INAP”
LAPORAN KASUS
17.03.030
MAKASSAR 2020
ABSTRAK
Latar Belakang: Keakuratan kode dipengaruhi oleh penetapan atau penentuan diagnosis pasien.
Apabila dalam mengkode diagnosis tidak akurat maka akan berpengaruh pada jumlah kasus dalam
pembuatan laporan morbiditas, mortalitas serta perhitungan berbagai angka statistik rumah sakit.
Dalam hal ini dibutuhkan diagnosis yang jelas dan terbaca dari dokter yang bertanggung jawab
dengan beberapa informasi tambahan yaitu mengenai What, Why, Who, Where, When, (5W),
How (1H). Tujuan: Mengetahui persentasi keakuratan kode diagnosis utama, Metodologi:
Pencarian artikel menggunakan database Google Scholar dan Garuda untuk menemukan artikel
menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi kemudian dilakukan review. Hasil: dari 8 jurnal yang
diteliti terkait kode diagnosis utama berdasarkan ICD-10 masih dalam kategori tidak baikdimana
dari 8 penelitian hanya 2 penelitian dengan persentasi keakuratan (<90%), sedangkan 6 penelitian
lainnya dengan persentasi keakuratan (>75%). Kesimpulan: Pada penelitian ini persentasi
keakuratan kode diagnosis utama lebih rendah dari tidak akurat kode disebabkan karena faktor
tenaga medis (tulisan dokter yang tidak bisa dibaca), koding atau coder (kurangnya pengetahuan
coder, kurangnya pelatihan untuk dokter, coder kurang teliti), kelengkapan dokumen rekam medis
(rekam medis yang tidak lengkap), dan kebijakan (tidak terdapat SOP dalam pengkodean).
vi
vii
ABSTRACT
Background: The accuracy of the code is influenced by the observation or patients’ diagnosis.
When it comes to inaccurate diagnosis code, it will affect the number of cases in the preparation of
morbidity, mortality reports and the calculation of various hospital statistics. In this case, a clear
and legible diagnosis from the doctor in charge with some additional information (What, Why,
Who, Where, When, How/ 5W+1H) is needed. Purpose:Therefore, the object of this study is to
find out the percentage of the accuracy of the main diagnostic code. Methodology: However, the
results of this study found that from 8 journals studied on primary diagnostic codes based on ICD-
10 is still in poor category. Results: which of the 8 studies is only 2 with percentage of accuracy
(<90%), while the other 6 with accuracy presentation (> 75%). Conclusion: This study used the
descriptive qualitative method, in addition, the researcher’s looking for the articles using the
database of Google Scholar and Garuda to find out the articles using the inclusion and exclusion
criteria, and finally do a review. As the conclusion of this study, the percentage of the accuracy of
the main diagnosis code was lower than the inaccuracy of the code, and it caused by medical
personnel factors (readable doctors’ handwriting), coding or coder (lack of coders’ knowledge,
lack of training for doctors, coder is less careful), the completeness of documents (incomplete
medical records), and the policy (no SOPs in coding).
karena atas segala rahmat dan ridho serta karena atas izin dan petunjuk-Nyalah,
hambatan yang penulis temui, tetapi berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, maka semua kesulitan dan hambatan dapat terasi. Oleh karena itu, penulis
ingin mengucapkan banyak terima kasih khususnya kepada kedua orang tua
penulis, Ayahanda Yusran, Ibunda ST.Nurhana Natsir yang selalu memberi doa
dan semangat serta Ibu Lilik Meilany,S.St,M.Kes selaku pembimbing I dan Bapak
Lande, M.Min selaku penguji yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran
dalam memberikan bimbingan selama proses penulisan Laporan Kasus ini, dan
kepada semua pihak yang telah memberikan rangkaian bantuan penulis yaitu:
Sulawesi Selatan.
Panakkukang Makassar.
viii
ix
dosen D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan atas segala bimbingan dan
Sari, Fitriani, Rezky Amalia Nurdin, dan Hasra Wahyu Ningsi yang selama ini
semangat dalam pengerjaan laporan kasus ini, kalian luar biasa. Terima kasih
teman-teman seperjuangan.
dukungan.
Akhir kata semoga dalam penulisan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
x
xi
BAB IV PEMBAHASAN
A. Hasil .................................................................................................. 32
B. Pembahasan....................................................................................... 36
xii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 46
B. Saran ................................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
xv
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
kepada pasien. Catatan merupakan tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter
gigi tentang segala tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka
observasi, pengobatan harian dan semua rekaman, baik berupa foto radiologi,
dari perwujudan pelayanan kesehatan yang optimal bagi sebuah rumah sakit.
Isi dari berkas rekam medis mempunyai nilai guna sebagai dasar
data yang terekam. Di dalam dokumen rekam medis terdapat kode diagnosis
yang harus diisi oleh petugas rekam medis. Dalam melakukan pengkodean
1
2
statistic rumah sakit akan salah atau tidak akurat. Dalam hal ini dibutuhkan
diagnosis yang jelas dan terbaca dari dokter yang bertanggung jawab dengan
When (5W), How (1H) untuk menghasilkan koding yang akurat (Siti Nurul
dan angka atau kombinasi huruf dan angka yang mewakili komponen data.
dan akurat diperlukan rekam medis yang lengkap. Rekam medis harus
3
memuat dokumen yang akan dikode seperti pada lembar depan seperti;
patologi dan resume pasien keluar. Salah satu faktor penyebab ketidaktepatan
diagnosis tidak tepat adalah pasien mengorbankan biaya yang sangat besar,
pasien yang seharusnya tidak minum obat antibiotika tetap harus diberi
antibiotika dan dampak yang lebih fatal berisikan mengancam jiwa pasien
praktik kerja lapangan saya pernah melihat disalah satu rumah sakit tempat
berkas rekam medis pasien rawat inap masih banyak yang tidak akurat salah
pasien yang akurat sedangkan yang tidak akurat 30 (58,82%) berkas rekam
medis dari 51 berkas. Hal ini disebabkan karena dalam tata cara pengkodean
kodefikasi petugas tidak membuka volume 3, hal ini belum sesuai dengan
teori Kasim dan Erkadius dalam Hatta (2014) tentang pemberian kode
penyakit, selain itu petugas menggunakan ingatan dan hafalan beberapa kode
sehingga menjadi sebuah kebiasaan dalam proses pengkodean (Dwi Utari &
(98%) berkas rekam medis yang akurat, sedangkan yang tidak akurat 1 (2%)
dihasilkan tidak sesuai (Siti Nurul Kasanah & Rano Indradi Sudra 2011).
berkas rekam medis yang akurat, sedangkan yang tidak akurat 2 (2,56%) dari
petugas hanya membaca ringkasan masuk dan keluar pasien. Hal lain yang
dokter yang tidak jelas atau tidak terbaca oleh petugas coding dan petugas
coding langsung memberi kode diagnosis pada ringkasan masuk dan keluar
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
diagnosis utama.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
rekam medis.
6
2. Manfaat Praktis
a. Bagi rumah sakit hasil penulisan laporan kasus ini dapat di jadikan
kesehatan.
b. Sebagai masukan dan tolak ukur coder dalam hal pengkodean pada
TINJAUAN TEORI
(KKPMT)
dari mata kuliah KKPMT. Mata kuliah ini merupakan suatu ilmu yang
1. Sistem Klasifikasi
7
8
terdiri dari nama penyakit, proses penyakit, causa penyakit, dan masalah
(sesuai dengan aturan ICD-10), akurat (sesuai dengan proses hasil akhir
dikumpulkan dari berbagi daerah atau Negara pada saat yang berlainan
berguna untuk :
kesehatan.
mortalitas.
dikembangkan.
h. Analisis pembiayaan.
penyakit yang diderita oleh seorang pasien atau suatu keadaan yang
2015).
episode pelayanan.
pasien.
11
dalam satu grup nomor kode penyakit dan tindakan yang sejenis. Penerapan
a. Struktur ICD-10
1) Volume I
connective tissue
chromosomal abnormalities
2) Volume 2
et al, 2017).
3) Volume 3
kimia lain.
kimia lain
b. Langkah-langkah Pengkodean
penyakit atau cidera atau kondisi lain yang terdapat pada Bab
term”.
dan perinah see dan see also yang terdapat dalam indeks.
kategori,atau subkategori.
dari kata “tepat” yang mendapat awalan ke- dan akhiran-an. Kata tepat berarti
hala yang betul atau lurus (arah,jurusan); kena benar (pada sasaran, tujua,
maksud, dan sebagainya); tidak ada selisih sedikitpun, tidak kurang dan tidak
lebih, persis, betul atau cocok (tentang dugaan, ramalan, dan sebagainya);
diagnosis dikatakan tepat atau akurat apabila sesuai dengan yang tertulis
blok dalam ICD-10 tidak cukup hanya sampai karakter ketiga atau keempat,
pada Bab XIII, jenis fraktur dan cedera (tertutup atau terbuka) pada Bab XIX,
serta macam aktifitas saat kejadian pada Bab XX (Defa Miftara Agustine dan
perekam medis kualitas data yang terkode merupakan hal penting bagi
biaya, beserta hal-hal lain yang berkaitan dengan asuhan dan pelayanan
dihasilkan harus tepat sesuai diagnosis, karena jika kode yang dihasilkan
laporan morbiditas dan mortalitas rumah sakit menjadi tidak akurat serta
1. Tenaga Medis
operasi atau tindakan lain dan merupakan input yang akan dikoding oleh
koding atau koder merupakan kunci utama. Koding atau penetapan kode
dokumen.
4. Kebijakan
akan mengikat dan mewajibkan semua petugas di rumah sakit yang terlibat
kode yang tepat. Selain it pengalaman, ketekunan atau ketilitian koder juga
kurang tepat, koder kurang teliti dan kurangnya kemampuan koder dalam
membaca diagnosis.
berfungsi memberikan pelayanan kepada pasien satu hari atau lebih dengan
berbagai jenis didalam suatu ruangan dengan kelas perawatan berbeda. Pasien
rawat inap (TP2RI) biasa disebut admitting office atau sentaral opname (SO).
1. Pasien yang kompeten dan cara penerimaan pasien yang bagus dan jelas
serta lokasi yang dekat dari tempat penerimaan pasien rawat inap.
4. Membuat catatan yang lengkap tentang jumlah tempat tidur yang terpakai
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
B. Pencarian Literature
1. Kata Kunci
utama”.
2. Database Pencarian
gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang di peroleh dari
23
24
3. Strategi Pencarian
Tabel 3.1
pada artikel tersebut maka artikel tersebut tidak di ambil dalam proses
literature review. Adapun kriterian inklusi dan eksklusi pada literature ini
yaitu :
25
Tabel 3.2
INKLUSI EKSKLUSI
Artikel Tahun 2011-2020 Artikel Di Bawah Tahun
Keakuratan Kode Diagnosis Keakuratan Kode Diagnosis
Utama Sekunder
Faktor Yang Mempengaruhi
Akurasi Kode Diagnosis
Utama
Sumber data: Jurnal (2011-2018)
rincian yaitu 12 jurnal pada Google Scholar, dan 1 jurnal pada Garuda.
Gambar 1
Mulai
Pilih database
pencarian literature
Masukkan kata
kunci pencarian
Database pencarian
Selesai
27
Islam Klaten.
Jember
Sehat Sragen.
E. Ekstraksi Data
Tabel 3.3
Ekstraksi Data Jurnal Pendidikan
Persentas
e
Populasi &
Nama Penellitian Desain Akurasi Faktor yang Mempengaruhi Keakuratan
No Judul sampel ketepatan
(Author), Th Penelitian Kode Kode Diagnosa
kode diagnosis
Diagnosa
Utama
Tinjauan Akurasi Tidak dijelaskan secara rinci apakah
Kode Pasien S P kasus terbuka, dan pada digit ke 5 fraktur
Cedera Pada belum dikode atau salah penempatan
Kasus kodenya.
Adinda Putri Kecelakaan Lalu
1. Kualitatif 36,36%
Amalia, 2018 Lintas
Berdasarkan 77 -
ICD-10 di RSU
Muhammadiyah
Ponorogo
Tinjauan Faktor penyebabnya yang dimana
Keakuratan Kode petugas koder melakukan kesalahan pada
Diagnosis Utama pemilhan blok.
