Anda di halaman 1dari 19

MAKNA KEADILAN DALAM PERSFEKTIF AL QUR’AN

(STUDY TAFSIR TEMATIK)

PROPOSAL PENELITIAN DISERTASI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Penerimaan Mahasiswa Baru


Program Doktoral Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Oleh
KHOLID MA’MUN
Nomor Registrasi 20203856

PROGRAM DOKTOR ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN
JAKARTA
2021

1
MAKNA KEADILAN DALAM PERSFEKTIF AL QUR’AN

(STUDY TAFSIR TEMATIK)

A. Latar belakang Masalah

Sebagai landasan normatif, Al Qur’an memfungsikan dirinya menjadi


petunjuk bagi manusia (hudan li al nas), yang bertujuan untuk membimbing
agar hidup manusia menjadi bermoral. Semangat dasar Al Qur’an adalah
semangat moral1. Pesan moral Al Qur’an (al akhlaq al Qur’an) terbentang
dalam keseluruhan isi dan kandunganya, dan menempatkan keadilan sebagai
bahagian yang terpenting di dalam pesan itu.

Ayat-ayat mengenai keadilan (al adl) dan yang semakna dengan


keadilan seperti, al-qisth, al-mizan, dan al-wasath terdapat dalam berbagai
tempat dalam Al Qur’an. Selain dari ungkapan-ungkapan yang secara eksplisit
menyebut kata keadilan, sebenarnya pada ayat-ayat dan surat-surat yang
paling awal, gagasan dan pikiran tentang keadilan telah datang secara
bersamaan. Kenyataan ini sangat beralasan, karena kondisi riil dan objektif
yang dihadapi oleh Nabi Muhammad Saw. Setelah beliau memperkenalkan
ajaran tauhid (monoteisme) adalah implikasinya tentang keadilan.

Keadilan memang mempunyai hubungan yang sangat signifikan


dengan ajaran tauhid. Derivasi ajaran tauhid yang memberi penekanan kepada
“pemerdekaan diri” (tahrir al nafs) secara individu, dan sekaligus membawa
pesan “persamaan” (al musawah) dalam kehidupan sosial, jelas menurut

1 Lihat Fazlur Rahman, Islam, (Chicago: University or Chicago Press, 1979), h. 32 Menurut
Rahman, tauhid, keadilan dan kepercayaan kepada hari keadilan (akhirat) adalah tiga landasan
moral yang terkandung dalam Al Qur’an. Di atas ketiga landasan itulah karier Nabi
Muhammad Saw. Terlihat ditegakkan sepanjang tugas kerasulanya.

2
tegaknya keadilan dalam seluruh aspek kehidupan. Oleh karena itu, segala
bentuk tindakan yang tidak berkeadilan dan kepemilikan kekayaan yang
berlebih-lebihan oleh sementara penduduk Mekkah seperti yang dikritik
dalam sejumlah ayat-ayat Makkiyah2 jelas bertentangan dengan konsep tauhid
dan pesan keadilan yang diajarkan oleh Al Qur’an.

Apabila dicermati simpul-simpul keadilan yang berakar kata ‫العدل‬


terdapat dapam Al Qur’an sebanyak 28 kali.3 Satu di antaranya terdapat dalam
firman Allah Surat al Nahl/16:90:

‫ان هللا يأمر بالعدل واالحسان وايتائ ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغى يعظكم لعلكم‬
‫تذكرون‬

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,


memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran.”

Kata ‫ العدل‬dari segi bahasa mengandung beragam arti, karena ia sebuah


kosa kata yang mengandung makna yang sangat luas. Dari sekian makna itu,
menurut Muhammad Husain al Thabathaba’i dapat disimpulkan ke dalam
subtansi:

2 Lihat antara lain, Q.s. al Takatsur/102: 1-8, al Humazah/104:1-9, al Lahab/ 111: 1-5.
Perjuangan hidup orang Mekkah yang tertuju hanya pada penumpukan kekayaan tanpa
kepedulian kepada orang lain dikatakan oleh Al Qur’an sebagai “batas pengetahuan mereka”
mablagh min ‘ilm), karena mereka hanya mengetahui kehidupan yang nampakdi dunia ini
saja. (Q.s. al Najm/53:29-30, sementara mereka tidak memedulikan tujuan-tujuan hidup yang
mulia (Qs. Rum/30:7).
3
Muhammad Fuad Abd al Baqiy, al Mu’jam al Mufahfas li Alfaz Al Qur’an al Karim, (Beirut:
Dar al Fikr, 1981), h. 448-449.

