Anda di halaman 1dari 135

KARYA TULIS ILMIAH

“LITERATURE REVIEW: KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS UTAMA

BERDASARKAN ICD-10 PADA BERKAS REKAM MEDIS RAWAT

INAP”

LAPORAN KASUS

RATU FADHILA KHANSA SALSABILA YUSRAN

17.03.030

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG

PRODI D3 REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

MAKASSAR 2020
ABSTRAK

RATU FADHILA KHANSA SALSABILA YUSRAN : LITERATURE REVIEW


KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS UTAMA BERDASARKAN ICD-10 PADA BERKAS
REKAM MEDIS RAWAT INAP

PEMBIMBING: LILIK MEILANY dan H. SUMARDIN MAKKA (xv + 50 Halaman + 5 tabel +


1 Gambar + 5 Lampiran).

Latar Belakang: Keakuratan kode dipengaruhi oleh penetapan atau penentuan diagnosis pasien.
Apabila dalam mengkode diagnosis tidak akurat maka akan berpengaruh pada jumlah kasus dalam
pembuatan laporan morbiditas, mortalitas serta perhitungan berbagai angka statistik rumah sakit.
Dalam hal ini dibutuhkan diagnosis yang jelas dan terbaca dari dokter yang bertanggung jawab
dengan beberapa informasi tambahan yaitu mengenai What, Why, Who, Where, When, (5W),
How (1H). Tujuan: Mengetahui persentasi keakuratan kode diagnosis utama, Metodologi:
Pencarian artikel menggunakan database Google Scholar dan Garuda untuk menemukan artikel
menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi kemudian dilakukan review. Hasil: dari 8 jurnal yang
diteliti terkait kode diagnosis utama berdasarkan ICD-10 masih dalam kategori tidak baikdimana
dari 8 penelitian hanya 2 penelitian dengan persentasi keakuratan (<90%), sedangkan 6 penelitian
lainnya dengan persentasi keakuratan (>75%). Kesimpulan: Pada penelitian ini persentasi
keakuratan kode diagnosis utama lebih rendah dari tidak akurat kode disebabkan karena faktor
tenaga medis (tulisan dokter yang tidak bisa dibaca), koding atau coder (kurangnya pengetahuan
coder, kurangnya pelatihan untuk dokter, coder kurang teliti), kelengkapan dokumen rekam medis
(rekam medis yang tidak lengkap), dan kebijakan (tidak terdapat SOP dalam pengkodean).

Kata Kunci: diagnosis utama.

vi
vii

ABSTRACT

RATU FADHILA KHANSA SALSABILA YUSRAN: LITERATURE REVIEW OF MAIN


DIAGNOSIS CODE ACCURACY BASED ON ICD-10 IN THE PATIENT MEDICAL
RECORD FILES

SUPERVISOR: LILIK MEILANY and H. SUMARDIN MAKKA (xv + 50 pages + 5 tables + 1


picture + 5 attachments).

Background: The accuracy of the code is influenced by the observation or patients’ diagnosis.
When it comes to inaccurate diagnosis code, it will affect the number of cases in the preparation of
morbidity, mortality reports and the calculation of various hospital statistics. In this case, a clear
and legible diagnosis from the doctor in charge with some additional information (What, Why,
Who, Where, When, How/ 5W+1H) is needed. Purpose:Therefore, the object of this study is to
find out the percentage of the accuracy of the main diagnostic code. Methodology: However, the
results of this study found that from 8 journals studied on primary diagnostic codes based on ICD-
10 is still in poor category. Results: which of the 8 studies is only 2 with percentage of accuracy
(<90%), while the other 6 with accuracy presentation (> 75%). Conclusion: This study used the
descriptive qualitative method, in addition, the researcher’s looking for the articles using the
database of Google Scholar and Garuda to find out the articles using the inclusion and exclusion
criteria, and finally do a review. As the conclusion of this study, the percentage of the accuracy of
the main diagnosis code was lower than the inaccuracy of the code, and it caused by medical
personnel factors (readable doctors’ handwriting), coding or coder (lack of coders’ knowledge,
lack of training for doctors, coder is less careful), the completeness of documents (incomplete
medical records), and the policy (no SOPs in coding).

Keywords: main diagnosis


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

karena atas segala rahmat dan ridho serta karena atas izin dan petunjuk-Nyalah,

sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “Literature

Review : Keakuratan Kode Diagnosis Utama Berdasarkan ICD-10 Pada

Berkas Rekam Medis Rawat Inap”.

Dalam penyusunan laporan kasus ini tidak sedikit kesulitan dan

hambatan yang penulis temui, tetapi berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, maka semua kesulitan dan hambatan dapat terasi. Oleh karena itu, penulis

ingin mengucapkan banyak terima kasih khususnya kepada kedua orang tua

penulis, Ayahanda Yusran, Ibunda ST.Nurhana Natsir yang selalu memberi doa

dan semangat serta Ibu Lilik Meilany,S.St,M.Kes selaku pembimbing I dan Bapak

H.Sumardin Makka, SKM,M.Kes selaku pembimbing II serta Bapak Drs.JB

Lande, M.Min selaku penguji yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran

dalam memberikan bimbingan selama proses penulisan Laporan Kasus ini, dan

kepada semua pihak yang telah memberikan rangkaian bantuan penulis yaitu:

1. Bapak H. Sumardin Makka,SKM,M.Kes selaku Ketua Yayasan Perawat

Sulawesi Selatan.

2. Bapak Dr.Ns.Makassau Plasay,M.Kes.,M.EDM selaku ketua STIKES

Panakkukang Makassar.

viii
ix

3. Bapak Syamsuddin A.Md.PK,SKM,M.Kes selaku ketua Prodi D-III Perekam

Medis dan Informasi Kesehatan.

4. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan segenap staf Panakkukang Makassar khususnya

dosen D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan atas segala bimbingan dan

perhatian yang diberikan kepada penulis.

5. Sahabat-sahabat penulis yaitu Adinda Jayanti, Reski Aulia M, Islami Novita

Sari, Fitriani, Rezky Amalia Nurdin, dan Hasra Wahyu Ningsi yang selama ini

selalu ada selama penulis membutuhkan bantuan serta memberikan semangat,

kalian adalah sahabat luar biasa. Terima kasih untuk semuanya.

6. Seluruh teman-teman RMIK A 2017 yang senantiasa saling memberikan

semangat dalam pengerjaan laporan kasus ini, kalian luar biasa. Terima kasih

teman-teman seperjuangan.

7. Semua teman-teman yang berada didalam maupun diluar lingkungan kampus

STIKES Panakkukang Makassar yang telah turut mewarnai perjalanan hidup

serta mengiringi langkah penulis yang telah memberikan semangat serta

dukungan.

Akhir kata semoga dalam penulisan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan rekan-rekan sekalian. Sekian

Makassar, 10 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

PENGAJUAN JUDUL ................................................................................ ii

PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH ............................................... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ................................................................ iv

HALAMAN PERYATAAN KEASLIAN ................................................... v

HALAMAN ABSTRAK (Bahasa Indonesia) ............................................. vi

HALAMAN ABSTRACT (Bahasa Inggris) ............................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................... x

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 4

C. Tujuan Penulisan .............................................................................. 5

x
xi

D. Manfaat Penulisan ............................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Kodifikasi Penyakit dan Masalah Kesehatan

Terkait (KKPMT) .............................................................................. 7

B. Tinjauan Tentang ICD ....................................................................... 11

C. Tinjauan Tentang Keakuratan ............................................................ 18

D. Tinjauan Tentang Rawat Inap ............................................................ 22

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ............................................................................... 23

B. Pencarian Literature .......................................................................... 23

C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi.............................................................. 24

D. Sintesis Hasil Literature .................................................................... 25

E. Ekstraksi Data ................................................................................... 29

BAB IV PEMBAHASAN

A. Hasil .................................................................................................. 32

B. Pembahasan....................................................................................... 36
xii

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................... 46

B. Saran ................................................................................................. 46

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP PENULIS


xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Strategi Pencarian Jurnal ............................................................. 24

Tabel 3.2 : Kriteria Inklusi dan Eksklusi ....................................................... 25

Tabel 3.3 : Ekstraksi Data Jurnal Penelitian .................................................. 29

Tabel 4.1 : Karakteristik Data Literature ....................................................... 30

Tabel 4.2 : Faktor Yang Mempengaruhi Keakuratan Kode

Diagnosis Utama ........................................................................ 34


xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Diagram Flow Literature Review ............................................... 26


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tinjauan Akurasi Kode Pasien Cedera Pada Kasus


Kecelakaan Lalun Lintas Berdasarkan ICD-10 Di RSU
Muhammadiyah Ponorogo

Lampiran 2 Tinjauan Keakuratan Kode Diagnosis Utama Abortus


Imminens Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat
Inap Di Rumah Sakit Islam Klaten

Lampiran 3 Analisis Ketepatan Kode Diagnosis Penyakit


Gastroenteritis Acute Berdasarkan Dokumen Rekam
Medis di Rumah Sakit Balung Jember

Lampiran 4 Akurasi Kode Diagnosis Chronic Kidney Disease


Berdasarkan ICD 10 Pasien Rawat Inap Di Rumah
Sakit Dr. Sayyidiman Magetan

Lampiran 5 Keakuratan Kode Diagnosis Stroke Di Rumah Sakit


Islam Amal Sehat Sragen

Lampiran 6 Analisis Keakuratan Kode Diagnosis PPOK


Eksaserbasi Akut Berdasarkan ICD-10 Pada Dokumen
Rekam Medis Pasirn Rawat Inap Di RSUD Sragen
Triwulan II Tahun 2011

Lampiran 7 Analisis Akurasi Kode Diagnosis Utama Berdasarkan


ICD-10 Pada Dokumen Pasien Rawat Inap Triwulan I
Di Rumah Sakit Umum Jati Husada Karangayar Tahun
2011

Lampiran 8 Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Utama Typhoid


Fever Berdasrkan ICD-10 Pada Pasien Rawat Inap Di
RSUD Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011

xv
xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rekam medis menurut Permenkes RI No. 269/Menkes/Per/III/2008

Adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,

pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan

kepada pasien. Catatan merupakan tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter

gigi tentang segala tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka

pemberian pelayanan kesehatan. Dokumen berisi catatan dokter, dokter gigi,

dan tenaga kesehatan tertentu, laporan hasil pemeriksaan penunjang, catatan

observasi, pengobatan harian dan semua rekaman, baik berupa foto radiologi,

gambar pencitraan (imaging), dan rekaman elektro diagnostic.

Penyelenggaraan rekam medis di Rumah Sakit merupakan awal

dari perwujudan pelayanan kesehatan yang optimal bagi sebuah rumah sakit.

Isi dari berkas rekam medis mempunyai nilai guna sebagai dasar

merencanakan pengobatan dan perawatan yang harus diberikan kepada

seorang pasien dan untuk melakukan sebuah penilaian mengenai kelengkapan

data yang terekam. Di dalam dokumen rekam medis terdapat kode diagnosis

yang harus diisi oleh petugas rekam medis. Dalam melakukan pengkodean

diagnosis petugas koding menggunakan buku Internasional Statistical

1
2

Classification Of Diseases and Related Problems (ICD-10). (Siti Nurul

Kasanah & Rano Indradi Sudra).

Apabila dalam mengkode diagnosis tidak akurat maka dalam

pembuatan laporan morbiditas, mortalitas serta perhitungan berbagai angka

statistic rumah sakit akan salah atau tidak akurat. Dalam hal ini dibutuhkan

diagnosis yang jelas dan terbaca dari dokter yang bertanggung jawab dengan

beberapa informasi tambahan yaitu mengenai What, Why, Who, Where,

When (5W), How (1H) untuk menghasilkan koding yang akurat (Siti Nurul

Kasanah & Rano Indradi Sudra).

Salah satu kompetensi seorang perekam medis yaitu melakukan

pendokumentasian serta pengkodean (coding) diagnosis. Kegiatan

pengkodean adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf

dan angka atau kombinasi huruf dan angka yang mewakili komponen data.

Kode klasifikasi penyakit oleh World Health Organization (WHO) bertujuan

untuk menyeragamkan nama dan golongan penyakit, cidera, gejala, faktor

yang mempengaruhi kesehatan sejak tahun 1993 WHO mengharuskan Negara

anggotanya termasuk Indonesia menggunakan Internasional Statistical

Clasification Of Diseases and Realeted Health Problems Revisi 10 (ICD-10)

(Depkes RI dalam Nuraeni & Hastuti 2016).

Hal penting yang harus diperhatikan oleh tenaga rekam medis

adalah ketepatan dalam pemberian kode diagnosis. Pengkodean yang tepat

dan akurat diperlukan rekam medis yang lengkap. Rekam medis harus
3

memuat dokumen yang akan dikode seperti pada lembar depan seperti;

ringkasan masuk keluar, lembaran operasi dan laporan tindakan, laporan

patologi dan resume pasien keluar. Salah satu faktor penyebab ketidaktepatan

penulisan kode diagnosis adalah karena dokter tidak menuliskan diagnosis

dengan lengkap sehingga terjadi kesalahan petugas rekam medis dalam

melakukan kode diagnosis. Dampak yang terjadi bila penulisan kode

diagnosis tidak tepat adalah pasien mengorbankan biaya yang sangat besar,

pasien yang seharusnya tidak minum obat antibiotika tetap harus diberi

antibiotika dan dampak yang lebih fatal berisikan mengancam jiwa pasien

(Hatta dalam Karimah dkk, 2016).

Berdasarkan pada pengalaman sebelumnya pada saat pelaksaan

praktik kerja lapangan saya pernah melihat disalah satu rumah sakit tempat

saya melakukan praktik kerja lapangan dimana diagnosis utamanya pada

berkas rekam medis pasien rawat inap masih banyak yang tidak akurat salah

satu penyebabnya yaitu tidak diterapkannya reseleksi Rule MB1-MB5.

Dari hasil penelitian terdapat 21 (41,18%) berkas rekam medis

pasien yang akurat sedangkan yang tidak akurat 30 (58,82%) berkas rekam

medis dari 51 berkas. Hal ini disebabkan karena dalam tata cara pengkodean

kodefikasi petugas tidak membuka volume 3, hal ini belum sesuai dengan

teori Kasim dan Erkadius dalam Hatta (2014) tentang pemberian kode

penyakit, selain itu petugas menggunakan ingatan dan hafalan beberapa kode

sehingga menjadi sebuah kebiasaan dalam proses pengkodean (Dwi Utari &

Astri Sri Wariyanti 2011).


4

Dari hasil penelitian lainnya, persentase kode diagnosis utama 58

(98%) berkas rekam medis yang akurat, sedangkan yang tidak akurat 1 (2%)

dari 59 dokumen. Ketidak akuratan kode diagnosis utama disebabkan karena

kesalahan reseleksi kondisi utama (MB1-MB5). Sehingga kode yang

dihasilkan tidak sesuai (Siti Nurul Kasanah & Rano Indradi Sudra 2011).

Akurasi presentasi kode diagnosis utama terdapat 78 (97,44%)

berkas rekam medis yang akurat, sedangkan yang tidak akurat 2 (2,56%) dari

80 berkas rekam medis. Penyebab ketidak akuratan disebabkan karena

kurangnya ketelitian petugas dalam melakukan kodefikasi penyakit dan

petugas hanya membaca ringkasan masuk dan keluar pasien. Hal lain yang

menyebabkan ketidak akuratannya kode diagnosis utama adalah tulisan

dokter yang tidak jelas atau tidak terbaca oleh petugas coding dan petugas

coding langsung memberi kode diagnosis pada ringkasan masuk dan keluar

(RM 1) tidak mengkonfirmasikan kepada dokter yang tidak bertanggung

jawab terhadap pasien (Septina Multisari, dkk 2011).

Berdasarkan dari uraian diatas maka penulis tertarik mengangkat

judul “Literature Review: Keakuratan Kode Diagnosis Utama Berdasarkan

ICD-10 Pada Berkas Rekam Medis Rawat Inap”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana keakuratan kode diagnosis utama pada berkas rekam

medis rawat inap.


5

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk diketahui keakuratan kode diagnose utama pada berkas

rekam medis rawat inap.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui persentase keakuratan kode diagnosis utama

b. Diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi keakuratan kode

diagnosis utama.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Institusi Pendidikan literature review ini dijadikan sebagai

referensi bagi peneliti selanjutnya khususnya program studi

perekam medis dan informasi kesehatan, hasil penulisan literature

review ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan utuk menambah

wawasan dalam hal keakuratan kode diagnosis utama.

b. Bagi penulis hasil literature review ini dapat menambah ilmu

pengetahuan, pengalaman, serta wawasan tentang pengkodean

rekam medis.
6

2. Manfaat Praktis

a. Bagi rumah sakit hasil penulisan laporan kasus ini dapat di jadikan

sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan pelayanan

kesehatan.

b. Sebagai masukan dan tolak ukur coder dalam hal pengkodean pada

diagnosis utama untuk mendukung proses peningkatan mutu

pelayanan dan informasi kesehatan.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Klasifikasi Kodifikasi Penyakit dan Masalah Kesehatan Terkait

(KKPMT)

Koding klasifikasi penyakit dan prosedur medis merupakan bagian

dari mata kuliah KKPMT. Mata kuliah ini merupakan suatu ilmu yang

mempelajari tentang sistem klasifikasi penyakit dan prosedur medis, sebagai

dasar keterampilan melaksanakan kodifikasi sebagai representasi dari data

klinis dokumen rekam medis pasien yang dirawat difasilitas pelayanan

kesehatan dalam suatu periode tertentu (Garmelia, dkk 2017).

1. Sistem Klasifikasi

Sistem klasifikasi menekankan pada pengelompokkan kesatuan

kategori yang masing-masing memiliki keterkaitan, agar dapat digunakan

untuk menghasilkan informasi statistic yang diperlukan jadi definisi

sistem klasifikasi penyakit adalah suatu sistem pengelompokkan atau

kategorisasi satuan penyakit (morbid entities) berdasarkan suatu kriteria

yang disepakati bersama. Dengan demikian sistem klasifikasi penyakit

merupakan standarisasi kondisi/tindakan medis kedalam suatu kelompok

tertentu (Garmelia, dkk 2017).

7
8

2. Kodifikasi atau Koding

Menurut Anggraini dalam Pratami & Siswati (2015) Koding adalah

proses pengklasifikasian data dan penentuan kode (sandi)

nomor/alphabet/numeric untuk mewakilinya. Diagnosis pasien (ICD)

terdiri dari nama penyakit, proses penyakit, causa penyakit, dan masalah

terkait kesehatan. Koding diagnosis harus dilaksanakan dengan persisi

(sesuai dengan aturan ICD-10), akurat (sesuai dengan proses hasil akhir

penduduk), dan tepat waktu (sesuai episode pelayanan).

Tujuan dari pemberian kode dengan ICD-10 antara lain

mempermudah perekaman yang sistematis, mempermudah analisis,

interpensi dan perbandingan data mrbiditas dan mortalitas yang

dikumpulkan dari berbagi daerah atau Negara pada saat yang berlainan

serta menterjemahkan diagnosis penyakit dari kata-kata menjadi kode

alfaneumerik sehingga mudah untuk penyimpanan, retrival dan analisis

data. (K.P.R.I. RSUD Dr. Setomo Astuti, dkk 2008).

Menurut Hatta dalam Magentang (2015), pengkodean sistem ICD

berguna untuk :

a. Mengindeks catatan penyakit dan tindakan pada sarana pelayanan

kesehatan.

b. Sebagai masukan untuk sistem pelaporan diagnosis medis.


9

c. Mempermudah proses penyimpanan dan pengembalian data terkait

diagnosis karakteristik pasien dan penyedia layanan.

d. Bahan dasar guna pengelompokkan DRGs (Diagnosis Related

Groups) di sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan.

e. Untuk pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan

mortalitas.

f. Tabulasi data bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan medis.

g. Menentukan bentuk layanan yang akan direncanakan dan juga akan

dikembangkan.

h. Analisis pembiayaan.

i. Penelitian epidemiologi dan klinis.

3. Diagnosa atau Diagnosis

Diagnosis sering digunakan dokter dalam menyebutkan suatu

penyakit yang diderita oleh seorang pasien atau suatu keadaan yang

menyebabkan seorang pasien memerlukan atau menerima asuhan medis

dengan tujuan untuk memperoleh pelayanan pengobatan, mencegah

memburuknya suatu masalah kesehatan dan juga untuk peningkatan

kesehatan. Diagnosis utama adalah keadaan sakit, cacat, luka penyakit

yang utama yang menyebabkan pasien dirawat di rumah sakit. Dengan

batasan diagnosis utama adalah diagnosis yang ditentukan dan


10

ditegakkan setelah cermat dikaji, menjadi alasan untuk dirawat dan

menjadi arahan untuk dilakukan pengobatan (Ayu dalam Magentang,

2015).

Adapun pengertian diagnosis menurut Hatta dalam Maryati (2016)

dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Diagnosis utama atau kondisi utama adalah suatu diagnosis atau

kondisi yang menyebabkan pasien memperolah perawatan atau

pemeriksaan yang ditegakkan pada akhir episode pelayanan dan

bertanggung jawab atas kebutuhan sumber daya pengobatannya.

b. Diagnosis Sekunder, Komorbiditas,dan Komplikasi

1) Diagnosis sekunder adalah diagnosis yang menyertai diagnosis

utama pada saat pasien masuk atau yang terjadi sebelum

episode pelayanan.

2) Komorbiditas adalah penyakit yang menyertai diagnosis utama

atau kondisi pasien saat masuk dan membutuhkan pelayanan

atau asuhan khusus setelah masuk dan selama rawat.

3) Komplikasi adalah penyakit timbul dalam masa pengobatan

dan memerlukan pelayanan tambahan sewaktu episode

pelayanan, baik yang disebabkan oleh kondisi yang ada atau

muncul sebagai akibat dari pelayanan yang diberikan kepada

pasien.
11

B. Tinjauan Tentang ICD-10

Menurut Hatta dalam Agustine & Pratiwi (2017) Internasiona

Stastical Classification Of Diseases And Related Health Problems atau ICD-

10 adalah sistem klasifikasi yang komprehensif dan diakui secara

internasional. Sistem klasifikasi penyakit adalah sistem yang

mengelompokkan penyakit-penyakit dan prosedur-prosedur yang sejenis ke

dalam satu grup nomor kode penyakit dan tindakan yang sejenis. Penerapan

pengkodean sistem ICD digunakan untuk mengindeks pencatatan penyakit

dan tindakan disarana pelayanan kesehatan, masukan bagi sistem pelaporan

diagnosis medis, pelaporan nasional atau internasional morbiditas dan

mortalitas, tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi

perencanaan pelayanan medis, serta untuk penelitian epidemiologi dan klinis.

1. Internasional Statistical Classification Of Diseases And Realeted Health

Problems Tenth Revision (ICD-10)

ICD-10 adalah singkatan dari Internasional Stastical Classification

Of Diseases And Realeted Problems Tenth Revision.

a. Struktur ICD-10

ICD-10 terdiri atas 3 volume 1 berisikan klasifikasi utama;

volume 2 merupakan pedoman bagi para pengguna ICD ; dan

volume 3 adalah indeks alfabetik bagi klasifikasi.


12

1) Volume I

Volume I berisikan klasifikasi utama, yaitu daftar

kategori 3-karakter dan subkategori 4-kategori. Daftar

tabulasi 4-karakter dibagi 22 Bab. Volume 1 juga berisi

morfologi neoplasma yang merupakan kode tambahan untuk

kode tumor yang terdapat pada Bab II yang hanya mengkode

sifat dan tempat tumor. Berikut merupakan bagian-bagian

dari ICD-10 Volume 1:

a) Bab I, Certain infectious and parasitic diseases

b) Bab II, Neoplasms

c) Bab III, Disease of the blood-forming organs and certain

disordes involving the immune mechanism

d) Bab IV, Endocrine,nutritional and metabolic disease

e) Bab V, Mental and behavioural disordes

f) Bab VI, Disease of the nervous system

g) Bab VII, Disease of the eye and adnexa

h) Bab VIII, Disease of the ear and mastoid process

i) Bab IX, Disease of the circulatory system

j) Bab X, Disease of the respiratory system


13

k) Bab XI, Disease of the digestive system

l) Bab XII, Disease of the skin and subcutaneous system

m) Bab XII, Disease of the musculokletal system and

connective tissue

n) Bab XIV, Disease of the genitourinary system

o) Bab XV, Pregnancy, childbirth and the puerperium

p) Bab XVI, Certain conditious originating in the perintal

q) Bab XVII, Congenital malformations, deformations and

chromosomal abnormalities

r) Bab XVIII, Symptoms, sign and abnormal clinical and

laboratory findings, not elsewhere classified

s) Bab XIX, Injury, poisoning and certain other

consequences of external causes

t) Bab XX, External causes of morbidity and mortality

u) Bab XXI, Factors influencing health status and contact

with health servies

v) Bab XXII, Codes for special purposes


14

2) Volume 2

Volume 2 berisikan dekripsi tentang sejarah ICD berikut

struktur dan prinsip klasifikasi aturan-aturan yang berkaitan

dengan koding morbiditas dan mortalitas presentasi statistic

serta petunjuk praktis bagi pengguna ICD agar dapat

memanfaatkan klasifikasi yang ada sebaik-baiknya.

Pengetahuan dan pemahaman tentang tujuan dan struktur

ICD sangat penting artinya bagi statistik dan analisis

informasi kesehatan, serta petugas koding (coder), (Anggraini

et al, 2017).

3) Volume 3

Pendahuluan dalam Volume 3 berisikan instruksi tentang

penggunaan volume tersebut yang merupakan indeks

alfabetik dari ICD-10. Instruksi ini harus dimengerti dengan

baik sebelum mulai mengkode.

Indeks alfabetik terbagi dalam 3 bagian sebagai berikut:

a) Bagian 1 berisikan semua terminologi yang terklasifikasi

dalam Bab I-XIX dan XXI, kecuali obat-obatan dan zat

kimia lain.

b) Bagian II merupakan indeks dari sebab luar morbiditas

dan mortalitas berisikan semua terminology yang


15

terklasifikasi dalam Bab XX, kecuali obat-obatan dan zat

kimia lain

c) Bagian III, Tabel obat-obatan dan zat kimia lain, berisikan

masing-masing substansi yang digunakan dalam koding

keracunan dan efek samping obat yang ada dalam Bab

XIX dank ode dalam Bab XX yang menunjukkan apakah

keracunan tersebut tidak sengaja dilakukan , sengaja

(menyakiti diri sendiri), tak ditentukan atau merupakan

efek samping dari substansi yang telah diberikan secara

benar. (Anggraini et al, 2017).

2. Tinjauan Tentang Pengkodean

a. Pengertian Pengkodean (Coding)

Menurut Budi dalam Agustine dkk (2017). Kegiatan

pengkodean merupakan pemberian penetapan kode dengan

menggunakan huruf dan angka kombinasi antara huruf dan angka

yang mewakili komponen data kegiatan yang dilakukan dalam

koding meliputi kegiatan pengkodean diagnosis penyakit dan

pengkodean tindakan medis . tenaga rekam medis sebagai pemberi

kode bertanggung jawab atau keakuratan kode.


16

b. Langkah-langkah Pengkodean

Menurut Kasim dalam Hatta dalam Maryati (2016),

pengkodean yang sesuai dengan ICD-10 adalah:

1) Tentukan tipe pernyataan yang akan dikode dan buku volume

3 Alfabetical indeks (kamus). Bila pernyataan adalah istilah

penyakit atau cidera atau kondisi lain yang terdapat pada Bab

I-XIX dan XXI-XXII, lalu gunakan ia sebagai “lead term”

untuk dimanfaatkan sebagai panduan menelusuri istilah yang

akan dicari pada seksi 1 indeks (volume 3). Bila pernyataan

adalah penyebab luar (external cause) dari cedera (bukan

nama penyakit) yang ada di Bab XX (volume 1) lihat dan cari

kodenya pada seksi II di indeks (volume 3).

2) “Lead term” (kata panduan) untuk penyakit dan cedera

biasanya merupakan kata benda yang memaparkan kondisi

patologisnya. Sebaiknya jangan menggunakan istilah kata

benda anatomi, kata sifat atau eponym (menggunakan nama

penemu) yang tercantum didalam indeks sebagai “lead

term”.

3) Baca dengan seksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul

di bawah istilah yang akan dipilih pada Volume 3.

4) Baca istilah yang terdapat dalam tanda kurung “()” sesudah

lead term (kata dalam tanda kurung = modifier, tidak akan


17

mempengaruhi kode). Istilah lain yang ada dibawah lead term

(dengan tanda (-) minus = idem = indent) dapat

mempengaruhi nomor kode, sehingga semua kata-kata

diagnostic harus diperhitungkan).

5) Ikuti secara hati-hati setiap rujukan silang (cross references)

dan perinah see dan see also yang terdapat dalam indeks.

6) Lihat daftar tabulasi (Volume 1) unuk mencari nomor kode

yang paling tepat. Lihat kode tiga karakter di indeks dengan

tanda minus pada posisi keempat yang berarti bahwa isian

untuk karakter keempat itu ada didalam volume 1 dan

merupakan posisi tambahan yang tidak ada dalam indeks

(volume 3). Perhatikan juga perintah untuk membubuhi kode

tambahan (additional code) serta aturan cara penulisan dan

pemanfaatannya dalam pengembangan indeks penyakit dan

dalam sistem pelaporan morbiditas dan mortalitas.

7) Ikuti pedoman Inclusion dan Eksclusion pada kode yang

dipilih atau bagian bawah suatu sub (chapter), blok,

kategori,atau subkategori.

8) Tentukan kode yang anda pilih

9) Lakukan analisis kuantitatif dan kulaitatif data diagnosis yang

dikode untuk memastikan kesesuainnya dengan peryataan

dokter tentang diagnosis utama diberbagai lembar formulir


18

rekam medis pasien guna menunjang aspek legal rekam

medis yang dikembangkan.

C. Tinjauan Tentang Ketepatan dan Keakuratan Kode

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, ketepatan berasal

dari kata “tepat” yang mendapat awalan ke- dan akhiran-an. Kata tepat berarti

hala yang betul atau lurus (arah,jurusan); kena benar (pada sasaran, tujua,

maksud, dan sebagainya); tidak ada selisih sedikitpun, tidak kurang dan tidak

lebih, persis, betul atau cocok (tentang dugaan, ramalan, dan sebagainya);

betul atau mengena (tentang perkataan, jawaban, dan sebagainya). Kode

diagnosis dikatakan tepat atau akurat apabila sesuai dengan yang tertulis

dalam ICD-10 sebagaimana penggunaannya di Indonesia diatur dalam

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 50 Tahun 1998. Pada beberapa

blok dalam ICD-10 tidak cukup hanya sampai karakter ketiga atau keempat,

tetapi terdapat penambahan karkter kelima untuk menunjukkan letak anatomi

pada Bab XIII, jenis fraktur dan cedera (tertutup atau terbuka) pada Bab XIX,

serta macam aktifitas saat kejadian pada Bab XX (Defa Miftara Agustine dan

Rita Dian Pratiwi, 2017).

Sedangkan keakuratan kode atau akurasi kode memiliki kesamaan

arti yaitu kecermatan, ketelitian, ketepatan. Pengertian kode adalah tanda

(kata-kata, tulisan) yang disepakati untuk maksud tertentu (untuk menjamin

kerahasian berita pemerintah, dsb) kumpulan peraturan yang bersistem

kumpulan prinsip yang bersistem (Depdiknas, 2011).


19

Dalam pengkodean diagnosis yang akurat, komplet dan konsisten

akan menghasilkan data yang berkualitas. Keakuratan dalam pemberian kode

diagnosis merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh tenaga

perekam medis kualitas data yang terkode merupakan hal penting bagi

kalangan tenaga personel Manajemen Informasi Kesehatan,keakuratan data

diagnosis sangat krusial dibidang manajemen data klinis, penagihan kembali

biaya, beserta hal-hal lain yang berkaitan dengan asuhan dan pelayanan

kesehatan (Hatta dala Maimun et al, 2018).

Menurut Hatta dalam Harti et al, (2016) bahwa kode yang

dihasilkan harus tepat sesuai diagnosis, karena jika kode yang dihasilkan

tidak tepat maka akan mempengaruhi proses pembayaran, indeks penyakit,

laporan morbiditas dan mortalitas rumah sakit menjadi tidak akurat serta

standar pengukuran kinerja pengkodean secara kualitatif dinyatakan tepat

apabila >84% dan disebut terbaik apabila 100%.

Berdasarkan Aggraini et al (2017) terdapat beberapa faktor penting

yang mempengaruhi keakuratan koding diantaranya yaitu:

1. Tenaga Medis

Tenaga medis utamanya dokter sebagai pemberi pelayanan utama

pada pasien yang bertanggung jawab dalam kelengkapan dan kebenaran

dokumentasi pada rekam medis khususnya data klinik berupa riwayat

penyakit, hasil pemeriksaan, diagnosis, perintah pengobatan laporan


20

operasi atau tindakan lain dan merupakan input yang akan dikoding oleh

petugas koding di bagian rekam medis.

2. Petugas koding atau koder.

Dalam pelaksanaan koding diagnosis dan penyakit petugas

koding atau koder merupakan kunci utama. Koding atau penetapan kode

merupakan tanggung jawab koder. Kualitas koding dapat dilihat dari

pengetahuan, pengalaman kerja dan banyaknya pelatihan yang diikuti.

3. Kelengkapan dokumen rekam medis.

Kelengkapan dalam pengisian rekam medis akan sangat

mempengruhi mutu rekam medis selain itu juga mencerminkan mutu

pelayanan di rumah sakit. Petugas rekam medis bertanggung jawab untuk

mengevalusi kualitas rekam medis dengan memperhatikan setiap variabel

pda formulir rekam medis guna menjamin konsistensi dan kelengkapan

dokumen.

