Anda di halaman 1dari 10

RENSTRA TB DI RSU WISATA UIT

KOTA MAKASSAR

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit yang menular dimana dalam
tahun-tahun terakhir memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun jumlah
angka kematian yang disebabkan oleh TBC. Pada tahun 1993, WHO mencanangkan
kedaruratan global penyakit TBC, karena disebagian besar negara didunia penyakit TBC
tidak terkendali. Hal inni disebabkan banyaknya penderita TBC yang tidak berhasil
disembuhkan (Depkes RI, 2002).
Menurut WHO (2009) mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi 5 dengan
jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Total keseluruhan kasus TB tahun 2009
sebanyak 294.731 kasus dimana 169.213 kaus adalah kasus TB baru BTA positif, 108.616
adalah kasus TB BTA negatif, 11.215 adalah kasus TB ekstra paru, 3.709 adalah kasus TB
kambuh dan 1.978 adalah kasus pengobatan ulang diluar kasus kambuh.
Strategi nasional program pengendalian TB dengan visi-visi menuju masyarakat
bebas masalah TB sehat, mandiri, dan berkeadilan untuk mencapai target ynag ditetapkan
dalam strategi disusun 8 rencana aksi nasional yaitu :
1. Publik Private Mix Untuk TB
2. Programatic Management Drug Resisteance TB
3. Kolaborasi TB-HIV
4. Penguatan Laboratorium
5. Pengembangan SDM
6. Penguatan Logistik
7. Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial
8. Informasi Strategi TB
Organisasi Dan Jejaring Pelayanan TB Di RSU Wisata UIT Makassar

P DPS RS/ KLINIK

P
PRM LAB RUJUKAN

PPM DINKES KOTA DINKES PROPINSI


mmmmmMMMMMm

Keterangan :
PS : Puskesmas
DPS : Dokter Praktek Swasta
PPM : Puskesmas Pelaksana Mandiri

B. Tujuan
Ditujukan untuk dijadikan panduan dalam pengelolaan program penanggulangan TB di
Rumah Sakit Umum Wisata UIT Makassar agar berjalan efektif.

C. Sasaran
Ditujukan kepada staf RSU Wisata UIT Makassar yang bertanggung jawab dalam
program TB
Analisis Swot Program TB Paru

Kekuatan Kelemahan
- Ketersediaan dana pemerintah - Kurangnya kesempatan pengembangan karir
- Ada tenaga staf untuk TB - Belum terjalinnya kerjasama dan koordinasi
- Kepercayaan terhadap RSU
yang baru antara RSU Wisata dengan RS lainnya.
Wisata UIT Makassar
- Adanya fasilitas penunjang
RSU Wisata UIT (Ruang inap dan
- Surveilan TB belum optimal
labor)
- Adanya OAT gratis - Petugas rangkap jabatan
- Pelayanan kesehatan terjangkau

Peluang Ancaman
- Banyak LSM, lembaga dan sektor - Tingkat Sosial ekonomi masyarakat yang
swasta yang terlibat dalam rendah dimana masih ada rumah yang tidak sehat
program TB. - Kurangnya kesadaran untuk memeriksakan diri
- Adanya kader kesehatan di bila sakit.
- Pengetahuan pasien dan kelurga pasien tentang TB
wilayah RSU Wisata UIT.
masih rendah

Masalah Alternatif Pemecahan Masalah


1. Program TB hanya mengandalkan PCF - Pemecahan reward bagi petugas
RSU Wisata UIT yang menemukan pasien
(Passive Case Finding) untuk menjaring
suspek TB
Kasus
-Memberikan pelatihan pada perawat agar
mampu memberikan pengatahuan dan
motivasi bagi pasien.
- Tiap petugas bertanggung jawab atas
sejumlah
keluarga tertentu dan melaporkan apabila
menjumpai suspek TB paru.

2. Kurangnya informasi dan pengetahuan - Dilakukan penelitian lebih lanjut


Para kader TB, petugas P2TB dan
masyarakat mengenai TBC.