3
4
‫لزوم الوسط واالجتناب عن جانبي االفراط والتفريط‬

“Senantiasa (mengambil posisi) moderat dan menghindari dua posisi


ekstrem, ifrath (lebih) dan tafrith (kurang).”

Al Raghib al Isfahani, yang secara khusus mencurahkan perhatianya


dalam telaahan makna kosa kata dan stukturnya dalam kaliamat yang terdapat
dalam Al Qur’an pada sub ‫ العدل‬membagi makna keadilan kepada dua macam.
Pertama, keadilan mutlak (absolut) yang pertimbanganya didasarkan kepada
akal budi, dan ia bersifat universal, kerena tidak mengalami perubahan dan
berlaku sepanjang zaman. Kedua, keadilan yang ditetapkan melalui ketentuan
syara’ dan dapat mengalami perubahan dan pembatalan sejalan dengan
perubahan kepentingan dan tuntunan zaman. 5 Makna yang dikandung oleh
bahagian pertama sejalan dengan pengertian yang diberikan oleh Ibn
Mukarram al-Anshari yang menekankan makna keadilan kepada kesan
(kesimpulan) yang tertanam dalam jiwa bahwa sesuatu itu wajar atau lurus
(mustaqim).6

Makna keadilan dalam wacana pemikiran memang sudah sangat lama


diperbincangkan oleh sebagian kalangan, baik di Timur maupun di Barat.
Ahmad Muhmud Subhi dalam bukunya al Falsafah al Akhlaqiyah fi al Fikr al
Islamiy mencatat sejumlah filosof klasik yang telah memberikan kontribusi
pemikiran tentang hakikat dan konsep keadilan. Plato (427-347 M) yang
dianggap sebagai tokoh filasafat dalam zaman keemasan filasafat Yunani

4 Muhammad Husain al Thabathoba’I, al Mizan fi Tafsir Al Qur’an, selanjutnya disebut al


Mizan. (Beirut: Muassasah al A’la li al Mathbu’, t.t.) juz 12, h. 331.

5
Al Raghib al Isfahani, Mu’jam Mufradat Alfazh Al Qur’an (Kairo: Dar al Kitab al Arabiy,
t.t.) h. 337
6
Ibn Mukarram al Ansariy, Lisan al ‘Arab, (Mesir: Dar al Mishriyyah li al Ta’lif wa al-
Tarjamah, t.t.), juz 13-14 h. 456.

4
mendifinisikan keadilan sebagai sebuah keutamaan yang paling tinggi dilihat
dai kondisi yang wajar yang meniscayakan terhimpunya makna-makna
kebijaksanaan ,)‫)الحكمة‬ keberanian ( ‫)الشجاعة‬ dan keterpeliharaan
322 SM) yang walaupun -(384Kemudian setelah itu Aristoteles 7
.)‫(العفة‬
melakukan berbagai kritikan terhadap gurunya, tetap memandang keadilan
sebagai nilai moral yang paling sempurna ( .)‫ الفاضلة التامة‬Dalam bukunya yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Ahmad Luthfi al Sayyid, Aristoteles
menulis untuk anaknya Nikomacus, ‘Ilm al Akhlaq ila Nikumakhus 8 tentang
kaidah kaidah moral yang perlu ditegakan dan diwujudkan dalam prilaku dan
kehidupan. Dalam buku yang lebih populer dengan judul Nicomachean Ethic9
ini filosof Aristoteles menguraikan panjang lebar pandanganya tentang teori
keadilan dengan berbagai implikasinya, dan dalam menjelaskan maknanya, ia
selalu menerangkan lawan kosa kata itu, yaitu kezaliman ( .) ‫ ) الظلم‬Menurut
Aristoteles, keadilan adalah nilai keutamaan, bukan keutamaan yang mandul,
dan bukan pula semata-mata bersifat individual. Keadilan harus mempunyai
efek dan implikasi kepada yang lain. Tak ubahnya seperti keutamaan matahari
yang selalu terbit membawa kebaikan dan manfaat kepada yang lain. Bahkan
menurut filosof ini:

]10 [‫كل الفضيلة توجد في طي العدل‬

“Segala macam keutamaan didapat dalam kerangka keadilan”