4. Kebijakan

Dalam pengelolaan rekam medis perlu adanya suatu pedoman yang

ditetapkan dalam kebijakan. Kebijakan dibuat dalam bentuk sk direktur,

protap (Prosedur Tetap) atau SOP (Standard Operating Procedures) yang

akan mengikat dan mewajibkan semua petugas di rumah sakit yang terlibat

dalam pengisian rekam medis untuk melaksanakannya sesuai dengan

peraturan yang telah ditetapkan.


21

Menurut Budi (2011) bahwa dalam proses koding mungkin terjadi

beberapa kemungkinan diantaranya; penetapan diagnosis yang salah oleh

dokter sehingga menyebabkan hasil pengkodean salah, penetapan

diagnosis yang benar tetapi petugas pengkodean salah dan penetapan

diagnosis dokter kurang jelas kemudian dibaca salah oleh petugas

pengkodean sehingga hasil pengkodean salah. Oleh karena itu, kualitas

pengkodean bergantung pada kelengkapan diagnosis, kejelasan tulisan

dokter, serta profesionalisme dokter dan petugas pengkodean.

Menurut Kimberly et al dalam Riyanti (2013) bahwa dengan

adanya pelatihan koder yang cukup akan memberikan pengaruh terhadap

kemampuannya untuk mensintesis sejumlah informasi dan menetapkan

kode yang tepat. Selain it pengalaman, ketekunan atau ketilitian koder juga

mempengaruhi keakuratan pengkodean.

Menurut Setiyani et al (2013) bahwa faktor yang menyebabkan

kesalahan pengkodean adalah kemampuan koder dalam menentukan koder

kurang tepat, koder kurang teliti dan kurangnya kemampuan koder dalam

membaca diagnosis.

Menurut Pertiwi (2019) bahwa dengan adanya SOP terkait

pengkodean diagnosis dan evaluasi penyelenggaraan rekam medis yang

tidak dilakukan dapat mempengaruhi keakuratan kode diagnosis.


22

D. Tinjauan Tentang Rawat Inap

Unit rawat inap merupakan inti kegiatan rumah sakit yang

berfungsi memberikan pelayanan kepada pasien satu hari atau lebih dengan

berbagai jenis didalam suatu ruangan dengan kelas perawatan berbeda. Pasien

rawat inap adalah pasien yang memerlukan pemeriksaa, pengobatan,

perawatan maupun tindakan medis lebih lanjut. Tempat penerimaan pasien

rawat inap (TP2RI) biasa disebut admitting office atau sentaral opname (SO).

Fungsi utamanya adalah penerimaan pasien untuk dirawat. Untuk kelancaran

pasien rawat inap diperlukan:

1. Pasien yang kompeten dan cara penerimaan pasien yang bagus dan jelas

serta lokasi yang dekat dari tempat penerimaan pasien rawat inap.

2. Bagian penerimaan pasien bertanggung jawab sepenuhnya terhadap

pencatatan dan seluruh informasi yang berkenaan dengan penerimaan

pasien di rumah sakit.

3. Semua bagian harus memberitahukan bagian-bagian lain terutama bagian

yang berkepentingan langsung.

4. Membuat catatan yang lengkap tentang jumlah tempat tidur yang terpakai

dan yang tersedia diseluruh rumah sakit


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Dari 8 penelitian yang di lakukan literature review semua

penelitian menggunakan metode observasional dengan desain penelitian

kualitatif sebanyak 2, deskriptif sebanyak 2, dan sisanya menggunakan

deskriptif pendekatan retrospektif.

B. Pencarian Literature

1. Kata Kunci

Pencarian jurnal atau artikel pada penelitian ini menggunakan kata

kunci “akurasi kode diagnosa utama”, dan “keakuratan kode diagnosa

utama”.

2. Database Pencarian

Literature review yang merupakan rangkuman menyeluruh

beberapa studi penelitian yang di tentukan berdasarkan tema tertentu.

Pencarian Literature di lakukan pada bulan Agustus 2020. Data yang di

gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang di peroleh dari

hasil penelitian yang telah di lakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu.

Sumber data sekunder yang di dapat berupa artikel jurnal bereputasi

nasional dalam literature review ini menggunakan database Google

23
24

Scholar dan Garuda. Pencarian jurnal dalam literature review ini

menggunakan database dengan kriteria kualitas tinggi dan sedang yaitu

Google Scholar dan Garuda.

3. Strategi Pencarian

Strategi yang di gunakan dalam pencari literature atau artikel yang

dicari sesuai dengan kriteria yang telah di tetapkan dengan menggunakan

strategi Boolean System yaitu perintah yang di gunakan pada mesin.

Pencarian seperti penggunaan kata AND pada kata kunci.

Tabel 3.1

Strategi Pencarian Jurnal

DATABASE STRATEGI PENCARIAN JURNAL


Google Scholar Akurasi AND Diagnosa Utama
Google Scholar Keakuratan AND Diagnosa Utama
Garuda Keakuratan Kode Diagnosa
Sumber data: Google Schoolar/Garuda

C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriterian Inklusi adalah kriteria atau syarat yang harus di penuhi

artikel tersebut agar bisa dijadikan data untuk dilakukan literature

review.Sedangkan Kriteria Eksklusi adalah indikator ketika itu ditemukan

pada artikel tersebut maka artikel tersebut tidak di ambil dalam proses

literature review. Adapun kriterian inklusi dan eksklusi pada literature ini

yaitu :
25

Tabel 3.2

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

INKLUSI EKSKLUSI
Artikel Tahun 2011-2020 Artikel Di Bawah Tahun
Keakuratan Kode Diagnosis Keakuratan Kode Diagnosis
Utama Sekunder
Faktor Yang Mempengaruhi
Akurasi Kode Diagnosis
Utama
Sumber data: Jurnal (2011-2018)

D. Sintesis Hasil Literature

1. Hasil Pencarian Literature

Berdasarkan hasil pencarian jurnal di database yang akan

digunakan pada literature review ini didapatkan hasil 13 jurnal dengan

rincian yaitu 12 jurnal pada Google Scholar, dan 1 jurnal pada Garuda.

Setelah di lakukan seleksi pada 13 jurnal berdasarkan kriteria inkluasi

dan eksklusi maka tersisa 8 jurnal yang memenuhi kriteria


26

Gambar 1

Diagram Flow Literature Review Berdasarkan (Wahono, 2015)

Mulai

Pilih database
pencarian literature

Masukkan kata
kunci pencarian
Database pencarian

1. Google Scholar (n= 12)


Hasil pencarian dari
database (n = 13) 2. Garuda (n= 1)

Jurnal yang Dikeluarkan (n=5)


dikeluarkan karena
tidak sesuai dengan Populasi :
kriteria inklusi (n= 5) Tidak berfokus pada persentasi kode
diagnosa utama (n= 2)

Jurnal yang sesuai Hasil :


dengan kriteria
Tidak membahas faktor yang
inklusi (n= 8)
mempengaruhi keakuratan kode
diagnosa utama (n= 3)

Membuat ekstraksi data


akhir dari studi yang
disertakan (n= 8)

Selesai
27

Hasil Literature Review akan dijelaskan sesuai tema berikut 1)

Presentasi akuratan kode diagnosis utama, 2) Faktor yang mempengaruhi

keakuratan pada kode diagnose utama.

2. Daftar Artikel Memenuhi Kriteria

a. Tinjauan Akurasi Kode Pasien Cedera Pada Kasus Kecelakaan Lalu

Lintas Berdasarkan ICD-10 Di RSU Muhammadiyah Ponorogo

b. Tinjauan Keakuratan Kode Diagnosis Utama Abortus Immeinens

Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit

Islam Klaten.

c. Analisis Ketepatan Kode Diagnosis Penyakit Gastroenteritis Acute

Berdasarkan Dokumen Rekam Medis Di Rumah Sakit Balung

Jember

d. Akurasi Kode Diagnosis Chronic Kidney Disease Berdsarkan ICD-

10 Pasien Rawat Inap Di RSUD Dr. Sayidiman Magetan.

e. Keakuratan Kode Diagnosis Stroke Di Rumah Sakit Islam Amal

Sehat Sragen.

f. Analisis Keakuratan Kode Diagnosis PPOK Eksaserbasi Akut

Berdasarkan ICD-10 Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat

Inap Di RSUD Sragen Tri Wulan Tahun 2011.


28

g. Analisis Akurasi Kode Diagnosis Utama Berdasarkan ICD-10 Pada

Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Triwulan I Di Rumah

Sakit Umum Jati Husada Karangayar Tahun 2011.

h. Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Utama Typhoid Fever

Berdasarkan ICD-10 Pada Pasien Rawat Inap Di RSUD Kabupaten

Sukoharjo Tahun 2011.


29

E. Ekstraksi Data

Tabel 3.3
Ekstraksi Data Jurnal Pendidikan
Persentas
e
Populasi &
Nama Penellitian Desain Akurasi Faktor yang Mempengaruhi Keakuratan
No Judul sampel ketepatan
(Author), Th Penelitian Kode Kode Diagnosa
kode diagnosis
Diagnosa
Utama
Tinjauan Akurasi Tidak dijelaskan secara rinci apakah
Kode Pasien S P kasus terbuka, dan pada digit ke 5 fraktur
Cedera Pada belum dikode atau salah penempatan
Kasus kodenya.
Adinda Putri Kecelakaan Lalu
1. Kualitatif 36,36%
Amalia, 2018 Lintas
Berdasarkan 77 -
ICD-10 di RSU
Muhammadiyah
Ponorogo
Tinjauan Faktor penyebabnya yang dimana
Keakuratan Kode petugas koder melakukan kesalahan pada
Diagnosis Utama pemilhan blok.
Abortus
Anggita Suci
2. Imminens Pada Deskriptif 73% 41 83
Nuraeni, 2016
Dokumen Rekam
Medis Pasien
Rawat Inap di RS
Islam Klaten
30

Analisis Faktor penyebab masalahnya adalah


Ketepatan Kode ketepatan penulisan diagnosis yang
Diagnosis mempengaruhi ketepatan rekam medis,
penyakit selain itu tidak pernahnya dilakukan
Rinda Nurul Gastroenteritis sosialisasi kepada dokter dan petugas
3. Kualitatif 23,75% 80 -
Kharimah, 2016 Acute rekam medis yang terkait pengelolaan
Berdasarkan rekam medis
Dokumen Rekam
Medis di RS
Balung Jember
Akurasi Kode Kesalahan pengkodean, petugas coder
Diagnosis sering kali tidak melihat ICD-10 Vol 1,
Chronic Kidney dan petugas tidak melihat informaasi
Disease penunjang di berkas rekam medis
Berdasarkan
4. Dwi Utari, 2016 Deskriptif 41,18% 51 154
ICD-10 Paisen
Rawat Inap di
RSUD Dr.
Sayidiman
Magetan
Keakuratan Kode Karena petugas kurang teliti dalam
Diagnosis Stroke 43 membaca keselutuhan informasi yang
Santi Meilany
5. di RS Islam Deskriptif 72,10% sampe 217 menunjang diagnosis
Eka Sari, 2017
Amal Sehat l
Sragen
Analisis Faktor ketidakakuratan diagnosis utama
Keakuratan Kode dikarekanakan kesalahan reseleksi
Diagnosis PPOK kondisi utama
Eksaserbasi Akut 59
Siti Nurul
6. Berdasarkan Deskriptif 98% sampe -
Kasanah, 2011
ICD-10 Pada l
Dokumen Rekam
Medis Rawat
Inap di RSUD
31

Sragen
Analisis Akurasi Kurang tepatnya koder dalam
Kode Diagnosis menentukan blok-blok, tenaga medis
Utama yang tidak bertanggung jawab terhadap
Berdasarkan penulisan diagnosis utama pada berkas
Ari Multisari, ICD-10 Pada rekam medis dalam menuliskan
7. Deskriptif 38% 65 259
2011 Dokumen Rekam diagnosis utama secara jelas,lengkap,dan
Medis Pasien mudah dibaca
Rawat Inap Di
RSU Jati Husada
Karangayar
Analisis Tulisan dokter yang tidak jelas atau tidak
Keakuratan Kode terbaca oleh petugas coding dan petugas
Diagnosis Utama coding langsung memberi kode diagnosis
Typhoid Fever pada ringkasan masuk dan keluar (RM-
Berdasarkan 1), tidak mengkonfirkmasikan kepada
Septina Multisari,
8. ICD-10 Pada Deskriptif 97,44% 80 481 dokter yang bertanggung jawab terhadap
2011
Pasien Rawat pasien
Inap di RSUD
Kabupaten
Sukoharjo Tahun
2011
Sumber data: Jurnal (2011-2018)
BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Karakteristik Data Literature

Tabel 4.1
Karakteristik Data Literature

No Nama Nama Judul Metode Hasil Sumb


Penulis Jurnal (Desain, Penelitian er
(Tahun) (Vol, No, Populasi Datab
Bulan) Variabel ase
)
1. Adinda Globa Tinjauan Kualitati Penetapan Googl
Putri Health Akurasi f, Berkas kode e
Amalia Science Kode Rekam diagnosis school
(2018) [1] (Vol 3, No Pasien Medis sebanyak ar
3, Cedera Pasien 36,36
Oktober) Pada Cedera
Kasus
Kecelakaa
n Lalu
Lintas
Berdasark
an ICD 10
DI RSU
Muhamma
diyah
Ponorogo
2. Anggita Jurnal Tinjauan Deskripti Penetapan Googl
Suci Rekam Keakurata f kode e
Nuraeni & Medis n Kode pendekat diagnosis school
Nunik (Vol 10, Diagnosis an 73% ar
Maya No 2, Utama retrospek
Hastuti Oktober) Abortus tif,
(2016) [2] Imminens Berkas
Pada Rekam
Dokumen Medis

32
33

Rekam Penyakit
Medis Abortus
Pasien Imminen
Rawat s
Inap Di
Rumah
Sakit
Islam
Klaten
3. Rinda Journal of Analisis Kualitati Penetapan Googl
Nurul Agromedic Ketepatan f, Berkas kode e
Karimah ine and Kode Rekam diagnosis school
(2016) [3] Medical Diagnosis Medis 23,75% ar
Sciences Penyakit Penyakit
(Vol 2, No Gastroente Gastroen
2) ritis Acute teritis
Berdasark
an
Dokumen
Rekam
Medis Di
Rumah
Sakit
Balung
Jember
4. Dwi Utari Jurnal Akurasi Deskripti Penetapan Googl
& Astri Sri Rekam Kode f, Berkas kode e
Wariyanti Medis Diagnosis Rekam diagnosis school
(2016) [4] (Vol 10, Chronic Medis 41,18 ar
No 1) Kidney Penyakit
Disease Chonic
Berdasark Kidney
an ICD-10 Disease
Pasien
Rawaat
Inap Di
RSUD
Dr.Sayidi
man
Magetan
5. Santi Jurnal Keakurata Deskripti Penetapan Googl
Meylani Rekam n Kode f kode e
Eka Sari & Medis Diagnosis pendekat 72,10% school
Astri Sri (Vol 11, Stroke Di an ar
Wariyanti No 2, Rumah retrospek
(2017) [5] Oktober) Sakit tif,
34

Islam Berkas
Amal Rekam
Sehat Medis
Sragen Penyakit
Stroke
6. Siti Nurul Jurnal Analisis Deskripti Penetapan Googl
Kasanah Rekam Keakurata f kode e
& Rano Medis n Kode pendekat diagnosis scholl
Indradi (Vol 5, Diagnosis an 98% ar
Sudra No 1, PPOK retrospek
(2011) [6] Maret) Eksaserba tif,
si Akut Berkas
Berdasark Rekam
an ICD 10 Medis
Pada Penyakit
Dokumen PPOK
Rekam
Medis
Pasien
Rawat
Inap Di
RSUD
Sragen
7. Ari Jurnal Analisis Deskripti Penetapan Googl
Murtisari Rekam Akurasi f kode e
& Sri Medis Kode pendekat diagnosis school
Sugiarsi (Vol 5, No Diagnosis an 38% ar
(2011) [7] 1, Maret) Utama retrospek
Berdasark tif,
an ICD-10 Berkas
Pada Rekam
Dokumen Medis
Rekam
Medis
Paien
Rwat Inap
Di Rumah
Sakit
Umum
Jati
Husada
Karangaya
r
8. Septina Jurnal Analisis Deskripti Penetapan Googl
Multisari Rekam Keakurata f, Berkas kode e
(2012) [8] Medis n Kode Rekam diagnosis school
35

(Vol 6, No Diagnosis Medis 97,44% ar


2, Utama Penyakit
Oktober) Typhoid Typhoid
Fever Fever
Berdasark
an ICD-10
Pada
Pasien
Rawat
Inap Di
RSUD
Kabupaten
Sukoharjo
Tahun
2011
Sumber data: Jurnal (2011-2018)

Berdasarkan pada tabel diatas. Persentase keakuratan kode diagnosis

utama >84% terdapat pada hasil penelitian Siti Nurul Kasanah (2011) dan Septina

Multisari (2011). Persentasi keakuratan kode diagnosis utama <84% terdapat pada

hasil penelitian Adinda Putri Amalia (2018); Anggita Suci Nuraeni (2016); Rinda

Nurul Kharimah (2016); Dwi Utari (2016) Santy Meylani Eka Sari (2017) dan Ari

Multisari (2011).
36

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keakuratan kode diagnosis utama

Tabel 4.2
Faktor yang mempengaruhi keakuratan kode diagnosis uatama

Faktor-faktor
No yang Pernyataan No. Referensi
mempengaruhi
1. Sumber Daya 1. Tulisan dokter yang tidak [1], [2], [3],
Manusia (SDM) bisa dibaca. [4], [5], [6],
yaitu (Dokter dan 2. Kepatuhan dokter dalam [7] dan [8].
Coder) melengkapi rekam medis
dan diagnosis
3. Kurangnya pengetahuan
coder
4. Kurangnya pelatihan
untuk coder
5. Coder kurang teliti
2. Kelengkapan 1. Rekam medis yang tidak [3] dan [4]
dokumen rekam lengkap.
medis 2. Pemeriksaan penunjang
yang tidak lengkap
3. Kebijakan Tidak terdapat SOP dalam [1], [4], [6],
Pengkodean [7] dan[8]
Sumber data: Jurnal (2011-2018)

Berdasarkan pada tabel diatas, menunjukkan faktor yang

mempengaruhi keakuratan diagnosis utama adalah tenaga Sumber Daya

Manusia (SDM) yaitu tenaga Dokter (tulisan dokter yang tidak bisa

dibaca, kepatuhan dokter dalam melengkapi rekam medis dan diagnosis),

terdapat pada penelitian [6], [7], [8].

Berdasarkan jurnal tersebut faktor yang mempengaruhi keakuratan

kode diagnosis utama yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu petugas

coding atau coder (kurangnya pengetahuan coder, kurangnya pelatihan


37

untuk coder, dan coder kurang teliti) terdapat pada jurnal [1], [2], [3], [4],

[5], [6], [7] dan [8].

Jurnal yang menunjukkan faktor yang mempengaruhi keakuratan

kode diagnosis utama adalah kelengkapan dokumen rekam medis yaitu

rekam medis yang tidak lengkap, pemeriksaan penunjang yang tidak

lengkap terdapat pada penelitian [3], [4].

Jurnal yang menunjukkan faktor yang mempengaruhi keakuratan

kode diagnosis utama adalah kebijakan yaitu tidak terdapat SOP, terdapat

pada penelitian [1], [4], [6], [7], [8].

B. Pembahasan

1. Persentasi Keakuratan Kode Diagnosis Utama Berdasarkan ICD-10

Keakuratan kode diagnosis utama merupakan penetapan kode

diagnosis yang sesuai dengan ICD-10 sebagai sistem klasifikasi penyakit

yang digunakan di Indonesia Khususnya untuk kepentingan

reimbursement.

Dari hasil jurnal menunjukkan bahwa keakuratan kode diagnosis

berdasarkan ICD-10 masih tergolong dalam kategori tingkat keakuratan

masih rendah dimana dari 8 penelitian 6 di antaranya memiliki presentasi

keakuratan <84% yaitu pada penelitian [1], [2], [3], [4], [5], [7], dan

hanya 2 diantaranya yang memiliki persentase >84% yaitu pada jurnal

[6] dan [8].


38

Menurut Anggraini dalam Pratiwi & Siswati 2015 koding diagnosis

harus dilksanakan dengan persisi (sesuai dengan aturan ICD-10), akurat

(sesuai dengan episode pelayanan). Maka untuk pengkodean diagnosis

perlu memperhatikan kaidah atau langkah-langkah pengkodean ICD-10.

Maka untuk pengkodean diagnosis perlu memperhatikan kaidah atau

langkah-langkah pengkodean ICD-10.

Berdasarkan hasil review dari jurnal diketahui bahwa tingkat

keakuratan dalam kode diagnosis yang akurat berdasarkan ICD-10 masih

dikategorikan rendah akibat tersebut dapat mempengaruhi reimbursement

dan pelaporan rumah sakit terkait pengkodean penyakit.

Hal ini tidak sejalan dengan teori menurut Hatta dalam Harti et al,

(2016) bahwa kode yang dihasilkan harus tepat sesuai diagnosis, karena

jika kode yang dihasilkan tidak tepat maka akan mempengaruhi proses

pembayaran, indeks penyakit, laporan morbiditas dan mortlitas rumah

sakit menjadi tidak akurat serta standar pengukuran kinerja pengkodean

secara kualitatif dinyatakan tepat apabila >84% dan disebut terbaik

apabila 100%.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keakuratan kode diagnosis utama

Faktor- faktor yang mempengaruhi keakuratan kode diagnosis

utama berdasarkan Anggraini et al (2017) diantaranya Sumber Daya

Manusia (SDM) yaitu (tenaga dokter, petugas coding atau coder

(PMIK)), kelengkapan rekam medis, dan kebijakan.


39

a. Tenaga Medis

Tenaga medis utamanya dokter sebagai pemberi pelayanan utama

pada pasien yang bertanggung jawab dalam kelengkapan dan

kebenaran dokumentasi pada berkas rekam medis khususnya data

klinik berupa riwayat hidup, hasil pemeriksaan, diagnosis, perintah

pengobatan laporan operasi atau tindakan lain dan merupakan hasil

input yang akan dikoding oleh petugas koding dibagian rekam medis.

Berdasarkan dari jurnal yang menyatakan tenaga medis sebagai

faktor yang mempengaruhi keakuratan kode diagnosis utama terdapat

3 dari 8 jurnal [6], [7], [8]. Adapun faktor tenaga medis yang

ditemukan dari 3 jurnal tersebut diantaranya tulisan dokter yang tidak

bisa dibaca pada formulir rekam medis sehingga koder kesulitan

bahkan melakukan kesalahan dalam membaca dan menetapkan

diagnosis, dokter tidak melengkapi isi pada formulir rekam medis

sehingga hasil pelayanan yang diberikan pendokumentasianny tidak

lengkap dan dapat menyulitkan koder dalam mengkode secara akurat.

Berdasarkan hasil review dari jurnal dapat diketahui bahwa tenaga

medis utamanya dokter merupakan salah satu faktor penting yang

dapat mempengaruhi keakuratan penetapan kode diagnosis, sehingga

dokter perlu lebih teliti dalam melengkapi dan menulis diagnosis dan

melakukan pencatatan pendokumnetasian dengan jelas untuk


40

mencegah terjadinya kesalahan dalam pengkodean diagnosis dan

tindakan oleh koder.

Hal ini tidak sejalan dengan teori Budi (2011) bahwa dalam proses

koding mungkin terjadi beberapa kemungkinan diantaranya;

penetapan diagnosis yang salah oleh dokter sehingga menyebabkan

hasil pengkodean salah, penetapan diagnosis yang benar tetapi petugas

pengkodean salah dan penetapan diagnosis dokter kurang jelas

kemudian dibaca salah oleh petugas pengkodean sehingga hasil

pengkodean salah. Oleh karena itu, kualitas pengkodean bergantung

pada kelengkapan diagnosis, kejelasan tulisan dokter, serta

profesionalisme dokter dan petugas pengkodean.

b. Petugas Koding atau Coder

Dalam pelaksanaan koding diagnosis dan penyakit petugas koding

atau koder merupakan kunci utama. Koding atau penetapakan kode

merupakan tanggung jawab coder. Kualitas koding dapat dilihat dari

pengetahuan, pengalaman kerja dan banyaknya pelatihan yang diikuti.

Berdasarkan dari jurnal yang menyatakan petugas koding atau

koder sebagai faktor yang mempengaruhi keakuratan kode diagnosis

terdapat dari 8 jurnal diantaranya [1], [2], [3], [4], [5], [6], [7], [8].

Adapun faktor petugas koding atau koder yang ditemukan dari 8

jurnal diantaranya kurangnya pelatihan yang diikuti koder, dan koder


41

kurang teliti dalam melihat keseluruhan isi rekam medis sehingga

salah dalam menentukan kode diagnosis.

Berdasarkan hasil review dari jurnal diketahui bahwa petugas

pengkodean atau koder merupakan kunci utama dalam keakuratan

kode diagnosis. Koder dengan latar belakang pendidikan rekam medis,

sering mengikuti pelatihan pengkodean serta teliti dalam melihat

keseluruhan isi rekam medis dapat meningkatkan peluang keakuratan

kode diagnosis.

Hal ini sejalan dengan teori Kimberly et al dalam Riyanti (2013)

bahwa dengan adanya pelatihan koder yang cukup akan memberikan

pengaruh terhadap kemampuannya untuk mensintesis sejumlah

informasi dan menetapkan kode yang tepat. Selain it pengalaman,

ketekunan atau ketilitian koder juga mempengaruhi keakuratan

pengkodean. Hal ini juga sejalan dengan teori Sudra dalam Setiyani et

al (2013) bahwa faktor yang menyebabkan kesalahan pengkodean

adalah kemampuan koder dalam menentukan koder kurang tepat,

koder kurang teliti dan kurangnya kemampuan koder dalam membaca

diagnosis.

c. Kelengkapan dokumen rekam medis

Kelengkapan dalam pengisian rekam medis akan sangat

mempengaruhi mutu rekam medis selain itu juga mencerminkan mutu

pelayanan di rumah sakit. Petugas rekam medis bertanggung jawab


42

untuk mengevaluasi kualitas rekam medis dengan memperhatikan

setiap variabel pada formulir rekam medis guna menjamin konsistensi

dan kelengkapan dokumen. Kelengkapan isi rekam medis yang

dimaksud merupakan perjalanan penyakit,pasien, anamnesa masuk,

pemeriksaan dan tindakan yang diberikan kepada pasien, sampai obat-

obatan yang diberikan.

Berdasarkan dari jurnal yang menyatakan kelengkapan dokumen

rekam medis sebagai faktor yang mempengaruhi keakuratan kode

diagnosis terdapat 2 jurnal dari 8 jurnal diantaranya [3], dan [4].

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan rekam medis

ditemukan 2 jurnal tersebut diantaranya rekam medis yang terisi

lengkap dan resume medis yang tidak lengkap. Misalnya ketepatan

penulisan diagnosis penyakit yang ditentukan oleh tenaga medis harus

tepat dan lengkap beserta tanda tangan dokter penanggung jawab

pasien. Ketepatan diagnosis pasien sangat ditentukan oleh tenaga

medis, dalam hal ini sangat bergantung pada dokter sebagai penentu

diagnosis karena hanya profesi dokter yang mempunyai hak dan

tanggung jawab untuk menentukan diagnosis pasien.

Berdasarkan hasil review dari jurnal bahwa kelengkapan dokumen

rekam medis juga dapat mempengaruhi keakuratan kode diagnosis

apabila dokumen rekam medis tidak terisi secara lengkap maka koder

tidak dapat mengkaji secara maksimal data-data pasien dalam lembar-


43

lembar formulir rekam medis untuk memastikan rincian diagnosis

yang ditetapkan oleh dokter.

Permenkes Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam

Medis pada Bab III Pasal 5 Ayat 4, menyebutkan bahwa “setiap

pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan

tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang

memberikan pelayanan kesehatan secara langsung”. Sehingga dokter

diwajibkan menulis diagnosis pasien dan mengisi rekam medis secara

lengkap, agar petugas koding tidak kesulitan dalam melakukan

koding.

Kelengkapan pengisian rekam medis juga dijelaskan pada

Permenkes Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis

Pasal 2 Ayat (1) rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan

jelas atau secara elektronik. Pasal 3 menyebutkan salah satu isi rekam

medis adalah diagnosis. Sehingga dokter harus mengisi lembar rekam

medis pasien dengan lengkap dan jelas. Petugas rekam medis

khususnya petugas koding memiliki hak dan kewajiban untuk

melakukan komunikasi dan menanyakan terkait ketidaklengkapan

pengisian rekam medis kepada dokter yang bertanggung jawab.


44

d. Kebijakan

Dalam pengelolaan rekam medis perlu adanya suatu pedoman yang

ditetapkan dalam kebijakan. Kebijakan dibuat dalam bentuk prosedur

tetap (protap) atau SOP (Standard Operating Procedures) yang akan

mengikat dan mewajibkan semua petugas di rumah sakit yang terlibat

dalam pengisian rekam medis untuk melaksanakannya sesuai dengan

peraturan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan dari jurnal yang menyatakan kebijakan sebagai faktor

yang mempengaruhi keakuratan kode diagnosis terdapat 5 jurnal dari

8 jurnal diantaranya [1], [4], [6], [7], [8]. Adapun faktor kebijakan

yang ditemukan dari penelitian tersebut diantaranya tidak adanya

SOP.

Berdasarkan hasil review dari jurnal dapat disimpulkan bahwa

dengan tidak adanya kebijakan juga dapat mempengaruhi keakuratan

kode diagnosis. Dengan kebijakan seperti sop dan protap mengenai

pencatatan rekam medis, pengkodean dan evaluasi yang dibuat maka

setiap tenaga kesehatan yang berperan dalam pencatatan rekam medis

dan pengkodean akan melaksanakan setiap kegiatan tersebut dengan

patuh karena merupakan sebuah kewajiban.

Hal ini sejalan dengan teori (Pertiwi, 2019) bahwa dengan adanya

SOP terkait pengkodean diagnosis dan evaluasi penyelenggaraan


45

rekam medis yang tidak dilakukan dapat mempengaruhi keakuratan

kode diagnosis.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Persentase keakuratan kode diagnosis utama berdasarkan ICD-10 masih

dalam kategori tidak baik dimana dari 8 jurnal 6 penelitian dengan

persentase keakuratan <84% sedangkan hanya 2 penelitian lainnya

dengan persentase keakuratannya >84%.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keakuratan kode diagnosis utama

yaitu; tenaga medis (tulisan dokter yang tidak jelas dan tidak bisa dibaca,

kepatuhan dokter dalam melengkapi rekam medis dan diagnosis), petugas

coder atau koding (coder kurang teliti, kurangnya pengetahuan dokter

dan kurangnya pelatihan untuk dokter), dan kelengkapan dokumen rekam

medis (rekam medis yang tidak lengkap, pemeriksaan penunjang yang

tidak lengkap), kebijakan (tidak terdapat SOP (Standard Operating

Procedures) dalam pengkodean).

B. Saran

1. Komunikasi antara petugas coder dengan dokter yang memberi diagnosis

perlu ditingkatkan agar dapat menghasilkan kode yang akurat

2. Kepala rekam medis mensosialisasikan SOP bagian koding agar bekerja

sesuai dengan aturan dari teori yang berlaku sehingga menghasilkan kode

yang tepat dan akurat.

46
47

3. Sebaiknya dalam pengkodean diagnosis dilakukan reseleksi kondisi

utama (MB1-MB5) agar kode yang dihasilkan akurat.

4. Sebaiknya petugas coder membaca keseluruhan informasi yang

menunjang diagnosis agar kode diagnosis utama dapat akurat.


DAFTAR PUSTAKA

(Agustine & Pratiwi, 2017)Agustine, D. M., & Pratiwi, R. D. (2017). Hubungan


Ketepatan Terminologi Medis dengan Keakuratan Kode Diagnosis Rawat
Jalan oleh Petugas Kesehatan di Puskesmas Bambanglipuro Bantul. Jurnal
Kesehatan Vokasional, 2(1), 113. (online), Vol 2 No (1)
(https://doi.org/10.22146/jkesvo.30315 diakses 5 september 2020)
Amalia, A. P., Rosita, A., & Rumpiati. (2018). Tinjauan Akurasi Kode Pasien
Cedera Pada Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan Icd 10 Di Rsu
Muhammadiyah Ponorogo. Global Health Science, 3(3). (online), Vol 3 No
(3) (http://jurnal.csdforum.com/index.php/GHS/article/view/246 diakses 29
agustus 2020).
Anggraini, M., Irmawati, Garmelia, E., Kresnowati, L. (2017). Bahan Ajar Rekam
Medis dan Informasi Kesehatan Klasifikasi, Kodifikasi Penyakit dan Masalah
Kesehatan Terkait I. Jakarta Selatan: Pusat Pendidikan Sumber Daya
Manusia Kesehatan.