Abortus
Anggita Suci
2. Imminens Pada Deskriptif 73% 41 83
Nuraeni, 2016
Dokumen Rekam
Medis Pasien
Rawat Inap di RS
Islam Klaten
30
Sragen
Analisis Akurasi Kurang tepatnya koder dalam
Kode Diagnosis menentukan blok-blok, tenaga medis
Utama yang tidak bertanggung jawab terhadap
Berdasarkan penulisan diagnosis utama pada berkas
Ari Multisari, ICD-10 Pada rekam medis dalam menuliskan
7. Deskriptif 38% 65 259
2011 Dokumen Rekam diagnosis utama secara jelas,lengkap,dan
Medis Pasien mudah dibaca
Rawat Inap Di
RSU Jati Husada
Karangayar
Analisis Tulisan dokter yang tidak jelas atau tidak
Keakuratan Kode terbaca oleh petugas coding dan petugas
Diagnosis Utama coding langsung memberi kode diagnosis
Typhoid Fever pada ringkasan masuk dan keluar (RM-
Berdasarkan 1), tidak mengkonfirkmasikan kepada
Septina Multisari,
8. ICD-10 Pada Deskriptif 97,44% 80 481 dokter yang bertanggung jawab terhadap
2011
Pasien Rawat pasien
Inap di RSUD
Kabupaten
Sukoharjo Tahun
2011
Sumber data: Jurnal (2011-2018)
BAB VI
A. HASIL
Tabel 4.1
Karakteristik Data Literature
32
33
Rekam Penyakit
Medis Abortus
Pasien Imminen
Rawat s
Inap Di
Rumah
Sakit
Islam
Klaten
3. Rinda Journal of Analisis Kualitati Penetapan Googl
Nurul Agromedic Ketepatan f, Berkas kode e
Karimah ine and Kode Rekam diagnosis school
(2016) [3] Medical Diagnosis Medis 23,75% ar
Sciences Penyakit Penyakit
(Vol 2, No Gastroente Gastroen
2) ritis Acute teritis
Berdasark
an
Dokumen
Rekam
Medis Di
Rumah
Sakit
Balung
Jember
4. Dwi Utari Jurnal Akurasi Deskripti Penetapan Googl
& Astri Sri Rekam Kode f, Berkas kode e
Wariyanti Medis Diagnosis Rekam diagnosis school
(2016) [4] (Vol 10, Chronic Medis 41,18 ar
No 1) Kidney Penyakit
Disease Chonic
Berdasark Kidney
an ICD-10 Disease
Pasien
Rawaat
Inap Di
RSUD
Dr.Sayidi
man
Magetan
5. Santi Jurnal Keakurata Deskripti Penetapan Googl
Meylani Rekam n Kode f kode e
Eka Sari & Medis Diagnosis pendekat 72,10% school
Astri Sri (Vol 11, Stroke Di an ar
Wariyanti No 2, Rumah retrospek
(2017) [5] Oktober) Sakit tif,
34
Islam Berkas
Amal Rekam
Sehat Medis
Sragen Penyakit
Stroke
6. Siti Nurul Jurnal Analisis Deskripti Penetapan Googl
Kasanah Rekam Keakurata f kode e
& Rano Medis n Kode pendekat diagnosis scholl
Indradi (Vol 5, Diagnosis an 98% ar
Sudra No 1, PPOK retrospek
(2011) [6] Maret) Eksaserba tif,
si Akut Berkas
Berdasark Rekam
an ICD 10 Medis
Pada Penyakit
Dokumen PPOK
Rekam
Medis
Pasien
Rawat
Inap Di
RSUD
Sragen
7. Ari Jurnal Analisis Deskripti Penetapan Googl
Murtisari Rekam Akurasi f kode e
& Sri Medis Kode pendekat diagnosis school
Sugiarsi (Vol 5, No Diagnosis an 38% ar
(2011) [7] 1, Maret) Utama retrospek
Berdasark tif,
an ICD-10 Berkas
Pada Rekam
Dokumen Medis
Rekam
Medis
Paien
Rwat Inap
Di Rumah
Sakit
Umum
Jati
Husada
Karangaya
r
8. Septina Jurnal Analisis Deskripti Penetapan Googl
Multisari Rekam Keakurata f, Berkas kode e
(2012) [8] Medis n Kode Rekam diagnosis school
35
utama >84% terdapat pada hasil penelitian Siti Nurul Kasanah (2011) dan Septina
Multisari (2011). Persentasi keakuratan kode diagnosis utama <84% terdapat pada
hasil penelitian Adinda Putri Amalia (2018); Anggita Suci Nuraeni (2016); Rinda
Nurul Kharimah (2016); Dwi Utari (2016) Santy Meylani Eka Sari (2017) dan Ari
Multisari (2011).
36
Tabel 4.2
Faktor yang mempengaruhi keakuratan kode diagnosis uatama
Faktor-faktor
No yang Pernyataan No. Referensi
mempengaruhi
1. Sumber Daya 1. Tulisan dokter yang tidak [1], [2], [3],
Manusia (SDM) bisa dibaca. [4], [5], [6],
yaitu (Dokter dan 2. Kepatuhan dokter dalam [7] dan [8].
Coder) melengkapi rekam medis
dan diagnosis
3. Kurangnya pengetahuan
coder
4. Kurangnya pelatihan
untuk coder
5. Coder kurang teliti
2. Kelengkapan 1. Rekam medis yang tidak [3] dan [4]
dokumen rekam lengkap.
medis 2. Pemeriksaan penunjang
yang tidak lengkap
3. Kebijakan Tidak terdapat SOP dalam [1], [4], [6],
Pengkodean [7] dan[8]
Sumber data: Jurnal (2011-2018)
Manusia (SDM) yaitu tenaga Dokter (tulisan dokter yang tidak bisa
kode diagnosis utama yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu petugas
untuk coder, dan coder kurang teliti) terdapat pada jurnal [1], [2], [3], [4],
kode diagnosis utama adalah kebijakan yaitu tidak terdapat SOP, terdapat
B. Pembahasan
reimbursement.
keakuratan <84% yaitu pada penelitian [1], [2], [3], [4], [5], [7], dan
Hal ini tidak sejalan dengan teori menurut Hatta dalam Harti et al,
(2016) bahwa kode yang dihasilkan harus tepat sesuai diagnosis, karena
jika kode yang dihasilkan tidak tepat maka akan mempengaruhi proses
apabila 100%.
a. Tenaga Medis
input yang akan dikoding oleh petugas koding dibagian rekam medis.
3 dari 8 jurnal [6], [7], [8]. Adapun faktor tenaga medis yang
dokter perlu lebih teliti dalam melengkapi dan menulis diagnosis dan
Hal ini tidak sejalan dengan teori Budi (2011) bahwa dalam proses
terdapat dari 8 jurnal diantaranya [1], [2], [3], [4], [5], [6], [7], [8].
kode diagnosis.
pengkodean. Hal ini juga sejalan dengan teori Sudra dalam Setiyani et
diagnosis.
medis, dalam hal ini sangat bergantung pada dokter sebagai penentu
apabila dokumen rekam medis tidak terisi secara lengkap maka koder
tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
koding.
Pasal 2 Ayat (1) rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan
jelas atau secara elektronik. Pasal 3 menyebutkan salah satu isi rekam
d. Kebijakan
8 jurnal diantaranya [1], [4], [6], [7], [8]. Adapun faktor kebijakan
SOP.
Hal ini sejalan dengan teori (Pertiwi, 2019) bahwa dengan adanya
kode diagnosis.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
yaitu; tenaga medis (tulisan dokter yang tidak jelas dan tidak bisa dibaca,
B. Saran
sesuai dengan aturan dari teori yang berlaku sehingga menghasilkan kode
46
47
Budi, Savitri Citra. Manajemen Unit Kerja Rekam Medis. Yogyakarta : Quatum
Sinergi Media : 2011
(Dwi Astuti & Lena, 2010)Dwi Astuti, R., & Lena, D. S. (2010). Tinjauan Akurasi
Kode Diagnosis Utama Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10 Bangsal
Dahlia Di Badan RSUD Sukoharjo. Jurnal Kesehatan, 2(1), 1–18. (online),
Vol 2 No (1)
(https://www.ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/rm/article/view/26 diakses 5
september 2020)
Harti, T., Utami, M., & Widjaja, L. (2016). Completeness Correlation of Medical
Resumes Inpatient towards Continuity Claims BPJS. Tangerang: QADR
Hospital. Jurnal INOHIM, 4(1), 26–32.
(https://inohim.esaunggul.ac.id/index.php/INO/article/view/87 diakses 5
septembe 2020)
Karimah, R. N., Setiawan, D., & Nurmalia, P. S. (1970). Diagnosis Code
Accuracy Analysis Of Acute Gastroenteritis Disease Based on Medical
Record Document in Balung Hospital Jember. Journal of Agromedicine and
Medical Sciences, 2(2), 12. https://doi.org/10.19184/ams.v2i2.2775 (online),
Vol 2 No (2) (https://core.ac.uk/download/pdf/296272669.pdf diakses 30
agustus 2020).
Kasanah, S. N., & Sudra, R. I. (2011). Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Ppok
Eksaserbasi Akut Berdasarkan Icd 10 Pada Dokumen Rekam Medis Pasien
Rawat Inap Di Rsud Sragen Triwulan Ii Tahun 2011 Analisis Keakuratan
Kode ...( Siti Sk , Dkk ). V(1), 72–79. (online), Vol 5 No (1)
(https://ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/rm/article/view/23 diakses 30
48
49
agustus 2020)
Rawat, P., Di, I., & Sayidiman, R. (N.D.). Akurasi Kode Diagnosis Chronic
Kidney Disease Berdasarkan Icd-10. 3, 23–30. (online), Vol 10 No (1)
(https://ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/rm/article/view/587 diakses 29
agustus 2020)
Riyanti, N. (2013). pengaruh beben kerja coder dan ketepatan terminologi mdis
terhadap keakuratan kode diagnosis penyakit gigi di rsj grhasia diy tahun
2012. Skripsi, 53(1).
(http://ir.obihiro.ac.jp/dspace/handle/10322/3933%0Ahttps://doi.org/10.1016
/j.jag.2018.07.004%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/s41598-018-25369-
w%0Ahttps://www.bertelsmann-
stiftung.de/fileadmin/files/BSt/Publikationen/GrauePublikationen/MT_Globa
lization_Report_ diakses 29 agustus 2020)
(Sari & Wariyanti, 2017)Sari, S. M. E., & Wariyanti, A. S. (2017). Keakuratan
Kode Diagnosis Stroke di Rumah Sakit Islam Amal Sehat Sragen. STIKes
Mitra Husada Karanganyar, 11(2), 90. (online), Vol 11 No (2)
(https://ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/rm/article/view/718 diakses 6
sptember 2020)
Setiyani, L., Lestari, T., & Suriyasa, P. (2013). Tinjauan Keakuratan Kode
Diagnosis Utama Pasien Rawat Inap Penyakit Cronic Renal Failure End
Stage Berdasarkan ICD 10 Di RSU Dr. Moewardi Bulan Januari Tahun 2013.
Jurnal Rekam Medis, 7(2), 1–8.
(https://www.ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/rm/article/viewFile/282/256 5
september)
Tim Pembimbing KTI. 2020. Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah dalam
Bentuk Literature Review (LR) Program Study D3 Rekam Medis Dan
Informasi Kesehatan Makassar. STIKES Panakkukang
Wahono, R. S. (2015). A Systematic Literature Review of Software Defect
Prediction: Research Trends, Datasets, Methods and Frameworks Vol. 1 No.