7 Ahmad Mahmud Subhi, al Falsafah al Akhlaq fi al Fikr al Islamy, (Mesir: Dar Ma’rifat, t.t.)
h. 48
8
Aristoteles, Ilm al Akhlaq ila Nikomakhus, terj. Akhmad Luthfi al Sayyid, (Kairo: Dar al
Kutub al Mishjriyyah, 1924).
9
Tentang buku ini, lihat komentar A. Mukti Ali dalam pembahasanya mengenai etika, moral
dan kesusilaan, yang menunjuk buku Aristoteles tersebut sebagai buku tentang kaidah-kaidah
perbuatan manusia, Beberapa Persoalan Agama Dewasa ini, (Jakarta: Rajawali, 1987), h. 369.
10
Aristoteles, h. 60-61

5
Dengan memperhatikan berbagai pandangan diatas, agaknya dapat
ditarik kesimpulan bahwa keadilan ternyata telah menjadi bahan telaahan
manusia sepanjang sejarah. Keadilan sebagai nilai keutamaan universal
nampaknya merupakan milik manusia secara keseluruhan. Kalau Al Qur’an
berbicara tentang keadilan, sudah barang tentu di samping melanjutkan
kecenderungan yang ada dan melekat pada diri manusia, sekaligus juga
menjawab berbagai persoalan yang tidak terpecahkan, dengan membawa
pesan-pesan dan nilai-nilai kesempurnaanya. Di sinilah pentingnya keadilan
diteliti dalam wawasan dan perspektif Al Qur’an.

Berdasarkan latar belakang pemikiran diatas, penelitian tentang makna


keadilan secara komprehensif yang tertencar dalam ayat demi ayat pada
sejumlah surat dalam Al Qur’an perlu dilakukan. Dengan kajian dan penelitian
ini akan ditemukan makna keadilan dalam perspektif Al Qur’an, yang
sepenuhnya diinformasikan oleh simpul-simpul atau term-term keadilan.
Informasi Al-Qur’an itu akan diperkaya dengan wacana para ulama dan
komentar-komentar pakar Al-Qur’an, terutama sekitar tema yang
diperbincangkan.

B. Perumusan Masalah

Karena objek material penelitian ini sepenuhnya adalah Al Qur’an,


maka dialog akan direntangkan terhadap simpul-simpul keadilan dalam ayat-
ayat Al-Qur’an, sehingga masalah pokok yang akan dibincangkan sebagai
kajian utama adalah sejauh manakah makna-makna keadilan dalam perspektif
Al-Qur’an yang dapat dirumuskan melalui simpul-simpul keadilan.

Untuk menemukan jawaban yang mendalam, maka masalah pokok itu


dijabarkan sebagai berikut:

6
1. Apa makna yang dapat dipahami dan dirumuskan dari simpul-simpul
keadilan yang diungkapkan secara terpisah-pisah dan bervariasi dalam Al-
Qur’an, baik dalam bentuk kata yang semakna maupun dari kata yang
berlawanan?

2. Bagaimana semangat moral yang terkandung dalam Al-Qur’an yang


berkaitan dengan keadilan dan Hari keadilan, baik langsung maupun tidak
langsung?

C. Pengertian Istilah dan Batasan Masalah

Yang dimaksud dengan keadilan dalam penelitian ini adalah gambaran


umum yang menunjuk kepada makna dan hakikat yang terkandung dalam
keadilan.

Sementara yang dimaksud dengan perspektif Al-Qur’an adalah


pandangan dan wawasan Al-Qur’an yang dalam hal ini diartikan sama dengan
informasi dan penjelasan yang diberikan oleh Al-Qur’an sebagai Kitab suci
umat Islam yang diyakini sebagai Kalam Allah yang bertujuan memberi
bimbingan (hidayah) kepada umat manusia.

Kajian dan studi yang dilakukan untuk memahami kandungan Al-


Qur’an adalah bahagian dari perintah Allah Swt. 11 Atas dasar asumsi bahwa

11 Menempatkan Al-Qur’an sebagai objek kajian adalah sesuai dengan perintah Allah. Lihat
Q.s. Yusuf/12:2, Muhammad/47:24 dll. Dan dalam hal ini, C.A. Qadar dalam Philosophy and
Science in Islamic Wordl, mengatakan: “Apapun yang telah diwahyukan Allah kepada Nabi
dan apapun perintah-perintah yang telah ia berikan untuk membimbing umat manusia harus
dipahami sebagai mana mestinya sebelum diterjemahkan ke dalam praktek.”Lihat terjemahan

7
Al-Qur’an merupakan bahagian dari sumber informasi Ilahi yang lengkap dan
sempurna dan bersifat universal, peneliti berupaya menangkap makna
keadilan yang terdapat dalam Al-Qur’an dalam batas upaya merumuskan
nilai-nilai instrumental, yang pada giliranya akan dilanjutkan dalam penelitian
berikutnya dengan merumuskan nilai operasional yang dapat diaplikasikan
dalam berbagai aspek kehidupan.

Berkenaan dengan informasi al Sunnah yang berhubungan dengan


keadilan akan ditelaah bersamaan dengan makna yang dibawa oleh Al-Qur’an.
Mengingat bahwa pada dasarnya al Sunnah tidak terpisah dari Al-Qur’an,
maka dalam hal-hal tertentu, terutama dalam kaitanya dengan asbab al nuzul
sangat diperlukan dalam penelitian ini.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini dapat dilihat dari sudut pentingnya masalah


pokok diatas diteliti. Pentingnya meneliti masalah pokok tersebut dapat
dijabarkan, yang sekaligus menjelaskan kegunaan penelitian itu:

1. Karena semangat dasar Al- Qur’an adalah semangat moral yang terjalin
sejak dari awal sampai akhir kandunganya, maka pesan-pesan moral ini perlu
ditangkap secara tematik untuk selanjutnya diterjemahkan dalam kehidupan
nyata.

2. Semangat dasar Al-Qur’an, salah satu diantaranya, adalah keadilan, oleh


sebab itu pemahaman tentang makna keadilan dalam Al-Qur’an menjadi

Hasan Basari, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1989) h. 12

8
sangat penting. Kajian tentang konsep keadilan bukan saja berpengaruh
terhadap sikap batin dan pandangan hidup manusia, melainkan juga akan
melahirkan sikap-sikap formal dalam perilaku yang lebih bermakna.

3. Kajian tentang keadilan yang ditarik dari informasi-informasi Al-Qur’an


yang dipahami secara utuh belum banyak dilakukan. Rumusan mengenai
keadilan pada banyak kajian mengacu kepada renungan filosofis dan
kontemlatif. Kajian yang berangkat dari penelaahan terhadap realitas sosial,
setidaknya yang diangkat dari isyarat-isyarat Al-Qur’an, terutama dalam
hubungan dengan ayat-ayat yang mengandung makna keadilan, sebagai
respons terhadap kondisi objektif pada waktu ayat-ayat itu diturunkan, jelas
akan dapat menampilkan makna yang lebih lengkap tentang keadilan.

E. Kajian Pustaka

Kajian tentang keadilan dengan berbagai sudut pandang telah


dilakukan oleh para ahli, bukan saja di kalangan pemikir-pemikir Muslim
Klasik dan Pertengahan, tetapi juga telah berlangsung sejak zaman filosof-
filosof Yunani Kuno. Betapapun kajian itu telah melahirkan berbagai
kesimpulan, kajian yang secara khusus menelaah makna keadilan dari simpul-
simpul Al-Qur’an yang dilakukan secara komprehensif belum ada di jumpai.
Kalaupun ada tulisan yang membahas tema-tema pokok Al-Qur’an, seperti
yang dikerjakan oleh Fazlur Rahman dalam karyanya, Major Themes of the
Qur’an, pembahasanya tentang keadilan digarap hanyalah sambil lalu. 12
Demikian pula kajian Toshihiko Izutsu dalam bukunya Ethico Religious

12Tema-tema pokok yang dibahas oleh Fazlur Rahman dalam bukunya itu adalah konsepsi
tentang Tuhan, Manusia, Alam semesta, Kenabian dan Wahyu, Eskatologi, Setan dan
Kejahatan, yang kesemuanya dibahas dengan pendekatan tematik. Buku ini di terjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia oleh Anas Mahyuddin dengan judul Tema-tema Pokok Al-Qur’an
(Bandung, Pustaka, 1983).

9
Concepts in the Qur’an, yang secara khusus menggarap konsep-konsep etika
beragama dalam Al-Qur’an, namun pembahasanya tentang keadilan hanyalah
menyinggung beberapa kosa kata di bawah konsep “baik” dan “buruk”. 13

Dalam perspektif Al-Qur’an, menurut Izutsu, semua sifat manusia


dibagi dalam dua kategori yang secara radikal saling bertentangan, mengingat
kenyataan bahwa kategori-kategori tersebut sangat konkret dan secara
semantik sungguh tepat untuk disebut dengan predikat “baik” atau “buruk”.
Dengan merujuk Q.s. Yunus/10:47:

‫ولكل امة رسول فاذا جاء رسولهم قضي بينهم بالقسط وهم ال يظلمون‬

Tiap-tiap umat mempunyai rasul; Maka apabila Telah datang Rasul mereka,
diberikanlah Keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun)
tidak dianiaya.