Budi, Savitri Citra. Manajemen Unit Kerja Rekam Medis. Yogyakarta : Quatum
Sinergi Media : 2011
(Dwi Astuti & Lena, 2010)Dwi Astuti, R., & Lena, D. S. (2010). Tinjauan Akurasi
Kode Diagnosis Utama Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10 Bangsal
Dahlia Di Badan RSUD Sukoharjo. Jurnal Kesehatan, 2(1), 1–18. (online),
Vol 2 No (1)
(https://www.ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/rm/article/view/26 diakses 5
september 2020)

Harti, T., Utami, M., & Widjaja, L. (2016). Completeness Correlation of Medical
Resumes Inpatient towards Continuity Claims BPJS. Tangerang: QADR
Hospital. Jurnal INOHIM, 4(1), 26–32.
(https://inohim.esaunggul.ac.id/index.php/INO/article/view/87 diakses 5
septembe 2020)
Karimah, R. N., Setiawan, D., & Nurmalia, P. S. (1970). Diagnosis Code
Accuracy Analysis Of Acute Gastroenteritis Disease Based on Medical
Record Document in Balung Hospital Jember. Journal of Agromedicine and
Medical Sciences, 2(2), 12. https://doi.org/10.19184/ams.v2i2.2775 (online),
Vol 2 No (2) (https://core.ac.uk/download/pdf/296272669.pdf diakses 30
agustus 2020).
Kasanah, S. N., & Sudra, R. I. (2011). Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Ppok
Eksaserbasi Akut Berdasarkan Icd 10 Pada Dokumen Rekam Medis Pasien
Rawat Inap Di Rsud Sragen Triwulan Ii Tahun 2011 Analisis Keakuratan
Kode ...( Siti Sk , Dkk ). V(1), 72–79. (online), Vol 5 No (1)
(https://ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/rm/article/view/23 diakses 30

48
49

agustus 2020)

Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar


Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta: Mentri Kesehatan Republik
Indonesia
Maimun, N., Natassa, J., Trisna, W. V., & Supriatin, Y. (2018). Pengaruh
Kompetensi Coder terhadap Keakuratan dan Ketepatan Pengkodean
Menggunakan ICD 10 di Rumah Sakit X Pekanbaru Tahun 2016.
KESMARS: Jurnal Kesehatan Masyarakat, Manajemen Dan Administrasi
Rumah Sakit, 1(1), 31–43. https://doi.org/10.31539/kesmars.v1i1.158
Mangentang, F. R. (2015). Kelengkapan Resume Medis dan Kesesuaian Penulisan
Diagnosis Berdasarkan ICD-10 Sebelum dan Sesudah JKN di RSU
Bahteramas. Jurnal ARSI, 1(44), 159–168.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.7454/arsi.v1i3.2181
(Maryati, 2016)Maryati, W. (2016). Hubungan Antara Ketepatan Penulisan
Diagnosis Dengan Keakuratan Kode Diagnosis Kasus Obstetri Di Rs Pku
Muhammadiyah Sukoharjo. Infokes, 6(2), 1–7. (online) Vol 6 No (2)
(https://ojs.udb.ac.id/index.php/infokes/article/view/141 diakses 5 september
2020)
Murtisari, A., & Sugiarsi, S. (2011). Analisis Akurasi Kode Diagnosis Utama
Berdasarkan Icd-10 Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap
Triwulan I Di Rumah Sakit Umum Jati Husada Karanganyar Tahun 2011.
V(1), 30–36. (online) Vol 5 No (1)
(http://jurnal.csdforum.com/index.php/GHS/article/view/246/116 diakses 29
september 2020)
Nuraeni, S. A., & Hastuti, N. M. (2008). Tinjauan Keakuratan Kode Diagnosis
Utama Abortus Imminens. (online), Vol 2 No (2)
(https://www.ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/rm/article/view/622 diakses
30 agustus 2020)
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269 Tahun 2008
Tentang Rekam Medis. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Pertiwi, J. (2019). Systematic review: Faktor Yang Mempengaruhi Akurasi
Koding Diagnosis di Rumah Sakit. Smiknas, 41–50.
https://ojs.udb.ac.id/index.php/smiknas/article/view/692/677
(Pratami, 2015)Pratami, S. L. S. (2015). Hubungan Ketepatan Pemberian Kode
Diagnosa Dan Tindakan Terhadap Persetujuan Klaim Bpjs. Hubungan
Ketepatan Pemberian Kode Diagnosa Dan Tindakan Terhadap Persetujuan
Klaim Bpjs, 3, 1–9. (online), Vol 3 No (2)
(https://inohim.esaunggul.ac.id/index.php/INO/article/view/116 diakses 10
september 2020)
50

Rawat, P., Di, I., & Sayidiman, R. (N.D.). Akurasi Kode Diagnosis Chronic
Kidney Disease Berdasarkan Icd-10. 3, 23–30. (online), Vol 10 No (1)
(https://ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/rm/article/view/587 diakses 29
agustus 2020)
Riyanti, N. (2013). pengaruh beben kerja coder dan ketepatan terminologi mdis
terhadap keakuratan kode diagnosis penyakit gigi di rsj grhasia diy tahun
2012. Skripsi, 53(1).
(http://ir.obihiro.ac.jp/dspace/handle/10322/3933%0Ahttps://doi.org/10.1016
/j.jag.2018.07.004%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/s41598-018-25369-
w%0Ahttps://www.bertelsmann-
stiftung.de/fileadmin/files/BSt/Publikationen/GrauePublikationen/MT_Globa
lization_Report_ diakses 29 agustus 2020)
(Sari & Wariyanti, 2017)Sari, S. M. E., & Wariyanti, A. S. (2017). Keakuratan
Kode Diagnosis Stroke di Rumah Sakit Islam Amal Sehat Sragen. STIKes
Mitra Husada Karanganyar, 11(2), 90. (online), Vol 11 No (2)
(https://ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/rm/article/view/718 diakses 6
sptember 2020)
Setiyani, L., Lestari, T., & Suriyasa, P. (2013). Tinjauan Keakuratan Kode
Diagnosis Utama Pasien Rawat Inap Penyakit Cronic Renal Failure End
Stage Berdasarkan ICD 10 Di RSU Dr. Moewardi Bulan Januari Tahun 2013.
Jurnal Rekam Medis, 7(2), 1–8.
(https://www.ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/rm/article/viewFile/282/256 5
september)

Tim Pembimbing KTI. 2020. Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah dalam
Bentuk Literature Review (LR) Program Study D3 Rekam Medis Dan
Informasi Kesehatan Makassar. STIKES Panakkukang
Wahono, R. S. (2015). A Systematic Literature Review of Software Defect
Prediction: Research Trends, Datasets, Methods and Frameworks Vol. 1 No.
1. Journal of Software Engineering, 1-6. (online), Vol 1 No (1)
(https://media.neliti.com/media/publications/90270-EN-a-systematic-
literature-review-of-softwa.pdf diakses 7 September)
World Health Organization 2010a. Internasional Statistical Classification Of
Diseases And Related Health Problems Tenth Revision Volume I second
Edition: Geneve: WHO
2010b. Internasional Statistical Classification Of Diseases And Related Health
Problems Tenth Revision Volume II second Edition: Geneve: WHO
2010c. Internasional Statistical Classification Of Diseases And Related Health
Problems Tenth Revision Volume III second Edition: Geneve: WHO
51
L
A
M
P
I
R
A
N
GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 3 No. 3, September 2018 ISSN 2503-5088 (p) 2622-1055 (e)

TINJAUAN AKURASI KODE PASIEN CEDERA PADA KASUS KECELAKAAN LALU


LINTAS BERDASARKAN ICD 10 DI RSU MUHAMMADIYAH PONOROGO

Adinda Putri Amalia


(STIKes Buana Husada, Ponorogo; e-mail: adindaputr089@gmail.com)
Ani Rosita
(STIKes Buana Husada, Ponorogo)
Rumpiati
(STIKes Buana Husada, Ponorogo; e-mail: rumpiati75@gmail.com)

ABSTRAK
Ketepatan kode diagnosis berguna untuk mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan disarana
pelayanan kesehatan, dalam proses penagihan biaya pelayanan serta pelaporan morbiditas dan
mortalitas. Tujuan Penelitian ini adalah Untuk Mengetahui Akurasi kode pasien cedera kasus
kecelakaan lalu lintas berdasarkan ICD 10 Revisi 10 Tahun 2010 di RSU Muhammadiyah
Ponorogo. Jenis penelitian ini adalah deskriptif pengumpulan data menggunakan observasi,
wawancara serta checklist. Besar sampel 77 berkas rekam medis pasien cedera pada kasus
kecelakaan lalu lintas yang diambil dengan teknik random sampling. Data analisis secara
deskriptif. Hasil penelitian ini menjukkan 36,36% dari 28 kode telah akurat penilaian ini rendah
dibandingkan 63,64% dari 49 kode tidak akurat yang menunjukan penilaian yang tinggi
dikarenakan kesalahan pada digit ke -5 dan diagnosa sekunder tidak tepat. Diagnosa yang belum
jelas petugas coding segera menghubungi dokter yang berwenang dalam memberikan diagnosa
agar kode yang dihasilkan tepat dan akurat dan Kepala Rekam Medis mensosialisasikan SOP
bagian koding agar bekerja sesuai aturan dan teori yang berlaku.
Kata kunci: Ketepatan kode, Cedera, Kecelakaan lalu lintas, ICD 10 Revisi 10 Tahun 2010

PENDAHULUAN
Keakuratan kode diagnosis berguna untuk mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di
sarana pelayanan kesehatan, masukan bagi system pelaporan diagnosis medis, memudahkan
proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis karakteristik pasien dan penyedia
layanan, bahan dasar dalam pengelompokan DRGs (diagnosis related groups) untuk system
penagihan pembayaran biaya pelayanan, pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan
mortalitas, tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan
medis, menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan sesuai
kebutuhan zaman, analisis pembiayaan pelayanan kesehatan, dan untuk penelitian epidemiologi
dan klinik (Hatta, 2008).
Pada Proses pengkodean kasus kecelakaan di RSU Muhammadiyah Ponorogo tahun 2017
terdapat kasus kecelakaan dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Berdasarkan obsevasi
dengan menggunakan wawancara pada petugas koding di RSU Muhammadiyah Ponorogo kasus
kecelakaan tersebut yang sudah akurat sesuai ICD 10 terdapat 36,36% sedangkan yang tidak
akurat 63,64% karena pada fraktur tidak disertakan secara rinci apakah kasus fraktur terbuka
atau tertutup sedangkan pada ICD 10 digit ke-5 atau karakter tambahan pada kode diagnosis
fraktur tertutup atau terbuka disubdevinisikan 0 untuk terbuka disubdevinisikan 1 jika tidak jelas
terbuka atau tertutup harus diklasifikasikan tertutup sedangkan pada sistem pengkodean di RSU
Muhammdiyah Pononorogo sebagian tidak dijelaskan kode tambahan pada digit-5 dan pada
pengkodean external cause (Penyebab luar) untuk sumber informasi tidak dikode yang dikode
hanya diagnosa utamanya saja yang dikode.
Dengan dampak persoalan diatas akan mempengaruhi suatu mutu rekam medis
menyebabkan dalam proses pelayanan pada suatu rumah sakit dalam pelaporan tidak akurat
pada penulisan diagnosa yang ditulis oleh dokter yang bersangkutan akan mempengaruhi
pemberian tindakan selanjutnya dari segi perawatan pasien ,proses pembiyaan dan pelaporan
serta bahan evaluasi perencanaan medis jika pada catatan rekam medis itu lengkap akan
terciptanya mutu administrasi yang baik dalam rumah sakit tersebut.
Menurut ikhwan, Syamsuriansyah dan Muhammad Makmur Purna Irawan(2016) menyatakan
bahwa Petugas pada bagian koding harus tepat dalam pengkodean berdasarkan ICD 10
diagnosa utama dan kode penyebab luar (external cause) yang tercatatat pada berkas rekam
medis pasien. Diagnosa utama ialah suatu penyakit utama yang diderita pada pasien pada

170 GLOBAL HEALTH SCIENCE ----- http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs


GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 3 No. 3, September 2018 ISSN 2503-5088 (p) 2622-1055 (e)

diagnosa utama bisa dilihat pada berkas ringkasan masuk dan keluar, sedangkan penyebab luar
(external cause) dapat dilihat pada berkas anamnase atau berkas khusus pasien gawat darurat
(Budi,2011).
Manfaat Pengkodingan (external cause)ialah untuk Melaporkan Rekapitulasi Laporan data
keadaan Morbiditas Penyebab kecelakaan Pasien dalam bentuk kode, Rekapitulasi laporan
Pelayanan Gawat Darurat, Membuat Surat Keterangan Medis klaim Asuransi Kecelakaan. Dari
hasil Pengkodingan tersebut akan digunakan untuk menelusuri data dan informasi tentang
diagnosis tertentu untuk berbagai keperluan. Jika dalam pengkodingan tidak tepat maka dalam
pembuatan laporan morbiditas, mortalitas Rumah Sakit akan tidak tepat.
Berdasarkan penjelasan data di atas, maka perlu adanya pelatihan terhadap petugas koding
rekam medis mengenai pentingnya keakuratan kode khususnya pada kasus kecelakaan lalu
lintas.

METODE PENELITIAN
Desain penelitian merupakan pedoman dalam melakukan proses penelitian diantaranya
dalam menentukan instrumen, pengambilan data, penentuan sampel, pengambilan data, serta
analisa data (Malhotra,2007).
Desain penelitian ini adalah kualitatif. Kualitatif adalahmetode penelitian yang digunakan
untuk meneliti pada kondisi objek alamiah.Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah sebagai
instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisa
data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada
generalisasi (Sugiyono, 2015).
Jenis penelitian ini adalah deskriptif adalah berdasarkan bagaimana cara mengumpulkan
datanya dikumpulkan melewati obsevasi, informasi diperoleh dari masing-masing individu
dengan menggunakan alat bantu misalnya angket, wawancara, atau skala sikap (Sumanto,2014).
Pada penelitian ini ingin mengetahui Akurasi kode pasien cedera pada kasus kecelakaan lalu
lintas berdasarkan ICD-10 Revisi 10 Tahun 2010 di RSU Muhammadiyah Ponorogo.

HASIL PENELITIAN
Berdasarkan Hasil Penelitian terhadap dokumen rekam medis pasien kecelakaan lalu lintas
di RSU Muhammadiyah Ponorogo yang berjumlah 77 dengan menggunakan instrumen penelitian
cheklist, observasi dan wawancara terhadap petugas koding dapat diuraikan sebagai berikut:

Sistem Pengkodean di RSU Muhammadiyah Ponorogo


Sistem pengkodean di RSU Muhammadiyah Ponorogo menggunakan sistem manual dengan
memberi kode penyakit pada diagnosa pasien yang terdapat pada berkas rekam medis sesuai
ICD 10 Revisi 10 Tahun 2010 Kemudian melakukan pengolahan klasifikasi penyakit , hasil
diagnosis dari dokter merupakan diagnosis utama maupun diagnosa sekunder atau diagnosa lain
yang berupa penyakit komplikasi. Dalam mencari kode penyakit dapat dicari berdasarkan abjad
nama penyakit yang dapat dilihat di dalam ICD-10 Revisi 10 Tahun 2010.
Pada proses pengkodingan dilakukan cara komputerisasi pada progam WHO gene va 2005
ICD-10 Second edition yang didalamnya terdapat Tabular list yang berisi tentang hal-hal yang
mendukung klasifikasi utama, intruction manual untuk pedoman penggunaan dan alphabetical
index yaitu klasifikasi penyakit yang disusun berdasarkan indexs abjad atau secara alfabetika
yang terdiri dari 3 seksi:
1) Seksi 1 merupakan klasifikasi diagnosis yang tertera dalam Volume 1 ICD-10, 2) Seksi 2
mencari penyebab luar morbiditas, mortalitas dan membuat istilah dari bab 20 ICD-10, 3) Seksi
3 merupakan table obat-obatan dan zat kimia sebagai sambungan dari bab 19.20 dan
menjelaskan indikasi kejadiannya.
Cara manual dan elektronik sama-sama digumakan guna mempermudah proses pengkodean
penyakit.

Akurasi Kode pasien cedera pada Kasus Kecelakaan Lalu lintas di RSU Muhammadiyah
Ponorogo
Berdasarkan tabel 1 diketahui Akurasi kode pasien cedera pada kasus kecelakaan lalu lintas
di RSU Muhammadiyah Ponorogo yaitu 28 kode dengan Persentase 36,36% penilaian ini rendah

171 GLOBAL HEALTH SCIENCE ----- http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs


GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 3 No. 3, September 2018 ISSN 2503-5088 (p) 2622-1055 (e)

dibanding tidak akurat berjumlah 49 kode dengan Persentase 63,64% yang menunjukan penilain
yang tinggi, kesalahan pada digit-5 kasus cedera fraktur tidak akurat sebanyak 38 kode.

Tabel 1. Akurasi Kode Pasien Cedera pada kasus Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan ICD 10
Revisi 10 tahun 2010 di RSU Muhammadiyah Ponorogo.
No Kode Diagnosa Jumlah Persentase
1 Tidak Akurat 49 63,64%
2 Akurat 28 36,36%
Jumlah 77 100%

Tabel 2. Ketidakakuratan Kasus Digit-5


No Diagnosis Cedera Kode diagnosis Keterangan
RS ICD
1. OF DISTAL PHALANX (R) S92.5 S92.51 Kesalahan digit-5
1. CF NECK FEMUR (D) S72.0 S72.00 Kesalahan digit-5
2. CF SC HUMERUS S42.31 S42.30 Kesalahan digit-5
3. CF METATARSAL I-IV S62.3 S62.30 Kesalahan digit-5
4. CF PHALANX S92.5 S92.50 Kesalahan digit-5
5. CF SUPRACONDYCULAR MANUS (S) S42.4 S42.40 Kesalahan digit-5
6. CF SUPRACONDYCULAR MANUS (S) S42.4 S42.40 Kesalahan digit-5
7. CF RADIUS S52.8 S52.80 Kesalahan digit-5
8. CF COLLES (D) S52.5 S52.50 Kesalahan digit-5
9. CF RADIUS ULNA (S) 1/3 DISTAL S52.71 S52.70 Kesalahan digit-5
10. OF DISTAL PHALANX (R) S92.5 S92.51 Kesalahan digit-5
11. CF FEMUR (S) 1/3 PROXIMAL S72.9 S72.90 Kesalahan digit-5
12. CF BASE NECK FENUR S12.9 S12.90 Kesalahan digit-5
13. CF FEMUR (S) 1/3 DISTAL S72.91 S72.90 Kesalahan digit-5
14. OF DISTAL RADIUS, RUPTURE CAPSUL WIRST S52.8 S52.81 Kesalahan digit-5
15. CF CLAVICLE S42.0 S42.00 Kesalahan digit-5
16. CF RADIUS ULNA (S) 1/3 DISTAL S52.71 S52.70 Kesalahan digit-5
17. CF HUMERUS (S) 1/3 TGH S42.3 S42.30 Kesalahan digit-5
18. CF ANKLE S82.8 S82.80 Kesalahan digit-5
19. OF METATARSAL IV (D) S92.30 S92.31 Kesalahan digit-5
20. CF MONTEGGIA (S) S52.0 S52.00 Kesalahan digit-5
21. CF HUMERUS (S) 1/3 DISTAL COMUNNITY S42.31 S42.30 Kesalahan digit-5
22. OF TIBIA FIBULA (D) GR II, DM S82.2 S82.21 Kesalahan digit-5
E14 E14
23. CF GALLEAZZI (S) S52.8 S52.80 Kesalahan digit-5
24. CF FEMUR (S) 1/3 TGH COMMUNITY S72.9 S72.90 Kesalahan digit-5
25. OF METATARSAL V (D) S92.3 S92.31 Kesalahan digit-5
26. COR, CF COLLES (S) S06.9 S06.9 Kesalahan digit-5
S52.5 S52.50
27. CF CLAVICLE S42.01 S42.00 Kesalahan digit-5
28. CF FEMUR S72.9 S72.90 Kesalahan digit-5
29. CF OLECRANON S52,0 S52.00 Kesalahan digit-5
30. CF COLLES, DM S52.21 S52.20 Kesalahan digit-5
E14 E14
31. CF FEMUR S92.9 S92.90 Kesalahan digit-5
32. CF NECK FEMUR (D) S72.0 S72.00 Kesalahan digit-5
33. CF TIBIA FIBULA (S) 1/3 PROXIMAL S82.21 S82.20 Kesalahan digit-5
34. CF TIBIA (D)1/3 TGH S82.21 S82.20 Kesalahan digit-5
35. CF COLLES, HT S52.51 S52.50 Kesalahan digit-5
I10 I10
36. OF DISTAL S92,5 S92.51 Kesalahan digit-5
37. CF NASSAL (S) S02.01 S02.00 Kesalahan digit-5

172 GLOBAL HEALTH SCIENCE ----- http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs


GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 3 No. 3, September 2018 ISSN 2503-5088 (p) 2622-1055 (e)

Tabel 3. Ketidakakuratan pada Diagnosa Sekunder

No Diagnosis Cedera Kode Diagnosis Keterangan


RS ICD
1. COR OBS VOMITING HEMATO TEMP S06.9 S06.9 Diagnosa sekunder
R11 R11 tidak dikode
S06.4
2. CORPUS R/ FEMUR , HT S71.1 S71.1 Diagnosa sekunder
I10 tidak dikode
3. COR GCS 456 OBS CHEPALGIA S06.9 S06.9 Kesalahan pada
R53 R51 diagnosa sekunder
4. COR, HEMATOMA PERIORBITA S06.9 S06.9 Diagnosa sekunder
S00.1 tidak dikode
5. CF CADYLIS (D), VULNUS APP R/ MANDIBULA S01.5 S02.60 Kesalahan pada kode

6. COS, CRUSH INJ DIG I PEDIS S06.9 S06.2 Kesalahan pada kode
T04.8
7. COS, OBS VERTIGO,SDH, EDEMA CEREBRI S06.9 S06.9 Kesalahan pada kode
R42 G93.6
8. COR GCS 456, MULTIPLE VULNUS EXCOIRASI S06.9 S06.9 Kesalahan pada kode
R/ FASE S01.8 T14
9. COR GSC 456, HEMATOMA PERIORBITAL S06.9 S06.9 Diagnosa sekunder
S00.1 tidak dikode
10. CF PROXIMAL HUMERI (D) S42.31 S42.20 Kesalahan pada kode
S52.81
11. COS, CRUSH INJ DIG I PEDIS S06.9 S06.9 Diagnosa sekunder
S17.9 tidak dikode

PEMBAHASAN

Sistem pengkodean di RSU Muhammadiyah Ponorogo

Pengkodean di RSU Muhammadiyah dengan cara elektronik dengan mengacu ICD 10 revisi
10 tahun 2010 dan manual menggunakan buku ICD 10 Revisi 10 tahun 2010 dengan mencari
diagnosa penyakit dan diubah menjadi sebuah kode.
Menurut Depkes (2006) tentang penyelenggaraan pengolahan rekam medis. Sebelum
dokumen rekam medis pasien pulang di koding, harus dilakukan psoses assembling terlebih
dahulu agar dalam pengkodingan dapat dilakukan secara benar dan runtut. Serta tata cara
pengkodingan yang menggunakan ICD 10.
Menurut Jurnal yang ditulis Carlina Mahardika Loka dan Rano Indradi Sudra , 2012
mengatakan bahwa ketepatan pengkodean dari suatu diagnosis sangat tergantung kepada
pelaksana yang menangani rekam medis tersebut, yaitu tenaga medis medis dalam menetapkan
diagnosis, tenaga rekam medis sebagai pemberi kode dan tenaga kesehatan lainnya tenaga
rekam medis sebagai pemberi kode bertanggung jawab atas keakuratan dari diagnosis yang
sudah ditetapkan oleh tenaga medis untuk hal yang kurang jelas atau tidak lengkap perlu
dikomunikasikan terlebih dahulu kepada dokter yang bersangkutan yang membuat diagnosis
tersebut.
Ketelitian petugas akan menghasilkan kode yang jelas dan akurat jika kode tidak jelas petugas
langsung menanyakan ke dokter yang berwenang dalam memberikan diagnosa karena
keakuratan kode akan menghasilkan proses klaim yang tepat untuk pengeklaiman pada sebuah
asuransi kecelakaan atau BPJS kesehatan.

Akurasi Kode pasien cedera pada Kasus Kecelakaan Lalu lintas di RSU Muhammadiyah
Ponorogo

Akurasi kode diagnosa pada kasus kecelakaan lalu lintas di RSU Muhammadiyah ialah
36,36% dikatakan akurat dan 63,64% tidak akurat dari 77 sampel, dengan permasalahan belum

173 GLOBAL HEALTH SCIENCE ----- http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs


GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 3 No. 3, September 2018 ISSN 2503-5088 (p) 2622-1055 (e)

pada digit ke-5 diagnosa fraktur belum dikode atau salah penempatan kode, diagnose sekunder
juga belum kode.
Keakuratan kode diagnosis berguna untuk mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di
sarana pelayanan kesehatan, masukan bagi system pelaporan diagnosis medis, memudahkan
proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis karakteristik pasien dan penyedia
layanan, bahan dasar dalam pengelompokan DRGs (diagnosis related groups) untuk system
penagihan pembayaran biaya pelayanan, pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan
mortalitas, tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan
medis, menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan sesuai
kebutuhan zaman, analisis pembiayaan pelayanan kesehatan, dan untuk penelitian epidemiologi
dan klinik (Hatta, 2008).
Data yang akurat, lengkap dan konsisten dapat menghasilkan data yang berkualitas,
pengkoder juga harus memberikan kode yang jelas dan kosisten apabila suatu diagnosa belum
jelas maka segera dilaporkan kembali kepada dokter yang memberikan diagnosis pada pasien
tersebut agar menghasilkan kode yang tepat serta akurat. penyebabnya dikarenakan tidak
pernah disosialisasikan pentingnya penambahan kode digit-5 pada kasus fracture sesuai teori
yang ada oleh kepala rekam medis.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam hal Tinjauan Akurasi kode pasien
cedera kasus kecelakaan lalu lintas berdasarkan ICD 10 Revisi 10 Tahun 2010 di RSU
Muhammadiyah Ponorogo sebagai berikut: a) Pengkodingan di RSU Muhammadiyah Ponorogo
menggunakan sistem elektronik dan manual yaitu melihat buku ICD 10 revisi 10 Tahun 2010; b)
Pengkodingan kode pasien cedera pada kasus kecelakaan lalu lintas di RSU Muhammadiyah
Ponorogo yaitu 28 kode dengan Persentase 36,36% penilaian ini rendah dibanding tidak akurat
berjumlah 49 kode dengan Persentase 63,64%.yang menunjukan penilain yang tinggi.

SARAN

Selanjutnya disarankan: a) Kepala Rekam Medis mensosialisasikan SOP bagian koding agar
bekerja sesuai dengan aturan dan teori yang berlaku sehingga menghasilkan kode yang tepat,
jelas dan berkualitas; b) Diagnosa yang belum jelas petugas rekam medis segera hubungi dokter
yang berwenamg dalam memberi diagnosa agar dalam proses pengkodingan dapat
menghasilkan kode yang akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, azrul, 2010, Pengantar Administrasi Kesehatan. Tangerang: Universitas Terbuka


Carlina, 2013. Tinjauan Keakuratan Kode Dianosis dan External Causes Pada Kaus Kecelakaan
Lalu lintas Pasien Rawat inap di Rumah Sakit Dr. Moerwardi Pediode Tahun 2012, Apikes
Mitra Husada Karanganyar.
Hatta, Gemala,2008.Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan disaran pelayanan
kesehatan.Jakarta: Universitas Terbuka.

Ikhwan, 2016.Tinjauan Ketepatan Kode Diagnosis Cedera dan Penyebab Lusr Cedera (External
Causes) Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram, Politeknik Medica
Farma Husada Mataram.
Indradi, Rano ,2017, Rekam Medis. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Notoatmodjo, 2010, Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: ALFABETA.
Sumanto, 2014, Teori Dan Aplikasi Metode Penelitian.Jakarta: Caps (Center Of academic
Publishing Service)
Permenkes No 269/Menkes/Per/III, 2008, Rekam Medis
Undang-Undang Republik Indonesia No 22, 2019, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

174 GLOBAL HEALTH SCIENCE ----- http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs


TINJAUAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS UTAMA ABORTUS IMMINENS
PADA DOKUMEN REKAM MEDIS PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH
SAKIT ISLAM KLATEN

Anggita Suci Nuraeni¹, Nunik Maya Hastuti2


STIKes Mitra Husada Karanyar1,2,3
anggitasucinuraeni@gmail.com¹, nunikmaya21@gmail.com 2

ABSTRACT
The accuracy of the code are affected by the determination of the patient’s diagnosis. If the diagnosis is inaccurate
encodes it will affect the number of cases in the report preparation morbidity, mortality as well as the calculation
of the various figures of Statistics Hospital. Based on the preliminary survey of 10 documents medical records of
inpatients with a diagnosis of threatened abortion, there are four documents (40%) were inaccurate. The purpose
of this study to determine the accuracy of diagnosis codes on the documents threatened abortion medical records
of patients hospitalized in the Klaten Islamic Hospital.This type of research is descriptive, with a retrospective
approach. The research instrument using unstructured interviews and sample observation method used is Sys-
tematic Sampling at 83 medical records document the diagnosis of threatened abortion.The results showed that the
primary diagnosis code on the document threatened abortion medical records of patients hospitalized in the Klaten
Islamic Hospital accurate as many as 30 documents (73%), while that is not accurate as many as 11 docu- ments
(27%). Preferably officier coder more careful in coding and writing diagnosis code, the selection of a block coder
must specify the type of diagnosis statment before encoding in order to get the code right, and the clerk must
thoroughly input the code of medical records to the computer because if something goes wrong input will affect the
reporting of the index disease.
Keywords: Accuracy Code, threatened abortion, Document Medical Record, Hospitalization.

ABSTRAK
Keakuratan kode dipengaruhi oleh penentuan diagnosis pasien. Apabila dalam mengode diagnosis tidak akurat
maka akan berpengaruh pada jumlah kasus dalam pembuatan laporan morbiditas, mortalitas serta penghitungan
berbagai angka Statistik Rumah Sakit. Berdasarkan survey pendahuluan dari 10 dokumen rekam medis pasien
rawat inap dengan diagnosis Abortus Imminens, terdapat 4 dokumen (40%) yang tidak akurat. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui keakuratan kode diagnosis Abortus Imminens pada dokumen rekam medis pasien rawat inap
di Rumah Sakit Islam Klaten. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan pendekatan retrospektif.
Instrumen penelitian dengan menggunakan metode wawancara tidak terstruktur dan metode observasi Sampel
yang digunakan yaitu Sistematis Sampling pada 83 dokumen rekam medis diagnosis Abortus Imminens. Hasil
penelitian menunjukan bahwa kode diagnosis utama Abortus Imminens pada dokumen rekam medis pasien rawat
inap di Rumah Sakit Islam Klaten yang akurat sebanyak 30 dokumen (73%), sedangkan yang tidak akurat seban-
yak 11 dokumen (27%).Sebaiknya petugas coder lebih teliti dalam mengkode dan menuliskan kode diagnosis,
pemilihan blok coder harus menentukan tipe pernyataan diagnosis dahulu sebelum mengkode agar mendapatkan
kode yang tepat, dan petugas harus lebih teliti menginput kode dari rekam medis ke komputer karena jika terjadi
salah input akan mempengaruhi pelaporan indeks penyakit.

Kata Kunci: Keakuratan Kode, Abortus Imminens, Dokumen Rekam Medis, Rawat Inap

PENDAHULUAN pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.


Berdasarkan PerMenKes nomor 269/Menkes/Per/ Rekam medis dikatakan bermutu apabila rekam me-
III/2008 menyebutkan rekam medis adalah berkas dis tersebut akurat, lengkap, dapat dipercaya, valid,
yang berisikan catatan dan dokumen tentang identi- tas dan tepat waktu.
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
Salah satu kompetensi seorang perekam medis yai- deskriptif, pendekatan retrospektif. Variabel Akur-
tu melakukan pendokumentasian serta pengodean asi Kodefikasi Diagnosis Utama Abortus Imminens
(coding) diagnosis. Kegiatan pengodean adalah pem- Berdasarkan ICD-10. Populasi dalam penelitian ini
berian penetapan kode dengan menggunakan huruf sebanyak 83 dengan jumlah sampel 41 dokumen
dan angka atau kombinasi huruf dan angka yang me- dengan menggunakan tehnik sampling sistematis.
wakili komponen data. Kode klasifikasi penyakit oleh Instrumen yang digunakan Cheklist dan Pedoman
World Health Organization (WHO) bertujuan untuk Wawancara. Cara pengumpulan data dengan obser-
menyeragamkan nama dan golongan penyakit, cide- vasi dan Wawancara tidak terstruktur. Teknik Pengo-
ra, gejala, dan faktor yang mempengaruhi kesehatan. lahan Data adalah Pengumpulan (Collecting), Edit
Sejak tahun 1993 WHO mengharuskan Negara ang- (Editing), Klasifikasi (Classification), Tabulasi (Tab-
gotanya termasuk Indonesia menggunakan Interna- ulating), Memaparkan (Narasi). Tehnik analisis data
tional Statistical Clasification Deseases and Health dengan deskriptif.
Problem 10 Revisi (ICD – 10) (DepKes RI, 2006).
HASIL
Dalam melakukan pengodean, coder harus mereview
isi rekam medis untuk mendapatkan informasi penun- 1. Tata Cara Pengodean diagnosis Abortus Immi-
jang yang dapat digunakan dalam penentuan keaku- nens
ratan kode mengingat kode di ICD – 10 bernilai vari- Tatacara mengkode diagnosis penyakit pasien di RSI
atif bahkan lebih dalam satu kategori (Sudra, 2013). Klaten menggunakan International Statisti- cal
Menurut DepKes (2006) keakuratan pada pengodean Classification of Diseases and Related Health
diagnosis disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu Problem Tenth Revision (ICD-10) Online dan Man-
tenaga medis dan tenaga rekam medis. Penetapan ual (ICD-10 dalam bentuk Buku). Untuk klaim asu-
diagnosis seorang pasien merupakan kewajiban, hak, ransi mulai tahun 2014 menggunakan International
dan tanggungjawab dokter (tenaga medis) terkait. Statistical Classification of Disease and Related
Dokter sebagai penentu perawatan harus memilih Health Problem Nine Revision Clinical Modifica-
kondisi utama dan kondisi lain dalam periode per- tion ( ICD – 9 – CM ).
awatan. Tenaga rekam medis sebagai pemberi kode
Berdasarkan hasil wawancara kepada petugas koding
bertanggung jawab atas keakuratan kode dari suatu
di Rumah Sakit Islam Klaten, pengode- an
diagnosis yang telah ditetapkan oleh tenaga medis,
diagnosis dantindakanlangsungmenggunakan ICD–
sebelum memberikan kode penyakit tenaga medis
10elektronikversi 2008 yang diaksessecara online.
harus mengkaji data rekam medis pasien untuk me-
Adapun tata cara pengodean diagnosis Abortus
nemukan hal yang kurang jelas atau tidak lengkap.
Imminens yaitu sebagai berikut:
Berdasarkan survey pendahuluan di Rumah Sakit Is-
a. Membuka website online International Sta-
lam Klaten, pada 10 dokumen rekam medis diagnosis
tistical Classification of Diseases and Related
Abortus Imminens, terdapat 4 kode diagnosis utama
Health Problem Tenth Revision (ICD-10) versi
Abortus imminens yang tidak akurat, 2 kode dikare-
2008 di alamat apps.who.int/classification/icd-
nakan diagnosis yang tertulis tidak dikode, dan 2 di-
10/browse/2008/en.
antaranya kode tidak sesuai dengan diagnosis yang
tertulis yaitu diagnosis Abortus Incompletus dikode b. Membaca diagnosis yang akan dikode pada ko-
O20.0 yang seharusnya dikode O03.4. lom diagnosis utama.

