangan permukaan alveoli sehingga memudahkan
udara inspirasi kontak dengan alveoli
Memiliki efek bakterisidal, yang membersihkan permukaan alveoli
• Sitoplasma epitel selapis gepeng (tipe I alveolar)
• Penyatuan lamina basalis sel alveolar tipe 1 dengan sel endotel kapiler
• Sitoplasma sel endotel kapiler intersititial paru
Masukin ini ke bagian
patgen
Tuberkulosis Primer
• Kuman TBC  saluran napas  bersarang di jaringan paru
(membentuk suatu sarang pneumonik)disebut “sarang primer atau
afek primer”
• Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh
pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional).
Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal
sebagai “kompleks primer”
Tuberkulosis Primer
Kompleks primer akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution
ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang
Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya (e.g epituberculosis)
b. Penyebaran secara bronkogen
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen
Tuberkulosis Post-Primer
• Dari tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun.
• Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang bermacam macam
yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis
menahun, dan sebagainya.
• Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya
terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior.
Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu “sarang pneumonik kecil”
Tuberkulosis Post-Primer
• Nasib sarang pneumonik akan mengikuti salah satu jalan sebagai
berikut :
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri
menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali,
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
TB PARU
Definisi
• Penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri Mycobacterium
Tuberculosis yang masuk ke dalam paru-paru melalui inhalasi droplet
nuclei infektif, kemudian menyebar ke organ lain secara
hematogen/limfogen.
Epidemiologi
• WHO, 2004 mencanangkan Tuberculosis sebagai “Global
Emergency”
• 1/3 penduduk dunia terinfeksi kuman TB & jumlah terbesar
terdapat di Asia Tenggara yaitu 33% (182 kasus/100.000penduduk)
• Di Afrika: 350/100.000 penduduk
• Diperkirakan angka kematian akibat TB: 8000/hari & 2-3jt/th
• WHO, 2013  8,6jt kasus TB pada tahun 2012 (1,1 jt orang
diantaranya (+)HIV, 75 % di wilayah afrika)
• Indonesia 
• urutan ke-3 di dunia setelah India & Cina untuk jumlah kasus TB
• Setiap tahun 250.000 kasus baru TB & 140.000 kematian akibat
TB
• Angka notifikasi kasus (CNR/case notification rate) tahun 2015
utk semua kasus: 117/100.000 penduduk
Klasifikasi
Tuberculosis Paru Tuberculosis yang menyerang
jaringan paru, tidak termasuk jaringan pleura
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
1. Tuberculosis paru BTA (+):
1. Min 2 dari 3 spesimen dahak menunujukkan hasil BTA (+)
2. 1x pemeriksaan spesimen hasilnya (+) & gambaran radiologi
menunjukkan TB aktif
3. 1x pemeriksaan spesimen hasilnya (+) & kultur (+)
2. Tuberculosis paru BTA (-):
1. Hasil sputum BTA 3x (-), gambaran klinis & kelainan radiologi
menunjukkan TB aktif
2. Hasil sputum BTA 3x (-) & kultur (+)
Klasifikasi
Berdasarkan Tipe Pasien
1. Kasus Baru: Pasien belum pernah meminum OAT/pernah mengonsumsi OAT
<1bln
2. Kasus Kambuh (relaps): Pasien TB yang pernah mendapat pengobatan OAT
telah selesai pengobatan & telah dinyatakan sembuh. Namun,
BTA(+)/kultur(+) kembali
3. Kasus defaulted/drop out : Pasien telah menjalani pengobatan > 1bln & tdiak
mengambil obat 2 bln berturut-turut/ lebih sebelum pengobatan selesai
4. Kasus Gagal: Pasien BTA(+) yang masih tetap (+)/ kembali menjadi (+) pada
akhir bln ke-5/ akhir pengobatan
5. Kasus kronik: Hasil sputum BTA tetap (+) setelah selesai pengobatan ulang
(kategori 2) dengan pengawasan ketat
6. Kasus Bekas TB
1. BTA(-), biakan juga (-), gambaran radiologi paru menunujukkan lesi TB
tidak aktif atau foto serial menunjukkan gambaran menetap & riwayat
minum OAT adekuat
2. Gambaran radiologi meragukan, pengobatan OAT 2bln, foto toraks ulang
tidak ada peubahan gambaran
Klasifikasi
Tuberculosis Ekstra Paru tuberculosis yang
menyerang organ selain paru, misalnya getah bening,
selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dll
• TB di luar paru ringan:
• TB kelenjar limfe
• pleuritis eksudativa unilateral
• tulang (kecuali tulang belakang)
• Sendi
• kelenjar adrenal.
• TB diluar paru berat:
• meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB
saluran kencing dan alat kelamin.
Faktor Risiko
• Imunosupresi
• Malnutrisi
• DM
• Merokok
• Alcoholism
• Hodgkin Disease
Patogenesis dan
Patofisiologi
Inhalasi Myobacterium
Tuberkulosis

