Anda di halaman 1dari 41

TINGKAT KEHARMONISAN RUMAH TANGGA PASCA NIKAH

MASSAL DI PONDOK PESANTREN NAHDLATUL WATHAN ANJANI


KECAMATAN SURALAGA KABUPATEN LOMBOK TIMUR

Oleh :
M. Taufikurrahman
180202130

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM
2023
TINGKAT KEHARMONISAN RUMAH TANGGA PASCA NIKAH
MASSAL DI PONDOK PESANTREN NAHDLATUL WATHAN ANJANI
KECAMATAN SURALAGA KABUPATEN LOMBOK TIMUR

Diajukan Kepada Universitas Negeri Mataram


Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Serjana Hukum

Oleh :
M. Taufikurrahman
180202130

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
MATARAM
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Anjani menyelenggarakan Nikah

Massal bagi para santrinya. Tradisi yang dilaksanakan turun temurun ini

berbarengan dengan penglepasan santri/wati Ma’had Darul Quran wal Hadist.

Nikah Massal diikuti oleh santri yang baru lulus dari Ma’had atau strata

pendidikan tertinggi di Pondok Pesantren yang sebelumnya telah melakukan

ta’arufan (perkenalan) dengan santri calon pasangannya. Setelah perkenalan

dirasa cukup, calon pasangan ini kemudian mendaftarkan diri kepada

Pimpinan Pondok untuk selanjutnya ditetapkan sebagai pasangan pengantin

pada acara Nikah Massal.

Nikah Massal merupakan proses pernikahan yang dilaksanakan secara

bersamaan dengan jumlah calon pengantin lebih dari tiga pasangan. Pada

tahun 2017 ada 6 pasang calon pengantin, tahun 2018 berjumlah 8 calon, dan

tahun 2019 pasangan yang Nikah Massal berjumlah 8 pasang calon pengantin.

Menurut Ust. Hadi, salah satu panitia penuturan bahwa Nikah Massal di

Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Anjani adalah suatu pernikahan yang

diselenggarakan turun temurun setiap sekali dalam setahun dalam rangka

pelepasan alumni Ma’had Darul Quran wal Hadist. Jauh sebelumnya, Nikah

Massal memang sudah menjadi anjuran Pendiri Pondok Pesantren, TGKH

Muhammad Zainuddin Abdul Majid. Nikah Massal ini diadakan sejak tahun

1965 atau bertepatan dengan tanggal 15 Jumadil Akhir 1385 H. Dan kini telah
berusia 67 tahun. Tujuannya, tidak lain agar alumni saling bahu-membahu

bahkan sebagai pasangan suami istri dalam mengamalkan ilmu yang telah

diperolehnya.

Dari beberapa informasi narasumber peneliti dapat menyimpulkan

bahwa kegiatan Nikah Massal ini tidak terlepas dari sejarah berdirinya Pondok

Pesantren Nahdlatul Wathan yang pertamakali ada di Desa Poancor Kota

Selong. Semenjak berdirinya Ma’had (tempat mengaji) pendiri Pondok

Pesantren sudah menganjurkan para alumni santrinya untuk membangun

rumah tangga sesama santri dengan tujuan agar dapat membina suatu kekuatan

zhohir bathin dan tetap bisa berjuang bersama mempertahankan ideologi

negara dan agama. Nikah Massal pertamali didirikan oleh TGKH Muhammad

Zainuddin Abdul Majid yang dijuluki Abul Masajid wal Madaris (bapaknya

Masjid-Masjid dan Madrasah-Madrasah) karena perkembangan cabang-

cabang Madrasah sebelum dinamakan Nahdlatul Wathan pada hari Ahad,

tanggal, 15 Jumadil Akhir 1372 H bertepatan dengan tanggal 1 Maret 1953 M

di Pancor Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Organisasi ini memiliki

terdiri atas beberapa jenjang, mulai dari sekolah menengah atas sampai

Ma’had. Dari Ma’had inilah muncul suatu anjuran untuk menikah sesama

santri lulusan, bertujuan dapat membangun rumah tangga yang harmonis baik

secara agama ataupun negara.

Mengigat masa yang akan datang peradaban manusia akan berubah

termasuk yang terkait dengan dasar perkawinan, alasan dengan siapa menikah,

apa latar belakangnya dan dan berbagai perubahan lainnya. Maka inilah salah
satu tujuan pendiri Pondok Pesantren mengadakan program Nikah Massal

agar umat tetap terarah baik secara religius ataupun nasionalisme.

Nikah masal di Pondok Pesantren Syeikh Zainuddin Abdul Majid tidak

hanya bertopang pada dasar agama, tapi juga memiliki dasar hukum negara.

Secara Agama, para tokoh Masyaikh (guru) telah mempertimbangkan dengan

matang terkait nikah massal tersebut dengan landasan dalil aqli naqli, ijmak

dan qiyas. Adapun secara negara, para panitia telah mempersiapkan kebutuhan

terkait dengan administrasi pencatatan nikah di KUA seperti syarat-syarat

calaon mempelai, wali, saksi dan maharnya. KUA beserta panitia

penyelenggara selanjutnya menentukan waktu dan tempat pelaksanaan

pernikahan. Adapun pelaksanaan Nikah Massal dilangsungkan di lingkungan

Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Anjani secara teratur sesuai rangkaian

acara.

Oleh sebab itu, peraktek Nikah Massal yang dilaksanakan di Ponpes

Nahdlatul Wathan Anjani Lombok Timur merupakan sebuah pernikahan pasca

pelepasan santri dengan kesengajaan yang telah direncanakan sebagai rutinitas

tahunan setiap kali ada kelulusan para santriwan santriwatinya. Dengan

sebuah harapan Pondok Pesantren dan santrinya bisa mengimbangi terhadap

pemahaman yang telah diajarkan selama di Ponpes Nahdlatul Wathan Anjani

Lombok Timur. Kemudian, pasangan yang dinikahkan adalah sama-sama

santri seangkatan Ma’had/Ma’hadah pada tahun ajaran yang sama, sekaligus

dalam rangka pelaksanaan Dzikrol Hauliyah.


Sebelum dilaksanakannya pelaksanaan peraktek Nikah Massal mereka

para santri sudah diajarkan kitab-kitab tentang munakahat (pernikahan),

kemudian satu sama lain saling diperkenalkan untuk menuju keseriusan bagi

yang ingin menikah. Bila enggan mereka tidak dipaksakan, cukup sampai

saling ta’aruf (perkenalan). Dengan demikian para santriwan dan

santriwatinya bisa saling memahami berdasarkan landasan kitab-kitab yang

sudah mereka pelajari sebagai panduan menuju jenjang pernikahan dengan

harapan bisa menumbuhkan keharmonisan dalam rumah tangga setelah

berkeluarga.

Dari beberapa narasumber yang peneliti wawancarai mereka yang sudah

mengikuti pelaksanaan Nikah Massal mengakui masih langgeng berkeluaraga

hingga sampai saat ini, bahkan juga ada diantaranya yang sudah sampai

memiliki cucu. Dari sini penulis bisa menelaah bahwa peraktek pelaksanaan

Nikah Massal ini memiliki suatu kekuatan ikatan rumah tangga yang dahsyat

terhadap pencapaian keharmonisan atau sakinah mawaddah wa rahmah

sesuai keinginan yang diharapkan banyak orang-orang yang sudah menikah

dalam suatu ikatan yang penuh anugrah kesucian. Peraktek pelaksanaan Nikah

Massal tersebut juga dijadikan sebuah adat atau kegiatan secara terus menerus

sesuai keadaan dan kondisi dalam lingkungan Pondok Pesantren Nahdlatul

Wathan Anjani terhadap perubahan gelobal dan peraturan yang mengikatnya,

baik internal atau eksternal (peraturan ponpes/negar). Tentang normalitas

Nikah Massal ini banyak dicantumkan di bait-bait buku dan ketetapan pendiri

Pondok Pesantren dan penerus setelahnya.


Berdasarkan paparan di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengkaji

secara detail tingkat keharmonisan keluarga bila membangun rumah tangga

sesama santri khususnya di Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Anjani

Lombok Timur, dan apa saja yang mengikat santriwan santriwatinya hingga

ada diantara mereka yang siap melaksanakan Nikah Massal. Apakah memang

bisa membangun keluarga harmonis dengan modal nyantri dan hanya mengaji

kitab-kitab Ulama Salaf dan Kholaf (terdahulu dan kekinian) khususnya kitab-

kitab tentang munakahat (pernikahan). Bisa dikatakan Nikah Massal dalam

Pondok Pesantren sangat jarang terjadi khususnya di Lombok Timur. Dari

penomena yang lazim terjadi diri kebanyakan Pondok Pesantren, pelaksanaan

Nikah Massal ini jarang terjadi dan dikaji. Ada beberapa jurnal dan skripsi

terkait Nikah Massal, namun berbeda konsep dan permasalahan yang diteliti.

Dari sanilah peneliti sangat tertarik meneliti kemudian mengangkat tema

dengan judul “TINGKAT KEHARMONISAN RUMAH TANNGA

PASCA NIKAH MASSAL DI PONDOK PESANTREN NAHDLATUL

WATHAN ANJANI KECAMATAN SURALAGA KABUPATEN

LONBOK TIMUR”.
B. Rumusan Masalah

Berlandaskan latar belakang di atas peneliti merumuskan beberapa

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pelaksanaan Nikah Massal di Pondok Pesantren

Nahdlatul Wathan Anjani, Kecamatan Suralaga, Kabupaten Lombok

Timur?

2. Bagaimana tingkat keharmonisan rumah tangga pasca nikah massal di

lingkungan Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Anjani, Kecamatan

Suralaga, Kabupaten Lombok Timur?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari dilakukan penelitian ini adalah:

a) Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan pra dan pasca Nikah

Massal di Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Anjani, Kecamatan

Suralaga , Kabupaten Lombok Timur.

b) Untuk mengetahui tingkat keharmonisan rumah tangga bagi pasangan

pengantin pasca pelaksanaan Nikah Massal di Pondok Pesantren

Nahdlatul Wathan Anjani, Kecamatan Wanasaba, Kabupaten Lombok

Timur.

2. Manfaat Penelitian

a) Secara Teoritis

Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai edukasi teoritis mengenai

keharmonisan rumah tangga bagi para muda/mudi yang belum


menikah khususnya bagi para santri setelahnya di Pondok Pesantren

Nahdlatul Wathan Anjani, Kecamatan Suralaga, Kabupaten Lombok

Timur. Diharapkan dapat menjadi tambahan refrensi dalam penelitian

selanjutnya tentang keharmonisan dalam peraktek pelaksanaan Nikah

Massal.

b) Secara Praktis

Sebagai pengetahuan dan pelajaran bagi masyarakat, santri dan

Pondok Pesantren lainnya, betapa pentingnya keharmonisan dalam

suatu ikatan pernikahan.

c) Untuk peneliti, bermanfaat sebagai salah satu syarat untuk mencapai

gelar strata/S1.

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian

1. Ruang Lingkup Penelitian

Dari pemaparan latar belakang di atas, penelitian ini menerangkan

seputaran kajian tentang tingkat atau kualitas dari keharmonisan rumah

tangga dalam peraktek Nikah Massal di Pondok Pesantren Nahdlatul

Wathan Anjani, Kecamatan Suralaga, Kabupaten Lombok Timur.

2. Setting Penelitian

Peneliti dengan sengaja mengambil lokasi penelitian di Pondok

Pesantren Nahdlatul Wathan Anjani Lombok Timur, yang sebagi tempat

atau lokasi terjadinya kasus tentang Nikah Massal yang bertujuan dapat

membina keharmonisan rumah tangga.


E. Telaah Pustaka

Berdasarkan tema penelitian di atas, peneliti telah menemukan beberapa

karya ilmiah yang terkait pembahasan tentang keharmonisan rumah tanngga

sebagai berikut:

1. Skripsi yang ditulis oleh, Sela Elviana, tahun 2019 berjudul

“KEHARMONISAN KELUARGA BAGI PASANGAN YANG SUDAH

PERNAH MENIKAH”. Berdasarkan hasil dari penelaahan penulis dapat

menyimpulkan sebagai berikut:

Dalam kehidupan rumah tangga antara suami dan istri dituntut

adanya hubungan yang baik dalam arti diperlukan suasana yang harmonis,

yaitu dengan menciptakan saling pengertian, saling menjaga, saling

menghargai, dan saling memenuhi kebutuhan masing-masing, selain itu

juga dalam keluarga yang harmonis adanya keseimbangan antara hak dan

kewajiban suami dan istri untuk menjaga keharmonisan tersebut tidak

hanya mengandalkan salah satu, sehingga suami dan istri memiliki

kewajiban yang sama dalam keluarga yang harmonis. Rencana kehidupan

yang dilakukan kedua belah pihak marupakan faktor yang sangat

berpengaruh karena dengan perencanaan ini keluarga bisa mengantisipasi

hal yang akan datang dan terjadi serta saling membantu untuk misi

keluarga. Studi kasusnya diteliti oleh Selvi Di Desa Parerejo, Kecamatan

Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Lampung.

Dalam isi skripsi di atas sama-sama menjelaskan tentang suatu

bentuk keharmonisan rumah tangga dengan saling memahami antara


suami dan istri dalam mengarungi rumah tangga dan menjelasakan faktor-

faktor yang memberikan pembinaan keharmonisan keluarga setelah

pernikahan di Desa Parerejo. Skripsi ini juga sama-sama menggunakan

studi kasus penelitian kualitatif dengan pendekatan secara deskriptif.

Kemudian, perbedaannya adalah skripsi di atas membahas keharmonisan

bagi pasangan yang sudah pernah menikah baik sekali atau pernikahannya

yang kebeberapa kali. Sedangkan peneliti mengkaji pernikahan bagi

pasangan santi yang belum pernah menikah. Skripsi di atas meneliti Di

Desa Parerejo, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Lampung

dalam rangka program pendataan desa bagi pasangan yang sudah janda

dan duda. Sedangkan peneliti, meneliti di lingkungan Pondok Pesantren

Nahdlatul Wathan Anjani Lombok Timur dalam rangka pelepasan santri.

2. Dalam skripsi Siti Nur Jamilah, tahun 2021, berjudul: “STRATEGI

MEWUJUDKAN KEHARMONISAN RUMAH TANGGA BAGI

PASANGAN PERNIKAHAN DINI (Studi Kasus di RW. 17 Kelurahan

Mimbaan Kecamatan Panji Kabupaten Situbondo)”.

Inti dari paparan tesis di atas sebagai berikut :

Dalam masyarakat, pernikahan dini terjadi dikarenakan adanya

masalah keagamaan, ekonomi, dan sosial. Masalah keagamaan mengenai

keagamaan seseorang yang memilih menikah di bawah umur untuk

menghindari dosa, takutnya berbuat zina, mengikuti sunnah rasul serta

mengharap barokah. Masalah ekonomi dikaitkan pernikahan dengan

harapan agar terbebasnya tanggungan orang tua pada anak dan sebagainya.
Lagi-lagi masalah keharmonisan menjadi pertanyaan penting, apakah

mereka yang menikah dibawah umur mampu menanam keharmonisan

dalam membangun rumah tangga. Kemudian mengenai masalah sosisal

pada seorang laki-laki memiliki kepuasan tersendiri dalam menikahi gadis

belia dan sebagainya.1

Persamaannya dengan peneliti ialah dalam hal untuk mewujudkan

keharmonisan rumah tangga pada pasangan yang hendak menikah, juga

memiliki factor-faktor yang sama dalam membangun rumah tangga.

Penelitian ini sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif.

Sedangkan perbedaannya terletak pada suatu strategi mewujudkan

keharmonisan itu sendiri, bukan fokus pada implikasi pernikahan dini

terhadap keharmonisan rumah tangga. Penelitian di atas juga berlokasi di

RW. 17 Kelurahan Mimbaan Kecamatan Panji Kabupaten Situbondo,

karena masih banyak terjadi praktik pernikahan dini yang tidak berdampak

buruk terhadap keharmonisan rumah tangga bagi para pasangan nikah

dini.2 Sedangkan peneliti berfokus di lingkungan Pondok Pesantren

Nahdlatul Wathan Anjani Lombok Timur, Kecamatan Suralaga. Dalam

skripsi di atas juga berfokus pada tingkat keharmonisan pasangan yang

menikah dini atau kurang umur secara Undang-Undang, sedangkan

peneliti mengukur tingkat keharmonisan rumah tangga para santri yang

sudah melaksanakan Nikah Massal.


1
Marmiawati Mawardi, “Problematika Perkawinan di Bawah Umur”, Analisa 19, no. 02
(juli desember 2012):
2
Noor Efendy, Implikasi PernikahanDini terhadap Keharmonisan Rumah Tangga (Studi
Kasus di DusunKadisobo Desa Girimulyo Kecamatan Panggang Kabupaten GunungKidul),
(Yogyakarta: UIN SunanKalijaga Yogyakarta), 2016. digilib.uinkhas.ac.id digilib.uinkhas.ac.id
digilib.uinkhas.ac.id digilib.uinkhas.ac.id digilib.uinkhas.ac.id digilib.uinkhas.ac.id
3. Novia Heni Puspita Sari, tahun 2019 dengan judul tesis “TINJAUAN

HUKUM ISLAM TERHADAP KEHARMONISAN RUMAH TANGGA

SOPIR TRUK (Studi di Desa Sukanegara Kecamatan Tanjung Bintang

Kabupaten Lampung Selatan)” Memiliki kajian sebagai berikut;

Kebahagiaan dalam rumah tangga tidak bisa diukur berdasarkan

kesenangan materi saja tetapi kebahagiaan yang hakiki seharusnya muncul

dari dalam jiwa masing-masing berupa ketakwaan terhadap Allah swt.3

Sebuah keluarga harus didasari oleh rasa kasih sayang, saling

pengertian, penuh cinta, dan kedamaian agar dapat tewujudnya rumah

tangga yang harmonis. Suami istri dalam keluarga mempunyai peranan

yang besar dalam menciptakan atau mewujudkan keharmonisan. Apabila

peran dan fungsi suami maupun istri dilaksanakan dengan baik atau tidak

baik, maka akan dapat berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap

suasana keluarga. Keharmonis akan tetap terjaga meskipun jarak

memisahkan. Oleh sebab itu, dalam keluarga diperlukan komunikasi yang

efektif, komitmen bersama, dan rasa saling percaya apalagi untuk

pasangan yang sering berjauhan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap

keharmonisan dalam keluarga.4 Sebuah keluarga harus didasari oleh rasa

kasih sayang, saling pengertian, penuh cinta, dan kedamaian agar dapat

tewujudnya rumah tangga yang harmonis.

3
Saiful Anwar, Rahasia Menjalin Rumah Tangga Harmonis Seperti Rosul, (Jakarta; Kunci
Iman, 2012) hlm. 13.
4
Sari Kuntari, Menciptakan Keluarga Bahagia (Kajian Tentang Peran dan Fungsi
Keluarga), Jurnal Media Info. Litkesos, vol 34. No. 1, Maret 2010, hlm. 6.
Skripsi di atas memiliki kesamaan dengan judul peneliti pada bagian

pembahasan inti yakni tentang keharmonisan dalam membangun rumah

tangga. Ada juga perbedaan mendasar menurut peneliti pada bagian

tentang pernikahan seorang sopir yang jarang di rumah apakah mampu

berbuat harmonis?. Sedangkan, peneliti membahas mengenai tingkat

keharmonisan seorang santri dalam memperaktekkan ilmunya. Adapun

lokasi penelitian tesis di atasa Di Desa Sukanegara Kecamatan Tanjung

Bintang Kabupaten Lampung Selatan, banyak suami yang bekerja sebagai

sopir truk yang harus hidup berjauhan dengan istri. Sedangkan peneliti

berpokus di lingkungan Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Anjani

Lombok Timur, lebih memfokuskan ke pengkajian untuk para santiri yang

siap menikah Massal.

F. Kerangka Teori

1. Pengertian Keharmonisan

Dalam Islam yaitu harmonis adalah suatu hubungan yang di isi

dengan cinta dan kasih, karena kedua hal tersebut adalah tali pengikat

keharmonisan. Keharmonisan berasal dari kata harmonis yang artinya

setara, sekupu, serasi, selaras. Adapun titik berat yang menjadi dasar

keharmonisan keluarga ialah keadaan selaras atau serasi.5

Definisi keharmonisan keluarga dalam sebuah perkawinan

hakikatnya adalah sebuah ikhtiar seorang hamba untuk memperoleh

5
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa
Indonesia,(Jakarta,1989), hlm. 299.
kebahagian hidup dalam berumah tangga.6 Berdasarkan pendapat

Abdurrahman Gozali, tujuan sekaligus definisi harmonis secara Islam

adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan

keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.7

Keluarga adalah kelompok sosial yang bersifat langgeng yang

berdasarkan hubungan pernikahan juga berdasarkan hubungan darah

secara biologis. Berdasarkan Undang-Undang 52 tahun 2009 tentang

Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Bab I pasal 1

ayat 6 pengertian dari keluarga adalah unit terkecil di masyarakat yang

terdiri dari suami istri; atau suami, istri dan anaknya; atau ayah dan

anaknya (duda), atau ibu dan anaknya (janda). Keluarga memang

merupakan unit sosial terkecil dalam masyarakat, akan tetapi pengaruhnya

amat besar bagi kehidupan bangsa dan negara.8

Ada beberepa istilah dari definisi para pakar kajian tentang

pernikahan antaranya; Pengertian Keharmonisan menurut Gunarsa,

keluarga harmonis adalah seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang

ditandai oleh berkurangnya ketegangan, ke kecewaan dan menerima

seluruh keadaan dan keberadaan dirinya (eksitensi, aktualisasi diri) yang

meliputi aspek fisik, mental dan sosial. Keharmonisan adalah relasi selaras

dan serasi dari masing-masing anggota keluarga untuk saling mengasihi

dan menyayangi satu sama lain di dalam sebuah rurumah tangga.

Sementara rumah tangga menurut Badan Pustaka Stastik, Keharmonisan


6
Abdul Mudjid, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqih, (Jakarta: Cetakan Ke-9, Mei 2013), hlm. 35.
7
Abdul Rahman Gozali, Op. Cit, hlm. 22.
8
Sri Lestari, Psikologi Keluarga, (Jakarta:Kencana,2012), hlm. 1.
keluarga adalah seorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian

atau seluruh bangunan fisik atau sensus, dan biasanya makan bersama dari

satu dapur. Yang dimaksud dengan makan dari satu dapur adalah

mengurus kebutuhan sehari-hari bersama menjadi satu keluarga unit

kelompok sosial terkecil dalam masyrakat. 9

Unit terkecil dalam masyarakat adalah keluarga sebagai tokoh

penting yang mengemudikan perjalanan hidup keluarga yang diasuh dan

dibinanya, karena keluarga sendiri terdiri dari beberapa orang, maka

terjadi intrakasi antar pribadi, dan itu berpengaruh terhadap keadaan

harmonis dan tidak harmonisnya keluarga. Peran suami istri dalam hal ini,

adalah suami istri harus menyesuaikan kewajiban yang seharusnya suami

bekerja dan istri mengurus rumah dan anak-anaknya, istri juga boleh

membantu tetapi hanya membantu bukan menjadi pencari nafkah utama

keluarganya dan suami yang mencari nafkah untuk keluarganya. Allah

telah menetapkan bahwa seorang suami harus memenuhi kewajiban

sebagai seorang kepala rumah tangga sesuai dengan firman Nya dalam

Surah An-Nisa’ ayat 34:

       

        

        

      m

9
Narti Arfianti, “Strategi Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga Jarak Jauh”, Bimbingan
Konseling Islam, Institut Agama Islam Negeri, Purwokerto, hlm. 5.
          



Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki)
atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-
laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu.
Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya
Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.10

Sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas maka sesorang suami

haruslah bertanggung jawab atas istri dan rumah tangganya karena mereka

adalah kepala keluarga, seorang istri juga harus bisa menghormati suami

sebagai kepala keluarga agar rumah tangga yang harmonis dan di ridhoi

Ilahi.

Berbeda dengan pendapat Hawari, keharmonisan rumah tangga

adalah menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga. Sebuah keluarga

yang harmonis ditandai dengan terciptanya kehidupan beragam dalam

rumah tersebut. Hal ini penting karena dalam agama terdapat nilai- nilai

moral dan etika kehidupan.11 Menurut Daradjad, keharmonisan adalah

suatu keluarga merupakan suatu keadaan dimana anggota keluarga

menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing terjalin kasih sayang,

10
Al- Quran dan Terjemahan Dapertemen Agama RI, Jakarta:PT Syamil Cipta Media,
2005, hlm. 84.
11
Tawaludin, Prsepsi Keluarga Harmonis, Vol 4,No 02 hlm. 178.
saling pengertian, dialog dan kerjasama yang baik antar keluarga. 12

Adapun Menurut Surya, keharmonisan adalah wanita yang bekerja cukup

sukses dalam membina rumah tangga yang harmonis, dengan karir yang

dimiliki istri dapat menunjang kebahagiaan dan kemajuan bagi rumah

tangganya yang harmonis, karena secara ekonomi dengan bekerja dapat

membantu kelangsungan hidup keluarga secara finansial.

Adapun menurut Menurut Esmara, harmonis adalah adanya alasan

utama yang menyebabkan tingkat pendidikan akan mempengaruhi suatu

produktifitas, baik secara langsung. Sebagai akibat dari perubahan

pengetahuan dan keterampilan dan dengan tingkat pendidikan yang sudah

tinggi akan terbuka harapan yang luas untuk memperbaiki perekonomian.13

Berbeda dengan Munandar, merupakan suatu kerjasama dari suami dalam

hubungan suami istri. Penting pula dalam suatu mengerjakan tugas rumah

tangga merupakan hal perkawinan yang harmonis, dimana kedua belah

yang penting untuk meningkatkan kepuasan pihak merasakan

kebahagiaan.

Ada beberapa aspek-aspek keharmonisan keluarga Menurut Gunarsa

sebagai berikut;

a) Kasih sayang antar keluarga suatu kebutuhan manusia yang hakiki,

karena sejak lahir manusia sudah membutuhan kasih sayang dari

sesame secara lumrah.

b) Memiliki saling pengertian antar sesama anggota keluarga dan selain

12
Samsudin, Sosiologi Keluarga, (Jakarta:Rajawali 2015), hlm. 136.
13
Samsudin, “Sosiologi Keluarga”, (Jakarta:Rajawali 2015), hlm. 138-147.
kasih sayang pada umumnya para remaja sangat mengharapkan

pengertian dari orangtuanya. Dengan adanya saling pengertian maka

tidak akan terjadi atau jarang sekali pertengkaran-pertengkaran terjadi

antara sesama anggota keluarga.

c) Intraksi atau komunikasi efektif yang terjalin di dalam keluarga.

Anggota keluarga mempunyai keterampilan berkomunikasi yang baik.

2. Syarat-syarat Keharmonisan Rumah Tangga

Dalam mementuk keluarga yang harmonis tentu terdapat

syaratsyarat yang semakin memperjelas apakah sebuah keluarga sudah

memenuhi sebuah persyaratan sebagai keluarga yang harmonis atau

bahkan sama sekali belum dapat dikatakan sebagai keluarga yang

harmonis.

Zakia Daradjat, menguraikan beberapa persyaratan dalam mencapai

keluarga yang harmonis, adapun syarat tersebut adalah:

a. Saling Mencintai.

Syarat ini merupakan tonggak utama dalam menjalankan

kehidupan keluarga, yang mencakup hal-hal sebagai berikut:

1) Bersikap lemah lembut dalam berbicara

2) Menunjukan perhatian pada pasangan, terhadap pribadinya dan

juga keluarganya

3) Bijaksana dalam bersikap

4) Menjauhi sikap egois.


5) Tidak mudah tersinggung, menjadi pasangan yang bersikap baik

dan tidak mudah berpikir negatif atas segala ucapan yang mungkin

sedikit tidak baik saat di ucapkan atau didengar. Karena menjadi

orang yang tidak mudah tersinggung hidupnya akan jauh lebih

tentram dan damai lebih-lebih dalam menjalankan rumah tangga.

6) Menentramkan batin sendiri, karena bagaimana mungkin bisa

menentramkan batin seseorang apabila batinnya sendiri tidak

tentram, orang disekitarnya pun tidak akan merasa nyaman. Saling

terbuka dalam membicarakan hal dengan pasangan merupakan

kebutuhan yang dapat menjauhkan keluarga dari ancaman masalah.

Peran agama dan spiritual pun sangat menentukan keharmonisan

dalam keluarga. Oleh sebab itu orang yang tentram batinnya akan

menyenangkan bagi orang lain.

b. Saling Menghargai

Penghargaan sesungguhnya adalah sikap jiwa terhadap yang lain.

Perlu diketahui bahwa setiap orang perlu dihargai. Menghargai

keluarga adalah hal yang sangat penting dan harus ditunjukan dengan

penuh keikhlasan dan kesungguhan. Adapun cara menghargai dalam

keluarga adalah menghargai perkataannya dan perasaannya, dengan

cara berbicara dengan sikap yang pantas sampai ia selesai berbicara,

mendengarkan keluhan mereka, menghargai bakat dan keinginan

sepanjang tidak bertentangan dengan norma, dan menghargai

keluarganya.
c. Saling Mengerti Latar Belakang Antara Suami Dan Istri

Maksudnya adalah mengetahui secara mendalam kepribadian

baik sifat, tingkah laku, sikap dan lain sebagainya. Selain itu uatamkan

terlebih dahulu untuk mengerti diri sendiri, memahami masa lalu kita,

kelebihan juga kekurangan kita dan tidak menilai orang secara sepihak.

Terlebih untuk pasangan yang sebelumnya pernah mengalami

perceraian tentu hal ini sangat menjadi talak ukur untuk manjalankan

kehidupan rumah tangga barunya agar menjadi lebih baik tanpa harus

melihat dan mengingat kehidupan di masa lalu.

d. Saling Membina Kepercayaan

Rasa percaya antara suami dan istri harus dijadikan sebagai

pondasi utama dalam sebuah keluarga, terutama yang berhubungan

dengan akhlak. Keterbukaan komunikasi antar anggota keluarga sangat

diperlukan agar tidak ada lagi masalah yang disembunyikan. Terlebih

terbuka atas cerita pahit dimasa lalu (perceraian) tanpa harus

menceritakan semuanya, ceritakan yang sewajarnya saja dan yang

sesuai dengan aturan agama islam tanpa menjelek-jelekan mantan

terhadulu, cukup ceritakan singkat dengan maksud agar seluruh pihak

antara suami dan isteri tidak merasa ada yang di bohongi atau yang

sengaja membohongi.

3. Faktor-faktor Keharmonisan Dalam Rumah Tangga

Keluarga harmonis atau sejahtera merupakan tujuan penting.


Menurut Kartini Kartono, Untuk mencapai keluarga yang harmonis tentu

terdapat faktor-faktor yang akan mempengaruhi keharmonisan dalam

keluarga, antara lain:

a. Tingkat Ekonomi Keluarga, hasil dari beberapa penelitian, tingkat

ekonomi juga merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan

keharmonisan keluarga. Jorgensen menemukan dalam penelitiannya

bahwa semakin tinggi sumber ekonomi keluarga maka akan

mendukung tingginya stabilitas dan kebahagiaan keluarga, tetapi tidak

juga berarti bahwa rendahnya tingkat ekonomi merupakan indikasi

tidak bahagianya keluarga. Tingkat ekonomi hanya akan berpengaruh

terhadap keluarga apabila berada ditaraf yang sangat rendah, sehingga

kebutuhan dasar saja tidak terpenuhi dan hal ini yang akan

menimbulkan konflik dalam keluarga.

b. Komunikasi interpersonal, berfungsi sebagai sarana bagi individu

untuk mengemukakan pendapat dan pandangannya. Dengan

komunikasi yang baik maka akan mempermudah dalam memahami

pendapat setiap anggota keluarga.

c. Perhatian, yaitu memperhatiakan keluarga sehingga apa saja kejadian

yang ada di dalam rumah tangga dapat kita ketahui permasalahannya

dan mencari sebab akibat permasalahan sehingga diharapkan untuk

segara menemukan solusi terbaik.

d. Pengetahuan, perlunya menambah pengetahuan untuk memperluas

wawasan yang sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan


keluarga. Sangat perlu untuk mengetahui anggota keluarganya, yaitu

setiap perubahan dalam keluarga dan perubahan dalam setiap anggota

keluargannya agar kejadian yang kurang diinginkan kelak dapat

diantisipasi.

e. Pengenalan terhadap semua anggota keluarga. Hal ini berarti

pengenalan terhadap diri sendiri dan pengenalan terhadap anggota

keluarga yang lain sehingga dapat memupuk pengertian.

f. Pengenalan diri sendiri telah tercapai maka akan lebih mudah

menyoroti semua kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam keluarga.

Masalah akan lebih mudah diatasi, karena banyaknya latar belakang

lebih cepat terungkap dan teratasi, pengertian yang berkembang akibat

pengetahuan tadi akan mengurangi kemelut dalam keluarga.

g. Sikap menerima. Langkah lanjutan dari sikap pengertian adalah sikap

menerima yang berarti dengan segala kelemahan, kekurangan dan

kelebihannya, ia seharusnya tetap mendapatkan tempat dalam

keluarga. Sikap ini akan menghasilkan suasana positif dan

berkembangnya kehangatan yang melandasi tumbuh suburnya potensi

dan minat dari anggota keluarga.

h. Penyesuain harus perlu mengikuti setiap perubahan baik dari fisik

orangtua maupun anak.14

4. Langkah-langkah Mengharmoniskan Rumah Tangga

Rumah tangga merupakan tempat curhat, tempat bernaung, tempat

14
Gunarsa, Singgih D dan Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, ( Jakarta:
Gunung Mulia, 1986), hlm. 42-43.
menghilangkan keresahan hati, penuh ketentraman, kedamaian dan solusi

untuk menyelesaikan semua permasalahan ketika terjadi masalah di

luarumah.15 Langkah-langkah untuk membangun keluarga harmonis,

diantaranya:16

a. Melestarikan Kehidupan Beragama Dalam Keluarga

Pentingnya sebuah keluarga menanamkan kehidupan beragama

karena di dalamnya terdapat nilai-nilai moral dan etika kehidupan yang

dapat menjadikan keluarga harmonis. Karena sebuah keluarga yang

tanpa nilai agama sama sekali akan cenderung terjadinya percekcokan

dan konflik dalam keluarga. Meluangkan waktu yang cukup untuk

bersama keluarga. Selalu meluangkan waktunya untuk keluarga

meskipun hanya sekedar berkumpul, makan bersama, menemani dan

mendengarkan keluhan-keluhan dari sang anak sehingga anak merasa

diperhatikan oleh orang tuanya dan menjadi betah di rumah.

Berdasarkan Al-Quran Surah Al- Ahzab ayat 71:

         

     

Artinya: Niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan


mengampuni dosadosamu. Dan barang siapa menaati Allah
dan Rosul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapatkan
kemenangan yang besar.17

15
Ahmad Sainul, Konsep Keluarga Harmonis Dalam Islam, JurnalAl-Maqasid, Vol.4, No.
1, Januari-Juni 2018, hlm. 92.
16
Ahmad Sainul, Konsep Keluarga Harmonis Dalam Islam, hlm. 93.
17
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Mubin, (Al-Qur‟an dan Terjemahnnya),
(Bandung: Diponegoro, 2010), hlm. 406.
Setelah itu, berlaku istiqomah (teguh pendirian) pada agama

Allah, selalu mematuhi perintah dan tidak melanggar larangan-Nya,

sehingga memperoleh ketenangan batin. Peran agama dalam

membentengi segenap problem kehidupan berumah tangga punya arti

begitu besar. Karena itu, keluarga yang dibangun di atas pilar agama

yang rapuh, rasanya begitu sulit untuk terjalin hubungan yang

harmonis antaranggota keluarga, terlepas dari beban mental, sehat

jasmani dan rohani.

b. Komunikasi Yang Baik Antar Anggota Keluarga

Adanya komunikasi yang baik dapat memecahkan suatu masalah

entah itu yang terjadi di luar ataupun di dalam rumah. Karena

komunikasi merupakan dasar terciptanya keharmonisan dalam sebuah

rumah tangga.

c. Saling Menghargai Antar Anggota Keluarga

Menghargai adanya perubahan yang terjadi dan mengajarkan

keterampilan berinteraksi pada anak dengan lingkungan yang lebih

luas.

d. Meluangkan Waktu Yang Cukup Untuk Bersama Keluarga

Selalu meluangkan waktunya untuk keluarga meskipun hanya

sekedar berkumpul, makan bersama, menemani dan mendengarkan


keluhan-keluhan dari sang anak sehingga anak merasa diperhatikan

oleh orang tuanya dan menjadi betah di rumah.

e. Minimnya Konflik

Dalam keluarga harmonis, jika terjadi suatu permasalahan maka

setiap anggota berusaha mencari penyelesaian terbaik dan

menyelesaikannya dengan kepala dingin.

f. Adanya Ikatan Yang Erat Antar Anggota Keluarga

Ikatan yang erat dapat diwujudkan dengan terciptanya

komunikasi yang baik, adanya kebersamaan, serta saling menghargai

antar anggota keluarga. Apabila telah berlangsungnya akad nikah yang

sah menurut rukun syari’at, maka akan menimbulkan akibat hukum.

Dengan demikian, terwujudlah ketentraman dan ketenangan hati yang

ditimbulkan oleh hakndan kewajibannya selaku suami-istri dalam

keluarga sehingga sempurnalah kebahagiaan hidup berumah tangga.18

Dalam mempertahankan ataupun membangun keharmonisan dan

kemesraan dalam sebuah keluarga perlu adanya usaha-usaha sebagai

berikut;

1. Mempunyai Kepercayaan dan Iman Kepada Tuhan

Setiap suami istri harus mempunyai hati yang memiliki rasa

rela dalam menyesuaikan diri demi tercapainya sebuah tujuan

pernikahan serta rasa kepercayaan dan iman kepada Tuhan. Sikap

seperti inilah yang menjadikan sebuah jalan untuk terus

18
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, hlm. 155.
berkembang ke arah yang lebih sempurna dalam menyelesaikan

masalah apapun yang terjadi di dalam pernikahan.

2. Mengasihi Pasangan

Ketika pasangan kita tidak merasa nyaman/tidak layak

menerima sesuatu. Jadi semua perilaku, perkataan dan tindakan

kita selalu ditujukan untuk kebaikan pasangan kita, mencintai

pasangan kita berarti kita harus melakukan terbaik untuk pasangan

kita.19

3. Kejujuran

Dalam membangun kesehatian, tidak ada jalan yang

digunakann selain kejujuran. Kejujuran tersebut harus dilengkapi

dengan sikap murah hati untuk menghadapi kenyataan. Jika tidak

ada kejujuran, maka yang berkuasa adalah dusta yang mana akan

menghancurkan kesetiaan yang dibangun antara suami istri dengan

susah payah ketika komunikasi antara suami istri tersebut berakhir.

4. Kesetiaan

Setia harus dalam segala hal, tidak hanya perihal kita tidak

akan berbuat berpaling. Setia dalam hal waktu, setia dalam

perkataan, setia ketika situasi dan kondisi menjadi sulit, setia dalam

sikap dan motivasi hati. Bahkan, kita harus menunjukkan kesetiaan

ketika pasangan kita gagal ataupun ketika melakukan salah.

5. Cinta Suami dan Istri


19
Bungaran Antonius Simanjuntak, Harmonious Family, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2013), hlm. 102.
Rasa cinta bersifat manusiawi, berawal dari pertemuan antara

seorang pria dan seorang wanita. Kemudian pada saat itu, saling

bergetar dan merasakan adrenalin cinta hati kedua insan tersebut.

Pasangan suami istri itu akhirnya menyatu, dan saling

menggantungkan/membutuhkan antara satu dengan lainnya.

Sehingga pada akhirnya, kehidupan kedua insan tersebut akan

diwarnai dengan sensasi kebahagiaan, kesenangan, keindahan,

kedamaian dan spiritual.20

6. Murah Hati dan Pemaaf

Sikap saling melengkapi dengan adanya rasa saling

memaafkan dan kemurahan hati penting sekali bagi suami istri,

karena sikap keengganan dan kekerasan hati kita untuk memaafkan

merupakan salah satu pembunuh terbesar dalam hubungan suami

istri terhadap kesehatian. Cepat atau lambat, sebaik dan sesholeh

apapun pasangan kita, suatu hari dia akan berbuat salah dan

menyakiti hati kita.21 Sedangkan menurut Ramayulis, ada lima

unsur pokok yang harus diterapkan dalam keluarga, yakni:22

a) Kecenderungan mempelajari dan mengamalkan ilmu agama

b) Akhlak dan kesopanan

c) Harmonis dalam pergaulan

d) Hakekat dan hidup sederhana

20
Fathi Muhammad, Petunjuk Mencapai Kebahagiaan Dalam Pernikahan,
(Jakarta:Amzah, 2005), hlm. 7.
21
Bungaran Antonius Simanjuntak, Harmonious Family, hlm. 103.
22
Ramayulis, Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga, (Jakarta:Kalam Mulia, 2001), hlm.
67.
e) Menyadari kelemahan diri sendiri

Dari seluruh pemaparan diatas maka dapat kita simpulkan

bahwa untuk mencapai keluarga yang harmonis di perlukan

berbagai upaya atau kiat-kiat yang tepat dan sesuai. Semua

upaya ataupun cara diatas saling terkait satu sama lain tanpa

terkecuali, sehingga menjadi suatu rangkaian yang panjang

untuk perjalanan pernikahan yang akan membawa pernikahan

tersebut pada keharmonisan keluarga yang sesungguhnya.

Pendidikan agama dalam keluarga juga merupakan upaya

penting dalam mewujudkan rumah tangga yang bahagia.

Pendidikan agama dalam keluarga adalah proses mendidik dan

membina anak menjadi manusia dewasa yang memilki

mentalitas dan moralitas, bertanggungjawab secara moral,

agama maupun sosial kemasyarakatan.23

Adapun ayat yang menjadi dasar pendidikan agama dalam keluarga

ialah Surat Luqman (31) ayat 17:

     

        

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya,


ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku!
Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman
yang besar.24

23
Mahmud dkk, Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga, (Jakarta: Akademia Permata,
2013), hlm. 155.
24
Al-Qur’an dan Terjemahanya, hlm. 329.
5. Faktor-faktor Ketidak Harmonisan Rumah Tangga

Suatu masalah memang harus di hadapi dan terkadang tidak dapat

menghindarinya. Akan tetapi, keharmonisan dalam rumah tangga lebih

cenderung mengarahkan pasangan menjadi kurang berkembang dan dapat

menyebabkan adanya faktor-faktor ketidakharmonisan dalam keluarga.

Adapun faktor-faktor yang menghambat keharmonisan rumah tangga

yaitu:25

a. Suami atau istri masih ketergantungan kepada orang tuanya, sehingga

dalam menyelesaikan masalah ia meniru tindakan orang tuanya yang

pernah di alaminya, dan tidak berani dalam mengambil keputusan-

keputusan mengenai rumah tangganya tanpa lebih dahulu meminta

pertimbangan orang tuanya.

b. Keluarga suami atau istri terlalu banyak mencampuri urusan anaknya

yang sudah berumah tangga.

c. Suami dan istri yang tidak mau berusaha dengan sungguh-sungguh

dalam memecahkan setiap problem rumah tangganya.

d. Suami dan istri tidak saling memberikan kebebasan.

e. Perbedaan latar belakang kebudayaan dan sosial ekonomi.

Dari faktor-faktor di atas tentu ada juga faktor-faktor pengahambat

keluarga menjadi tidak harmonis. Berikut adalah faktor penyebab

ketidakharmonisan dalam keluarga:

1). Faktor Internal

25
Syahrul Mustofa, Hukum Pencegahan, hlm. 94.
Salah satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap kehancuran

dalam sebuah rumah tangga adalah faktor internal yang ada di dalam

sebuah keluarga itu sendiri. Faktor internal yang dimaksudkan di sini

adalah berasal dari individu yang ada di dalam keluarga itu sendiri,

yakni masing-masing pasangan tersebut. Setiap pasangan individu

yang ada di dalam rumah tangga memang memiliki risiko yang sama

dalam membuat sebuah keluarga menjadi berantakan. Meskipun bisa

jadi bahwa keluarga itu dibina atas dasar cinta dan kasih sayang,

kelurga tetap bisa hancur karena mereka berdua. Hal itu karena

keduanya tidak mau menurunkan egoisnya untuk mengalah. Mereka

berdua masih sama-sama ingin menang sendiri, tak ada yang mau

mengalah. Hal inilah yang menyebabkan keluarga berantakan dan

menjadi tidak harmonis. Sebenarnya di dalam rumah tangga, yang

perlu dilakukan adalah terus berusaha memahami pasangannya.

Turunkan egoisme yang ada di hati untuk mau menerima pasangannya.

Berusahalah menjadi pelengkap bagi pasangnnya, sehingga semakin

kuat keutuhan rumah tangga yang dibina.

2) . Faktor Eksternal

Faktor eksternal atau penyebab yang berasal dari luar bisa juga

membuat sebuah keluarga berantakan. Hal ini bisa terjadi jika memang

fondasi yang ada di dalam rumah tangga tersebut kurang kuat sehingga

terpaan angin yang berasal dari luar bisa menggoyahkan bangunan dari

dalam. Penyebab dari luar bisa saja datang dari keluarga sendiri,
seperti mertua ataupun orang tua, kakak, atau sepupu. Penyebab dari

luar lainnya adalah munculnya orang lain atau orang ketiga di dalam

keluarga tersebut. Faktor eksternal ini tidak akan terlalu mengganggu

sampai membuat keluarga berantakan, tentu jika saja kedua pasangan

mampu menjadi pelengkap satu sama lain. Rasa percaya satu sama lain

akan menguatkan kasih sayang terhadap pasangannya. Dekatkan diri

kepada Allah SWT untuk memohon perlindungan terhadap pasangan

dari segala godaan yang merusak keharmonisan rumah tangga yang

telah dibina.

Keluarga bisa tetap utuh dan tidak berantakan maka kita harus

mampu menyingkirkan berbagai penyebab keluarga berantakan. Jika

kita sudah mampu untuk menyingkirkannya maka sekuat apa pun

angin yang menghembus maka keluarga akan tetap utuh.26

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode atau jenis

penelitian yang bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif adalah proses

penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif yaitu kata-kata tertulis

atau lisan dari orang-orang yang perilaku yang dapat diamati. Di dalam

penelitian ini peneliti akan mendeskripsikan tentang keharmonisan rumah

tangga pasca pelaksanaan Nikah Massal di Pondok Pesantren Nahdlatul

Wathan Anjani Kecamatan Suralaga Kabupaten Lombok Timur.

26
Zainal Arifin, 2015, Penyebab Keluarga Berantakan,
http://abiummi.com/penyebabkeluarga-berantakan/,Diakses Pada Tgl 15 Desember 2022
2. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti adalah sasaran untuk mendapatkan suatu data

yang diteliti. Kehadiran peneliti bukan bertujuan untuk mempengaruhi

subjek penelitian, akan tetapi untuk mendapatkan data-data yang lebih

akurat dan sewajarnya dengan cara terlibat langsung dilapangan, maka

peneliti berusaha mengumpulkan data-data yang diperoleh dari hasil

observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam penelitian ini, yang

dijadikan sebagai objek adalah para wanita singgle parent, para pemerintah

desa dan para tokoh masyarakat.27

3. Lokasi Penelitian dan Alasan Meneliti

Dalam penelitian ini berdasarkan pada paparan data sebelumnya

yakni sebuah survey yang dilakukan dan diamati peneliti adalah di Pondok

Pesantren Nahdlatul Wathan Anjani. Adapun alasan memilih lokasi ini

antara lain: Karena di Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Anjani

Kecamatan Suralaga Kabupaten Lombok Timur ini peneliti menemukan

peluang secara terbuka dari para santri-santrinya dan para masyaikh-

masyaikhnya. Bukan hanya sekedar itu, peneliti juga sangat tertarik untuk

meneliti berdasarkan pengakuan para narasumber. “Belum ada yang saya

temui yang meneliti tentang ini kecuali sekarang”. Ujarnya salah satu dari

narasumber. Membuat peneliti semakinpenasaran untut menggali lebih

dalam, terlebih lagi tempatnya yang strategis dan ekonomis membuat

27
Lexy J Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Pt Remaja
Roadakarya, 2010), hlm. 5.
peneliti bisa mengunjungi setiap waktu, sehingga peneliti bisa

mendapatkan data yang lebih akurat.

4. Sumber dan Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari

dua macam yaitu data primer dan data sekunder. Adapun sumber data dari

penelitian ini meliputi:28

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan

secara langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian..

Dalam hal ini yang menjadi data primer penelitian ini adalah para

santri yang sudah melaksanakan Nikah Massal, Lembaga Pondok

Pesantren, para santri lainnya, guru-guru, dan segala yang berkaitan

dengan yang akan diteliti.

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain

adalah data yang di kumpulkan atau diperoleh dari sumber-sumber

yang telah ada dan berkaitan dengan penelitian ini. Dalam penelitian

ini data sekunder diambil dari majalah ilmiah, artikel, jurnal

mengenai keharmonisan dalam membangun rumah tangga, baik secara

umum ataupun kolektif dan dokumen-dokumen lainnya yang

berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.

28
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Pt Rineka
Cipta, 2014), hlm. 172.
5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mempermudah peneliti dalam memperoleh dan menganalisa

data, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Metode Observasi

Strisno Hadi mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu

proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses

biologis dan psikologis. Dua diantaranya adalah proses-proses

pengamatan dan ingatan. Observasi dapat dibedakan menjadi

participation observation (observasi partisipatif)29. Dalam hal ini

penulis menggunakan observasi partisipan, dimana observasi ini

menuntut peneliti untuk terlibat langsung dalam kegiatan sehari-hari

dengan orang yang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data

penelitian. Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi atau

mengamati secara langsung ke tempat lokasi dimana disana peneliti

bisa langsung berkomunikasi secara terbuka, juga mendapatkan data

yang rell dan nyata dari lokasi penelitian tersebut

b. Metode Wawancara (interview)

Wawancara adalah pertemuan dua orang unutk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan

makna dalam suatu topik tertentu.30

29
Sugiyono, Metode Penlitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, (Bandung Alfabeta 2019)
hlm. 203.
30
Ibid., hlm. 304.
Teknik wawancara yang digunakan oleh peneliti yakni

wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bersifat bebas

dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang

tersusun secara rinci, yang digunakan hanya berupa garis besar

permasalahan yang akan ditanyakan

Dalam hal ini peneliti mewawancarai secara langsung para

subyek atau informan dalam penelitian, yaitu: para santriwan

santriwati lulusan Pondok Pesantren, santri lainnya yang seangkatan,

Lembaga Pondok Pesantren, dan tokoh guru-guru. Hal ini peneliti

lakukan untuk mendapatkan sebuah argumentasi atau pendapat dari

Pondok Pesantren, ataupun santri alumni lainnya mengenai

keharmonisan rumah tangga berdasarkan pemahaman semasa mondok.

c. Metode Dokumentasi

Merupakan teknik pengumpulan data dengan melalui data-data

dokumenter berupa catatan, transkip, buku-buku, surat kabar, majalah,

agenda ataupun jurnal yang dapat memberikan informasi tentang objek

yang akan diteliti.31 Dokumentasi ini juga dapat berbentuk tulisan,

gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.32 Pelaksanaan

metode ini juga dengan mengadakan pencatatan baik berupa arsip-

arsip atau dokumentasi maupun keterangan yang berhubungan dengan

gambaran umum lokasi penelitian yaitu di Pondok Pesantren Nahdlatul

Wathan Anjani Kecamatan Suralaga Kabupaten Lombok Timur.


31
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2015), hlm. 240.
32
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, ( Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 82.
6. Teknik Analisa Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,

menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun oleh orang

lain.33 Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis deskriptif.

Adapun proses analisis data menurut Miles dan Huberman, bahwa

aktivitas dalam analisis data ada tiga alur, yakni:

a. Reduksi Data

Pada tahap ini data yang diperoleh dari lapangan cukup banyak,

maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Dengan merangkum,

memilah dan memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal

yang penting seperti bagaimanakah bentuk keharmonisan para alumni

yang sudah menikah terhadap keberlangsungan menjalani rumah

tangga.

b. Penyajian Data (data display)

Setelah data tentang keharmonisan rumah tangga sedikit di

reduksi atau di ringkas, maka langkah selanjutnya penulis menyajikan

data tersebut dalam bentuk teks yang bersifat naratif. Penyajian data

dalam bentuk teks naratif tersebut akan mempermudah penulis dalam

memahami masalah yang terjadi di lapangan.


33
Ibid., hlm. 320
c. Menarik Kesimpulan

Penarikan kesimpulan yaitu suatu kegiatan yang dilakukan

selama penelitian berlangsung. Makna yang muncul harus selalu diuji

kebenaran dan kesesuaian melalui proses pemeriksaan keabsahan data

sehingga validitasnya terjamin.

Dari penjelasan di atas, di dalam menganalisis data yang telah

dikumpulkan, peneliti melengkapi dan mengklasifikasikan serta

menyederhanakan data-data yang diperoleh di lapangan baik data

yang diperoleh melalui observasi, wawancara maupun dokumentasi,

kemudian peneliti memberikan suatu kesimpulan sesuai dengan data

yang telah di analisis.

H. Sistematika Pembahasan

1. BAB I Pendahuluan

Pada bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan

mamfaat penelitian, ruang lingkup dan setting penelitian, telaah pustaka

dan kerangka teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

2. BAB II Paparan Dan Temuan

Pada bab ini diungkapkan gambaran mengenai gambaran lokasi penelitian

dan fakta fakta empiris yang ditemukan di lapangan dengan susunan

sebagai berikut: gambaran lokasi umum penelitian, proses pelaksanaan

nikah massal di Pondok Pesantren Nahdathul Wathan Anjani Kecamatan

Suralaga Kabupaten Lombok Timur, tingkat keharmonisan rumah tangga


pasca nikah massal di lingkungan Pondok Pesantren Nahdathul Wathan

Anjani Kecamatan Suralaga Kabupaten Lombok Timur.

3. BAB III Pembahasan

Pada bab ini membahas tentang analisis peneliti terhadap sejauh mana

tingkat keharmonisan rumah tangga pasca nikah massal di lingkungan

Pondok Pesantren Nahdathul Wathan Anjani Kecamatan Suralaga

Kabupaten Lombok Timur.

4. BAB IV Penutup

Merupakan penutup terhadap pembahasan yang terdiri dari kesimpulan

dan saran.

I. Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian

Bulan ke
No. Nama kegiatan
11 12 1 2 3 4

1 Konsultasi Judul •

2 Penyusunan Proposal •
3 Konsultasi Proposal • •
4 Seminar Proposal •

Kegiatan Penelitian
5 (Pengumpulan Data •
dan Penyusunan)

Konsultasi Hasil
6 •
Penelitian

7 ACC Skripsi •
8 Ujian Skripsi •
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mudjid, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqih, Jakarta: Cetakan Ke-9, Mei 2013.
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, hlm. 155.
Abdul Rahman Gozali, Op. Cit, hlm. 22.
Ahmad Sainul, Konsep Keluarga Harmonis Dalam Islam.
Ahmad Sainul, Konsep Keluarga Harmonis Dalam Islam, JurnalAl-Maqasid,
Vol.4, No. 1, Januari-Juni 2018.
Al- Quran dan Terjemahan Dapertemen Agama RI, Jakarta:PT Syamil Cipta
Media, 2005.
Al-Qur’an dan Terjemahanya.
Bungaran Antonius Simanjuntak, Harmonious Family, Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2013.
Bungaran Antonius Simanjuntak, Harmonious Family.
Dedi Junaedi, Keluarga Sakinah, Jakarta: CV Akademika Pressindo, edisi
pertama, 2007.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta,1989.
Fathi Muhammad, Petunjuk Mencapai Kebahagiaan Dalam Pernikahan,
Jakarta:Amzah, 2005.
Gunarsa, Singgih D dan Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga,
Jakarta: Gunung Mulia, 1986.
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Mubin, Al-Qur‟an dan
Terjemahnnya, Bandung: Diponegoro, 2010.
Lexy J Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Pt Remaja
Roadakarya, 2010.
Mahmud dkk, Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga, Jakarta: Akademia
Permata, 2013.
Marmiawati Mawardi, “Problematika Perkawinan di Bawah Umur”, Analisa 19,
no. 02 juli desember 2012.
Narti Arfianti, “Strategi Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga Jarak Jauh”,
Bimbingan Konseling Islam, Institut Agama Islam Negeri, Purwokerto.
Noor Efendy, Implikasi PernikahanDini terhadap Keharmonisan Rumah Tangga
Studi Kasus di DusunKadisobo Desa Girimulyo Kecamatan Panggang
Kabupaten GunungKidul, Yogyakarta: UIN SunanKalijaga Yogyakarta,
2016. digilib.uinkhas.ac.id digilib.uinkhas.ac.id digilib.uinkhas.ac.id
digilib.uinkhas.ac.id digilib.uinkhas.ac.id digilib.uinkhas.ac.id
Ramayulis, Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga, Jakarta:Kalam Mulia, 2001.
Saiful Anwar, Rahasia Menjalin Rumah Tangga Harmonis Seperti Rosul, Jakarta;
Kunci Iman, 2012.
Samsudin, “Sosiologi Keluarga”, Jakarta:Rajawali 2015.
Sari Kuntari, Menciptakan Keluarga Bahagia (Kajian Tentang Peran dan Fungsi
Keluarga), Jurnal Media Info. Litkesos, vol 34. No. 1, Maret 2010,.
Sri Lestari, Psikologi Keluarga, Jakarta:Kencana,2012.
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2007.
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D, Bandung: Alfabeta,
2015.
Sugiyono, Metode Penlitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, Bandung Alfabeta
2019.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Pt
Rineka Cipta, 2014.
Syahrul Mustofa, Hukum Pencegahan.
Tawaludin, Prsepsi Keluarga Harmonis, Vol 4,No 02.
Zainal Arifin, 2015, Penyebab Keluarga Berantakan,
http://abiummi.com/penyebabkeluarga-berantakan/,Diakses Pada Tgl 15
Desember 2022

Anda mungkin juga menyukai