1. Journal of Software Engineering, 1-6. (online), Vol 1 No (1)
(https://media.neliti.com/media/publications/90270-EN-a-systematic-
literature-review-of-softwa.pdf diakses 7 September)
World Health Organization 2010a. Internasional Statistical Classification Of
Diseases And Related Health Problems Tenth Revision Volume I second
Edition: Geneve: WHO
2010b. Internasional Statistical Classification Of Diseases And Related Health
Problems Tenth Revision Volume II second Edition: Geneve: WHO
2010c. Internasional Statistical Classification Of Diseases And Related Health
Problems Tenth Revision Volume III second Edition: Geneve: WHO
51
L
A
M
P
I
R
A
N
GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 3 No. 3, September 2018 ISSN 2503-5088 (p) 2622-1055 (e)
ABSTRAK
Ketepatan kode diagnosis berguna untuk mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan disarana
pelayanan kesehatan, dalam proses penagihan biaya pelayanan serta pelaporan morbiditas dan
mortalitas. Tujuan Penelitian ini adalah Untuk Mengetahui Akurasi kode pasien cedera kasus
kecelakaan lalu lintas berdasarkan ICD 10 Revisi 10 Tahun 2010 di RSU Muhammadiyah
Ponorogo. Jenis penelitian ini adalah deskriptif pengumpulan data menggunakan observasi,
wawancara serta checklist. Besar sampel 77 berkas rekam medis pasien cedera pada kasus
kecelakaan lalu lintas yang diambil dengan teknik random sampling. Data analisis secara
deskriptif. Hasil penelitian ini menjukkan 36,36% dari 28 kode telah akurat penilaian ini rendah
dibandingkan 63,64% dari 49 kode tidak akurat yang menunjukan penilaian yang tinggi
dikarenakan kesalahan pada digit ke -5 dan diagnosa sekunder tidak tepat. Diagnosa yang belum
jelas petugas coding segera menghubungi dokter yang berwenang dalam memberikan diagnosa
agar kode yang dihasilkan tepat dan akurat dan Kepala Rekam Medis mensosialisasikan SOP
bagian koding agar bekerja sesuai aturan dan teori yang berlaku.
Kata kunci: Ketepatan kode, Cedera, Kecelakaan lalu lintas, ICD 10 Revisi 10 Tahun 2010
PENDAHULUAN
Keakuratan kode diagnosis berguna untuk mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di
sarana pelayanan kesehatan, masukan bagi system pelaporan diagnosis medis, memudahkan
proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis karakteristik pasien dan penyedia
layanan, bahan dasar dalam pengelompokan DRGs (diagnosis related groups) untuk system
penagihan pembayaran biaya pelayanan, pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan
mortalitas, tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan
medis, menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan sesuai
kebutuhan zaman, analisis pembiayaan pelayanan kesehatan, dan untuk penelitian epidemiologi
dan klinik (Hatta, 2008).
Pada Proses pengkodean kasus kecelakaan di RSU Muhammadiyah Ponorogo tahun 2017
terdapat kasus kecelakaan dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Berdasarkan obsevasi
dengan menggunakan wawancara pada petugas koding di RSU Muhammadiyah Ponorogo kasus
kecelakaan tersebut yang sudah akurat sesuai ICD 10 terdapat 36,36% sedangkan yang tidak
akurat 63,64% karena pada fraktur tidak disertakan secara rinci apakah kasus fraktur terbuka
atau tertutup sedangkan pada ICD 10 digit ke-5 atau karakter tambahan pada kode diagnosis
fraktur tertutup atau terbuka disubdevinisikan 0 untuk terbuka disubdevinisikan 1 jika tidak jelas
terbuka atau tertutup harus diklasifikasikan tertutup sedangkan pada sistem pengkodean di RSU
Muhammdiyah Pononorogo sebagian tidak dijelaskan kode tambahan pada digit-5 dan pada
pengkodean external cause (Penyebab luar) untuk sumber informasi tidak dikode yang dikode
hanya diagnosa utamanya saja yang dikode.
Dengan dampak persoalan diatas akan mempengaruhi suatu mutu rekam medis
menyebabkan dalam proses pelayanan pada suatu rumah sakit dalam pelaporan tidak akurat
pada penulisan diagnosa yang ditulis oleh dokter yang bersangkutan akan mempengaruhi
pemberian tindakan selanjutnya dari segi perawatan pasien ,proses pembiyaan dan pelaporan
serta bahan evaluasi perencanaan medis jika pada catatan rekam medis itu lengkap akan
terciptanya mutu administrasi yang baik dalam rumah sakit tersebut.
Menurut ikhwan, Syamsuriansyah dan Muhammad Makmur Purna Irawan(2016) menyatakan
bahwa Petugas pada bagian koding harus tepat dalam pengkodean berdasarkan ICD 10
diagnosa utama dan kode penyebab luar (external cause) yang tercatatat pada berkas rekam
medis pasien. Diagnosa utama ialah suatu penyakit utama yang diderita pada pasien pada
diagnosa utama bisa dilihat pada berkas ringkasan masuk dan keluar, sedangkan penyebab luar
(external cause) dapat dilihat pada berkas anamnase atau berkas khusus pasien gawat darurat
(Budi,2011).
Manfaat Pengkodingan (external cause)ialah untuk Melaporkan Rekapitulasi Laporan data
keadaan Morbiditas Penyebab kecelakaan Pasien dalam bentuk kode, Rekapitulasi laporan
Pelayanan Gawat Darurat, Membuat Surat Keterangan Medis klaim Asuransi Kecelakaan. Dari
hasil Pengkodingan tersebut akan digunakan untuk menelusuri data dan informasi tentang
diagnosis tertentu untuk berbagai keperluan. Jika dalam pengkodingan tidak tepat maka dalam
pembuatan laporan morbiditas, mortalitas Rumah Sakit akan tidak tepat.
Berdasarkan penjelasan data di atas, maka perlu adanya pelatihan terhadap petugas koding
rekam medis mengenai pentingnya keakuratan kode khususnya pada kasus kecelakaan lalu
lintas.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian merupakan pedoman dalam melakukan proses penelitian diantaranya
dalam menentukan instrumen, pengambilan data, penentuan sampel, pengambilan data, serta
analisa data (Malhotra,2007).
Desain penelitian ini adalah kualitatif. Kualitatif adalahmetode penelitian yang digunakan
untuk meneliti pada kondisi objek alamiah.Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah sebagai
instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisa
data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada
generalisasi (Sugiyono, 2015).
Jenis penelitian ini adalah deskriptif adalah berdasarkan bagaimana cara mengumpulkan
datanya dikumpulkan melewati obsevasi, informasi diperoleh dari masing-masing individu
dengan menggunakan alat bantu misalnya angket, wawancara, atau skala sikap (Sumanto,2014).
Pada penelitian ini ingin mengetahui Akurasi kode pasien cedera pada kasus kecelakaan lalu
lintas berdasarkan ICD-10 Revisi 10 Tahun 2010 di RSU Muhammadiyah Ponorogo.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan Hasil Penelitian terhadap dokumen rekam medis pasien kecelakaan lalu lintas
di RSU Muhammadiyah Ponorogo yang berjumlah 77 dengan menggunakan instrumen penelitian
cheklist, observasi dan wawancara terhadap petugas koding dapat diuraikan sebagai berikut:
Akurasi Kode pasien cedera pada Kasus Kecelakaan Lalu lintas di RSU Muhammadiyah
Ponorogo
Berdasarkan tabel 1 diketahui Akurasi kode pasien cedera pada kasus kecelakaan lalu lintas
di RSU Muhammadiyah Ponorogo yaitu 28 kode dengan Persentase 36,36% penilaian ini rendah
dibanding tidak akurat berjumlah 49 kode dengan Persentase 63,64% yang menunjukan penilain
yang tinggi, kesalahan pada digit-5 kasus cedera fraktur tidak akurat sebanyak 38 kode.
Tabel 1. Akurasi Kode Pasien Cedera pada kasus Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan ICD 10
Revisi 10 tahun 2010 di RSU Muhammadiyah Ponorogo.
No Kode Diagnosa Jumlah Persentase
1 Tidak Akurat 49 63,64%
2 Akurat 28 36,36%
Jumlah 77 100%
6. COS, CRUSH INJ DIG I PEDIS S06.9 S06.2 Kesalahan pada kode
T04.8
7. COS, OBS VERTIGO,SDH, EDEMA CEREBRI S06.9 S06.9 Kesalahan pada kode
R42 G93.6
8. COR GCS 456, MULTIPLE VULNUS EXCOIRASI S06.9 S06.9 Kesalahan pada kode
R/ FASE S01.8 T14
9. COR GSC 456, HEMATOMA PERIORBITAL S06.9 S06.9 Diagnosa sekunder
S00.1 tidak dikode
10. CF PROXIMAL HUMERI (D) S42.31 S42.20 Kesalahan pada kode
S52.81
11. COS, CRUSH INJ DIG I PEDIS S06.9 S06.9 Diagnosa sekunder
S17.9 tidak dikode
PEMBAHASAN
Pengkodean di RSU Muhammadiyah dengan cara elektronik dengan mengacu ICD 10 revisi
10 tahun 2010 dan manual menggunakan buku ICD 10 Revisi 10 tahun 2010 dengan mencari
diagnosa penyakit dan diubah menjadi sebuah kode.
Menurut Depkes (2006) tentang penyelenggaraan pengolahan rekam medis. Sebelum
dokumen rekam medis pasien pulang di koding, harus dilakukan psoses assembling terlebih
dahulu agar dalam pengkodingan dapat dilakukan secara benar dan runtut. Serta tata cara
pengkodingan yang menggunakan ICD 10.
Menurut Jurnal yang ditulis Carlina Mahardika Loka dan Rano Indradi Sudra , 2012
mengatakan bahwa ketepatan pengkodean dari suatu diagnosis sangat tergantung kepada
pelaksana yang menangani rekam medis tersebut, yaitu tenaga medis medis dalam menetapkan
diagnosis, tenaga rekam medis sebagai pemberi kode dan tenaga kesehatan lainnya tenaga
rekam medis sebagai pemberi kode bertanggung jawab atas keakuratan dari diagnosis yang
sudah ditetapkan oleh tenaga medis untuk hal yang kurang jelas atau tidak lengkap perlu
dikomunikasikan terlebih dahulu kepada dokter yang bersangkutan yang membuat diagnosis
tersebut.
Ketelitian petugas akan menghasilkan kode yang jelas dan akurat jika kode tidak jelas petugas
langsung menanyakan ke dokter yang berwenang dalam memberikan diagnosa karena
keakuratan kode akan menghasilkan proses klaim yang tepat untuk pengeklaiman pada sebuah
asuransi kecelakaan atau BPJS kesehatan.
Akurasi Kode pasien cedera pada Kasus Kecelakaan Lalu lintas di RSU Muhammadiyah
Ponorogo
Akurasi kode diagnosa pada kasus kecelakaan lalu lintas di RSU Muhammadiyah ialah
36,36% dikatakan akurat dan 63,64% tidak akurat dari 77 sampel, dengan permasalahan belum
pada digit ke-5 diagnosa fraktur belum dikode atau salah penempatan kode, diagnose sekunder
juga belum kode.
Keakuratan kode diagnosis berguna untuk mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di
sarana pelayanan kesehatan, masukan bagi system pelaporan diagnosis medis, memudahkan
proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis karakteristik pasien dan penyedia
layanan, bahan dasar dalam pengelompokan DRGs (diagnosis related groups) untuk system
penagihan pembayaran biaya pelayanan, pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan
mortalitas, tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan
medis, menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan sesuai
kebutuhan zaman, analisis pembiayaan pelayanan kesehatan, dan untuk penelitian epidemiologi
dan klinik (Hatta, 2008).
Data yang akurat, lengkap dan konsisten dapat menghasilkan data yang berkualitas,
pengkoder juga harus memberikan kode yang jelas dan kosisten apabila suatu diagnosa belum
jelas maka segera dilaporkan kembali kepada dokter yang memberikan diagnosis pada pasien
tersebut agar menghasilkan kode yang tepat serta akurat. penyebabnya dikarenakan tidak
pernah disosialisasikan pentingnya penambahan kode digit-5 pada kasus fracture sesuai teori
yang ada oleh kepala rekam medis.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam hal Tinjauan Akurasi kode pasien
cedera kasus kecelakaan lalu lintas berdasarkan ICD 10 Revisi 10 Tahun 2010 di RSU
Muhammadiyah Ponorogo sebagai berikut: a) Pengkodingan di RSU Muhammadiyah Ponorogo
menggunakan sistem elektronik dan manual yaitu melihat buku ICD 10 revisi 10 Tahun 2010; b)
Pengkodingan kode pasien cedera pada kasus kecelakaan lalu lintas di RSU Muhammadiyah
Ponorogo yaitu 28 kode dengan Persentase 36,36% penilaian ini rendah dibanding tidak akurat
berjumlah 49 kode dengan Persentase 63,64%.yang menunjukan penilain yang tinggi.
SARAN
Selanjutnya disarankan: a) Kepala Rekam Medis mensosialisasikan SOP bagian koding agar
bekerja sesuai dengan aturan dan teori yang berlaku sehingga menghasilkan kode yang tepat,
jelas dan berkualitas; b) Diagnosa yang belum jelas petugas rekam medis segera hubungi dokter
yang berwenamg dalam memberi diagnosa agar dalam proses pengkodingan dapat
menghasilkan kode yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Ikhwan, 2016.Tinjauan Ketepatan Kode Diagnosis Cedera dan Penyebab Lusr Cedera (External
Causes) Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram, Politeknik Medica
Farma Husada Mataram.