Difagosit oleh makrofag

Terbentuk fokus
primer /Fokus
Ghon/Tuberkel

Limfangitis local Limfadenitis regional

Perkontinuitatum
Kompleks Primer
(sekitarnya)
(Fokus ghon,limfangitis,
Limfadenitis) Bronkogen (ke lapang
paru sebelah)

Sembuh Bekas Menyebar Limfogen dan


hematogen
Sembuh Bekas Menyebar

Immunosupressi,
Reaktivasi
HIV, kurang gizi

Tuberkulosis
Post Primer

Sembuh tanpa Mula mula Sarang meluas


cacat meluas tapi membentuk
terjadi suatu jaringan
fibrogenesis kaseosa nanti
dan dapat
perkapuran terbentuk
sembuh dalam cavitas
bentuk
perkapuran
Inhalasi M.
tuberculosis

MTB segera Kompleks Primer


dibunuh

Pengobatan Stabilisasi Penyebaran


gagal/tidak Terjadi MTB
lengkap/kasus (primary TB)
kronik Latent TB
infection
MDR TB

Stabilisasi Acute disease

Reaktivasi(post-
primary TB)
Pembentukan Fokus Ghon
TUBERCULOSIS PARU

Pembuluh darah
ruptur
Inflamasi Kronis

Pengeluaran sekret Pengeluaran


dan mukus mediator inflamasi
IL-1 dan TNF alfa

Proses difusi Akumulasi sekret


oksigenasi terganggu dijalan pernafasan
Malaise Demam
subfebris
Kompensasi Refleks batuk
berupa Anoreksia Keringat
Takikardi malam
dan Takipne Hemoptoe
Konsumsi
nutrisi
Anemia
menurun Pegal-pegal,
sakit kepala
BB
Konjungtiva Hb, Ht menurun
anemis menurun
Sumber
• Buku ajar Patologi Robbins Ed 9
• PDPI
• https://www.researchgate.net/publication/258431056_HIV-Mycobact
erium_tuberculosis_co-infection_A_%27danger-couple_model%27_of
_disease_pathogenesis
Pemeriksaan penunjang
tuberculosis
1. Pemeriksaan mikroskopik kuman TB BTA (bakteri tahan asam) atau kultur kuman
• Dari specimen sputum / dahak sewaktu pagi sewaktu.
• Untuk TB non paru, specimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan serebrospinal,
cairan pleural ataupun biopsy jaringan.
permenkes RI No. 5 tahun 14

- Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen pewarnaan Kinyoun Gabbett


- Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
- 2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif
- 1 kali positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali , kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif → Mikroskopik positif
bila 3 kali negatf → Mikroskopik negative
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst atau IUATLD.
untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi
Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than
tuberculosis (MOTT). Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan
metode konvensional ialah dengan cara :
• Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)
• Agar base media : Middle brook
2. Tes tuberkelin (mantoux test).
alat diagnostik ini mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas cukup tinggi untuk mendiagnosis adanya
infeksi tuberkulosis
Pembacaan hasil dilakukan dengan cara mantoux
dilakukan 48 – 72 jam stlh penyuntikan dgn mengukur
diameter transversal.
Dinyatakan positif :
• Pada kel. Anak dgn imunokompeten termasuk anak
dgn riwayat imunisasi BCG diameter indurasinya ≥ 10
mm
• Pada kelompok anak dgn imunokompromais (HIV, gizi
buruk, keganasan, dll) diameter indurasinya ≥ 5mm
permenkes RI No. 5 tahun 14
• Caranya  suntikan 0.1 ml tuberculin purified protein derivative (PPD)
ke dalam permukaan dalam dari lengan bawah . Penyuntikan secara
IntraDermal, jk penyuntikan sudah benar akan timbul gelembung pd
kulit dgn d 6-10 mm
• Pembengkakan (Indurasi)
• 0 – 4 mm
• Uji mantoux negative
• Tidak ada infeksi Mycobacterium TBC
• 3 – 9 mm
• Uji mantoux meragukan
• Kesalahan teknik
• Reaksi silang dengan Mycobacterium atipic
• Pasca vaksin BCG
• 10 mm
• Uji mantoux positif
• Sedang terinfeksi M.Tuberculosis
3. Radiologi dengan Foto thorax PA-lateral / top lordotik
• Di apeks paru terdapat bercak2 awan dgn batas yg tidak jelas. Bila
batas jelas membentuk tuberkuloma.
• Kavitas ( bayangan berupa cincin berdinding tipis)
• Pleuritis (penebalan pleura)
• Efusi pleural (sudut costophrenicus tumpul)
permenkes RI No. 5 tahun 14
4. Interferon-γ Release Assays (IGRA)
• Mengukur jumlah interferon-γ yang dilepaskan oleh limfosit ketika
diisolasi dengan Mtb antigens
• Keuntungannya : Vaksin BCG tidak menyebabkan false positive
Teknik baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara
lebih cepat.
• Polymerase chain reaction (PCR):
- mendeteksi DNA M.tuberculosis.