Izutsu mengatakan, bahwa dalam konteks ayat ini dengan jelas sekali
dipertentangkan antara keadilan dengan kezaliman, dan itu satu bukti yang
dapat membantu memahami makna dari kata tersebut.14 Dalam pembahasanya
tentang konsepsi perbaikan moral, term al-adl yang hanya diungkapkan dalam

13 Karya ini pada mulanya diterbitkan pada tahun 1959 oleh Keio University di Tokyo dengan
judul The Structure of the Ethical Term in the Koran, dan pada tahun 1966, setelah direvisi,
diterbitkan kembali oleh MC Gill University Press Canada di bawah judul Ethico Religious
Consepts in the Qoran. Buku yang tebalnya 284 halaman ini bukan saja menguraikan sikap
dan etika beragama, tetapi juga mengungkapkan berbagai pandangan pokok mengenai etika
kehidupan kaum Muslimin dalam masyarakat, sebagai implikasi dari etika beragama tersebut.

14
Lihat Toshihiko Izutsu, h. 209. Bagi Izutsu term-term yang membawa makna berlawanan
dapat membantu menjelaskan pengertian-pengertian masing-masing kata secara berlawanan.
Oleh sebab itu ia menganut paradigma adanya dikotomi moral (the basic moral dichotomy)
dalam Al-Qur’an.

10
tujuh ayat dan selebihnya dengan term al-qisth, memang disimpulkan sama-
sama menunjuk kepada makna keadilan. Namun secara keseluruahan
nampaknya ia tidak menerangkan konsep keadialan secara menyeluruh sesuai
dengan yang diinformasikan oleh Al-Qur’an. Dalam komentarnya ia hanya
menekankan bahwa manusia dituntut untuk berlaku adil dan berbuat baik
terhadap sesamanya, sebab Tuhan telah berbuat baik dan adil kepada manusia.
Manusia tidak dibenarkan berbuat zalim kepada orang lain, karena Tuhan
sendiri tidak pernah berbuat zalim kepada orang lain, karena Tuhan sendiri
tidak pernah berbuat zalim kepada siapapun. 15 Walaupun Izutsu menekankan
pentingnya ditegakan keadilan dan mengingatkan bahaya kezaliman, ia tidak
merumuskan arti keadilan secara tuntas.

Dilihat dari segi pendekatan yang dipergunakan, baik Fazlur Rahman


maupun Izutsu, kedua-duanya sama-sama menempatkan Al-Qur’an sebagai
sumber informasi, terutama untuk mendapatkan penafsiran yang otentik
tentang konsep-konsep tertentu.

Kajian tentang keadilan, meskipun dalam pola pendekatan yang


dikembangkan dari informasi Al-Qur’an belum banyak dilakukan, namun
secara terpisah dalam kitab-kitab tafsir yang ditulis dengan metode tahliliy
dapat ditemukan. Akan tetapi dalam metode yang disebut terakhir ini, bias
sang mufassir sering tidak terelakkan, karena sesuatu ayat atau beberapa ayat
tertentu yang tidak dikaitkan dengan ayat selebihnya dalam tema yang sama
menjadi tidak konklusif. Untuk mengindarkan kelemahan semacam itu, justru
penelitian yang dilakukan untuk memahami makna keadilan dalam perspektif

15 Dalam tulisan Itsuzu makna kezaliman (al-zulm) secara rinci dibahasanya sebagai salah
satu unsur bidang semantic al-kufr yang baginya merupakan salah satu nilai etika religius
negatif. Rincianya lihat Ibid, h. 164-172.

11
Al-Qur’an ini akan diupayakan dengan menerapkan metode maudhu’iy
(tematik).

F. Metodologi Penelitian

1. Sumber Penelitian

Secara keseluruhan penelitian ini bercorak penelitian kepustakaan


(library research), yaitu semua sumber datanya berasal dari bahan-bahan
tertulis sekitar permasalahan yang dibahas. Kerena menyangkut makna
keadilan dalam Al-Qur’an, maka sumber utama dan primer adalah semua
simpul keadilan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Naskah Al-Qur’an yang
dijadikan bahan kajian ialah Al-Qur’an Al-Karim yang ditulis sesuai dengan
al-rasm al-Usmaniy dan diterbitkan oleh Dar al-Fikr, Beirut, tahun 1403 H/
1983 M.