Tujuan penelitian untuk mengetahui keakuratan kode c. Mengetikan lead term pada kolom search. Keti-
diagnosis Abortus Imminens pada dokumen rekam kan lead termabortion, kemudian akan muncul hasil
medis pasien rawat inap di Rumah Sakit Islam Klat- pencarian yang terkait dengan abortion.
en.
d. Memilih istilah tambahan di bawah lead term
METODE PENELITIAN yang ditentukan,sesuai dengan dignosis utama.
Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian
e. Setelah dipilih akan muncul tampilan volume 1 Kode RS : O20.0
ICD – 10 versi 2008 Online, bab XV yang meru- juk Kode ICD : O20.0
pada blok O20 dengan kode O20.0 Threat- ened Keakuratan Kode : Akurat
Abortion.
Gambar 1. Presentase Ketidak Akuratan Kode
f. Menentukan kode. Diagnosis Abortus Imminens

2. Keakuratan kode penyakit pada dokumen


rekam medis pasien rawat inap diagnosis Abor- tus
Imminens.
Kode diagnosis Abortus Imminens diidentifi- kasikan
menjadi kode akurat dan kode yang tidak akurat. Kode
akurat adalah pemberian kode diag- nosis Abortus
Imminens pada RM 1 yang sesuai dengan ketentuan
atau aturan ICD – 10. Sedangkan kode tidak akurat Dari hasil penelitian keakuratan kode diagnosis
adalah pemberian kode diagno- sis Abortus Imminens Abortus Imminens pasien rawat inap berdasarkan ICD
pada RM 1 yang tidak se- suai dengan ketentuan atau – 10 di Rumah Sakit Islam Klaten, terdapat 11 (27%)
aturan ICD – 10, dan berdasarkan 3 Tipe error yakni kode diagnosis yang tidak akurat atau tidak sesuai
tidak dikode, salah blok, dan salah pelaporan. Dari 41 dengan aturan pengodean ICD – 10. Berikut diagram
dokumen rekam medis dengan diagnosis Abortus pie chart yang menunjukan ketidak aku- ratan
Imminens , hasil keakuratanya sebagai berikut : diagnosis utama Abortus Imminens dari 11 dokumen
rekam medis.
Tabel 1. Keakuratan kode diagnosis utama
Abortus Imminens Ketidakakuratan kode diagnosis Abortus Imminens
pada dokumen rekam medis pasien rawat inap di
Rumah Sakit Islam Klaten, dapat dikategorikan da- lam
No Keakuratan Kode Jumlah Presentase 3 Tipe error:
1. Kode Akurat 30 73%
Tidak dikode
2. Kode Tidak Akurat 11 27%
41 100% Terdapat 3 kode diagnosis utama yang tidak akurat
Hasil penelitian menunjukan bahwa kode diagno- sis yang disebabkan karena kesalahan alur dokumen
utama Abortus Imminens di Rumah Sakit Is- lam rekam medis pasien rawat inap, sehingga doku- men
Klaten, dari 41 dokumen rekam medis rawat inap, tidak sampai kepada petugas coder namun langsung ke
akurasinya sebanyak 30 dokumen (73%) kode bagian pelaporan. Berikut contoh data pengodean
diagnosis utama Abortus Imminens dan yang tidak diagnosis utama yang tidak akurat ada- lah sebagai
akurat sebanyak 11 dokumen (27%) kode diagnosis berikut :
utama Abortus Imminens. Semua diko- de dengan
melihat formulir ringkasan masuk dan keluar (RM1), Nomor Rekam Medis :6
Resume medis (RM2), Catatan perkembangan Diagnosis masuk/awal : Abortus Imminens
terintegrasi (RM. 6.2) dan Infor- masi Penunjang pada Diagnosis Utama : Abortus Imminens
formulir hasil pemeriksaan penunjang (RM.17). Kode RS :-
Berikut contoh Pengkodean diagnosis Abortus Kode ICD – 10 : O20.0
Imminens yang akurat di Rumah Sakit Islam Klaten: Keakuratan Kode : Tidak Akurat

No Rekam Medis :8 Kesalahan Blok


Diagnosis masuk/awal : Abortus Imminens
Terdapat 5 kode diagnosis utama yang tidak akurat
Diagnosis Utama : Abortus Imminens
yang disebabkan karena petugas coder melakukan
kesalahan pada pemilihan blok. Berikut contoh
data pengodean diagnosis utama yang tidak akurat c. Membaca dan mempedomani semua catatan
adalah sebagai berikut : di bawahlead termAbortus, dalam halini- catatan
yang tersedia adalah modifier (kata yang akan
Nomor Rekam Medis : 21 mempengaruhi nomor kode) istilah yang lebih
spesifik menunjukkan AbortusIm- minens, sampai
Diagnosis masuk/awal : Abortus Imminens
semua kata di dalam diagnosis telah diperhatikan.
Diagnosis Utama : Abortus Inkompletus
Kode RS : O20.0 d. Rujuk daftar tabulasi (Volume 1) ICD – 10
Kode ICD – 10 : O03.4 kode O20.0, lihat untuk memastikan nomor kode
Keakuratan Kode : Tidak Akurat yang dipilih.

Kesalahan Pelaporan e. Perhatikan Notes, Exclude, dan Include.

Terdapat 3 kode diagnosis yang salah pelaporan, atau f. Pastikan Kode benar – benar tepat, kode untuk
masuk dalam daftar kode penyakit Abortus Imminens Abortus Imminens yaitu O20.0 Threatened-
(O20.0). Selain salah masuk daftar pel- aporan Abortion.
penyakit, kode diagnosis tersebut juga tidak tepat.
Kesalahanpelaporandikarenakanpetugasda- g. Tentukan kodenya yaitu O20.0
lammenginput kodepadakomputertidaksamaden-
gankode yang ditulispadaringkasanmasukkeluar. Adapun tata cara dalam mengkode tindakan medis
Berikut contoh diagnosis yang masuk dalam pel- di Rumah Sakit Islam Klaten, yaitu berdasarkan
aporan kode penyakit Abortus Imminens (O20.0). SPO/No.1/RM/23 tanggal 22 Oktober 2014 ten-
tang Sistem Pengkodean Diagnosis dan Prosedur/
Nomor Rekam Medis : 27 Tindakan yaitu:
Diagnosis masuk/awal : Abortus
Imminens a. Dokter menuliskan diagnosa utama, Diagnosa
Diagnosis Utama : Suspect lain serta Prosedur atau tindakan sesuai hasil
Blighted Ovum pemeriksaan dan tindakan yang telah diberikan
Kode RM 1 : O02.0 pada seorang pasien dalam formulir Rekam Me-
Kode Indeks Penyakit : O20.0 dis Pasien yang telah ditentukan.
Kode seharusnya Indeks Penyakit : O02.0
b. Dokter menuliskan diagnosis dan prosedur atau
Keakuratan Kode : Tidak Akurat
tindakan sesuai bahasa kedokteran dengan tu- lisan
yang jelas dan terbaca.
PEMBAHASAN
c. Dokter menggunakan singkatan diagnosis dan
1. Tata cara pengkodean diagnosis Abortus Immi- Prosedur atau tindakan yang telah dibakukan.
nens
Menurut Sudra (2013) dengan dimodifikasi oleh- d. Pengkodean diagnosa, Prosedur atau tindakan
kasus AbortusImminens,tata cara pengodean diag- pasien Rawat Jalan.
nosis Abortus Imminens yang benar yaitu sebagai
berikut: 1) Petugas rawat jalan menginput diagnosa,
prosedur atau tindakan yang telah ditulis oleh
a. Menentukan jenis pernyataan yaitu Abortus dokter ke dalam komputer.
Imminens, diklasifikasikan pada bab XV ten- tang
Pregnancy, childbirth and the puerperi- um. 2) Petugas rawat jalan menanyakan kepada dok-
ter yang bersangkutan jika ada keragu – raguan atau
b. Menentukan Lead term yaitu Abortion, Lihat ketidak jelasan diagnosis Pasien yang ter- tulis di
pada Volume 3 Alphabetical Index ICD – 10. Rekam Medis Pasien Rawat Jalan.
3) Petugas koding rekam medis melakukan Peng- volume 1 ICD–10. Hal ini menyebabkan tatacara
kodean diagnosis, Prosedur atau tindakan yang di Input tidak sesuai dengan standar pengodean yang ada-
oleh petugas rawat jalan secara Kom- puterisasi pada ICD–10 dalam teori Sudra (2013).
dengan sistem LAN.
2. Keakuratan kode Diagnosis Abortus Imminens
e. Pengkodean penyakit atau diagnosa, Prosedur pasien rawat inap
atau tindakan pasien Rawat Inap. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bah- wa
kode diagnosis Abortus Imminens di Rumah Sakit
1) Petugas koding rekam medis melakukan peng- Islam Klaten, dari 41 dokumen rekam medis rawat
kodean diagnosis, prosedur atau tindakan se- cara inap, akurasinya sebanyak 30 (73%) kode diagnosis
tertulis dalam rekam medis pasien rawat inap dan dan terdapat diagnosis Abortus Immin- ens yang
secara komputerisasi. tidak akurat sebanyak 11 (27%) kode di- agnosis.
Dengan aturan kodefikasi ICD – 10 dan berdasarkan
2) Petugas koding rekam medis menanyakan ke- pada
3 Tipe error yang ditemukan. Semua dikode dengan
dokter yang bersangkutan atau dokter se- profesi yang
melihat formulir ringkasan masuk dan keluar (RM1),
lain jika ada keragu – raguan atau ketidak jelasan
Resume medis (RM2), Catatan perkembangan
diagnosis pasien yang tertulis di rekam medis pasien.
terintegrasi (RM. 6.2) dan Infor- masi Penunjang
f. Pengkodean diagnosis, prosedur atau tindakan pada formulir hasil pemeriksaan penunjang (RM.17).
untuk kepentingan BPJS.
Berikut contoh Pengkodean diagnosis Abortus Im-
1) Petugas Koding BPJS melakukan pengkodean minens yang akurat di Rumah Sakit Islam Klaten :
diagnosis, prosedur atau tindakan secara ter- tulis dan
No Rekam Medis :8
komputerisasi dalam formulir klaim BPJS.
Diagnosis masuk/awal : Abortus Imminens
2) Petugas Koding BPJS menanyakan Kepada Diagnosis Utama : Abortus Imminens
dokter yang bersangkutan atau dokter seprofe- si yang Anamnesis :
lain jika ada keragu – raguan atau keti- dak jelasan atas S : keluar darah dari jalan lahir 1 jam yang lalu.
diagnosis pasien yang tertulis di formulir BPJS atau Merah segar. Mules (+).
dengan melihat diagno- sis pada rekam medis pasien. O : TD: 120/70 mmHg. Nadi : 92 x/menit. Perna-
fasan : 22 x/menit. Suhu : 36,7ºC. KU: Baik, CM.
Tata cara pengodean di RumahSakit Islam Klaten- PPV (+). Mules (+). VT tidak dilakukan.
sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur- A : G2P1A0 hamil 11 minggu dengan Abortus Im-
No.1/RM/23 tanggal 22 Oktober 2014 tentang Sistem minens
Pengkodean Diagnosis dan Prosedur/Tin- dakan, Pemeriksaan Penunjang :
dijelaskan bahwa Petugas koding rekam medis Hasil USG : Tampak gambaran fetus dengan DJJ
melakukan pengkodean diagnosis, prosedur atau (+) serta BPD terukur sekitar 14,5 mml. Placenta
tindakan secara tertulis dalam rekam medis pasien tampak homogen dan berada di postero – superior.
rawat inap dan secara komputerisasi. Hal ini Tak tampak gambaran placenta previa.
mengindikasikan bahwa coder diperkenankan Kesan : janin (+), DJJ (+) tak tampak gam-
menentukan kode diagnosis atau tindakan dengan baran placenta previa.
bantuan komputer/aplikasi ICD–10 elektronik. Akan
Tindakan : Konservatif
tetapi, di dalam SPO tersebut tidak menjelas- kan
Kode RS : O20.0
secara detail bagaimana alur yang sesuai den- gan teori
Kode ICD : O20.0
Sudra (2013) tentang tata cara pengkode- an diagnosis,
Keakuratan : Akurat
sehingga coder tidak melihat secara langsung
Kode
keterangan/notes yang ada pada tabulasi
Ketidak akuratan diagnosis utama Abortus Immin-
ens terbagi menjadi tiga tipe error sebgai berikut: diagnosis utama Abortus imminens yang tidak
akurat dikarenakan kesalahan pemilihan blok.
a. Tidak Dikode Kesalahan pemilihan blok tersebut terjadi karena
Berdasarkan hasil penelitian terdapat 3 kode diagnosis petugas coder tidak teliti dalam menentukan tipe
utama Abortus Imminens yang tidak dikode oleh pernyataan/diagnosis yang akan dikode. Pengo-
petugas coder dikarenakan kes- alahan pada sistem dean morbiditas akan sangat bergantung pada
alur dokumen rekam medis pasien rawat inap. Hal ini diagnosis yang ditetapkan oleh dokter yang mer-
tidak sesuai dengan SPO No.Dok SPO1/RM/20 awat pasien atau yang bertanggung jawab mene-
tanggal 24 Agus- tus 2013 tentang Alur Dokumen tapkan kondisi utama pasien, dalam hal ini yang
Rekam Medis Rawat Inap, dimana dokumen rekam menjadi dasar coder adalah diagnosis utama pa-
medis yang dilakukan kelengkapan oleh dokter atau sien (Abdelhak, 2001). Hal ini sejalan dengan
perawat yang bersangkutan seharusnya kembali lagi Kasim dan Erkadius (2014) dalam menentukan
ke bagian assembling, untuk selanjutnya diserahkan kode diagnosis, coder harus menentukan tipe
bagian koding. Hal ini tidak dilakukan sehing- ga pernyataan yang akan dikode, yakni diagnosis
dokumen kembali lagi pada bagian rekam medis utama pasien. Berikut contoh kesalahan blok
namun langsung kebagian pelaporan, se- hingga pada diagnosis utama Abortus Imminens:
petugas pelaporan terkadang mengkode dengan
mengentry langsung pada Sistem Infor- masi Rumah Nomor Rekam Medis : 21
Sakit, kode diagnosis tidak ditulis ulang pada lembar Diagnosis masuk/awal : Abortus Imminens
Ringkasan Masuk dan Keluar (RM1). Diagnosis Utama : Abortus Inkompletus
Anamnesis :
Berikut contoh kode diagnosis utama Abortus S = Flek – flek sejak hari selasa, mules (-), PPV
Imminens yang tidak dikode: (+) flek coklat.

Nomor Rekam Medis : 6 O = KU: baik, CM. TD: 120/70 mmHg. Suhu:
Diagnosis masuk/awal : Abortus Imminens 36ºC. Nadi: 80 x/menit. Pernafasan: 20 x/menit.
Diagnosis Utama : Abortus Imminens Hb: 11,9. PPV sedikit, coklat, bila BAK keluar
Anamnesis : darah merah setetes. Rencana Curet.
S : Keluar darah, flek-flek dan stolsel 3 hari
yang lalu. HPMT 04 – 11 – 2013. A = G1P0A0 hamil 8 minggu dengan Abortus
O : Hasil USG : tampak GS dengan Ukuran 4 Inkompletus.
minggu. TD: 110/70 mmHg. Nadi: 80 x/ menit. Nafas: Hasil Pemeriksaan Patologi – Anatomi
20 x/menit. Suhu: 36ºC. Pemeriksaan Histologi
A : G1P0A0 Hamil 9 minggu 3 hari dengan Keterangan : Klinik Abortus Inkompletus.
Abortus Imminens. Makroskopis : diterima jaringan pecah belah kira
Pemeriksaan penunjang: – kira 15 cc, kecoklatan, sebagian cetak.
Hasil USG : Tampak VU sedikit terisi, uterus
tampak seperti adanya gambaran GS 10.1 mm, setara Mikroskopis : sediaan menunjukan bekuan da-
dengan ke- hamilan 4 minggu. rah, sedikit endometrium, villichoriales dan ja-
Tindakan : Konservatif ringan desidua. Infiltrat radang kronis merata.
Kode RS :- Tidak ditemukan tanda ganas.
Kode ICD – 10 : O20.0
Kesimpulan: Kerokan : sisa plasenta (menyo-
Keakuratan Kode : Tidak Akurat
kong diagnosis Abortus Inkompletus).
b. Kesalahan Blok Tindakan :-
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 5 kode Kode RS : O20.0
Kode ICD – 10 : O03.4
Keakuratan Kode : Tidak Akurat

Pada kasus ini diagnosis utamanya adalah Abor-

r Rekam Medis, ISSN Volume X No. 2, Oktober 2016 131


131
tus inkompletus dengan kode O20.0 (Threatened Nomor Rekam Medis : 27
Abortion) oleh petugas koding. Seharusnya diko- de Diagnosis masuk/awal : Abortus Immin- ens
O03.4 (Spontaneous Abortion Incomplete, Without Diagnosis Utama : Suspec Blight- ed
Complication). Karena berdasarkan diagnosis utama Ovum
yang tercantum pada lembar resume medis dan Anamnesis:
ringkasan masuk dan keluar menyatakan diagnosis S = Pasien mengatakan keluar darah dari jalan
Abortus Inkompletus. Dan pada informasi penunjang lahir sejak minggu pagi.
juga merujuk kepada diagnosis abortus inkompletus. O = KU:baik. TD: 130/80 mmHg. Nadi: 80 x/ menit.
Hal ini menun- jukan coder dalam menentukan tipe Pernafasan: 16 x/menit. Suhu: 36ºC. PPV (+) flek
pernyataan salah, dan menyebabkan salah pengodean. coklat mules (-).
A = G1P0A0 hamil 9 minggu 6 hari, dengan Sus- pect
c. Salah Pelaporan Blighted Ovum.
Tindakan : Konservatif
Berdasarkan hasil penelitian terdapat 3 kode diagnosis
Kode RM 1 : O02.0
utama yang tidak akurat dikarenakan petugas salah
Kode Indeks Penyakit : O20.0
menginput kode diagnosis uta- ma tersebut dalam
Kode seharusnya Indeks : O02.0
komputer. Kesalahan input laporan dalam indeks
Penyakit
penyakit terjadi karena kurang telitinya petugas,
Keakuratan Kode : Tidak Akurat
sehingga kode yang diinput menjadi salah. Kode pada
formulir ring- kasan masuk dan keluar dokumen rekam Pada kasus tersebut diagnosis utamanya ada- lah
medis tidak sama seperti yang diinput pada komput- suspec blighted Ovum, dengan kode O02.0 (Blighted
er. Menurut Abdelhak (2001) dijelaskan bahwa proses ovum and nonhydatidiform mole) oleh petugas coder.
pengodean rawat inap adalah suatu rang- kaian Kode tersebut sudah sesuai den- gan diagnosis
kegiatan pengidentifikasian diagnosis yang diubah utama, namun ditulis dalam pel- aporan menjadi
menjadi kode yang diakui secara univer- sal. Kegiatan O20.0 atau masuk dalam pelapo- ran Abortus
mengode dimulai dari mereview isi rekam medis, Imminens. Jadi, pada kasus ini kode salah dalam
menetapkan kode dan yang terakh- ir adalah pelaporan indeks penyakit Abortus Imminens Hal ini
memasukkan kode ke dalam database, baik secara disebabkan karena petugas kurang teliti dalam
indeks maupun komputerisasi. Lang- kah ini bisa melakukan pengkodean, dan dalam penginputan kode
disebut abstraksi, dimana informa- si kode diagnosis diagnosis utama pada indeks penyakit.
ini dapat langsung dientry ke dalam komputer. Untuk
beberapa fasilitas kese- hatan, bisa dituliskan di lembar
SIMPULAN
kertas formulir khusus, baru kemudian dikutip kembali
ke kom- puter. Lebih lanjut dikatakan Abdelhak 1. Tata cara pengkodean di Rumah Sakit Islam Klaten
(2001), dengan demikian kode – kode yang dientry sudah sesuai SPO/No.1/RM/23 tanggal 22 Oktober
dapat menjadi pangkalan data pasien, dengan catatan 2014 tentang Sistem Pengkodean Diagnosis dan
bahwa kode yang dientry adalah sama dengan yang Prosedur/Tindakan namun kurang sesuai dengan teori
dituliskan pada rekam medis pasien. Hal ini tidak (Sudra, 2013) karena tidak melihat pada vol- ume 1
sesuai dengan yang ada Rumah Sakit Islam Klaten ICD-10.
bahwa terdapat data yang tidak se- suai antara kode
yang ditulis pada rekam medis dan yang dientry dalam 2. Persentase kode diagnosis utama Abortus Immin-
sistem informasi rumah sakit tersebut. ens yang akurat adalah sebesar 30 (73%), dan kode
diagnosis utama Abortus Imminens yang tidak ak-
Berikut ini merupakan contoh diagnosis utama yang urat sebesar 11 (27%). Ketidakakuratan kode di-
tidak akurat karena salah pelaporan : agnosis utama terbagi menjadi 3 tipe error, paling
banyak disebabkan pada kesalahan petugas coder
dalam pemilihan blok yaitu sebanyak 5 dokumen

r Rekam Medis, ISSN Volume X No. 2, Oktober 2016 132


132
r Rekam Medis, ISSN Volume X No. 2, Oktober 2016 133
133
rekam medis.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,S.2006. Prosedur Penelitian Suatu Praktik.


Cetakan ke xii. Jakarta: Rineka Cipta

Bowman D. Elizabeth. 2001. Coding, Classification, and Reimbursement Systems. 2nd Ed. Ab- delhak Mervat
(Ed.). Health Information Management of a Strategic Resource. W.B. Saunders Company. Philadelphia.

Depratemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006.


Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis. Revisi Kedua. Jakarta : De- pkes RI.

Febi Dyah, AS. 2015. Keakuratan Kode Diagno- sis Kasus Obstetri pada Lembar Masuk dan Keluar (RM
1a) Pasien Rawat Inap dengan Problem Sloving Cycle SWOT di RSUD dr. Sayidiman Magetan.[Karya Tu- lis
Ilmiah]. Surakarta : STIKes Mitra Hu- sada Karanganyar.

Hatta, Gemala R (ed.). 2014. Pedoman Manajeme In- formasi Kesehatan Di sarana Pelayanan Kesehatan.
Revisi Ketiga. Jakarta : Uni- versitas Indonesia.

Kasim dan Erkadius. 2014. Sistem Klasifikasi Utama Morbiditas dan Mortalitas yang Digunakan di Indonesia.
Dalam Gemala R Hatta (ed.). Pedoman Manajeme Informasi Kesehatan Di sarana Pelayanan Kesehatan.
Jakarta : Universitas Indonesia.

Mansjoer A dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran klinik : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Peraturan Mentri Kesehatan. 2008. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia nomor 269/
MENKES/PER/III/2008. Jakarta : Depar- temen Kesehatan.

Purningsih. 2015. Tinjauan Keakuratan Kode Diag- nosis Commotio cerebri pada Dokumen Rekam Medis
Pasien Rawat Inap Ber-

r Rekam Medis, ISSN Volume X No. 2, Oktober 2016 134


134
dasarkan ICD – 10 di Rumah Sakit Islam Klaten. [Karya Tulis Ilmiah]. Surakarta:S- TIKes Mitra Husada
Karanganyar.

Sudra, RI. 2013. Rekam Medis. Jakrta : Universitas


Terbuka.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kual- itatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

World Health Organization. 2010. International Sta- tistical classification of disease and related health problem
tenth revision. Vol.1,2,3. Geneva

r Rekam Medis, ISSN Volume X No. 2, Oktober 2016 135


135
Analisis Ketepatan Kode Diagnosis Penyakit Gastroenteritis Acute Berdasarkan Dokumen
Rekam Medis di Rumah Sakit Balung Jember

Diagnosis Code Accuracy Analysis Of Acute Gastroenteritis Disease Based on Medical Record
Document in Balung Hospital Jember

Rinda Nurul Karimah, Dony Setiawan, Puput Septining Nurmalia


Program Studi Rekam Medis Jurusan Kesehatan Politeknik Negeri Jember
Jl. Mastrip Timur Po Box 164 Jember, Indonesia, Tlp/Fax +62 331 333532
e-mail korespondensi: rinda_md@yahoo.com

Abstrak

Analisis ketepatan pengisian kode diagnosis pada dokumen rekam medis sangat penting karena apabila kode
diagnosis tidak tepat / tidak sesuai dengan ICD-10 maka dapat menyebabkan turunnya mutu pelayanan di rumah
sakit serta mempengaruhi data, informasi laporan, dan ketepatan tarif INA-CBG’s yang pada saat ini digunakan
sebagai metode pembayaran untuk pelayanan pasien. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis ketepatan kode
diagnosis penyakit gastroenteritis acute pada pasien rawat inap berdasarkan dokumen rekam medis triwulan I
tahun 2015 di Rumah Sakit Daerah Balung Jember. Jenis penelitian ini menggunakan kualitatif. Perolehan data dari
penelitian ini melalui wawancara dan observasi. Hasil yang didapatkan dari observasi dokumen rekam medis di
bagian unit rawat inap pada triwulan I tahun 2015 di RSD. Balung Jember, terdapat angka ketepatan penentuan
kode diagnosis penyakit yaitu sebanyak 17 dokumen rekam medis dengan penyakit gastroenteritis acute dan
penentuan kode diagnosis tidak tepat sebanyak 63 dokumen rekam medis penyakit gastroenteritis acute. Dari hasil
analisis yang menjadi penyebab masalah adalah ketepatan penulisan diagnosis yang mempengaruhi ketepatan
kode, selain itu tidak pernahnya dilakukan sosialisasi kepada dokter dan petugas rekam medis terkait pengelolaan
rekam medis. Oleh sebab itu, perlu dilaksanakan kegiatan yang dapat meningkatkan ketepatan kode diagnosis
penyakit dan kualitas sumberdaya manusia yang diantaranya mengikutsertakan dokter dan petugas rekam medis
dalam pelatihan dan sosialisasi terkait pengelolaan rekam medis.

Kata kunci : Kode diagnosis, rekam medis, gastroenteritis acute

Abstract

Accuracy analysis of replenishment diagnosis codes on the document medical records is very important because if
the diagnosis code is not right or not in accordance with the ICD-10, it can cause a decline in the quality of care in
hospitals as well as the influence of data, information reporting, and accuracy rates of INA-CBG's that are currently
used as a method of payment for patient care. The purpose of this study was to analyze the accuracy of diagnosis
codes acute gastroenteritis disease in hospitalized patients by medical record documents in the first quarter of 2015
in the Balung Hospital Jember. This research used qualitative data. Acquisition of data from this study through
interviews and observations. Results obtained from the observation of medical record documents at the inpatient
unit in the first quarter 2015 in Balung Hospital Jember, there are some numbers determining the accuracy of
disease diagnosis codes as many as 17 medical record documents with acute gastroenteritis illness and the
determination of improper diagnosis codes as many as 63 medical records document acute gastroenteritis illness.
After analyzing, the cause of the problem is the accuracy of the diagnosis that affects the accuracy of writing code,
beside it has never been disseminated to physicians and medical records personnel related to the management of
medical records. Therefore, it is necessary to carry out activities that can improve the accuracy of disease diagnosis
code and quality of human resources, among others, include doctors and medical records personnel in training and
socialization related to the management of medical records.