Indradi, Rano ,2017, Rekam Medis. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Notoatmodjo, 2010, Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: ALFABETA.
Sumanto, 2014, Teori Dan Aplikasi Metode Penelitian.Jakarta: Caps (Center Of academic
Publishing Service)
Permenkes No 269/Menkes/Per/III, 2008, Rekam Medis
Undang-Undang Republik Indonesia No 22, 2019, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
ABSTRACT
The accuracy of the code are affected by the determination of the patient’s diagnosis. If the diagnosis is inaccurate
encodes it will affect the number of cases in the report preparation morbidity, mortality as well as the calculation
of the various figures of Statistics Hospital. Based on the preliminary survey of 10 documents medical records of
inpatients with a diagnosis of threatened abortion, there are four documents (40%) were inaccurate. The purpose
of this study to determine the accuracy of diagnosis codes on the documents threatened abortion medical records
of patients hospitalized in the Klaten Islamic Hospital.This type of research is descriptive, with a retrospective
approach. The research instrument using unstructured interviews and sample observation method used is Sys-
tematic Sampling at 83 medical records document the diagnosis of threatened abortion.The results showed that the
primary diagnosis code on the document threatened abortion medical records of patients hospitalized in the Klaten
Islamic Hospital accurate as many as 30 documents (73%), while that is not accurate as many as 11 docu- ments
(27%). Preferably officier coder more careful in coding and writing diagnosis code, the selection of a block coder
must specify the type of diagnosis statment before encoding in order to get the code right, and the clerk must
thoroughly input the code of medical records to the computer because if something goes wrong input will affect the
reporting of the index disease.
Keywords: Accuracy Code, threatened abortion, Document Medical Record, Hospitalization.
ABSTRAK
Keakuratan kode dipengaruhi oleh penentuan diagnosis pasien. Apabila dalam mengode diagnosis tidak akurat
maka akan berpengaruh pada jumlah kasus dalam pembuatan laporan morbiditas, mortalitas serta penghitungan
berbagai angka Statistik Rumah Sakit. Berdasarkan survey pendahuluan dari 10 dokumen rekam medis pasien
rawat inap dengan diagnosis Abortus Imminens, terdapat 4 dokumen (40%) yang tidak akurat. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui keakuratan kode diagnosis Abortus Imminens pada dokumen rekam medis pasien rawat inap
di Rumah Sakit Islam Klaten. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan pendekatan retrospektif.
Instrumen penelitian dengan menggunakan metode wawancara tidak terstruktur dan metode observasi Sampel
yang digunakan yaitu Sistematis Sampling pada 83 dokumen rekam medis diagnosis Abortus Imminens. Hasil
penelitian menunjukan bahwa kode diagnosis utama Abortus Imminens pada dokumen rekam medis pasien rawat
inap di Rumah Sakit Islam Klaten yang akurat sebanyak 30 dokumen (73%), sedangkan yang tidak akurat seban-
yak 11 dokumen (27%).Sebaiknya petugas coder lebih teliti dalam mengkode dan menuliskan kode diagnosis,
pemilihan blok coder harus menentukan tipe pernyataan diagnosis dahulu sebelum mengkode agar mendapatkan
kode yang tepat, dan petugas harus lebih teliti menginput kode dari rekam medis ke komputer karena jika terjadi
salah input akan mempengaruhi pelaporan indeks penyakit.
Kata Kunci: Keakuratan Kode, Abortus Imminens, Dokumen Rekam Medis, Rawat Inap
Tujuan penelitian untuk mengetahui keakuratan kode c. Mengetikan lead term pada kolom search. Keti-
diagnosis Abortus Imminens pada dokumen rekam kan lead termabortion, kemudian akan muncul hasil
medis pasien rawat inap di Rumah Sakit Islam Klat- pencarian yang terkait dengan abortion.
en.
d. Memilih istilah tambahan di bawah lead term
METODE PENELITIAN yang ditentukan,sesuai dengan dignosis utama.
Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian
e. Setelah dipilih akan muncul tampilan volume 1 Kode RS : O20.0
ICD – 10 versi 2008 Online, bab XV yang meru- juk Kode ICD : O20.0
pada blok O20 dengan kode O20.0 Threat- ened Keakuratan Kode : Akurat
Abortion.
Gambar 1. Presentase Ketidak Akuratan Kode
f. Menentukan kode. Diagnosis Abortus Imminens
Terdapat 3 kode diagnosis yang salah pelaporan, atau f. Pastikan Kode benar – benar tepat, kode untuk
masuk dalam daftar kode penyakit Abortus Imminens Abortus Imminens yaitu O20.0 Threatened-
(O20.0). Selain salah masuk daftar pel- aporan Abortion.
penyakit, kode diagnosis tersebut juga tidak tepat.
Kesalahanpelaporandikarenakanpetugasda- g. Tentukan kodenya yaitu O20.0
lammenginput kodepadakomputertidaksamaden-
gankode yang ditulispadaringkasanmasukkeluar. Adapun tata cara dalam mengkode tindakan medis
Berikut contoh diagnosis yang masuk dalam pel- di Rumah Sakit Islam Klaten, yaitu berdasarkan
aporan kode penyakit Abortus Imminens (O20.0). SPO/No.1/RM/23 tanggal 22 Oktober 2014 ten-
tang Sistem Pengkodean Diagnosis dan Prosedur/
Nomor Rekam Medis : 27 Tindakan yaitu:
Diagnosis masuk/awal : Abortus
Imminens a. Dokter menuliskan diagnosa utama, Diagnosa
Diagnosis Utama : Suspect lain serta Prosedur atau tindakan sesuai hasil
Blighted Ovum pemeriksaan dan tindakan yang telah diberikan
Kode RM 1 : O02.0 pada seorang pasien dalam formulir Rekam Me-
Kode Indeks Penyakit : O20.0 dis Pasien yang telah ditentukan.
Kode seharusnya Indeks Penyakit : O02.0
b. Dokter menuliskan diagnosis dan prosedur atau
Keakuratan Kode : Tidak Akurat
tindakan sesuai bahasa kedokteran dengan tu- lisan
yang jelas dan terbaca.
PEMBAHASAN
c. Dokter menggunakan singkatan diagnosis dan
1. Tata cara pengkodean diagnosis Abortus Immi- Prosedur atau tindakan yang telah dibakukan.
nens
Menurut Sudra (2013) dengan dimodifikasi oleh- d. Pengkodean diagnosa, Prosedur atau tindakan
kasus AbortusImminens,tata cara pengodean diag- pasien Rawat Jalan.
nosis Abortus Imminens yang benar yaitu sebagai
berikut: 1) Petugas rawat jalan menginput diagnosa,
prosedur atau tindakan yang telah ditulis oleh
a. Menentukan jenis pernyataan yaitu Abortus dokter ke dalam komputer.
Imminens, diklasifikasikan pada bab XV ten- tang
Pregnancy, childbirth and the puerperi- um. 2) Petugas rawat jalan menanyakan kepada dok-
ter yang bersangkutan jika ada keragu – raguan atau
b. Menentukan Lead term yaitu Abortion, Lihat ketidak jelasan diagnosis Pasien yang ter- tulis di
pada Volume 3 Alphabetical Index ICD – 10. Rekam Medis Pasien Rawat Jalan.
3) Petugas koding rekam medis melakukan Peng- volume 1 ICD–10. Hal ini menyebabkan tatacara
kodean diagnosis, Prosedur atau tindakan yang di Input tidak sesuai dengan standar pengodean yang ada-
oleh petugas rawat jalan secara Kom- puterisasi pada ICD–10 dalam teori Sudra (2013).
dengan sistem LAN.
2. Keakuratan kode Diagnosis Abortus Imminens
e. Pengkodean penyakit atau diagnosa, Prosedur pasien rawat inap
atau tindakan pasien Rawat Inap. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bah- wa
kode diagnosis Abortus Imminens di Rumah Sakit
1) Petugas koding rekam medis melakukan peng- Islam Klaten, dari 41 dokumen rekam medis rawat
kodean diagnosis, prosedur atau tindakan se- cara inap, akurasinya sebanyak 30 (73%) kode diagnosis
tertulis dalam rekam medis pasien rawat inap dan dan terdapat diagnosis Abortus Immin- ens yang
secara komputerisasi. tidak akurat sebanyak 11 (27%) kode di- agnosis.
Dengan aturan kodefikasi ICD – 10 dan berdasarkan
2) Petugas koding rekam medis menanyakan ke- pada
3 Tipe error yang ditemukan. Semua dikode dengan
dokter yang bersangkutan atau dokter se- profesi yang
melihat formulir ringkasan masuk dan keluar (RM1),
lain jika ada keragu – raguan atau ketidak jelasan
Resume medis (RM2), Catatan perkembangan
diagnosis pasien yang tertulis di rekam medis pasien.
terintegrasi (RM. 6.2) dan Infor- masi Penunjang
f. Pengkodean diagnosis, prosedur atau tindakan pada formulir hasil pemeriksaan penunjang (RM.17).
untuk kepentingan BPJS.
Berikut contoh Pengkodean diagnosis Abortus Im-
1) Petugas Koding BPJS melakukan pengkodean minens yang akurat di Rumah Sakit Islam Klaten :
diagnosis, prosedur atau tindakan secara ter- tulis dan
No Rekam Medis :8
komputerisasi dalam formulir klaim BPJS.
Diagnosis masuk/awal : Abortus Imminens
2) Petugas Koding BPJS menanyakan Kepada Diagnosis Utama : Abortus Imminens
dokter yang bersangkutan atau dokter seprofe- si yang Anamnesis :
lain jika ada keragu – raguan atau keti- dak jelasan atas S : keluar darah dari jalan lahir 1 jam yang lalu.
diagnosis pasien yang tertulis di formulir BPJS atau Merah segar. Mules (+).
dengan melihat diagno- sis pada rekam medis pasien. O : TD: 120/70 mmHg. Nadi : 92 x/menit. Perna-
fasan : 22 x/menit. Suhu : 36,7ºC. KU: Baik, CM.
Tata cara pengodean di RumahSakit Islam Klaten- PPV (+). Mules (+). VT tidak dilakukan.
sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur- A : G2P1A0 hamil 11 minggu dengan Abortus Im-
No.1/RM/23 tanggal 22 Oktober 2014 tentang Sistem minens
Pengkodean Diagnosis dan Prosedur/Tin- dakan, Pemeriksaan Penunjang :
dijelaskan bahwa Petugas koding rekam medis Hasil USG : Tampak gambaran fetus dengan DJJ
melakukan pengkodean diagnosis, prosedur atau (+) serta BPD terukur sekitar 14,5 mml. Placenta
tindakan secara tertulis dalam rekam medis pasien tampak homogen dan berada di postero – superior.
rawat inap dan secara komputerisasi. Hal ini Tak tampak gambaran placenta previa.
mengindikasikan bahwa coder diperkenankan Kesan : janin (+), DJJ (+) tak tampak gam-
menentukan kode diagnosis atau tindakan dengan baran placenta previa.
bantuan komputer/aplikasi ICD–10 elektronik. Akan
Tindakan : Konservatif
tetapi, di dalam SPO tersebut tidak menjelas- kan
Kode RS : O20.0
secara detail bagaimana alur yang sesuai den- gan teori
Kode ICD : O20.0
Sudra (2013) tentang tata cara pengkode- an diagnosis,
Keakuratan : Akurat
sehingga coder tidak melihat secara langsung
Kode
keterangan/notes yang ada pada tabulasi
Ketidak akuratan diagnosis utama Abortus Immin-
ens terbagi menjadi tiga tipe error sebgai berikut: diagnosis utama Abortus imminens yang tidak
akurat dikarenakan kesalahan pemilihan blok.
a. Tidak Dikode Kesalahan pemilihan blok tersebut terjadi karena
Berdasarkan hasil penelitian terdapat 3 kode diagnosis petugas coder tidak teliti dalam menentukan tipe
utama Abortus Imminens yang tidak dikode oleh pernyataan/diagnosis yang akan dikode. Pengo-
petugas coder dikarenakan kes- alahan pada sistem dean morbiditas akan sangat bergantung pada
alur dokumen rekam medis pasien rawat inap. Hal ini diagnosis yang ditetapkan oleh dokter yang mer-
tidak sesuai dengan SPO No.Dok SPO1/RM/20 awat pasien atau yang bertanggung jawab mene-
tanggal 24 Agus- tus 2013 tentang Alur Dokumen tapkan kondisi utama pasien, dalam hal ini yang
Rekam Medis Rawat Inap, dimana dokumen rekam menjadi dasar coder adalah diagnosis utama pa-
medis yang dilakukan kelengkapan oleh dokter atau sien (Abdelhak, 2001). Hal ini sejalan dengan
perawat yang bersangkutan seharusnya kembali lagi Kasim dan Erkadius (2014) dalam menentukan
ke bagian assembling, untuk selanjutnya diserahkan kode diagnosis, coder harus menentukan tipe
bagian koding. Hal ini tidak dilakukan sehing- ga pernyataan yang akan dikode, yakni diagnosis
dokumen kembali lagi pada bagian rekam medis utama pasien. Berikut contoh kesalahan blok
namun langsung kebagian pelaporan, se- hingga pada diagnosis utama Abortus Imminens:
petugas pelaporan terkadang mengkode dengan
mengentry langsung pada Sistem Infor- masi Rumah Nomor Rekam Medis : 21
Sakit, kode diagnosis tidak ditulis ulang pada lembar Diagnosis masuk/awal : Abortus Imminens
Ringkasan Masuk dan Keluar (RM1). Diagnosis Utama : Abortus Inkompletus
Anamnesis :
Berikut contoh kode diagnosis utama Abortus S = Flek – flek sejak hari selasa, mules (-), PPV
Imminens yang tidak dikode: (+) flek coklat.
