Oleh
KHOLID MA’MUN
Nomor Registrasi 20203856
1
MAKNA KEADILAN DALAM PERSFEKTIF AL QUR’AN
1 Lihat Fazlur Rahman, Islam, (Chicago: University or Chicago Press, 1979), h. 32 Menurut
Rahman, tauhid, keadilan dan kepercayaan kepada hari keadilan (akhirat) adalah tiga landasan
moral yang terkandung dalam Al Qur’an. Di atas ketiga landasan itulah karier Nabi
Muhammad Saw. Terlihat ditegakkan sepanjang tugas kerasulanya.
2
tegaknya keadilan dalam seluruh aspek kehidupan. Oleh karena itu, segala
bentuk tindakan yang tidak berkeadilan dan kepemilikan kekayaan yang
berlebih-lebihan oleh sementara penduduk Mekkah seperti yang dikritik
dalam sejumlah ayat-ayat Makkiyah2 jelas bertentangan dengan konsep tauhid
dan pesan keadilan yang diajarkan oleh Al Qur’an.
ان هللا يأمر بالعدل واالحسان وايتائ ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغى يعظكم لعلكم
تذكرون
2 Lihat antara lain, Q.s. al Takatsur/102: 1-8, al Humazah/104:1-9, al Lahab/ 111: 1-5.
Perjuangan hidup orang Mekkah yang tertuju hanya pada penumpukan kekayaan tanpa
kepedulian kepada orang lain dikatakan oleh Al Qur’an sebagai “batas pengetahuan mereka”
mablagh min ‘ilm), karena mereka hanya mengetahui kehidupan yang nampakdi dunia ini
saja. (Q.s. al Najm/53:29-30, sementara mereka tidak memedulikan tujuan-tujuan hidup yang
mulia (Qs. Rum/30:7).
3
Muhammad Fuad Abd al Baqiy, al Mu’jam al Mufahfas li Alfaz Al Qur’an al Karim, (Beirut:
Dar al Fikr, 1981), h. 448-449.
3
4
لزوم الوسط واالجتناب عن جانبي االفراط والتفريط
5
Al Raghib al Isfahani, Mu’jam Mufradat Alfazh Al Qur’an (Kairo: Dar al Kitab al Arabiy,
t.t.) h. 337
6
Ibn Mukarram al Ansariy, Lisan al ‘Arab, (Mesir: Dar al Mishriyyah li al Ta’lif wa al-
Tarjamah, t.t.), juz 13-14 h. 456.
4
mendifinisikan keadilan sebagai sebuah keutamaan yang paling tinggi dilihat
dai kondisi yang wajar yang meniscayakan terhimpunya makna-makna
kebijaksanaan ,))الحكمة keberanian ( )الشجاعة dan keterpeliharaan
322 SM) yang walaupun -(384Kemudian setelah itu Aristoteles 7
.)(العفة
melakukan berbagai kritikan terhadap gurunya, tetap memandang keadilan
sebagai nilai moral yang paling sempurna ( .) الفاضلة التامةDalam bukunya yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Ahmad Luthfi al Sayyid, Aristoteles
menulis untuk anaknya Nikomacus, ‘Ilm al Akhlaq ila Nikumakhus 8 tentang
kaidah kaidah moral yang perlu ditegakan dan diwujudkan dalam prilaku dan
kehidupan. Dalam buku yang lebih populer dengan judul Nicomachean Ethic9
ini filosof Aristoteles menguraikan panjang lebar pandanganya tentang teori
keadilan dengan berbagai implikasinya, dan dalam menjelaskan maknanya, ia
selalu menerangkan lawan kosa kata itu, yaitu kezaliman ( .) ) الظلمMenurut
Aristoteles, keadilan adalah nilai keutamaan, bukan keutamaan yang mandul,
dan bukan pula semata-mata bersifat individual. Keadilan harus mempunyai
efek dan implikasi kepada yang lain. Tak ubahnya seperti keutamaan matahari
yang selalu terbit membawa kebaikan dan manfaat kepada yang lain. Bahkan
menurut filosof ini:
7 Ahmad Mahmud Subhi, al Falsafah al Akhlaq fi al Fikr al Islamy, (Mesir: Dar Ma’rifat, t.t.)
h. 48
8
Aristoteles, Ilm al Akhlaq ila Nikomakhus, terj. Akhmad Luthfi al Sayyid, (Kairo: Dar al
Kutub al Mishjriyyah, 1924).