Key Words : Diagnosis codes , medical record, acute gastroenteritis

Vol. 2 No. 2 (2016) Journal of Agromedicine and Medical Sciences 12


PENDAHULUAN wilayah Balung, dimana daerah tersebut merupakan
kasus kejadian tertinggi.
Menurut kutipan Budi, 2011 rekam medis adalah
rekaman atau catatan mengenai siapa, apa, Berdasarkan studi pendahuluan di Rumah Sakit
mengapa, bilamana, dan bagaimana pelayanan yang Daerah Balung Jember dilaporkan selama bulan
diberikan kepada pasien selama masa perawatan, Januari sampai Maret 2015 tercatat jumlah penderita
yang memuat pengetahuan mengenai pasien dan yang dirawat dengan diagnosis gastroenteritis
pelayanan yang diperoleh serta memuat informasi berjumlah 80 dokumen rekam medis. Peneliti
yang cukup untuk mengidentifikasi pasien, mengambil 10 dokumen rekam medis yang diambil
membenarkan diagnosis dan pengobatan serta secara random, dari 10 dokumen rekam medis
merekam hasilnya. terdapat 6 dokumen rekam medis yang
menunjukkan ketidaktepatan kode diagnosis
Hal penting yang harus diperhatikan oleh tenaga
penyakit gastroenteritis acute dengan kode ICD – X
rekam medis adalah ketepatan dalam pemberian
(A09).
kode diagnosis. Pengkodean yang tepat dan akurat
diperlukan rekam medis yang lengkap. Rekam medis Pentingnya dilakukan analisis ketepatan pengisian
harus memuat dokumen yang akan dikode seperti kode diagnosis pada dokumen rekam medis karena
pada lembar depan seperti; ringkasan masuk keluar, apabila kode diagnosis tidak tepat/ tidak sesuai
lembaran operasi dan laporan tindakan, laporan dengan ICD-10 maka dapat menyebabkan turunnya
patologi dan resume pasien keluar. Salah satu faktor mutu pelayanan di rumah sakit serta mempengaruhi
penyebab ketidaktepatan penulisan kode diagnosis data, informasi laporan, dan ketepatan tarif INA-
adalah karena dokter tidak menuliskan diagnosis CBG’s yang pada saat ini digunakan sebagai metode
dengan lengkap sehingga terjadi kesalahan petugas pembayaran untuk pelayanan pasien. Tarif
rekam medis dalam melakukan kode diagnosis. pelayanan kesehatan yang rendah tentunya akan
Dampak yang terjadi bila penulisan kode diagnosis merugikan pihak rumah sakit, sebaliknya tarif
tidak tepat adalah pasien mengorbankan biaya yang pelayanan kesehatan yang tinggi terkesan rumah
sangat besar, pasien yang seharusnya tidak minum sakit diuntungkan dari perbedaan tarif tersebut
obat antibiotika tetapi harus diberi antibiotika dan sehingga merugikan pihak penyelenggara jaminan
dampak yang lebih fatal berisiko mengancam jiwa kesehatan maupun pasien. Dampak bagi rumah sakit
pasien (Hatta, 2012). apabila kode diagnosis penyakit gastroenteritis acute
tidak tepat maka akan berpengaruh pada klaim
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 4
pembiayaan jaminan kesehatan serta pemberian
milyar kasus terjadi di dunia dan 2,2 juta diantaranya
obat yang tidak sesuai. Sedangkan dampak bagi
meninggal, dan sebagian besar anak-anak di bawah
pasien gastroenteritis acute adalah mendapat
umur 5 tahun. Di Amerika, setiap anak mengalami 7-
tindakan medis yang tidak sesuai dan akibatnya akan
15 gastroenteritis dengan rata-rata usia 5 tahun. Di
menyebabkan kondisi pasien semakin buruk
Negara berkembang rata-rata tiap anak di bawah
(Mukhtadi, 2013).
usia 5 tahun mengalami gastroenteritis 3 sampai 4
kali pertahun (WHO, 2009). Saat ini kasus
gastroenteritis masih menjadi masalah kesehatan
BAHAN DAN METODE
masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia
karena memiliki insidensi dan mortalitas yang tinggi. Lokasi dan Rancangan Penelitian
Kematian terutama disebabkan karena penderita
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Daerah
mengalami dehidrasi berat (Kemenkes, 2013).
Balung khususnya pada unit rekam medis pasien
Di Jawa Timur, berdasarkan diagnosis / gejala, rawat inap. Jenis penelitian yang digunakan dalam
estimasi jumlah penderita penyakit gastroenteritis penelitian ini adalah kualitatif
akut pada tahun 2013 sebanyak 375.127 orang
(1,3%) (Kementerian, 2013). Berdasarkan data dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember dari bulan Subyek Penelitian
Januari sampai Oktober 2014 diketahui bahwa
Pada penelitian ini subyek penelitian ditentukan
terdapat 1146 kasus gastroenteritis pada balita di
menggunakan teknik purposive sampling.
Sebagaimana perekam medis dipilih dari

Vol. 2 No. 2 (2016) Journal of Agromedicine and Medical Sciences 13


pertimbangan lama kerja dan sebagai coder pasien untuk menemukan kekurangan, kekeliruan
sedangkan dokter dipilih karena mempunyai atau terjadinya kesalahan. Oleh karena itu,
informasi mengenai data yang dibutuhkan dalam ketepatan isi rekam medis merupakan persyaratan
penelitian ini yaitu sebagai penegak diagnosis untuk menentukan diagnosis. Sehingga kerjasama
penyakit khususnya gastroenteritis acute. antara dokter dan coder sangat berperan dalam
ketepatan diagnosis penyakit (Hamid, 2013).
Kriteria ketepatan kode diagnosis dapat dilihat dari
Teknik Pengumpulan Data
perjalanan penyakit, anamnesis dan pemeriksaan
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam fisik yang telah dilakukan oleh dokter, dengan
penelitian ini yaitu, meliputi wawancara mendalam mematuhi ketentuan pengkodean diagnosis
terhadap petugas rekam medis, dokter dan penyakit yang berada didalam SOP pengkodean
verifikator. Disamping wawancara, penelitian ini juga diagnosis penyakit dan kematian yang telah
melakukan observasi. Observasi yang dilakukan saat ditetapkan di Rumah Sakit Daerah Balung.
penelitian yaitu ketepatan kode diagnosis penyakit
Pada proses coding ada beberapa kemungkinan yang
gastroenteritis acute pada dokumen rekam medis
dapat mempengaruhi hasil pengkodean dari coder
pasien rawat inap triwulan I tahun 2015.
yaitu bahwa penetapan diagnosis pasien merupakan
hak, kewajiban, dan tanggung jawab dokter yang
memberikan perawatan pada pasien, dan coder di
Analisis Data
bagian unit rekam medis tidak boleh mengubah
Proses analisis data dimulai dari seluruh data yang (menambah atau mengurangi) diagnosis yang ada.
ada dan berbagai sumber yakni melalui observasi Perekam medis bertanggung jawab atas ketepatan
dan wawancara, maka analisis data yang digunakan kode dari suatu diagnosis yang sudah ditetapkan
peneliti adalah analisis isi (content analysis). oleh dokter. Apabila ada hal yang kurang jelas,
Pelaksanaan analisis isi dalam penelitian ini yaitu perekam medis mempunyai hak dan kewajiban
dengan pembahasan mendalam terhadap isi suatu menanyakan atau berkomunikasi dengan dokter
informasi dari hasil wawancara dengan perekam yang bersangkutan.
medis dan dokter terkait dengan ketepatan kode
Apabila dokter tidak menuliskan diagnosis pada
diagnosis penyakit gastroenteritis acute.
formulir rekam medis maka petugas rekam medis
mengembalikan dokumen rekam medis tersebut
kepada dokter untuk dilengkapi dan apabila terdapat
HASIL DAN PEMBAHASAN
penulisan diagnosis yang kurang jelas maka petugas
Ketepatan Penentuan Kode Diagnosis Penyakit rekam medis menanyakan kembali kepada dokter.
Gastroenteritis Acute Pada Dokumen Rekam Medis
Menurut Kepmenkes RI Nomor
di Rumah Sakit Daerah Balung Jember
377/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi
Hasil observasi dokumen rekam medis di bagian unit Perekam Medis dan Informasi Kesehatan, seorang
rawat inap pada triwulan I tahun 2015 terdapat perekam medis harus mampu menetapkan kode
penyakit Gastroenteritis Acute sebanyak 80 dokumen penyakit dan tindakan dengan tepat sesuai klasifikasi
rekam medis di Rumah Sakit Daerah Balung Jember. yang diberlakukan di Indonesia (ICD-10) tentang
Dari 80 dokumen rekam medis tersebut terdapat penyakit dan tindakan medis dalam pelayanan dan
angka ketepatan penentuan kode diagnosis penyakit manajemen kesehatan. Penerapan pengkodean
Gastroenteritis Acute yaitu sebanyak 19 dokumen digunakan untuk mengindeks pencatatan penyakit,
rekam medis dan penentuan kode diagnosis tidak masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis,
tepat sebanyak 61 dokumen rekam medis. Proses memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan
pengkodean yang dtetapkan oleh coder yaitu data terkait diagnosis karakteristik pasien dan
menggunakan ICD-10 versi 2005 dan ICD – 10 penyedia layanan, bahan dasar dalam
elektronik dengan melihat pada volume 3 dan pengelompokan DRG’s (diagnostic related groups)
melakukan cross check pada volume 1. untuk sistem penagihan pembayaran biaya
pelayanan, pelaporan nasional dan internasional
Sebelum pengkodean diagnosis penyakit, petugas
morbiditas dan mortalitas, tabulasi data pelayanan
rekam medis diharuskan mengkaji data rekam medis

Vol. 2 No. 2 (2016) Journal of Agromedicine and Medical Sciences 14


kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan karena itu petugas rekam medis tidak hanya sekedar
pelayanan medis, menentukan bentuk pelayanan mengkode diagnosis penyakit melainkan juga
yang harus direncanakan dan dikembangkan sesuai mengkomunikasikan sebagai bentuk klarifikasi
kebutuhan zaman, analisis pembiayaan pelayanan kepada dokter dan meningkatkan kemampuan
kesehatan, serta untuk penelitian epidemiologi dan dalam bidang pengkodean guna mencegah
klinis (Kepmenkes, 2007). terjadinya ketidaktepatan kode diagnosis penyakit.
Berdasarkan fakta dan teori di atas maka penentuan 2. Ketepatan Penulisan Diagnosis
ketepatan kode diagnosis dilakukan dengan
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan,
mencocokkan hasil pengkodean dengan aturan
ketepatan penulisan diagnosis penyakit yang
sesuai dengan prosedur WHO yang ada pada ICD-10.
ditentukan oleh tenaga medis harus tepat dan
Ketidaktepatan kode diagnosis tersebut
lengkap beserta tanda tangan dokter penanggung
menghambat pembayaran asuransi karena diagnosis
jawab pasien. Ketepatan diagnosis sangat ditentukan
dan gejala pasien tidak runtut dan lengkap sehingga
oleh tenaga medis, dalam hal ini sangat bergantung
perlu dilakukan perbaikan. Waktu yang dibutuhkan
pada dokter sebagai penentu diagnosis karena hanya
dalam melakukan perbaikan cukup lama sehingga
profesi dokter yang mempunyai hak dan tanggung
proses klaim asuransi pada pasien terhambat. Hal
jawab untuk menentukan diagnosis pasien. Dokter
tersebut akan berpengaruh terhadap pengelolaan
yang merawat juga bertanggung jawab atas
dokumen rekam medis selanjutnya.
pengobatan pasien, serta harus memilih kondisi
Berdasarkan hasil observasi pada dokumen rekam utama dan kondisi lain yang sesuai dalam periode
medis, pernyataan dari informan dan teori tentang perawatan. Coder sebagai pemberi kode
ketepatan kode diagnosis penyakit gastroenteritis bertanggung jawab atas ketepatan kode diagnosis
acute, banyaknya ketidaktepatan kode diagnosis yang sudah ditetapkan oleh petugas medis. Oleh
disebabkan oleh proses pengkodean oleh coder yang karena itu, untuk hal yang kurang jelas atau tidak
hanya melihat diagnosis utama, tanpa melihat tepat dan tidak lengkap sebelum menetapkan kode
anamnesis, pemeriksaan penunjang pasien, dan diagnosis, dikomunikasikan terlebih dahulu kepada
diagnosis yang ditulis dokter kemudian menentukan dokter yang membuat diagnosis tersebut untuk lebih
kode diagnosis penyakit pada ICD-10. Ketidaktepatan meningkatkan informasi dalam rekam medis,
kode diagnosis akan menghambat proses klaim petugas coding harus membuat kode sesuai dengan
asuransi dan pelaporan, sehingga coder harus aturan yang ada pada ICD-10 (Hamid, 2013).
menerapkan teknik pengkodean yang benar.
Berdasarkan fakta dan teori di atas maka peneliti
dapat menyimpulkan bahwa, coder harus
mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang
Analisis Ketepatan Penentuan Kode Diagnosis
baik tentang cara mengkoding diagnosis penyakit
Pasien Rawat Inap Penyakit Gastroenteritis Acute
sesuai dengan aturan morbiditas yang telah
Pada Dokumen Rekam Medis
ditentukan.
1. Sumber Daya Manusia
3. Pelatihan Kode Diagnosis Penyakit
Dari wawancara dengan beberapa informan
Berdasarkan hasil wawancara dengan dokter dan
mengenai penentuan kode diagnosis dengan melihat
petugas rekam medis di Rumah Sakit Daerah Balung
riwayat penyakit pasien dan pemeriksaan
Jember, dokter dan salah satu petugas rekam medis
penunjang, petugas rekam medis Rumah Sakit
belum pernah mengikuti pelatihan yang
Daerah Balung melakukan evaluasi terhadap
berhubungan dengan rekam medis, sedangkan
kelengkapan dokumen rekam medis, namun untuk
menurut Kepmenkes Nomor 377 Tahun 2007, salah
ketepatan kode diagnosis hanya dilakukan saat
satu kompetensi pendukung yang dimiliki perekam
pembuatan laporan. Berdasarkan temuan tersebut
medis adalah menerapkan latihan bagi staf yang
dan teori di atas, untuk dapat meningkatkan
berkaitan dengan sistem data pelayanan kesehatan.
ketepatan kode diagnosis penyakit di Rumah Sakit
Menurut petugas rekam medis yang belum
Daerah Balung jember setiap 3 bulan sekali
mengikuti pelatihan tentang mengkode diagnosis
dilakukan evaluasi sebagai bentuk upaya
dan dokter yang belum pernah mengikuti sosialisasi
mengurangi ketidaktepatan kode diagnosis. Oleh
mengenai rekam medis, berharap dengan adanya

Vol. 2 No. 2 (2016) Journal of Agromedicine and Medical Sciences 15


pelatihan dan sosialisasi dapat menjalin komunikasi Daerah Balung Jember dinyatakan tepat sejumlah 19
dan kerjasama yang baik antara dokter dan petugas dokumen rekam medis dan sejumlah 61 kode
rekam medis serta memudahkan dan meringankan diagnosis penyakit Gastroenteritis Acute tidak tepat
beban kerja mereka jika sama – sama menemui berdasarkan ICD – 10. Penyebab ketidaktepatan
kesulitan dalam menangani hal – hal yang berkaitan kode diagnosis penyakit gastroenteritis acute antara
dengan rekam medis, selain itu juga dapat lain dokter yang tidak mengisi diagnosis, beban kerja
meningkatkan keterampilan yang akan memberikan petugas rekam medis, sarana seperti buku ICD – 10,
dampak positif bagi rumah sakit dalam memberikan kamus Dorland, buku terminologi medis dan
pelayanan yang prima dan melaksanakan pekerjaan kurangnya pelatihan mengenai pengkodean
menjadi lebih efektif, efisien dan tepat waktu. diagnosis penyakit khususnya gastroenteritis acute.
Seluruh petugas rekam medis perlu mengikuti
4. Sarana
pelatihan terkait pengkodean diagnosis dan
Sarana pendukung kerja untuk meningkatkan pengelolaan rekam medis. Oleh karena itu
produtifitas coding yaitu ICD-10 (International penetapkan kode diagnosis Gastroenteritis Acute
Classification of Desease and Reatd Health Problems harus menerapkan teknik pengkodean yang benar.
Revision) dan kamus kedokteran. Selain sarana Dokter dan perawat perlu saling bekerja sama dan
pendukung kerja, sarana komunikasi di tempat kerja saling mengoreksi dalam pengisian dokumen rekam
juga perlu dipertimbangkan, seperti telepon agar medis. Dokter juga wajib mengikuti sosialisasi terkait
petugas coding mudah berkonsultasi dengan dokter pengkodean diagnosis dan pengelolaan rekam medis
penulis diagnosis (Ayu, 2012). Berdasarkan fakta dan serta perlu adanya peningkatan dalam ketepatan
teori di atas maka peneliti dapat menyimpulkan kode diagnosis penyakit sesuai dengan prosedur
bahwa sarana pendukung dalam proses pengkodean yang telah ditetapkan.
yang digunakan adalah ICD-10 untuk mengkode
diagnosis penyakit dan ICD 9-CM untuk mengkode
tindakan medis, serta telepon untuk berkomunikasi Daftar Pustaka
dengan dokter mengenai diagnosis pada dokumen
Anggraeni, T. 2014. Diagnosa Keperawatan.
rekam medis.
http://titikanggraeni.file.wordpress.com (28
5. Beban Kerja mei 2015).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketepatan Arofani, R. 2010. Analisis peran perekam medis.
kode diagnosis penyakit gastroenteritis acute pada Skripsi. Program Sarjana Fakultas
pasien rawat inap berdasarkan dokumen rekam Kesehatan Masyarakat, Universitas
medis triwulan I tahun 2015 di Rumah Sakit Daerah Indonesia. http://lib.ui.ac.id (29 mei 2015).
Balung Jember disebabkan oleh kesibukan dokter
Ayu, R. 2012. Tinjauan Penulisan Diagnosis Utama
yang tidak sempat menuliskan diagnosis pada
Dan Ketepatan Kode Icd-10 Pada Pasien
formulir ringkasan masuk keluar, yang di dalamnya
Umum Di Rsud Kota Semarang Triwulan I
terdapat kolom kode diagnosis yang harus terisi
Tahun 2012. Skripsi. Program Sarjana
secara lengkap. Kesibukan dokter disebabkan oleh
Fakultas Kesehatan UDINUS.
beberapa hal diantaranya menangani pasien yang
http://eprint.dinus.ac.id (17 Mei 2015).
dirawat secara lengkap. Kesibukan dokter
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya Budi, S.C. 2011. Manajemen Unit Kerja Rekam Medis.
menangani pasien di ruang rawat inap juga di poli Yogyakarta: Quantum Sinergis Media.
dan setiap hari dokter masih membuka praktik di
Fitasari, D. N. 2011. Hubungan Kesesuaian Penulisan
klinik pribadi dan ditambah lagi pengisian dokumen
Diagnosis Dengan Keakuratan Kode
rekam medis yang harus diisi terlalu banyak.
Penyakit Pasien Jamkesmas Di Balai
Pengobatan Penyakit Paru Yogyakarta.
Skripsi. Program Sarjana Fakultas Ilmu
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Ketepatan kode diagnosis penyakit Gastroenteritis Surakarta. http://etd.eprints.ums.ac.id (29
Acute pada pasien rawat inap berdasarkan dokumen Agustus 2015).
rekam medis triwulan I Tahun 2015 di Rumah Sakit

Vol. 2 No. 2 (2016) Journal of Agromedicine and Medical Sciences 16


Hamid. 2013. Hubungan Ketepatan Penulisan Purnamasari, E. 2014. Faktor Penyebab
Diagnosi Dengan Keakuratan Kode Ketidaklengkapan Pengisian Autentifikasi
Diagnosis Kasus Obstetri Gynecology Pasien Catatan Medis Rawat Inap. Skripsi. Rekam
Rawat Inap Di Rsud. Dr. Saiful Anwar Medik. Politeknik Negeri Jember.
Malang. Skripsi. Program Studi Kesehatan
Putra, R. 2012. Metode Observasi Psikologis:
Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan
Checklist. Surabaya: Universitas
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Muhamadiyah Surabaya.
http://eprint.ums.ac.id (25 Mei 2015).
Undang – undang R.I. Nomor 44 Tahun 2009 .
Hatta, G. 2012. Pedoman Manajemen Informasi
Tentang Rumah Sakit.
Kesehatan Disarana Pelayanan Kesehatan.
Edisi Revisi 2. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor
377/Menkes/SK/III/2007. Tentang Standar
Profesi Perekam Medis Dan Informasi
Kesehatan.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Manual Rekam
Medis.
Mawarni, D. 2013. Identifikasi Ketidaklengkapan
Rekam Medis Pasien Rawat Inap Rumah
Sakit Muhammadiyah Lamongan. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga Surabaya. http://media.unair.ac.id
(25 Mei 2015).
Mukhtadi, K.I. 2013. Diagnosis Medis dan Ekspektasi
Pasien. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.
Mulyana, A. 2013. Konsep Pendidikan Indonesia.
Universitas Pendidikan Indonesia.
http://perpustakaan.upi.edu (29
September 2015).
Notoatmodjo, S. 1998. Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Nuryati, M.P.H. 2011. Terminologi Medis Pengenalan
Istilah Medis. Cet-1. Bantul: Quantum
Sinergis Media.
Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor
129/Menkes/PER/III/2008. Tentang Standar
Pelayanan Minimal.
Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor
269/Menkes/PER/III/2008. Tentang Rekam
Medis

Vol. 2 No. 2 (2016) Journal of Agromedicine and Medical Sciences 17


AKURASI KODE DIAGNOSIS CHRONIC KIDNEY DISEASE BERDASARKAN ICD-10
PASIEN RAWAT INAP DI RSUD dr. SAYIDIMAN MAGETAN

Dwi Utari1, Astri Sri Wariyanti2


STIKes Mitra Husada Karanganyar utaridw23@gmail.com1,
astri_new89@yahoo.com2

ABSTRACT

Accuracy is the establishment of appropriate disease code, complete and in accordance with ICD-10. Based on the
preliminary survey that researchers do, there are 6 document accurate patient medical records or 40% and 9 inaccurate
documents or records as much as 60% of the 15 documents. This is due to an error coding combination with hyperten-
sion diagnosis and coding of previous disease history. The purpose of this study to determine the accuracy of diagnosis
codes Chronic Kidney Disease patients hospitalized in dr. Sayidiman Magetan. This type of research is descriptive and
retrospective approach. The population in this study is a document medical records of hospitalized patients of Chronic
Kidney Disease number 154 2015. The sampling technique systematic sampling, with a sample of 51 documents. The re-
search instrument used observation and interview guides. Collecting data through observation and interviews. Data pro-
cessing techniques, namely the collection, editing, classification, tabulation, narrative. Data analysis using descriptive.
The results showed that the document is accurate as many as 21 documents (41,18%) and is not accurate as many as 30
documents (58,82%). Inaccuracies due to coding errors combined with a diagnosis of Hypertension, regular HD post
code, using memory and sometimes open the ICD-10 volume 3. Conclusions from this research is the use of memory en-
coding/rote, sometimes opening the ICD-10 volumes 3 and did not open the ICD-10 volumes of research 1. Suggestions
are preferably reform Procedure and officers must consider the supporting information.

Keywords : Accuracy, Chronic Kidney Disease


Bibliography : 15 (2001-2014)

ABSTRAK

Akurasi adalah penetapan kode penyakit yang tepat, lengkap dan sesuai dengan ICD-10. Berdasarkan survey pendahu-
luan yang peneliti lakukan terdapat 6 dokumen rekam medis pasien yang akurat atau 40% dan tidak akurat 9 dokumen
rekam medis atau sebanyak 60% dari 15 dokumen. Hal ini disebabkan adanya kesalahan pengodean kombinasi dengan
diagnosis Hypertensi dan pengodean dari riwayat penyakit terdahulu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui akurasi
kode diagnosis Chronic Kidney Disease pasien rawat inap di RSUD dr. Sayidiman Magetan.Jenis penelitian ini adalah
deskriptif dengan pendekatan retrospektif. Populasi dalam penelitian ini adalah dokumen rekam medis pasien rawat inap
Chronic Kidney Disease sejumlah 154 tahun 2015. Teknik pengambilan sampel sampling sistematis, dengan sampel 51
dokumen. Instrumen penelitian menggunakan pedoman observasi dan pedoman wawancara. Cara pengumpulan data
menggunakan observasi dan wawancara. Teknik pengolahan data yaitu pengumpulan, edit, klasifikasi, tabulasi, narasi.
Analisis data menggunakan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dokumen akurat sebanyak 21 dokumen
(41,18 %) dan tidak akurat sebanyak 30 dokumen (58,82 %). Ketidakakuratan disebabkan karena kesalahan pengo- dean
kombinasi dengan diagnosis Hypertensi, kode post HD rutin, menggunakan ingatan dan terkadang membuka ICD-
10 volume 3. Simpulan dari penelitian ini adalah pengodean menggunakan ingatan/hafalan, terkadang membuka

Akurasi Kode Diagnosis Chronic Kidney Disease Berdasarkan 23


ICD-10 volume 3 dan tidak membuka ICD-10 volume 1. Saran penelitian ini adalah sebaiknya melakukan pembaharuan
Prosedur Tetap dan petugas harus memperhatikan informasi penunjang.

Kata Kunci : Akurasi, Chronic Kidney Disease


Kepustakaan : 15 (2001-2014)

PENDAHULUAN Utama Chronic Renal FailurePasien Rawat Inap di


Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran Mangun
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 269/Menkes/ Soemarso Wonogiri Tahun 2013 bahwa keakuratan
Per/III/2008 tentang rekam medis pasal 5 ayat 1 pada dokumen lengkap sebanyak 5 dan ketidakakuratan
menyebutkan dokter, dokter gigi dalam menjalankan praktik sebanyak 10. Keakuratan pada dokumen tidak lengkap
kedokteran wajib membuat rekam medis. Salah satu isi sebanyak 40 dan ketidakakuratan sebanyak 22. Dapat
rekam medis yaitu diagnosis sebagai dasar pengodean oleh disimpulkan bahwa ketidaklengkapan dokumen rekam
perekam medis. Perekam medis sesuai kompetensinya medis dapat mempengaruhi keakuratan kode diagnosis.
dalam Permenkes RI Nomor 55 tahun
2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis, Berdasarkan survey pendahuluan yang peneliti lakukan
akan menentukan kode diagnosis pasien secara akurat. terdapat 6 dokumen rekam medis pasien yang akurat
atau 40% dan tidak akurat 9 dokumen rekam medis atau
Proses pengodean diagnosis pasien rawat inap harus selalu sebanyak 60% dari 15 dokumen. Hal ini disebabkan
dimulai dari pengkajian (review) teliti rekam medis pasien adanya kesalahan pengodean kombinasi dengan
sehingga memperoleh gambaran yang jelas secara diagnosis Hypertensi dan pengodean dari riwayat
menyeluruh dari dokumentasi rekam medis tentang penyakit terdahulu. Dari latar belakang tersebut, maka
masalah dan asuhan yang diterima pasien. Pengode peneliti merasa tertarik membahas tentang “Akurasi
menyeleksi kondisi dan prosedur yang harus dikode dari Kode Diagnosis Chronic Kidney Disease Berdasarkan
rekam medis yang tersedia. Setelah diagnosis dan prosedur ICD-10 Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Sayidiman
ditentukan baru dipilihkan kode International Statistical Magetan”.
Classification of Diseases, and Related Health Problem
Tenth Revision (ICD-10) (Kasim, 2014).

METODE
Chronic Kidney Disease adalah kerusakan ginjal progesif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif
dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta
yaitu menggambarkan dan memaparkan akurasi kode
if.komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
diagnosisChronic Kidney Disease pada dokumen
transplantasi ginjal). Gangguan gagal ginjal terjadi akibat
rekam medis pasien rawat inap. Rancangan penelitian
penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi sebagai
yang digunakan dengan pendekatan retrospektif yaitu
penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan
menggunakan data Chronic Kidney Disease pada
memeriksa clearance kreatinin urine. Cairan dan natrium
dokumen rekam medis pasien rawat inap periode
dapat meningkatkan Edema, CHF, dan Hypertensi (Salam,
tahun 2015. Populasi pada penelitian ini adalah 154
2006).
dokumen rekam medis pasien rawat inap, dengan besar
sampel 51 dokumen. Teknik pengambilan sampel
Hasil penelitian Maya (2014) tentang Kelengkapan
yaitu sistematis sampling. Instrumen penelitian yaitu
Informasi Penunjang Dalam Keakuratan Kode Diagnosis
pedoman observassi dan pedoman wawancara dengan
cara pengumpulan data yaitu observasi dan wawancara.
Teknik pengolahan data yaitu pengumpulan (collecting),

Akurasi Kode Diagnosis Chronic Kidney Disease Berdasarkan 24


edit (editting), klasifikasi (classification), tabulasi 2. Akurasi Kode Diagnosis Chronic Kidney Disease
(tabulating), dan memaparkan (narasi). Analisis data Berdasarkan ICD-10 Pasien Rawat Inap di RSUD
menggunakan analisis deskriptif. dr. Sayidiman Magetan

Dari hasil observasi terhadap 51 dokumen rekam medis


pasien rawat diperoleh akurasi kode diagnosis Chronic
HASIL
Kidney Disease atau ketepatan pemilihan dan
pemberian kode berdasarkan ICD-10 adalah sebagai
1. Tata Cara Pengodean Diagnosis Chronic
berikut :
Kidney Disease Pasien Rawat Inap di RSUD dr.
Sayidiman Magetan

Tata cara pengodean/kodefikasi suatu penyakit


tergantung pada diagnosis yang ditulis oleh dokter
penanggungjawab pasien. Keseragaman penggunaan dan
pemahaman terhadap terminologi medis dalam penulisan
diagnosis pada dokumen rekam medis dapat
mempengaruhi akurasi kode yang dihasilkan. Istilah
Chronic Kidney Disease, Chronic Renal Failure, maupun
Gambar 4.1
End-stage Renal Disease di RSUD dr. Sayidiman
Magetan dalam pengodean adalah N18. Berdasarkan Akurasi Kode Diagnosis Chronic Kidney Disease
observasi dan wawancara tatacara pengodean diagnosis Berdasarkan ICD-10 Pasien Rawat Inap di
dokumen rekam medis pasien rawat inap JKN dan umum RSUD dr. Sayidiman Magetan
dilakukan oleh petugas coding yang sama.
Dari Gambar 4.1 di atas dapat disimpulkan keakuratan
Berikut tata cara pengodean diagnosis Chronic Kidney kode diagnosis Chronic Kidney Disease pasien rawat
Disease pada dokumen rekam medis pasien rawat inap di inap di RSUD dr. Sayidiman Magetan terdapat 21
RSUD dr. Sayidiman Magetan : dokumen akurat (41,18%) dan tidak akurat sejumlah 30
dokumen (58,82%).
a. Dokumen rekam medis pasien rawat inap setelah
selesai perawatan diserahkan ke Assembling. Berikut merupakan contoh dokumen rekam medis yang
b. Apabila telah lengkap maka di koding akurat dan tidak akurat :
menggunakan ICD-10 tahun 2005.
c. Petugas coding membaca diagnosis pada lembar a. Dokumen rekam medis akurat : NO.
Resume. Apabila diagnosis Chronic Kidney Disease dan RM : C Diagnosis :
Hypertensi maka langsung dikode I12.0, tanpa CKD st. 5
menetukan leadterm dan mencari pada ICD-10 volume Informasi Penunjang : Lemah, sesak;
3. 210/110; Post
d. Apabila diagnosis selain Chronic Kidney Disease dan HD, CKD st.
Hypertensi maka petugas coding mencari leadterm sesuai 5; BUN: 164,5
diagnosis dan membuka ICD-10 volume 3. SC: 32,75
e. Kemudian hasil pengodean ditulis pada lembar Kode pada DRM : N18.0
Ringkasan Masuk dan Keluar, dientry ke SIMRS, di Kode ICD-10 : N18.0
Indeksing secara manual, baru dikembalikan ke bagian
Filing. b. Dokumen rekam medis tidak akurat:
NO. RM :A
Diagnosis : CKD st. 5

Akurasi Kode Diagnosis Chronic Kidney Disease Berdasarkan 25


Anemia Imbalance Elektrolit kode dibawah diagnosa, berkas rawat inap ditulis
Hyperglicemia Masa proyeksi Paravertebral pada kolom ICD, untuk berkas rekam medis IRD
dextra ditulis disamping diagnosa kerja.
Informasi Penunjang`: Sesak nafas, batuk, e. Setelah diberi kode ICD di entry dalam komputer
pusing; sesuai dengan klasifikasi penyakit.
140/90; f. Berkas dokumen Rekam Medis diserahkan ke
Transfusi PRC 2 petugas Filing.
kantong, CRF, Berdasarkan pernyataan petugas coding pada
DM wawancara bahwa dalam menentukan kode
Nephropathy, menggunakan hafalan/ingatan dan sering kali tidak
CKD, Post HD membuka ICD-10 volume 3, selain itu petugas juga
rutin; Hb:7 BUN: tidak mengcrossscheck ke ICD-10 volume 1. Akan
127,4 SC: 8,54 tetapi dalam beberapa kode diagnosis yang belum
UA: 11,5;Tertulis sering dijumpai/belum hafal petugas membuka ICD-
HD pada Resume 10 volume 3 untuk mencari kode sesuai leadterm.
Kode pada DRM : N18.0 Berdasarkan observasi petugas tidak melihat
D64.9 informasi penunjang pada dokumen rekam medis
E87.8 pasien yang dapat mempengaruhi akurasi kode,
R73.9 hal ini sesuai dengan Protap RSUD dr. Sayidiman
R19.0 Magetan tentang Pemberian Kode Penyakit karena
Kode ICD-10 : Z49.1 pada Protap tidak tertulis bahwa setiap pengodean
N18.0 harus membuka lembar rekam medis lainnya.

Pada Protap poin ketiga (c) tertulis bahwa agar


PEMBAHASAN pemberian kode penyakit lebih tepat, dapat juga
membuka buku ICD-10 volume 1. Hal ini juga
1. Tata cara pengodean Chronic Kidney Disease belum sesuai dengan sembilan langkah dasar dalam
pasien rawat inap RSUD dr. Sayidiman Magetan menentukan kode menurut Kasim dan Erkadius
dalam Hatta (2014).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara tata cara
pengodean Chronic Kidney Disease pasien rawat inap di Menurut Kasim dan Erkadius dalam Hatta (2014)
RSUD dr. Sayidiman Magetan belum sesuai dengan Protap adanya sistem klasifikasi ganda (sistem dagger=
Pelayanan Rekam Medis No. Dokumen tanda sangkur, dan asterisk= tanda bintang),
445/68/403.211/2009 tentang Pemberian Kode Penyakit adanya inclusion, exclusion, tanda baca titik-titik,
(ICD-10) berikut ini : titik garis, berbagai tanda kurung (kurung biasa,
kurung segi empat, dan kurung kurawal) juga sangat
a. Menerima berkas Rekam Medis rawat jalan, rawat mempengaruhi akurat dan tidaknya kode. Diagnosis
darurat, atau rawat inap dari petugas analisa dan diberi ICD- Chronic Kidney Disease stage 5 memungkinkan
10 dengan melihat alfabet sesuai dengan diagnose di buku adanya kombinasi kode dengan diagnosis Hypertensi
ICD-10 volume III. sehingga kode yang dihasilkan bukan N18.0 dan
b. Membaca diagnosa dan memberi kode penyakit sesuai I10 namun I12.0 yaitu Hypertensive Renal Disease/
dalam buku ICD-10 volume III. Renal Failure. Sehingga apabila petugas coding tidak
c. Agar pemberian kode penyakit lebih tepat, dapat juga membaca secara teliti pada ICD-10 volume 3 dan
membuka buku ICD-10 volume I. membuka ke volume 1 maka kode yang dihasilkan
d. Untuk berkas rekam medis rawat jalan penulisan tidak akurat. Padahal pada ICD-10 volume 3 apabila
petugas mencari secara runtut sesuai lead term yaitu

Akurasi Kode Diagnosis Chronic Kidney Disease Berdasarkan 26


failure, renal, chronic, with hypertensive I12.0 sudah 2. Akurasi kode diagnosis Chronic Kidney Disease
menunjukkan bahwa kode yang dihasilkan sudah berdasarkan ICD-10 pasien rawat inap RSUD dr.
merupakan kode kombinasi. Sayidiman Magetan

Diagnosis Chronic Kidney Disease sering dijumpai Keakuratan kode diagnosis Chronic Kidney
pada pasien yang melakukan HD rutin sehingga Diseasesesuai Gambar 4.1 yaitu 27 dokumen akurat
pasien hanya membutuhkan One Day Care (rawat (41,18%) dari 51 sampel. Sedangkan dokumen rekam
sehari) di rumah sakit tersebut. Kode yang dihasilkan medis tidak akurat sejumlah 58,82% (30 dokumen),
antara pasien dengan pelayanan HD pertama kali angka yang cukup tinggi melebihi 50%. Akurasi kode
dengan HD rutin berbeda, apabila petugas coding diagnosis yang dihasilkan seorang coder dipengaruhi
tidak membaca informasi pada lembar Perjalanan beberapa faktor diantaranya tata cara pengodean dan
Penyakit, Instruksi Dokter, maupun Resume maka lengkapnya informasi penunjang yang ada dalam suatu
petugas tidak mengetahui bahwa pasien tersebut dokumen rekam medis, serta sarana dan prasarana.
post HD atau telah menjalani beberapa kali HD rutin.
Sehingga dalam kedatangannya ke suatu fasilitas Berdasarkan observasi dari 51 dokumen rekam medis
pelayanan kesehatan pasien hanya akan pasien rawat inap ketidakakuratan kode yang
membutuhkan One Day Care untuk HD rutin. Oleh dihasilkan karena dalam tata cara pengodean/
karena itu membaca informasi penunjang pada kodefikasi petugas tidak membuka volume 3, hal ini
lembar rekam medis lainnya sangat dibutuhkan agar belum sesuai dengan teori Kasim dan Erkadius dalam
kode yang dihasilkan tepat dan akurat. Hal ini tidak Hatta (2014) dan Protap tentang Pemberian Kode
sesuai menurut teori Hatta (2014) bahwa pengodean Penyakit RSUD dr. Sayidiman Magetan. Selain itu
harus selalu dimulai dari pengajian (review) teliti petugas menggunakan ingatan dan hafalan beberapa
rekam medis pasien dan penting bagi pengode kode sehingga menjadi sebuah kebiasaan dalam proses
memperoleh gambaran jelas secara menyeluruh pengodean. Hal ini mengakibatkan ketidakakuratan
dari dokumentasi rekam medis tentang masalah dan kode kombinasi diagnosis Chronic Kidney Disease
asuhan yang diterima pasiennya. dengan Hypertensi sejumlah 11 dokumen (64,71 %).
Pada wawancara kode diagnosis Chronic Kidney
Tahun 2016 adalah era berlangsungnya sistem Disease disertai Hypertensi yaitu I12.0. Namun setelah
Jaminan Kesehatan Nasional dimana sistem melakukan observasi masih dijumpai 6 dokumen rekam
pembayaran sudah menggunakan sistem casemix medis dengan diagnosis yang sama akurasinya 35,29 %.
INA-CBG’s yaitu setiap biaya suatu jenis penyakit, Perbedaan ini disebabkan karena petugas coding
perawatan, tindakan, dan pengobatannya sudah mengakui kurangnya ketelitian dalam pengodean pada
ditentukan. Akurasi kode penyakit maupun tindakan wawancara.
tentunya sangat berpengaruh dengan penagihan biaya
ke BPJS dari sebuah fasilitas pelayanan kesehatan. Kurangnya ketelitian petugas coding ini disebabkan
Namun, menurut petugas coding pada wawancara karena dalam proses pengodean pasien rawat inap baik
tidak mengetahui perbedaan nilai/ besaran klaim pasien JKN maupun umum di RSUD dr. Sayidiman
untuk diagnosis Chronic Kidney Disease stage 5 Magetan hanya dilakukan oleh 1 petugas dengan latar
dengan HD rutin Z49.1 dengan Chronic Kidney belakang D3 Perekam Medis, sehingga beban kerja
Disease stage 5 dengan HD pertama kali N18.0. petugas coding menjadi cukup tinggi. Selain itu faktor
Berdasarkan Hatta (2014) akurasi dan integritas dari lain yang mempengaruhi akurasi coding menurut
data yang terkode mempengaruhi beberapa aktivitas, Kresnowati dan Dyah (2013) adalah pendidikan,
diantaranya penagihan biaya rawat, analisis statistis pelatihan dan pengalaman kerja yang dimiliki oleh
dan finansial, manajemen kasus dan analisis coder akan sangat menentukan kinerja coder.
casemix, riset, serta pemasaran dan pengalokasian Pengetahuan akan tata cara koding serta
sumber daya.