Nomor Rekam Medis : 6 O = KU: baik, CM. TD: 120/70 mmHg. Suhu:
Diagnosis masuk/awal : Abortus Imminens 36ºC. Nadi: 80 x/menit. Pernafasan: 20 x/menit.
Diagnosis Utama : Abortus Imminens Hb: 11,9. PPV sedikit, coklat, bila BAK keluar
Anamnesis : darah merah setetes. Rencana Curet.
S : Keluar darah, flek-flek dan stolsel 3 hari
yang lalu. HPMT 04 – 11 – 2013. A = G1P0A0 hamil 8 minggu dengan Abortus
O : Hasil USG : tampak GS dengan Ukuran 4 Inkompletus.
minggu. TD: 110/70 mmHg. Nadi: 80 x/ menit. Nafas: Hasil Pemeriksaan Patologi – Anatomi
20 x/menit. Suhu: 36ºC. Pemeriksaan Histologi
A : G1P0A0 Hamil 9 minggu 3 hari dengan Keterangan : Klinik Abortus Inkompletus.
Abortus Imminens. Makroskopis : diterima jaringan pecah belah kira
Pemeriksaan penunjang: – kira 15 cc, kecoklatan, sebagian cetak.
Hasil USG : Tampak VU sedikit terisi, uterus
tampak seperti adanya gambaran GS 10.1 mm, setara Mikroskopis : sediaan menunjukan bekuan da-
dengan ke- hamilan 4 minggu. rah, sedikit endometrium, villichoriales dan ja-
Tindakan : Konservatif ringan desidua. Infiltrat radang kronis merata.
Kode RS :- Tidak ditemukan tanda ganas.
Kode ICD – 10 : O20.0
Kesimpulan: Kerokan : sisa plasenta (menyo-
Keakuratan Kode : Tidak Akurat
kong diagnosis Abortus Inkompletus).
b. Kesalahan Blok Tindakan :-
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 5 kode Kode RS : O20.0
Kode ICD – 10 : O03.4
Keakuratan Kode : Tidak Akurat
DAFTAR PUSTAKA
Bowman D. Elizabeth. 2001. Coding, Classification, and Reimbursement Systems. 2nd Ed. Ab- delhak Mervat
(Ed.). Health Information Management of a Strategic Resource. W.B. Saunders Company. Philadelphia.
Febi Dyah, AS. 2015. Keakuratan Kode Diagno- sis Kasus Obstetri pada Lembar Masuk dan Keluar (RM
1a) Pasien Rawat Inap dengan Problem Sloving Cycle SWOT di RSUD dr. Sayidiman Magetan.[Karya Tu- lis
Ilmiah]. Surakarta : STIKes Mitra Hu- sada Karanganyar.
Hatta, Gemala R (ed.). 2014. Pedoman Manajeme In- formasi Kesehatan Di sarana Pelayanan Kesehatan.
Revisi Ketiga. Jakarta : Uni- versitas Indonesia.
Kasim dan Erkadius. 2014. Sistem Klasifikasi Utama Morbiditas dan Mortalitas yang Digunakan di Indonesia.
Dalam Gemala R Hatta (ed.). Pedoman Manajeme Informasi Kesehatan Di sarana Pelayanan Kesehatan.
Jakarta : Universitas Indonesia.
Mansjoer A dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran klinik : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Peraturan Mentri Kesehatan. 2008. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia nomor 269/
MENKES/PER/III/2008. Jakarta : Depar- temen Kesehatan.
Purningsih. 2015. Tinjauan Keakuratan Kode Diag- nosis Commotio cerebri pada Dokumen Rekam Medis
Pasien Rawat Inap Ber-
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kual- itatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
World Health Organization. 2010. International Sta- tistical classification of disease and related health problem
tenth revision. Vol.1,2,3. Geneva
Diagnosis Code Accuracy Analysis Of Acute Gastroenteritis Disease Based on Medical Record
Document in Balung Hospital Jember
Abstrak
Analisis ketepatan pengisian kode diagnosis pada dokumen rekam medis sangat penting karena apabila kode
diagnosis tidak tepat / tidak sesuai dengan ICD-10 maka dapat menyebabkan turunnya mutu pelayanan di rumah
sakit serta mempengaruhi data, informasi laporan, dan ketepatan tarif INA-CBG’s yang pada saat ini digunakan
sebagai metode pembayaran untuk pelayanan pasien. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis ketepatan kode
diagnosis penyakit gastroenteritis acute pada pasien rawat inap berdasarkan dokumen rekam medis triwulan I
tahun 2015 di Rumah Sakit Daerah Balung Jember. Jenis penelitian ini menggunakan kualitatif. Perolehan data dari
penelitian ini melalui wawancara dan observasi. Hasil yang didapatkan dari observasi dokumen rekam medis di
bagian unit rawat inap pada triwulan I tahun 2015 di RSD. Balung Jember, terdapat angka ketepatan penentuan
kode diagnosis penyakit yaitu sebanyak 17 dokumen rekam medis dengan penyakit gastroenteritis acute dan
penentuan kode diagnosis tidak tepat sebanyak 63 dokumen rekam medis penyakit gastroenteritis acute. Dari hasil
analisis yang menjadi penyebab masalah adalah ketepatan penulisan diagnosis yang mempengaruhi ketepatan
kode, selain itu tidak pernahnya dilakukan sosialisasi kepada dokter dan petugas rekam medis terkait pengelolaan
rekam medis. Oleh sebab itu, perlu dilaksanakan kegiatan yang dapat meningkatkan ketepatan kode diagnosis
penyakit dan kualitas sumberdaya manusia yang diantaranya mengikutsertakan dokter dan petugas rekam medis
dalam pelatihan dan sosialisasi terkait pengelolaan rekam medis.
Abstract
Accuracy analysis of replenishment diagnosis codes on the document medical records is very important because if
the diagnosis code is not right or not in accordance with the ICD-10, it can cause a decline in the quality of care in
hospitals as well as the influence of data, information reporting, and accuracy rates of INA-CBG's that are currently
used as a method of payment for patient care. The purpose of this study was to analyze the accuracy of diagnosis
codes acute gastroenteritis disease in hospitalized patients by medical record documents in the first quarter of 2015
in the Balung Hospital Jember. This research used qualitative data. Acquisition of data from this study through
interviews and observations. Results obtained from the observation of medical record documents at the inpatient
unit in the first quarter 2015 in Balung Hospital Jember, there are some numbers determining the accuracy of
disease diagnosis codes as many as 17 medical record documents with acute gastroenteritis illness and the
determination of improper diagnosis codes as many as 63 medical records document acute gastroenteritis illness.
After analyzing, the cause of the problem is the accuracy of the diagnosis that affects the accuracy of writing code,
beside it has never been disseminated to physicians and medical records personnel related to the management of
medical records. Therefore, it is necessary to carry out activities that can improve the accuracy of disease diagnosis
code and quality of human resources, among others, include doctors and medical records personnel in training and
socialization related to the management of medical records.
ABSTRACT
Accuracy is the establishment of appropriate disease code, complete and in accordance with ICD-10. Based on the
preliminary survey that researchers do, there are 6 document accurate patient medical records or 40% and 9 inaccurate
documents or records as much as 60% of the 15 documents. This is due to an error coding combination with hyperten-
sion diagnosis and coding of previous disease history. The purpose of this study to determine the accuracy of diagnosis
codes Chronic Kidney Disease patients hospitalized in dr. Sayidiman Magetan. This type of research is descriptive and
retrospective approach. The population in this study is a document medical records of hospitalized patients of Chronic
Kidney Disease number 154 2015. The sampling technique systematic sampling, with a sample of 51 documents. The re-
search instrument used observation and interview guides. Collecting data through observation and interviews. Data pro-
cessing techniques, namely the collection, editing, classification, tabulation, narrative. Data analysis using descriptive.
The results showed that the document is accurate as many as 21 documents (41,18%) and is not accurate as many as 30
documents (58,82%). Inaccuracies due to coding errors combined with a diagnosis of Hypertension, regular HD post
code, using memory and sometimes open the ICD-10 volume 3. Conclusions from this research is the use of memory en-
coding/rote, sometimes opening the ICD-10 volumes 3 and did not open the ICD-10 volumes of research 1. Suggestions
are preferably reform Procedure and officers must consider the supporting information.
ABSTRAK
Akurasi adalah penetapan kode penyakit yang tepat, lengkap dan sesuai dengan ICD-10. Berdasarkan survey pendahu-
luan yang peneliti lakukan terdapat 6 dokumen rekam medis pasien yang akurat atau 40% dan tidak akurat 9 dokumen
rekam medis atau sebanyak 60% dari 15 dokumen. Hal ini disebabkan adanya kesalahan pengodean kombinasi dengan
diagnosis Hypertensi dan pengodean dari riwayat penyakit terdahulu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui akurasi
kode diagnosis Chronic Kidney Disease pasien rawat inap di RSUD dr. Sayidiman Magetan.Jenis penelitian ini adalah
deskriptif dengan pendekatan retrospektif. Populasi dalam penelitian ini adalah dokumen rekam medis pasien rawat inap
Chronic Kidney Disease sejumlah 154 tahun 2015. Teknik pengambilan sampel sampling sistematis, dengan sampel 51
dokumen. Instrumen penelitian menggunakan pedoman observasi dan pedoman wawancara. Cara pengumpulan data
menggunakan observasi dan wawancara. Teknik pengolahan data yaitu pengumpulan, edit, klasifikasi, tabulasi, narasi.
Analisis data menggunakan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dokumen akurat sebanyak 21 dokumen
(41,18 %) dan tidak akurat sebanyak 30 dokumen (58,82 %). Ketidakakuratan disebabkan karena kesalahan pengo- dean
kombinasi dengan diagnosis Hypertensi, kode post HD rutin, menggunakan ingatan dan terkadang membuka ICD-
10 volume 3. Simpulan dari penelitian ini adalah pengodean menggunakan ingatan/hafalan, terkadang membuka
METODE
Chronic Kidney Disease adalah kerusakan ginjal progesif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif
dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta
yaitu menggambarkan dan memaparkan akurasi kode
if.komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
diagnosisChronic Kidney Disease pada dokumen
transplantasi ginjal). Gangguan gagal ginjal terjadi akibat
rekam medis pasien rawat inap. Rancangan penelitian
penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi sebagai
yang digunakan dengan pendekatan retrospektif yaitu
penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan
menggunakan data Chronic Kidney Disease pada
memeriksa clearance kreatinin urine. Cairan dan natrium
dokumen rekam medis pasien rawat inap periode
dapat meningkatkan Edema, CHF, dan Hypertensi (Salam,
tahun 2015. Populasi pada penelitian ini adalah 154
2006).
dokumen rekam medis pasien rawat inap, dengan besar
sampel 51 dokumen. Teknik pengambilan sampel
Hasil penelitian Maya (2014) tentang Kelengkapan
yaitu sistematis sampling. Instrumen penelitian yaitu
Informasi Penunjang Dalam Keakuratan Kode Diagnosis
pedoman observassi dan pedoman wawancara dengan
cara pengumpulan data yaitu observasi dan wawancara.