9
Tentang buku ini, lihat komentar A. Mukti Ali dalam pembahasanya mengenai etika, moral
dan kesusilaan, yang menunjuk buku Aristoteles tersebut sebagai buku tentang kaidah-kaidah
perbuatan manusia, Beberapa Persoalan Agama Dewasa ini, (Jakarta: Rajawali, 1987), h. 369.
10
Aristoteles, h. 60-61
5
Dengan memperhatikan berbagai pandangan diatas, agaknya dapat
ditarik kesimpulan bahwa keadilan ternyata telah menjadi bahan telaahan
manusia sepanjang sejarah. Keadilan sebagai nilai keutamaan universal
nampaknya merupakan milik manusia secara keseluruhan. Kalau Al Qur’an
berbicara tentang keadilan, sudah barang tentu di samping melanjutkan
kecenderungan yang ada dan melekat pada diri manusia, sekaligus juga
menjawab berbagai persoalan yang tidak terpecahkan, dengan membawa
pesan-pesan dan nilai-nilai kesempurnaanya. Di sinilah pentingnya keadilan
diteliti dalam wawasan dan perspektif Al Qur’an.
B. Perumusan Masalah
6
1. Apa makna yang dapat dipahami dan dirumuskan dari simpul-simpul
keadilan yang diungkapkan secara terpisah-pisah dan bervariasi dalam Al-
Qur’an, baik dalam bentuk kata yang semakna maupun dari kata yang
berlawanan?
11 Menempatkan Al-Qur’an sebagai objek kajian adalah sesuai dengan perintah Allah. Lihat
Q.s. Yusuf/12:2, Muhammad/47:24 dll. Dan dalam hal ini, C.A. Qadar dalam Philosophy and
Science in Islamic Wordl, mengatakan: “Apapun yang telah diwahyukan Allah kepada Nabi
dan apapun perintah-perintah yang telah ia berikan untuk membimbing umat manusia harus
dipahami sebagai mana mestinya sebelum diterjemahkan ke dalam praktek.”Lihat terjemahan
7
Al-Qur’an merupakan bahagian dari sumber informasi Ilahi yang lengkap dan
sempurna dan bersifat universal, peneliti berupaya menangkap makna
keadilan yang terdapat dalam Al-Qur’an dalam batas upaya merumuskan
nilai-nilai instrumental, yang pada giliranya akan dilanjutkan dalam penelitian
berikutnya dengan merumuskan nilai operasional yang dapat diaplikasikan
dalam berbagai aspek kehidupan.
D. Kegunaan Penelitian
1. Karena semangat dasar Al- Qur’an adalah semangat moral yang terjalin
sejak dari awal sampai akhir kandunganya, maka pesan-pesan moral ini perlu
ditangkap secara tematik untuk selanjutnya diterjemahkan dalam kehidupan
nyata.
Hasan Basari, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1989) h. 12
8
sangat penting. Kajian tentang konsep keadilan bukan saja berpengaruh
terhadap sikap batin dan pandangan hidup manusia, melainkan juga akan
melahirkan sikap-sikap formal dalam perilaku yang lebih bermakna.