Untuk mendapatkan makna-makna kosa kata dari ayat-ayat yang


dibahas dipergunakan beberapa rujukan, diantaranya, Mu’jam Mufradat
16
Alfazh Al-Qur’an, karya Abu al-Qasim al-Husainiy Ibn Muhammad al-
Raghib al-Isfahaniy (w. 503 H/ 1108 M.). Disamping itu, untuk memperkaya
makna dipergunakan juga kamus besar Bahasa Arab, Lisan al-Arab karya Ibn
Manzhur Jamal al-Din Muhammad Ibn Mukarram al-Anshariy (w. 711 H./
1311 M.) dan Mu’jam Maqayis al-Lughah, tulisan Abu al-Husain Ahmad Ibn
Faris Zakaria.

16 Kitab ini telah berkali-kali dicetak ulang dengan judul yang berbeda-beda, tetapi tetap
pada substansi yang sama. Diantaranya dengan nama Mufradat fi Gharib Al-Qur’an dan
Gharib fi Mufradat Al-Qur’an.

12
Kitab-kitab Tafsir yang ditulis dengan metode tahliliy, dengan segala
kelebihan dan kekuranganya, sangat membantu menjelaskan makna kosa kata
sebagai sumber pembanding. Oleh karena itu untuk menyebut di antaranya
Jami’ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an, karya Muhammad ibn Jarir al Thabariy
(224 H-310 H), Tafsir Al-Qur’an al-Azhim, oleh Ismail Ibn Katsir al-Quraisyi
al Dimasyqiy (700-774 H.), al-Kasysyaf an Haqaiq al-Tanzil wa “Uyun al-
Aqail, karya Mahmud Ibn Umar al-Zamakhsyariy (w. 538 H/ 1143 M), al-
Mizan fi Tafsir Al-Qur’an, karya Muhammad Husain al-Thabathaba’iy (1321
H./ 1903 M.). Sementara dari sumber yang berbahasa Inggris di antranya
adalah The Holy Quran: Text, Translation and Commentary yang disusun oleh
Abdullah Yusuf Ali, dan The Message of the Qur’an, karya Muhammad Asad
dan The Meaning of the Glorious Koran, karya Muhammad Marmaduke
Pictall.

2. Pendekatan dan Metode

Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan


kewahyuan. Pendekatan kewahyuan adalah suatu upaya yang dilakukan untuk
memahami maksud yang terkandung dalam Al-Qur’an sebagai wahyu Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Penulis berupaya memahami
makna keadilan dengan menggunakan wahyu sebagai kajian utama dan
tafsirnya sebagai kajian pendukung, seperti yang di temukan dalam kitab-kitab
tafsir.

Dalam mengoprasionalkan pendekatan ini digunakan metode analisis


makna-makna dengan menerapkan analisis hermenetik (hermenetics),
sementara dalam penafsiranya diterapkan metode tafsir maudhu’iy. Alasan
digunakanya metode ini antara lain ialah karena ia berupaya meletakkan
warisan intelektual dan pengalaman manusia di hadapan Al-Qur’an. Dalam
13
hal ini diharapkan informasi Al-Qur’an berintegrasi dengan kenyataan dan
kehidupan, karena dengan metode ini pembahasan dimulai dari kenyataan dan
berakhir dengan Al-Qur’an.

3. Langkah-langkah Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah untuk mendapatkan


makna keadilan dalam perspektif Al-Qur’an. Pada langkah pertama
pandangan Al-Qur’an dibahas dalam kerangka respons terhadap situasi
konkrit mansyarakat di mana Al-Qur’an itu diturunkan. Melalui langkah ini
diasumsikan, bahwa Al-Qur’an berintegrasi dengan masyarakat yang telah
mengalami kemerosotan moral, lalu Al-Qur’an datang memperbaikinya. Dan
semangat dasar Al-Qur’an bertumpu kepada tiga hal, pertama monoteisme,
kedua keadilan dan ketiga kepercayaan kepada hari keadilan. Keterkaitan
antara ketiga hal itu secara kronologis nampak jelas pada kepercayaan yang
ditanamkan oleh Al-Qur’an. Langkah ini menjadi demikian penting, terutama
untuk menangkap makna keadilan sebagai suatu konsep yang tidak berdiri
sendiri, tetapi didahului oleh kenyataan-kenyataan pada masyarakat Islam
yang paling awal.