3. Sistem pendataan dan pelaporan masih


belum terperinci.

Strategi SO
 Meningkatkan kerjasama dengan RS lainnya
 Terus memberikan pembekalan pelatihan bagi para petugas RS
 Penggunaan dana secara optimal

Strategi WO
 Optimalkan kinerja yang ada sesuai tugas pokok
 Meningkatkan kualitas kerjasama dengan puskesmas jejaring dengan promosi lewat
penyuluhan TB sehingga bisa meningkatkan rujukan suspek TB.
 Meningkatkan peran serta petugas dalam mendukung program P2TB.

Strategi ST
 Melakukan survei sejauh mana pengetahuan keluarga pasien tentang penyakit TB
 Meningkatkan kegiatan-kegiatan promkes
 Pendekatan secara personil melalui keluarga pasien oleh para petugas terkait
 Meningkatkan penyuluhan di kantong-kantong TB
Strategi WT
 Lebih melibatkan peran serta petugas dalam mendukung program TB RSU Wisata UIT
 Memperbaiki perencanaan dan strategi program penyuluhan
 Meningkatkan komunikasi dan koordinasi yang jelas dengan pelayanan kesehatan swasta
di wilayah binaan RSU Wisata UIT
 Adanya penyuluhan rutin
Program TB hanya mengandalkan (PCF) Penerapan Estimasi Prevalensi kasus TB
untuk menjaring kasus BTA Positif

Sistem pendataan dan pelaporan dari


Kurangnya informasi dan pengetahuan
pelayanan kesehatan lainnya dengan belum
petugas TB, dan masyarakat mengenai TBC
terperinci

Menyebabkan

Masalah program TB Paru

Pohon Masalah
Kinerja Staf Puskesmas dan Promosi Kurang

Petugas rangkap jabatan Kerjassama antara staf, Akibat


petugas dan masyarakat
keluarga pasien

Program TB paru
Masalah
utama

Kurangnya tenaga Kurang sarana dan Masyarakat belum


khusus program TB prasarana untuk terlalu familiar
program TB tentang TB

Kinerja staf kurang Tempat pemeriksaan Tidak mengerti Sebab


optimal dalam labor, alat masih tanda-tanda TB
penanganan program minim
TB
BAB 2
TUBERKULOSIS SECARA GLOBAL

1. MASALAH TUBERKULOSIS
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian
akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan 95 % kasus TB dan 98 % kematian akibat TB di
dunia, terjadi pada negara negara berkembang. Demikian juga kematian wanita akibat TB
lebih banyak daripada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Sekitar 75 % pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata rata
waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan
rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan
pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan
dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah :

 Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara yang
sedang berkembang
 Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh :

1. Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan,


2. Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat,
penemuan kasus / diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya,
tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan
sebagainya).
3. Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar,
gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis),
4. Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG,
5. Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara negara yang mengalami krisis
ekonomi atau pergolakan masyarakat.

 Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur


umur kependudukan
 Dampak pandemi HIV
Situasi TB di dunia makin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang
tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara
dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993,
WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).
Munculnya pandemia HIV / AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan
HIV akan meningkatkan resiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama,
kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin
menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada
akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani.

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien


TB di Indonesia merupakan ke-5 terbanyak di dunia setelah India, Cina, Nigeria dan Afrika
Selatan dengan jumlah pasien sekitar 10 % dari total jumlah pasien TB di dunia.
Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan
kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.

2. UPAYA PENANGGULANGAN TB
Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem
pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk
dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan
langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.
BAB 3
PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DI INDONESIA

Pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia telah mendekati target Millenium


Development Goals (MDGs). Pada tahun 2008 prevalensi TB di Indonesia mencapai 253 per
100.000 penduduk, sedangkan target MDGs pada tahun 2015 adalah 222 per 100.000
penduduk. Sementara itu, angka kematian TB pada tahun 2008 telah menurun tajam menjadi
38 per 100.000 penduduk dibandingkan tahun 1990 sebesar 92 per 100.000 penduduk. Hal itu
disebabkan implementasi strategi DOTS di Indonesia telah dilakukan secara meluas dengan
hasil cukup baik. Pada tahun 2009 angka cakupan penemuan kasus mencapai 71 % dan angka
keberhasilan pengobatan mencapai 90 %. Keberhasilan ini perlu ditingkatkan agar dapat
menurunkan prevalensi, insiden dan kematian akibat TB.