Akurasi Kode Diagnosis Chronic Kidney Disease Berdasarkan 27


ketentuan dalam ICD-10 akan membuat coder dapat Kesalahan ini mengakibatkan ketidakakuratan
menentukan kode dengan lebih akurat. Petugas coding kode yang dihasilkan, hal ini tidak sesuai menurut
pasien rawat inap di RSUD dr. Sayidiman Magetan sering teori Hatta (2014) bahwa setiap proses pengodean
mengikuti seminar tentang coding selain itu untuk tuntutan diagnosis pasien rawat inap harus selalu dimulai
profesi memenuhi 25 SKP dalam penjelasannya pada dari pengajian (review) teliti rekam medis pasien.
wawancara. Adanya Protap atau Prosedur Tetap, BPPRM
(Buku Pedoman Penyelenggaraan Rekam Medis)
Chronic Kidney Disease merupakan suatu penyakit yang sangat mempengaruhi kinerja petugas coding,
disebabkan adanya penurununan fungsi ginjal progesif sehingga petugas memiliki acuan serta dasar
ditandai dengan uremia yang beredar dalam darah serta dalam melaksanakan job descnya. Namun dalam
komplikasinya jika tidak dilakukan Hemodialysis atau HD. Protap Pelayanan Rekam Medis No. Dokumen
Dari 30 (58,82 %) ketidakakuratan terdapat 18 dokumen 445/68/403.211/2009 tidak dijelaskan bahwa setiap
rekam medis tidak akurat karena dilakukannya tindakan HD proses pengodean harus memperhatikan inclusion
secara rutin, seperti pada sampel berikut ini : dan exclusion term, serta note yang tertera pada
volume 1 dan melihat informasi penunjang yang
NO. RM : F Diagnosis terdapat pada dokumen rekam medis pasien. Hal
: CKD st. 5 ini belum sesuai dengan teori Kasim dan Erkadius
HT emergency dalam Hatta (2014).
Anemia
Informasi Penunjang : Sesek, ampeg; Isi dari formulir yang dapat digunakan sebagai
200/120; Post HD, CKD st. 5, PRC 2 kali; Hb: penunjang pada penentuan akurasi kode diagnosis
4,7; HD rutin dokumen rekam medis pasien menurut petugas
Kode pada DRM : N18.0 coding pada wawancara dalam proses pengodean
I10 Chronic Kidney Disease formulir yang harus lengkap
D64.9 terisi yaitu lembar Vital Sign, hasil laboratorium,
Kode ICD-10 : Z49.1 dan Resume. Namun menurut penelitian Maya
I12.0 (2014) keakuratan kode diagnosis utama Chronic
Penggunaan kode Z49.1 untuk pasien dengan riwayat HD Renal Failure juga dipengaruhi oleh lengkapnya
rutin yaitu sebagai kode utama dan kode I12.0 sebagai lembar Perkembangan Penyakit, Perintah Dokter
kode sekunder. Ketidakakuratan tersebut terjadi karena dan Pengobatan, serta Rekam Asuhan Keperawatan
petugas coding tidak membaca informasi pada lembar Rawat Inap. Pada lembar Perkembangan Penyakit
Perjalanan Penyakit bahwa telah dilakukan HD sebelumnya terdapat informasi apabila pasien sudah melakukan
secara rutin sehingga alasan pasien datang ke rumah sakit HD secara rutin atau beberapa kali, namun jika
untuk melakukan HD dengan rawat inap sehari atau One pada lembar tersebut tidak terisi dan petugas coding
Day Care bukan karena kondisi/penyakit Chronic Kidney tidak membacanya dengan seksama maka kode
Disease sebagai alasan untuk mendapatkan perawatandi yang dihasilkan berbeda. Kelengkapan informasi
sebuah fasilitas pelayanan kesehatan. Berbeda dengan pasien penunjang pada dokumen rekam medis dipengaruhi
Chronic Kidney Disease yang sedang menjalani perawatan oleh tertibnya pengisian lembar-lembar rekam
karena penyakit tersebut dan pada masa perawatan dokter medis oleh tenaga medis, sehingga diperlukan
menginstruksikan bahwa harus dilakukan HD pada pasien kerjasama yang baik antara tenaga medis dan
tersebut. petugas coding untuk menghasilkan kode yang tepat
dan akurat. Menurut Kresnowati dan Dyah (2013)
ketidaklengkapan dalam pengisian rekam medis
akan sangat mempengaruhi mutu rekam medis, yang
mencerminkan pula mutu pelayanan di rumah sakit.
Dokumentasi yang tidak lengkap menyebabkan
coder tidak dapat menemukan informasi yang

Akurasi Kode Diagnosis Chronic Kidney Disease Berdasarkan 28


diperlukan dalam penentuan kode dengan tepat. Kasim F dan Erkadius. 2014. Sistem Klasifikasi Utama
Berdasarkan wawancara dokumen rekam medis yang Morbiditas dan Mortalitas yang Digunakan di
lengkap merupakan salah satu sarana yang menentukan Indonesia. Dalam Hatta Gemala R (ed.), Pedoman
dalam proses pengodean. Pada wawancara kepada Manajemen Informasi Kesehatan Disarana Pelayanan
petugas coding pasien rawat inap di RSUD dr. Sayidiman Kesehatan. Edisi Review 3. Jakarta : UI-Press.
Magetan dokumen rekam medis yang lengkap, ICD-10
tahun 2005, dan ICD-9- CM merupakan sarana dan Kementrian Kesehatan RI. 2013. Permenkes Nomor 55
prasarana yang harus ada dalam proses pengodean. tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis.
Apabila dokumen rekam medis belum lengkap (ada Jakarta : Kemenkes RI.
beberapa lembar rekam medis yang belum terisi), maka
akan dikembalikan ke ruangan/bangsal perawatan. Kresnowati L dan Ernawati D. 2013. Analisis Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Akurasi Koding Diagnosis
dan Prosedur Medis pada Dokumen Rekam Medis di
Rumah Sakit Kota Semarang. Diakses: 5 April 2016.
SIMPULAN Http://dinus.ac.id/
wbsc/ as set s/ do kume n/ pe ne lit ia n/ lap -
1. Tata cara pengodean diagnosis Chronic Kidney kemajuan/LaporanKemajuan_6606077003_. pdf
Disease dokumen rekam medis pasien rawat inap di
RSUD dr. Sayidiman Magetan menggunakan Mansjoer A, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran.
ingatan/hafalan dan petugas coding terkadang membuka Edisi ke-3 jilid pertama. Jakarta : Media
ICD-10 volume 3, tetapi tidak membuka volume 1. Aesculapius.

2. Akurasi kode diagnosis Chronic Kidney Disease Maya, R. 2014. Kelengkapan Informasi Penunjang
dokumen rekam medis pasien rawat inap di RSUD dr. Dalam Penentuan Keakuratan Kode
Sayidiman Magetan tahun 2015 yaitu 41,18 % (21 Diagnosis Utama Chronic Renal Failure Pasien Rawat
dokumen) dan tidak akurat 58,82 % (30 dokumen). Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri Tahun 2013. [Karya Tulis
Ilmiah]. Karanganyar: APIKES Mitra Husada.

DAFTAR PUSTAKA Murti, B. 2010. Desain dan Ukuran Sampel untuk


Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Kesehatan. Edisi ke-2. Yogyakarta: Gajah Mada
Penyelenggaraan Rekam Medis Rumah Sakit di University Press.
Indonesia Revisi II, Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
. 2008. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MenKes/ Salam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Per/III/2008 tentang Rekam Medis, Jakarta. Departemen Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba
Kesehatan Republik Indonesia. Medika.

Hatta, G. 2014. Pedoman Manajemen Informasi Sudra, RI. 2013. Rekam Medis. Jakarta : Universitas
Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Terbuka.
Universitas Indonesia (UI-Press).

Akurasi Kode Diagnosis Chronic Kidney Disease Berdasarkan 29


Suyono, S. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Diakses:
14 Mei 2016. Http://sumbberilmu.blogspot. co.id/2012/12/askep-ckd-chronik-kidney- desease.html.

World Health Organization. 2005. International


Statistical Classification dan Related Health
Problems Revision 5 volume 1 tabular list. Geneva : WHO.

. 2010. International Statistical Classification dan Related Health


Problems Tenth Revision volume 1 tabular list. Geneva : WHO.

Akurasi Kode Diagnosis Chronic Kidney Disease Berdasarkan 30


KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS STROKE
DI RUMAH SAKIT ISLAM
AMAL SEHAT SRAGEN

Santi Meylani Eka Sari 1, Astri Sri Wariyanti2


STIKes Mitra Husada Karanganyar1,2
meylanis63@gmail.com, astri_mhk20@yahoo.com

ABSTRACT
Based on the research at AmalSehat Sragen Islamic Hospital from 10 medical record document of stroke diagnosis,
20% inaccuracy (2 medical record document) inaccuracy due to lack of coder attention to the accuracy of the stroke
code. The purpose of this research is to know the accuracy of stroke diagnosis code on inpatient patient based on ICD-
10 in AmalSehat Sragen Islamic Hospital. This research type is descriptive research using retrospective approach.
The population in this study were 217 medical record documents. A sample size of 43 medical record documents.
Sampling technique using Systematic Sampling. The study instrument used observation guidelines and interview
guidelines. Data collection is done by observation and structured interview. Descriptive data analysis. The results
showed that accurate stroke diagnosis code was 31 (72,10%) medical record documents, while inaccurate code
was 12 (27,90%) medical record documents. The most inaccuracy is found in the 3rd character error because the
coding officer is less thorough in reading the entire information that supports the diagnosis. The conclusion of this
research is the code that is declared not accurate equal to 12 (27,90%) medical record document. It is recommended
that coding should read the entire information that supports the diagnosis and mark all documents especially for
BPJS patients who impact on the filing of claims.
Keyword: Accuracy, Diagnostic Code, Stroke, ICD-10

ABSTRAK
Berdasarkan hasil wawancara di Rumah Sakit Islam Amal Sehat Sragen dari 10 dokumen rekam medis diagnosis
Stroke didapatkan ketidakakuratan sebesar 20% (2 dokumen rekam medis) ketidakakuratan disebabkan coder kurang
memperhatikan informasi penunjang keakuratan kode Stroke. Tujuan penelitian untuk mengetahui Keakuratan Kode
Diagnosis Stroke pada Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit Islam Amal Sehat Sragen. Jenis
penelitian merupakan deskriptif dengan menggunakan pendekatan retrospektif. Populasi pada penelitian ini adalah
217 dokumen rekam medis. Besar sampel 43 dokumen rekam medis. Teknik pengambilan sampel menggunakan
Sampling Sistematis. Instrument penelitian menggunakan pedoman observasi dan pedoman wawancara. Pengumpulan
data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara terstruktur. Analisis data secara deskriptif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kode diagnosis Stroke yang akurat sebanyak 31 (72,10%) dokumen rekam medis, sedangkan
kode yang tidak akurat sebanyak 12 (27,90%) dokumen rekam medis. Ketidakakuratan terbanyak terdapat pada
kesalahan karakter ke-3 dikarenakan petugas koding kurang teliti dalam membaca keseluruhan informasi yang
menunjang diagnosis. Simpulan penelitian ini adalah kode yang dinyatakan tidak akurat sebesar 12 (27,90%)
dokumen rekam medis. Disarankan sebaiknya koding membaca keseluruhan informasi yang menunjang diagnosis
serta mengode semua dokumen terutama untuk pasien BPJS yang berdampak pada pengajuan klaim.
Kata Kunci: Keakuratan, Kode Diagnosis, Stroke, ICD-10
PENDAHULUAN penunjang keakuratan kode Stroke. Sebagai contoh
Pasien dengan keluhan lemas pada tangan dan kaki
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.269/
kiri, hasil CT-Scan Kepala dinyatakan pasien tersebut
MenKes/PER/III/2008, rekam medis adalah berkas yang
terkena Intracerebral haemorragic, seharusnya kode
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang akurat adalah I61.9 namun, oleh petugas koding
memberi kode I64. Kode tersebut tidak akurat karena
yang telah diberikan kepada pasien. Apabila dokumen
kode I64 digunakan untuk Stroke, Not Specified as
rekam medis tidak lengkap maka menyebabkan coder
haemorrhage or infarction.
tidak dapat menentukan kode diagnosis yang tepat.
Tujuan penelitian untuk mengetahui Keakuratan Kode
Kodi ng m e rupaka n fungsi ya ng c ukup pe nt i ng
Diagnosis Stroke pada Pasien Rawat Inap Berdasarkan
dalam jasa pelayanan informasi kesehatan. Dalam
ICD-10 di Rumah Sakit Islam Amal Sehat Sragen.
pelaksanaan casemix INA-CBG‟s peran coder sangat
menentukan besar kecilnya tarif yang muncul dalam
software INA CBG‟S ditentukan oleh diagnosis dan
METODE PENELITIAN
prosedur. Kesalahan dalam menuliskan koding akan
Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif dengan
mempengaruhi tarif untuk mendapatkan reimbursement
pendekatan retrospektif. Populasi dalam penelitian ini
yang sesuai bagi jasa pelayanan kesehatan yang
menggunakan dokumen rekam medis pasien rawat inap
diberikan dibutuhkan ketepatan koding terutama untuk
dengan kasus Stroke tahun 2016 sebanyak 217 dokumen.
koding penyakit. (Windari dan Kristijono, 2016)
Besar sampel adalah 43 dokumen. Jumlah sampel ini
Stroke merupakan penyakit kardiovaskular yang sebesar 20% dari total populasi yang diambil. Teknik
terjadi karena adanya gangguan pada pembuluh darah sampling yang digunakan adalah Sampling Sistematis,
arteri menuju ke otak. Stroke adalah penyebab utama dimana jumlah sampel yang dipilih didasarkan pada
kecacatan dan kesakitan. Data hasil Riset Kesehatan nomor kelipatan 5, yaitu sampel nomor 5, 10, 15 dan
Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa Stroke seterusnya sampai 217, sehingga didapatkan sampel
menjadi penyebab kematian tertinggi di wilayah 43 dokumen rekam medis.Instrumen penelitian untuk
perkotaan. Jumlahnya mencapai 15,9% dari proporsi memperoleh data menggunakan Pedoman Observasi dan
penyebab kematian di Indonesia. (Noverina, 2011) Pedoman Wawancara. Cara pengumpulan data dengan
Hasil penelitian dari Prabandari (2016) dengan judul observasi dan wawancara terstruktur. Teknik Pengolahan
“Keakuratan Kode Diagnosis Utama Stroke Di Rumah data dimulai dari Pengumpulan (Collecting), Edit
Sakit Umum Jati Husada Karanganyar” menunjukkan (Editing), Klasifikasi (Classification) dan Penyajian data
bahwa kode diagnosis utama pasien rawat inap yang
akurat sebesar 15 berkas rekam medis (34,1%) dan kode
HASIL PENELITIAN
diagnosis utama yang tidak akurat sebesar 29 berkas
rekam medis (65,9%). Kesalahan terbanyak disebabkan 1. Tata cara pengodean Stroke Pada Dokumen
oleh petugas koding tidak menuliskan kode pada RM 1. Rekam Medis Pasien Rawat Inap Berdasarkan
ICD-10 di Rumah Sakit Islam Amal Sehat
Berdasarkan survey yang telah dilakukan dari 10
Sragen
dokumen rekam medis rawat inap yang diambil secara
acak terdapat 2 dokumen rekam medis tidak akurat. Hal Dalam mengode diagnosis di RSI Amal Sehat
ini di karenakan coder kurang memperhatikan informasi Sragen menggunakan ICD-10 tahun 2010 manual

89 Jurnal Rekam Medis, ISSN 1979-9551,


Keakuratan VOL. XI. Stroke
Kode Diagnosis NO. 2, ...
OKTOBER 2017 Eka Sari dan Astri Sri Wariyanti)
(Santi Meylani 89
dan ICD-10 elektronik. Berdasarkan hasil 2. Persentase keakuratan kode diagnosis Stroke
wawancara kepada petugas koding di RSI Amal Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat
Sehat Sragen adalah sebagai berikut : Inap Berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit
Islam Amal Sehat Sragen.
a. Petugas melihat diagnosis utama Stroke pada
lembar RM 1 (Ringkasan Masuk dan Keluar)
Kode diagnosis Stroke dapat diklasifikasikan
b. Melihat informasi penunjang Stroke yang menjadi kode yang akurat dan kode tidak akurat.
ada pada dokumen berupa hasil CT Scan, Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa
pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium tingkat keakuratan kode diagnosis Stroke pada
c. Petugas mencari lead term pada ICD-10 pasien rawat inap dari 43 dokumen rekam medis
volume 3 dapat diketahui tingkat keakuratan kode diagnosis
d. Petugas membuka ICD-10 volume 1 untuk Stroke dari 43 dokumen rekam medis pasien
melihat kebenaran kode rawat inap yang diteliti di RSI Amal Sehat Sragen
e. Kode ditulis pada kolom yang tersedia pada didapatkan 31 dokumen yang akurat (72,10%),
RM 1 (Ringkasan Masuk dan Keluar) sedangkan dokumen yang tidak akurat sejumlah
f. Petugas memasukkan kode pada komputer 12 dokumen (27,90%).
g. Petugas menyerahkan dokumen rekam medis
ke bagian indeks penyakit
PEMBAHASAN
h. Dokumen lalu diserahkan ke bagian filing
Sedangkan hasil observasi pengodean Stroke 1. Tata cara pengodean Stroke Pada Dokumen
kepada petugas koding di RSI Amal Sehat Sragen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Berdasarkan
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : ICD-10 di Rumah Sakit Islam Amal Sehat
Sragen
a. Petugas menerima dokumen rekam medis
pasien Stroke yang sudah lengkap dari unit Aturan dan tata cara pengodean di RSI Amal Sehat
assembling. Sragen berdasarkan prosedur tetap yang berlaku
b. Petugas melihat diagnosis utama Stroke pada di rumah sakit tersebut belum sesuai dengan hasil
lembar RM 1 (Ringkasan Masuk dan Keluar) observasi, Standar Operasional Prosedur No. 024/
c. Melihat informasi penunjang Stroke yang RM/11/2008 tentang Pemberian Kode Penyakit
ada pada dokumen berupa hasil CT Scan, (ICD X) yang berisi semua dokumen rekam medis
pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium baik rawat inap maupun rawat jalan harus diberi
d. Petugas tidak mencari lead term pada ICD-10 kode sesuai ICD-10, adapun tata caranya sebagai
volume 3 dan tidak membuka volume 1 karena berikut :
sudah hafal kode Stroke
a. Dokumen rekam medis yang telah diterima di
e. Kode ditulis pada kolom yang tersedia pada
sub. Bag. Rekam Medis diberi kode dengan
RM 1 (Ringkasan Masuk dan Keluar)
melihat buku pedoman ICD X Volume 3
f. Petugas memasukkan kode pada komputer
dengan melihat Alfabetical
g. Petugas menyerahkan dokumen rekam medis
b. Bila volume 3 sudah diketemukan kodenya
yang telah dikode ke bagian filing
dilihat pada buku volume 1

90 Jurnal Rekam Medis, ISSN 1979-9551,


Keakuratan VOL. XI. Stroke
Kode Diagnosis NO. 2, ...
OKTOBER 2017 Eka Sari dan Astri Sri Wariyanti)
(Santi Meylani 90
c. Apabila belum yakin akan ketepatan kode penyakit, cidera, atau kejadian lain yang bisa
penyakit maka dilihat buku bantu diklasifikasikan pada bab XX, lihat Section II
d. Kode ditulis pada lembaran ringkasan masuk pada Indeks ).
dan keluar kolom kode diagnose 2. Tentukan lokasi „lead term‟ untuk penyakit
e. Berkas rekam medis yang telah dikode dan cidera ini biasanya berupa sebuah kata
dilimpahkan ke urusan indeks penyakit benda untuk kondisi patologis. Namun,
beberapa kondisi yang berupa kata sifat atau
Pada SOP tentang Pemberian Kode Penyakit
eponym (nama orang) bisa juga terdapat
terdapat kesalahan dalam penulisan “ICD X”
disini.
masih menggunakan angka romawi, menurut WHO
3. Baca dan pedomani semua catatan yang
(2010) penulisan yang benar yaitu menggunakan
terdapat dibawah „lead term‟.
ICD-10.
4. B a c a se m u a t e r m y a n g d i k u ru n g o l e h
Berdasarkan hasil observasi langkah pengodean parentheses setelah „lead term‟ (modifier ini
penyakit belum sesuai dengan SOP No. 024/ bisa mempunyai nomor kode), sampai semua
RM/11/2008 tentang Pemberian Kode Penyakit, kata di dalam diagnosis telah diperhatikan.
hal ini disebabkan karena pada SOP poin “a” 5. Ikuti dengan hati-hati setiap rujukan silang
menyatakan bahwa “Dokumen rekam medis „see‟ dan „see also‟ di dalam indeks.
yang telah diterima di sub. Bag. Rekam Medis 6. Rujuk ke daftar tabulasi (Volume I) untuk
diberi kode dengan melihat buku pedoman ICD X memast ikam nomor kode yang dipilih.
Volume 3 dengan melihat Alfabetical”, dan poin Perhatikan bahwa sebuah kode 3-karakter
“b” menyatakan bahwa “Bila volume 3 sudah
didalam indeks dengan dash (-) pada posisi
diketemukan kodenya dilihat pada buku volume
ke-4 berarti bahwa sebuah karakter ke-4
1”, namun petugas koding tidak membuka ICD-10
terdapat pada volume I. Subdivisi lebih
volume 3 dan volume 1 karena petugas sudah hafal
lanjut yang digunakan pada posisi karakter
dengankode untuk diagnosis Stroke. Untuk kasus
tambahan tidak di indeks, kalau ini digunakan,
yang sudah sering terjadi dan diagnosis, anamnesis
ia harus dicari pada volume I.
maupun pemeriksaan penunjang hasilnya sama
7. Baca setiap inclusion atau exclusion term
maka tidak salah jika tidak membuka atau melihat
dibawah kode yang dipilih atau dibawah judul
ICD-10 volume 3 dan 1.
bab, blok atau judul kategori.
Kemudian pada poin “c” SOP PemberianKode 8. Tentukan kode.
Penyakit menyatakan bahwa “Apabila belum
yakin akan ketepatan kode penyakit maka dilihat
2. Persentase keakuratan kode diagnosisStroke
buku bantu”, akan tetapi prosedur tersebut tidak
Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat
dibenarkan adanya penggunaan buku bantu.Untuk
Inap Berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit
mendapatkan hasil kode yang benar menurut Sudra
Islam Amal Sehat Sragen
(2013) sebagai berikut:

1. Tentukan jenis pernyataan yang akan dikode Berdasarkan hasil penelitian tingkat keakuratan
dan rujuk ke Section yang sesuai pada indeks kode diagnosis Stroke dari 43 dokumen rekam
alphabet (volume 3). (kalau pernyataan adalah medis pasien rawat inap yang diteliti di RSI Amal

91 Jurnal Rekam Medis, ISSN 1979-9551,


Keakuratan VOL. XI. Stroke
Kode Diagnosis NO. 2, ...
OKTOBER 2017 Eka Sari dan Astri Sri Wariyanti)
(Santi Meylani 91
Sehat Sragen didapatkan 31 dokumen yang akurat dan respon yang lebih besar. Sedangkan kasus
(72,10%), sedangkan dokumen yang tidak akurat strokeiskemik ditandai dengan hemiparese,
sejumlah 12 dokumen (27,90%), 10 dokumen tidak ada penurunan kesadaran dan tidak ada
yang tidak akurat karena terdapat kesalahan pada nyeri kepala.
karakter ke-3 dan 2 dokumen karena kode tidak
terisi. b. Berikut contoh kasus pengodean diagnosis
Stroke yang tidak akurat :
a. Berikut contoh kasus pengodean diagnosis
1) Kesalahan pada karakter ke-3
Stroke yang akurat :
Anamnesis : Kelemahan anggota gerak
Anamnesis : Kele mahananggot a gerak
kanan TD : 210/110
kananTD160/90
Px Penunjang : LAB (GDS=191mg/dL)
Px penunjang : LAB (GDS = 115 mg/dL) dan
dan EKG
EKG
Diagnosis Utama : Stroke Hemoragik
Diagnosis Utama : Stroke Non Hemoragik
Diagnosis Sekunder :-
Diagnosis Sekunder: -
Kode DRM : I64
Kode DRM: I64
Kode ICD-10: I64 Kode ICD-10 : I61.9

Keterangan:Keakuratan kode disebabkan CT-Scan : Intracerebral Haemorrhage di

karena kode sudah akurat dan spesifik. thalamus


Keterangan : Kesalahan pada karakter
Menurut Sari dan Iyos (2016) CT-Scan ke- 3 kar ena kurang t elit i da la m
m e r u p a k a n g o l d e n s t a nd a r d u nt u k memperhatikan keseluruhan informasi
membedakan stroke hemoragik dan iskemik. penunjang
Alat ini memiliki sensitivitas tinggi untuk
membedakan stroke perdarahan intraserebral Berdasarkan hasil wawancara dan
(hemoragik) dan stroke iskemik. Namun observasi setiap akan mengode diagnosis,
sebagian besar keluarga pasien belum tentu p e t u g a s se l a l u m e l i ha t i n fo r m a si
setuju untuk melakukan CT-Scan pada pasien penunjang yang ada pada dokumen
karena biaya CT-Scan tersebut relatif mahal. rekam medis.

Untuk kasus Stroke yang tidak ada tindakan Namun pada kasus tersebut masih
CT-Scan maka petugas koding melihat terdapat kesalahan pemberian kode yaitu
informasi penunjang yaitu anamnesis, hasil coder kurang teliti dalam membaca
laboratorium dan pemeriksaan fisik berupa keseluruhan informasi yang menunjang
tekanan darah serta keluhan pasien. diagnosis seperti melihat hasil CT Scan
Perbedaan stroke hemoragik dan stroke berupa adanya kelainan pada otak,
iskemik adalah Stroke hemoragik terjadi saat anamnesis dan diagnosis utama lembar
beraktivitas fisik, mengalami penurunan RM 1 (Ringkasan Masuk dan Keluar),
kesadaran, adanya hipertensi dan kadar Gula Sehingga menyebabkan kesalaha n
Darah Sewaktu (GDS) lebih dari batas normal memilih kode I64 yang seharusnya I61.9
70-150 mg/dL karena adanya stres Intracerebral Haemorrhage, unspecified.

92 Jurnal Rekam Medis, ISSN 1979-9551,


Keakuratan VOL. XI. Stroke
Kode Diagnosis NO. 2, ...
OKTOBER 2017 Eka Sari dan Astri Sri Wariyanti)
(Santi Meylani 92
Berikut langkah yang benar menurut CT Scan : Tak tampak kelainan atau
W H O ( 2 0 1 0 ) M e ne nt u k a n k o d e perdarahan atau massa
berdasarkan ICD-10 :
Pada kasus diatas terdapatketidakakuratan
(a) Diagnosis Utama : Stroke hemoragik karena kode pada dokumen rekam medis
(b) M e n e n t u k a n l e a d t e r m : tidak terisi. Hal ini karena dokumen
Haemorrhage
rekam medis masih berada di bagian
(c) Mecar i I CD - 10 vo lu me 3 : perakitan dan dipinjam unit rawat
Haemorrhage
jalan untuk kontrol pasien, petugas
- Intracerebral (nontraumatic) I61.9
koding rawat jalan lupa mengembalikan
(d) M e nc a r i I 6 1 . 9 vo lu m e 1 : dokumen yang belum dikode oleh bagian
I nt r a c e r e br a l ha e mo r r ha g e
koding rawat inap tetapi langsung
unspecified
diserahkan ke filing. Sehingga kode
(e) Kode Akhir : I61.9 tidak terisi dan menjadi tidak akurat.
Untuk meminimalisir tidak terisinya
Pada kasus tersebut sesuai dengan
kode diagnosis langkah yang dilakukan
Oktavitasari (2014) tentang Tinjauan
petugas koding rawat jalan adalah
Keakuratan Kode Diagnosis Utama
melihat kode diagnosis pada RM 1
Vertigo Pada Dokumen Rekam Medis
(Ringkasan Masuk dan Keluar) dan jika
Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10
belum terkode maka mengembalikan ke
di RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen
bagian koding rawat inap sehingga kode
bahwa hasil kode diagnosis utama vertigo
tersebut terisi.
pada pasien rawat inap yang akurat
adalah 7 (15%) dan yang tidak akurat Berikut langkah yang benar menurut
40 (85%). Kesalahan disebabkan karena W H O ( 2 0 1 0 ) M e ne nt u k a n k o d e
petugas koding kurang memperhatikan berdasarkan ICD-10
informasi penunjang pada lembar
(a) Diagnosis Utama : Stroke
anamnesa dan ketidaksesuaian langkah-
(b) Menentukan lead term : Stroke
langkah pengodean pada prosedur tetap (c) Mecari ICD-10 volume 3 : Stroke
dengan teori yang benar. (apopletic) (brain) (paralytic) I64
(d) Mencari I64 volume 1 : Stroke
2) Kesalahan karena tidak dikode not specified as haemorrhage or
Anamnesis : Bicara pelo, muntah, infarction
anggota gerak kiri lemah TD 130/90 (e) Kode Akhir : I64
Pemeriksaan penunjang : LAB (GDS =
91 mg/dL) dan EKG Petugas koding rawat inap di Rumah
Diagnosis Utama : Stroke Sakit Islam Amal Sehat Sragen hanya
Diagnosis sekunder : - satu dan setiap hari mengode 30 dokumen
Kode DRM : - baik pasien BPJS maupun Umum, saat
Kode ICD-10 : I64 mengode diagnosis dokumen rekam

93 Jurnal Rekam Medis, ISSN 1979-9551,


Keakuratan VOL. XI. Stroke
Kode Diagnosis NO. 2, ...
OKTOBER 2017 Eka Sari dan Astri Sri Wariyanti)
(Santi Meylani 93
medis petugas koding kurang teliti dalam DAFTAR PUSTAKA
membaca keseluruhan informasi yang Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2006.
menunjang diagnosis seperti melihat Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur
hasil CT Scan berupa kelainan pada Rekam Medis Rumah Sakit Di Indonesia Revisi
otak, anamnesis, dan diagnosis utama II, Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
pada lembar RM 1 (Ringkasan Masuk Indonesia.
dan Keluar).
_________. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan
Pada pengodean diagnosis yang tidak akurat Republik Indonesia No: 269/MENKES/PER/
dapat mempengaruhi data statistik seperti I II / 20 08 t e n t an g R e k am Me di s , Ja k a rt a .
pelaporan eksternal rumah sakit yaitu Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
pelaporan data keadaan morbiditas pasien
Kasim, F & Erkadius. 2014. Sistem Klasifikasi Utama
rawat inap (RL2a) yang terdapat pada SIRS
Morbiditas dan Mortalitas yang Digunakan di
revisi 6. Dokumen rekam medis pasien
Indonesiadalam Pedoman Manajemen Informasi
BPJS bila tidak terisi kode diagnosis maka
Kesehatan disarana Pelayanan Kesehatan,
berpengaruh langsung terhadap pengajuan Gemala R. Hatta (ed.). Jakarta: Universitas
klaim fasilitas kesehatan ke BPJS kesehatan. Indonesia.