5. Pemeriksaan serologi
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi .
b. Mycodot
mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh.
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
RESISTENSI DAN SENSITIVITAS AB

• Metode dilusi  kuantitatif


• Antimikroba dilarutkan ke dlm media agar/ kaldu  tanam bakteri 
inkubasi  MIC
• Dilusi perbenihan cair
• Dilusi agar  MIC & MBC
• Metode difusi
• Cakram kertas + antimikroba pd media yg telah ditanami organisme scra
rata
• Zona jernih di sekitar cakram >>>  sensitif
Penatalaksanaan
Tuberkulosis
Tujuan Pengobatan

• Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas pasien.


• Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan.
• Mencegah kekambuhan TB.
• Mengurangi penularan TB kepada orang lain.
• Mencegah kejadian dan penularan TB resisten obat.
Prinsip-Prinsip Terapi
•Praktisi harus memastikan bahwa obat-obatan tersebut digunakan
sampai terapi selesai.
•Semua pasien (termasuk pasien dengan infeksi HIV) yang tidak pernah
diterapi sebelumnya harus mendapat terapi Obat Anti TB (OAT) lini
pertama sesuai ISTC
Fase Awal selama 2 bulan, terdiri dari: Isoniazid, Rifampisin,
Pirazinamid, dan Etambutol.
Fase lanjutan selama 4 bulan, terdiri dari: Isoniazid dan Rifampisin
Dosis OAT yang digunakan harus sesuai dengan Terapi rekomendasi
internasional, sangat dianjurkan untuk penggunaan Kombinasi Dosis
Tetap (KDT/ fixed-dose combination/ FDC) yang terdiri dari 2 tablet
(INH dan RIF), 3 tablet (INH, RIF dan PZA) dan 4 tablet (INH, RIF, PZA,
EMB).
• Untuk membantu dan mengevaluasi kepatuhan, harus
dilakukan prinsip pengobatan dengan:
Sistem Patient-centred strategy, yaitu memilih bentuk obat,
cara pemberian cara mendapatkan obat serta kontrol
pasien sesuai dengan cara yang paling mampu laksana bagi
pasien.
Pengawasan Langsung menelan obat (DOT/direct observed
therapy)
• Semua pasien dimonitor respon terapi, penilaian terbaik adalah
follow-up mikroskopis dahak (2 spesimen) pada saat:
Akhir fase awal (setelah 2 bulan terapi)
1 bulan sebelum akhir terapi, dan pada akhir terapi
Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak positif pada 1 bulan
sebelum akhir terapi dianggap gagal (failure) dan harus
meneruskan terapi modifikasi yang sesuai.
Evaluasi dengan foto toraks bukan merupakan pemeriksaan
prioritas dalam follow up TB paru.
• Catatan tertulis harus ada mengenai:
Semua pengobatan yang telah diberikan
Respon hasil mikrobiologi
Kondisi fisik pasien
Efek samping obat
• Di daerah prevalensi infeksi HIV tinggi, infeksi Tuberkulosis – HIV
sering bersamaan, konsultasi dan tes HIV diindikasikan sebagai
bagian dari tatalaksana rutin.
• Semua pasien dengan infeksi Tuberkulosis-HIV harus dievaluasi
untuk:
Menentukan indikasi ARV pada tuberkulosis.
Inisasi terapi tuberkulosis tidak boleh ditunda.
Pasien infeksi tuberkulosis-HIV harus diterapi
Kotrimoksazol apabila CD 4 < 200.
Selama terapi : evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan 6
bulan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
1. Jenis obat utama (lini 1) :
• Rifampisin
• INH
• Pirazinamid
• Streptomisin
• Etambutol