Langkah kedua membahas term-term keadilan dalam Al-Qur’an, dari


kata-kata yang secara langsung membawa makna keadilan, yaitu al-‘adl, al-
qisth, al-wazn dan al-wasth dan semua derivasinya. Perubahan bentuk kata
dibahas sedemikian rupa, karena ia akan menawarkan dan membawa makna-
makna yang akan memperkaya arti keadilan.

Langkah ketiga mengkaji makna yang berlawanan dengan keadilan,


yaitu kezaliman. Sebagai makna yang mengandung pengertian lawan
keadilan, term al-zulm dengan berbagai derivasinya akan mempertegas makna

14
keadilan. Adanya dikotomi moral17 dalam Al-Qur’an akan dapat membantu
memahami makna dari kata-kata yang berlawanan.

Pada langkah keempat yang merupakan langkah terakhir memuat


beberapa kesimpulan dari seluruh kajian dan penelitian, yang diharapkan akan
memberi jawaban terhadap permasalahan pokok. Pada kesimpulan ini
terjawablah makna keadilan dalam perspektif Al-Qur’an.

4 . Teknik Penulisan

Dalam penulisan ini, kecuali dalam hal-hal tertentu, pedoman teknik


penulisan yang digunakan adalah buku teks penuntun A Manual for Writers of
Term papers, Theses and Dissertations yang disusun oleh Kate L. Turabian.

Transliterasi yang digunakan untuk menyalin kata-kata atau ungkapan-


ungkapan berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia berpedoman kepada
Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia No. 158 Tahun 1987 dan No. 0543 b/ U/ 1987 Tentang
Pembukuan Pedoman Transliterasi Arab Latin.

Terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an, pada prinsipnya berpedoman kepada


Al-Qur’an dan Terjemahanya yang diterbitkan oleh Depag RI Kecuali dalam

17
Menurut T Izutsu, pada dasarnya hampir seluruh lembaran Al-Qur’an mengajukan garis
pokok dualisme mengenai nilai-nilai moral manusia, dan dasar dualisme itu menyangkut
orang beriman dan orang yang tidak beriman. Dalam pengertian ini system etika Islam
merupakan suatu struktur yang sangat sederhana. Kerena dengan standar nilai ”kepercayaan”
pokok tersebut, orang dapat menentukan ke golongan yang mana dari kedua kecenderungan
itu ia dapat dimasukkan. Lihat lebih lanjut: Izutsu, Ethico, h. 105-106.

15
hal-hal tertentu, penulis membuat terjemahan sendiri atau menambah
komentar seperlunya.

F. Sistematika Pembahasan

Pembahasan dalam penelitian ini dibagi kepada lima bab yang


mempunyai kaitan erat antara satu dengan yang lain. Bab pertama adalah
pendahuluan yang mengantarkan pada pembahasan pada bab-bab selanjutnya.
Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, pengertian
istilah dan batasan masalah, kegunaan penelitian, kajian pustaka, metodologi
dan sistematika pembahasan.

Selanjutnya bab kedua membahas tentang signifikansi moral dalam


Al-Qur’an yang terdiri atas subbab Keadilan dan Hari Keadilan. Kemudian
bab ketiga merupakan tema sentral penelitian, yaitu ragam simpul keadilan
dalam Al-Qur’an. Bab ini terdiri atas subbab simpul-simpul al-‘adl, al-qisth,
al-wazn dan al-wasth.

Pada bab keempat akan diteliti bagaimana implikasi keadilan terhadap


tanggung jawab moral manusia. Pembahasan dalam bab ini akan diarahkan
pada tanggung jawab moral, keadilan hukum, keadilan sosial dan ekonomi
serta keadilan dalam hubungan antargolongan.