E. Kajian Pustaka
12Tema-tema pokok yang dibahas oleh Fazlur Rahman dalam bukunya itu adalah konsepsi
tentang Tuhan, Manusia, Alam semesta, Kenabian dan Wahyu, Eskatologi, Setan dan
Kejahatan, yang kesemuanya dibahas dengan pendekatan tematik. Buku ini di terjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia oleh Anas Mahyuddin dengan judul Tema-tema Pokok Al-Qur’an
(Bandung, Pustaka, 1983).
9
Concepts in the Qur’an, yang secara khusus menggarap konsep-konsep etika
beragama dalam Al-Qur’an, namun pembahasanya tentang keadilan hanyalah
menyinggung beberapa kosa kata di bawah konsep “baik” dan “buruk”. 13
ولكل امة رسول فاذا جاء رسولهم قضي بينهم بالقسط وهم ال يظلمون
Tiap-tiap umat mempunyai rasul; Maka apabila Telah datang Rasul mereka,
diberikanlah Keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun)
tidak dianiaya.
Izutsu mengatakan, bahwa dalam konteks ayat ini dengan jelas sekali
dipertentangkan antara keadilan dengan kezaliman, dan itu satu bukti yang
dapat membantu memahami makna dari kata tersebut.14 Dalam pembahasanya
tentang konsepsi perbaikan moral, term al-adl yang hanya diungkapkan dalam
13 Karya ini pada mulanya diterbitkan pada tahun 1959 oleh Keio University di Tokyo dengan
judul The Structure of the Ethical Term in the Koran, dan pada tahun 1966, setelah direvisi,
diterbitkan kembali oleh MC Gill University Press Canada di bawah judul Ethico Religious
Consepts in the Qoran. Buku yang tebalnya 284 halaman ini bukan saja menguraikan sikap
dan etika beragama, tetapi juga mengungkapkan berbagai pandangan pokok mengenai etika
kehidupan kaum Muslimin dalam masyarakat, sebagai implikasi dari etika beragama tersebut.
14
Lihat Toshihiko Izutsu, h. 209. Bagi Izutsu term-term yang membawa makna berlawanan
dapat membantu menjelaskan pengertian-pengertian masing-masing kata secara berlawanan.
Oleh sebab itu ia menganut paradigma adanya dikotomi moral (the basic moral dichotomy)
dalam Al-Qur’an.
10
tujuh ayat dan selebihnya dengan term al-qisth, memang disimpulkan sama-
sama menunjuk kepada makna keadilan. Namun secara keseluruahan
nampaknya ia tidak menerangkan konsep keadialan secara menyeluruh sesuai
dengan yang diinformasikan oleh Al-Qur’an. Dalam komentarnya ia hanya
menekankan bahwa manusia dituntut untuk berlaku adil dan berbuat baik
terhadap sesamanya, sebab Tuhan telah berbuat baik dan adil kepada manusia.
Manusia tidak dibenarkan berbuat zalim kepada orang lain, karena Tuhan
sendiri tidak pernah berbuat zalim kepada orang lain, karena Tuhan sendiri
tidak pernah berbuat zalim kepada siapapun. 15 Walaupun Izutsu menekankan
pentingnya ditegakan keadilan dan mengingatkan bahaya kezaliman, ia tidak
merumuskan arti keadilan secara tuntas.
15 Dalam tulisan Itsuzu makna kezaliman (al-zulm) secara rinci dibahasanya sebagai salah
satu unsur bidang semantic al-kufr yang baginya merupakan salah satu nilai etika religius
negatif. Rincianya lihat Ibid, h. 164-172.
11
Al-Qur’an ini akan diupayakan dengan menerapkan metode maudhu’iy
(tematik).
F. Metodologi Penelitian
1. Sumber Penelitian
16 Kitab ini telah berkali-kali dicetak ulang dengan judul yang berbeda-beda, tetapi tetap
pada substansi yang sama. Diantaranya dengan nama Mufradat fi Gharib Al-Qur’an dan
Gharib fi Mufradat Al-Qur’an.