Teknik pengolahan data yaitu pengumpulan (collecting),
Diagnosis Chronic Kidney Disease sering dijumpai Keakuratan kode diagnosis Chronic Kidney
pada pasien yang melakukan HD rutin sehingga Diseasesesuai Gambar 4.1 yaitu 27 dokumen akurat
pasien hanya membutuhkan One Day Care (rawat (41,18%) dari 51 sampel. Sedangkan dokumen rekam
sehari) di rumah sakit tersebut. Kode yang dihasilkan medis tidak akurat sejumlah 58,82% (30 dokumen),
antara pasien dengan pelayanan HD pertama kali angka yang cukup tinggi melebihi 50%. Akurasi kode
dengan HD rutin berbeda, apabila petugas coding diagnosis yang dihasilkan seorang coder dipengaruhi
tidak membaca informasi pada lembar Perjalanan beberapa faktor diantaranya tata cara pengodean dan
Penyakit, Instruksi Dokter, maupun Resume maka lengkapnya informasi penunjang yang ada dalam suatu
petugas tidak mengetahui bahwa pasien tersebut dokumen rekam medis, serta sarana dan prasarana.
post HD atau telah menjalani beberapa kali HD rutin.
Sehingga dalam kedatangannya ke suatu fasilitas Berdasarkan observasi dari 51 dokumen rekam medis
pelayanan kesehatan pasien hanya akan pasien rawat inap ketidakakuratan kode yang
membutuhkan One Day Care untuk HD rutin. Oleh dihasilkan karena dalam tata cara pengodean/
karena itu membaca informasi penunjang pada kodefikasi petugas tidak membuka volume 3, hal ini
lembar rekam medis lainnya sangat dibutuhkan agar belum sesuai dengan teori Kasim dan Erkadius dalam
kode yang dihasilkan tepat dan akurat. Hal ini tidak Hatta (2014) dan Protap tentang Pemberian Kode
sesuai menurut teori Hatta (2014) bahwa pengodean Penyakit RSUD dr. Sayidiman Magetan. Selain itu
harus selalu dimulai dari pengajian (review) teliti petugas menggunakan ingatan dan hafalan beberapa
rekam medis pasien dan penting bagi pengode kode sehingga menjadi sebuah kebiasaan dalam proses
memperoleh gambaran jelas secara menyeluruh pengodean. Hal ini mengakibatkan ketidakakuratan
dari dokumentasi rekam medis tentang masalah dan kode kombinasi diagnosis Chronic Kidney Disease
asuhan yang diterima pasiennya. dengan Hypertensi sejumlah 11 dokumen (64,71 %).
Pada wawancara kode diagnosis Chronic Kidney
Tahun 2016 adalah era berlangsungnya sistem Disease disertai Hypertensi yaitu I12.0. Namun setelah
Jaminan Kesehatan Nasional dimana sistem melakukan observasi masih dijumpai 6 dokumen rekam
pembayaran sudah menggunakan sistem casemix medis dengan diagnosis yang sama akurasinya 35,29 %.
INA-CBG’s yaitu setiap biaya suatu jenis penyakit, Perbedaan ini disebabkan karena petugas coding
perawatan, tindakan, dan pengobatannya sudah mengakui kurangnya ketelitian dalam pengodean pada
ditentukan. Akurasi kode penyakit maupun tindakan wawancara.
tentunya sangat berpengaruh dengan penagihan biaya
ke BPJS dari sebuah fasilitas pelayanan kesehatan. Kurangnya ketelitian petugas coding ini disebabkan
Namun, menurut petugas coding pada wawancara karena dalam proses pengodean pasien rawat inap baik
tidak mengetahui perbedaan nilai/ besaran klaim pasien JKN maupun umum di RSUD dr. Sayidiman
untuk diagnosis Chronic Kidney Disease stage 5 Magetan hanya dilakukan oleh 1 petugas dengan latar
dengan HD rutin Z49.1 dengan Chronic Kidney belakang D3 Perekam Medis, sehingga beban kerja
Disease stage 5 dengan HD pertama kali N18.0. petugas coding menjadi cukup tinggi. Selain itu faktor
Berdasarkan Hatta (2014) akurasi dan integritas dari lain yang mempengaruhi akurasi coding menurut
data yang terkode mempengaruhi beberapa aktivitas, Kresnowati dan Dyah (2013) adalah pendidikan,
diantaranya penagihan biaya rawat, analisis statistis pelatihan dan pengalaman kerja yang dimiliki oleh
dan finansial, manajemen kasus dan analisis coder akan sangat menentukan kinerja coder.
casemix, riset, serta pemasaran dan pengalokasian Pengetahuan akan tata cara koding serta
sumber daya.
2. Akurasi kode diagnosis Chronic Kidney Disease Maya, R. 2014. Kelengkapan Informasi Penunjang
dokumen rekam medis pasien rawat inap di RSUD dr. Dalam Penentuan Keakuratan Kode
Sayidiman Magetan tahun 2015 yaitu 41,18 % (21 Diagnosis Utama Chronic Renal Failure Pasien Rawat
dokumen) dan tidak akurat 58,82 % (30 dokumen). Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri Tahun 2013. [Karya Tulis
Ilmiah]. Karanganyar: APIKES Mitra Husada.
Hatta, G. 2014. Pedoman Manajemen Informasi Sudra, RI. 2013. Rekam Medis. Jakarta : Universitas
Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Terbuka.
Universitas Indonesia (UI-Press).
ABSTRACT
Based on the research at AmalSehat Sragen Islamic Hospital from 10 medical record document of stroke diagnosis,
20% inaccuracy (2 medical record document) inaccuracy due to lack of coder attention to the accuracy of the stroke
code. The purpose of this research is to know the accuracy of stroke diagnosis code on inpatient patient based on ICD-
10 in AmalSehat Sragen Islamic Hospital. This research type is descriptive research using retrospective approach.
The population in this study were 217 medical record documents. A sample size of 43 medical record documents.
Sampling technique using Systematic Sampling. The study instrument used observation guidelines and interview
guidelines. Data collection is done by observation and structured interview. Descriptive data analysis. The results
showed that accurate stroke diagnosis code was 31 (72,10%) medical record documents, while inaccurate code
was 12 (27,90%) medical record documents. The most inaccuracy is found in the 3rd character error because the
coding officer is less thorough in reading the entire information that supports the diagnosis. The conclusion of this
research is the code that is declared not accurate equal to 12 (27,90%) medical record document. It is recommended
that coding should read the entire information that supports the diagnosis and mark all documents especially for
BPJS patients who impact on the filing of claims.
Keyword: Accuracy, Diagnostic Code, Stroke, ICD-10
ABSTRAK
Berdasarkan hasil wawancara di Rumah Sakit Islam Amal Sehat Sragen dari 10 dokumen rekam medis diagnosis
Stroke didapatkan ketidakakuratan sebesar 20% (2 dokumen rekam medis) ketidakakuratan disebabkan coder kurang
memperhatikan informasi penunjang keakuratan kode Stroke. Tujuan penelitian untuk mengetahui Keakuratan Kode
Diagnosis Stroke pada Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit Islam Amal Sehat Sragen. Jenis
penelitian merupakan deskriptif dengan menggunakan pendekatan retrospektif. Populasi pada penelitian ini adalah
217 dokumen rekam medis. Besar sampel 43 dokumen rekam medis. Teknik pengambilan sampel menggunakan
Sampling Sistematis. Instrument penelitian menggunakan pedoman observasi dan pedoman wawancara. Pengumpulan
data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara terstruktur. Analisis data secara deskriptif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kode diagnosis Stroke yang akurat sebanyak 31 (72,10%) dokumen rekam medis, sedangkan
kode yang tidak akurat sebanyak 12 (27,90%) dokumen rekam medis. Ketidakakuratan terbanyak terdapat pada
kesalahan karakter ke-3 dikarenakan petugas koding kurang teliti dalam membaca keseluruhan informasi yang
menunjang diagnosis. Simpulan penelitian ini adalah kode yang dinyatakan tidak akurat sebesar 12 (27,90%)
dokumen rekam medis. Disarankan sebaiknya koding membaca keseluruhan informasi yang menunjang diagnosis
serta mengode semua dokumen terutama untuk pasien BPJS yang berdampak pada pengajuan klaim.
Kata Kunci: Keakuratan, Kode Diagnosis, Stroke, ICD-10
PENDAHULUAN penunjang keakuratan kode Stroke. Sebagai contoh
Pasien dengan keluhan lemas pada tangan dan kaki
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.269/
kiri, hasil CT-Scan Kepala dinyatakan pasien tersebut
MenKes/PER/III/2008, rekam medis adalah berkas yang
terkena Intracerebral haemorragic, seharusnya kode
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang akurat adalah I61.9 namun, oleh petugas koding
memberi kode I64. Kode tersebut tidak akurat karena
yang telah diberikan kepada pasien. Apabila dokumen
kode I64 digunakan untuk Stroke, Not Specified as
rekam medis tidak lengkap maka menyebabkan coder
haemorrhage or infarction.
tidak dapat menentukan kode diagnosis yang tepat.
Tujuan penelitian untuk mengetahui Keakuratan Kode
Kodi ng m e rupaka n fungsi ya ng c ukup pe nt i ng
Diagnosis Stroke pada Pasien Rawat Inap Berdasarkan
dalam jasa pelayanan informasi kesehatan. Dalam
ICD-10 di Rumah Sakit Islam Amal Sehat Sragen.
pelaksanaan casemix INA-CBG‟s peran coder sangat
menentukan besar kecilnya tarif yang muncul dalam
software INA CBG‟S ditentukan oleh diagnosis dan
METODE PENELITIAN
prosedur. Kesalahan dalam menuliskan koding akan
Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif dengan
mempengaruhi tarif untuk mendapatkan reimbursement
pendekatan retrospektif. Populasi dalam penelitian ini
yang sesuai bagi jasa pelayanan kesehatan yang
menggunakan dokumen rekam medis pasien rawat inap
diberikan dibutuhkan ketepatan koding terutama untuk
dengan kasus Stroke tahun 2016 sebanyak 217 dokumen.
koding penyakit. (Windari dan Kristijono, 2016)
Besar sampel adalah 43 dokumen. Jumlah sampel ini
Stroke merupakan penyakit kardiovaskular yang sebesar 20% dari total populasi yang diambil. Teknik
terjadi karena adanya gangguan pada pembuluh darah sampling yang digunakan adalah Sampling Sistematis,
arteri menuju ke otak. Stroke adalah penyebab utama dimana jumlah sampel yang dipilih didasarkan pada
kecacatan dan kesakitan. Data hasil Riset Kesehatan nomor kelipatan 5, yaitu sampel nomor 5, 10, 15 dan
Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa Stroke seterusnya sampai 217, sehingga didapatkan sampel
menjadi penyebab kematian tertinggi di wilayah 43 dokumen rekam medis.Instrumen penelitian untuk
perkotaan. Jumlahnya mencapai 15,9% dari proporsi memperoleh data menggunakan Pedoman Observasi dan
penyebab kematian di Indonesia. (Noverina, 2011) Pedoman Wawancara. Cara pengumpulan data dengan
Hasil penelitian dari Prabandari (2016) dengan judul observasi dan wawancara terstruktur. Teknik Pengolahan
“Keakuratan Kode Diagnosis Utama Stroke Di Rumah data dimulai dari Pengumpulan (Collecting), Edit
Sakit Umum Jati Husada Karanganyar” menunjukkan (Editing), Klasifikasi (Classification) dan Penyajian data
bahwa kode diagnosis utama pasien rawat inap yang
akurat sebesar 15 berkas rekam medis (34,1%) dan kode
HASIL PENELITIAN
diagnosis utama yang tidak akurat sebesar 29 berkas
rekam medis (65,9%). Kesalahan terbanyak disebabkan 1. Tata cara pengodean Stroke Pada Dokumen
oleh petugas koding tidak menuliskan kode pada RM 1. Rekam Medis Pasien Rawat Inap Berdasarkan
ICD-10 di Rumah Sakit Islam Amal Sehat
Berdasarkan survey yang telah dilakukan dari 10
Sragen
dokumen rekam medis rawat inap yang diambil secara
acak terdapat 2 dokumen rekam medis tidak akurat. Hal Dalam mengode diagnosis di RSI Amal Sehat
ini di karenakan coder kurang memperhatikan informasi Sragen menggunakan ICD-10 tahun 2010 manual
1. Tentukan jenis pernyataan yang akan dikode Berdasarkan hasil penelitian tingkat keakuratan
dan rujuk ke Section yang sesuai pada indeks kode diagnosis Stroke dari 43 dokumen rekam
alphabet (volume 3). (kalau pernyataan adalah medis pasien rawat inap yang diteliti di RSI Amal
Untuk kasus Stroke yang tidak ada tindakan Namun pada kasus tersebut masih
CT-Scan maka petugas koding melihat terdapat kesalahan pemberian kode yaitu
informasi penunjang yaitu anamnesis, hasil coder kurang teliti dalam membaca
laboratorium dan pemeriksaan fisik berupa keseluruhan informasi yang menunjang
tekanan darah serta keluhan pasien. diagnosis seperti melihat hasil CT Scan
Perbedaan stroke hemoragik dan stroke berupa adanya kelainan pada otak,
iskemik adalah Stroke hemoragik terjadi saat anamnesis dan diagnosis utama lembar
beraktivitas fisik, mengalami penurunan RM 1 (Ringkasan Masuk dan Keluar),
kesadaran, adanya hipertensi dan kadar Gula Sehingga menyebabkan kesalaha n
Darah Sewaktu (GDS) lebih dari batas normal memilih kode I64 yang seharusnya I61.9
70-150 mg/dL karena adanya stres Intracerebral Haemorrhage, unspecified.