Noverina, A. (ed). 2011. Stroke di Usia Muda. Jakarta :


SIMPULAN Gramedia Widiasarana Indonesia

1. Tata cara pengodean diagnosis utama Stroke di Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi
RSI Amal Sehat Sragen tahun 2016 belum sesuai Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba
dengan Standar Operasional Prosedur No. 024/ Medika
RM/11/2008 karena petugas sudah hafal kode
Oktavitasari, D. 2014. Tinjauan Keakuratan Kode
stroke sehingga tidak melihat ICD-10 volume 3
Diagnosis Utama Vertigo Pada Dokumen Rekam
dan 1
Medis Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10
2. Persentase keakuratan kode diagnosis utama Stroke Di RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen. [Karya
pada dokumen rekam medis rawat inap di RSI Tulis Ilmiah]. Karanganayar : Akademi Perekam
Amal Sehat Sragen tahun 2016 yang akurat 31 Medis dan Informasi Kesehatan Mitra Husada
(72,10%) dokumen, sedangkan yang tidak akurat Karanganyar
12 (27,90%) dokumen.
Prabandari, EK. 2016. Keakuratan Kode Diagnosis
Utama Stroke Di Rumah Sakit Umum Jati

94 Jurnal Rekam Medis, ISSN 1979-9551,


Keakuratan VOL. XI. Stroke
Kode Diagnosis NO. 2, ...
OKTOBER 2017 Eka Sari dan Astri Sri Wariyanti)
(Santi Meylani 94
Husada Karanganyar Tahun 2016. [Karya Tulis Wijayanti, T. 2013. Keakuratan Kode Diagnosis
Ilmiah]. Karanganyar : Stikes Mitra Husada Penyakit Hypertensi Pada Dokumen Rekam
Karanganyar Medis Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10
di RS PKU Aisyiyah Boyolali Tahun 2011. [Karya
Sari, CY & Iyos, RN. 2016. Diagnosis Stroke dengan
Tulis Ilmiah]. Surakarta : Apikes Citra Medika
Computerized tomography Scanner (CT-Scan).
Surakarta
Jurnal Medula Unila, ISSN 2339-1227, Vol.5,
No.1, Mei 2016:38-42 Windari, A & Kristijono, A. 2016. Analisis Ketepatan
Koding Yang Dihasilkan Koder Di RSUD
S udr a , RI . 2013. R eka m M edi s . Tanger ang
Ungaran. Jurnal Riset Kesehatan, ISSN : 2252-
Selatan:Universitas Terbuka
5068, Vol.5, No.1, Mei 2016:38-39
Taufiqurrochman, MA. 2016. Pengantar Metodologi
World Health Organization, 2010. International
Penelitian Ilmu Kesehatan. Surakarta : UNS
Statistical Clasification Of Diseases And Related
Press
Health Problem Tenth Revision . Geneva : WHO

95 Jurnal Rekam Medis, ISSN 1979-9551,


Keakuratan VOL. XI. Stroke
Kode Diagnosis NO. 2, ...
OKTOBER 2017 Eka Sari dan Astri Sri Wariyanti)
(Santi Meylani 95
96 Jurnal Rekam Medis, ISSN 1979-9551,
Keakuratan VOL. XI. Stroke
Kode Diagnosis NO. 2, ...
OKTOBER 2017 Eka Sari dan Astri Sri Wariyanti)
(Santi Meylani 96
ANALISIS KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PPOK EKSASERBASI
AKUT BERDASARKAN ICD 10 PADA DOKUMEN REKAM MEDIS
PASIEN RAWAT INAP DI RSUD SRAGEN
TRIWULAN II TAHUN 2011

Siti Nurul Kasanah1, Rano Indradi Sudra2


Mahasiswa APIKES Mitra Husada Karanganyar1, Dosen APIKES Mitra Husada Karanganyar2

ABSTRAK
Latar Belakang : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok
penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Data
Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa pada tahun 1990 PPOK menempati urutan
ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia, sedangkan pada tahun 2002 telah menempati
urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Di RSUD Sragen, diketahui banyak
diagnosis utama PPOK yang ditulis tidak jelas oleh dokter sehingga mempengaruhi keakuratan
kode diagnois. Tujuan penelitian untuk mengetahui keakuratan kode diagnosis PPOK eksaserbasi
akut berdasarkan ICD-10 pada Dokumen Rekam Medis pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum
Daerah Sragen triwulan II tahun 2011.
Metode : Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional deskriptif. Rancangan penelitian
dengan pendekatan retrospektif. Metodologi observasi, dengan populasi kode diagnosis PPOK
eksaserbasi akut pada Dokumen Rekam Medis pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah
Sragen triwulan II tahun 2011 dengan populasi sebanyak 59 dokumen. Penelitian ini menggunakan
penelitian populasi karena peneliti akan mengambil keseluruhan kasus PPOK Eksaserbasi Akut
untuk dijadikan sampel. Sehingga penelitian ini menggunakan sampel jenuh.
Hasil dan Pembahasan : Hasil analisis keakuratan kode diagnosis PPOK eksaserbasi akut dari 59
dokumen rekam medis pasien rawat inap terdapat 58 kode (98%) kode diagnosis yang akurat dan
kode diagnosis yang tidak akurat sebesar 1 kode (2%). Faktor ketidakakuratan kode diagnosis
PPOK eksaserbasi akut dikarenakan kesalahan reseleksi kondisi utama (MB1-MB5).
Simpulan dan Saran : Disarankan petugas koding melakukan revisi pada buku bantu yang sesuai
dengan ICD-10 dan melakukan reseleksi kondisi utama agar kode diagnosis yang dihasilkan
akurat.

LATAR BELAKANG pengkodean diagnosis, petugas koding

Penyelenggaraan rekam medis di menggunakan buku ICD-10.

Rumah Sakit merupakan awal dari Apabila dalam mengkode diagnosis

perwujudan pelayanan kesehatan yang tidak akurat maka dalam pembuatan laporan

optimal bagi sebuah rumah sakit. Isi dari morbiditas, mortalitas serta penghitungan

berkas rekam medis mempunyai nilai guna berbagai angka statistik rumah sakit akan

sebagai dasar merencanakan pengobatan dan salah atau tidak akurat. Dalam hal ini

perawatan yang harus diberikan kepada dibutuhkan diagnosis yang jelas dan terbaca

seorang pasien dan untuk melakukan sebuah dari dokter yang bertanggungjawab dengan

penilaian mengenai kelengkapan data yang beberapa informasi tambahan yaitu

terekam. Di dalam dokumen rekam medis mengenai What, Why, Who, Where, When

terdapat kode diagnosis yang harus diisi oleh (5W), How (1H) untuk menghasilkan koding

petugas rekam medis. Dalam melakukan yang akurat.

72 Jurnal Kesehatan, ISSN.1979-9551, VOL. V. NO.1, MARET 2011, Hal 72-78


Kode J44 merupakan kode penyakit 2011 terdapat 83 kasus PPOK yang terdiri
untuk PPOK/COPD (Chronic Obstructive dari 59 kode J44.1 dan 24 kode J44.9. Dari
Pulmonary Disease). Menurut Peraturan jumlah tersebut maka akan diambil 59 kode
Menteri Kesehatan Nomor J44.1 untuk populasi penelitian.
1022/MENKES/SK/XI/2008 tentang
Pedoman Pengendalian PPOK, Penyakit
METODE PENELITIAN
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan
Jenis penelitian yang digunakan adalah
salah satu dari kelompok penyakit tidak
observasional deskriptif yaitu penulis
menular yang telah menjadi masalah
menggambarkan dan memaparkan hasil
kesehatan masyarakat di Indonesia. Data
penelitian untuk mengetahui keakuratan dan
Badan Kesehatan Dunia (WHO),
ketidakakuratan kode PPOK Eksaserbasi
menunjukkan bahwa pada tahun 1990 PPOK
Akut terhadap pengolahan data statistik
menempati urutan ke-6 sebagai penyebab
rumah sakit. Pendekatan yang digunakan
utama kematian di dunia, sedangkan pada
dengan retrospektif dimana peneliti
tahun 2002 telah menempati urutan ke-3
mengumpulkan dan meneliti catatan medik
setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.
penderita PPOK Eksaserbasi Akut. Populasi
Analisis akurasi kode diagnosis PPOK
dari penelitian ini adalah dokumen rekam
Eksaserbasi Akut berdasarkan ICD-10
medis pasien rawat inap dengan diagnosis
adalah penguraian dari pengodean Penyakit
PPOK Eksaserbasi Akut triwulan II tahun
Paru Obsrtuktif Kronis (PPOK) Eksaserbasi
2011. Terdapat 83 kasus PPOK, diantaranya
Akut yang berupa kata atau tulisan yang
59 kasus PPOK Eksaserbasi Akut (J44.1)
dilakukan dengan cermat dan teliti sehingga
dan 24 kasus PPOK Unspesified (J44.9).
menghasilkan suatu informasi yang akurat,
Dalam penelitian ini menggunakan sampling
benar dan tepat. Dalam hal pengodean,
jenuh dimana peneliti akan mengambil
dokter dan petugas koding mempunyai
keseluruhan kasus PPOK Eksaserbasi Akut
peranan penting dalam keberhasilan
yaitu sebanyak 59 kasus untuk dijadikan
pengkodean diagnosis, khususnya kode
sampel. Sumber data (data sekunder) untuk
diagnosis PPOK Eksaserbasi Akut.
pengambilan nomor rekam medis pasien
Berdasarkan survei awal di RSUD
rawat inap adalah Rekapitulasi Triwulan II
Sragen, dari 5 dokumen rekam medis
Tahun 2011. Data yang dikumpulkan adalah
terdapat 1 kode yang tidak akurat.
nomor rekam medis pasien yang keluar
Ketidakakuratan tersebut dikarenakan dokter
rumah sakit baik hidup maupun mati di
dalam menulis diagnosis utama tidak jelas
RSUD Sragen pada periode triwulan II tahun
atau sulit dibaca. Dari kelima diagnosis
2011. Instrumen penelitian yang digunakan
utama yang terdapat pada dokumen rekam
dalam pengumpulan data :
medis tersebut kesemuanya sulit dibaca.
Selain itu, pada periode triwulan II tahun

Analisis Keakuratan Kode ...(Siti Sk, Dkk) 73


a. Chek list digunakan untuk mengetahui koding setelah menerima dokumen
dan mengidentifikasi akurasi kode rekam medis dari bagian Assembling.
penyakit PPOK Eksaserbasi Akut atau Di bagian koding juga terdapat buku
yang berkaitan dengan kode J44.1 ICD- bantu yang berisi kode penyakit dan
10. tindakan yang sering muncul yang
b. Pedoman wawancara merupakan ditulis sendiri oleh petugas koding
panduan untuk wawancara dengan yang terdahulu, namun buku bantu ini
petugas koding rawat inap. jarang digunakan oleh petugas koding
Pengumpulan data dilakukan dengan dalam menentukan kode. Dalam buku
wawncara dan mengamati secara langsung bantu, untuk kode PPOK hanya
kepada obyek penelitian yang berupa terdapat dua kode yaitu J44.1 untuk
diagnosis dan kode yang berkaitan dengan PPOK Eksaserbasi Akut dan J44.9
penyakit PPOK Eksaserbasi Akut atau kode untuk PPOK. Dari hasil wawancara
J44.1 dalam ICD-10 yang tertulis di diketahui bahwa petugas koding sering
dokumen rekam medis. Analisis data yang mengalami kesulitan dalam
digunakan dalam penelitian ini adalah menentukan kode, diantaranya :
dengan menggunakan analisis diskriptif a. Tulisan dokter yang sulit dibaca
yaitu dengan cara mendiskripsikan data yang dan dipahami.
telah dikumpulkan dan diolah menjadi b. Penggunaan singkatan yang tidak
keakuratan dan ketidakakuratan kode baku atau tidak sesuai dengan
penyakit PPOK Eksaserbasi Akut di Rumah prosedur tetap rumah sakit tentang
Sakit Umum Daerah Sragen. penggunaan singkatan dan simbol.
c. Dalam menentukan diagnosis,
HASIL DAN PEMBAHASAN dokter tidak menggunakan bahasa

1. Tata Cara Pengkodean Penyakit Pada medis (terminologi medis).

Dokumen Rekam Medis d. Internet yang sering mati.

Di Rumah Sakit Umum Daerah Sragen, e. Kamus Kedokteran dan kamus

diagnosis utama ditulis pada lembar Bahasa Inggris yang kurang

masuk dan keluar oleh dokter yang lengkap.

merawat pasien. Diagnosis utama ini Berdasarkan hasil wawancara dengan

didapatkan dari penyakit utama yang petugas koding, adapun tata cara

diderita pasien setelah dilakukan pengkodean diagnosis utama pasien

pemeriksaan yang lebih mendalam. rawat inap yang dilakukan oleh petugas

Pengkodean penyakit pasien rawat inap Koding di Rumah Sakit Umum Daerah

di RSUD Sragen menggunakan buku Sragen adalah sebagai berikut :

ICD 10 volume 1, 2 dan 3. Pengkodean


dilakukan setiap hari oleh petugas

74 Jurnal Kesehatan, ISSN.1979-9551, VOL. V. NO.1, MARET 2011, Hal 72-78


a. Petugas koding menerima dokumen dilakukan revisi untuk buku bantu,
rekam medis yang sudah lengkap karena buku bantu yang terdapat di
dari bagian Assembling. bagian koding belum sesuai dengan
b. Petugas koding menentukan lead ICD-10. Kode yang terdapat di buku
term. bantu hanya kode penyakit yang sering
c. Petugas koding menentukan kode muncul dan belum teruji
diagnosis menggunakan buku ICD - keakuratannya. Selain itu, dalam
10 volume 1, 2, dan 3 dengan prosedur tetap belum ada aturan
memperhatikan exclude dan tentang penggunaan reseleksi kondisi
include. utama MB1-MB5, karena aturan ini
d. Bila petugas koding menemui bermanfaat apabila petugas koding sulit
kesulitan harus dikonsultasikan dalam melakukan pengkodean dan
kepada dokter yang merawat, menentukan kondisi utama pasien.
termasuk istilah diagnosis pada Dokter seringkali tidak jelas dalam
Lembar Rekam Medis yang tidak menulis diagnosis utama PPOK dan
dapat ditemukan pada buku ICD-10 menggunakan istilah atau singkatan
atau dilihat di buku bantu. yang tidak baku. Namun hal ini tidak
e. Petugas koding menulis kode menyebabkan petugas koding kesulitan
diagnosis utama berdasarkan dalam melakukan pengkodean
diagnosis utama di dalam kotak diagnosis utama PPOK, petugas koding
yang telah tersedia pada lembar sudah terbiasa membaca tulisan dokter
masuk dan keluar. yang sulit terbaca tersebut karena
f. Dokumen rekam medis yang sudah sudah bekerja selama 6 tahun di RSUD
dikode diserahkan ke petugas Sragen sebagai petugas koding rawat
bagian indeksing. inap.
g. Petugas koding menentukan lead 2. Keakuratan Kode Diagnosis PPOK
term. Eksaserbasi Akut Akurat dan Tidak
Tata cara pengkodean diagnosis utama Akurat Berdasarkan ICD-10
pasien rawat inap yang dilakukan oleh Di Rumah Sakit Umum Daerah Sragen
petugas koding di Rumah Sakit Umum penulisan diagnosis utama pasien rawat
Daerah Sragen sesuai dengan prosedur inap di tulis pada formulir lembar
tetap pemberian kode penyakit sesuai masuk dan keluar. Diagnosis yang
ICD-10 nomor P.05.05.005 tahun terdapat pada formulir lembar masuk
2011. Namun pada point C yang dan keluar ada tiga macam yaitu
menyatakan bila petugas koding belum diagnosis utama, diagnosis komplikasi
yakin akan ketepatan kode penyakit dan diagnosis lain.
maka dilihat di buku bantu, perlu

Analisis Keakuratan Kode ...(Siti Sk, Dkk) 75


Dari diagnosis yang diperoleh, Hasil perhitungan dari 59 kode
ditunjang dengan hasil keterangan atau diagnosis utama yang diteliti pada
informasi yang mendukung diagnosis dokumen rekam medis pasien rawat
yang terdapat pada formulir lainnya. inap adalah sebagai berikut :
Formulir-formulir tersebut adalah a. Kode Diagnosis Akurat
sebagai berikut : Kode Akurat =
a. Anamnesa Kode yang akuarat
x100%
b. Pemeriksaan Seluruh kode yang diteliti
c. Perjalanan penyakit, perintah
dokter, pengobatan 58
= x100%
d. Rekaman Asuhan Keperawatan 59
pelaksanaan perawatan kesehatan = 98%
e. Hasil pemeriksaan b. Kode Diagnosis Tidak Akurat
Laboratorium/Rontgen/ECG Kode Tidak Akurat =
(Electro Cardio Graphy) /USG Kode yang tidak akuarat
x100%
(Ultrasonography) Seluruh kode yang diteliti
f. Rekaman Asuhan Keperawatan
1
(Data Dasar /Ringkasan = x100%
59
Pengkajian)
= 2%
g. Ringkasan Keluar (Resume)
Dari perhitungan di atas didapatkan
h. Resume Perawatan
persentase kode diagnosis utama yang
i. Grafik Suhu, Nadi, Tensi
akurat dan tidak akurat sebagai
Kode diagnosis utama PPOK
berikut :
Eksaserbasi Akut dapat
diidentifikasikan menjadi kode yang Diagram Keakuratan Kode
akurat dan tidak akurat. Kode akurat Diagnosis PPOK Eksaserbasi
Akut
adalah penetapan kode diagnosis Kode
2%
PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Akurat
ICD-10 yang tepat, lengkap dan sesuai
ICD-10 berdasarkan diagnosis utama Kode
98%
Tidak
pada Formulir Lembar Masuk dan
Akurat
Keluar yang telah ditentukan.
Sedangkan kode tidak akurat adalah
penetapan kode diagnosis PPOK
Eksaserbasi Akut berdasarkan ICD-10
Gambar 1. Diagram keakurata kode
yang tidak lengkap dan tidak sesuai Diagnosis PPOK Eksaserbasi akut
dengan aturan pengkodean ICD-10.

76 Jurnal Kesehatan, ISSN.1979-9551, VOL. V. NO.1, MARET 2011, Hal 72-78


Dari hasil analisis diketahui bahwa Rekam Medis, pengalaman selama 6
kode diagnosis utama pasien rawat inap tahun menjadi petugas koding dan
pada formulir lembar masuk dan keluar pernah mengikuti pelatihan tentang
yang akurat sebanyak 58 kode dari 59 Rekam Medis.
dokumen dan kode diagnosis utama
SIMPULAN DAN SARAN
yang tidak akurat sebanyak 1 dari 59
Tata cara pengkodean diagnosis utama
dokumen. Persentase kode diagnosis
di Rumah Sakit Umum Daerah Sragen sudah
utama yang akurat adalah sebesar 98%
sesuai dengan Prosedur Tetap Rumah Sakit
dari 59 dokumen, kode diagnosis
dan ICD 10. Keakuratan kode diagnosis
utama yang tidak akurat sebesar 2%
utama pada lembar masuk dan keluar kode
dari 59 dokumen. Ketidakakuratan
diagnosis utama yang akurat sebanyak 58
kode diagnosis utama tersebut
kode (98%) dari 59 dokumen, diagnosis
disebabkan karena kesalahan reseleksi
utama yang tidak akurat sebanyak 1 kode
kondisi utama (MB1-MB5). Sehingga
(2%) dari 59 dokumen. Saran yang diberikan
kode yang dihasilkan tidak sesuai
kepada pihak rumah sakit adalah melakukan
dengan ICD-10.
revisi pada buku bantu agar sesuai dengan
Contoh kasus :
ICD-10 dan sebaiknya dalam pengkodean
DRM dengan nomor rekam medis
diagnosis dilakukan reseleksi kondisi utama
31.44.46, pada Formulir Lembar masuk
agar kode diagnosis yang dihasilkan akurat.
dan Keluar tertulis diagnosis PPOK
Eksaserbasi Akut dan Cor pulmonale
KEPUSTAKAAN
dengan kode diagnosisnya J44.1 dan
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur
I27.9, seharusnya kode yang akurat Penelitian. Penerbit Rineka Cipta.
berdasarkan ICD-10 dan reseleksi Jakarta. hal:173.
kondisi utama MB1-MB5 adalah I27.9
karena pada hasil pemeriksaan DepKes RI. 2006. Pedoman
Penyelenggaraan dan Prosedur
menunjukkan Cor : bising (+) sistolik Rekam Medis Rumah Sakit di
katub mitral, bising (+) diastolik katub Indonesia Revisi II. Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik. Jakarta.
aorta dan diagnosis akhir juga Hal: 46-60
menunjukkan Cor pulmonale.
Berdasarkan hasil analisis keakuratan Global Initiative for Chronic Obstructive
kode menunjukkan bahwa akurasi kode Lung Disease (GOLD), 2001.Global
Strategy for theD iagnosis,
diagnosis PPOK Eksaserbasi Akut di Management, and Prevention of
Rumah Sakit Umum Daerah Sragen Chronic Obstructive Pulmonary
Disease. National Institutes of
sebagian besar sudah akurat, hal ini Health
ditunjang dengan riwayat pendidikan
terakhir petugas koding yaitu D3

Analisis Keakuratan Kode ...(Siti Sk, Dkk) 77


Kasim, Fitriati dan Erkadius. Bab 7 Sistem
Klasifikasi Utama Morbiditas dan
Mortalitas yang Digunakan di RanoCenter. 2008. Faktor yang berperan
Indonesia Hatta, Gemala. 2010. dalam akurasi pengkodean. Diakses:
Pedoman Manajemen Informasi 23April 2012.
Kesehatan di Sarana Pelayanan Http://www.ranocenter.net/modules.
Kesehatan. Penerbit Universitas php?name=News&file=article&sid=
Indonesia. Jakarta. hal: 134 139

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis.


Indonesia Nomor Cetakan keduabelas 2008. Penerbit
1022/MENKES/SK/XI/2008 tentang Alfabeta. Bandung.
Pedoman Pengendalian Penyakit
Paru Obstruktif Kronik. Jakarta.
World Health Organization, 2004.
International Statistical
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Clasification Of Diseases And
Penelitian Kesehatan. Penerbit Related Health Problems(ICD-10,
Rineka Cipta. Jakarta. Hal: 131-139. Volume 1), Geneva

Peraturan Menteri Kesehatan Republik ________________ , 2004. International


Indonesia Nomor Statistical Clasification Of Diseases
269/MenKes/Per/III/2008 tentang And Related Health Problems (ICD-
Rekam Medis. Jakarta. 10, Volume 2), Geneva. Hal: 16-114

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). ________________ , 2004. International


2003. Penyakit Paru Obstrultif Statistical Clasification Of Diseases
Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis And Related Health Problems (ICD-
dan Penatalaksanaan di Indonesia. 10, Volume 3), Geneva
PDPI. Jakarta. hal: 2-21

78 Jurnal Kesehatan, ISSN.1979-9551, VOL. V. NO.1, MARET 2011, Hal 72-78


Analisis Keakuratan Kode ...(Siti Sk, Dkk) 79
ANALISIS AKURASI KODE DIAGNOSIS UTAMA BERDASARKAN
ICD-10 PADA DOKUMEN REKAM MEDIS PASIEN RAWAT
INAP TRIWULAN I DI RUMAH SAKIT UMUM
JATI HUSADA KARANGANYAR
TAHUN 2011

Ari Murtisari1, Sri Sugiarsi2


Mahasiswa Apikes itra Husada Karanganyar1, Dosen APIKES Mitra Husada Karanganyar2

ABSTRAK
Latar Belakang : Keakuratan kode dipengaruhi oleh penetapan atau penentuan diagnosis pasien.
Apabila dalam mengode diagnosis tidak akurat maka akan berpengaruh pada jumlah kasus dalam
pembuatan laporan morbiditas, mortalitas serta penghitungan berbagai angka statistik rumah
sakit. Dalam hal ini dibutuhkan diagnosis yang jelas dan terbaca dari dokter yang
bertanggungjawab dengan beberapa informasi tambahan yaitu mengenai What, Why, Who, Where,
When (5W), How (1H) untuk menghasilkan kode yang akurat. Berdasarkan survei awal di Rumah
Sakit Umum Jati Husada bahwa terdapat ketidakakuratan kode diagnosis utama pada 17 dokumen
rekam medis rawat inap sebesar 58.34 %. Tujuan penelitian adalah mengetahui keakuratan kode
diagnosis utama pada dokumen rekam medis pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Jati
Husada Karanganyar Tahun 2011.
Metode Penelitian : Jenis penelitian diskriptif dengan pendekatan retrospektif. Metode
pengumpulan data adalah observasi. Variabel penelitian yaitu akurasi kode diagnosis utama
berdasarkan ICD-10. Populasi penelitian yaitu dokumen rekam medis pasien rawat inap pada
Triwulan I tahun 2011 sebesar 259 dokumen rekam medis pasien rawat inap dan sampel
penelitian adalah 25 % dari populasi yaitu sebanyak 65 dokumen rekam medis pasien rawat inap.
Teknik pengambilan sampel dengan Quota Sampling. Analisis data menggunakan analisis
diskriptif.
Hasil dan Pembahasan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa kode diagnosis utama pasien
rawat inap yang akurat adalah sebesar 25 dokumen rekam medis (38%) dan kode diagnosis utama
yang tidak akurat sebesar 40 dokumen rekam medis (62%). Kesalahan terbanyak yang
menyebabkan ketidakakuratan kode diagnosis utama disebabkan kurang tepatnya coder dalam
menentukan blok-blok kategori penyakit.
Simpulan dan Saran : Diharapkan coder lebih memperhatikan blok-blok kategori penyakit yang
terdapat pada ICD-10 agar diperoleh kode yang tepat. Sebaiknya dalam mengode diagnosis
penyakit coder menggunakan ICD-10 sebagai dasar pengodean agar didapatan kode yang akurat
dan tepat dalam pemilihan digit keempat untuk menghindari kesalahan dalam pengodean. Dalam
peningkatan kemampuan sumber daya manusia sebaiknya coder minimal memiliki pengetahuan
tentang tata cara pengodean, apabila coder belum memiliki pengetahuan tentang tata cara
pengodean maka dapat mengikuti pelatihan, seminar dan melanjutkan pendidikan tentang rekam
medis.

LATAR BELAKANG penggunaannya di Indonesia dimulai dengan

Salah satu kompetensi petugas rekam adanya SK Dirjen YanMed No.

medis adalah mampu melakukan klasifikasi HK.00.051.4.00744 tahun 1996 tentang

dan kodefikasi penyakit, masalah-masalah “Penggunaan klasifikasi internasional

yang bekaitan kesehatan dan tindakan medis. mengenai penyakit revisi ke sepuluh (ICD-

Dalam mengode diagnosis pasien, petugas 10) di rumah sakit” (Shofari, B. 2002). Maka

coding menggunakan buku ICD-10, setiap pengode mampu menghasilkan data

30 Jurnal Kesehatan, ISSN.1979-9551, VOL. V. NO.1, MARET 2011, Hal 30-36


kode yang akurat yaitu data yang Rumah Sakit Umum Jati Husada
dikumpulkan sama atau mendekati angka Karanganyar Tahun 2011.
atau nilai sumber data yang sama
(Depdiknas, 1991). METODE PENELITIAN
Keakuratan kodefikasi penyakit Jenis Penelitian adalah deskriptif yaitu
meliputi keakuratan kode terhadap diagnosis mengetahui keakuratan dan ketidakakuratan
pasien. Apabila dalam mengode diagnosis diagnosis utama pada dokumen rekam medis
tidak akurat maka akan berpengaruh pada pasien rawat inap. Rancangan penelitian
jumlah kasus dalam pembuatan laporan yang digunakan dengan pendekatan
morbiditas, mortalitas, perhitungan berbagai retrospektif. Variabel penelitian yaitu
angka statistik rumah sakit menjadi tidak akurasi kode diagnosis utama berdasarkan
akurat. Dalam hal ini dibutuhkan diagnosis ICD-10. Populasi penelitian yaitu dokumen
yang jelas dan terbaca dari dokter yang rekam medis pasien rawat inap pada
bertanggungjawab dengan beberapa Triwulan I tahun 2011 sebesar 259 dokumen
informasi tambahan yaitu mengenai What, rekam medis pasien rawat inap dan sampel
Why, Who, Where, When (5W), How (1H) penelitian adalah 25 % dari populasi yaitu
untuk menghasilkan kode yang sebanyak 65 dokumen rekam medis pasien
akurat.Keakuratan pada pengodean rawat inap.
diagnosis disebabkan oleh beberapa hal, Instrumen dan Cara Pengumpulan Data
antara lain : Kelengkapan diagnosis yaitu Instrumen yang digunakan adalah chek
penyakit, kemampuan petugas coding untuk list untuk mengetahui dan mengidentifikasi
membaca diagnosis dengan benar, akurasi kode diagnosis utama pasien rawat
kemampuan petugas coding untuk inap. Cara Pengumpulan Data dalam
memahami terminologi medis, kemampuan penelitian ini adalah observasi, yaitu dengan
petugas coding untuk berkomunikasi secara mengamati secara langsung kepada objek
efektif dan efisien dengan berbagai pihak penelitian pada dokumen rekam medis
(ranocenter.net). pasien rawat inap dan mencatatnya pada
Berdasarkan survei awal di Rumah pedoman observasi. Analisis data yang
Sakit Umum Jati Husada menunjukkan digunakan dalam penelitian ini adalah
bahwa terdapat ketidakakuratan kode dengan menggunakan analisis diskriptif
diagnosis utama pada 17 dokumen rekam yaitu dengan cara mendiskripsikan data yang
medis rawat inap sebesar 58.34 telah dikumpulkan dan diolah menjadi data
%.Berdasarkan latar belakang tersebut maka akurat dan tidak akurat dari kode diagnosis
penulis tertarik untuk mengambil judul utama di Rumah Sakit Umum Jati Husada
“Analisis Akurasi Kode Diagnosis Utama Karanganyar.
Berdasarkan ICD-10 Pada Dokumen Rekam
Medis Pasien Rawat Inap Triwulan I Di

Analisis Akurasi Kode Diagnosis...(Ari Murtisari, Sri Sugiarsi) 31


HASIL PENELITIAN DAN a. Identifikasi pernyataan yang ingin
dikode dan lihat pada indek alfabetik
PEMBAHASAN
yang sesuai.
Tata Cara Pengodean Mengenai
b. Cari letak lead term.
Diagnosis Utama Berdasarkan ICD-10 Di
c. Baca dan ikuti setiap catatan yang ada
Rumah Sakit Umum Jati Husada
di bawah lead term.
Karanganyar. Hasil penelitian dapat
d. Baca istilah yang terdapat dalam tanda
diketahui bahwa tata cara pengodean di
kurung sesudah lead term
Rumah Sakit Umum Jati Husada
e. Ikuti secara hati-hati setiap tunjuk
Karanganyar kurang sesuai dengan teori
silang (cross references) dan lihat
pada ICD-10. Dalam melakukan pengodean
“see” dan “see also” yang terdapat
coder lebih sering menggunakan alat bantu
dalam indek.
yaitu daftar ringkasan diagnosis yang sering
f. Rujuk pada daftar tabulasi untuk
digunakan di rumah sakit yang kurang
kesesuaian nomor kode yang dipilih.
spesifik daripada menggunakan ICD 10,
g. Ikuti inclusion dan exclusion term
sehingga kode yang dihasilkan kode
dibawah kode atau dibawah chapter.
diagnosis yang tidak akurat yang
h. Cantumkan kode yang dipilih.
berpengaruh pada pelaporan rumah sakit.
Dokumen yang diteliti untuk penentuan
Petugas coding juga kurang
akurat dan ketidak akuratan kode sejumlah
memperhatikan informasi yang mendukung
65
atau penyebab lain yang mempengaruhi
Persentase Kode Diagnosis Utama Akurat
kode diagnosis utama seperti pada diagnosis
Berikut contoh data hasil pengodean
CKR sehingga didapatkan kode yang
diagnosis utama yang akurat adalah sebagai
kurang tepat dengan penyakit yang diderita
berikut:
sesungguhnya oleh pasien, latar belakang
Pasien dengan nomor rekam medis: 02 03 37
pendidikan coder yang kurang mendukung
- Diagnosis utama pada RM 1 : Dyspepsia
dalam penetapan kode diagnosis sehingga
- Diagnosis utama pada resume :
coder dalam menetapkan kode diagnosis
Dyspepsia
kurang tepat serta
tidak dipergunakan
- Data penunjang :Muntah 1 hari, panas, hasil
dengan semestinya buku tentang
Lab menunjukkan bahwa N. Segment
penggunaan daftar singkatan yang sering
39% (54-62), Limfosit 48% (25-33),
digunakan sehingga menghasilkan kode
Monosit 13%(3-7)
yang tidak akurat.
- Diagnosis utama berdasarkan ICD-10: :
Cara mendapatkan kode diagnosis
Dyspepsia
utama yang akurat, ada petunjuk sederhana
- Kode diagnosis utama pada RM 1 : K30
dalam menentukan kode yaitu:
- Kode diagnosis pada ICD-10 : K30