2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)


• Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu
rifampisin 150 mg
isoniazid 75 mg
pirazinamid 400 mg
etambutol 275 mg
• Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu
rifampisin 150 mg
isoniazid 75 mg
pirazinamid 400 mg

3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)


• Kanamisin
• Kuinolon
• Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid,
amoksilin + asam klavulanat
• Derivat rifampisin dan INH
DOSIS OAT

Rifampisin
•10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau
•BB > 60 kg : 600 mg
•BB 40-60 kg : 450 mg
•BB < 40 kg : 300 mg
•Dosis intermiten 600 mg / kali
INH
•5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15 mg/kg BB 2
X semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa.
•lntermiten : 600 mg / kali
Pirazinamid
•fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X semingggu,50 mg /kg BB 2 X
semingggu atau :
•BB > 60 kg : 1500 mg
•BB 40-60 kg : 1 000 mg
•BB < 40 kg : 750 mg
Etambutol
• fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30mg/kg BB 3X
seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau :
• BB >60kg : 1500 mg
• BB 40 -60 kg : 1000 mg
• BB < 40 kg : 750 mg
• Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali
Streptomisin
• 15mg/kg BB atau
• BB >60kg : 1000 mg
• BB 40 - 60 kg : 750 mg
• BB < 40 kg : sesuai BB
Kombinasi dosis tetap
• Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap,
penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase
intensif, sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan
kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang selama
ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan.

Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap


tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk
ke rumah sakit / fasiliti yang mampu menanganinya
Dosis Untuk Kategori 1 : 2RHZE / 4R3H3
Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap (KDT)
Dosis Untuk Kategori 2 : 2RHZES / 1RHZE /
5R3H3E3
Pengobatan TB Anak
Pengobatan TBC Pada Anak
• 2HR/7H2R2 : INH + Rifampisin setiap hari selama 2 bulan
pertama, kemudian INH + Rifampisin setiap hari atau 2 kali
seminggu selama 7 bulan ( ditambahkan Etambutol bila diduga
ada resistensi terhadap INH)

• 2HRZ/4H2R2 : INH + Rifampisin + Pirazinamid : setiap hari


selama 2 bulan pertama, kemudian INH + Rifampisin setiap hari
atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan
Etambutamol bila diduga ada resistensi terhadap INH)

• Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin


diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 20 mg/kgbb
dan rifampisin 15 mg/kgbb
Keterangan:
• Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg harus dirujuk ke rumah
sakit
• Anak dengan BB >33 kg , harus dirujuk ke rumah sakit.
• Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
• OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau
digerus sesaat sebelum diminum.
Sumber penularan dan Case Finding TB Anak
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari
sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB.
Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan
kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi
dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum
(pelacakan sentripetal).
Konseling dan Edukasi
• Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai
seluk beluk penyakit dan pentingnya pengawasan dari salah
seorang keluarga untuk ketaatan konsumsi obat pasien.
• Kontrol secara teratur.
• Pola hidup sehat.
Kriteria Rujukan
• TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid)
seperti TB pada orang dengan HIV, TB dengan penyakit
metabolik, TB anak, perlu dirujuk ke layanan sekunder. Pasien
TB yang telah mendapat advis dari layanan spesialistik dapat
melanjutkan pengobatan di fasilitas pelayanan primer.
• Suspek TB – MDR harus dirujuk ke layanan sekunder.
PENGOBATAN SUPORTIF
1. Pasien rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat
diberikan vitamin tambahan
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk,
sesak napas atau keluhan lain.
2. Pasien rawat inap
• Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
- Batuk darah masif
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
- TB paru milier
- Meningitis TB
• Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai
dengan keadaan klinis dan indikasi rawa
TERAPI PEMBEDAHAN
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a.Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak
tetap positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak
dapat diatasi secara konservatif
2. lndikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap.
Tindakan Invasif (Selain Pembedahan) :
Bronkoskopi
Punksi pleura
Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)

Kriteria Sembuh
• BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
• Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/
perbaikan
• Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif
Evaluasi Pengobatan
1. Evaluasi klinik
• Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama
pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan
• Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi penyakit
• Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.
2. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9)
• Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
• Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
• - Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
• Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan (0 - 2 – 6/9)
3. Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9)
• Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan pengobatan
- Pada akhir pengobatan
4. Evaluasi efek samping secara klinik
• Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal
dan darah lengkap
• Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan
gula darah , asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek
samping pengobatan
• Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
• Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol
• Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji
keseimbangan dan audiometri
• Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan
pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinik
kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinik
dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan
laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping
obat sesuai pedoman
5. Evalusi keteraturan berobat
• Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang digunakan
adalah keteraturan berobat. Diminum / tidaknya obat tersebut.
Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan
mengenai penyakit dan keteraturan berobat yang diberikan kepada
penderita, keluarga dan lingkungan
• Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah
resistensi.
6. Evaluasi penderita yang telah sembuh
• Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi
minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh untuk
mengetahui terjadinya kekambuhan. Yang dievaluasi adalah
mikroskopik BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak
3,6,12 dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto
toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh.
Sumber
• PDPI. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan TB
• Permenkes RI No.5 Tahun 2014
PKP
Pencegahan
• Vaksin BCG (bacillus calmette guerin)
• Edukasi
• Buat penderita :
• Kurangi kontak terutama dengan anak kecil
• Hindari juga terkena HIV
• Jaga kesehatan dan sistem imun
• Menggunakan masker
• Buat yang belum menderita :
• Kurangi kontak dengan penderita TB
• Hindari juga terkena HIV
• Jaga kesehatan dan sistem imun
• Beritahu kependerita TB agar terus mengikuti terapi
• Mencegah penularan melalui droplet  menutup mulut dan hidung saat
bersin dan batuk, memperhatikan sirkulasi udara, tidak buang dahak
sembarangan dll.
• Mencegah menjadi MDR  meminum obat sesuai dengan perintah dokter
dan kontrol secara teratur
• Diberi obat TB untuk profilaksis pada individu yg:
• Kontak langsung dengan penderita TB
• Skin tes yang sebelumnya – menjadi + tetapi tidak ada gejala.
• Dosis profilaksis:
• Isoniazid 300mg/hari selama 6 bulan
• Rifampisin jika resisten INH selama 12 bulan
• Rumah diventilasi
• Jika batuk, jaga kehigienisan dan menjaga tata krama terhadap orang
– orang
• Jika positif TB, pasien harus :
• Banyak menghabiskan waktu diluar
• Tidur sendiri terpisah dan ventilasi yang ketat
• Kurangi aktivitas di publik
Komplikasi
• Bronchiectasis
• Hemoptysis
• Pneumothorax
• Keganasan
• Empyema
• Efusi pleura
• Endobronchitis
• Aspergilloma
• TB extrapulmo (milier, syaraf, tulang, meningitis, dll)
Prognosis
• TB - paru :
• QAV : ad bonam
• QAF : dubia ad bonam
• QAS : dubia ad bonam
Daftar pustaka
• http://www.tbfacts.org/tb-prevention/
• http://flekparuparu.com/penyakit-flek-paru-paru/
• https://www.uptodate.com/contents/clinical-manifestations-and-com
plications-of-pulmonary-tuberculosis
• http://www.webmd.com/lung/tc/tuberculosis-tb-prevention
TB-HIV
Epidemiologi
• WHO pasien ko-infeksi TB-HIV di dunia 14jt orang (80% pasien di
Sub-Sahara Afrika & 3jt pasien di Asia Tenggara)
• WHO, 2013 memperkirakan jumlah pasien TB dengan HIV(+) di
Indonesia :7,5% pada tahun 2013, terjadi peningkatan jika
dibandingkan dengan tahun 2012 yang hanya 3,3%
Efek TB Terhadap Progresivitas Infeksi HIV
TB meningkatkan progresivitas HIV
• Penurunan imunitas lebih cepat & pertahanan hidup bisa lebih singkat
walaupun pengobatan TB berhasil
• Penderita TB/HIV mempunyai kemungkinan hidup singkat dibanding
HIV yang tidak pernah terkena TB
Gambaran Klinis TB dengan suspek HIV
• Gejala klinis TB ditambah kelainan :
• Penurunan berat badan >10kg (atau >20% dari BB) dalam 4 bulan
• Diare > 1bln
• Nyeri saat menelan (odynophagia)
• Perasaan terbakar di kaki (neuropathy)
PATGEN TB-HIV
Koinfeksi TB-HIV
PP
HIV
• Tes antibody
• Tes kombinasi (antobodi/ antigen tes), dan
• Nucleic acid tests (NATs)
ANTIBODY TESTS
• Tes tersering (tercepat & tes di rumah)
• Periksa antibody HIV melalui darah/ cairan dari mulut
• Butuh 3-12 mgu bg tubuh u/ produksi HIV Ab cukup agar bsa
mendeteksi infeksi HIV
• Hasil dpt diperoleh <= 30 min
COMBINATION TESTS
(ANTIBODY/ANTIGEN TESTS)
• Deteksi antibody dan antigen HIV di dlm darah
• Bisa deteksi lebih awal dari tes antibody HIV (dibutuhkan 2-6 mgu bg
tubuh u/ produksi Ag dan Ab HIV agar bsa mendeteksi infeksi HIV
• Direkomendasikan sebagai HIV testing di lab (>>> USA)
PENATA TB-HIV
Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan
TB tanpa HIV/AIDS.

Prinsip pengobatan  menggunakan kombinasi


beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis
serta jangka waktu yang tepat
Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS  efek
toksik berat pada kulit
Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia
alat suntik sekali pakai yang steril.
Desensitisasi obat (INH, rifampisin) tidak boleh
dilakukan  mengakibatkan toksik yang serius pada
hati
• Pada pasien TB dengan HIV/AIDS yang tidak memberi
respons terhadap pengobatan:
• Resistensi terhadap obat
• malabsorpsi obat.
• Pengobatan TB diberikan segera, sedangkan
pengobatan ARV dimulai berdasarkan stadium klinis
HIV atau hasil CD4.
• Penting diperhatikan dari pengobatan TB pada ODHA
adalah apakah pasien tersebut sedang dalam
pengobatan ARV atau tidak.
Bila pasien tidak dalam pengobatan ARV, segera mulai
pengobatan TB.
• Pemberian ARV dilakukan dengan prinsip :
· Semua ODHA dengan stadium klinis 3 perlu dipikirkan
untuk mulai pengobatan ARV bila CD4 < 350/mm3 tapi
harus dimulai sebelum CD4 turun dibawah 200/mm3.
· Semua ODHA stadium klinis 3 yang hamil atau
menderita TB dengan CD4 < 350/mm3 harus dimulai
pengobatan ARV.
· Semua ODHA stadium klinis 4 perlu diberikan
pengobatan ARV tanpa memandang nilai CD4.
• TB + HIV (+) diberikan OAT dan ARV dengan
mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV
dimulai segera dalam 2-8 minggu pertama setelah
dimulainya pengobatan TB
• Bila pasien sedang dalam pengobatan ARV
pengobatan TB harus dirujuk ke RS rujukan
pengobatan ARV
DAFTAR PUSTAKA
• http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html#5
• DEPKES-Pedoman Nasional Penanggulangan TBC-2011
Prognosis