1. Tata cara pengodean diagnosis utama Stroke di Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi
RSI Amal Sehat Sragen tahun 2016 belum sesuai Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba
dengan Standar Operasional Prosedur No. 024/ Medika
RM/11/2008 karena petugas sudah hafal kode
Oktavitasari, D. 2014. Tinjauan Keakuratan Kode
stroke sehingga tidak melihat ICD-10 volume 3
Diagnosis Utama Vertigo Pada Dokumen Rekam
dan 1
Medis Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10
2. Persentase keakuratan kode diagnosis utama Stroke Di RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen. [Karya
pada dokumen rekam medis rawat inap di RSI Tulis Ilmiah]. Karanganayar : Akademi Perekam
Amal Sehat Sragen tahun 2016 yang akurat 31 Medis dan Informasi Kesehatan Mitra Husada
(72,10%) dokumen, sedangkan yang tidak akurat Karanganyar
12 (27,90%) dokumen.
Prabandari, EK. 2016. Keakuratan Kode Diagnosis
Utama Stroke Di Rumah Sakit Umum Jati
ABSTRAK
Latar Belakang : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok
penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Data
Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa pada tahun 1990 PPOK menempati urutan
ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia, sedangkan pada tahun 2002 telah menempati
urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Di RSUD Sragen, diketahui banyak
diagnosis utama PPOK yang ditulis tidak jelas oleh dokter sehingga mempengaruhi keakuratan
kode diagnois. Tujuan penelitian untuk mengetahui keakuratan kode diagnosis PPOK eksaserbasi
akut berdasarkan ICD-10 pada Dokumen Rekam Medis pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum
Daerah Sragen triwulan II tahun 2011.
Metode : Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional deskriptif. Rancangan penelitian
dengan pendekatan retrospektif. Metodologi observasi, dengan populasi kode diagnosis PPOK
eksaserbasi akut pada Dokumen Rekam Medis pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah
Sragen triwulan II tahun 2011 dengan populasi sebanyak 59 dokumen. Penelitian ini menggunakan
penelitian populasi karena peneliti akan mengambil keseluruhan kasus PPOK Eksaserbasi Akut
untuk dijadikan sampel. Sehingga penelitian ini menggunakan sampel jenuh.
Hasil dan Pembahasan : Hasil analisis keakuratan kode diagnosis PPOK eksaserbasi akut dari 59
dokumen rekam medis pasien rawat inap terdapat 58 kode (98%) kode diagnosis yang akurat dan
kode diagnosis yang tidak akurat sebesar 1 kode (2%). Faktor ketidakakuratan kode diagnosis
PPOK eksaserbasi akut dikarenakan kesalahan reseleksi kondisi utama (MB1-MB5).
Simpulan dan Saran : Disarankan petugas koding melakukan revisi pada buku bantu yang sesuai
dengan ICD-10 dan melakukan reseleksi kondisi utama agar kode diagnosis yang dihasilkan
akurat.
perwujudan pelayanan kesehatan yang tidak akurat maka dalam pembuatan laporan
optimal bagi sebuah rumah sakit. Isi dari morbiditas, mortalitas serta penghitungan
berkas rekam medis mempunyai nilai guna berbagai angka statistik rumah sakit akan
sebagai dasar merencanakan pengobatan dan salah atau tidak akurat. Dalam hal ini
perawatan yang harus diberikan kepada dibutuhkan diagnosis yang jelas dan terbaca
seorang pasien dan untuk melakukan sebuah dari dokter yang bertanggungjawab dengan
terekam. Di dalam dokumen rekam medis mengenai What, Why, Who, Where, When
terdapat kode diagnosis yang harus diisi oleh (5W), How (1H) untuk menghasilkan koding
didapatkan dari penyakit utama yang petugas koding, adapun tata cara
pemeriksaan yang lebih mendalam. rawat inap yang dilakukan oleh petugas
Pengkodean penyakit pasien rawat inap Koding di Rumah Sakit Umum Daerah
ABSTRAK
Latar Belakang : Keakuratan kode dipengaruhi oleh penetapan atau penentuan diagnosis pasien.
Apabila dalam mengode diagnosis tidak akurat maka akan berpengaruh pada jumlah kasus dalam
pembuatan laporan morbiditas, mortalitas serta penghitungan berbagai angka statistik rumah
sakit. Dalam hal ini dibutuhkan diagnosis yang jelas dan terbaca dari dokter yang
bertanggungjawab dengan beberapa informasi tambahan yaitu mengenai What, Why, Who, Where,
When (5W), How (1H) untuk menghasilkan kode yang akurat. Berdasarkan survei awal di Rumah
Sakit Umum Jati Husada bahwa terdapat ketidakakuratan kode diagnosis utama pada 17 dokumen
rekam medis rawat inap sebesar 58.34 %. Tujuan penelitian adalah mengetahui keakuratan kode
diagnosis utama pada dokumen rekam medis pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Jati
Husada Karanganyar Tahun 2011.
Metode Penelitian : Jenis penelitian diskriptif dengan pendekatan retrospektif. Metode
pengumpulan data adalah observasi. Variabel penelitian yaitu akurasi kode diagnosis utama
berdasarkan ICD-10. Populasi penelitian yaitu dokumen rekam medis pasien rawat inap pada
Triwulan I tahun 2011 sebesar 259 dokumen rekam medis pasien rawat inap dan sampel
penelitian adalah 25 % dari populasi yaitu sebanyak 65 dokumen rekam medis pasien rawat inap.
Teknik pengambilan sampel dengan Quota Sampling. Analisis data menggunakan analisis
diskriptif.
Hasil dan Pembahasan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa kode diagnosis utama pasien
rawat inap yang akurat adalah sebesar 25 dokumen rekam medis (38%) dan kode diagnosis utama
yang tidak akurat sebesar 40 dokumen rekam medis (62%). Kesalahan terbanyak yang
menyebabkan ketidakakuratan kode diagnosis utama disebabkan kurang tepatnya coder dalam
menentukan blok-blok kategori penyakit.
Simpulan dan Saran : Diharapkan coder lebih memperhatikan blok-blok kategori penyakit yang
terdapat pada ICD-10 agar diperoleh kode yang tepat. Sebaiknya dalam mengode diagnosis
penyakit coder menggunakan ICD-10 sebagai dasar pengodean agar didapatan kode yang akurat
dan tepat dalam pemilihan digit keempat untuk menghindari kesalahan dalam pengodean. Dalam
peningkatan kemampuan sumber daya manusia sebaiknya coder minimal memiliki pengetahuan
tentang tata cara pengodean, apabila coder belum memiliki pengetahuan tentang tata cara
pengodean maka dapat mengikuti pelatihan, seminar dan melanjutkan pendidikan tentang rekam
medis.
yang bekaitan kesehatan dan tindakan medis. mengenai penyakit revisi ke sepuluh (ICD-
Dalam mengode diagnosis pasien, petugas 10) di rumah sakit” (Shofari, B. 2002). Maka
34 Jurnal Kesehatan,
Kesehat ISSN.1979-9551, VOL. V. NO.1, MARET 2011, Hal 30-36
ketelitian dari petugas coding sehingga
mendukung kinerja dan produktifitasnya.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian
(Suatu Pendekatan dan Praktik )
Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka
SIMPULAN DAN SARAN Cipta.
Tata cara pengodean diagnosis utama
pasien petugas coding kurang sesuai dengan __________, 2002. Prosedur Penelitian
(Suatu Pendekatan dan Praktik )
tata cara pengodean pada ICD-10, Persentasi Edisi Revisi I. Jakarta: Rineka
kode diagnosis utama yang akurat adalah Cipta.
sebesar 25 (38%), dan kode diagnosis utama
yang tidak akurat sebesar 40 (62%). Astuti, R. 2008. Tinjauan Akurasi Kode
Diagnosis Utama Pasien Rawat
Ketidakakuratan kode diagnosis utama Inap Berdasarkan ICD-10 Bangsal
paling banyak disebabkan pada kesalahan Dahlia di Badan RSUD Sukoharjo
Periode Triwulan IV Tahun 2007.
petugas coding dalam pemilihan blok-blok Karya Tulis Ilmiah. Program D3
kategori penyakit. Rekam Medis dan Informasi
Kesehatan APIKES Mitra Husada
Disarankan kepada coder lebih Karanganyar : Karanganyar.
memperhatikan blok-blok kategori penyakit
yang terdapat pada ICD-10 agar diperoleh DepDikNas. 2001. Kamus Bahasa Indonesia
kode yang tepat. Sebaiknya dalam Edisi ke 3. Jakarta : Balai Pustaka.
mengkode diagnosis penyakit coder
menggunakan ICD-10 (volume 1, 2 dan 3) DepKes, RI. 1997. Pengelolaan Rekam
Medis Rumah Sakit Di Indonesia
sebagai dasar pengkodean agar didapatan Revisi I, Jakarta.
kode yang akurat dan tepat dalam pemilihan
digit keempat dalam menghindari kesalahan __________. 1999. Pengelolaan Rekam
dalam pengkodean. Dalam peningkatan Medis Rumah Sakit Di Indonesia
Revisi I, Jakarta.
kemampuan sumber daya manusia sebaiknya
coder minimal memiliki pengetahuan
Dr. Soetomo K.P.R.I. RSUD. 1998.
tentang tata cara pengkodean. Klasifikasi Statistik Internasional
Tentang Penyakit Dan Masalah
Kesehatan (ICD-10, Volume 2).
KEPUSTAKAAN Surabaya.
Anggraini, M. 2004. Morbidity ICD-10
Volume 2. In : Training of Hapsara, S. 2004. Morbidity ICD-10
Trainers (TOT) ICD-10. Volume 2. In : Training of Trainers
PORMIKI. Yogyakarta. (Tidak (TOT) ICD-10. PORMIKI.
dipublikasikan). Yogyakarta. (Tidak
dipublikasikan).
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian
(Suatu Pendekatan dan Praktik ) Hatta, G. 2008. Pedoman Manajemen
Edisi Revisi X. Jakarta: Rineka Informasi Kesehatan di Sarana
Cipta.
ABSTRAK
Kemampuan petugas coding untuk membaca diagnosis dengan benar, terminologi medis
dan berkomunikasi secara efektif dan efisien dengan berbagai pihak khususnya dokter dan petugas
laboratorium pemeriksaan penunjang akan berpengaruh pada keakuratan kode diagnosis.
Berdasarkan survei pendahuluan di RSUD Kabupaten Sukoharjo terhadap 15 dokumen rekam
medis pasien typhoid fever terdapat 2 (1,41%) dokumen rekam medis yang tidak akurat. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui keakuratan kode diagnosis utama typhoid fever berdasarkan ICD-
10 pada pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Sukoharjo.