Barulah pada bab kelima penelitian ditutup dengan kesimpulan yang


merupakan temuan penelitian dan rekomendasi yang dianggap perlu.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abd Al-Baqiy, Muhammad Fuad, Al Mu’jam Al-Mufahras li Alfaz Al-Qur’an


al- Karim, Beirut, Dar al Fikr, 1981

Abd al-Aziz Umayyah. Dirasat fi Ulumi al-Qur’an. Bairut: Dar al-Furqon, t.t

Abd al-Aziz, Amir. Dirasat fi Ulum al-Qur’an. Beirut: Muassasah al-Risalah,


1983

Abu Sinnah, Abd al-Fattah. Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Syuruq, 1995

Abu Syahbah, Muhammad bin Muhammad. Al-Madkhal li Dirasah al-Qur’an


al-Karim. Kairo: Maktabah al-Sunnah, 1992

Abu Syamah, Abd al-Rahman bin Ismail bin Ibrahim. Ibraz al-Ma’ani min
Hirz al-Amani fi al-Qira’at al-Sab;I li al- Imam al-Syathibi. Al-Madinah Al-
Munawwarah: al-Jami’ah al-Islamiyah, 1413

Al-Ansariy, Ibn Mukarram, Lisan Al Arab, Mesir: Dar Al Mishriyyah li al


Ta’lif wa al-Tarjamah, t.t

Aththar, Dawud al- Perspektif Baru Ilmu Al-Qur’an. Ter. Afif Muhammad
dan Ahsin Muhammad. Bandung: Pustaka Hidayah, 1994

Ali, A. Mukti, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, Jakarta: Rajawali,


1987

Al Isfahani, Al Raghib, Mu’jam Mufadat Alfazh Al-Qur’an, Kairo: Dar al-


Katib al-Araby, t.t

Al-Thabathaba’i, Muhammad Husain, Al Mizan fi Tafsir Al-Qur’an, Beirut:


Muassasah al-A’la li al-Mathbu’, t.t

17
Aristoteles, I’lm al-Akhlaq ila Nikomakhus, terj. Akhmad Luthfi al-Sayyid,
Kairo: Dar-al-Kutub al Mishjriyyah, 1924

Basari, Hasan, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam (terjemahan),


Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1989

Bukhari, Muhammad bin Ismail. Al-Shahih al-Bukhari. Semarang: Toha


Putra, t.t

Ghazali, Muhammad. Al-Kaifa Nata’amal Ma’a al-Qur’an. Mansurah: Daar


El-Wafa’, 1992

Hasanuddin, Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum


dalam Al-Qur’an. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995

Ibnu Katsir, Abu al-Fada’. Tafsir al-Qur’an al-Azhim. Beirut: Dar al-Fikr,
1997

Ismail, Muhammad Bakar. Dirasat fi Ulum al-Qur’an. Mesir: Dar al-Manar,


1991

Ismail Sya’ban Muhammad. al-Qira’at Ahkamuha wa Mashadaruha. Jeddah:


Dar al-Ashfahani, 1403 H

Jauziyah, Syams al-Din Abi Abdullah ibn Qayyim al-. al-Tibyan fi Aqsam al-
Qur’an. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1982

Mahyuddin, Anas, Tema-tema Pokok Al-Qur’an (terjemahan) Bandung,


Pustaka, 1983

Ma’bad, Muhammad Ahmad. Nafakhat Min Ulum al-Qur’an. Kairo: Dar al-
Salam, t.t

Maliki, Muhammad bin ‘Alawi al-. Samudra Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Ter. M.


Khoiron Durori dan Toto Adidarmo. Bandung: Arasy, 2003

18
Maraghi, Ahmad Musthafa al-. Tafsir al-Maraghi. Mesir: al-Halabi, 1946

Namr, Abd al-Mun’im al-. Ulum al-Qur’an al-Karim. Beirut: Dar al-Kitab al-
Lubnan, 1983

Qasim, Muhammad Yusuf. I’jaz al-Bayan Fi Tartib ayat al-Qur’an Wa


Suwarihi. Dar al-Matbu’at ad-Dauliyah, 1979

Qathtahan, Manna’ Khalil. Al-Mabahits fi Ulum al-Qur’an. Beirut: Muassasah


al-Risalah, 1994

Rahman, Fazlur, Islam, Chicago University of Chicago Press, 1979

Shabuni, Muhammad ‘Ali. Al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an. Beirut: ‘Alim al-


Kutub, 1985

Subhi, Ahmad Muhammad, Al-Falsafah al- Akhlaq fi al-Fikr al-Islamy,


Mesir: Dar Ma’firat, t.t

Suyuthi, Jalal al-Din. Al Itqan fi Ulum al-Qur’an. Beirut: Muassasah al-Kutub


al-Tsaqafiyah, 1996

Thabrani, Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub. Al-Mu’jam al-Kabir. Mosul:


Maktabah al-Ulum wa al-Hukm, 1983

Zarkasyi, Badr al-Din Muhammad bin Abdullah. Al-Burhan fi Ulum al-


Qur’an. Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1988.

19

Anda mungkin juga menyukai