Anda di halaman 1dari 12

BEST PRACTICE

MODEL KEGIATAN PRAKTIKUM BERBASIS PEMECAHAN MASALAH


PADA MATERI PERPINDAHAN KALOR

OLEH

IKHSAN RESTU FAUZI


NIP. 19900630 201903 1 004
GURU SMPN 3 HILIRAN GUMANTI

DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA


KABUPATEN SOLOK
2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadiran Allah SWT, yang telah
memberikan nikmat dan karunianya sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan
Best Practice ini.
Dalam proses penyelesaian tulisan ini penulis banyak menerima bimbingan dan
masukan serta bantuan berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya untuk penulis.
Oleh karena itu dengan ketulusan hati dan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar - besarnya kepada:
1. Bapak Syahrul Ramadhan, S. PdI selaku kepala SMPN 3 Hiliran Gumanti
yang telah meluangkan waktu untuk ikut membantu dalam proses penulisan
best practice ini.
2. Bapak dan Ibuk guru SMPN 3 Hiliran Gumanti yang telah membantu dan
memberikan ide dan gagasan.
Semoga do’a, bantuan, motivasi, dan bimbingan yang diberikan menjadi amal
ibadah dan mendapat pahala dari Allah SWT. Amin.
Demikianlah Best Practice ini saya susun dengan harapan dapat dimanfaatkan
sebaik-baiknya.

Sungai Abu, Oktober 2021

Penulis,
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ................................................................................................ 1
Kata Pengantar ........................................................................................................ 2
Daftar Isi ................................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ......................................................................................... 4
B. Permasalahan............................................................................................ 6
C. Strategi pemecahan masalah .................................................................... 7
D. Alasan pemilihan strategi pemecahan masalah ........................................ 7
E. Pembahasan .............................................................................................. 7
F. Kesimpulan............................................................................................... 9
G. Saran ......................................................................................................... 9
DAFTAR RUJUKAN .............................................................................................. 10

1
A. Latar Belakang
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah (scientific appoach). Pendekatan
ilmiah dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya,
menalar, mencoba, dan membentuk jejaring. Proses pembelajaran menyentuh tiga
ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pembelajaran yang diupayakan
merupakan pembelajaran berbasis aktivitas (Kemendikbud, 2013). Oleh karenanya,
pembelajaran yang relevan digunakan adalah pembelajaran yang didukung oleh
kegiatan laboratorium (praktikum). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hanim (2015)
menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan signifikan hasil belajar kognitif peserta
didik kelas eksperimen yang diajarkan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing
berbasis praktikum dibandingkan peserta didik kelas kontrol yang diajarkan dengan
pembelajaran konvensional.
Salah satu kompetensi inti mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) jenjang
pendidikan sekolah pertama (SMP) dalam kurikulum 2013 adalah memahami dan
menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan
kejadian tampak mata. Untuk menunjang pencapaian kompetensi tersebut maka,
pembelajaran yang paling tepat diterapkan adalah pembelajaran melalui eksperimen
(Kemendikbud, 2013). Dengan demikian, sebagai penunjang pembelajaran untuk
mencapai tujuan kurikulum 2013 (khususnya pada pembelajaran IPA), keberadaan
perangkat laboratorium menjadi sangat penting.
Kegiatan berlaboratorium akan memberi peran yang sangat besar terutama dalam
membangun penguasan konsep, verifikasi (pembuktian) kebenaran konsep,
menumbuhkan keterampilan proses (keterampilan dasar bekerja ilmiah dan kemampuan
afektif siswa), dan menumbuhkan “rasa suka” terhadap pelajaran IPA Koretsky (dalam
Subamia dkk., 2014). Pembelajaran berbasis praktikum dapat mendukung siswa untuk
mengembangkan keterampilan dan kemampuan berpikir (hands on dan mindson)
(Rahman dkk, 2014). Di samping melatih keterampilan, pembelajaran berbasis
praktikum juga dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa (Shinta & Khumaedi, 2015).
Pentingnya peran laboratorium dalam pembelajaran IPA sesungguhnya telah
diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri

2
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang standar sarana
dan prasarana untuk sekolah. Disebutkan bahwa guna mencapai tujuan pendidikan
nasional sebagaimana tercantum dalam undang-undang No.20 Tahun 2003, adanya
laboratorium di sekolah merupakan keharusan. Ini sejalan dengan hasil penelitian
(Haqiem & Mulyanratna, 2015) menyatakan bahwa penerapan pengajaran langsung
berbasis praktikum dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Demikian pula Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006) menyatakan bahwa sekolah harus memiliki
sarana prasarana laboratorium di samping perabot dan peralatan pendidikan lainnya.
Keberadaan peralatan dan bahan laboratorium dalam pembelajaran IPA merupakan
sarana yang harus diupayakan guna meningkatkan mutu pembelajaran IPA di sekolah.
Novianti (2011) menyatakan bahwa ada sejumlah alasan penting mengapa kegiatan
praktikum IPA harus dilakukan. Pertama, praktikum dapat membangkitkan motivasi
belajar IPA. Kedua, praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan
eksperimen. Ketiga, praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah. Keempat,
praktikum menunjang materi pelajaran. Dengan demikian, untuk pencapaian tujuan
kurikulum 2013, khususnya pada pembelajaran IPA, keberadaan perangkat praktikum
menjadi sangat penting. Oleh karena itu, untuk mendukung pembelajaran IPA di SMP,
pengembangan perangkat penunjang praktikum harus dilakukan.
Dalam penyampaian pembelajaran IPA, diperlukan suatu sarana yang berupa
model pembelajaran beserta perangkat pembelajaran yang sesuai (Rahayu dkk., 2012).
Untuk menunjang kegiatan praktikum dalam pembelajaran IPA, tentu dibutuhkan
perangkat praktikum yang sesuai pula. Praktikum diharapkan dapat membantu peserta
didik membangun pemahaman konsep-konsep IPA secara utuh. Perangkat praktikum
memuat petunjuk praktikum, alat/bahan keperluan praktikum, dan prosedur praktikum
yang dapat membantu siswa menemukan konsep-konsep IPA. Dengan perangkat
praktikum IPA yang sesuai, diharapkan kegiatan pembelajaran menjadi lebih baik,
efektif, dan lebih membantu siswa membangun keutuhan makna dari konsep-konsep
IPA yang dibelajarkan. Sebagai implikasinya, tujuan pembelajaran dapat dicapai
dengan lebih bermakna.
Pola kegiatan/aktivitas laboratorium pemecahan masalah mengusung
permasalahan yang dijumpai dalam kehidupan siswa sehari-hari. Kemudian disediakan
alat dan bahan yang diperlukan. Siswa diarahkan untuk mencari solusi dari masalah
yang disajikan. Untuk mengarahkan siswa agar dapat melakukan eksplorasi dengan

3
benar, maka guru memberikan pertanyaan pengarah. Jika langkah kerja yang akan
dilakukan siswa sudah sesuai, kemudian dilakukan eksplorasi dan pengukuran untuk
memperoleh data yang akan dianalisis. Dari hasil data maka diperoleh kesimpulan
berupa suatu konsep yang utuh.
Model pembelajaran berbasis masalah termasuk salah satu model dari strategi
pembelajaran kontekstual yang lebih ditekankan pada pemecahan masalah yang telah
dirumuskan. Model ini berpusat pada siswa, membangun pembelajaran aktif, mengubah
siswa dari penerima informasi pasif menjadi aktif, serta lebih menekankan pada
program pendidikan dari mengajar menjadi pembelajaran. Keterampilan Proses Sains
Siswa dan Penguasaan Konsep siswa yang berhubungan dengan menyelesikan masalah
juga meningkat (Prima & Kaniawati, 2011)

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Model
Kegiatan Praktikum Berbasis Pemecahan Masalah Pada Materi Perpindahan
Kalor”.

B. Permasalahan
1. Pembelajaran masih berpusat pada guru sehingga peserta didik tidak bisa
berfikir untuk memecahkan masalah yang ditemuinya.
2. Peserta didik hanya mengetahui konsep sesuai dengan teori tanpa mengetahui
mekanisme konsep yang sebenarnya.
3. Penggunaaan laboratorium disekolah yang belum sesuai dengan yang
diharapkan.
4. Alat pratikum yang belum lengkap.