32 Jurnal Kesehatan, ISSN.1979-9551, VOL. V. NO.1, MARET 2011, Hal 30-36


Dari hasil penelitian akurasi kode coding melakukan kesalahan pada pemilihan
diagnosis pasien rawat inap berdasarkan blok. Berikut contoh data pengodean
ICD-10 di Rumah Sakit Umum Jati Husada diagnosis utama yang tidak akurat adalah
Karanganyar periode triwulan I tahun 2011 sebagai berikut:
terdapat 25 (38%) kode diagnosis yang Pasien dengan nomor rekam medis
akurat atau sesuai dengan aturan pengodean : 02 05 23
ICD-10. Diagnosis utama pada RM 1 :
Persentasi Kode Diagnosis Utama yang Haematemesis
Tidak AkuratKetidakakuratan kode Diagnosis utama pada resume :
diagnosis utama pada dokumen rekam medis Haematemesis
pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Data penunjang :
Jati Husada Karanganyar dapat Muntah darah, BAB darah, susah tidur
dikategorikan dalam : Diagnosis utama berdasarkan ICD-10 :
1) Kesalahan pada Bab Haematemesis
Terdapat 9 kode diagnosis utama yang Kode diagnosis utama pada RM 1 : K20
tidak akurat yang disebabkan karena petugas Kode doagnosis pada ICD-10
coding melakukan kesalahan pada pemilihan : K92.0
bab. Berikut contoh data pengodean 3) Kesalahan pada Digit keempat
diagnosis utama yang tidak akurat adalah Terdapat 7 kode diagnosis utama yang
sebagai berikut : tidak akurat yang disebabkan karena petugas
Pasien dengan nomor rekam medis : coding melakukan kesalahan pada pemilihan
02 08 42 digit keempat. Berikut contoh data
Diagnosis utama pada RM 1 pengodean diagnosis utama yang tidak
: Vertigo akurat adalah sebagai berikut :
Diagnosis utama pada resume Pasien dengan nomor rekam medis
: Vertigo : 02 03 84
Data penunjang : Diagnosis utama pada RM 1
Pusing berputar sejak satu yang lalu, : Gastritis
mual-mual, muntah 3x, lemas (+), tidak Diagnosis utama pada resume
bisa tidur (+), panas (+) : Gastritis Acute
Diagnosis utama berdasarkan ICD -10 : Data penunjang:
vertigo Muntah (+) sejak 4 hari
Kode diagnosis utama pada RM 1 : G45 yang lalu, nyeri perut,
Kode diagnosis pada ICD-10 : R42 kembung, cowong (+)
2) Kesalahan Blok Diagnosis utama berdasarkan ICD-10:
Terdapat 24 kode diagnosis utama yang Gastritis Acute
tidak akurat yang disebabkan karena petugas

Analisis Akurasi Kode Diagnosis...(Ari Murtisari, Sri Sugiarsi) 33


Kode diagnosis utama pada RM 1 sangat diperlukan. Sehingga jika terjadi
: K29 suatu hal yang kurang jelas atau kurang
Kode diagnosis pada ICD-10
ICD lengkap dapat diatasi dan kode yang
: K29.1 dihasilkan akan tepat dan akurat. Petugas
Dari hasil penelitian akurasi kode coding mempunyai peranan penting dala
dalam
utama diagnosis pasien rawat inap akurasi kode untuk senantiasa berusaha
berdasarkan ICD-10
10 di Rumah Sakit Umum meningkatkan kemampuan (Pengetahuan,
Jati Husada Karanganyar periode triwulan I Latar belakang pendidikan), ketekunan,
tahun 2011 terdapat 40 (62%) kode ketelatenan dan ketelitiannya sehingga
diagnosis yang tidak akurat atau tidak sesuai diharapkan dapat menghasilkan kode yang
dengan aturan pengodean ICD-10.
ICD akurat. Selain penulisan diagnosis utama
yang kurang jelas dan
an lengkap serta kurang
telitinya petugas coding dalam mengode
diagnosis utama, penyebab lain
38% Akurat ketidakakuratan kode diagnosis utama pada

62% dokumen rekam medis pasien rawat inap di


Tidak Rumah Sakit Umum Jati Husada
Akurat
Karanganyar yaitu seringnya petugas coding
dalam melakukan
elakukan pengodean menggunakan
alat bantu yaitu daftar ringkasan diagnosis
yang sering digunakan di rumah sakit yang
Gambar 1. Persentase Keakuratan
Penulisan Kode Diagnosis Utama di kurang spesifik serta
erta suasana kerja yang
Rumah Sakit Umum Jati Husada kurang mendukung. Diantaranya ruang
Karanganyar Triwulan ke I Tahun 2011
untuk petugas coding kurang ergonomi
Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi karena berdekatan dengan tempat
Keakuratan Kode Diagnosis Utama Di pendaftaran pasien baik rawat inap, rawat
Rumah Sakit Umum Jati Husada jalan maupun gawat darurat sehingga
Karanganyar. suasananya lebih ramai dan mengganggu
Tenaga medis yang bertanggung jawab kosentrasi petugas coding dalam melakukan
terhadap penulisan diagnosis utama pada pengodean pada diagnosis utama pasien.
dokumen rekam medis pasien rawat inap, Supaya menghasilkan akurasi kode,
jika dalam menuliskan diagnosis utama suasana kerja pada unit rekam medis sangat
secara jelas, lengkap dan dapat dibaca maka berpengaruh karena dibutuhkan kosentrasi
akan memudahkan petugas coding dalam serta ketelatenan dari petugas coding.
memberi kode. Suasana kerja yang tenang, teratur dan
Dalam hal ini kerjasama yang baik strategis dapat meningkatkan kosentrasi dan
antara petugas coding dan tenaga medis

34 Jurnal Kesehatan,
Kesehat ISSN.1979-9551, VOL. V. NO.1, MARET 2011, Hal 30-36
ketelitian dari petugas coding sehingga
mendukung kinerja dan produktifitasnya.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian
(Suatu Pendekatan dan Praktik )
Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka
SIMPULAN DAN SARAN Cipta.
Tata cara pengodean diagnosis utama
pasien petugas coding kurang sesuai dengan __________, 2002. Prosedur Penelitian
(Suatu Pendekatan dan Praktik )
tata cara pengodean pada ICD-10, Persentasi Edisi Revisi I. Jakarta: Rineka
kode diagnosis utama yang akurat adalah Cipta.
sebesar 25 (38%), dan kode diagnosis utama
yang tidak akurat sebesar 40 (62%). Astuti, R. 2008. Tinjauan Akurasi Kode
Diagnosis Utama Pasien Rawat
Ketidakakuratan kode diagnosis utama Inap Berdasarkan ICD-10 Bangsal
paling banyak disebabkan pada kesalahan Dahlia di Badan RSUD Sukoharjo
Periode Triwulan IV Tahun 2007.
petugas coding dalam pemilihan blok-blok Karya Tulis Ilmiah. Program D3
kategori penyakit. Rekam Medis dan Informasi
Kesehatan APIKES Mitra Husada
Disarankan kepada coder lebih Karanganyar : Karanganyar.
memperhatikan blok-blok kategori penyakit
yang terdapat pada ICD-10 agar diperoleh DepDikNas. 2001. Kamus Bahasa Indonesia
kode yang tepat. Sebaiknya dalam Edisi ke 3. Jakarta : Balai Pustaka.
mengkode diagnosis penyakit coder
menggunakan ICD-10 (volume 1, 2 dan 3) DepKes, RI. 1997. Pengelolaan Rekam
Medis Rumah Sakit Di Indonesia
sebagai dasar pengkodean agar didapatan Revisi I, Jakarta.
kode yang akurat dan tepat dalam pemilihan
digit keempat dalam menghindari kesalahan __________. 1999. Pengelolaan Rekam
dalam pengkodean. Dalam peningkatan Medis Rumah Sakit Di Indonesia
Revisi I, Jakarta.
kemampuan sumber daya manusia sebaiknya
coder minimal memiliki pengetahuan
Dr. Soetomo K.P.R.I. RSUD. 1998.
tentang tata cara pengkodean. Klasifikasi Statistik Internasional
Tentang Penyakit Dan Masalah
Kesehatan (ICD-10, Volume 2).
KEPUSTAKAAN Surabaya.
Anggraini, M. 2004. Morbidity ICD-10
Volume 2. In : Training of Hapsara, S. 2004. Morbidity ICD-10
Trainers (TOT) ICD-10. Volume 2. In : Training of Trainers
PORMIKI. Yogyakarta. (Tidak (TOT) ICD-10. PORMIKI.
dipublikasikan). Yogyakarta. (Tidak
dipublikasikan).
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian
(Suatu Pendekatan dan Praktik ) Hatta, G. 2008. Pedoman Manajemen
Edisi Revisi X. Jakarta: Rineka Informasi Kesehatan di Sarana
Cipta.

Analisis Akurasi Kode Diagnosis...(Ari Murtisari, Sri Sugiarsi) 35


Pelayanan Kesehatan. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
World Health Organization, 2004.
International Statistical
Maggandhi, Y. 2010. Analisis Akurasi Kode Clasification Of Diseases And
Diagnosis Utama Eksternal Causes Related Health Problems(ICD-10,
Berdasarkan ICD-10 Pada Pasien Volume 1), Geneva.
Rawat Inap Di Rumah Sakit
Ortopedi Prof. R. Soeharso
Triwulan I tahun 2010. (Karya ______________, 2004. International
Tulis Ilmiah). Karanganyar: Statistical Clasification Of
APIKES Mitra Husada Diseases And Related Health
Karanganyar. Problems (ICD-10, Volume 2),
Geneva.

PerMenKes, RI. Nomor


269/MenKes/Per/III/2008 _______________, 2004. International
Statistical Clasification Of
Diseases And Related Health
Rahmawati, R, 2008. Analisis Akurasi Kode Problems (ICD-10, Volume 3),
Diagnosis Utama Dokumen Rekam Geneva.
Medis berdasarkan ICD-10 Bab XV
Di Bangsal Annisa Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah karanganyar
triwulan IV Tahun 2007. (Karya
Tulis Ilmiah). Karanganyar :
APIKES Mitra Husada
Karanganyar.

Shofari, B. 2002. PSRK 01 Buku 1 Modul


Pembelajaran Pengelolaan Rekam
Medis Dan Dokumentasi Rekam
Medis, PORMIKI, Semarang.

________, 2002. PSRK 01 Buku 2 Modul


Pembelajaran Sistem dan Prosedur
Pelayanan Rekam medis,
PORMIKI, Semarang

Sudra, R I. 2008. Kompetensi Perekam


Medis. Diakses: 22 Maret 2011.
http://www.ranocenter.net/modules.
php?name=News&file=article&sid
=139

Wuryanto, Sis. ICOPIM (International


Clssification Of Procedure In
Medicine). In : Training of Trainers
(TOT) ICD-10. PORMIKI.
Yogyakarta. (Tidak
dipublikasikan).

36 Jurnal Kesehatan, ISSN.1979-9551, VOL. V. NO.1, MARET 2011, Hal 30-36


ANALISIS KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS UTAMA TYPHOID
FEVER BERDASARKAN ICD-10 PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD
KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2011

Septina Multisari, Sri Sugiarsi, Nurifa’atul Masudah Awaliah


APIKES Mitra Husada Karanganyar
apikesmitra@yahoo.co.id

ABSTRAK

Kemampuan petugas coding untuk membaca diagnosis dengan benar, terminologi medis
dan berkomunikasi secara efektif dan efisien dengan berbagai pihak khususnya dokter dan petugas
laboratorium pemeriksaan penunjang akan berpengaruh pada keakuratan kode diagnosis.
Berdasarkan survei pendahuluan di RSUD Kabupaten Sukoharjo terhadap 15 dokumen rekam
medis pasien typhoid fever terdapat 2 (1,41%) dokumen rekam medis yang tidak akurat. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui keakuratan kode diagnosis utama typhoid fever berdasarkan ICD-
10 pada pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Sukoharjo.
Jenis penelitian adalah deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dokumen
rekam medis rawat inap dengan diagnosis typhoid fever sebesar 481. Besar sampel sebanyak 80
dokumen rekam medis yang diambil dengan teknik quota sampling. Variabel penelitian adalah
keakuratan kode diagnosis dengan analisis data dilakukan secara deskriptif.
Hasil penelitian diperoleh bahwa pelaksanaan kodefikasi diagnosis utama typhoid fever
telah sesuai dengan prosedur tetap rumah sakit yang didukung dengan kebijakan ICD-10.
Keakuratan kode diagnosis utama typhoid fever adalah 78 (97,44%) dokumen rekam medis dan
ketidakakuratan kode diagnosis utama sebesar 2 (2,56%) dokumen rekam medis. Ketidakakuratan
kode diagnosis ini disebabkan ketidaktelitian petugas dalam melakukan kodefikasi penyakit
typhoid fever, karena ada berkas rekam medis yang berisi keterangan tambahan yang tidak terbaca
petugas.
Simpulan dari penelitian ini adalah masih ditemukannya kendala dalam mengkode
diagnosis typhoid fever akibat tulisan dokter tidak jelas atau tidak terbaca serta ketidaktelitian
petugas dalam membaca keterangan tambahan yang ada di dalam berkas rekam medis. Disarankan
kepada petugas coding untuk lebih teliti dalam mengkode diagnosis typhoid fever dan
berkomunikasi dengan dokter untuk memperjelas tulisannya dalam mendiagnosis penyakit.
Kata kunci : Keakuratan, Diagnosis, ICD-10, Typhoid Fever
Kepustakaan : 15 (1998 – 2010)
PENDAHULUAN pengkodean diagnosis pasien di rumah sakit
BerdasarkanPeraturan Menteri menggunakan buku ICD-10 (International
Kesehatan Republik Indonesia Nomor Statistical Classification of Diseases and
269/MENKES/PER/III/2008 tentangrekam Related Health Problems Tenth Revision)
medis, berkas yang berisikan catatan yang penggunaannya diberlakukan sejak
dandokumen tentang identitas pasien, dikeluarkannya Keputusan Menteri
pemeriksaan, pengobatan,tindakan dan Kesehatan Republik Indonesia Nomor
pelayanan lain yang diberikan kepada 50/MENKES/SK/I/1998 tentang klasifikasi
pasien, dimana salah satu pelayanannya statistik internasional mengenai penyakit.
adalah pengelolaan dokumen rekam medis Oleh karena itu, seluruh diagnosis dan hasil
pasien diantaranya mengkode diagnosis dan laboratorium yang tertulis dalam dokumen
tindakan terhadap pasien. Proses rekam medis pasien harus dikode secara

Analisis Keakuratan Kode Diagnosis...( Septina Multisari, Sri Sugiars, dk)37


akurat dan tepat, termasuk penyakit typhoid Daerah Kabupaten Sukoharjo ditemukan
fever. ketidakakuratan kode diagnosis utama
Keakuratan kode diagnosis utama typhoid fever sebanyak 2 dokumen rekam
typhoid fever pada dokumen rekam medis medis rawat inap dari 15 dokumen rekam
dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu medis yang diambil secara acak pada
anamnese, hasil pemeriksaan laboratorium periode tahun 2011. Oleh karena itu, peneliti
dan diagnosis utama. Hal ini menuntut tertarik untuk mengambil judul “Analisis
kemampuan petugas coding untuk membaca Keakuratan Kode Diagnosis Utama Typhoid
diagnosis dengan benar, memahami Fever Berdasarkan ICD-10 pada Pasien
terminologi medis dan berkomunikasi secara Rawat Inap di RSUD Kabupaten Sukoharjo
efektif dan efisien dengan berbagai pihak Tahun 2011”.
khususnya dokter yang bertanggung jawab Tujuan umum untuk mengetahui
terhadap pasien dan petugas laboratorium keakuratan kode diagnosis utama typhoid
pemeriksaan penunjang (Hatta, G. 2010). feverberdasarkan ICD-10 pada pasien rawat
Typhoid Fever sebagai penyakit inap di RSUD Kabupaten Sukoharjo Tahun
menular sering dijumpai di daerah tropis dan 2011.
subtropis terutama di daerah dengan kualitas Keakuratan Kode
sumber air yang tidak memadai dengan Akurat dan akurasi memiliki
standar higiene dan sanitasi yang rendah, kesamaan arti yaitu kecermatan, ketelitian,
khususnya di Indonesia yang menjadi ketepatan. Pengertian kode adalah tanda
endemis dan bisa menjadi wabah. Typhoid (kata-kata, tulisan) yang disepakati untuk
Fever disebabkan oleh bakteri salmonella maksud tertentu (untuk menjamin
typhi, yang disebabkan oleh beberapa faktor kerahasiaan berita pemerintah, dsb)
yaitu adanya strain salmonella typhi yang kumpulan peraturan yang bersistem,
resisten terhadap antibiotik dan tersedianya kumpulan prinsip yang bersistem
vaksin yang efektif, aman, dan murah (Arief, (Depdiknas, 2001).
TQ. 2001). Adapun sistem pengkodean yang
Berdasarkan Ditjen Pelayanan Medis digunakan di Indonesia adalah ICD-10
Depkes RI (2005) sepuluh besar penyakit (International Statistical Classification of
terbanyak pasien rawat inap di Indonesia, Diseases and Related Health Problems Tenth
penyakit typhoid fever berada pada peringkat Revision), dimana ICD-10 (International
kedua dengan jumlah kasus 18.116 dengan Statistical Classification of Diseases and
proporsi 3,15 %. Di Rumah Sakit Umum Related Health Problems Tenth Revision)
Daerah Kabupaten Sukoharjo, typhoid fever adalah klasifikasi statistik internasional
ada diurutan kedua daftar 10 besar penyakit tentang penyakit dan masalah kesehatan
tahun 2011 yaitu sekitar 481 pasien. Pada berisi pedoman untuk merekam dan
survei pendahuluan di Rumah Sakit Umum memberi kode penyakit (WHO, 2005).

38Jurnal Rekam Medis, ISSN 1979-9551, VOL.VI. NO.2, OKTOBER 2012, Hal 37-44
Diagnosis Merupakan diagnosis dari
Diagnosis adalah kata yang penyakit penyerta diagnosis
digunakan dokter untuk menyebut suatu utama bukan berasal dari penyakit
penyakit atau gangguan kesehatan seseorang utamanya atau sudah ada sebelum
atau suatu keadaan yang menyebabkan diagnosis utama ditemukan(Hatta,
seseorang memerlukan, mencari, G. 2010).
mendatangi atau menerima asuhan medis Typhoid Fever
dan pelayanan kesehatan. Typhoid adalah suatu penyakit pada
Macam-macam Diagnosis, antara kasus yang menimbulkan gejala-gejala
lain: sistemik yang di sebabkan oleh salmonella
a. Diagnosis Utama (Principal typhi, paratyphi type A, B, C penularan
Diagnoses) terjadi secara pecal, oral melalui makanan
Merupakan suatu dan minuman yang terkontaminasi
diagnosis/kondisi kesehatan yang (Kumalla, 1998).
menyebabkan pasien memperoleh Demam Typhoid adalah penyakit
perawatan atau pemeriksaan yang infeksi akut usus halus yang biasanya
ditegakkan pada akhir episode mengenai saluran pencernaan dengan gejala
pelayanan dan bertanggung jawab demam yang lebih dari 1 minggu gangguan
atas kebutuhan sumber daya pada pencernaan dan gangguan kesadaran
pengobatannya. (Mansjoer, 2001).
b. Diagnosis Sekunder Demam Typhoid dan Paratyphoid
Merupakan diagnosis yang merupakan penyakit infeksi akut usus halus.
menyertai diagnosis utama pada Demam paratyphoid menunjukkan
saat pasien masuk atau yang manifestasi yang sama dengan typhoid
terjadi selama episode pelayanan. namun biasanya lebih ringan (Mansjoer,
c. Diagnosis Komplikasi 2001).
Merupakan penyakit yang Tata Cara Pengkodean
timbul dalam masa pengobatan 1. Identifikasi pernyataan yang akan
dan memerlukan pelayanan diberi kode dan merujuk ke seksi yang
tambahan sewaktu episode tepat pada indeks alfabet.
pelayanan, baik yang disebabkan 2. Cari letak lead term.
oleh kondisi yang ada atau 3. Baca dan ikuti tuntunan setiap catatan
muncul sebagai akibat dari yang tampak dibawah lead term.
pelayanan yang diberikan kepada 4. Baca setiap istilah dalam tanda kurung
pasien. sesudah lead term (modifier ini tidak
d. Diagnosis Kedua, Ketiga (Co mempengaruhi nomor kode).
Morbid)

Analisis Keakuratan Kode Diagnosis...( Septina Multisari, Sri Sugiars, dk)39


5. Ikuti dengan hati-hati setiap rujukan HASIL DAN PEMBAHASAN
silang (“see” dan “see also”) yang A. Hasil Penelitian
ditemukan di indeks. 1. Tata Cara Kodefikasi Diagnosis
6. Rujuk ke daftar tabular untuk verifikasi Typhoid Fever Berdasarkan ICD-10
kecocokan nomor kode yang dipilih. Pada Pasien Rawat Inap di RSUD
7. Baca tuntunan setiap inclusion atau Kabupaten Sukoharjo
exclusion term dibawah kode yang Proses pengkodean di RSUD
dipilih atau dibawah bab, blok atau Kabupaten Sukoharjo menggunakan
judul kategori. ICD-10 atau buku bantu agar tidak
8. Tentukan kode (WHO, 2005). terjadi salah mengkode diagnosis
pasien rawat inap.Tata cara
METODE pengkodean penyakit typhoid fever
Jenis penelitian ini adalahdeskriptif. menurut hasil observasi petugas RSUD
Rancangan penelitian yang digunakan Kabupaten Sukoharjo sebagai berikut:
adalahretrospektif dimana peneliti a. Menentukan bagian dari istilah
mengumpulkan data-data yang ada pada diagnosis yang dijadikan kata
masa lalu atau yang pernah terjadi(Arief, TQ. kunci (Lead Term) untuk
2004).Populasidari penelitian ini adalah digunakan sebagai panduan dan
dokumen rekam medis pasien rawat inap menelusurinya di Alphabetical
dengan diagnosis utama typhoid fever di Index.
RSUD Kabupaten Sukoharjo tahun 2011 b. Memilih Alphabetical Index to
sebanyak 481 dokumen. Diseases and Nature of Injury.
Penelitian ini menggunakan teknik c. Kemudian tentukan huruf awal
non probability sampling dengan jenis dari lead term yang akan dicari
pengambilan sampel secara kuota sampling, dari diagnosis typhoid fever.
Dalam penelitian ini peneliti menginginkan d. Menentukan pilihan nomor kode
sebanyak 80 dokumen rekam medis pasien istilah diagnosistyphoid fever.
rawat inap dengan typhoid fever.Instrumen e. Mencocokkan kode yang
yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh di volume 3 ICD-10
adalahchek list, pedoman wawancara. Cara dengan yang ada di volume 1
pengumpulan data dengan observasi, ICD-10 dengan memperhatikan
wawancara. semua perintah, keterangan,
includes, excludes, use additional
code dan lain-lain yang
menyertainya.
f. Menentukan nomor kode terpilih.

40Jurnal Rekam Medis, ISSN 1979-9551, VOL.VI. NO.2, OKTOBER 2012, Hal 37-44
Berdasarkan wawancara yang analisis yang dilakukan terhadap
dilakukan terhadap petugas coding dokumen rekam medis pasien rawat
diketahui bahwa petugas telah inap dengan keluhan typhoid fever
melakukan pengkodean sesuai dengan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
prosedur pengkodean penyakit. Untuk Tabel 4.1
mempercepat proses pengkodean di Analisis Akurasi Kode Diagnosis typhoid
Fever
RSUD Kabupaten Sukoharjo
Keakuratan Ket.
menggunakan buku bantu yang berisi
Kode
kode-kode penyakit. Khususnya kasus N Prosen
Dokumen Jml
yang sering terjadi di rumah sakit o tase
Rekam
sehingga membantu petugas dalam
Medis
mengkode penyakit typhoid fever
1 Kode 78 97,44
dengan cepat. Selain itu, petugas
Akurat %
coding sudah mengetahui kode
2 Kode Tidak 2 2,56% Tidak
diagnosis yang sering muncul dengan
Akurat Terkod
kode-kode diagnosis penyakit sehingga
e
petugas langsung memberi kode
Jumlah 80 100%
diagnosis pasien pada ringkasan masuk
Sumber Data : Hasil Pengolahan Data
dan keluar (RM-1). Apabila petugas
coding mengalami kesulitan dalam a. Prosentase Kode Diagnosis
membaca tulisan dokter yang tidak Typhoid Fever yangAkurat
jelas atau tidak terbaca, petugas coding Berdasarkan hasil analisis
menanyakan kepada dokter yang akurasi kode diagnosis typhoid
bertanggung jawab terhadap pasien fever pasien rawat inapdi RSUD
yang bersangkutan. Kabupaten Sukoharjo tahun
2. Keakuratan Kode Diagnosis Typhoid 2011ada 78 (97,44%) dokumen
Fever Berdasarkan ICD-10 Pada Pasien rekam medis yang akurat dari 80
Rawat Inap di RSUD Kabupaten dokumen rekam medis.
Sukoharjo Keakuratan kode diagnosis ini
Keakuratan kode diagnosis dapat dilihat dari hasil
typhoid fever berdasarkan ICD-10 pengamatan terhadap dokumen
dapat diidentifikasi menjadi kode yang rekam medis pasien rawat inap
akurat dan tidak akurat. Di RSUD dengan diagnosis utama typhoid
Kabupaten Sukoharjo diagnosis fever yaitu pada formulir
typhoid fever dikode dengan A01.0 ringkasan riwayat masuk dan
untuk pasien yang terdiagnosis typhoid keluar (RM-1).
fever oleh dokter. Berdasarkan hasil

Analisis Keakuratan Kode Diagnosis...( Septina Multisari, Sri Sugiars, dk)41


b. Prosentase Kode Diagnosis Pada Pasien Rawat Inap di RSUD
Typhoid Fever yang Tidak Akurat Kabupaten Sukoharjo
Berdasarkan hasil analisis Pelaksanaan pengkodean di
akurasi kode diagnosistyphoid RSUD Kabupaten Sukoharjo petugas
fever pasien rawat inapdi RSUD coding menetapkan kodefikasi penyakit
Kabupaten Sukoharjo tahun dengan buku bantu. Buku bantu berisi
2011ada2 (2,56%) dokumen kumpulan kode penyakit yang sering
rekam medis yang tidak akurat dijumpai di RSUD Kabupaten
dari 80 dokumen rekam Sukoharjo yang tersusun secara
medis.Ketidakakuratan kode alphabetic. Adapun penetapan kode
diagnosis ini dapat dilihat dari pada buku bantu berdasarkan ICD-10.
hasil pengamatan terhadap Penggunaan buku bantu sangat
dokumen rekam medis pasien membantu petugas dalam mengkode
rawat inap dengan typhoid fever diagnosis pasien dengan typhoid fever.
pada lampiran 21 dapat ditunjang Penggunaan buku bantu sangat
dengan kode diagnosis tidak membantu petugas dalam mengkode
akurat karena disebabkan oleh diagnosis penyakit pasien dengan cepat
kurangnya ketelitian petugas dan akurat. Namun dalam pelaksanaan
dalam melakukan kodefikasi pengkodean petugas mengalami
penyakit typhoid fever, dan kesulitan dalam membaca tulisan
petugas hanya membaca tulisan dokter yang tidak jelas atau
ringkasan masuk dan keluar tidak terbaca.
pasien. 2. Keakuratan Kode Diagnosis Typhoid
Hal lain yang berpengaruh Fever Berdasarkan ICD-10 Pada Pasien
terhadap ketidakakuratan kode Rawat Inap di RSUD Kabupaten
diagnosis adalah tulisan dokter Sukoharjo
yang tidak jelas atau tidak terbaca Berdasarkan hasil penelitian dapat
oleh petugas coding dan petugas diketahui bahwa prosentase kode
coding langsung memberi kode diagnosis typhoid fever yang akurat
diagnosis pada ringkasan masuk adalah sebesar 78 (97,44%) dokumen
dan keluar (RM-1), tidak rekam medis. Hal ini disebabkan
mengkonfirmasikan kepada karena kode typhoid fever dalam buku
dokter yang bertanggung jawab bantu sudah sesuai dengan ICD-10
terhadap pasien. sehingga penetapan kode pada formulir
B. Pembahasan ringkasan riwayat masuk dan keluar
1. Tata Cara Kodefikasi Diagnosis Utama (RM-1) tersebut benar. Hal ini
Typhoid Fever Berdasarkan ICD-10 dikarenakan keberadaan formulir

42Jurnal Rekam Medis, ISSN 1979-9551, VOL.VI. NO.2, OKTOBER 2012, Hal 37-44
ringkasan masuk dan keluar (RM-1) ini 10 atau buku bantu, tetapi dalam
sebagai bagian dari penetapan kode pelaksanaan masih mengalami
dikarenakan formulir ini berisi tentang kendala yang disebabkan oleh
hal-hal yang mempengaruhi dalam penulisan dokter yang tidak jelas atau
pengkodean diagnosis penyakit yaitu tidak terbaca.
umur, pekerjaan, jenis kelamin, 2. Berdasarkan analisis
diagnosis penyakit, anamnesa dan keakuratankodediagnosis utama
keluhan (Depkes, 2006). typhoid feverdi RSUD Kabupaten
Kode diagnosis typhoid fever Sukoharjo ditemukan 78 dokumen
yang tidak akurat sebesar 2 (2,56%) rekam medis (97,44%) yang akurat
dokumen rekam medis. Hal ini dan 2 dokumen rekam medis (2,56%)
menunjukkan bahwa masih ditemukan yang tidak akurat.
adanya tidak ada kode yang belum
sesuai dengan kode diagnosis untuk DAFTAR PUSTAKA
penyakit typhoid fever yang tercantum
dalam ICD-10 meskipun jumlahnya Arief, TQ. 2004. Pengantar Metodologi
Penelitian Untuk Ilmu Kesehatan.
tidak terlalu banyak. Hal ini disebabkan
Surakarta : CSGF (The Community
karena ketidaktelitian petugas sehingga of Self Help Group Forum). hal : 71
terdapat berkas rekam medis yang
__ . 2009. Pengantar
terlewat saat penetapan kode diagnosis. Metodologi Penelitian Untuk Ilmu
Kesehatan. Surakarta : Lembaga
Hal ini sesuai dengan teori bahwa tidak
Pendidikan (LPP) UNS dan UPT
dilakukannya tinjauan ulang Penerbit dan Pencetakan UNS. hal :
45
keseluruhan rekam medis, karena
sumber kesalahan utama yang Arikunto, Suharsini. 2010. Prosedur
Penelitian(Suatu Pendekatan dan
ditemukan dalam pengkodean pada
Praktik) Edisi Revisi X. Jakarta :
umumnya adalah statemen keputusan PT Rineka Cipta.
diagnosis dan tindakan, yang biasanya
DepDikNas. 2001. Kamus Bahasa Indonesia
terdapat dalam lembar awal. Edisi ke 3. Jakarta : Balai Pustaka.
Kemungkinan kesalahan disebabkan
DepKes RI. 2006. Pengelolaan Rekam
oleh pengkodean yang sering dilakukan Medis Rumah Sakit Di Indonesia
Revisi II, Jakarta.
pada dokumen yang tidak lengkap
(Sudra, R I. 2008) Hatta, Gemala. 2010. Pedoman Manajemen
Informasi Kesehatan di Sarana
Pelayanan Kesehatan. Edisi Revisi.
SIMPULAN Jakarta : Universitas Indonesia (UI-
Press).
1. Tata cara kodefikasi diagnosis utama
typhoid fever di RSUD Kabupaten Hidayat, A A. 2010. Metode Penelitian
Kebidanan Teknik Analisis Data.
Sukoharjo masih menggunakan ICD-
Jakarta : Salemba Medika.

Analisis Keakuratan Kode Diagnosis...( Septina Multisari, Sri Sugiars, dk)43


KepMenKes RI. Nomor
50/MENKES/SK/1/1998 tentang
Pemberlakuan Klasifikasi Statistik
Internasional Tentang Penyakit
Revisi Ke-10.

Kumala, Poppy. 1998. Kamus saku


kedokteran dorland. Edisi 25.
Jakarta.

Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta


Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI: Jakarta.
(halaman: 421-425)

Notoatmodjo, Soekijdo. 2010. Metodologi


Penelitian Kesehatan. Edisi
Revisi Pertama. Jakarta : PT
Rineka Cipta.

PerMenKes RI. Nomor


269/MenKes/Per/III/2008 tentang
Rekam Medis. Jakarta.

Sudra, R I. 2008. Kompetensi Perekam


Medis. Diakses: 22 Maret 2012.
http://www.ranocenter.net/modules.
php?name=News&file=article&sid
=139

Sugiyono. 2007. Statistika untuk penelitian.


Revisi terbaru. Bandung : CV
Alfabeta. Hal. 27

World Health Organization, 2005.


International Statistical
Clasification Of Diseases And
Related Health Problems(ICD-10,
Volume 1), Geneva.

_______________________,
2005.International Statistical
Clasification Of Diseases And
Related Health Problems (ICD-10,
Volume 2), Geneva.

_______________________, 2005.
International Statistical
Clasification Of Diseases And
Related Health Problems (ICD-10,
Volume 3), Geneva.

44Jurnal Rekam Medis, ISSN 1979-9551, VOL.VI. NO.2, OKTOBER 2012, Hal 37-44
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Ratu Fadhila Khansa Salsabila Yusran, lahir di Ujung

Pandang pada tanggal 19 Agustus 1998. Penulis merupakan

anak kedua dari lima bersaudara yaitu Ratu Nurul Hikmah Putri

Perdana Yusran S.Farm, Ratu Hanifa Malihah Nurjannah

Yusran, Raja Almer Jamail Natsir Yusran, Raja Anmar Atthalla Natsir Yusran

buah hati dari pasangan Ayahanda Yusran, dengan Ibunda ST. Nurhana Natsir.

Penulis Memasuki Pendidikan Formal di TK Aisyiah Palopo pada tahun 2004

dan lulus pada tahun 2005. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di SD

Negeri 12 Langkanae Palopo pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2011.

Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Palopo pada tahun

2011 dan lulus pada tahun 2014, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri

2 Palopo pada tahun 2014 dan lulus pada tahun 2017. Kemudian pada tahun 2017,

mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi di Stikes Panakkukang Makassar, dan

berhasil diterima menjadi mahasiswa Stikes Panakkukang Makassar di Prodi D-III

Rekam Medis dan Informasi Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai