Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

PRAKTEK BATU BETON 2


Job Sheet
(Praktik Pembuatan & Pemasangan Kolom Bulat)

Dosen :
Dra. Daryati, M.T.

Disusun oleh :
Budi Afriani 1506520008
Ricky Johanes Saputra 1506520049
Azmi Fallah Alfarizi 1506520050

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL – FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Dasar Teori


Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok.
Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu
bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat
menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total
collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996).
SK SNI T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen struktur bangunan yang
tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak
ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil.

1.2 Jenis – Jenis Kolom


Menurut Wang (1986) dan Ferguson (1986) jenis-jenis kolom ada tiga, yaitu :
1. Kolom ikat (tie column)
2. Kolom spiral (spiral column)
3. Kolom komposit (composite column)

Dalam buku struktur beton bertulang (Istimawan Dipohusodo, 1994), ada tiga jenis kolom
beton bertulang yaitu :
1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom beton
yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada jarak spasi
tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan ini berfungsi untuk
memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada tempatnya.
2. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang pertama hanya
saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral yang
dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. Fungsi dari
tulangan spiral adalah memberi kemampuan kolom untuk menyerap deformasi cukup
besar sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah terjadinya kehancuran seluruh
struktur sebelum proses redistribusi momen dan tegangan terwujud.
3. Struktur kolom komposit, merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat pada
arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi batang
tulangan pokok memanjang.
1.3 Fungsi Kolom
Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila
diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah
bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan
beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin.
Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah roboh. Beban sebuah
bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan meneruskan beban yang diterimanya ke
kolom.
Seluruh beban yang diterima kolom didistribusikan ke permukaan tanah di bawahnya.
Struktur dalam kolom dibuat dari besi dan beton. Keduanya merupakan gabungan antara
material yang tahan tarikan dan tekanan. Besi adalah material yang tahan
tarikan, sedangkan beton adalah material yang tahan tekanan. Gabungan kedua material
ini dalam struktur beton memungkinkan kolom atau bagian struktural lain seperti sloof dan
balok bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik pada bangunan .

BAB II
PERALATAN

Peralatan yang dibutuhkan dalam pembuatan kolom bulat adalah :


1. Tang besi
2. Becutter sebagai alat pemotong
3. Barbender atau dengan roller pipa (sebagai alat pembengkokan sengkang)

BAB III
BAHAN

Bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan kolom bulat adalah :


1. Besi berulir 7D29 sebagai tulangan utama
2. Besi polos D10, sebagai spiral
3. Kawat, sebagai pengikat spiral
4. Beton, sebagai bahan coran kolom bertulang
BAB IV
PERHITUNGAN

Menghitung kebutuhan besi sengkang, sebagai berikut :

d = 150 Berat besi D10 permeter


0,627
Berat besi D29 permeter
5,19

h = 3500

h1 = 150

Keterangan :
• L : Panjang besi spiral (mm)
• h : Tinggi/ panjang borepile (mm)
• h1 : Jarak antar spiral (mm)
• d : Diameter spiral (mm)
• D : Keliling lingkaran spiral

Menghitung kebutuhan besi spiral


• Diameter kolom = 350 mm
• Diameter lingkaran spiral
= Diameter kolom – jumlah selimut beton (diasumsikan selimut beton 40 mm)
= 350 – (2 x 40)
= 270 mm
• Mencari keliling lingkaran
= πd = 3,14 x 270 = 847,8 mm
• Mencari panjang besi spiral D10
ℎ 2
= √( 𝜋 . ℎ1 . 𝐷) + ℎ²

3500 2
=√( 3,14 . 150 . 847,8) + 3500²
= √(62115,48)2 + 3500²
= √3858332855 + 12250000
= √62214,00851
= 62214,00851 mm (diubah meter)
= 62,21400851 m
= 62,21400851 x Berat besi D10 permeter
= 62,21400851 x 0,627 kg
= 39,0081 Kg/m

Jadi, kebutuhan besi polos D10 untuk spiral, yaitu panjang 62,21 m
dengan berat 39,00 Kg, dengan kebutuhan batang 5 batang besi dengan
panjang 12 m per-batangnya.

Menghitung kebutuhan besi tulangan pokok


• Tulangan pokok menggunakan BJ berulir 7D29
• Mencari panjang besi D29
= jumlah tulangan utama x (tinggi kolom – jumlah lebar selimut)
= 7 x (3500 – (2 x 40)
= 7 x (3500 – 80)
= 23940 mm (diubah meter)
= 23,94 m
= 23,94 x Berat besi D29 permeter
= 23,94 x 5,19 kg
= 124,2486 Kg/m

Jadi, kebutuhan besi polos D29 untuk spiral, yaitu panjang 23,94 m
dengan berat 124,24 Kg, dengan kebutuhan batang 2 batang besi dengan
panjang 12 m per-batangnya.
BAB V
LANGKAH PEMBUATAN

1. Tulangan pokok
a. Masukkan batang besi sejumlah yang telah ditetapkan ke dalam gulungan tulangan
sengkang spiral
b. Regangkan tulangan sengkang yang jaraknya sesuai yang telah ditetapkan
c. Ikat tulangan utama dan sengkang menggunakan kawat bendrat

2. Tulangan spiral
a. Atur ukuran pipa roller sesuai dengan diameter sengkang yang dibutuhkan
b. Gulung besi dengan pipa roller (langkah ini membutuhkan minimal 2 orang)

BAB VI

LANGKAH PEMASANGAN DAN PENGECORAN KOLOM BULAT

5.1 Pekerjaan Persiapan


Tahap-tahap pekerjaan persiapan yaitu :
1. Pembersihan lahan
2. Persiapan alat kerja
3. Penentuan As kolom
4. Pembesian kolom
5. Pembuatan bekisting

5.2 Pekerjaan Penakaran


Penakaran bahan-bahan penyusun beton harus mengikuti ketentuan tata cara
pengadukan dan pengecoran beton sebagai berikut :
1. Beton-beton dengan kekuatan tekan (fc’) lebih besar atau sama dengan 20 MPa,
proporsi bahan harus menggunakan takaran berat.
2. Beton-beton dengan kekuatan tekan (fc’) lebih kecil dari 20 MPa, proporsi bahan
dapat menggunakan takaran volume.
Penakaran berat menggunakan alat timbang sepatutnya memberikan hasil
penakaran yang baik, tidak dipengaruhi oleh pengembangan pasir dan kepadatan
timbunan material. Penakaran cara ini sulit dilakukan di tempat pekerjaan bila
pengadukan dilakukan dengan mesin aduk (mixer) yang mobile.

5.3 Pekerjaan Pengadukan


Adukan beton dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengadukan manual dan
pengadukan dengan molen. Cara pengadukan beton secara manual adalah sebagai
berikut :
1. Lakukan pencampuran bahan beton di atas permukaan yang rata (dapat berupa bak
dengan dasar lantai dari papan kayu atau dari pasangan yang diplester), ini
dilakukan agar kotoran atau tanah tidak mudah tercampur
2. Lakukan pencampuran dan pengadukan di tempat terlindung atap, terlindung dari
panas matahari dan hujan
3. Lakukan pencampuran adonan dengan perbandingan volume yang lazim digunakan
di lapangan dengan membuat kotak takaran untuk perbandingan volume pasir,
semen, dan kerikil/split
4. Lakukan urutan pencampuran adukannya yaitu pasir dengan semen yang sudah
ditakar dicampur kering di dalam bak pengaduk, lalu kerikil/split dituangkan dalam
bak pengaduk kemudian diaduk sampai merata. Setelah adukan merata, tuangkan
air sesuai kebutuhan lalu aduk sampai campuran merata dan sesuai dengan
persyaratan

Untuk pengadukan menggunakan molen, prinsip dasarnya sama dengan


pengadukan secara manual, hanya proses pencampuran bahan adukan beton dilakukan
di dalam molen yang terus menerus berputar. Hasil adukan beton dengan menggunakan
molen lebih baik dan lebih merata dibandingkan dengan proses pengadukan secara
manual. Cara pengadukan beton dengan mesin pengaduk (molen) adalah sebagai
berikut :
1. Sambil mesin aduk diputar (masukkan air sebanyak sekitar 0.80 kali yang
direncanakan)
2. Masukkan agregat (pasir dan kerikil) kedalam mesin aduk, dan masukkan pula
semen di atas batuan (pasir dan kerikil) itu
3. Selanjutnya masukkan air sedikit demi sedikit sampai adukan tampak mempunyai
kelecakan (konsistensi) yang cukup
4. Waktu pengadukan sebaiknya tidak kurang dari 3 menit
5. Adukan beton segar kemudian dikeluarkan dan ditampung dalam bejana yang
cukup besar. Bejana itu harus sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan
pemisahan kerikil bila dituang dalam cetakan

5.4 Pekerjaan Pengangkutan

Beton segar harus diangkut dari tempat pencampuran ke tempat penuangannya


atau ke lokasi dimana konstruksi akan dibuat, maka pengangkutan harus dilakukan
sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya pemisahan atau kehilangan material serta
keterlambatan yang akan menyebabkan hilangnya plastisitas sebelum beton segar
dituangkan. Alat angkut yang digunakan, apapun jenisnya apakah manual atau dengan
mesin harus mampu menyediakan beton segar di tempat pengecoran tetap memiliki
sifat kemudahan pengerjaan, tanpa segregasi dan belum terjadi pengikatan.

Untuk pengangkutan dengan jarak cukup jauh atau untuk pengangkutan dalam
kemacetan lalu lintas di perkotaan, biasanya memerlukan waktu tempuh cukup lama.
Untuk kondisi seperti itu sebaiknya menggunakan bahan tambahan (admixture) yang
dapat menunda waktu pengikatan. Mengingat besarnya resiko kegagalan akibat
kesalahan cara mengangkut beton segar, kiranya perlu diperhatikan cara mengangkut
adukan beton dengan benar.

Pada saat pengangkutan juga perlu diperhatikan segregasi agar terhindar dari
beton yang tak seragam. Adukan beton yang dibuat dengan tangan maupun dengan
mesin harus diangkut ke tempat penuangan sebelum semen mulai behidrasi (bereaksi
dengan air). Selama pengangkutan harus selalu dijaga agar tidak ada bahan-bahan yang
tumpah/keluar atau yang memisahkan diri dari campuran. Cara pengangkutan adukan
beton ini tergantung jumlah adukan yang dibuat dan keadaan tempat penuangan.
Pengangkutan adukan beton dapat dilakukan menempatkan di dalam ember, gerobak
dorong, truk aduk beton, ban berjalan atau pompa. Umumnya pengadukan beton
dilakukan di dekat lokasi penuangan, dan pengangkutan dengan ember atau gerobak
cukup memuaskan.

Bila tempat pengadukan beton cukup jauh dari tempat penuangannya,


pengangkutan dilakukan dengan truk beton. Pengangkutan dengan pompa dilakukan
bila antara tempat pengadukan beton dan tempat penuangan cukup ramai sehingga tidak
dapat dilakukan dengan ember atau gerobak. Pengangkutan dengan ban berjalan dipilih
bika pengangkutan berlangsung secara terus menerus dan ditujukan ke tempat yang
lebih tinggi. Menurut SNI – 03 – 2847 – 2002 pengangkutan adukan meliputi :

a) Beton harus diantarkan dari tempat pencampuran ke lokasi pengecoran dengan


cara yang dapat mencegah terjadinya pemisahan (segresi) atau hilangnya bahan.
b) Peralatan pengantar harus mampu menghantarkan beton ke tempat pengecoran
tanpa pemisahan bahan dan tanpa sela yang dapat mengakibatkan hilangnya
plastisitas campuran.

5.5 Pekerjaan Penuangan (Pengecoran)

Pengecoran pada kolom biasanya memiliki volume yang kecil, sehingga dapat
menggunakan bucket dan pipa tremie yang kemudian diangkut menggunakan tower
crane ke tempat kolom yang ingin dicor. Tahapannya adalah sebagai berikut :

1. Tuangkan beton ke dalam bucket dari concrete truck


2. Pasang pipa tremi ke bucket
3. Bucket yang sudah terisi dengan beton dipindahkan dengan menggunakan tower
crane ke tempat elemen struktur yang akan di lakukan pengecoran
4. Posisikan agar tinggi jatuh saat penuangan beton ready mix dibawah 2 m agar tidak
terjadi segregasi dikarenakan agregat yang lebih berat akan jatuh terlebih dahulu
5. Setelah operator tower crane menyesuaikan posisi bucket, maka beton ready mix
dapat dialirkan dari bucket ke elemen struktur melalui pipa tremie
6. Segera setelah penuangan beton ke bekisting, beton dipadatkan menggunakan
electric vibrator
7. Setelah bekisting terisi sampai penuh atau sampai batas yang ditentukan (stop cor)
beton kemudian diratakan.
5.6 Pemadatan
1. Pemadatan manual
a. Masukkan alat pemadat ke dalam bekisting, pada lapisan yang baru saja
dituangkan dan beberapa inchi hingga lapisan di bawahnya
b. Gerakkan alat pemadat hingga agregat kasar menghilang dan masuk ke
dalam beton

Gambar 1 Pemadatan Manual

2. Pemadatan mekanis (internal vibrator)


a. Masukkan alat pemadat hingga kedalaman kira-kira 45 cm. untuk beton air
entrained selama 5-10 detik. Lamanya pemadatan tersebut tergantung pada
nilai slump-nya
b. Padatkan secara merata dengan membuat sejumlah kecil area pemadatan
yang overlap dan jika memungkinkan, biarkan vibrator berdiri secara
vertikal dan biarkan turun dengan sendirinya akibar gravitasi ke dalam beton
c. Vibrator tidak hanya bergerak pada lapisan yang baru saja dicor, tetapi juga
menembus hingga >10 cm ke dalam lapisan di bawahnya (yang sudah
terlebih dahulu dicor) untuk menjamin terbentuknya ikatan yang baik antar
lapisan
d. Pemadatan yang layak telah tercapai jika lapisan tipis mortar muncul ke
permukaan di sekitar di seluruh bekisting dan agregat kasar menghilang ke
dalam beton atau pasta semen mulai nampak di sekitar tongkat vibrator dan
gelembung udara beton naik ±30 detik
e. Tariklah vibrator secara vertikal dengan kecepatan yang sama saat turun ke
dalam adukan beton secara gravitasional
Tabel 1 Getaran Minimun dengan Internal Vibrator

Getaran Minimal
Diameter
(RPM)
> 80 mm 8.000
< 80 mm 12.000

5.7 Pekerjaan Penyelesaian Akhir


1. Screeding Manual
Menggunakan sebuah alat yang disebut screed, dengan bagian bawah alat datar
dan rata untuk menghasilkan permukaan yang rata atau lengkung untuk menghasilkan
permukaan lengkung. Teknik sceed yang baik :
➢ Gerakkan screed maju dan mundur melintang dipermukaan beton seperti
gerakan menggergaji
➢ Dalam satu gerakan, gerakkan screed maju sekitar 1 inchi disepanjang bekisting
➢ Jika screed ‘mencongkel’ permukaan beton, (yang mungkin terjadi pada beton
air entrained karena sifatnya yang lengket) kurangilah kecepatan maju
screeding atau lapisi bagian bawah screed dengan logam
➢ Lakukan kembali screeding untuk kedua kali untuk membuang permukaan
beton yang bergelombang akibat screeding sebelumnya

Gambar 3 Screeding

2. Floating
Jika menginginkan permukaan beton yang lebih halus daripada yang diperoleh
dengan screeding, maka permukaan harus dihaluskan dengan raskam (float) kayu atau
aluminium magnesium. Setelah beton sebagian mengeras, floating dapat dilakukan
untuk kedua kalinya agar didapat permukaan yang lebih halus.
Raskam Kayu & Magnesium Alat Float Bertangkai

3. Trowelling
Trowelling dimulai setelah kilau air menghilang dari permukaan beton setelah
proses floating dan beton telah cukup keras. Trowelling yang terlalu awal cenderung
mengurangi keawetan beton, sebaliknya, trowelling yang tertunda mengakibatkan
permukaan terlalu keras untuk dapat dikerjakan dengan baik. Titik-titik air harus
dihindari, jika titik-titik air muncul, pekerjaan finishing tidak boleh dilanjutkan hingga
air terserap lebih dulu, menguap atau dibersihkan. Prosedur menggunakan trowel baja,
sebagai berikut :
a. Gerakkan trowel dengan gerakan lengkung dan permukaan trowel berhadapan
secara datar dengan beton
b. Lakukan trowelling untuk kedua kalinya setelah beton cukup keras sehingga
tidak ada mortar yang menempel pada trowel dan suara berdering dihasilkan
saat trowel melewati permukaan beton
c. Pada trowelling yang kedua kali, trowel harus sedikit dimiringkan sedikit dan
gunakan tekanan yang kuat untuk beton yang sudah padat sepenuhnya

Gambar 4 Trowel Baja


BAB VII

Kesimpulan

Sebuah bangunan akan aman dari kerusakan bila besar dan jenis pondasinya sesuai
dengan perhitungan. Namun, kondisi tanah pun harus benar-benar sudah mampu
menerima beban dari pondasi. Kolom menerima beban dan meneruskannya ke
pondasi, karena itu pondasinya juga harus kuat, terutama untuk konstruksi rumah
bertingkat, harus diperiksa kedalaman tanah kerasnya agar apabila tanah ambles atau
terjadi gempa tidak mudah roboh.

Pemasangan Kolom Bulat diatas sudah sesuai dengan PBI 1971 dan SNI 03-2847-
2002.

Anda mungkin juga menyukai