C. Strategi pemecahan masalah


1. Merancang pembelajaran dengan menggunakan model yang bisa membuat
siswa aktif dan bisa menyelesaikan masalah yang dijumpainya dalam kehidupan
sehari-hari turutama pada materi perpindahan kalor.
2. Melakukan kegiatan pratikum sederhana tentang perpindahan kalor.

4
3. Merancang pembuatan alat pratikum sederhana yang bisa membantu peserta
didik didalam memecahkan permasalahan yang dijumpai peserta didik dalam
kehidupan sehari-hari pada materi perpindahan kalor.

D. Alasan pemilihan strategi pemecahan masalah


Pembelajaran lebih bermakna apabila dibangun oleh siswa sendiri. Siswa belajar
sesuatu, bergerak dari pengalamannya (pengetahuan sebelumnya). Para siswa belajar
tidak dengan pikiran yang kosong, artinya siswa belajar dari pengetahuan yang sudah
ada. Dalam pembelajaran , pendekatan yang mengekspolarasi inkuiri siswa untuk
menemukan informasi, menganalisis, dan membuat keputusan berdasarkan inkuri
tersebut merupakan inti dalam pembelajaran itu sendiri.
Dewey (1916) menyatakan bahwa pengalaman langsung siswa (direct experiences)
sebagai kunci dalam pembelajaran. Manusia mengonstruksi pengetahuannya melalui
interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannya. Pengetahuan tidak
dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan
sendiri oleh masing-masing siswa.
Model pembelajaran dengan kegiatan pratikum berbasis masalah siswa tidak hanya
mengetahui teori-teori saja tetapi bisa menemukan konsep yang baru mereka ketahui
sehingga bisa menyelesaikan masalah yang mereka temui didalam kehidupan sehari-
hari. Dengan kegiatan pratikum tersebut siswa bisa tau mekanisme terjadinya penyebab
perpindahan kalor.

E. Pembahasan
Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan suatu model pembelajaran yang
dipusatkan pada sekitar masalah. Dipusatkan berarti tema, unit, atau topik yang terlibat
ditempatkan sebagai pusat perhatian dalam pembelajaran. Kemampuan siswa untuk
menemukan konsep pendukung yang tepat, menampilkan masalah, memberikan
alternatif pemecahan masalah, dan revisi solusi masalah dengan adanya informasi
tambahan yang didapat menjadi tujuan dari pembelajaran ini. Masalah diberikan pada
siswa sebelum siswa tersebut mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan
masalah yang harus dipecahkan. Dengan demikian untuk memecahkan masalah
tersebut siswa akan mengetahui bahwa mereka membutuhkan pengetahuan baru yang
harus dipelajari untuk memecahkan masalah yang diberikan (Wood, 1994).

5
Seperti yang dikemukakan di atas, yang dimaksud dengan belajar berbasis masalah
adalah siswa memahami konsep suatu materi dimulai dari situasi masalah yang tidak
terstruktur. Untuk sampai pada tahap pemecahan masalah, siswa melakukan investigasi,
inkuiri, eksplorasi terhadap situasi masalah yang diberikan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa siswa belajar mengalami dan mengaitkan pengetahuan sebelumnya ke
dalam materi yang sedang dipelajari, mengkomunikasikan sendiri pemahamannya,
tidak hanya sekedar menghapal dan diberikan oleh orang lain dalam hal ini guru. Guru
bertindak sebagai pembimbing, motivator, dan fasilitator yang artinya bahwa guru
membantu siswa pada permulaan dan pada saat-saat diperlukan saja apabila siswa
mengalami kesulitan (scaffolding), hal ini sesuai dengan pandangan konstruktivisme.
Akinoglu dan Tandagon (2007) mengemukakan karakteristik yang perlu
diperhatikan dalam pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut; (1) Proses
belajar harus dimulai dengan suatu masalah, terutama masalah yang belum terpecahkan
(2) Isi dari suatu permasalahan merupakan isu-isu yang menarik perhatian siswa (3)
Guru hanya sebagai fasilitator di dalam kelas (4) Siswa harus diberi waktu untuk
berpikir atau mengumpulkan informasi dan menyusun strategi pemecahan masalah,
dalam proses ini pemikiran-pemikiran yang kreatif harus didukung (5) Tingkat
kesukaran dari materi yang akan dipecahkan tidak terlalu sulit sehingga dapat menakuti
siswa (6) Kenyamanan dan keamanan lingkungan pembelajaran harus diciptakan untuk
mengembangkan keterampilan-keterampilan berpikir siswa dan memecahkan masalah.

F. Kesimpulan
Penggunaan model pembelajaran kegiatan pratikum berbasis masalah dapat
disimpulkan:
1. Kegiatan pratikum akan memberi peran yang sangat besar terutama dalam
membangun penguasan konsep, verifikasi (pembuktian) kebenaran konsep,
menumbuhkan keterampilan proses peserta didik.
2. Peserta didik lebih termotivasi dan tertarik dalam belajar IPA.
3. Praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen
4. Praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah
5. Praktikum menunjang materi pelajaran
6. Keberhasilan dan ketuntasan siswa dalam materi ini mencapai 80%.

6
G. Saran
1. Kegiatan pratikum berbasis masalah dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan
bagi pendidik untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran IPA di sekolah
sehingga dapat memfasilitasi peserta didik dalam mengembangkan potensi dan
kemampuan yang mereka miliki.
2. Guru hendaknya membimbing peserta didik untuk kegiatan pratikum yang
berbeda sesuai kemampuan peserta didik.

7
DAFTAR RUJUKAN

Akinoglu, O. & Tandagon, R. O. (2006). The Effects of Problem-Based Active Learning


in Science Education on Students` Academic Achievement, Attitude and Concept
Learning. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education,
2007, 3(1),71-81. Tersedia [On line] : http: www.ejmdte.com. [31 Oktober
2008]

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006). Standar Sarana dan Prasarana


Sekolah/Madrasah Pendidikan Umum. Ja-karta: Badan Standar Nasional
Pendidikan.

Dewey, J. (1916). Democracy and Education: An Introduction to the Philosophy


of Education. New York: The Macmillan Company.

Hanim, N. (2015). Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis


Praktikum pada materi sistem ekskresi untuk meningkatkan hasil Belajar
kognitif peserta didik SMA, Jurnal EduBio Tropika, 3(1), hlm. 1-50.

Haqiem, O. R. & Mulyanratna, M. (2015). Penerapan Model Pembelajaran Langsung


Berbasis Praktikum Pada Materi Alat-Alat Optik Di Mts Al Falah Probolinggo.
Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. 4(1), hlm. 53-55.

Kemendikbud. (2013). Kurikulum 2013, Kompetensi Dasar Sekolah Menengah


Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs). Jakarta: Kemendikbud.

Novianti, N. R. (2011). Kontribusi Pengelolaan Laboratorium dan Motivasi Belajar


Siswa terhadap Efektifitas Proses Pembelajaran. Jurnal.Upi.Edu/File/15. Edisi
Khusus No. 1

Prima, E. C & Kaniwati, I. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Problem Based


Learning Dengan Pendekatan Inkuiri Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses
Sains dan Penguasaan konsep Elastisitas pada Siswa SMP. Jurnal Pengajaran
MIPA. UPI

Rahayu, P., Mulyani, S., & Miswadi, S.S. 2012. Pengembangan Pembelajaran IPA
Terpadu dengan Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based melalui
Lesson Study. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia

Rahman, A. A. (2014). Penerapan pembelajaran berbasis praktikum terhadap hasil


belajar dan kemampuan kerja ilmiah siswa pada konsep system peredaran darah
di sma negeri 2 peusangan. Jurnal EduBio Tropika, 2(1). hlm. 121-186.

8
Shinta, R. & Khumaidi. (2015). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Praktikum terhadap
Pengembangan Sikap Ilmiah Siswa kelas XI IPA SMA Islam Sudirman
Ambarawa. Unnes physics education journal, 4(1)
Subamia, I. P., Wahyuni. I. N. A. S. & Widiasih, N. N. (2014). Pengembangan
Perangkat Penunjang Praktikum IPA SMP Berorientasi Lingkungan. Jurnal
Pendidikan dan Pengajaran. Universitas Pendidikan Ganesha.

Wood, D.R. (1994), Problem Based – Learning : how to gain the most from PBL,
Hamilton Canada: McMaster University.

Anda mungkin juga menyukai