Demikian sambutan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH saat
membuka Seminar Sehari TB dalam rangka peringatan Hari TB Sedunia 2010. Hadir dalam
acara ini Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Pejabat Eselon I dan II Jajaran
Pemerintah, Kepala Perwakilan WHO, Ketua PPTI (Perkumpulan Pemberantasan
Tuberkulosis Indonesia) serta undangan lainnya.

Walaupun telah banyak kemajuan yang dicapai dalam Penanggulangan TB di


Indonesia, tapi tantangan masalah TB ke depan masih besar. Terutama dengan adanya
tantangan baru berupa perkembangan HIV dan MDR (Multi Drugs Resistancy) TB. Menkes
menyadari TB tidak bisa diberantas oleh Pemerintah atau jajaran kesehatan saja, tetapi harus
melibatkan dan bermitra dengan banyak sektor.

“Hal ini memotivasi kita untuk meningkatkan upaya Penanggulangan TB jika ingin
menanggulangi TB secara tuntas dan mencapai target MDG tepat waktu. Untuk itu perlu
lebih ditingkatkan kemitraan dengan berbagai pihak”, tegas Menkes.

Menurut Menkes, peningkatan koordinasi dan sinkronisasi Program Penanggulangan


TB di antara para pemangku kepentingan dan mitra harus dilakukan mulai dari perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian demi tercapainya target Penanggulangan TB di Indonesia.

TB merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Selain itu,


Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia
setelah India dan China. Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah
pasien TB dunia. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru
dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009
adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Dalam
pada itu kerugian ekonomi akibat TB juga cukup besar.

Tanggal 24 Maret diperingati sebagai World TB Day atau Hari TB Sedunia.


Peringatan ini untuk mengingatkan bahwa TB telah ditemukan sejak lama, yaitu lebih dari
100 tahun yang lalu, obatnya juga telah ditemukan sejak 50 tahun yang lalu, tetapi kasusnya
masih tetap menjadi ancaman dunia. Bahkan, tahun 1993 masyarakat dunia menyatakan TB
sebagai kedaruratan dunia. Tahun 1995 Indonesia menerapkan strategi Directly Observed
Treatment Shortcourse (DOTS) sebagai strategi penanggulangan TB yang direkomenasikan
WHO. Strategi ini diterapkan sebagai Program TB Nasional di berbagai negara termasuk
Indonesia

Visi dan Misi


Terwujudnya tambusai utara sehat melalui pembangunan kesehatan yang optimal dalam
Visi : menyongsong Kampar sehat 2016

Misi : - Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu merata dan terjangkau


- Memberdayakan serta mendorong masyarakat dalam pembangunan kesehatan dengan
mengupayakan perilaku hidup bersih dan sehat menjadi kebutuhan masyarakat
- Menjalin dan meningkatkan kerjasama dengan lintas sektoral
- Mengarahkan pembangunan kesehatan berwawasan kesehatan
BAB IV

PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

Permasalahan dalam program TB.paru dipuskesmas Kampar adalah:

1. SDM

 Pemegang program masih rangkap jabatan

 Pemegang program belum terlatih

 Tenaga labor belum mendapat pelatihan khusus tentang TB

2. PROGRAM

 Penanganan penyembuhan belum ada pencatatan terperinci

3. NON LOGISTIK

 Penanganan TB di RSU Wisata UIT belum menyeluruh

 Promosi dan edukasi keluarga pasien tentang TB masih belum optimal

 Manajemen program penanggulangan TB di unit pelayanan kesehatan


belum optimal

Anda mungkin juga menyukai