Anda di halaman 1dari 9

PEMBAHASAN KASUS CRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Pengkajian
Berdasarkan pengkajian di Ruang Yudhistira RSUD Bhakti Dharma Husada
Surabaya pada 12 Desember 2022 didapatkan data pasien Tn.Y berusia 48 tahun
dengan diagnosa Cronic Kidney Disease (CKD). Menurut penelitian jurnal
(1)Penyakit Gagal Ginjal Kronik (PGGK) merupakan istilah yang digunakan oleh
tenaga medis untuk menggambarkan terjadinya kerusakan pada ginjal yang telah
berlangsung 23 bulan dan bersifat progresif. Pada data tersebut klien dikatakan
sebagai golongan penderita yang disebabkan oleh kelebihan cairan dan darah tinggi.
Pada data tersebut klien dikatakan sebagai golongan dewasa tua yang memiliki
darah tinggi. Pada sumber jurnal (2) Hasil penelitian menunjukkan jumlah pasien
CKD yang menjalani program hemodialisis terbanyak berusia lansia akhir (56-65
tahun) sebanyak 18 pasien (27,7%) dan paling sedikit berusia remaja akhir
(17-25 tahun) sebanyak 4 orang (6,2%). Jumlah pasien laki-laki lebih banyak
dari pasien perempuan yaitu sebanyak 37 orang (56,9%). Tingkat pendidikan paling
banyak berpendidikan lulus SD/sederajat sebanyak 25 orang (38,5%), pengetahuan
tentang hemodialisis dengan kategori tinggi sebanyak 46 orang (70,6%), lama
sakit dengan kategori baru sebanyak 55 orang (84,6%) dan lama sebanyak 10 orang
(15,4%), pelayanan perawat dengan kategori kompeten sebanyak 62 orang
(95,4%) dan kepatuhan dengan kategori patuh sebanyak 57 orang (87,7%). Hal
ini disebabkan salah satu penyebab terbesar gagal ginjal di Indonesia adalah
hipertensi (36 persen) dan diabetes (28 persen). Dari pernyataan tersebut didapatkan
hasil bahwa terdapat kesesuaian antara teori dan fakta di lapangan.

Pada data pengkajian didapatkan hasil klien Tn. Y mengeluh badan terasa lemah.
Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap Hb :10.6 g/dl, BUN: 68.4 mg/dl,
creatinin: 9.92 mg/dl. Dan juga di lakukan USG abdomen Nefrotiliasis, BPH grade
1,dan hepar, Gb, pancreas, lien, bladder tak tampak kelainan. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital ditemukan hasil TD : 132/79 mmHg, Nadi : 91x/ menit, RR :
20x/menit, Spo₂ : 97 % ,E4V5M6.

Dari hasil (2) tanda gejala gagal ginjal kronik adalah tekanan darah tinggi,
perubahan frekuensi dan jumlah buang air kecil dalam sehari, adanya darah dalam
urin, lemah serta sulit tidur, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, tidak dapat
berkonsentrasi,dan gatal. Pada teori ini sesuai dengan gejala yang dirasakan klien.
Menurut data di lapangan juga didapatkan hasil bahwa Tn.Y merupakan seorang
laki-laki yang produktif sebagai kepala keluarga dan bekrja keras untuk
keluarganya. klien mengatakan pada tanggal 09 Desember 2022 klien datang ke
IGD RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya untuk konsul lab,dan klien
mengatakan badan terasa lemah. Setelah dilakukan cek lab hasilnya Hb : 7.6 g/dl
dan klien dianjurkan untuk MRS dan dilakukan transfusi darah sebanyak 2 bag,
setelah dilakukan transfusi klien diambil darah untuk cek lab ulang pada tanggal 10
Desember 2022 hasil Hb: 10.6 g/dl. Dari hal ini sejalan dengan suatu pernyataan di
jurnal (3) bahwa faktor risiko yang mencetuskan terjadinya gagal ginjal kronik
adalah kurangnya kadar Hb. Angka kejadian gagal ginjal kronis di Indonesia
berdasarkan data dari Riskesdas, (2018) yaitu sebesar 0,38 % dari jumlah penduduk
Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat 713.783 jiwa yang menderita
gagal ginjal kronis di Indonesia.(4)

Pada data pengkajian juga didapatkan bahwa Tn.Y berusia 48 tahun. Pada data
pengkajian ditemukan bahwa klien mengalami badan terasa lemah, mudah
kelelahan,dan punggung terasa gatal-gatal. hal ini merujuk pada penelitian sebuah
jurnal(1) bahwa tanda dan gejala pada penderita gagal ginjal kronik adalah tekanan
darah tinggi, perubahan frekuensi dan jumlah buang air kecil dalam sehari, adanya
darah dalam urin, lemah serta sulit tidur, kehilangan nafsu makan, sakit kepala,
tidak dapat berkonsentrasi,dan gatal. Dari data yang didapat dan teori jurnal yang
didapat terdapat kesesuaian.