• TB – HIV :
• QAV : dubia ad malam
• QAF : dubia ad malam
• QAS : dubia ad malam
TB-MDR
Definisi
• Pasien TB yang resisten terhadap isoniazid &
rifampisin dengan atau tanpa OAT lainnya
• Secara umum, resistensi terhadap OAT dibagi:
• Resistensi primer: Pasien tidak pernah mendapatkan
pengobatan OAT/telah mendapat pengobatan <1bln
• Resistensi initial: Tidak diketahui pasti apakah pasien
belum/sudah mendapat pengobatan OAT sebelumnya
• Resistensi sekunder: Pasien memiliki riwayat pengobatan
OAT min 1bln
Epidemiologi
• WHO, 2013  insidensi TB-MDR meningkat 2%/tahun
• Prevalensi TB-MDR di dunia 4,3%
• Tahun 2012, 450.000 orang menderita TB MDR & 170.000 meninggal
Faktor Risiko
• Faktor Mikrobiologik
• Faktor Klinik (Penyelenggara kesehatan, Obat,Pasien)
• Faktor Program
• Faktor M.tuberculosis
Kategori resistensi M.tuberculosis terhadap OAT :
• Mono-resistance: resisten terhadap salah satu OAT
• Poly-resistance: resisten terhadap >1 OAT, selain kombinasi
isoniazid &rifampisin
• Multidrug-resistance: resisten terhadap sekurang kurangnya
isoniazid & rifampisin
• Extensive drug resistance: TB-MDR yang resisten juga terhadap
salah salah satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya
salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin,
amikasin)
Faktor Risiko
• Riwayat pengobatan TB
• Faktor dokter
• Faktor pasien
• Faktor program & sistem kesehatan
• Faktor obat
PP
Pemeriksaan uji kepekaan obat
o Tujuan : untuk menentukan ada tidaknya resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT
o Dilakukan pada agar Middlebrook
GeneXpert (Xpert MTB/RIF assay )
o Prinsip : Menditeksi DNA di dalam Mycobacterium tuberculosis bahkan mutasi gen dari
Mycobactrium tuberculosis
o Memberikan hasil dalam waktu 2 jam
o Dilakukan jika memenuhi kriterai indikasi
o Hasil test nya :
• Detected,
• Not detected
• Interminate
• http://emedicine.medscape.com/article/358610-overview
• https://www.cdc.gov/tb/publications/factsheets/testing/skintesting.htm
• http://klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf
Penatalaksanaan
TB - MDR
Fransiska nina
Penata TB-MDR
• Pakai minimal 4 obat
• Jangan pakai obat yang saling resistensi silang
• Jangan pakai obat yang tidak aman
• Monitoring dan menanggulangi efek samping obat
• 18-24 bulan, intensive 8 bulan
• DOTS terapi
• Ingatkan tentang efek samping
• Kultur tiap bulan
• Rujuk ke Sp.PD
Penatalaksanaan TB Resisten Obat
(Standart 15)
• Pasien tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten obat
(khususnya MDR) seharusnya diobati dengan paduan obat
khusus yang mengandung obat anti tuberkulosis lini kedua.
• Paling tidak harus digunakan empat obat yg masih efektif
dan pengobatan harus diberikan paling sedikit 18 bulan.
• Cara-cara yang berpihak kepada pasien disyaratkan untuk
memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
• Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang
berpengalaman dalam pengobatan pasien dengan MDRTB
harus dilakukan.
Prinsip Penatalaksanaan MDR/XDR
• Memulai pengobatan MDR-TB dengan pengawasan yang
ketat dengan penyuluhan, pemantauan dan mengobati
toksisisiti obat.
• Sesuaikan pemantauan efek samping dengan obat yang
digunakan.
• Pertimbangkan masalah kontrol infeksi
• Cari konsultasi dengan pakar segera setelah resistensi obat
diketahui.
Prinsip Umum dari WHO
• Penggunaan paling tidak 4 obat-obatan sangat mungkin
akan efektif.
• Jangan menggunakan obat yang mempunyai resistensi silang
(cross-resistance).
• Singkirkan obat yg tidak aman untuk pasien.
• Gunakan obat dari grup 1-5 dgn urutan yg berdasarkan
kekuatannya.
• Harus siap mencegah, memantau dan menanggulangi efek
samping obat yg dipilih.
DOTS terapi
Intensive (8bulan): Kontinuasi
• Inj. Kanamycin (16bulan):
• Tab. Ethionamide • Tab. Ethionamide
• Tab. Ofloxacin
• Tab. Ofloxacin
• Tab. Ethambutol
• Tab. • Cap. Cycloserine
Pyrazinamide
• Tab. Ethambutol
• Cap. Cycloserine
Prognosis
• TB – MDR :
• QAV : dubia ad malam
• QAF : dubia ad malam
• QAS : dubia ad malam
DD DB
Anamnesis
• Laki-laki, 25 th (insidensi, usia produktif)
• KU: batuk sejak 3 bulan yl (kronis)
• KP: dahak hialng timbul ber- setelah minum obat batuk, muncul lagi (tdk mengobati
penyebab)
• 2x berobat ke dokter yg beda  tdk ada perbaikan (tdk mengobati penyebab)
• Demam naik turun (Infeksi)
• 3 bulan yl  bercak darah, (perdarahan kapiler paru)
hilang sendiri (masih sedikit)
• 2 hari yl  batuk >> sering, dahak bercak darah (progresitivitas⬆)
• Selama 3 bulan  nafsu makan, BB ⬇ (gejala infeksi)

• RPD: saat balita flek paru


• RPK: Ayah batuk lama, diberikan obat yang membuat warna urin jd merah (suspek obat
Rimfapizin yaitu obat TB, FR penularan)
• R. Keb: rokok, minum minuman keras, narkoba suntik (FR imunodefisiensi)
PF
• Kesadaran: cm
• Kesan sakit: sedang
• TV: TD= 110/70 mmHg R= 28x/m ⬆ (takipnoe)
• N= 104x/m ⬆ (takikardi) S= 38,5oC ⬆ (febris)