12
Kitab-kitab Tafsir yang ditulis dengan metode tahliliy, dengan segala
kelebihan dan kekuranganya, sangat membantu menjelaskan makna kosa kata
sebagai sumber pembanding. Oleh karena itu untuk menyebut di antaranya
Jami’ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an, karya Muhammad ibn Jarir al Thabariy
(224 H-310 H), Tafsir Al-Qur’an al-Azhim, oleh Ismail Ibn Katsir al-Quraisyi
al Dimasyqiy (700-774 H.), al-Kasysyaf an Haqaiq al-Tanzil wa “Uyun al-
Aqail, karya Mahmud Ibn Umar al-Zamakhsyariy (w. 538 H/ 1143 M), al-
Mizan fi Tafsir Al-Qur’an, karya Muhammad Husain al-Thabathaba’iy (1321
H./ 1903 M.). Sementara dari sumber yang berbahasa Inggris di antranya
adalah The Holy Quran: Text, Translation and Commentary yang disusun oleh
Abdullah Yusuf Ali, dan The Message of the Qur’an, karya Muhammad Asad
dan The Meaning of the Glorious Koran, karya Muhammad Marmaduke
Pictall.
3. Langkah-langkah Penelitian
14
keadilan. Adanya dikotomi moral17 dalam Al-Qur’an akan dapat membantu
memahami makna dari kata-kata yang berlawanan.
4 . Teknik Penulisan
17
Menurut T Izutsu, pada dasarnya hampir seluruh lembaran Al-Qur’an mengajukan garis
pokok dualisme mengenai nilai-nilai moral manusia, dan dasar dualisme itu menyangkut
orang beriman dan orang yang tidak beriman. Dalam pengertian ini system etika Islam
merupakan suatu struktur yang sangat sederhana. Kerena dengan standar nilai ”kepercayaan”
pokok tersebut, orang dapat menentukan ke golongan yang mana dari kedua kecenderungan
itu ia dapat dimasukkan. Lihat lebih lanjut: Izutsu, Ethico, h. 105-106.
15
hal-hal tertentu, penulis membuat terjemahan sendiri atau menambah
komentar seperlunya.
F. Sistematika Pembahasan
16
DAFTAR PUSTAKA
Abd al-Aziz Umayyah. Dirasat fi Ulumi al-Qur’an. Bairut: Dar al-Furqon, t.t
Abu Sinnah, Abd al-Fattah. Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Syuruq, 1995
Abu Syamah, Abd al-Rahman bin Ismail bin Ibrahim. Ibraz al-Ma’ani min
Hirz al-Amani fi al-Qira’at al-Sab;I li al- Imam al-Syathibi. Al-Madinah Al-
Munawwarah: al-Jami’ah al-Islamiyah, 1413
Aththar, Dawud al- Perspektif Baru Ilmu Al-Qur’an. Ter. Afif Muhammad
dan Ahsin Muhammad. Bandung: Pustaka Hidayah, 1994
17
Aristoteles, I’lm al-Akhlaq ila Nikomakhus, terj. Akhmad Luthfi al-Sayyid,
Kairo: Dar-al-Kutub al Mishjriyyah, 1924
Ibnu Katsir, Abu al-Fada’. Tafsir al-Qur’an al-Azhim. Beirut: Dar al-Fikr,
1997
Jauziyah, Syams al-Din Abi Abdullah ibn Qayyim al-. al-Tibyan fi Aqsam al-
Qur’an. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1982
Ma’bad, Muhammad Ahmad. Nafakhat Min Ulum al-Qur’an. Kairo: Dar al-
Salam, t.t
18
Maraghi, Ahmad Musthafa al-. Tafsir al-Maraghi. Mesir: al-Halabi, 1946
Namr, Abd al-Mun’im al-. Ulum al-Qur’an al-Karim. Beirut: Dar al-Kitab al-
Lubnan, 1983
19