Pada pemeriksaan penunjang pada klien dilakukan pemeriksaan darah lengkap


Hb: 10.6 g/dl, hematokrit: 30.9%, eritrosit: 3.78/ul, trombosit: 401.000/mm3,dan
leukosit: 9.94/ul. Dari hasil tersebut ditemukan kesimpulan klien mengalami
penurunan Hb, hematokrit,dan eritrosit. Hal ini disebabkan karena anemia
defisiensi besi, anemia defisiensi B12 dan folat. Penyakit peradangan kronis.
Pendarahan internal atau organ di dalam tubuh. Pada penjabaran ini terdapat
kesesuaian antara kasus dan penjabaran jurnal.

B. Diagnosa Keperawatan
Pada kasus ditemukan diagnosa utama Hipervolemia (D.0022) berhubungan
dengan gagal ginjal kronik ditandai dengan kadar Hb: 10.6 g/dl,dan intake 1140cc
output 940cc, balance cairan (+) 200cc/ 12 jam. Dengan tanda subyektif klien
mengatakan BAK nya berkurang, tetapi klien minum air putih cukup banyak kurang
lebih 1 liter/hari. Tanda Obyektif klien tampak lemah, Hb: 10.6 g/dl, TD: 132/79
mmHg, S: 36.5 C, N: 91x/mnt, RR : 20 x / menit, SPO₂ : 97 %. Pengangkatan
diagnosa ini menurut penulis perlu diangkat karena mengancam jiwa klien
,penyusunan diagnosa keperawatan ini mengacu pada rumusan diagnosa pada
SDKI 2018 (5)teori hipervolemia merupakan peningkatan volume cairan
intravaskular, interstisial, dan / atau intraselular. Penyebab secara fisiologis antara
lain: gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan
natrium, gangguan aliran balik vena,dan efek agen farmakologis. Pada data
subyektif mayor terdapat beberapa gejala antara lain ortopnea, dispnea, paroxysmal
nocturnal dyspnea (PND). Pada data obyektif mayor terdapat beberapa gejala antara
lain ederma anasarka dan/atau ederma perifer, berat badan meningkat dalam waktu
singkat, jugular Venous Pressure (JVP) dan/atau Cental Venous Pressure (CVP)
meningkat,dan refleks hepato jugular positif. Pada data obyektif minor terdapat
beberapa gejala antara lain ditensi vena jugularis, terdengar suara nafas tembahan,
hepatomegaly, kadar Hb/Ht turun, oliguria, intake lebih banyak dari output (balans
cairan positif),dan kongesti paru. Sedangkan pada gejala dan tanda minor pada data
subyektif tidak tersedia.

Pada penentuan prioritas diagnosa kedua, penulis menggunakan diagnosa Risiko


Perfusi Renal Tidak Efektif (D.0016) berhubungan dengan disfungsi ginjal ditandai
dengan BUN: 39.3 mg/dl, Creatinin: 7.23 mg/dl. Penentuan diagnosa ini mengacu
pada rumusan diagnosa teori (5)Risiko Perfusi Renal Tidak Efektif merupakan
berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke ginjal. Faktro risiko diagnosa ini
antara lain kekurangan volume cairan, embolisme vaskuler, vaskulitis, hipertensi,
disfungsi ginjal, hiperglikemia, keganasan, pembedahan jantung, bypass
kardiopulmonal, hipoksemia, hipoksia, asidosis metabolik, trauma, sindrom
kompartemen abdomen, luka bakar, sepsis, sindrom respon inflamasi sistemik,
lanjut usia, merokok,dan penyalahgunaan zat. Pada diagnosa ini data subyektif dan
obyektif tidak tersedia. Kondisi klinis terkait antara lain: diabetes melitus,
hipertensi, aterosklerosis, syok, keganasan, luka bakar, pembedahan jantung,
penyakit ginjal (mis. ginjal polikistik, stenosis artesi ginjal, gagal ginjal,
glumeruloneftritis, nefritis intersisial, nekrosis kortikal bilateral, polinefritis),dan
trauma.

Pada penentuan prioritas ketiga penulis mengangkat diagnosa Intoleransi


Aktivitas (D.0056) berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen. Penentuan diagnosa ini mengacu pada rumusan diagnosa teori
(5)Intoleransi aktivitas merupakan ketidakcukupan energi untuk melakukan
aktivitas sehari hari. Penyebab secara fisiologis antara lain: ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan, imobilitas,dan gaya
hidup monoton. Pada data subyektif mayor terdapat beberapa tanda dan gejala yaitu
mengeluh lelah. Pada data obyektif mayor terdapat beberapa tanda dan gejala yaitu
frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi sehat. Pada data subyektif minor
terdapat beberapa tanda dan gejala antara lain dispnea saat/setelah aktivitas, merasa
tidak nyaman setelah beraktivitas,dan merasa lemah. Pada data obyektif minor
terdapat beberapa tanda dan gejala antara lain tekanan darah berubah >20% dari
kondisi istirahat, gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas,
gambaran EKG menunjukan iskemia,dan sianosis.

Pada penentuan diagnosa keempat penulis mengangkat diagnosa Gangguan Rasa


Nyaman (D.0074) berhubungan dengan gejala penyakit d.d klien mengeluh badan
terasa gatal. Penentuan diagnosa ini mengacu pada rumusan diagnosa teori
(5)Gangguan Rasa Nyaman merupakan perasaan kurang senang, lega dan sempurna
dalam dimensi fisik, psikospirtual, lingkungan dan sosial. Penyebab secara
fisiologis antara lain: gejala penyakit, kurang pengendalian situasional/lingkungan,
ketidakaekuatan sumber daya mis (mis. dukungan finansial, sosial dan
pengetahuan), kurangnya privasi, gangguan stimulus lingkungan, efek samping
terapi (mis. medikasi, radiasi, kemoterapi),dan gangguan adaptasi kehamilan. Pada
data subyektif mayor terdapat beberapa tanda dan gejala yaitu mengeluh tidak
nyaman. Pada data obyektif mayor terdapat beberapa tanda dan gejala yaitu gelisah.
Pada data subyektif minor terdapat beberapa tanda dan gejala antara lain: mengeluh
sulit tidur, tidak mampu rileks, mengeluh kedinginan/kepanasan, merasa gatal,
mengeluh mual,dan mengeluh lelah. Pada data obyektif minor terdapat beberapa
tanda dan gejala antara lain: menunjukan gejala distres, tampak merintih/menangis,
pola eliminasi berubah, postur tubuh berubah,dan iritabilitas.

C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan intervensi pada diagnosa utama Hipervolemia (D.0022) penulis
mengambil rencana intervensi Keseimbangan Cairan (L.03020) dengan tujuan
kriteria hasil diharapkan selama 3x24 jam tingkat nyeri menurun dengan kriteria
hasil asupan cairan meningkat,dan haluaran urin meningkat.(6)
Pada perencanaan manajemen hipervolemia (I.03114) tindakan yang dilakukan
mengacu pada teori(7) Observasi: Periksa tanda dan gejala hypervolemia,
Identifikasi penyebab hypervolemia, Monitor status hemodinamik, tekanan darah,
MAP, CVP, PAP, PCWP, CO jika tersedia, Monitor intake dan output cairan,
Monitor tanda hemokonsentrasi ( kadar Natrium, BUN, hematocrit, berat jenis
urine), Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma, Monitor kecepatan
infus secara ketat,dan Monitor efek samping diuretik. Terapeutik: Timbang berat
bada setiap hari pada waktu yang sama, Batasi asupan cairan dan garam,dan
Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat. Edukasi: Anjurkan melapor jika
haluaran urine <0.5 ml/kg/jam dalam 6 jam, Anjurkan melapor jika BB bertambah
> 1 kg dalam sehari, Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran
cairan,dan Ajarkan cara membatasi cairan. Kolaborasi: Kolaborasi pemberian
diuretik,dan Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretic.(7)

Perencanaan intervensi pada diagnosa kedua Intoleransi Aktivitas (D.0056)


yaitu dengan tujuan diharapkan selama 3x24 jam perfusi renal meningkat (L.02012)
dengan kriteria hasil: jumlah urin meningkat, tekanan arteri rata-rata (mean arterial
pressure/MAP) membaik,dan kadar kreatinin plasma membaik.(6)
Rencana intervensi yang dilakukan pada diagnosa kedua yaitu Pencegahan
Syok (I.02068) tindakan yang dilakukan mengacu pada teori(7) observasi: Monitor
status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP),
Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD), Monitor status cairan (masukan
dan haluaran, turgor kulit, CRT),dan Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil.
Terapeutik: Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%,
Pasang jalur IV, jika perlu,dan Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin.
Edukasi: Jelaskan penyebab/faktor risiko syok, Jelaskan tanda dan gejala awal
syok, Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda dan gejala awal
syok,dan Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral. Kolaborasi: Kolaborasi
pemberian transfusi darah. (7)

Perencanaan intervensi pada diagnosa ketiga yaitu dengan tujuan diharapkan


selama 3x24 jam toleransi aktivitas meningkat (L.05047) dengan kriteria hasil
:kekuatan tubuh bagian bawah meningkat, keluhan lelah menurun,dan tekanan
darah membaik. Tujuan kriteria hasil ini mengacu pada teori(6)
Rencana intervensi yang dilakukan pada diagnosa ketiga yaitu manajemen energi
(I. 05178) Observasi: Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan, Monitor pola dan jam tidur,dan Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
selama melakukan aktivitas. Terapeutik: Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan), Lakukan rentang gerak pasif dan/atau
aktif, Fasilitas duduk di sisi tempat tidur. Edukasi: Anjurkan tirah baring, Anjurkan
melakukan aktivitas secara bertahap, Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
dan gejala kelelahan tidak berkurang. Kolaborasi: Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan makanan.(7)

Perencanaan intervensi pada diagnosa keempat yaitu dengan tujuan diharapkan


3x24 jam status kenyamanan meningkat (L.08064) dengan kriteria hasil:keluhan
tidak nyaman menurun,dan mengeluh gatal menurun. Tujuan kriteria hasil ini
mengacu pada teori(6)
Rencana intervensi yang dilakukan pada diagnosa keempat manajemen nyeri
(I. 08238) Obervasi : identifikasi lokasi, karakteristik, Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan nyeri, Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan,dan Monitor efek samping penggunaan analgetik. Terapeutik:
Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri, Fasilitasi istirahat
dan tidur. Edukasi: Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri, Anjurkan
memonitor nyeri secara mandiri, Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat,
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri. Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgetik.(7)

D. Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan kepada klien diagnosa pertama
Hipervolemia (D.0022) dilakukan selama 3x24 jam tindakan: Memeriksa tanda
dan gejala hypervolemia, Mengidentifikasi penyebab hypervolemia (intake lebih
banyak dari output) , Memonitor status hemodinamik (TD: 132/79 mmHg, MAP:
96.6 mmHg), Memonitor intake dan output cairan (intake: 1.146 output: 910
balance cairan: (+) 236/24 jam),dan Memonitor kecepatan infus secara ketat.
Terapeutik: Membaatasi asupan cairan dan garam,dan meninggikan kepala tempat
tidur 30-40 derajat. Edukasi: menganjurkan melapor jika haluaran urine <0.5
ml/kg/jam dalam 6 jam, mengannjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam
sehari,dan mengajarkan cara membatasi cairan. Kolaborasi: mengkolaborasi
penggantian kehilangan kalium akibat diuretic.(7)

Tindakan keperawatan yang dilakukan kepada klien diagnosa kedua Risiko


Perfusi Renal Tidak Efektif (D.0016) dilakukan selama 3x24 jam tindakan:
observasi: Memonitor status kardiopulmonal (TD: 132/79 mmHg, MAP: 96.6
mmHg N: 85x/menit), Memonitor status oksigenasi (SPO2: 96%), Memonitor
status cairan (klien terpasang infus pz 14 tpm 60cc/jam),dan Memonitor tingkat
kesadaran dan respon pupil (GCS: E4V5M6). Terapeutik: Memasang jalur IV,dan
Memasang kateter urin untuk menilai produksi urin. Edukasi: Menjelaskan
penyebab/faktor risiko syok, menganjurkan melapor jika menemukan/merasakan
tanda dan gejala awal syok,dan menganjurkan memperbanyak asupan cairan oral.
Kolaborasi: mengkolaborasi pemberian transfusi darah.(7)