• Status Gizi: TB= 158cm, BB= 40kg


BMI = 16 underweight (karena nafsu makan ⬇)

PP
Konj : anemis +/+ (anemia)
Leher : KGB teraba membesar, multipel (infeksi, susp limfadenitis)
Toraks: (aus) Ronkhi basah kasar di paru kanan atas (banyak O2, banyak bakteri)
Jtg : takikardi, reg, BJ murni, batas jantung normal
Abd, Eks : dbn
P. Lab
Hb : 8,6 gr%  ⬇ anemia
Ht : 23%  ⬇ anemia
Leuk : 8600/mm3
LED : 78/96mm (1jam/2jam)  ⬆ inflamasi
Diagnosis Banding
1. Suspek Tuberkulosis paru kanan atas
2. Suspek TB-HIV
3. Suspek TB MDR

Diagnosis tambahan:
- Suspek limfadenitis
- Anemia
- Underweight
Kriteria diagnosis TB Paru
• Kriteria Diagnosis Berdasarkan International Standards for Tuberculosis
Care (ISTC) Standar Diagnosis
A. Semua pasien dengan batuk produktif yang yang berlangsung selama ≥
2 minggu yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk TB.
B. Semua pasien (dewasa, dewasa muda, dan anak yang mampu
mengeluarkan dahak) yang diduga menderita TB, harus diperiksa
mikroskopis spesimen sputum/ dahak 3 kali salah satu diantaranya
adalah spesimen pagi.
C. Semua pasien dengan gambaran foto toraks tersangka TB, harus
diperiksa mikrobiologi dahak.
D. Diagnosis dapat ditegakkan walaupun apus dahak negatif
berdasarkan kriteria berikut:
1. Minimal 3 kali hasil pemeriksaan dahak negatif (termasuk pemeriksaan
sputum pagi hari), sementara gambaran foto toraks sesuai TB.
2. Kurangnya respon terhadap terapi antibiotik spektrum luas (periksa kultur
sputum jika memungkinkan), atau pasien diduga terinfeksi HIV (evaluasi
Diagnosis tuberkulosis harus dipercepat).
E. Diagnosis TB intratorasik (seperti TB paru, pleura, dan kelenjar limfe
mediastinal atau hilar) pada anak:
1. Keadaan klinis (+), walaupun apus sputum (-).
2. Foto toraks sesuai gambaran TB.
3. Riwayat paparan terhadap kasus infeksi TB.
4. Bukti adanya infeksi TB (tes tuberkulin positif > 10 mm setelah 48-72 jam).
Diagnosis TB pada anak
• Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan utama, yaitu investigasi terhadap anak
yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif dan menular, serta anak yang datang ke pelayanan
kesehatan dengan gejala dan anda klinis yang mengarah ke TB.
• Gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit selain TB.
• Gejala sistemik/umum TB pada anak:
• a. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to thrive).
• b. Masalah Berat Badan (BB):
• 1. BB turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas; atau
• 2. BB tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik; atau
• 3. BB tidak naik dengan adekuat.
• c. Demam lama (≥2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi
saluran kemih, malaria, dan lain lain).Demam yang umumnya tidak tinggi (subfebris) dan dapat
disertai keringat malam.
• d. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
• e. Batuk lama atau persisten ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak
pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan penyebab
batuk lain telah disingkirkan;
• f. Keringat malam dapat terjadi, namun keringat malam saja apabila tidak
disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain bukan merupakan gejala
spesifik TB pada anak.
• Sistem skoring (scoring system) Diagnosis TB membantu tenaga kesehatan
agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan
penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya
under-diagnosis maupun over-diagnosis.
Kriteria Diagnosis
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena
adalah  paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik
• batuk > 2  minggu
• batuk darah
• sesak napas
• nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit  pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi
karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

2. Gejala sistemik
•  Demam
•  Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun
P. Fisik
• tergantung dari organ yang terlibat.
• Tuberkulosis paru
• kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru
• Pada awal perkembangan penyakit umumnya tidak/sulit sekali menemukan kelainan. 
• Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks
dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). 
• Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

• Limfadenitis tuberkulosis
• terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
• Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”

Anda mungkin juga menyukai