Jenis penelitian adalah deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dokumen
rekam medis rawat inap dengan diagnosis typhoid fever sebesar 481. Besar sampel sebanyak 80
dokumen rekam medis yang diambil dengan teknik quota sampling. Variabel penelitian adalah
keakuratan kode diagnosis dengan analisis data dilakukan secara deskriptif.
Hasil penelitian diperoleh bahwa pelaksanaan kodefikasi diagnosis utama typhoid fever
telah sesuai dengan prosedur tetap rumah sakit yang didukung dengan kebijakan ICD-10.
Keakuratan kode diagnosis utama typhoid fever adalah 78 (97,44%) dokumen rekam medis dan
ketidakakuratan kode diagnosis utama sebesar 2 (2,56%) dokumen rekam medis. Ketidakakuratan
kode diagnosis ini disebabkan ketidaktelitian petugas dalam melakukan kodefikasi penyakit
typhoid fever, karena ada berkas rekam medis yang berisi keterangan tambahan yang tidak terbaca
petugas.
Simpulan dari penelitian ini adalah masih ditemukannya kendala dalam mengkode
diagnosis typhoid fever akibat tulisan dokter tidak jelas atau tidak terbaca serta ketidaktelitian
petugas dalam membaca keterangan tambahan yang ada di dalam berkas rekam medis. Disarankan
kepada petugas coding untuk lebih teliti dalam mengkode diagnosis typhoid fever dan
berkomunikasi dengan dokter untuk memperjelas tulisannya dalam mendiagnosis penyakit.
Kata kunci : Keakuratan, Diagnosis, ICD-10, Typhoid Fever
Kepustakaan : 15 (1998 – 2010)
PENDAHULUAN pengkodean diagnosis pasien di rumah sakit
BerdasarkanPeraturan Menteri menggunakan buku ICD-10 (International
Kesehatan Republik Indonesia Nomor Statistical Classification of Diseases and
269/MENKES/PER/III/2008 tentangrekam Related Health Problems Tenth Revision)
medis, berkas yang berisikan catatan yang penggunaannya diberlakukan sejak
dandokumen tentang identitas pasien, dikeluarkannya Keputusan Menteri
pemeriksaan, pengobatan,tindakan dan Kesehatan Republik Indonesia Nomor
pelayanan lain yang diberikan kepada 50/MENKES/SK/I/1998 tentang klasifikasi
pasien, dimana salah satu pelayanannya statistik internasional mengenai penyakit.
adalah pengelolaan dokumen rekam medis Oleh karena itu, seluruh diagnosis dan hasil
pasien diantaranya mengkode diagnosis dan laboratorium yang tertulis dalam dokumen
tindakan terhadap pasien. Proses rekam medis pasien harus dikode secara
38Jurnal Rekam Medis, ISSN 1979-9551, VOL.VI. NO.2, OKTOBER 2012, Hal 37-44
Diagnosis Merupakan diagnosis dari
Diagnosis adalah kata yang penyakit penyerta diagnosis
digunakan dokter untuk menyebut suatu utama bukan berasal dari penyakit
penyakit atau gangguan kesehatan seseorang utamanya atau sudah ada sebelum
atau suatu keadaan yang menyebabkan diagnosis utama ditemukan(Hatta,
seseorang memerlukan, mencari, G. 2010).
mendatangi atau menerima asuhan medis Typhoid Fever
dan pelayanan kesehatan. Typhoid adalah suatu penyakit pada
Macam-macam Diagnosis, antara kasus yang menimbulkan gejala-gejala
lain: sistemik yang di sebabkan oleh salmonella
a. Diagnosis Utama (Principal typhi, paratyphi type A, B, C penularan
Diagnoses) terjadi secara pecal, oral melalui makanan
Merupakan suatu dan minuman yang terkontaminasi
diagnosis/kondisi kesehatan yang (Kumalla, 1998).
menyebabkan pasien memperoleh Demam Typhoid adalah penyakit
perawatan atau pemeriksaan yang infeksi akut usus halus yang biasanya
ditegakkan pada akhir episode mengenai saluran pencernaan dengan gejala
pelayanan dan bertanggung jawab demam yang lebih dari 1 minggu gangguan
atas kebutuhan sumber daya pada pencernaan dan gangguan kesadaran
pengobatannya. (Mansjoer, 2001).
b. Diagnosis Sekunder Demam Typhoid dan Paratyphoid
Merupakan diagnosis yang merupakan penyakit infeksi akut usus halus.
menyertai diagnosis utama pada Demam paratyphoid menunjukkan
saat pasien masuk atau yang manifestasi yang sama dengan typhoid
terjadi selama episode pelayanan. namun biasanya lebih ringan (Mansjoer,
c. Diagnosis Komplikasi 2001).
Merupakan penyakit yang Tata Cara Pengkodean
timbul dalam masa pengobatan 1. Identifikasi pernyataan yang akan
dan memerlukan pelayanan diberi kode dan merujuk ke seksi yang
tambahan sewaktu episode tepat pada indeks alfabet.
pelayanan, baik yang disebabkan 2. Cari letak lead term.
oleh kondisi yang ada atau 3. Baca dan ikuti tuntunan setiap catatan
muncul sebagai akibat dari yang tampak dibawah lead term.
pelayanan yang diberikan kepada 4. Baca setiap istilah dalam tanda kurung
pasien. sesudah lead term (modifier ini tidak
d. Diagnosis Kedua, Ketiga (Co mempengaruhi nomor kode).
Morbid)
40Jurnal Rekam Medis, ISSN 1979-9551, VOL.VI. NO.2, OKTOBER 2012, Hal 37-44
Berdasarkan wawancara yang analisis yang dilakukan terhadap
dilakukan terhadap petugas coding dokumen rekam medis pasien rawat
diketahui bahwa petugas telah inap dengan keluhan typhoid fever
melakukan pengkodean sesuai dengan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
prosedur pengkodean penyakit. Untuk Tabel 4.1
mempercepat proses pengkodean di Analisis Akurasi Kode Diagnosis typhoid
Fever
RSUD Kabupaten Sukoharjo
Keakuratan Ket.
menggunakan buku bantu yang berisi
Kode
kode-kode penyakit. Khususnya kasus N Prosen
Dokumen Jml
yang sering terjadi di rumah sakit o tase
Rekam
sehingga membantu petugas dalam
Medis
mengkode penyakit typhoid fever
1 Kode 78 97,44
dengan cepat. Selain itu, petugas
Akurat %
coding sudah mengetahui kode
2 Kode Tidak 2 2,56% Tidak
diagnosis yang sering muncul dengan
Akurat Terkod
kode-kode diagnosis penyakit sehingga
e
petugas langsung memberi kode
Jumlah 80 100%
diagnosis pasien pada ringkasan masuk
Sumber Data : Hasil Pengolahan Data
dan keluar (RM-1). Apabila petugas
coding mengalami kesulitan dalam a. Prosentase Kode Diagnosis
membaca tulisan dokter yang tidak Typhoid Fever yangAkurat
jelas atau tidak terbaca, petugas coding Berdasarkan hasil analisis
menanyakan kepada dokter yang akurasi kode diagnosis typhoid
bertanggung jawab terhadap pasien fever pasien rawat inapdi RSUD
yang bersangkutan. Kabupaten Sukoharjo tahun
2. Keakuratan Kode Diagnosis Typhoid 2011ada 78 (97,44%) dokumen
Fever Berdasarkan ICD-10 Pada Pasien rekam medis yang akurat dari 80
Rawat Inap di RSUD Kabupaten dokumen rekam medis.
Sukoharjo Keakuratan kode diagnosis ini
Keakuratan kode diagnosis dapat dilihat dari hasil
typhoid fever berdasarkan ICD-10 pengamatan terhadap dokumen
dapat diidentifikasi menjadi kode yang rekam medis pasien rawat inap
akurat dan tidak akurat. Di RSUD dengan diagnosis utama typhoid
Kabupaten Sukoharjo diagnosis fever yaitu pada formulir
typhoid fever dikode dengan A01.0 ringkasan riwayat masuk dan
untuk pasien yang terdiagnosis typhoid keluar (RM-1).
fever oleh dokter. Berdasarkan hasil
42Jurnal Rekam Medis, ISSN 1979-9551, VOL.VI. NO.2, OKTOBER 2012, Hal 37-44
ringkasan masuk dan keluar (RM-1) ini 10 atau buku bantu, tetapi dalam
sebagai bagian dari penetapan kode pelaksanaan masih mengalami
dikarenakan formulir ini berisi tentang kendala yang disebabkan oleh
hal-hal yang mempengaruhi dalam penulisan dokter yang tidak jelas atau
pengkodean diagnosis penyakit yaitu tidak terbaca.
umur, pekerjaan, jenis kelamin, 2. Berdasarkan analisis
diagnosis penyakit, anamnesa dan keakuratankodediagnosis utama
keluhan (Depkes, 2006). typhoid feverdi RSUD Kabupaten
Kode diagnosis typhoid fever Sukoharjo ditemukan 78 dokumen
yang tidak akurat sebesar 2 (2,56%) rekam medis (97,44%) yang akurat
dokumen rekam medis. Hal ini dan 2 dokumen rekam medis (2,56%)
menunjukkan bahwa masih ditemukan yang tidak akurat.
adanya tidak ada kode yang belum
sesuai dengan kode diagnosis untuk DAFTAR PUSTAKA
penyakit typhoid fever yang tercantum
dalam ICD-10 meskipun jumlahnya Arief, TQ. 2004. Pengantar Metodologi
Penelitian Untuk Ilmu Kesehatan.
tidak terlalu banyak. Hal ini disebabkan
Surakarta : CSGF (The Community
karena ketidaktelitian petugas sehingga of Self Help Group Forum). hal : 71
terdapat berkas rekam medis yang
__ . 2009. Pengantar
terlewat saat penetapan kode diagnosis. Metodologi Penelitian Untuk Ilmu
Kesehatan. Surakarta : Lembaga
Hal ini sesuai dengan teori bahwa tidak
Pendidikan (LPP) UNS dan UPT
dilakukannya tinjauan ulang Penerbit dan Pencetakan UNS. hal :
45
keseluruhan rekam medis, karena
sumber kesalahan utama yang Arikunto, Suharsini. 2010. Prosedur
Penelitian(Suatu Pendekatan dan
ditemukan dalam pengkodean pada
Praktik) Edisi Revisi X. Jakarta :
umumnya adalah statemen keputusan PT Rineka Cipta.
diagnosis dan tindakan, yang biasanya
DepDikNas. 2001. Kamus Bahasa Indonesia
terdapat dalam lembar awal. Edisi ke 3. Jakarta : Balai Pustaka.
Kemungkinan kesalahan disebabkan
DepKes RI. 2006. Pengelolaan Rekam
oleh pengkodean yang sering dilakukan Medis Rumah Sakit Di Indonesia
Revisi II, Jakarta.
pada dokumen yang tidak lengkap
(Sudra, R I. 2008) Hatta, Gemala. 2010. Pedoman Manajemen
Informasi Kesehatan di Sarana
Pelayanan Kesehatan. Edisi Revisi.
SIMPULAN Jakarta : Universitas Indonesia (UI-
Press).
1. Tata cara kodefikasi diagnosis utama
typhoid fever di RSUD Kabupaten Hidayat, A A. 2010. Metode Penelitian
Kebidanan Teknik Analisis Data.
Sukoharjo masih menggunakan ICD-
Jakarta : Salemba Medika.
_______________________,
2005.International Statistical
Clasification Of Diseases And
Related Health Problems (ICD-10,
Volume 2), Geneva.
_______________________, 2005.
International Statistical
Clasification Of Diseases And
Related Health Problems (ICD-10,
Volume 3), Geneva.
44Jurnal Rekam Medis, ISSN 1979-9551, VOL.VI. NO.2, OKTOBER 2012, Hal 37-44
RIWAYAT HIDUP PENULIS
anak kedua dari lima bersaudara yaitu Ratu Nurul Hikmah Putri
Yusran, Raja Almer Jamail Natsir Yusran, Raja Anmar Atthalla Natsir Yusran
buah hati dari pasangan Ayahanda Yusran, dengan Ibunda ST. Nurhana Natsir.
Negeri 12 Langkanae Palopo pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2011.
2011 dan lulus pada tahun 2014, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri
2 Palopo pada tahun 2014 dan lulus pada tahun 2017. Kemudian pada tahun 2017,