Tindakan keperawatan yang dilakukan kepada klien diagnosa ketiga Intoleransi


Aktivitas (D.0056) dilakukan selama 3x24 jam tindakan: observasi:
mengidentifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan, Memonitor
pola dan jam tidur,dan Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas. Terapeutik: menyediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus,
melakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif, memfasilitasi duduk di sisi tempat
tidur. Edukasi: menganjurkan tirah baring, menganjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap, menganjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang. Kolaborasi: mengkolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan.(7)

Tindakan keperawatan yang dilakukan kepada klien diagnosa keempat


Gangguan Rasa Nyaman (D.0074) dilakukan selama 3x24 jam tindakan: Obervasi:
mengidentifikasi lokasi, karakteristik (klien mengatakan badan bagian terasa gatal),
mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri, memonitor
keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan,dan memonitor efek
samping penggunaan analgetik. Terapeutik: memberikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (klien memijat dengan minyak urut bagian tubuh yang
terasa gatal), memfasilitasi istirahat dan tidur. Edukasi: menjelaskan penyebab
(gatal disebabkan karena salah satu tanda gejala dari penyakit gagal ginjal),
menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri, menganjurkan menggunakan
analgetik secara tepat, mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri. Kolaborasi: mengkolaborasi pemberian analgetik.(7)
Implementasi dilakukan sesuai dengan kondisi klien dan juga dikolaborasikan
dengan tenaga medis terkait untuk memaksimalkan keperawatan pada klien. Dalam
melakukan tindakan keperawatan penulis juga selalu melibatkan keluarga klien
untuk juga dapat menerima tindakan edukasi dai penulis.

E. Evaluasi
Pada diagnosa Hipervolemia selama dilakukan evaluasi masalah baru teratasi
setelah 3x24 jam tindakan keperawatan dilakukan. Tn.Y mengatakan BAK nya
sudah keluarga lumayan banyak daripada sebelumnya. Klien mengatakan telah
memahami edukasi dari penulis.
Pada diagnosa Risiko Perfusi Renal Tidak Efektif selama dilakukan evaluasi
masalah baru teratasi setelah 3x24 jam. Tn.Y mengatakan keluhan BAK keluar
sedikit sudah sedikit membaik. Saat evaluasi hari ke 3 klien juga mengatakan telah
memahami edukasi dari perawat.
Pada diagnosa Intoleransi Aktivitas selama dilakukan evaluasi masalah teratasi
3x24 jam. Tn.Y mengatakan sudah bias mobilisasi secara mandiri tanpa bantuan
keluarga. Saat evaluasi hari ke 3 klien juga mnegatakan telah memahami edukasi
dari perawat.
Pada diagnosa Gangguan Rasa Nyaman selama dilakukan evaluasi masalah
teratasi 3x24 jam. Tn.Y mengatakan badan terasa gatal sudah berkurang. Klien
telah memahami anjuran perawat dan akan selalu menjaga kebersihan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Widayati N&. Buku Panduan Mengenal Penyakit Ginjal Kronis dan


perawatannya [Internet]. 2019. 1–35 p. Available from:
http://eprints.undip.ac.id/81430/1/Buku_Panduan_Mengenal_Penyakit_Ginjal
_Kronis_dan_Perawatannya_Henni_Kusuma%2C_Suhartini%2C_Untung_Suj
ianto%2C_Chandra_Bagus_Ropiyanto%2C_Wahyu_Hidayati.pdf
2. Saputra B danang, Sodikin S, Annisa SM. Karakteristik Pasien Chronic Kidney
Disease (Ckd) Yang Menjalani Program Hemodialisis Rutin Di Rsi Fatimah
Cilacap. Tens Trends Nurs Sci. 2020;1(1):19–28.
3. Srianti NM, Sukmandari NMA, Putu SAAPD. PERBEDAAN TEKANAN
DARAH INTRADIALISIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS
DENGAN INTERDIALYTIC WEIGHT GAINS >5% DAN <5% DI RUANG
HEMODIALISIS RSD MANGUSADA BADUNG Ni. J Nurs Updat [Internet].
2021;12(2):25–32. Available from: http://jurnal.aiska-
university.ac.id/index.php/gaster/article/view/139
4. Susanto H. Accidental Sampling Method. E-Jurnal Profit (Jurnal. 2012;5(1):1–
6.
5. PPNI TPD. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. 1st ed. Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia; 2017.
6. PPNI TPD. Standar Luaran Keperawan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia; 2019.
7. PPNI TPSD. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 1st ed. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia; 2018. 527 p.

Anda mungkin juga menyukai